Disusun Oleh:
ANDY NASARAPI
101011020617
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Pada tanggal 15 November
2006 dan telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
pendidikan Islam Program Strata 1 (S-1) pada Jurusan Pendidikan Agama Islam.
Sidang Munaqasah
Anggota
Penguji I Penguji II
Segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam Yang Maha Mulia lagi
Maha Perkasa. Di tangan-Nya Dia memegang kekuasaan di langit dan di bumi Dia
maha mengetahui sesuatu yang terungkapkan oleh bisikan rahasia yang yang terselip
tak terkatakan. Dialah yang maha kuasa, dengan kekuasaan-Nyalah sehingga kita
dapat melaksanakan tugas-tugas kekhalifahan dalam dunia ini dan dengan rahmat
serta hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai syarat akhir di
Hidayatullah Jakarta.
Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada manusia pilihan yang
membawa manusia kepada peradaban yang Islami yaitu Nabi Muhammad SAW
kepada keluarganya, para sahabatnya dan para pengikutnya yang istiqomah dalam
Dalam penulisan skripsi ini banyak sekali kendala ataupun kesulitan yang
penulis hadapi, akan tetapi berkat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak skripsi
ini dapat terselesaikan sesuai batas waktu yang telah ditentukan. Oleh karena itu
iman, Islam serta sehat wal afiyat sehingga dapat menyelesaikan penyusunan
2. Ayahanda dan Ibunda tercinta Zainudin dan Tiharoh yang berkat didikan serta
upaya keras keduanya, penulis dapat menempuh jenjang pendidikan dasar hingga
3. Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Prof. Dr. Azyumardi,
MA. dan Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang telah banyak
sebaik-baiknya.
Sekretaris Jurusan serta para staf di lingkungan jurusan Pendidikan Agama Islam
5. Penasihat Akademik, Hj. Dra. Husnawati, M.Ag, yang telah banyak memberikan
6. Dosen pembimbing Drs. Ahmad Syafi'i, M.Ag, yang dengan penuh kesabaran
dan bimbingan dari awal proses penulisan hingga akhir penulisan skripsi ini.
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang dalam penulisan skripsi ini
memberikan andil besar dalam hal penyediaan bahan pustaka dan sumber-sumber
memberikan dukungannya dalam penulisan skripsi ini, juga pada Dewan Racana
Fat-Nyi 2006/2007 yang diketuai oleh Nurul Iman yang tidak henti-hentinya
juga telah memberikan dukungannya baik moril ataupun materiil dalam penulisan
skripsi ini.
10. Teman-teman kelas C yaitu A. Afandi, M. Rahman WP, Abd. Hakim, Al-
Biladatur Rabiatun, Ibay dan yang lainnya yang tidak mungkin disebutkan satu
11. Dewan Guru SD Negeri 02 Pondok Aren yang telah memberikan dukungannya
12. Teman-teman Pencinta Alam (Porswapala) dengan pasukan : Burhan, Iik Samuel,
Hamzah, Mas Zen, Agus TH (Bang Bocak), Firman (Licin), dan Adi, yang
penulisan skripsi ini yang mesti disempurnakan. Dan hal itu tidak lepas karena
sebuah interpretasi terhadap pandangan para ulama dan cendikiawan yang eksis
dalam bidang pendidikan. Maka untuk itu kritik sekaligus saran senantiasa penulis
kepada pembaca yang terus menjadi pemerhati pendidikan dengan berlandaskan Al-
Qur'an dan Sunah. Atas semua bantuan yang diberikan, semoga Allah SWT
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1
POLITIK.......................................................................................... 10
a. Prinsip Demokrasi.................................................................... 44
b. Prinsip Kebebasan.................................................................... 46
BAB V PENUTUP.......................................................................................... 62
A. Kesimpulan .................................................................................... 62
B. Saran............................................................................................... 64
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu peristiwa sejarah masa lalu adalah hijrah, yaitu perjalanan Nabi
Muhammad SAW beserta kaumnya yang telah memeluk agama Islam dari kota
Mekkah menuju Yastrid (Madinah). Peristiwa ini adalah momentum yang sangat
besar dan berarti bagi seluruh kaum muslimin di mana ia dijadikan awal perhitungan
penaggalan tahun hijriah dan juga suatu peristiwa terbentuknya suatu negara di kota
Sejarah Islam, sebagaimana sejarah tiap umat, dapat dibagi dalam tiga
periode, periode klasik, periode pertengahan dan periode modern. Pada periode
klasik, merupakan masa ekspansi, integrasi dan masa keemasan. Telah menjadi
kenyataan sejarah bahwa, dalam hal ekspansi, hampir seluruh jazirah Arab sudah
tunduk di bawah kekuasaan Islam, sebelum Nabi Muhammad SAW wafat di tahun
632 M.1
Sejarah menunjukan bahwa Nabi Muhammad dan umat Islam selama kurang
Rasul, belum mempunyai kekuatan dan kesatuan politik yang menguasai suatu
wilayah. Umat Islam menjadi satu komunitas yang bebas dan merdeka setelah pada
tahun 622 M hijrah ke Madinah, kota yang sebelumnya disebut Yastrib. Kalau di
1
Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: UI-Press, 1985) cet. Ke-5, Jilid I,
hlm.56.
mereka mempunyai kedudukan yang baik dan segera menjadi umat yang kuat dan
Mekkah adalah daerah yang tandus dan gersang hingga umatnya selalu
berperang, bermusuhan dan saling mencaci maki sesamanya, masyarakat yang seperti
inilah yang memerlukan penataan dan pengendalian sosial secara bijak dengan
membuat undang-undang dan peraturan yang dapat menciptakan rasa aman dan
keadaan damai atas dasar keserasian dan keadilan yang dapat diterima oleh semua
golongan, akan tetapi itu semua terjadi setelah Nabi SAW beserta kaumnya hijrah ke
Nabi bersama para penduduk Mekkah (Muhajirin) dan para penduduk Madinah
(Anshar) dengan tidak memihak satu sama lain, dengan membuat perjanjian
persahabatan antara Muhajirin dan Anshar sebagai komunitas Islam di satu pihak dan
antara kaum muslimin dan kaum Yahudi serta sekutu-sekutu mereka di pihak lain
keamanan kota Madinah dari serangan musuh untuk hidup berdampingan secara
Selain sebagai Nabi dan Rasul Allah, Muhammad SAW adalah juga seorang
kepala negara dan kepala pemerintahan, sebab dalam kenyataannya beliau telah
2
Ahmad Sukardja, Piagam Madinah dan Undang-Undang Dasar 1945, (Jakarta: UI-Press, 1995).
3
J. Suyuthi Pulungan, Prinsip-Prinsip Pemerintahan dalam Piagam Madinah Ditinjau dari
Pandangan Al-Qur’an, (Jakarta: PT Rajagrapindo Persada, 1994), Cet I. hlm. 113.
berbagai suku-suku termasuk Yahudi, beliau memberi perlindungan (proteksi) kepada
Inilah negara yang jujur tetapi bukan negara teokrasi karena beliau tidak
masyarakat yang majemuk. Pada saat itu penduduk Madinah terdiri atas: (1) Muslim
pendatang dari Mekkah (kaum Muhajirin), (2) Muslim Madinah (Anshar) yang terdiri
atas suku Aus dan Khazraj, yang telah memeluk Islam tetapi dalam tahap awal,
bahkan di antaranya ada yang diam-diam memusuhi Rasulullah, (3) Anggota suku
Aus dan Khazraj yang masih menyembah berhala, tapi kemudian masuk Islam, (4)
Orang-orang Yahudi yang terbagi dalam tiga suku utama: Bani Qainuga, bani Nadhir,
Belum genap dua tahun setelah hijrah, yaitu pada tahun 622 M, dua tahun
pada kaum Muhajirin, Anshar dan kaum Yahudi. Piagam ini sering juga disebut
4
Drs. H. Inu Kencana Syafi’ie, Ibid, hlm. 167.
5
Zafrulla Khan, Muhammad Seal of the Prophets (London: Routledge and Kegan Paul, 1980) hlm. 88.
Ada dua landasan bagi kehidupan bernegara yang diatur dalam Piagam
Madinah yaitu :
1. Semua pemeluk Islam adalah satu umat walaupun mereka berbeda suku.
2. Hubungan antar komunitas muslim dan non muslim didasarkan pada prinsip:
a. Bertetangga baik.
d. Saling menasihati.
seorang Rasul:
00000 ☺
Artinya: “Dan tidaklah Muhammad itu kecuali seorang Rasul ……". (Q. S. Ali
Imran : 144)
6
Drs. Abdul Azis Thaba, M.A. Islam dan Negara Dalam Politik Orde Baru, (Jakarta: Gema Insani
Press, 1996), Cet. I. hlm. 98.
Sebagai Rasul beliau bertugas sebagai penyampai dan pen-syarah keseluruhan
wahyu yang diterimanya kepada manusia. Bukan hanya sebagai penyampai dan
penjelas keseluruhan wahyu Allah, tapi juga diberi hak legislatif atau hak menetapkan
hukum bagi manusia dan hak menertibkan kehidupan masyarakat. Karenanya beliau
disebut contoh teladan yang baik bagi manusia sebagaimana firman Allah yang
berbunyi:
⌧ ☺
⌧ ⌧
Artinya: "Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik
bagimu". (Q.S. Al-Ahzab: 21)
Demikian pula, jika kita melihat kembali peristiwa Baiat ‘Aqabah pertama
(621 M) dan Baiat ‘Aqabah kedua (622 M). Dalam kedua peristiwa tersebut beliau
diakui sebagai pemimpin dari kelompok Madinah yang mampu mengendalikan kaum
Muhajirin dan Anshar secara nyata dan efektif dengan mempersaudarakan mereka.
