Anda di halaman 1dari 103

Konsep Pendidik dan Peserta Didik Menurut Pemikiran

Abuddin Nata dan Relevansinya terhadap Praktek


Pendidikan Islam

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna


Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam

Oleh:

Aida Dwi Rahmawati

NIM: 111 13 042

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SALATIGA

2017
iii
iv
v
MOTTO

Ing Ngarso Sung Tulodho

(Di depan memberi contoh)

Ing Madya Mangun Karsa

(Di tengah membangun prakarsa dan bekerja sama)

Tut Wuri Handayani.

(Di belakang memberi daya semangat dan dorongan)

-Ki Hajar Dewantara-

vi
PERSEMBAHAN

Puji syukur kehadirat Allah Swt., atas limpahan rahmat serta karunia-Nya,

skripsi ini penulis persembahan untuk:

1. Orang tua tercinta, Ayahanda Kadar dan Ibunda Rahayu Sriwati S.Pd.I.

yang selalu membimbing, memberikan doa, nasihat, kasih sayang, dan

motivasi dalam kehidupan.

2. Kakak tersayang, Muhammad Syamsul Huda, atas motivasi yang tak ada

hentinya.

3. Dosen pembimbing skripsi, Bapak Mufiq, M.Phil.

4. Ketua jurusan PAI, Ibu Siti Rukhayati, M.Ag.

5. Dosen pembimbing akademik, Muh. Saerozi, M.Ag.

6. Sahabat dan teman dekat, Mbak Shol, Nastiti, Beluk, Askin, Ela,

Tamara, Anisa AU, Mbak Shin, Ipeh, Tiyus, Vivi, Fiska, Pak Munif,

Pak Sutrisno, Pak Khamid dan lainnya yang memberikan motivasi

kepada dan membantu menyelesaikan skripsi ini.

7. Keluarga besar LPM DinamikA dan LDK Fathir Ar Rasyid.

8. Sahabat-sahabat seperjuangan PAI 2013.

vii
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrohim

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyanyang.

Segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah SWT. atas

segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat diberikan

kemudahan dalam menyelesaikan skripsi dengan judul “Konsep Pendidik dan

Peserta Didik Menurut Abuddin Nata dan Relevansinya dalam Praktek

Pendidikan Islam”. Sholawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah

Saw., keluarga, sahabat dan para pengikutnya yang setia.

Penulisan skripsi ini merupakan tugas akhir sebagai syarat untuk

menyelesaikan Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI) di Institut Agama

Islam Negeri Salatiga. Skripsi ini disadari oleh Penulis masih jauh dari harapan

dan masih banyak kekurangannya. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang

membangun dari pembaca. Dalam kesempatan ini, Penulis ingin mengucapkan

terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu Penulis dalam penulisan

skripsi ini, antara lain:

1. Rektor IAIN Salatiga, Dr. Rahmad Haryadi, M.Pd.

2. Ketua jurusan PAI IAIN Salatiga, Siti Rukhayati, M.Ag.

3. Mufiq M.Phil selaku dosen pembimbing yang dengan sabar memberikan

bimbingan dan arahan, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

viii
4. Seluruh anggota Tim penguji skripsi yang telah meluangkan waktunya

untuk menilai kelayakan dan menguji skripsi dalam rangka menyelesaikan

studi Pendidikan Agama Islam IAIN Salatiga.

5. Semua Dosen-dosen Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga

dan seluruh staf Program studi yang telah membantu Penulis dalam

menyelesaikan administrasi-administrasi selama perkuliahan.

Penulis sepenuhnya sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,

maka kritk dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga

hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi penulis

khususnya, serta para pembaca pada umumnya. Aamiin.

Salatiga, 11 Agustus 2017


Penulis

Aida Dwi Rahmawati


NIM: 11113042

ix
ABSTRAK

Rahmawati, Aida Dwi. 2017. Konsep Pendidik dan Peserta Didik Menurut
Pemikiran Abuddin Nata dan Relevansinya terhadap Praktek Pendidikan
Islam. Skripsi. Salatiga: Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan
Ilmu Keguruan IAIN Salatiga. Dosen Pembimbing: Mufiq, M.Phil.

Kata Kunci: Konsep, Abuddin Nata, Relevansi.


Penelitian ini untuk mengetahui konsep pemikiran pendidikan Islam
menurut Abuddin Nata, pertanyaan utama yang ingin dijawab dalam penelitian ini
adalah: 1) Bagaimana konsep pemikiran Abuddin Nata tentang pendidikan Islam?,
2) Bagaimana konsep pemikiran Abuddin Nata tentang pendidik dan peserta
didik dalam perspektif pendidikan Islam?, 3) Apakah relevansi pemikiran
Abuddin Nata tentang pendidik dan peserta didik dalam praktek Pendidikan
Islam?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian ini menggunakan
penelitian kepustakaan. Karena penelitian disini adalah kajian pustaka atau literer,
maka penulis dalam mengkaji konsep pemikiran Abuddin Nata dengan bantuan
buku-buku tulisan beliau sendiri maupun buku-buku tulisan orang lain yang
menceritakan tentang pemikiran pendidikan Islam menurut Abuddin Nata.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertama, pendidikan Islam menurut
Abuddin Nata adalah upaya membimbing, mengarahkan, dan membina peserta
didik yang dilakukan secara sadar dan terencana agar terbina suatu kepribadian
yang utama sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam yaitu Al Qur‟an dan Sunnah.
Kedua, konsep pendidik menurut Abuddin Nata adalah sosok pembawa amanah
menjaga dan melaksanakannya sebagai panggilan Tuhan. Sementara, konsep
peserta didik menurut Abuddin Nata ialah makhluk memiliki potensi fitrah dan
menggunakannya dalam kegiatan belajar mengajar agar berkembang optimal
sehingga siap membangun kebudayaan dan peradaban. Dan ketiga, relevansi
pemikiran Abuddin Nata tentang pendidik dan peserta didik dalam praktek
pendidikan Islam yaitu dibutuhkannya pendidik bermutu dan berkualitas tinggi
untuk menciptakan dan mendesain materi pembelajaran sehingga peserta didik
dapat mengelola potensi dan mampu mengembangkannya. Sedangkan, peserta
didik bukan hanya sebagai objek pendidikan namun juga subjek pendidikan.

xi
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL .......................................................................... i i
HALAMAN BERLOGO ........................................................................... ii ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................. iii
PENGESAHAN KELULUSAN ................................................................ iv
DEKLARASI .............................................................................................. v
MOTTO ...................................................................................................... vi
PERSEMBAHAN ....................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ............................................................................... viii
ABSTRAK................................................................................................... x
DAFTAR ISI ............................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...................................................................... 1

B. Rumusan Masalah................................................................. 5

C. Tujuan Penelitian.................................................................. 5

D. Manfaat Penelitian................................................................ 5

E. Metode Penelitian................................................................. 5

F. Penegasan Istilah .................................................................. 6

G. Telaah Pustaka ..................................................................... 10

H. Sistematika Penelitian........................................................... 12

BAB II BIOGRAFI ABUDDIN NATA

A. Riwayat Kehidupan .............................................................. 14

B. Riwayat Pendidikan ............................................................. 14

C. Riwayat Pekerjaan ............................................................... 15

D. Karya-karya .......................................................................... 17

xi
E. Corak Pemikiran .................................................................. 20

BAB III KONSEP PENDIDIK DAN PESERTA DIDIK DALAM

PENDIDIKAN ISLAM MENURUT ABUDDIN NATA

A. Konsep Pendidikan Islam ................................................... 22

B. Konsep Pendidik................................................................. 23

C. Konsep Peserta Didik ......................................................... 38

BAB IV RELEVANSI KONSEP PEMIKIRAN ABUDDIN NATA

DALAM PRAKTEK PENDIDIKAN ISLAM

A. Konsep Pendidikan Islam ............................................. .... 50

B. Konsep Pendidik............................................................ .... 54

C. Konsep Peserta Didik ........................................................ 63

B AB V PENUTUP

A. Kesimpulan .......................................................................... 72

B. Saran..................................................................................... 73

DAFTAR PUSTAKA 74

LAMPIRAN-LAMPIRAN

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Pembimbing

Lampiran 2 Lembar Konsultasi

Lampiran 3 Nilai SKK

Lampiran 4 Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 5 Screenshoot percakapan

Lampiran 6 Foto Abuddin Nata


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tujuan pendidikan di masa sekarang tidak cukup hanya dengan

memberikan bekal pengetahuan, ketrampilan, keimanan dan ketakwaan

saja, tetapi juga harus diarahkan pada upaya melahirkan manusia yang

kreatif, inovatif, mandiri dan produktif, mengingat dunia yang akan datang

adalah dunia yang kompetitif (Nata, 2001: 97).

Hakikatnya pendidikan ialah sebuah proses yang ditujukan untuk

membina kualitas sumber daya manusia seutuhnya agar ia dapat

melakukan perannya dalam kehidupan secara fungsional dan optimal.

Tanpa pendidikan, seorang manusia mustahil dapat berkembang secara

baik. Hal tersebut membuat manusia sulit untuk mendapatkan sesuatu

yang berkualitas baik dari diri sendiri, keluarga, dan bangsa.

Hamzah (2011: 15) mengemukakan istilah pendidik adalah

seseorang yang berkemampuan dalam menata dan mengelola kelas secara

sadar serta bertanggungjawab dalam mendidik, mengajar dan

membimbing peserta didik dan sebagai orang yang memiliki kemampuan

merancang program pembelajaran.

Para pendidik memiliki tanggung jawab yang berat dalam

melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai pendidik. Ilmu pengetahuan

adalah amanah Allah Swt. yang harus disampaikan, maka syarat bagi

pendidik menurut ajaran Al-Qur‟an ialah menyampaikan amanah tersebut.


Selain itu, dalam perspektif pendidikan Islam syarat-syarat yang harus

dimiliki oleh seorang pendidik adalah menguasai ilmu dalam mengajar

anak didiknya dengan cara yang profesional, sabar, dan tercapainya

kebaikan di dunia dan di akhirat (Basri, 2010: 97). Secara teoritis

pelaksanaan tugas para pendidik sangat erat kaitannya dengan kapasitas

dan kemampuannya dalam mendidik. Dalam hal ini kewajiban pendidikan

dikaitkan dengan pelaksanaan perintah Allah Swt dalam Al-Qur‟an dan

perintah Rasulullah Saw. dalam As-Sunnah.