Dari sinilah beliau dianggap memiliki pengetahuan tentang teori politik yaitu
mengendalikan tingkah laku orang lain baik secara langsung dengan memberi
perintah maupun secara tidak langsung dengan memanfaatkan segala alat dan cara
yang tersedia. Dari sinilah beliau memperoleh keabsahan (legitimasi) sebagai
adalah tidak lepas dari peran Sang Khaliq (Allah SWT) sebagai Murabbi (guru) dan
pembelajaran, baik bagi siswa yang ingin meningkatkan belajarnya atau guru yang
pendidikan dapat membantu guru dalam bertindak yang tepat, dengan prinsip
pendidikan ini dapat mengembangkan sikap yang akan digunakan untuk peningkatan
belajar. 8
Maka, atas dasar inilah penulis merasa tertarik untuk lebih dalam lagi
Madinah yang dijadikan tauladan atau contoh bagi negara-negara yang menginginkan
Warabun Gafur. Selain itu pula dalam peristiwa ini banyak terjadi suatu proses
pembelajaran yang dapat diambil untuk kehidupan sehari-hari yang berasaskan pada
perspektif pendidikan Islam. Maka dari itu penulis memilih judul “Piagam Madinah
7
J. Suyuthi Pulungan, op cit, hlm. 70-71.
8
Ali Imran, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Pustaka Jaya : 1996), hlm. 42.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
akan dibahas dalam penulisan skripsi ini, maka penulis membatasi permasalahan
tersebut hanya pada perspektif pendidikan Islam yang terjadi pada peristiwa Piagam
2. Perumusan Masalah
C. Metodologi Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library reseach) artinya,
permasalahan dan pengumpulan datanya berasal dari kajian kepustakaan, baik itu
berupa buku, jurnal, majalah, artikel dan surat kabar yang relevan dengan penelitian
ini.
berkaitan dengan suatu kejadian atau peristiwa sejarah Rasulallah SAW dalam
Piagam Madinah.
Dari data yang terkumpul, penulis mengelola dan menganalisis data tersebut
dengan topik penelitian ini saja yang akan penulis cantumkan dalam penulisan skripsi
ini.
Selain itu, penulis juga memberikan tanggapan terhadap data tersebut dengan
tujuan diperoleh formulasi yang lebih baik dan applicable mengenai pandangan
Madinah
2. Penulis ingin membuktikan bahwa proses belajar mengajar juga terjadi pada
Yastrib (Madinah).
pendidikan Islam
pendidikan Islam
Bab I Bab ini terdiri dari pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah,
Bab II Bab ini memuat tentang tinjauan pendidikan politik seperti, pengertian
Bab III Bab ini memuat tentang sejarah terbentuknya Piagam Madinah, pengertian
BAB IV Bab ini memuat tentang perspektif pendidikan politik dibalik peristiwa
Piagam Madinah
BAB V Bab ini merupakan bab penutup untuk mengakhiri penulisan yang
kepribadian manusia secara integral. Diantara aspek kepribadian manusia itu adalah
Dari sisi lain, pendidikan adalah "usaha yang sadar, terarah dan disertai
diharapkan pada perilaku individu dan selanjutnya pada perilaku komunitas di mana
Yakni bahwa ia telah keluar dari statusnya sebagai aktifitas individu atau
keluarga, menjadi sebuah sistem kemanusiaan dan bangunan sosial yang mempunyai
fungsi-fungsi politik, pemikiran, moral, ekonomi dan budaya. Karena itu, pendidikan
sebagaimana bahwa politik itu pada intinya adalah aktivitas pendidikan. Karena itu
Ini secara persis terjadi pada situasi dan kondisi politik yang terbelakang, yakni ketika
politik terlepas dari misinya dan kehilangan unsur edukatifnya yang khas. Demikian
juga itu terjadi ketika pendidikan menjadi urusan yang marjinal dan sekedar fungsi
klise untuk memelihara nilai dan pemikiran yang ketinggalan zaman, tidak memiliki
peran pembimbingan ke arah masa depan dalam kehidupan masyarakat dan dinamika
peradabannya.1
membentuk generasi sesuai dengannya. Karena itu, hubungan antara pendidikan dan
Eratnya hubungan ini akan semakin tampak lagi jika dilihat dari sisi-sisi
berikut :
1
Dr. Utsman Abdul Mu'iz Ruslan, Pendidikan Politik Ikhwanul Muslimin, (Solo: Intermedia,
2000), hlm. 61-62.
2
Ibid, hlm. 62-63.
3
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Ma’arif, 1989), Cet ke-
8, h. 23
Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam
itu lebih banyak ditujukan pada perbaikan sikap (prilaku) dan mental yang akan
terwujud dalam amal perbuatan, baik bagi dirinya maupun bagi orang lain dan
pendidikan Islam tidak hanya bersifat teoritis saja akan tetapi juga bersifat praktis.
Maka dari itu pendidikan Islam merupakan pendidikan kepribadian, iman dan amal
karena ajaran Islam berisikan sikap dan tingkah laku pribadi dan masyarakat.
Inggrisnya "Politics". Politik itu sendiri berarti cerdik dan bijaksana. Pada dasarnya
politik mempunyai ruang lingkup negara, membicarakan politik pada galibnya adalah
politik yang mempengaruhi hidup masyarakat, jadi negara dalam keadaan bergerak.
Selain itu politik juga menyelidiki ide-ide, asas-asas, sejarah pembentukan negara,
hakikat negara serta bentuk dan tujuan negara, di samping menyelidiki hal-hal seperti
pressure group, interest group, elit politik, pendapat umum (public upinion), peranan
Asal mula kata politik itu sendiri berasal dari kata "Polis" yang berarti
"Negara Kota", dengan politik berarti ada hubungan khusus antara manusia yang
hidup bersama, dalam hubungan itu timbul aturan, kewenangan dan akhirnya
4
Drs. Inu Kencana Syafi’I, Al-Qur'an dan Ilmu Politik, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), hlm. 74-76.
Pendidikan dari segi bahasa berasal dari kata “didik” yang berarti
kecerdasan pikiran”. 5
Dari pengertian di atas tampak bahwa seluruh kegiatan yang ditujukan untuk
membentuk akhlak, budi pekerti dan mengasah keterampilan berfikir adalah kegiatan
pendidikan.
Secara istilah pendidikan dalam arti yang luas adalah “semua perbuatan dan
usaha dari generasi tua untuk mengalihkan pengetahuan, pengalaman kecakapan serta
norma-norma yang berlaku, tetapi juga sebagai sarana generasi tua untuk mewariskan
“penyiapan generasi untuk berfikir merdeka seputar esensi kekuasaan dan pilar-
5
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi II, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), Cet ke-4, h.
232.
6
Soeganda Poerkawatja dan H.A.H. Harahap, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Gunung Agung, 1981), h.
257
bahwa pendidikan politik bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran politik dan
kehidupannya, agar mata mereka tak selamanya terpejam dan pemahaman terhadap
dan demokratis.7
Definisi ini menonjolkan dua dimensi pendidikan politik, yaitu kesadaran dan
partisipasi, akan tetapi membatasinya hanya pada kekuasaan dan hal-hal yang
7
Edgar Fore dkk, Ta’allam Litakuuna (terjemahan Dr. Hanafi bin Isa). hal. 215.
8
Dr. Ustman Abdul Mu’iz Ruslan, Op Cit, hal. 81-82.
Kaitannya dengan kegiatan politik, kegiatan politik ini dijadikan sebagai suatu
pertama adalah fungsi-fungsi yang sangat penting dan menentukan cara kerjanya
sistem dan yang diperlukan untuk membuat dan melaksanakan kebijaksanaan dalam
sistem politik.
b. Rekrutmen politik. Yang dimaksud adalah proses seleksi warga masyarakat untuk
d. Agregasi kepentingan. Fungsi ini adalah proses perumusan alternatif dengan jalan
kebijaksanaan tertentu.
e. Komunikasi politik. Fungsi ini merupakan alat untuk penyelenggaraan fungsi-
Ada beberapa aspek agar pendidikan politik bisa berjalan sesuai dengan
a. Kepribadian Politik
Karena itu, tidak ada kesadaran politik tanpa kandungan kepribadian politik dan
bahwa jenis dan tingkat partisipasi politik di pengaruhi oleh jenis kultur politik yang
9
Dr. Abd. Muin Salim, Fiqh Siyasah: Konsepsi Kekuatan Politik Dalam Al-Qur’an, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 1995), h. 41-45.
Beberapa definisi tentang kepribadian politik, menurut sebagian ilmuwan
muncul karena rangsangan politik. Karena itu, ia meliputi sejumlah motivasi yang
kecenderungan politik.10
Definisi yang lebih detail yaitu, “kepribadian politik adalah sejumlah orientasi
yang berbentuk pada individu untuk menghadapi dunia politik. Kepribadian politik
b. Kesadaran Politik
Ada beberapa definisi kesadaran politik yang diutarakan oleh para ilmuwan
yaitu, menurut Petter adalah “berbagai bentuk pengetahuan, orientasi dan nilai-nilai
sebagai hasil dari wawasan politik yang diperolehnya di tengah masyarakat. Tidak
informasi. 11
10
As-Sayyid Abdul Muthalib Ahmad Ghanim, Al-Musyarakah As-Siyasiyah fi Mishr. Hal. 37.