Pendidikan Islam memandang peserta didik berperan sebagai objek

sekaligus subjek dalam prosesnya. Islam mengajarkan bahwa ilmu

datangnya hanya dari Allah Swt, maka seorang peserta didik harus

berupaya untuk mendekatkan dirinya kepada Allah, senantiasa mensucikan

dirinya dan taat kepada perintah-Nya. Akan tetapi, untuk memperoleh

ilmu tersebut, peserta didik juga harus belajar kepada orang yang telah

diberi ilmu, yaitu pendidik. Selain itu, peserta didik harus mengetahui

kewajiban dan tugasnya agar dapat mencapai tujuan yang diinginkan.

Pendidikan agama Islam adalah salah satu bagian yang tidak

terpisahkan dalam pendidikan Islam, sebagaimana menurut Achmadi

(1987: 10) pendidikan agama Islam adalah usaha yang khusus ditekankan

untuk mengembangkan fitrah keberagamaan dan sumber daya insani agar

lebih mampu memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran

Islam. Selanjutnya, Achmadi menambahkan bahwa pendidikan agama


Islam harus dilaksanakan sejak dini sebelum peserta didik mendapatkan

pengajaran ilmu atau pendidikan yang lainnya.

Sesuai dengan firman Allah Swt. QS. At Tahrim: 6.

          

           

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu


dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;
penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai
Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan.
Allah Swt. memerintahkan umat-Nya dalam upaya membina peserta

didik harus berdasarkan kepada nilai-nilai ajaran Islam. Penanaman sejak

dini kepada peserta didik dimaksudkan agar perkembangan potensi

fitrahnya dapat optimal, berakhlak mulia dan sesuai dengan ajaran Islam.

Menurut Abuddin Nata, pendidikan Islam bukanlah hanya untuk

mewariskan paham atau pola keagamaan hasil internalisasi generasi

tertentu kepada peserta didik. Pendidikan hendaknya menghindari

kebiasaan menggunakan andai-andaian model yang diidealisir yang sering

kali membuat kita terjebak dalam romantisme yang berlebihan. Bahan-

bahan pengajaran agama hendaknya selalu dapat mengintegrasikan dengan

masalah-masalah yang ada di sekitarnya, agar didapatkan pemahaman

keagamaan yang bersifat parsial dan segmentatif. Terakhir, diperlukan

pengembangan wawasan emansipatoris dalam proses belajar mengajar

agama.
Pemikiran Abuddin Nata memenuhi syarat dan layak untuk dikaji

karena beberapa hal. Di antaranya yaitu, pertama sebagai tokoh

pendidikan di Indonesia, beliau selalu melahirkan pemikiran yang

menyesuaikan dengan semangat dan jiwa pendidikan Islam. Hal ini

dibuktikan melalui buku-bukunya antara lain, Ilmu Pendidikan Islam, Ilmu

Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidisipliner, Filsafat Pendidikan

Islam,Metodologi Studi Islam, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam,

Perspektif Islam tantang Pola Hubungan Guru dan Murid, dan lain

sebagainya.

Kedua, latar belakang riwayat hidupnya yang aktif dalam aktivitas

dunia pendidikan. Demikian pula dilihat dari segi keahliannya, selain

hanya menuangkan pengetahuan, keilmuan dan pemikirannya melalui

berbagai buku yang ditulisnya. Beliau juga kerap menghasilkan karya

ilmiah, esai, artikel, dan sejumlah ensiklopedi Islam Indonesia.

Ketiga, pola pemikiran Abuddin Nata tidak terlepas dari adanya

pengaruh pemikiran-pemikiran besar Islami yang telah ada. Konsep dan

gagasannya terhadap pendidikan Islam khususnya di Indonesia tersebut

sejalan dengan keahlian yang dimilikinya.

Beberapa aspek diatas menyakinkan penulis untuk meneliti tokoh ini

karena telah memenuhi tiga indikator, yaitu integritas tokoh, hasil karya-

karyanya, kontribusi serta pengaruhnya dalam dunia pendidikan Islam.

Berdasarkan paparan tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian


yang berjudul Konsep Pendidik dan Peserta Didik Menurut Pemikiran

Abuddin Nata dan Relevansinya terhadap Praktek Pendidikan Islam.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan pokok-pokok

yang akan dikaji dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana konsep pemikiran Abuddin Nata tentang pendidikan

Islam?

2. Bagaimana konsep pemikiran Abuddin Nata tentang pendidik dan

peserta didik?

3. Apakah relevansi pemikiran Abuddin Nata tentang pendidik dan

peserta didik dalam praktek Pendidikan Islam?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui konsep pemikiran Abuddin Nata tentang pendidikan

Islam.

2. Mengetahui konsep pemikiran Abuddin Nata tentang pendidik dan

peserta didik.

3. Mengetahui relevansi pemikiran Abuddin Nata tentang pendidik dan

peserta didik dalam praktek pendidikan Islam.

D. Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis, dalam penelitian ini hasil yang telah diperoleh

diharapkan dapat memberikan kontribusi positif dan menambah

khasanah pustaka berkaitan dengan pendidikan khususnya konsep

pendidik dan peserta didik.


2. Secara praktis, penelitian ini sebagai referensi bagi pengembangan

pendidikan agama Islam dan menambah wawasan bagi praktisi

pendidikan tentang konsep pendidik dan peserta didik dalam pemikiran

Abuddin Nata.

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Skripsi ini menggunakan metode library research yaitu penelitian

yang fokus terhadap kajian ilmiah pada beberapa literatur kepustakaan

yang relevan dengan tema yang diteliti. Tujuan utama dalam penelitian

ini ialah untuk mengembangkan aspek teoritis ataupun aspek praktis

(Sukardi, 2003: 35).

2. Sumber Data

Penulis melakukan pengumpulan data dengan menggunakan buku,

jurnal, dan lainnya yang berkaitan dengan konsep pendidikan Islam,

pendidik dan peserta didik menurut Abuddin Nata dan relevansinya

dalam praktek pendidikan Islam.

Hal tersebut dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:

a) Data Primer

Sumber yang berasal langsung dari sumber asli, baik yang

berbentuk dokumen maupun sebagai peninggalan lain. (Winarno,

1978: 125).

1) Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Cet. 1, Jakarta,

Logos Wacana Ilmu, 1997.


2) Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan, Mengatasi Kelemahan

Pendidikan Islam Indonesia, Cet. 1, Jakarta, Preda Media.

2003.

3) Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Cet. 4. Raja Grafindo

Persada, Jakarta, 2004.

4) Abuddin Nata, Paradigma Pendidikan Islam, Cet.1. Grasindo,

Jakarta, 2001.

5) Abuddin Nata, Perspektif Islam Tentang Pola Hubungan Guru-

Murid, Cet.1, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000.

b) Data Sekunder

Data yang diambil oleh penulis melalui beberapa karya penulis lain

yang relevan dengan subjek kajian. Sumber data ini bersifat

mendukung dan melengkapi sumber dari data primer, diantaranya:

1) Achmadi, Islam Sebagai Paradigma Pendidikan, Yogyakarta:

Aditya Media. 1992.

2) Mansur, Sejarah Sarekat Islam dan Pendidikan Bangsa,

Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2004.

3) Hasan Basri. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: CV Pustaka

Abadi. 2010.

4) Dan referensi lainnya yang relevan.

3. Metode Analisis Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Library

Research, yaitu penelitian yang dilakukan di perpustakaan yang objek


penelitiannya dicari lewat beragam informasi kepustakaan (buku,

jurnal ilmiah, koran, majalah, dokumen) dan lain sebagainya. Teknik

pengumpulan data yang peneliti lakukan dalam penelitian ini adalah

literatur (kepustakaan), sehingga penelitian ini menggunakan kajian

dengan cara mempelajari, mendalami, mengutip teori-teori dan

konsep-konsep dari sejumlah data pada buku-buku yang berkaitan

dengan Abuddin Nata. Setelah buku-buku terkumpul kemudian

peneliti menelaah secara sistematis buku-buku yang berhubungan

dengan yang akan diteliti, dari situ peneliti dapat bahan atau informasi

untuk pembuatan skripsi

4. Analisis Data

Penelitian ini merupakan serangkaian kegiatan untuk menarik

kesimpulan dari hasil kajian konsep atau teori yang mendukung dalam

penelitian ini.

F. Penegasan Istilah

1. Pendidik

Abuddin Nata mengemukakan bahwa konsep pendidik dalam

pendidikan Islam sendiri dirumuskan berdasarkan sudut pandang Islam

yang sesuai dengan ajaran Islam, dan bukan hanya sekedar memberikan

bekal pengetahuan, keterampilan, keimanan, dan ketakwaan saja, tetapi

juga harus diarahkan pada upaya melahirkan manusia kreatif, inovatif,

mandiri, dan produktif, mengingat dunia yang akan datang adalah dunia

yang kompetitif (Nata, 2001: 97).


Suparlan (2005: 15) menyimpulkan pendidik ialah tenaga profesional

yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran,

menilai hasil pembelajaran, melakukan penelitian dan pengabdian

kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.

Dalam pendidikan Islam, pendidik memiliki tanggung jawab berat

dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Dengan kata lain, syarat

yang harus dimiliki oleh para pendidik adalah dapat menguasai ilmunya

dengan cara profesional, sabar, dan tercapainya kebaikannya di dunia

dan di akhirat (Basri, 2010: 97).

2. Peserta Didik

Istilah lain tentang peserta didik dalam pendidikan Islam adalah Al-

Thalib, yaitu orang yang mencari sesuatu (Nata, 2001: 51).

Menurut Abuddin Nata, peserta didik adalah amanah Allah SWT yang

harus dipertanggung jawabkan dengan cara membina segenap

potensinya: cita (pikiran), rasa (hati) dan karsa (fisik-pancaindera)

secara maksimal, sehingga ia menjadi manusia yang siap membangun

kebudayaan dan peradaban.

Menurut Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Islam Pasal 1 Ayat 4, yang dimaksud peserta didik adalah

anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri

melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis

pendidikan tertentu.
3. Pendidikan Islam

Menurut Mansur (2004: 57) pendidikan adalah usaha sadar untuk

menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan

atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang.

Sementara Hasan Langgulung (1980: 94) menyebutkan bahwa

pendidikan Islam adalah suatu proses penyiapan generasi muda untuk

mengisi peranan, memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang

diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan

memetik hasilnya di akhirat.

G. Kajian Pustaka

1) Skripsi yang ditulis oleh „Ubaidillah berjudul Pendidikan Islam

Humanis Telaah Pemikiran Abuddin Nata tahun 2013 yang membahas

tentang pemikiran Abuddin Nata dalam kaitannya tentang pendidikan

Islam yang humanis yaitu pendidikan yang didasarkan pada

pemahaman bahwa manusia memiliki berbagai potensi dalam dirinya

sehingga proses pendidikan dapat berjalan efektif dan efisien. Dalam

proses belajar mengajar, Abuddin Nata menggunakan pendekatan

edukatif yaitu tanpa menggunakan cara-cara kekerasan, hukuman fisik,

dan non fisik. Intinya, konsep pendidikan Abuddin Nata berpusat pada

aktivitas peserta didik.

2) Skripsi dengan judul Peran Pendidikan Agama Islam Untuk

Mewujudkan Akhlak Yang Ideal (Studi Atas Pemikiran Abuddin Nata)

oleh Asmadi Amiruddin tahun 2015. Dari penelitian tersebut dapat


diketahui bahwa peran pendidikan Agama Islam untuk mewujudkan

akhlak yang ideal menurut pemikiran Abuddin Nata: pendidik dapat

mengembangkan metode pembelajaran sesuai SK dan KD. Menurut

pemikiran Abuddin Nata dengan terbinanya akhlak para remaja berarti

telah memberikan sumbangan yang besar bagi penyiapan masa depan

bangsa yang lebih baik.

3) Skripsi yang berjudul Pemikiran Hamka tentang Pendidik dalam

Pendidikan Islam tahun 2010 oleh Siti Lestari membahas tentang

pendidik menggunakan perspektif pendidikan Islam. Menurut Hamka,

pendidik yang baik harus memenuhi beberapa karakteristik berupa;

berlaku adil dan obyektif pada setiap peserta didiknya, memelihara

martabatnya dengan akhlak al-karimah, berpenampilan menarik,

berpakaian rapi, dan menjauhkan diri dari perbuatan tercela,

menyampaikan seluruh ilmu yang dimiliki, memberikan ilmu

pengetahuan sesuai dengan tempat dan waktu, sesuai kemampuan

intelektual dan perkembangan jiwa, tidak menjadikan upah atau gaji

sebagai alasan utama, selain itu pendidik dituntut dalam memperbaiki

akhlak peserta didiknya dengan bijaksana, menanamkan keberanian

mempunyai cita-cita dalam hidup, dan menanamkan keberanian budi

dalam diri peserta didik.

4) Pemikiran Pendidikan Agama Islam dalam Perspektif Prof. Achmadi

tahun 2015 yang ditulis oleh Ema Siti Rohyani menjelaskan tentang sisi

dasar dan tujuan, pendekatan, materi dalam pendidikan agama Islam


menurut pemikiran dari Dr. Acmadi. Dasar pendidikan agama Islam

yaitu tauhid, kemanusiaan, kesatuan umat manusia, dan keseimbangan.

Dan tujuan pendidikan agama Islam terbagi menjad 3, tujuan tertinggi,

tujuan umum dan tujuan khusus. Beberapa pendekatan yang

dipergunakan yaitu pendekatan humanis, rasional kritis, fungsional, dan

kultural. Materi pendidikan agama Islam terbagi menjadi 2 yaitu: yang

bersumber dari Al-Qur‟an dan Sunnah seperti Aqidah, Syari‟ah dan

Akhlak. Dan ilmu pengetahuan yang diperoleh seperti: seni, ilmu

intektual, ilmu alam, ilmu terapan dan ilmu praktis.

Berdasarkan beberapa kajian diatas, pada skripsi yang diangkat oleh

penulis lebih membahas tentang konsep pendidik dan peserta didik

menurut Abuddin Nata serta relevansi terhadap pendidikan Islam. Bagian-

bagian itulah yang akan ditelaah kembali tentang teori dan gagasan yang

telah dijelaskan Abuddin Nata melalui berbagai karya-karyanya.

H. Sistematika Penelitian

Bab pertama, memuat tentang latar belakang masalah, rumusan

masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, metode penelitian,

penegasan istilah, dan sistematika penulisan.

Bab kedua, memaparkan biografi Abuddin Nata yang mencakup

riwayat kehidupan, pendidikan dan karir serta karya-karyanya dan

pemikiran Abuddin Nata dalam dunia pendidikan.

Bab ketiga, akan dianalisa konsep pemikiran Abuddin Nata tentang

pendidikan Islam, pendidik dan peserta didik.


Bab keempat, relevansi konsep pemikiran Abuddin Nata dalam

praktek pendidikan Islam.

Bab kelima, merupakan penutup dalam penelitian ini berupa

kesimpulan dan saran-saran untuk dijadikan bahan pertimbangan bagi

yang membutuhkan.

Bab terakhir, berisi daftar pustaka dan lampiran-lampiran.


BAB II

BIOGRAFI ABUDDIN NATA

A. Riwayat Hidup

Abuddin Nata, lahir di Desa Cibuntu, Kecamatan Ciampea,

Kabupaten Bogor Jawa Barat, pada 2 Agustus 1954. Ayahnya bernama M.

Nata (Alm.) seorang guru ngaji dan petani kecil. Ibunya, Siti Aisyah

(Alm.) seorang Ibu Rumah Tangga (Nata, 2011: 373).

Beliau memiliki istri bernama Elisah Angriani, berprofesi sebagai

seorang Ibu Rumah Tangga dan Komisaris sebuah perusahaan. Beliau

memiliki satu putera, Elta Diyarsyah, sarjana Teknik Fisika ITB dan kini

sebagai Direktur PT Elco, seorang putri bernama Bunga Yustisia, Sarjana

Komputer Universitas Bina Nusantara yang kini sedang menempuh

pendidikan S2 di IPB. Serta memiliki dua orang cucu, Syafiyah Lathifa

dan Kayla Zahrah (Nata, 2003: 415).

Alamat tempat tinggal saat ini berada di Jalan Akasia RT 002/012

nomor 54 Pamulang Timur, Tangerang Selatan, Banten.

B. Riwayat Pendidikan

Pendidikannya dimulai dari Madrasah Diniyah, Jati Pinggir Tanah

Abang, Jakarta Barat pada tahun 1961 hingga tahun 1965. Kemudian pada

tahun 1965-1968 dilanjutkan di Madrasah Wajib Belajar (MWB), Nagrog,

Ciampea, Kabupaten Bogor. Setelah itu, dilanjutkan ke Pendidikan Guru

Agama 4 tahun (PGA 4 TH) sambil mondok di Pesantren Nurul Ummah di


alamat yang sama dan tamat tahun 1972. Pendidikan selanjutnya

dilanjutkan pada Pendidikan Guru Agama 6 Tahun (PGA 6 TH) sambil

mondok di Pesantren Jauharatun Naqiyah, Cibeber, Serang, Banten dan

selesai pada tahun 1974. Gelar Sarjana Muda (BA) ia peroleh pada tahun

1978, dan Sarjana Lengkap (Drs.) dalam bidang Ilmu Agama Islam dari

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan di Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta, dengan disertasi berjudul Konsep Pendidikan Ibn

Sina. Pada tahun 1999 sampai dengan awal tahun 2000 berkesempatan

mengikuti Visiting Post Doctorate Program di Institute of Islamic Studies,

McGill University, Montreal Canada atas biaya Canadian Internasional

Development Agency (CIDA) dengan fokus kajian pada Pemikiran

Pendidikan Imam al-Ghazali. (Nata, 2008: 411).

Selama kuliah disela-sela kesibukkannya sebagai mahasiswa,

Abuddin Nata aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Komisariat

Mahasiswa, Senat Mahasiswa dan Badan Pembinaan Kegiatan Mahasiswa

(BPKM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Ikatan Cendekiawan Muslim

se-Indonesia (ICMI) Orsat Ciputat. Selain itu pernah duduk sebagai

Anggota Dewan Riset Daerah DKI Jakarta, Pengurus Islamic Center

Jakarta, Narasumber Ikatan Cendekiawan Kota Tangerang Selatan, dan

berbagai organisasi kemasyarakatan lainnya. (Nata, 2011: 374)

C. Riwayat Pekerjaan

Abuddin Nata memulai karirnya sebagai pengajar di Majelis Ta‟lim

al-Sa‟adah Cipulir Kebayoran Lama Jakarta Selatan. Dilanjutkan sebagai


Dosen Pendidikan Islam pada Perguruan Darul Ma‟arif Cipete, Jakarta

Selatan. Kemudian sebagai Instruktur pada Lembaga Bahasa dan Ilmu Al-

Qur‟an DKI Jakarta. Serta sebagai Peneliti Lepas pada Lembaga Studi

Pembangunan (LSP) Jakarta. Selain itu, sebagai Dosen Tidak Tetap pada

Universitas Muhammadiyah Jakarta. Mulai tahun 1985 sebagai dosen tetap

pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta. Pada tahun 2004, ia melanjutkan karirnya sebagai dosen Program

Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Program Pascasarjana

Universitas Muhammadiyah Jakarta, Universitas Ibn Khaldun Bogor,

Universitas Muhammad Kendari, Sulawesi Tenggara, dan berbagai

perguruan tinggi lainnya. Di antara jabatan yang pernah Abuddin Nata

jabat antara lain, mulai tahun 1987 sebagai Sekretaris Balai Praktikum, dan

sebagai Ketua Jurusan Kependidikan Islam, serta sebagai Pembantu Dekan

Bidang Administrasi Umum Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta. Mulai tahun 1996-2004 sebagai Pembantu

Rektor Bidang Adminitrasi Umum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan

mulai tahun 2010 hingga sekarang sebagai Dekan Fakultas Dirasat

Islamiyah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Pengalaman lain dalam bidang non-akademik adalah sebagai

penceramah dan khatib pada berbagai masjid di Jakarta dan sekitarnya,

pengisi acara dalam mimbar agama dan dialog tentang pendidikan Islam

pada Radio Mustang, TVRI/An-TV, TPI/MNC, dan lainnya. Semasa

menjadi mahasiswa aktif menulis di berbagai media massa antara lain


Harian Umum Pelita, Harian Umum Republika, Majalah Mimbar Ulama,

Majalah Panji Masyarakat, dan berbagai jurnal lainnya. (Nata, 2011: 374).