11
Dr. Ustman Abdul Mu’iz Ruslan, Op Cit, hal. 91-94.
c. Partisipasi Politik
politik, dengan keikutsertaan yang bersifat sukarela dan atas kemauannya sendiri,
didasari oleh rasa tanggung jawab terhadap tujuan-tujuan social secara umum dan
pendapat. Dalam literature sosial politik dapat didefinisikan sebagai “kontribusi atau
Dengan ketiga aspek inilah maka pendidikan politik akan berjalan sesuai
dengan tujuan dari pendidikan politik itu sendiri. Maka ketiga aspek di ataslah yang
harus dilaksanakan sesuai dengan prosedur pendidikan politik agar mendapatkan hasil
kesadaran politik dan mendidik karakteristik manusia yang kenyang dengan jiwa
pendidikan yang selama ini dicanangkan oleh pemerintah demi tercapainya tujuan
pendidikan yang umum ataupun yang khusus. Juga bertujuan untuk memperlancar
12
Ibid, hal. 98-99
Hubungan erat antara Islam dan politik sebagaimana telah ditunjukan dalam
keterlibatan nyata umat Islam dalam urusan-urusan politik, bukan sekedar penjelmaan
realitas sejarah tapi juga penjelmaan dari ketentuan agama. Menurut Bernard Lewis,
“Islam terkait dengan kekuasaan sejak awal kelahirannya, dari masa formatifnya di
zaman Nabi dan para Khalifah sesudah Nabi wafat. Hubungan agama dan kekuasaan,
umat dan masyarakat politik ini, dapat dilihat dalam Al-Qur’an sendiri dan dalam
teks-teks keagamaan yang lain yang merupakan sandaran bagi keyakinan umat
kesadaraan keagamaan. Tapi mungkin juga dua hal tersebut merupakan fenomena
terpisah. Setelah masa Nabi dan Khalifah yang empat sejarah politik yang terbentuk
bukanlah tipe kesadaran politik yang mengalir langsung dari semangat ajaran-ajaran
13
M. Din Syamsudin, Islam dan Politik era orde baru, (Jakarta: Logos, 2001), h. 88-89
Pertama, arus formalistik. Arus ini menekankan formalisme keagamaan yaitu
bentuk-bentuk prakonsepsi Islam tentang politik, seperti bentuk negara dan corak
Islam dalam aktivitas politik dan subtansi nilai-nilai instriksi Islam ke dalam
arus yang berada di luar dan di antara dua arus sebelumnya. Pendukung arus ini
cenderung untuk bertumpu pada nilai-nilai dasar Islam dan berusaha untuk
Islam bukan hanya sekedar akidah ketuhanan atau ritual ibadah saja atau
bukan hanya sekedar hubungan antara manusia dengan Tuhannya, tanpa ada
hubungan dengan penataan kehidupan, masyarakat dan negara. Islam adalah aqidah,
ibadah, moral dan syari’ah yang integral. Dengan kata lain, Islam adalah system
Kepribadian muslim seperti yang di bina oleh Islam dan ditempa oleh akidah,
syari’ah, ibadah dan tarbiyahnya adalah kepribadian politikus. Islam meletakan suatu
kewajiban di pundak setiap muslim yang dinamakan dengan amar ma’ruf dan nahi
munkar. Kewajiban ini mungkin saja dilaksanakan dalam bentuk nasehat kepada para
penguasa dan kaum muslimin secara umum. Hal ini sejalan dengan hadits Rasul yang
mengatakan, “agama adalah nasehat”. Kegiatan seorang muslim dalam menata
Para ulama masa lalu memuji nilai dan keutamaan politik, sehingga Imam Al-
Ghazali mengatakan : “Dunia adalah ladang akhirat, agama tidak akan sempurna
kecuali dengan dunia. Penguasa dan agama adalah kembaran. Agama adalah tiang
dan penguasa adalah penjaga. Sesuatu yang tidak punya tiang akan rubuh dan sesuatu
Politik diharuskan ada dalam suatu negara karena mempunyai peran yang
sangat pital untuk kemajuan negara itu sendiri, yaitu dengan pemberi nasihat kepada
para pemimpin atau penguasa bila terdapat kejanggalan atau kesalahan dalam
kepemimpinannya, yaitu tugas menegakkan amar ma’ruf dan nahi munkar baik bagi
masyarakat yang menggeluti politik yang bersangkutan ataupun pemimpin itu sendiri.
14
Dr. Yusuf Qardhawy, Fiqh Negara, (Jakarta: Robbani Press, 1997), h. 109-111
15
Ibid, h. 122
BAB III
piagam politik untuk mengatur kehidupan bersama di Madinah yang dihuni oleh
penghuninya. Kesatuan hidup yang baru dibentuk itu dipimpin oleh Muhammad
SAW, sendiri dan menjadi yang berdaulat. Dengan demikian di Madinah Nabi
Muhammad bukan lagi hanya mempunyai sifat Rasul Allah, tapi juga mempunyai
Tidaklah sama pendapat dan penilaian yang diberikan oleh para ahli terhadap
naskah penting yang ditinggalkan oleh Nabi Muhammad itu. Tetapi dalam suatu hal
pendapat mereka bersamaan, ialah naskah itu adalah suatu dokumen politik yang
sebagai lanjutan dari bukunya yang pertama "Muhammad et Mecca" (oxford, 1953)
tidak kurang pula jasanya mempopulerkan piagam itu sebagai suatu Konstitusi, yang
dinamakannya sebagai "The Constitution of Medina" (Konstitusi Madienah). Dengan
mengacu pada isi naskah tersebut, dalam bukunya "War and Peace in the Law of
segi tiga), yaitu perjanjian antara kaum Muhajirin, Anshar dan kaum Yahudi. 3
Madinah dengan berbagai macam nama yaitu, disebut "piagam" (charter), karena
berpendapat dan kehendak umum warga Madinah supaya keadilan terwujud dalam
kepentingan umum dan dasar-dasar sosial politik yang bekerja untuk membentuk
1
H. Zainal Abidin Ahmad, Piagam Nabi Muhammad SAW: Konstitusi Negara Tertulis yang Pertama
di Dunia, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973) hlm. 74-75
2
Ibid, hlm. 85
3
Ibid. hlm. 67
suatu masyarakat dan pemerintahan sebagai wadah persatuan penduduk Madinah
yang majemuk.
konstitusi maupun shahifat) tapi bentuk dan muatannya itu tidak menyimpang dari
Kitab-kitab Islam selalu menamakan piagam itu dengan "Ahdun Nabi bil
Yahudi" (Perjanjian Nabi dengan kaum Yahudi) atau dengan "Ahdun Bainal
Muslimin wal Yahudi" (Perjanjian antara kaum Muslimin dan kaum Yahudi).
maka perjanjian itu diartikan sebagai suatu hubungan antara pemeluk Islam dengan
pemeluk-pemeluk agama lain. Sebab piagam tersebut dijadikan bukti adanya sifat
Itulah pendapat para ilmuwan muslim dan non muslim yang menamakan
Piagam Madinah dengan berbagai nama, tapi pendapat yang mereka kemukakan
semua itu tidak menyimpang atau berbeda dari yang aslinya. Mereka mengakui
bahwa perjanjian (Piagam Madinah) yang di buat oleh Rasulallah SAW dengan kaum
Anshar dan Muhajirin adalah sebagai pembentukan Negara Islam yang pertama.
sembunyi. Ketika itu orang-orang Islam yang jumlahnya sedikit, kalau hendak shalat
4
J. Suyuthi Pulungan, Prinsip-prinsip Pemerintahan dalam Piagam Madinah Ditinjau dari
Pandangan Al-Qur'an, (Jakarta: PT Raja Grapindo Persada, 1996), Cet ke-2. hlm. 113-114
5
H. Zainal Abidin Ahmad, Op Cit, hlm. 66
bersama-sama mereka keluar dari kota dan berkumpul di salah satu daerah perbukitan
di sekitar Mekkah. Baru pada akhir tahun ketiga dari awal kenabian, Nabi mulai
Belum cukup dua tahun sejak Nabi menyebarkan Islam secara terbuka,
diantara para pengikut Nabi yang seakan-akan tidak tahan lagi menanggung
deritanya. Maka atas anjuran Nabi mereka mengungsi ke Abesinia. Mereka berada di
negeri Afrika itu selama tiga bulan, kemudian pulang kembali ke Mekkah karena
mendengar berita bahwa suku Quraisy telah menerima baik agama yang diajarkan
oleh Nabi. Tapi ternyata berita itu tidak benar dan bahkan mereka makin kejam
terhadap pengikut-pengikut Nabi yang lemah, banyak umat Islam yang mengungsi
lagi ke Abesinia dalam jumlah yang lebih besar dari pada waktu pengungsian yang
peristiwa yang tampaknya sederhana tetapi yang kemudian ternyata merupakan titik
kecil awal lahirnya satu era baru bagi Islam dan juga bagi dunia. Peristiwa tersebut
adalah perjumpaan Nabi di Aqabah, Mina, dengan enam orang dari suku Khazraj dan
Yastrid yang datang ke Mekkah untuk haji. Sebagai hasil perjumpaan, enam tamu
dari Yastrid itu masuk Islam dengan memberikan kesaksian bahwa tiada Tuhan selain
Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Sementara itu kepada Nabi
dan suku-suku yang selalu bermusuhan itu melalui Nabi. Mereka berjanji kepada
Pada musim haji berikutnya, tahun kedua belas dari awal kenabian, dua belas
orang laki-laki penduduk Yastrid menemui Nabi di tempat yang sama, Aqabah.
Mereka selain mengakui kerasulan Nabi serta masuk Islam juga berbaiat atau berjanji
tidak akan mempersekutukan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berbuat zina,
tidak akan membohong dan tidak akan menghiyanati Nabi. Baiat ini dikenal dalam
Kemudian pada musim haji berikutnya sebanyak tujuh puluh tiga penduduk
Nabi untuk hijrah ke Yastrid dan menyatakan lagi pengakuan mereka bahwa Nabi
Muhammad adalah Nabi dan pemimpin mereka. Nabi menemui tamu-tamunya itu
ditempat yang sama dengan dua tahun sebelumnya, Aqabah. Di tempat itu mereka
mengucapkan baiat bahwa mereka tidak akan mempersekutukan Allah dan bahwa
mereka akan membela Nabi sebagaimana mereka membela isteri dan anak mereka.
Dalam pada itu Nabi akan memerangi musuh-musuh yang mereka perangi dan
bersahabat dengan sahabat-sahabat mereka. Nabi dan mereka adalah satu. Baiat ini
dikenal sebagai Baiat Aqabah Kedua (622 M). Oleh kebanyakan pemikir politik
Islam, dua baiat itu, Baiat Aqabah Pertama dan Baiat Aqabah Kedua, dianggap
sebagai batu pertama dari bangunan negara Islam. Berdasarkan dua baiat itu maka
6
H. Munawir Sjadzali, M.A., Islam dan Tata Negara, (Jakarta: UI Press, 1993 ), Cet. 5, h. 8-9.
Nabi menganjurkan pengikut-pengikutnya untuk hijrah ke Yastrid pada akhir tahun
itu juga dan beberapa bulan kemudian Nabi sendiri hijrah bergabung dengan mereka.7
Mesjid. Lembaga keagamaan dan sosial ini dari segi agama berfungsi sebagai tempat
beribadah kepada Allah SWT dan dari segi sosial berfungsi sebagai tempat
mempererat hubungan dan ikatan di antara anggota jamaah Islam. Langkah beliau
yang kedua adalah menciptakan persaudaraan nyata dan efektif antara orang-orang
Islam Mekkah dan Madinah, yaitu setiap dua orang bersaudara karena Allah.
Misalnya Abu Bakar bersaudara dengan Kharijat bin Zuhair dan seterusnya. Hal ini
sejalan dengan sikap kaum muslimin Madinah dalam Baiat Aqabah Pertama dan
Kedua, bahwa mereka telah melepaskan hubungan mereka dengan kabilah dan
mereka bersatu dalam agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.
Persaudaraan yang dibentuk oleh Nabi itu merupakan awal terbentuknya umat Islam
Jika langkah pertama dan kedua ditujukan khusus kepada konsolidasi umat
Islam, maka langkah beliau berikutnya ditujukan kepada seluruh penduduk Madinah.
Untuk itu beliau membuat perjanjian tertulis atau yang menekankan pada persatuan
yang erat di kalangan kaum muslimin dan kaum Yahudi, menjamin kebebasan
7
Ibid, h. 9.
beragama bagi semua golongan, menekankan kerja sama dan persamaan hak dan
kewajiban semua golongan dalam sosial politik dalam mewujudkan pertahanan dan
perdamaian dan menetapkan wewenang bagi Nabi untuk menengahi dan memutuskan
penduduk Madinah membawa mereka kepada kehidupan sosial yang teratur dan
ini, penulis mulai dengan menampilkan pendapat beberapa ahli pikir, baik muslim
maupun non muslim. Muhammad Husni Assiba'i menyimpulkan isi Piagam Madinah
8
J. Suyuthi pulungan, Prinsip-Prinsip Pemerintahan dalam Piagam Madinah Ditinjau dari
Pandangan Al-Qur’an., (Jakarta: PT Raja Grapindo Persada, 1994). Cet. I. h. 64.
9
Ibid, h. 74.
d. Dalam menetapkan garis kebijaksanaan untuk menghadapi musuh, umat
keadaan terancam.
dan seadil-adilnya.
g. Setiap orang yang ingin hidup damai bersama kaum muslimin dilidungi.
Mereka tidak akan dipaksa memasuki agama Islam dan tidak pula diambil harta
bendanya.
dengan jalan memberi bantuan dalam bentuk biaya dan lainnya, sebagaimana
wajib bersama-sama umat Islam untuk membela negara dari setiap ancaman yang
jika salah seorang diantara mereka teraniaya, walaupun yang menganiaya itu orang
muslim sendiri.
m. Setiap warga negara, baik muslim maupun nonmuslim, dilarang
melindungi orang-orang yang memusuhi negara atau memberi bantuan kepada musuh
negara itu.
baik, seluruh warga negara yang muslim maupun nonmuslim harus menerima
Setiap orang hanya akan dituntut oleh hukum karena kesalahan yang diperbuatnya
sendiri.
berlaku).
Tentang Mukaddimah
a. Piagam tertulis ini dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. dengan rakyat
Madinah, yang terdiri atas kaum Quraisy, kaum Yastrid dan orang-orang yang
mengikuti dan berjuang bersama mereka. Nabi Muhammad SAW menulis dan
menandatangani sebagai pemimpin yang mereka akui bersama. Ini berarti adanya
rakyat yang membuat kontrak sosial ini, yaitu kaum Quraisy, Yastrid dan orang-
orang yang mengikuti dan berjuang bersama mereka. Ini mempunyai arti sejarah
untuk kemudian hari, sebagai kenangan terhadap penanaman batu pertama bagi
prinsip ini.
Pasal 1 :
Bab ini dinamakan "pembentukan bangsa negara" hanya terdiri atas satu pasal
adanya warga dari negara yang baru didirikan. Sampai sekarang belum ada
terjemahan tepat bagi istilah ini. Karena itu, kita mempergunakan perkataan bangsa
persatuan turunan, tempat tinggal atau lainnya, tetapi diikat oleh persatuan
kenegaraan.
b. Perkataan "bebas dari (pengaruh dan kekuasaan) manusia lainnya" berarti
adanya suatu bangsa yang berdaulat penuh, yang bebas dari segala pengacau dan
Bab ini dinamakan Hak Asasi Manusia yang terdiri atas sembilan pasal, yaitu
ialah :
a. Mengakui segala hak-hak yang sudah dimiliki oleh rakyat sejak dari
ini, yaitu mengganti hukum qisas (balasan setimpal) atas kejahatan seperti
pembunuhan, penikaman dan lain-lain, diganti dengan pembayaran ganti rugi (diat),
Kebiasan ganti rugi yang dipikul oleh famili atau qabilah (suku) secara
bersam-sama, pada zaman kita sekarang, boleh disamakan dengan asuransi jiwa
secara kolektif.
dibaca oleh seluruh manusia. Menyebutkan nama-nama suku yang selain mempunyai
arti sejarah dan politis, berarti meyakinkan tiap-tiap orang dalam suku yang
bersangkutan. Ini sama halnya dengan menyebutkan nama-nama propinsi, pulau atau
negara-negara bagian.
c. Khusus mengenai kebiasaan membayar uang tebusan terhadap segala
kejahatan mengenai darah, baik pembunuhan, penikaman dan lainnya, secara positif
kejahatan itu.
dengan pasal 23. begitu juga keputusan ganti rugi atas persetujuan famili yang
penikaman dan lainnya, berarti menyelamatkan jiwa manusia dari nafsu balas
dendam. Hal ini berarti juga diakuinya hak hidup setiap manusia.
Hak hidup adalah sumber dan pangkal segala hak manusia yang sudah
diperinci dengan baik dalam Piagam Hak-Hak Asasi Manusia (Universal Declaration
of Human Rights).
itu adalah hak hidup, yang mencerminkan diakuinya hak membayar uang tebusan,
hak ini merupakan pokok dan inti segala hak-hak dasar lainnya.
Perincian segala hak dasar yang lainnya ditetapkan oleh Tuhan di dalam kitab
suci Al-Qur'an. Banyak sekali ayat-ayat kitab suci Al-Qur'an yang menjamin hak-hak
itu.
Tentang Bab III : Persatuan Seagama
seagama yang memeluk agama Islam. Bagian ini dinamakan bab Persatuan Seagama.
pendukung cita-cita yang dibawa oleh Islam. Dengan demikian, pasal-pasal ini harus
ideologi negara.
Pasal-pasal ini sama sekali tidak memuat hak-hak istimewa yang diberikan
sendiri.
Pasal-pasal ini ditujukan kepada seluruh warga negara terdiri atas delapan
pasal, yang mengatur mengenai prinsip-prinsip umum yang harus disadari oleh
bahwa setiap serangan harus diartikan tantangan terhadap warga seluruhnya. Pasal 19
disebutkan dengan istilah kepada (hukum) Tuhan dan (keputusan) Muhammad SAW.
musuh, baik berupa apa pun. Ini menunjukan negara dalam bahaya, menurut paham
a. Pasal 25 ayat 1 menegaskan bahwa segala golongan itu adalah satu dengan
keluar.
c. Pasal 37 ayat 2, pasal 19, pasal 39 dan pasal 44 mengatur tugas pertahanan
negara.
Kota Yastrid dikatakan sebagai ibukota negara karena sifat negara pada
negara Islam.
persengketaan. Dengan pasal 17, 18, 19, 23 dan 36 serta pasal 45 berikut nanti,
pelanggaran konstitusi.
Pasal penutup yang merupakan kunci seluruh pasal ini berisi pula permohonan
doa kepada Allah untuk keselamatan negara di bawah pimpinan Nabi Muhammad
Pasal terakhir ini terdiri atas tujuh ayat. Tiap-tiap ayat mempunyai isi yang
a. Ayat 1 mengakui setiap orang (warga negara) untuk berusaha. Hal ini
memperkuat hak asasi manusia sebagaimana diatur dalam pasal 2 sampai dengan
pasal 10.
d. Ayat 4 dan 5 menjamin keaman keluar masuk perbatasan negara bagi setiap
Muhammad SAW.