D. Karya-karya

Sejumlah buku-buku yang pernah ditulisnya antara lain: Sejarah

Agama (1990), Ilmu Kalam (1990), Al-Qur‟an Hadis (Dirasah Islamiyah

Islam) (1992), Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf , (Dirasah Islamiya),

Metodologi Studi Islam (1997), Akhlak Tasawuf (1996), Filsafat

Pendidikan Islam (1995), Pola Hubungan Guru-Murid (2001), Peta

Keragamanan Pemikiran Islam di Indonesia (2001), Paradigma

Pendidikan Islam (2001), Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam (2001),

Tafsir Ayat-ayat Pendidikan (2002). Manajemen Pendidikan (2003),

Pemikiran Pendidikan Islam Arab Pertengahan (terj.) Islamic Education

Thaugh In Midle Ages (2003), Dimensi Pendidikan Spiritual dalam Tradisi

Islam (2003), dan sejumlah entri untuk ensiklopedi Islam (1989), Entry

Ensiklopedi Islam Indonesia (1993), Entri ensiklopedi Islam (5 jilid)

(1996), Entry Ensiklopedi Al-Qur‟an (1997), Pedoman Penulisan Skripsi,

Thesis, dan Disertasi (2001), Membangun Pusat Keunggulan Study Islam

(2002), Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum (2005), Pembaharuan

Tokoh Pendidikan Di Indonesia (2005), dan Buku-buku Agama Islam

untuk Sekolah Menengah Lanjutan Atas (1995), Filsafat Pendidikan Islam

(Edisi Baru) (2005), Perspektif Islam tentang Pendidikan Kedokteran

(2005), Pendidikan dalam Perspektif Hadis, Kajian Tematik Al-Qur‟an,

Modernisasi Pendidikan Islam di Indonesia, dan Menuju Sukses Sertifikasi


Guru dan Dosen. Dimensi Pendidikan Spiritual dalam Tradisi Islam

(2001), Sejarah Pendidikan Islam (2004), Sejarah Pendidikan Islam

(2011), Perspektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran (2009), Kapita

Selekta Pendidikan Islam: Isu-isu Kontemporer Tentang Pendidikan Islam

(2012), Filsafat Pendidikan Islam Dan Barat (2012), Para Tokoh

Pembaharuan Pendidikan Islam Di Indonesia (2005), Ilmu Pendidikan

Islam (2010).

Dalam buku Manajemen Pendidikan, Mengatasi Kelemahan

Pendidikan Islam Indonesia (2003), Abuddin Nata mencoba menjelaskan

latar belakang dan akar permasalahan yang muncul dalam sistem

pendidikan Islam di Indonesia dan menyajikan solusi alternatifnya melalui

analisa yang mendalam.

Buku Metodologi Studi Islam, Beliau ingin menawarkan kerangka

metodologis untuk memahami dan mengkaji Islam agar hasil kajiannya

dapat bernilai operasional dan menggerakkan peradaban yang lebih baik.

Dalam bukunya terdapat tiga tema utama, yakni hakikat dan posisi Islam

sebagai salah satu agama dominan di dunia. Kedua, berbagai metodologi

humaniora modern untuk memahami Islam. Ketiga, model penelitian

agama Islam serta berbagai macam contoh aplikasinya dan juga dibahas

wacana Islamisasi ilmu pengetahuan. Dan diakhiri dengan pokok-pokok

gagasan dari ketiga tema tersebut.

Buku Ilmu Pendidikan Islam, Abuddin Nata menggambarkan

tentang ilmu pendidikan Islam melalui beberapa perspektif. Seperti


pendekatan normatif perenialis, pendekatan sejarah, pendekatan filsafat,

pendekatan psikologi, pendekatan sosiologi, pendekatan manajemen,

pendekatan Information Technology (IT), pendekatan kebudayaan,

pendekatan politik, pendekatan hukum, pendekatan kualitatif, dan

pendekatan kuantitatif.

Dalam bukunya yang lain yaitu Kapita Selekta Pendidikan Islam,

untuk mendapatkan pemahaman tentang pengertian pendidikan, dapat

dibedakan dari dua pengertian, yaitu pengertian yang bersifat filosofis dan

pengertian yang bersifat pendidikan dalam arti praktis.

Buku Perspektif Islam Tentang Pola Hubungan Guru dan Murid,

mengkaji tentang pemikiran Tasawuf Al Ghazali mengenai hakekat

hubungan guru dengan murid dalam pandangan Islam.

Abuddin Nata juga mengkaji tentang ayat-ayat Al Qur‟an yaitu

dalam bukunya Tafsir Ayat-ayat Pendidikan yang memiliki korelasi

dengan konteks pendidikan, ilmu pengetahuan, pembinaan generasi muda,

kerukunan hidup antar agama dan masalah-masalah sosial keagamaan.

Dalam buku ini diketahui bahwa beliau selalu mengkaitkan antara apa

yang ia ingin kaji dengan dasar utama pendidikan Islam yaitu Al Qur‟an.

Pendidikan Islam erat kaitannya dengan strategi pembelajaran,

terdapat berbagai macam strategi yang tersedia. Seringkali hal ini sering

menjadi problem tersendiri bagi pendidik yang kebingungan

menyesuaikan atau menerapkan strategi pembelajaran. Seakan menjawab

permasalahan tersebut, dalam bukunya Perspektif Islam Tentang Strategi


Pembelajaran Abuddin Nata ingin membahas tentang pandangan Islam

mengenai berbagai strategi pembelajaran dalam pendidikan Islam

termasuk dalam pelaksanaannya.

Buku selanjutnya, Peta Keragaman Pemikiran Islam Indonesia yang

membahas tentang keragaman paham keislaman yang berkembang saat ini,

mulai dari Islam fundementalis sampai Islam pluralis sejarah,

perkembangan dan cara menyikapinya.

Buku Abuddin Nata lain yang mengkaji tentang pendidikan Islam,

yaitu Pendidikan Islam di Era Global: Pendidikan Multikultural,

Pendidikan Multi Iman, Pendidikan Agama, Moral dan Etika. Beliau

mengkaji tentang pendidikan Islam di era global di tengah-tengah

masyarakat yang multikultural dan multi Iman, cara bersikap dan

bertoleransi dengan agama lain.

Buku kajian lainnya yaitu Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan

Islam Indonesia tentang riwayat hidup, gagasan, dan pemikiran beserta

usaha-usaha yang telah dilakukan oleh tokoh pendidikan Islam Indonesia.

Abuddin Nata ingin mengungkapkan bahwa pendidikan Islam Indonesia

tidak terlepas dari kontribusi para tokohnya.

E. Corak Pemikiran

Corak pemikiran Abuddin Nata dapat diidentifikasi melalui berbagai

judul karya atau tulisan-tulisan beliau tentang agama Islam dan ilmu

pendidikan Islam, serta berbagai aktivitasnya di bidang pendidikan.

Pemikiran Abuddin Nata merupakan kumpulan pemikiran dari para pakar


pendidikan yang dipoles sehingga tercipta konsep yang lebih mutakhir.

Didukung pula dengan latarbelakang pendidikannya selain di sekolah

umum, ia juga menempuh sekolah agama.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa corak pemikiran Abuddin Nata

adalah pendidikan yang berbasis kepada ajaran Islam.

Menurut Abuddin Nata, mengkaji tentang agama Islam dan ilmu

pendidikan Islam adalah salah satu upaya dalam mengembangkan ilmu

pendidikan Islam karena dapat menambah khazanah ilmiah serta

meningkatkan kualitas pendidikan Islam di Indonesia secara

berkesinambungan sesuai dengan tuntutan zaman. Dimuat dalam salah

satu bukunya, berjudul Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan

Multidisipliner, bahwa kondisi mutu pendidikan Islam masih jauh

tertinggal dibandingkan dengan mutu pendidikan lainnya. Ini dikarenakan

pelaksanaan pendidikan yang diselenggarakan oleh berbagai lembaga

pendidikan Islam tersebut belum dilakukan secara terencana (Nata, 2010:

6).
BAB III

Konsep Pendidikan Islam Menurut Abuddin Nata

Akan dijelaskan pada bab ini, tentang: konsep pendidikan Islam, konsep

pendidik, dan konsep peserta didik. Selanjutnya akan dijelaskan secara rinci

sebagai berikut:

A. Konsep Pendidikan Islam

Arti pendidikan menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang sistem

Pendidikan:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan


suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.

Definisi pendidikan Islam telah dikemukakan oleh beberapa ahli

pendidikan. Seperti, H.M. Arifin yang menyebutkan bahwa istilah

pendidikan Islam dalam bahasa arab disebut “Tarbiyah Islamiyah”. Kata

kerja rabba (mendidik) ini sudah digunakan pada zaman nabi Muhammad

SAW. Pendidikan secara teoritis mengandung pengertian “memberi

makan” (opvoeding) kepada jiwa anak didik sehingga mendapatkan

kerohanian, juga sering diartikan dengan “menumbuhkan” kemampuan

dasar manusia (1991: 32). Sedangkan menurut Hasan Langgulung,

pendidikan Islam sebagai suatu proses penyiapan generasi muda untuk

mengisi peranan, memindahkan pengetahuan, dan nilai-nilai Islam yang

diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik


hasilnya di akhirat (1980: 94). Definisi pendidikan Islam lainnya disajikan

juga oleh Ahmad D. Marimba, pendidikan Islam adalah bimbingan

jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum ajaran Islam menuju

terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam, yaitu

kepribadian muslim (1974: 26).

Dalam pandangan Islam, pendidikan adalah hak bagi setiap orang

(education for all), laki-laki atau perempuan, dan berlangsung sepanjang

hayat (long life education). Pendidikan Islam memiliki rumusan yang jelas

dalam bidang tujuan, kurikulum, guru, metode, sarana, dan lain sebagainya

(Nata, 2014: 88).