Dalam Piagam ini dirumuskan dengan jelas hak dan kewajiban orang Islam di
antara mereka sendiri, serta hak dan kewajiban antara orang Islam dan Yahudi. Orang
Yahudi menerima perjanjian itu dengan gembira. Dokumen yang disimpan dengan
bahwa Muhammad SAW adalah manusia yang berotak luar biasa, bukan saja bagi
zamannya, sebagaimana dikatakan oleh Muir, melainkan juga bagi semua zaman. Dia
bukanlah seorang pemimpin liar yang bertekad meruntuhkan susunan masyarakat
yang ada. Nabi Muhammad SAW adalah seorang negarawan yang mempunyai tenaga
universal.
"Dengan nama Allah yang maha pemurah dan maha penyayang", demikian
dikatakan dalam Piagam pertama mengenai kemerdekaan nurani ini, "Ditujukan oleh
Muhammad Rasulallah kepada kaum beriman baik orang Quraisy maupun orang
Yastrid dan pada setiap orang dari manapun asalnya, yang mempunyai kepentingan
bersama dengan mereka, semua mereka itu harus merupakan satu bangsa".10
Dalam kajian ilmu politik disebutkan bahwa tugas-tugas kepala negara untuk
diajukan oleh ahli pikir, baik yang muslim maupun yang nonmuslim. Berikut akan
diuraikan pendapat-pendapat dari para politik muslim mengenai tujuan negara. Dalam
hal ini Al-Farabi mengemukakan pendapat bahwa setiap negara yang didirikan harus
mempunyai tujuan (ends of the state) yang menjadi cita-cita utama dan idaman oleh
10
Abdul Qadir Djaelani, Negara Islam Menurut Konsep Islam, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1995), hlm.
35-43.
Kebahagiaan menurut Al-Farabi ialah kebaikan yang tertinggi yang idam-
idamkan. Tidak satupun yang lebih tinggi dari padanya, yang mungkin dicapai oleh
manusia. Kebahagian itu tidak mungkin dapat diwujudkan kecuali dengan ilmu
pengetahuan dan usaha yang sungguh-sungguh. Manusia tidak bisa memahami arti
kebahagiaan secara baik, tanpa mengerti arti keutamaan. Apabila keutamaan telah
dikenalinya, kebahagiaan yang bulat dan utuh, kebahagian jasmani dan rohani,
yang mempunyai sifat-sifat kenabian atau memiliki sifat-sifat yang paling mendekati
paling tinggi dan paling ideal adalah suatu pandangan yang benar dan utuh. Sebab
kebahagiaan individual tidak mungkin dapat diraih secara baik tanpa masyarakat
sekitarnya turut serta dalam kebahagiaan itu. Sebab seluruh aspek kehidupan setiap
dengan teori yang dikemukakan oleh Al-Farabi, yaitu manusia yang mendirikan
negara dalam rangka mencapai tujuan, tujuan itu tidak lain adalah “kebahagiaan”.
Untuk mewujudkan tercapainya kebahagiaan itu, manusia harus memulai cara dan
jalan yang harus dilaluinya. Cara itu digambarkan oleh Al-Ghazali sebagai berikut :
“Sebagaimana halnya bahan-bahan dan alat-alat kimia yang berupa materi, semua itu
hanyalah dapat dicari di dalam laboraturium yang dimiliki oleh pemerintah, bukan
bahan-bahan dan alat-alat kimia, “kebahagiaan” yang bersifat rohani itu hanya dapat
dicari di dalam laboraturium Tuhan, yang tidak mungkin diambilnya kalau tidak
dengan perantaraan para nabi-Nya. Setiap orang yang mencarinya di tempat lain,
pastilah akan kecewa dan salah jalan. Karena itu, setiap orang yang berhasrat untuk
mencapai kebahagiaan haruslah mengikui pola yang ditempuh para nabi dengan jalan
membersihkan diri dari segala sifat-sifat yang rendah dan memiliki sifat-sifat yang
sempurna.
Dengan demikian, teori mengenai tujuan negara yang paling ideal dan paling
tinggi adalah kebahagiaan setiap warga negara, seperti yang diajukan oleh Al-Farabi
dan Al-Ghazali. Hal ini sesuai dengan tujuan dunia dan akhirat yang telah ditentukan
Jika tujuan negara yang paling tinggi dan paling ideal adalah kebahagiaan di
dunia dan di akhirat, tujuan negara yang paling dekat yang harus dicapai sekarang
juga ialah terwujudnya baldatun thayyibatun wa rabbaun ghafur. Negara yang adil
Para pemikir muslim lain juga merumuskan pandangan yang tidak berbeda
dari pendapat di atas, tentang fungsi negara yang harus direalisir oleh kepala negara
untuk mencapai tujuan negara. Menurut al-Baqillani tugas kepala negara untuk
11
Ibid. hlm. 233-236
hukum yang telah ditetapkan, membela ummat dari gangguan musuh, melenyapkan
hukum bagi pelanggar hukum, mengatur militer dan mengelola zakat dan pajak. Al-
Mawardi juga berpendapat bahwa fungsi negara yang harus diwujudkan kepala
orang yang menentang Islam, memungut pajak dan zakat, meminta nasihat dan
Fungsi negara yang seperti inilah yang akan membawa kebahagiaan bagi
kepala negara dan rakyatnya, apabila terlaksana semua fungsi negara tersebut dengan
sebaik-baiknya.
Selain dari para pemikir muslim, para pemikir nonmuslim pun ikut berperan
dalam membahas tentang tujuan dari sebuah negara, para pemikir itu antara lain :
Montesquieu dan Kant kedua-duanya menyatakan bahwa tujuan negara adalah untuk
negara telah dibuat oleh badan legislatif dan telah dijalankan oleh pemerintah
(eksekutif) dan jika ada orang yang melanggar ketentuan undang-undang sudah
dihukum oleh oleh badan kehakiman (yudikatif), maka sudah tercapailah tujuan
negara menurut teori yang dikemukakan oleh kedua pemikir ini, meski rakyat itu
saat sekarang ini, tujuan negara yang dikemukakan oleh Montesquieu dan Kant itu
tidak dapat dipertahankan lagi karena kemajuan umat manusia yang selalu
dalam lapangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin meningkat. Oleh
karena itu dapatlah kita mengerti bahwa teori tujuan Negara sebagaimana diajukan
oleh Montesquieu dan Kant itu hanya dapat berlaku pada masanya saja.12
Harold J. Laski, tujuan negara adalah menciptakan keadaan sehingga rakyatnya dapat
Menurut Charles E. Merriam untuk mencapai tujuan negara ada lima fungsi
Inilah para pendapat tentang teori tujuan sebuah negara dari berbagai
golongan yaitu golongan muslim dan nonmuslim, mereka berpendapat bahwa tujuan
peraturan yang sudah diterapkan oleh kepala negara yang telah disepakati oleh
rakyatnya, maka dari itu peran kepala negara sangatlah penting dalam mengurusi
sebuah negara.
Tapi ada sedikit perbedaan yang menonjol dari kedua pemikir (muslim dan
nonmuslim) ini, yaitu kalau para pemikir muslim mengacu pada Al-Qur’an dan
12
Ibid. hlm. 230-231
13
Ibid, h. 232
Hadits yaitu Allah SWT tapi kalau para pemikir non muslim tidak mengacu pada
Al-Qur’an dan Hadits.
BAB IV
PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM DIBALIK PERISTIWA PIAGAM
MADINAH
A. Prasyarat Pendidikan : Kondisi Pendidikan secara Sosial pada Masyarakat
Madinah
Dalam struktur masyarakat Madinah sangat diperlukan penataan dan
pengadilan sosial secara bijak dengan membuat undang-undang dan peraturan yang
dapat menciptakan rasa aman dan keadaan damai atas dasar keserasian dan keadilan
serta dapat diterima oleh semua golongan. Penataan dan pengendalian sosial dapat
dilakukan oleh seseorang terhadap kelompok lain atau suatu kelompok terhadap
kelompok lain. Para pemikir muslim, Ibn Abi Rabi, Al-Mawardi, Al-Ghazali dan Ibn
undang-undang dan siasat yang berkaitan dengan pengaturan kerja sama antara
pemimpinnya.
Adapun kondisi yang harus ada untuk pelaksanaan pendidikan secara tidak
langsung pada saat itu, atau unsur pendidikan yang dapat diambil pada saat sekarang
ini adalah adanya sifat saling mempercayai dan tidak mendiskriminasi seseorang atau
kelompok atau juga antara pemerintah dengan rakyatnya dalam sebuah negara.
1. Sifat Saling Percaya
Seperti yang terjadi pada saat perang Fijar yang melibatkan suku-suku yang
ada di Mekkah hampir terjadi pertumpahan darah dikalangan mereka dan ketika
Mekkah dilanda banjir yang mengakibatkan kerusakan Ka’bah dan Hajar Aswad
pun terjadi di antara kabilah-kabilah pada saat mereka hendak meletakan batu hitam
itu ke tempat semula. Karena setiap kabilah mengklaim sebagai yang paling berhak
meletakkan benda hitam yang dimuliakan oleh semua kabilah itu akan memperoleh
kedudukan yang terhormat. Muhammad yang ketika itu berusia tiga puluh lima tahun
atau lima tahun menjelang kenabiannya berjasa besar memberi jalan keluar secara
adil dengan mengajak wakil dari setiap kabilah untuk bersama-sama mengangkat
Hajar Al-Aswad itu dan beliau sendiri yang meletakkannya di tempat semula.
Ternyata mereka merasa puas dan senang atas keputusan yang adil itu dan pada saat
Peristiwa lain juga terjadi pada Perjanjian Aqabah ke-satu dan ke-dua yang
menyatakan dan mengakui bahwa Muhammad adalah sebagai Nabi dan pemimpin
sehingga mereka memberi jalan kepada beliau agar bersedia hijrah ke lingkungan
mereka.
1
J. Suyuthi Pulungan, Prinsip-Prinsip Pemerintahan dalam Piagam Madinah Ditinjau dari
Pandangan Al-Qur’an, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada 1994), Cet. I, hlm. 41.
Dari kedua peristiwa inilah adanya saling percaya satu sama lain untuk
menjalani hubungan yang erat tali persaudaraan antara kedua belah pihak dengan
tidak saling memusuhi dan mencaci antara satu dengan yang lainnya. Dengan sifat
saling percaya ini hingga Rasulallah diberikan hak penuh untuk memimpin mereka
2. Berlaku Adil
Prinsip ini mendapat posisi dalam Piagam Madinah yang dinyatakan secara
menentang para pelaku kejahatan, ketidakadilan dan dosa sekalipun terhadap anak
sendiri. Sebab seorang mukmin yang membiarkan atau menutup-nutupi anak atau
orang terdekatnya yang melakukan perbuatan dosa, merupakan cerminan sikap yang
tidak adil. Seorang mukmin yang adil menentang siapapun yang melakukan kejahatan
atas dasar persamaan dan adil di antara mereka (pasal 17). Bila seseorang membunuh
seorang mukmin yang tidak bersalah dengan cukup bukti, maka ia harus dihukum
atas perbuatannya (pasal 21). Perlakuan secara adil juga diberikan kepada warga
Dari ketetapan di atas dapat ditegaskan bahwa berlaku adil menjadi salah satu
sistem perundang-undangan negara Madinah. Yaitu semua warga negara baik muslim
maupun non-muslim diperlakukan secara adil dengan mempeoleh hak perlindungan
pada saat itu, baik muslim maupun non-muslim berhak mendapatkan pendidikan,
baik pendidikan umum atau pendidikan ilmu-ilmu agama seperti Al-Qur'an dan
Seperti pada zaman penjajahan negara Indonesia yang ketika itu dijajah oleh
Belanda yang membedakan jenjang pendidikan antara anak bangsawan dan yang
bukan anak dari keturunan bangsawan. Kalau anak dari keturunan bangsawan yang
ingin bersekolah di tempatkan pada level yang lebih tinggi atau di kalangan para
penjajah Belanda atau sekolah yang didirikan oleh penjajah Belanda. Begitulah
penerapan pendidikan pada masa kolonial yang sangat jelas perbedaannya antara
yang satu dengan yang lainnya, kehidupan ini memperlihatkan bahwa tidak adanya
perlakuan yang adil antara si miskin dan si kaya, antara bangsawan atau yang bukan
bangsawan. Kalau pada zaman sekarang masih ada rasa ketidakadilan pada salah satu
institusi pendidikan maka, tidak akan terealisasikan tujuan pendidikan yang selama
a. Prinsip Demokrasi
Menurut Khalifah Abdul Hakim, Piagam itu dibuat untuk memberi kebebasan
kepada semua golongan, karena salah satu inti perjuangan Islam adalah mewujudkan
2
Ibid., hlm. 222-223.
kadilan sosial dan karenanya Al-Qur'an mengajarkan kepada umat manusia agar
bebas untuk memeluk keyakinan yang disukainya dan berbuat menurut kehendaknya.
penduduk Madinah dan itu merupakan hasil dari inisiatif Nabi, bukan dari wahyu
Allah. Wensinck melihat konstitusi itu sebagai dektrit yang yang menetapkan
kekuasaannya yang besar setelah tinggal dalam waktu yang pendek di Madinah.
Beliau orang baru, mampu meletakkan undang-undang untuk semua golongan dari
populasi kota itu dan mampu mengendalikan kekuasaan-kekuasaan yang ada serta
3
Ibid, hlm. 110-111
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, demokrasi diartikan sebagai :
"Gagasan atau pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban
dan tidak adanya perbedaan yang mencolok, juga menjadi suatu cara hidup, suatu
way of life yang menekankan nilai individu dan intelegensi serta manusia percaya
bahwa dalam berbuat bersama manusia menunjukkan adanya hubungan sosial yang
mencerminkan adanya saling menghormati, kerja sama, toleransi dan fair flay.
usaha pada si anak didik dalam keadaan sewajarnya (intelegensi, kesehatan, keadaan
sosial dan sebagainya). Serta antara pemerintah dengan rakyatnya, pemerintah yang
secara merata disetiap daerah tanpa adanya pembedaan antara satu daerah dengan
daerah lain, kalau semua ini dilakukan oleh pemerintah secara merata maka tujuan
mengutarakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama di dalam
berlangsungnya proses pendidikan antara pendidik dan anak didik serta antara
Demokrasi ini juga secara tidak langsung telah dilaksanakan oleh seorang
4
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 1990, hlm.
195
membatasi kebebasan antar peserta Piagam tersebut, seperti tidak menghilangkan
adat-istiadat mereka selama tidak bertentangan dengan Piagam yang mereka sepakati
bersama.
dijadikan sebagai proses pendidikan formal atau non formal sebagai kontribusi pada
zaman sekarang ini, terutama bagi setiap negara yang menginginkan kemajuan
b. Prinsip Kebebasan
Pada ketetapan Piagam Madinah tentang prinsip manusia sebagai umat yang
kebebasan. Sebab, jika setiap orang atau golongan tidak tidak memperoleh
kebebasan, maka prinsip tersebut tidak akan terwujud nyata dalam kehidupan
masyarakat. Karena kebebasan merupakan salah satu hak dasar hidup setiap orang
dan merupakan pengakuan seseorang atau kelompok atau persamaan dan kemuliaan
harkat kemanusiaan orang lain. Dengan kebebasan membuat setiap orang atau
dari Quraisy tetap berpegang pada adat kebiasaan baik mereka, mengambil dan
menurut kebiasaan baik (ma'aruf) dan adil (al-qisth) diantara mereka yang mukmin.
Ketetapan ini terdapat pada pasal 2-10 yang terdiri dari beberapa suku untuk tidak
Kedua kebebasan dari kekurangan. Hal ini dapat dilihat dalam ketetapan
boleh membiarkan seseorang diantara mereka menanggung beban hutang dan beban
keluarga yang harus diberi nafkah, tetapi memberinya bantuan dengan cara yang baik
berjihad dengan harta dan jiwa mereka di jalan Allah dan orang-orang memberi
pertolongan dan tempat kediaman (kaum Anshar) kepada kaum Muhajirin, satu sama
lain saling melindungi dan diantara mereka terjalin persaudaraan yang amat teguh
Ketiga, kebebasan dari penganiayaan dan menuntut hak. Prinsip ini difahami
dari ketetapan Piagam yang menyatakan : “bahwa kaum Yahudi yang mengikuti kami
berhak mendapat perlindungan dan hak persamaan tanpa ada penganiayaan atas
mereka dan tidak pula ditolong orang yang menjadi musuh mereka (pasal 16) dan
bahwa tidak ada orang yang boleh menghalangi seseorang menuntut haknya, juga
keamanan dan hak kebebasan dari penganiayaan. demikian pula kaum Yahudi
sebagai anggota umat dan bagian dari penduduk Madinah yang mengakui Piagam
Madinah mendapat jaminan yang sama. Bahkan kaum muslimin tidak akan
mendapat penganiayaan dari siapa pun. Setiap individu dari penduduk Madinah juga
hak untuk menuntut balas atau menuntut denda dan anti rugi secara baik dan adil.
Keempat, kebebasan dari rasa takut. Piagam ini menyatakan : “Bahwa siapa
saja yang keluar dari kota Madinah atau tetap tinggal (di dalamnya) ia akan aman
kecuali orang-orang yang berbuat zalim dan dosa”. Ketetapan ini sesuai dengan pasal
47.
ketetapan ini merupakan pengakuan akan hak atas hidup dan keselamatan diri,
hak atas perlindungan diri, hak atas kebebasan dan keamanan diri pribadi setiap
penduduk Madinah. Setiap warga negara yang keluar masuk dari dan ke kota itu
kejahatan dan penganiayaan atasnya. Hak-hak ini merupakan bagian dari “hak
dengan siapa saja, bebas dan aman mencari nafkah hidup, bebas dan aman
mengembangankan kemampuan diri di berbagai bidang kehidupan, bebas dan aman
mengajarkan agama dan sebagainya tanpa ada rasa takut. Ia juga bertujuan untuk
merekayasa masyarakat Madinah yang heterogen itu agar bebas dari permusuhan dan
terwujudnya masyarakat Madinah yang bermoral dan tertib, yaitu masyarakat yang
Kelima, kebebasan perpendapat. Prinsip ini tidak dinyatakan oleh teks Piagam
Madinah secara eksplisit. Prinsip ini dipahami dari pasal 37 yang menyatakan : “…
dan bahwa diantara mereka saling memberi saran dan nasihat yang baik dan berbuat
kebaikan tidak dalam perbuatan dosa” dan pasal 23 yang menyatakan : “Dan bahwa
bila kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka sesungguhnya rujukan (untuk
sebagai hak setiap individu atau salah satu dari hak kebebasan personal. Artinya,
kemasyarakatan yang belum ada ketentuannya dari wahyu, tapi tidak boleh masalah
akidah dan syariat yang jelas ketetapannya, sedangkan warga negara yang tidak
muslim boleh berbeda pendapat dengan Nabi baik dalam masalah syariat, keyakinan
Madinah, yakni adanya keragaman komunitas agama dan keyakinan di kota itu. Nabi,
tentunya saja sangat memahami situasi ini. Beliau menyadari posisinya sebagai Nabi,
fungsinya antara lain untuk berdakwah dan menyampaikan kebenaran Islam, bukan
memaksa orang untuk menerima Islam. Karena persoalan agama merupakan masalah
keyakinan, maka tidak seorang pun boleh memaksakan suatu keyakinan kepada siapa
pun. Untuk itu beliau mengundangkan prinsip toleransi beragama, yang secara teknis
ajaran dan keyakinan bagi komunitas-komunitas agama dan keyakinan yang ada di
negara dan undang-undang. Muhammad SAW, dalam kapasitasnya sebagai Nabi dan
kepala negara tidak memaksa mereka yang belum muslim untuk menerima Islam.