Sementara itu Abuddin Nata menyebutkan bahwa pendidikan Islam

adalah upaya membimbing, mengarahkan, dan membina peserta didik

yang dilakukan secara sadar dan terencana agar terbina suatu kepribadian

yang utama sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam (2014: 340). Nilai-nilai

ajaran Islam yang dimaksud olehnya adalah pendidikan Islam dengan

berdasarkan pada Al Qur‟an dan Sunnah, dapat membina manusia menjadi

insan kamil yang tujuan hidupnya tak lain adalah untuk mengabdikan diri

kepada Allah Swt. dengan berpedoman pada Al Qur‟an dan Sunnah.

Dengan demikian, pendidikan pada intinya menolong manusia agar dapat

menunjukkan eksistensinya secara fungsional di tengah-tengah kehidupan

manusia. Pendidikan yang demikian akan dirasakan manfaatnya bagi

manusia.
Menurut Abuddin Nata, visi dan orientasi pendidikan Islam yang

selama ini diarahkan pada masa lalu dengan cara mentransformasikan

berbagai ilmu keislaman yang tidak sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan

zaman dan harus mengalami perubahan (2009: 17). Oleh sebab itu,

pendidikan Islam sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional, harus

mampu menyesuaikan visinya dengan visi pendidikan nasional. Yaitu

menyiapkan masa depan bangsa agar mampu berkompetensi di era global.

Lebih lanjut, menurut Abuddin dari rumusan pendidikan Islam di atas,

terlihat bahwa tujuan pendidikan Islam di masa sekarang tidak cukup

hanya dengan memberikan bekal pengetahuan, keterampilan, keimanan

dan ketakwaan saja, tetapi juga harus diarahkan pada upaya melahirkan

manusia yang kreatif, inovatif, mandiri, dan produktif, mengingat dunia

yang akan datang adalah dunia yang kompetitif (2001: 97). Ditambah lagi

dengan diadakannya pemberian bekal berupa nilai-nilai akhlak, untuk

membina hati dan rohani sehingga manusia tersebut dapat menjadi hamba

Allah Swt. yang baik dan berbahagia di dunia dan akhirat (Nata, 2001:

21).

B. Konsep Pendidik

Pendidik (guru) sebagaimana dalam Undang-undang Republik

Indonesia, Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Bab 1, Pasal 1,

Ayat 1 adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,

mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi


peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal,

pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Di dalam dunia pendidikan, pihak yang melakukan tugas-tugas

mendidik dikenal dengan dua predikat, yakni pendidik dan guru. Pendidik

(murabbi) adalah orang yang berperan mendidik subjek didik atau

melakukan tugas pendidikan (tarbiyah). Sedangkan guru adalah orang

yang melakukan tugas mengajar (ta‟lim). Pendidikan mengandung makna

pembinaan kepribadian, memimpin, dan memelihara, sedangkan

pengajaran bermakna sekedar memberi tahu atau memberi pengetahuan

(Daradjat, 1983: 26).

Menurut Tafsir, pendidik dalam Islam ialah siapa saja yang

bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik (2008: 74).

Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan

dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran,

melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan

pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik dan perguruan

tinggi (Suparlan, 2005: 15).

Dilihat dari sisi aktualisasinya, pendidikan merupakan proses interaksi

antara pendidik dengan peserta didik untuk mencapai tujuan-tujuan

pendidikan yang ditentukan. Seorang pendidik, dalam situasi tertentu

dapat diwakilkan atau dibantu oleh unsur lain seperti media teknologi,

tetapi tidak dapat digantikan (Sukmadinata, 1997: 191).


Dalam Islam, tugas seorang pendidik dipandang sebagai sesuatu yang

mulia. Secara umum, tugas pendidik adalah mendidik. Dalam

operasionalisasinya, mendidik merupakan rangkaian proses mengajar,

memberikan dorongan, memuji, menghukum, memberi contoh,

membiasakan, dan lain sebagainya. Batasan ini memberi arti bahwa tugas

pendidik bukan hanya sekedar mengajar sebagaimana pendapat

kebanyakan orang. Di samping itu, pendidik juga bertugas sebagai

motivator dan fasilitator dalam proses belajar mengajar, sehingga seluruh

potensi peserta didik dapat teraktualisasi secara baik dan dinamis

(Langgulung, 1988: 87).

Menurut Roqib dan Nurfuadi, guru (pendidik) adalah sosok yang

memiliki rasa tanggung jawab sebagai seorang pendidik dalam

menjalankan tugas dan fungsinya sebagai seorang pendidik secara

profesional yang pantas menjadi figur atau teladan bagi peserta didik

(2009: 23).

Pengertian pendidik (guru), menurut Abuddin Nata ada beberapa

(1997: 61), kata ustaz yang jamaknya asatiz yang berarti teacher (guru),

professor (gelar akademik), jenjang di bidang intelektual, pelatih, penulis,

dan penyair. Adapun kata muddaris berarti teacher (guru), instructor

(pelatih) dan lecturer (dosen). Selanjutnya kata mu‟allim yang juga berarti

teacher (guru), instructor (pelatih), trainer (pemandu). Selanjutnya kata

mu‟addib berarti educator atau pendidik atau teacher in Koranic School

(guru dalam lembaga pendidikan Al Qur‟an). Beliau menambahkan jika


pengetahuan dan keterampilan yang diberikan di sekolah disebut teacher,

di perguruan tinggi disebut lecture atau profesor, di rumah secara pribadi

disebut tutor, di pusat-pusat latihan disebut instructor atau trainer dan di

lembaga-lembaga pendidikan yang mengajarkan agama disebut educator.

Sejalan dengan pernyataan diatas, kedudukan pendidik dalam

pendidikan Islam menempati posisi penting sebagai komponen utama dan

strategis. Menurut Abuddin Nata konsep berkaitan dengan pendidik dalam

pendidikan Islam terbagi menjadi enam konsep yang ia sebutkan dalam

email pada tanggal 8 Desember 2016 yaitu:

“Pertama, pendidik adalah merupakan komponen utama dan strategis


dalam pendidikan. Tanpa ada pendidik, kegiatan pendidikan tidak
akan berjalan. Teknologi modern misalnya, bisa menggantikan peran
pendidik dalam hal transfer of knowledge atau transfer of skill, tapi
tidak bisa melakukan tugas mendidik yakni membentuk karakter,
kepribadian utama, dan mental yang prima, karena semua itu butuh
bimbingan, teladan, latihan, pengarahan dan lainnya yang melibatkan
aspek kecerdasan intelektual, kecerdasan spiritual, kecerdasan
emosional, kecerdasan sosial dan lainnya yang tidak dapat dilakukan
oleh high technology. Berbagai komponen pendidikan, seperti konsep
kurikulum yang modern, strategi, pendekatan dan metode
pembelajaran yang handal; sarana dan prasarana pendidikan serta
fasilitas belajar yang lengkap dan modern, serta komponen
pendidikan lainnya yang tersedia tidak akan memiliki arti apa-apa,
jika tidak terdapat pendidik yang handal dan profesional”.

Pendapat di atas diperjelas dengan pernyataan yang ia tulis dalam

bukunya Manajemen Pendidikan, bahwa dari keseluruhan komponen

pendidikan dan pengajaran tersebut pendidik menempati posisi penting

dalam keberlangsungan pendidikan. Menurutnya, jika seorang pendidik

berkualitas baik maka pendidikan akan baik pula, kalau tindakan para

pendidik dari hari ke hari bertambah baik, maka akan menjadi baik pula
keadaan dunia pendidikan kita. Dan sebaliknya jika tindakan pendidik dari

hari ke hari makin memburuk, maka akan parahlah dunia pendidikan kita.

Jadi, agar dalam upaya mendidik itu berhasil, maka harus mampu

melaksanakan inspiring teaching, yaitu pendidik yang mampu mengilhami

para peserta didik (2003: 146). Pendidik yang baik adalah pendidik yang

mengajar dengan hati, membimbing dengan nuraninya, mendidik dengan

keikhlasan dan menginspirasi serta menyampaikan kebenaran dengan rasa

kasih sayang, tidak kalah pentingnya adalah hasratnya untuk

mempersembahkan apapun yang dia karyakan sebagai ibadah terhadap

Tuhan.

Nata menambahkan bahwa seorang pendidik dituntut mampu

meningkatkan pengetahuannya dari waktu ke waktu, sesuai dengan

perkembangan zaman. Perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi yang

maju dengan pesat juga harus diantisipasi oleh pendidik (2003: 147).

Dengan demikian, seorang pendidik bukan hanya menjalankan tugas

sebagai sumber informasi, namun juga sebagai motivator, inspirator,

dinamisator, fasilitator, katalisator, evaluator, dan sebagainya.

Tanggung jawab menjadi pendidik yang profesional bukan sekedar

hanya dapat mengajar dengan baik, namun juga pendidik yang dapat

mendidik. Maksudnya adalah bahwa selain seorang pendidik mampu

menguasai ilmu yang diajarkan dan mengetahui cara mengajarkannya

dengan baik, seorang pendidik juga harus memiliki akhlak mulia di dalam

dirinya (Nata, 2003: 147). Pendidik yang tidak memiliki kepribadian


sebagai seorang pendidik, tidak akan dapat melaksanakan tugasnya dengan

baik. Kondisi ini akan mengakibatkan peserta didik kurang menanggapi

secara seksama, terhadap apa yang akan diajarkan dan dididikkan.

Berkaitan dengan statusnya sebagai tenaga profesional, maka seorang

pendidik harus memenuhi kualifikasi empat kompetensi diantaranya

kompetensi akademik, kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,

dan kompetensi sosial (Nata, 2008: 314). Abuddin Nata mengatakan

bahwa konsep pendidik profesional adalah yang sesuai dengan Undang-

undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Sebagai berikut:

“Bahwa konsep pendidik yang profesional sebagaimana tertuang


dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen, serta berbagai peraturan lainnya, yang mengharuskan guru
memiliki kompetensi akademik, kompetensi paedagogik, kompetensi
kepribadian, dan kompetensi sosial sesungguhnya sudah cukup baik.
Namun Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan (LPTK) yang ada
sekarang, belum memiliki konsep dan kemampuan yang memadai
untuk menghasilkan tenaga guru yang profesional itu. Karena itu,
wajar jika saat ini, kebijakan Pemerintah tentang PPG (Program
Pendidikan Keguruan) sebagai lembaga yang bertugas menghasilkan
tenaga pendidik yang profesional patut disambut baik, dan dikawal
aktivitasnya, karena lembaga PPG ini diharapkan dapat
melaksanakan fungsi menghasilkan tenaga pendidik profesional yang
selama ini belum dapat dilakukan oleh LPTK, seperti Fakultas
Tarbiyah atau Fakultas Keguruan lainnya yang berada di berbagai
Perguruan Tinggi, baik yang berada di bawah Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Riset dan Teknologi serta
Pendidikan Tinggi, dan Kementerian Agama RI.”

Berangkat dari bukunya yang berjudul Ilmu Pendidikan Islam dengan

Pendekatan Multidisipliner, Abuddin Nata menjelaskan standar pendidik

adalah kriteria pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental

serta pendidikan dalam jabatan. Itu sebabnya pendidik harus memiliki


kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat

jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan

pendidikan nasional. Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud adalah

tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik

yang dibuktikan dengan ijazah atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai

ketentuan perundangan yang berlaku (2008: 226).

Hadirnya kebijakan pemerintah tentang PPG (Program Pendidikan

Keguruan) sebagai lembaga penghasil tenaga pendidik yang profesional

diharapkan dapat menggantikan fungsi LPTK (Lembaga Pendidikan

Tenaga Keguruan) yang belum terlaksana. Pendapat tersebut diperjelas

oleh Abuddin Nata, bahwa selain sebagai seseorang yang memiliki latar

belakang pendidikan keguruan, seorang pendidik juga harus memiliki

keterampilan dalam mengajar, pengalaman, dan pengetahuan yang

memadai tentang peserta didik yang diajarnya. Bagi Abuddin, kemampuan

pendidik sangat berpengaruh terhadap kegiatan belajar mengajar (2009:

315).

Dikuasainya kemampuan atau keterampilan secara baik oleh pendidik

dalam proses kegiatan belajar mengajar, menurut Abuddin Nata dapat

berpengaruh pada mutu atau kualitas pendidikan. Salah satu bentuknya

adalah dengan menciptakan kegiatan atau aktivitas secara efektif di dalam

kelas, selengkapnya Abuddin Nata menyampaikan bahwa:

“Inti pendidikan yang sesungguhnya adalah kegiatan atau aktivitas


yang dilakukan pendidik/guru terhadap peserta didik di dalam kelas.
Mutu atau kualitas pendidikan amat bergantung kepada kegiatan
yang dilakukan oleh guru di dalam kelas. Oleh karena itu,
kemampuan guru dalam mencerdaskan, memintarkan,
membelajarkan, memotivasi, menggerakan imajinasi, menumbuhkan
inspirasi, inovasi dan kreativitas peserta didik agar menjadi manusia
yang terbina kepribadiannya secara utuh dan seimbang: pikiran
(head), hati (heart), dan keterampilannya (hand), menjadi manusia
yang mandiri, kreatif, inovatif, imajinatif, progressif, yang dilandasi
akhlak mulia, kepribadian utama, shalih, dan shalihah, serta siap
berkompetisi dan keluar sebagai pemenang (the winner) dalam era-
globalisasi saat ini, adalah merupakan hal yang paling utama. Guru-
guru yang ada selama ini, apalagi yang sudah akan pensiun, bisa
diduga kemampuan profesionalnya sudah agak tertinggal dan perlu di
up date lagi. Untuk itu kepada pendidik yang masih berusia muda,
harus segera melakukan up dating kompetensi melalui konsep
pendidikan pembelajaran sepanjang hayat, atau dengan menerapkan
konsep continous improvemen skill (perbaikan mutu secara
berkelanjutan).”
Dari pernyataan di atas, diketahui bahwa peran dan fungsi dari

pendidik yang sangat strategis, bahkan menentukan tercapainya visi, misi,

dan tujuan pendidikan yang ditetapkan. Atas dasar itu, upaya peningkatan

mutu pendidikan selalu bertitik tolak pada peningkatan mutu pendidik

sebagai tenaga profesional yang andal dan kredibel. Konsep pendidik

dalam Islam dengan visinya yang demikian itu, akan memiliki implikasi

terhadap peningkatan profesionalitas keguruan baik dari segi penguasaan

ilmu, peningkatan model pembelajaran yang efektif, menyenangkan

peserta didik, mencerahkan akal, jiwa dan hati nuraninya, serta senantiasa

mengembangkan ilmunya sepanjang hayat (Nata, 2012: 357).

Sehubungan dengan hal tersebut, kemampuan seorang pendidik dalam

mengembangkan variasi metode, pendekatan, media, alat, teknik, dan gaya

dalam mengajar. Dengan demikian, akan tercipta keadaan belajar mengajar

dengan suasana di kelas yang menggairahkan, menarik, menyenangkan,


merangsang timbulnya minat, imajinasi, kreativitas dan etos kerja ilmiah

peserta didik (Nata, 2009: 317). Kemampuan seorang pendidik dalam

menguasi beberapa hal di atas diharapkan melahirkan peserta didik yang

mandiri, kreatif, inovatif, imajinatif, progresif.

Kegiatan di dalam kelas yang harus dikuasai oleh pendidik kepada

peserta didik dijelaskan dalam buku Abuddin Nata yang berjudul

Perpsektif Islam tentang Strategi Pembelajaran, bahwa setiap kali

pendidik melakukan kegiatan belajar mengajar, seorang pendidik harus

sukses dalam memimpin proses pembelajaran dan mengantarkan peserta

didik kepada tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Kemudian agar

kegiatan belajar mengajar dapat berjalan tertib, seorang pendidik harus

menciptakan keadaan kelas yang mendukung proses tersebut. Dari kedua

hal tersebut dapat disimpulkan untuk menciptakan kelas yang demikian,

pendidik berkaitkan langsung dengan upaya dalam mengendalikan,

menguasai, menertibkan, mengatur, dan menciptakan kondisi kelas yang

tertib, aman, damai, dan serasi sehingga mendorong terlaksananya

kegiatan belajar mengajar yang memadai (2009: 340).

Memperkuat pernyataan di atas, Abuddin Nata menambahkan bahwa

dalam pembelajaran di dalam kelas, seorang pendidik dituntut agar dapat

menguasai berbagai peran, diantaranya sebagai motivator

(pendorong/penggerak), desainer (perancang), fasilitator (penyedia bahan

dan peluang belajar), katalisator (penghubung), dan guidance (pemandu)

serta penunjuk dimana informasi tersebut dan sebagai evaluator (penilai)


serta justificator (pembenar) dan sebagainya (2001: 86). Sebagai motivator

(pendorong/penggerak) misalnya, seorang pendidik diharapkan dapat

memberikan motivasi ke peserta didiknya agar memiliki semangat dan

gairah yang tinggi dalam mengikuti pelajaran yang diadakan olehnya.

Kemampuan untuk mengelola pembelajaran di kelas adalah sebagian

dari beberapa kemampuan yang harus dikuasai oleh pendidik. Hal ini

diperlukan untuk dapat melaksanakan paradigma baru yang menyatakan

bahwa pendidik harus terus memperbaharui kemampuan mengajarnya.

Kegiatan belajar mengajar yang kini bukan lagi berpusat pada pendidik.

Selengkapnya, Abuddin Nata mempertegas dengan pernyataan langsung,

sebagai berikut:

“Era globalisai yang terjadi saat ini telah menimbulkan tantangan


(challenging) antara lain berupa timbulnya paradigma baru (new
paradigm) dalam kegiatan proses belajar mengajar dari yang semula
berpusat pada pendidik (teacher centred) kepada berpusat pada
peserta didik (student centred) dengan menerapkan model
pembelajaran discovery, inquiry, contextual, quantum, dan
sebagainya. Untuk dapat melaksanakan paradigma baru dalam
kegiatan belajar mengajar ini, maka para pendidik harus terus meng
up date teaching and learning skillnya melalui berbagai pelatihan,
magang, atau melakukan uji coba. Bahwa insentif yang diberikan
kepada guru berupa tunjangan sertifikasi yang cukup lumayan,
seharusnya digunakan oleh para pendidik untuk meningkatkan
kemampuan profesionalnya, seperti melakukan penelitian, menulis,
menyajikan makalah dalam seminar, membuat modul, diktat, desain,
dan berbagai karya akademik yang inovatif lainnya.”

Gagasan Abuddin Nata terhadap adanya paradigma baru pendidikan

dalam proses belajar mengajar yang berpusat pada peserta didik. Maka,

seorang pendidik harus menguasai berbagai metode dan pendekatan dalam


proses belajar mengajar yang berbasis ke peserta didik. Tanpa penguasaan

terhadap berbagai metode dan pendekatan tersebut, maka tujuan

pembelajaran yang memberdayakan dan mencerdaskan peserta didik tidak

akan terwujud (2009: 23).

Berkenaan dengan penguasaan terhadap ilmu yang akan diajarkan,

Abuddin Nata menjelaskan idenya dalam buku Perspektif Islam tentang

Pola Hubungan Guru Murid bahwa seorang pendidik selain diharuskan

merupakan lulusan lembaga pendidikan namun juga mampu

mengembangkan ilmunya sesuai dengan perkembangan melalui kegiatan

penelitian, baik penelitian lapangan, kepustakaan dan sebagainya (2001:

85).

Membahas tentang tunjangan sertifikasi. Menurut Abuddin Nata,

adanya sertifikasi adalah sebagai penunjang yang dapat digunakan para

pendidik agar memiliki kualifikasi memadai di bidangnya baik isi maupun

metode mengajar. Dalam bukunya yang ia tulis, Abuddin Nata

menjelaskan peran sertifikasi bagi peningkatakan mutu pendidik. Ia pun

mengutip beberapa peraturan seperti yang tercantum dalam Undang-

undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, Pasal 61 terdapat

ketentuan sertifikasi yang kemudian diperkuat oleh Undang-undang

Nomor 14 Tahun 2005 tentang Sertifikasi Guru dan Dosen. Dari ketentuan

tersebut dinyatakan bahwa dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan

perlu dilakukan peningkatan mutu pendidik melalui program sertifikasi,

yang akan mengarahkan pendidik ke arah yang lebih profesional, yaitu


pendidik dengan kompetensi profesional, kompetensi pedagogik,

kompetensi kepribadian, dan kompetensi sosial (Nata, 2012: 54). Sehingga

dengan demikian, Abuddin Nata mengharapkan pendidik mampu

memberikan layanan pendidikan yang optimal pada peserta didik.