Bahkan beliau menciptakan kerukunan antar komunitas agama dan keyakinan yang
ada.
Dalam kaitan ini, Fazlur Rahman menyatakan, Piagam ini telah memberi
jaminan kebebasan beragama bagi orang-orang Yahudi sebagai suatu komunitas dan
mewujudkan kerja sama seerat mungkin dengan sesama kaum muslimin.5 Karena
tujuan yang hendak dicapai adalah terciptanya suasana hidup rukun dalam
masyarakat majemuk itu, tanpa setiap golongan merasa diperlakukan secara tidak
5
Fazlur Rahman, Islam, terjemahan Drs. Senuaji Saleh, Bina Aksara, Jakarta, 1987, hlm. 12.
adil. Sebab, sebagai sesama anggota ummat, orang-orang non-muslim memiliki hak-
ajaran agamanya dan menghormati hak kebebasan personal bagi setiap orang dalam
memilih agama dan keyakinan yang dikehendakinya. Bahkan orang yang tidak
manusia yang mencapai kebebasan nurani. Keutuhan hidup manusia dimulai dengan
adanya kebebasan, untuk menerima atau menolak sesuatu yang berkaitan dengan nilai
hidup pribadi yang mendalam. Ia bebas dari setiap paksaan sekalipun yang
resiko. Manusia dalam suasana kebebasan dan kejujuran hati nurani, akan mampu
manusia menjadi individu yang dewasa. Dewasa berarti seseorang mencapai tahapan
6
J. Suyuthi Pulungan, Op cit, hlm. 156-167.
berarti bebas dari segala paksaan dan dominasi. Inilah manusia tauhid, yang tidak
menggunakan pikiran sendiri dan pikiran orang lain untuk menyusun pertimbangan
sendiri, menarik kesimpulan sendiri dan akhirnya membuat keputusan sendiri untuk
melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan. Jadi dia menghayati suatu tindakan
sebagai hasil pertimbangan dan keputusan sendiri, bukan suatu yang dipaksakan dari
kebebasan nurani akan terbuka terhadap ilmu dan teknologi, dan mempergunakkanya
Inilah prinsip-prinsip universal tentang kebenaran dan keadilan yang bermuara pada
• Pluralis yaitu semangat yang mengakui kenyataan yang beragam dan bergaul
secara beradab.
• Berpikir positif yaitu memandang orang lain juga dilahirkan dengan fitrah
7
Utomo Dananjaya, Sekolah Gratis, Esai-Esai Pendidikan yang Membebaskan, (Jakarta: Paramadina,
2005), Cet, I, hlm, 228-231.
Masyarakat sebelum Islam, terdiri dari berbagai kabilah setiap kabilah
kekacauan politik dan sosial. masyarakat mereka yang berdasarkan ‘ashabiyyat itu
tidak mengenal adanya persamaan antara sesama manusia. Satu kabilah dengan
kabilah yang lainnya tidak saling melindungi. Satu kabilah adalah musuh bagi kabilah
yang lainnya yang harus dilenyapkan, karena setiap kabilah menganggap dirinya
lebih unggul dari kabilah lainnya. Setiap kabilah sibuk dengan urusannya sendiri,
demikian tidak manusiawi. maka ketika beliau berhijrah ke Madinah dan kemudian
Ketetapan Piagam tentang prinsip persamaan ini dapat diikuti sebagai berikut:
1. Dan bahwa orang Yahudi yang mengikuti kami akan memperoleh hak
pelindungan dan hak persamaan tanpa ada penganiayaan dan tidak ada orang
2. Dan bahwa Yahudi Al-Aus, sekutu mereka dan diri (jiwa) mereka
memperoleh hak seperti apa yang terdapat bagi pemilik shahifat ini serta
memperoleh perlakuan yang baik dari pemilik shahifat ini (pasal 46).
persamaan akan hak hidup, hak keamanan jiwa, hak perlindungan baik laki-laki
ketetapan lain. Persamaan dari unsur kemanusiaan tampak dalam ketetapan yang
menyatakan seluruh penduduk Madinah adalah umat yang satu atau umat-umat yang
mempunyai status sama dalam kehidupan sosial (pasal 25-35); hak membela diri
Hak-hak ini adalah hak manusia yang paling dasar yang tidak boleh dilanggar
oleh siapa pun. Pengakuan akan hak-hak ini berarti pengakuan terhadap persamaan
semua golongan.
manusia. Golongan Islam dan penduduk lain sama-sama diakui hak-hak sipilnya,
tidak satu golongan pun diistimewakan. Prinsip persamaan manusia diperkuat pula
“Wahai manusia, ingatlah bahwa sesungguhnya Tuhan kamu satu dan bapak kamu
satu. ingatlah tidak ada keutamaan orang Arab atas orang bukan Arab, tidak ada
keutamaan orang bukan Arab atas orang Arab, orang hitam atas orang berwarna,
Hadits ini menerangkan bahwa dari segi kemanusiaan tidak ada perbedaan
menumbuhkan kesadaran persamaan hak asasi manusia. Promosi hak asasi manusia
dalam berbagai bentuknya termasuk dalam pendidikan adalah upaya transformasi dari
guru dan murid dalam kelas yaitu setiap guru memerlukan strategi dan bentuk-bentuk
kepada belajar. Ini berarti perubahan kualitas praktek guru di dalam kelas. Guru yang
mempunyai hak dan wewenang penuh di dalam kelas, haruslah guru yang
prilaku peduli (care), berbagi (sharing) dan tulus (fair), sehingga tercipta suasana
kelas yang mendorong warga belajar untuk senang belajar dan belajar dengan senang.
Maka dominasi aktivitas kelas terletak pada kegiatan murid. Juga peran pemerintah
membedakan antara si kaya dan si miskin dalam pendidikan, harus sama-sama diberi
kedudukan yang sederajat agar tidak adanya kesalahpahaman antara para pesrta didik.
kemanusiaan. Nilai-nilai luhur ini telah tumbuh dan mapan dalam peradaban
manusia, oleh karena itu perlu diwariskan dan terus diwariskan secara turun temurun.
asasi manusia, maka orang atau masyarakat akan menegakkan HAM dan membela
kehormatan manusia.8
Inilah perlunya persamaan antara satu individu dengan yang lainnya atau
antara warga satu dengan warga yang lain untuk mendapatkan persamaan dalam hal
hak asasi manusia, yaitu bebas dari segala peperangan, kekerasan dan lain-lain serta
Masalah pertama yang dihadapi oleh Nabi Muhammad SAW dan kaum
Muhajirin ketika hijrah ke Yastrid adalah tempat tinggal. Untuk sementara para
Dalam memilih lokasi pembangunan mesjid tersebut, Haekal menceritakan :"... Unta
yang dinaiki oleh Nabi Muhammad SAW, berlutut di tempat penjemuran kurma milik
Sahl dan Suhail bin Amr. Kemudian tempat itu dibelinya guna dipakai tempat
pembangunan mesjid. Sementara itu dibangun, ia tinggal pada keluarga Abu Ayyub
8
Ibid, hlm. 298-305.
Khalid bin Zaid Al Ansori. Dalam pembangunan mesjid itu Nabi Muhammad SAW
juga turut bekerja dengan tangannya sendiri. Kaum muslimin dari kalangan Muhajirin
dan Anshor ikut pula bersama-sama membangun. Selesai masjid dibangun, maka di
Mesjid itulah pusat kegiatan Nabi Muhammad SAW bersama kaum muslimin
yang berfungsi sebagai pendidikan dan membina masyarakat baru, masyarakat yang
disinari oleh tauhid dan mencerminkan persatuan dan kesatuan umat. Di mesjid itulah
mesjid itu telah menjadi pusat pendidikan dan pengajaran selain sebagai tempat untuk
kepada umatnya berlangsung terus atas bimbingan wahyu Tuhan. Dan wahyu Tuhan
yang turun pada periode ini adalah dalam rangka memberikan petunjuk bagi Nabi
baik persiapan mental maupun fisik. Persiapan mental berarti latihan-latihan bagi
umatnya untuk merealisir ajaran tauhid dalam kehidupan pribadi dan kehidupan
9
Dra. Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), cet-5, hlm. 34- 35.
kemasyarakatan. Dalam hal ini adalah melaksanakan dan menerapkan aturan-aturan
Islam adalah pendidikan tauhid (dalam arti yang luas), maka pada periode Madinah,
ciri pokok pembinaan pendidikan Islam dapat dikatakan sebagai pendidikan sosial
dan politik (dalam arti yang luas pula). Tetapi sebenarnya antara kedua ciri tersebut
bukanlah merupakan dua hal yang bisa dipisahkan satu sama lain. Kalau pembinaan
dalam jiwa setiap individu muslim, agar dari jiwa mereka terpancar sinar tauhid dan
tercermin dalam perbuatan dan tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan
politik agar dijiwai oleh ajaran tauhid, sehingga akhirnya tingkah laku sosial
Fungsi pendidikan pada umumnya dapat dibedakan menjadi dua yaitu dilihat
yang belum dewasa, agar kepribadian dan kemampuannya berkembang secara serasi,
10
Ibid. hlm 42-43
baik segi jasmani maupun rohani, sebagai makhluk individu maupun sosial dan
perkembangan ini, akhirnya diharapkan agar hidupnya dapat bahagia dan sejahtera
baik lahir maupun batin. Jadi tinjauan secara mikro ini lebih dititik beratkan pada
individu si terdidik.
masyarakat luas (bangsa) agar hidup makmur, bahagia dan sejahtera, aman dan
dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan nasional. 11
secara kontiniu dan berkesinambungan. Berdasarkan hal ini, maka tugas dan fungsi
yang perlu diemban oleh pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya dan
berlangsung sepanjang hayat. Konsep ini bermakna bahwa tugas dan fungsi
pendidikan memiliki sasaran pada peserta didik yang senantiasa tumbuh dan
lancar.