Menurut Abuddin Nata, upaya pendidik untuk meningkatkan

profesionalismenya bukan hanya terbatas pada model pembelajaran yang

akan ia (pendidik) gunakan di kelas nanti melainkan upaya dalam

menghadapi tantangan lain dengan menampilkan dirinya yang sesuai

dengan perkembangan dan tuntunan zaman, seperti yang diungkapkan

langsung, sebagai berikut:

“Bahwa pendidik saat ini menghadapi peserta didik yang semakin


menuntut perlakuan yang makin demokratis, adil, bijaksana,
manusiawi, egaliter, cepat, tepat, dan memuaskan. Peserta didik saat
ini tak ubahnya seperti pelanggan dalam sebuah restoran atau
supermarket yang harus diberikan pelayanan yang memuaskan
(customer satisfaction oriented). Jika pelanggan (peserta didik/orang
tua siswa) puas, maka pendidik tersebut akan tetap bertahan; di
tempat tugasnya (tidak diberhentikan); sebaliknya jika peserta didik,
orang tua dan lainnya tidak puas, maka pendidik tersebut terancam
kehilangan pekerjaan atau jadi pengangguran. Inilah tantangan
profesionalisme pendidik yang harus dijawab dengan cara terus
belajar dan berlatih guna meningkatkan mutu profesionalitasnya.”

Berdasarkan pendapat di atas, diketahui bahwa untuk dapat memenuhi

tuntutan yang datang dari peserta didik maka pendidik harus meningkatkan

kemampuan profesionalnya. Abuddin Nata menjelaskan seorang pendidik

yang profesional harus memiliki pandangan bahwa tugas mendidik adalah

amanah yakni sesuatu yang harus dijaga dan dilaksanakan sebagai

panggilan Tuhan. Sehingga ia tidak akan kehilangan visi dan spiritnya,


serta tidak tergoda oleh hal-hal yang bersifat materialistik dan hedonistik.

Selain tersebut, tuntutan lain yang diarahkan kepada pendidik adalah

perlakuan untuk bertindak adil. Abuddin Nata berpendapat bahwa seorang

pendidik yang adil adalah seseorang yang memberikan hak kepada yang

memilikinya dengan cara paling efektif atau tidak berbelit-belit (2012:

224).

Abuddin Nata sangat menekankan sikap profesional datang dari

seorang pendidik dalam menghadapi tantangan profesionalisme.

Menurutnya, pendidik harus menyisihkan waktu untuk mencerna

pengalamannya sehari-hari dan memperluas pengetahuannya secara terus

menerus. Sehingga ia menjadi pendidik yang baik, disamping mengajar ia

harus merenung dan membaca (2003: 145).

Dalam bukunya Manajemen Pendidikan, Nata menyebutkan tiga garis

besar dari ciri-ciri pendidik profesionalisme, diantaranya: Pertama,

seorang pendidik yang profesional harus menguasai bidang ilmu

pengetahuan yang akan diajarkannya dengan baik. Menurutnya, seiring

dengan perkembangan ilmu pengetahuan maka seorang pendidik juga

harus terus menerus meningkatkan dan mengembangkan ilmu yang

diajarkannya. Kedua, seorang pendidik yang profesional harus memiliki

kemampuan dalam menyampaikan atau mengajarkan ilmu yang

dimilikinya kepada peserta didiknya secara efektif dan efisien. Skill seperti

ini harus terus diasah oleh pendidik. Dan ketiga, seorang pendidik yang

profesional harus berpegang teguh kepada kode etik profesional. Maka


seorang pendidik yang terikat dengan kode etik, akan dijadikan panutan,

contoh dan teladan bagi peserta didiknya (2007: 144).

Bukan hanya hal yang berkaitan dengan kegiatan mengajar saja,

namun juga berpusat kepada kegiatan mendidik. Aspek-aspek seperti

menjadi panutan, contoh, dan teladan yang ada dalam pendidik akan

dipergunakan dalam kegiatan mendidik untuk ditanamkan dalam diri

peserta didik dalam membangun sikap mental, kultur (budaya), berbudi

luhur, watak, dan kepribadian. Pernyataan tersebut diungkapkan langsung

oleh Abuddin Nata, sebagai berikut:

“Di samping mengajar, melatih, membimbing, mengevaluasi dan


menilai, seorang pendidik yang terpenting adalah mendidik.
Mengajar terkait dengan mengisi otak; melatih dan membimbing
terkait dengan memberikan kemampuan melakukan kerja vokasional;
sedangkan mendidik adalah membentuk dan membangun sikap mental
(character building), menanamkan nilai-nilai luhur dalam jiwa anak
dan menumbuhkannya menjadi budaya, kebiasaan, perilaku, jati diri,
moral dan sikap mentalnya, yang selanjutnya akan menjadi dasar
utama yang mengarahkan dan melandasi berbagai kemampuan
intelektual dan vokasionalnya.“

Berdasarkan sudut pandang Abuddin Nata, yang dimaksud

membentuk manusia yang berakhlak dengan sikap mental, berbudi luhur,

bermoral, yaitu membentuk manusia yang dapat berhubungan,

berkomunikasi, beradaptasi, bekerjasama, dan seterusnya dengan

lingkungan sekitarnya. Maka dari itulah perlu adanya penekanan pada

karakter tersebut, dalam buku milik beliau yang berjudul Manajemen

Pendidikan dapat diketahui mengenai beberapa hal, antara lain: Pertama,

mengintegrasikan antara pendidikan dan pengajaran sehingga keduanya

dapat berjalan sesuai. Kedua, merubah orientasi pendidikan menjadi


pendidikan dengan nilai dan idealisme yang berjangka panjang. Ketiga,

metode yang diterapkan tidak bertolak dari pandangan yang melihat

manusia sebagai makhluk yang mulia, bukan hanya potensi intelektual

(akal) tetapi juga potensi emosional. Sehingga potensi yang dimiliki

peserta didik harus ditumbuhkan, dibina, dikembangkan, dan diarahkan

agar berbagai potensi tersebut dapat tumbuh secara alami. Dan keempat,

mengarahkan peserta didik untuk mampu merespon berbagai masalah

aktual yang muncul di masyarakat (2001: 54). Penekanan keempat

karakter tersebut diharapkan dapat membantu pembinaan moral dan

menjadi dasar utama bagi peserta didik dalam proses pendidikan kelak.

Konsep tentang moralitas seorang peserta didik, Abuddin Nata

berpendapat apabila secara moral peserta didik dapat menunjukkan

tanggung jawab dan kepeduliannya kepada masyarakat sekitarnya, itu

artinya ia telah berhasil dalam mencapai tujuan pendidikan. Bagi Abuddin

hal tersebut berlaku sama, apabila secara sosial peserta didik dapat

berinteraksi dengan masyarakat di sekitarnya yaitu dengan tumbuhnya rasa

empati, kepekaan, dan kepedulian sosial untuk membantu sesama. Dan

juga secara kulturan (budaya), apabila peserta didik dapat

menginterprestasikan ajaran agamanya dengan tetap mempertahankan

nilai-nilai luhur sesuai dengan lingkungan sosialnya (2001: 172).

C. Konsep Peserta Didik

Dalam perspektif pedagogis, peserta didik diartikan sebagai sejenis

makhluk “homo educantum”, makhluk yang menghajatkan pendidikan.


Peserta didik dipandang sebagai manusia yang memiliki potensi yang

bersifat laten, sehingga dibutuhkan binaan dan bimbingan untuk

mengaktualisasikannya agar ia dapat menjadi manusia susila yang cakap

(Nurfuadi, 2012: 30).

Peserta didik adalah orang yang menginginkan ilmu, dan menjadi

salah satu sifat Allah Swt. yang berarti Maha Menghendaki (Nata, 2001:

50). Dapat dipahami dari definisi tersebut bahwa seorang peserta didik

dalam pandangan Islam adalah orang yang menghendaki agar

mendapatkan ilmu pengetahuan, pengalaman dan kepribadian yang baik

untuk bekal hidupnya agar bahagia di dunia dan akhirat dengan jalan

belajar yang sungguh-sungguh.

Abuddin Nata, mengemukakan istilah lain tentang peserta didik dalam

pendidikan sebagai Al-Thalib, yaitu orang yang mencari sesuatu. Artinya,

seorang peserta didik adalah orang yang tengah mencari ilmu pengetahuan,

keterampilan dan pembentukan karakter tertentu (2001: 51). Dapat

diketahui pengertian peserta didik dalam istilah Al-Thalib lebih bersifat

aktif, mandiri, kreatif dan sedikit bergantung kepada pendidik. Sebagai Al-

Thalib, peserta didik dalam beberapa hal dapat meringkas, mengkritik dan

menambahkan informasi yang disampaikan oleh pendidik (guru).

Berkaitan dengan konteks tersebut maka, seorang pendidik dituntut

bersifat terbuka, demokratis, memberi kesempatan dan menciptakan

suasana belajar yang saling mengisi, dan mendorong peserta didik

memecahkan masalah-masalah yang dihadapi.


Konsep peserta didik diatas dipertegas dengan pendapat langsung

menurut Abuddin Nata yang terdiri dalam lima konsep. Penulis mencoba

menjelaskan dengan buku-buku karangan Abuddin Nata dan buku-buku

lain yang terkait.

Konsep pertama akan membahas tentang potensi yang dimiliki oleh

peserta didik. Potensi atau fitrah yang dimiliki manusia, pada hakikatnya

merupakan kemampuan dasar manusia yang meliputi kemampuan

mempertahankan kelestarian kehidupannya, kemampuan rasional, maupun

kemampuan spiritual. Untuk itu diperlukan berbagai upaya dalam

mengembangkan dan memperkaya potensi tersebut secara aktif. Hal

tersebut sejalan dengan apa yang coba diterangkan dalam konsep pertama

menurut Abuddin Nata. Sebagai berikut:

“Bahwa peserta didik adalah amanah Allah SWT. yang harus


dipertanggung jawabkan dengan cara membina segenap potensinya:
cita (pikiran), rasa (hati) dan karsa (fisik-pancaindera) secara
maksimal, sehingga ia menjadi manusia yang siap membangun
kebudayaan dan peradaban. Peserta didik adalah manusia yang
memiliki berbagai keunggulan yang dianugerahkan Tuhan yang amat
tinggi nilainya. Berbagai keunggulan yang dimiliki manusia tersebut
harus dibina dan diberdayakan, dan bukan dikerdilkan. Potensi yang
demikian besar yang dimiliki peserta didik itu memungkinkan
dikembangkan dan dilatih sehingga menjadi aktual dan pada
gilirannya, ia akan mampu merubah dunia. Inilah yang dapat
dilakukan oleh dunia pendidikan terhadap peserta didik.. Manusia
unggul inilah yang diharapkan lahir oleh Muhammad Iqbal, melalui
kegiatan pendidikan.”