11
Drs. Madyo Ekosusilo, Drs. RB. Kasihadi, Dasar-Dasar Pendidikan, (Jakarta: IKAPI), hlm. 79
Dari telaah di atas dapat difahami bahwa, tugas pendidikan Islam setidaknya
dapat dilihat dari tiga pendekatan. Ketiga pendekatan tersebut ialah: Pendidikan Islam
potensi dan budaya. Sebagai pengembangan potensi, tugas pendidikan Islam adalah
pewaris budaya, tugas pendidikan Islam adalah alat transmisi unsur-unsur pokok
budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya, sehingga identitas umat tetap
terpelihara dan terjamin dalam tantangan zaman. Adapun sebagai interaksi antara
potensi dan budaya, tugas pendidikan Islam adalah sebagai proses transaksi (memberi
dan mengadopsi) antara manusia dan lingkungannya. Dengan proses ini peserta didik
dan lingkungannya.
elastis, dinamis dan kondusif yang memungkinkan bagi pencapaian tugas tersebut.
Hal ini berarti bahwa pendidikan Islam dituntut untuk dapat menjalankan fungsinya,
Bila dilihat secara operasional, fungsi pendidikan dapat dilihat dari dua
bentuk, yaitu :
kebudayaan, nilai-nilai tradisi dan sosial serta ide-ide masyarakat dan nasional.
2. Alat untuk mengadakan perubahan, inovasi dan perkembangan. Pada garis
besarnya, upaya ini dilakukan melalui potensi ilmu pengetahuan dan skill yang
Jadi, pendidikan yang diterapkan pada saat sekarang ini adalah suatu cara
yang secara tidak langsung sudah diterapkan pada peristiwa Piagam Madinah yang
dengan baik. Yaitu dengan berfungsinya masjid sebagai tempat pendidikan dan
pengajaran selain untuk shalat berjamaah kaum muslimin, untuk membina kaum
muslimin mempertebal jiwa dalam hal meyakini bahwa Allah adalah Tuhannya dan
Muhammad adalah utusannya (tauhid), yang akan diterapkan untuk kemakmuran dan
Piagam Madinah sebagai suatu kontribusi bagi pendidikan zaman sekarang agar
sesuai dengan tujuan yang diinginkan baik secara individu (mikro) atau secara umum
(makro).
12
Dr. Al-Rasyidin, M.A., Dr. H. Samsul Nizar, M.A. Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis
Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press), Cet-II, hlm. 32-34
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh Rasulallah SAW mulai dari kota
Mekkah sampai kota Madinah, yang mana di kota inilah (Madinah) Nabi mulai
membentuk kehidupan baru yang Islami tanpa ada gangguan dari manapun yang akan
Pada musim haji, tahun kedua belas dari awal kenabian, dua belas orang laki-
laki penduduk Yastrid menemui Nabi di tempat yang sama, Aqabah. Mereka selain
mengakui kerasulan Nabi serta masuk Islam juga berbaiat atau berjanji tidak akan
mempersekutukan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berbuat zina, tidak akan
membohong dan tidak akan menghiyanati Nabi. Baiat ini dikenal dalam sejarah
Kemudian pada musim haji berikutnya sebanyak tujuh puluh tiga penduduk
Nabi untuk hijrah ke Yastrid dan menyatakan lagi pengakuan mereka bahwa Nabi
Muhammad adalah Nabi dan pemimpin mereka. Nabi menemui tamu-tamunya itu
ditempat yang sama dengan dua tahun sebelumnya, Aqabah. Di tempat itu mereka
mengucapkan baiat bahwa mereka tidak akan mempersekutukan Allah dan bahwa
mereka akan membela Nabi sebagaimana mereka membela isteri dan anak mereka.
Dalam pada itu Nabi akan memerangi musuh-musuh yang mereka perangi dan
bersahabat dengan para sahabat mereka. Nabi dan mereka adalah satu. Baiat ini
Oleh kebanyakan pemikir politik Islam, dua baiat itu, Baiat Aqabah Pertama
dan Baiat Aqabah Kedua, dianggap sebagai batu pertama dari bangunan negara
untuk hijrah ke Yastrid pada akhir tahun itu juga dan beberapa bulan kemudian Nabi
Piagam Madinah adalah suatu perjanjian atau konstitusi yang diterapkan oleh
Rasul di kota Madinah kepada berbagai macam kaum yang berbeda, yang
sebelumnya mereka saling membedakan antara kaum yang satu pada kaum yang
lainnya. Dengan adanya Piagam atau Konstitusi ini, maka tujuan yang utama adalah
mempersatukan kaum muslimin dengan orang-orang Yahudi Madinah agar tidak ada
masyarakat yang kuat dalam berbagai hal seperti kekuatan militer untuk menjaga
keutuhan negara Madinah tersebut, keadilan sosial untuk membentuk sikap toleransi
antar umat beragama yang berbeda diantara mereka (warga Madinah), menjalin
persaudaraan antara satu kaum dengan kaum yang lainnya dengan mengangkat
saudara baik dari kaum Muhajirin atau kaum Anshar, demi terciptanya persatuan dan
negara Madinah yang mengatur kehidupan warga Madinah yang heterogen tersebut.
dapat diterapkan dalam dunia pendidikan pada zaman sekarang ini, seperti :
Pendidikan keadalian yaitu agar tidak adanya sikap diskriminasi antara pemerintah
dan institusi pendidikan daerah serta di ruang lingkup sekolah antara pendidik dan si
terdidik, pendidikan kesetaraan atau kesamaan agar tidak adanya sikap saling
membedakan antara satu dengan yang lainnya atau antara si pendidik dengan murid
Piagam Madinah dalam mempersatukan umat Islam yang berbeda-beda tapi dengan
satu tujuan.
B. Saran
ajaran Islam tidak akan pernah kita ketahui bahkan kita rasakan manfaatnya jika kita
Dalam upaya merangsang dan memotivasi umat, maka kepada seluruh teman-
Ahmad, Zainal Abidin, H., Piagam Nabi Muhammad SAW: Konstitusi Negara
_______, Ilmu Politik Islam II: Konsepsi Politik dan Ideologi Islam, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1977).
Al-Munawar, Said Agil Husen, H. Dr. Prof. M.A. Aktualisasi Nilai-Nilai Qur’ani
Dalam Sistem Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Ciputat Press, 2005), cet-II. h.
4-5.
Aminudin, dkk., Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi Umum, (Jakarta:
Al-Rasyidin, M.A. Dr., Nizar, Samsul, M.A. H Dr., Pendekatan Historis, Teoritis
dan Praktis Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press), hlm. 32-34
Barakat, Ahmad, Muhammad and The Jews, Vikas Publishing House, New York,
Daradjat, Zakiah, Dr. Dkk., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996),
cet, III.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai
Ekosusilo, Madyo, Drs dan Kasihadi, Drs. RB. Dasar-Dasar Pendidikan, (Jakarta:
Lambton, Ann, K.S. State and Government in Medieval Islam, (Oxford University
Muin Salim, Abd, Dr. Fiqh Siyasah: Konsepsi Kekuatan Politik Dalam Al-Qur’an,
Mu'iz Ruslan, Utsman Abdul, Dr., Pendidikan Politik Ikhwanul Muslimin, (Solo:
Nasution, Harun dan Effendi, Bahtiar, Hak Asasi Manusia Dalam Islam, (Jakarta:
1996).
Qardhawy, Yusuf, Dr., Fiqh Negara, (Jakarta: Robbani Press, 1997), h. 109-111
Rahman, Fazlur, Islam, terjemahan Drs. Senuaji Saleh, Bina Aksara, Jakarta, 1987,
hlm12.
Sjadzali, Munawir, M.A.,H., Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah dan
Syafi’ie, Inu Kencana, H. Drs., Ilmu Pemerintahan dan Al-Qur’an, (Jakarta: Bumi
Aksara, 1995).
Syamsudin, Din, M, Islam dan Politik era Orde Baru, (Jakarta: logos, 2001), h. 88-89
Syarif, Ahmad Ibrahim, Daulat al Rasul fi al Madinat, Dar al Bayan, Kuwait, 1972,
h. 87.
Zuhairini, Dra. dkk, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), cet-5,
hlm. 34-35.
Qardhawy, Yusuf, Dr., Fiqh Negara, (Jakarta: Robbani Press, 1997), h. 109-111