Dari yang disebutkan di atas, Abuddin Nata sependapat dengan

Muhammad Iqbal yang mengatakan bahwa peserta didik adalah amanah

dengan berbagai keunggulan. Bagi Muhammad Iqbal, potensi yang


dimiliki peserta didik terdapat tiga unsur penting yaitu: serapan

pancaindera, kekuatan akal, dan intuisi. Keunggulan inilah yang

seharusnya dapat dikembangkan dan dilatih, sebagai upaya yang dapat

dilakukan oleh dunia pendidikan.

Dalam kegiatan belajar, para peserta didik menggunakan segenap

potensi fitrah yang dimilikinya, seperti kecenderungannya yang serba

ingin tahu, pancaindera yang dimilikinya, bakat, minat, kemampuan

kognitif, afektif, dan psikomotoriknya (Nata, 2009: 80). Oleh karenanya

guna mewujudkan keadaan seperti diatas dibutuhkan pendidik yang

menempati posisi vital dalam membina, mengarahkan, dan

mengembangkan berbagai potensi tersebut agar berguna dan bermanfaat

bagi peserta didik atau lingkungannya.

Dekatnya gagasan Muhammad Iqbal dan Abuddin Nata yang

memandang bahwa pendidikan yang baik adalah pendidikan

memberdayakan keunggulan atau potensi peserta didik. Abuddin Nata

mengatakan bahwa dalam prosesnya diisi dengan berbagai konsep dalam

bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga peserta didik memiliki

pemahaman tentang yang baik dan benar. Berbagai materi pendidikan

yang terdapat dalam kurikulum harus memuat mata pelajaran yang

bertujuan membina akal tersebut. Demikian pula metode dan pendekatan

yang akan merangsang akal pikiran harus dipergunakan (Nata, 2001: 148).

Segala macam potensi yang dimiliki tersebut harus dibina, diarahkan dan

dikembangkan sehingga terampil guna memecahkan berbagai masalah


yang kelak akan dihadapi oleh peserta didik sehingga ia mampu merenung

dan menangkap pesan ajaran yang terdapat di dalamnya.

Berdasarkan penjelasan konsep diatas diketahui bahwasanya peserta

didik adalah orang yang sedang berada pada fase pertumbuhan dan

perkembangan baik secara fisik maupun psikis. Pertumbuhan dan

perkembangan merupakan ciri dari seseorang peserta didik yang perlu

bimbingan dari seorang pendidik. Selanjutnya, dalam konsep kedua

Abuddin Nata memberikan gambaran sederhana tentang peserta didik.

Sebagai berikut:

“Peserta didik adalah makhluk yang berada dalam proses


pembentukan yang dalam perjalanannya dipengaruhi oleh faktor dari
dalam dan faktor dari luar. Peserta didik tak ubahnya seperti benih
tanaman. Jika benih tanaman tersebut berkualitas unggul, sedangkan
tanahnya tidak subur, pupuk dan airnya kurang, maka tanaman
tersebut akan tumbuh, tapi tidak maksimal. Sebaliknya, jika tanahnya
subur, air dan pupuknya cukup, maka tanaman tersebut akan tumbuh,
tapi juga tidak maksimal. Yang ideal adalah jika bibitnya unggul,
tanah, air dan pupuknya juga cukup, maka tanaman tersebut akan
tumbuh maksimal. Tugas pendidik dalam hal ini tak ubahnya seperti
tanah yang subur, air dan pupuk yang cukup, serta memanfaatkannya
secara benar.”

Perumpamaan tersebut ditulis dalam buku Abuddin Nata berjudul

Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran yang menggambarkan

seorang pendidik seperti petani, peserta didik sebagai benih/tanaman, dan

lingkungan yang digambarkan seperti tanah. Pendidik memperlakukan

peserta didik dengan baik dengan cara memotivasi, mendorong,

membimbing, memberi arahan, menjaga, merawat, dan sebagainya. Agar

dapat tumbuh secara optimal maka pendidik harus memperlakukan peserta

didiknya secara demokratis, alami, tanpa pemaksaan dan sebagainya.


Seorang pendidik hendaklah mengetahui sifat, karakter, watak dasar dan

kecenderungan yang dimiliki peserta didik sebagaimana tanaman tersebut.

Yang penting dilakukan pendidik adalah menyiapkan berbagai situasi dan

kondisi yang memungkinkan peserta didik agar tumbuh dengan baik,

sehingga memberi manfaat kepada orang yang menanamnya dan

masyarakat sekitarnya (2009: 112).

Masih menggunakan gambaran yang sama, menurut Abuddin Nata

akses ke dunia luar yang mudah dijangkau dengan bantuan teknologi

informasi, menjadikan lingkungan yang mengelilingi peserta didik tanpa

batas dan tanpa sekat. Oleh karena itu, pendidik seharusnya terlebih dulu

mengetahui kesiapan lingkungan pendidikan. Dalam paradigma baru

pendidikan yang ada saat ini melihat bahwa lingkungan mempengaruhi

kegiatan pembelajaran dan tidak hanya sekedar sebatas di dalam kelas,

melainkan yang berada di lingkungan global yang lebih luas (2009: 112).

Pengaruh luar yang dihadapi oleh peserta didik, ada yang baik

maupun kurang baik. Menurut Abuddin Nata, kecenderungan lingkungan

yang dihadapi peserta didik di masa sekarang memberikan pengaruh yang

kurang baik. Hal tersebut akan dijelaskan lebih jauh pada konsep

berikutnya. Adapun pernyataan beliau sebagai berikut:

“Peserta didik di masa sekarang menghadapi keadaan yang amat


berat, karena pengaruh yang datang dari luar yang kurang baik,
termasuk pula lingkungan keluarga yang tidak harmonis dan kurang
religius, lingkungan masyarakat yang kasar, keras dan penuh dengan
berbagai tindakan menyimpang: KKN, narkoba, pergaulan bebas,
pornografi, hedonistik, materialistik dan sebagainya, dan terkadang
di sekolah juga terdapat tindakan-tindakan yang tidak mendidik,
seperti budaya mencontek, tidak disiplin, buang sampah sembarang,
kekerasan di sekolah, dan sebagainya. Karena itu perlu adanya
sebuah tata tertib, etika, yang ditegakan di sekolah, di rumah, dan di
masyarakat dan dilaksanakan dengan pendekatan sistemik dan
pendekatan budaya, serta dikawal, dipantau dan digerakkan oleh
orang tua di rumah, tokoh masyarakat, dan pimpinan di sekolah.”

Hancurnya sekat-sekat nilai dan tradisi seperti yang dicontohkan di

atas memberikan dampak besar yang di hadapi peserta didik. Masuknya

perilaku budaya barat yang bersifat materialisme dan hedonisme,

mengakibatkan peserta didik meremehkan nilai-nilai budi pekerti dan nilai

agama karena keduanya dianggap tidak memberikan kontribusi secara

material dan keduniaan (Nata, 2012: 185).

Arus budaya materialistik, hedonistik, dan sekularistik yang berlebih

dapat menyebabkan munculnya krisis akhlak pada seorang peserta didik.

Krisis akhlak yang menghampiri peserta didik semacam itu sebenarnya

dapat diatasi dengan beberapa cara, Abuddin Nata menyebutkan upaya-

upaya tersebut dalam buku yang ia tulis yaitu Manajemen Pendidikan,

diantaranya: Pertama, merubah orientasi dan fokus pengajaran agama

yang semula bersifat subject matter oriented, yaitu pengajaran yang

semula dari yang berpusat pada pemberian pengetahuan menjadi

berorientasi pada pengalaman dan pembentuk sikap keagamaan melalui

pembiasaan hidup sesuai dengan ajaran dan nilai-nilai agama. Kedua,

menambah jam pelajaran agama yang diberikan di luar jam pelajaran yang

telah ditetapkan dalam kurikulum. Kegiatan ini akan membantu para

peserta didik yang berada dalam lingkungan keluarga yang kurang kental

jiwa keagamaannya. Seperti, mengadakan kegiatan ekstrakulikuler. Ketiga,


meningkatkan perhatian, kasih sayang, bimbingan dan pengawasan yang

diberikan oleh kedua orang tua. Sudah bukan rahasia lagi, bahwa

keberhasilan suatu pendidikan bukan hanya dibebankan pada satu orang

saja namun karena adanya sentuhan langsung dari orang tua di rumah.

Keempat, melaksanakan tradisi ke Islaman yang didasarkan pada Al

Qur‟an dan Sunnah yang disertai dengan penghayatan akan makna dan

pesan moral yang terkandung di dalamnya. Bersikap sopan santun kepada

orang yang lebih tua adalah satu contoh yang akan berpengaruh efektif

bagi pembinaan mental peserta didik. Terakhir, pembinaan sikap

keagamaan juga dapat dilakukan dengan memanfaatkan keberadaan media

massa yang tersedia. Pemanfaatan media massa yang baik dapat

mengintensifkan pendidikan agama di rumah dengan melibatkan peran

serta orang tua, sekali lagi peran orang tua sangat dibutuhkan (Nata, 2001:

31). Dapat diketahui bahwa, selain pendidik andil besar juga datang dari

para orang tua serta masyarakat lingkungan sekitar dalam membina

akhlak mulia peserta didik yang terbebas dari perilaku-perilaku negatif

seperti yang dijelaskan di atas.

Kerja sama yang baik antara pihak sekolah (pendidik) dengan orang

tua serta masyarakat dalam mengawasi dan membina peserta didik adalah

demi tercapainya tujuan pendidikan Islam. Abuddin mengatakan untuk

mewujudkan cita-cita tersebut perlu diciptakan pola hubungan, interaksi

dan komunikasi yang baik. Berikut pernyataannya:


“Perlu diciptakan pola hubungan, interaksi dan komunikasi yang baik
antara peserta didik dengan orang tua, pendidik dan masyarakat.
Oleh karena itu perlu dibiasakan akhlak, sopan santun dan tata
krama yang baik dari peserta didik kepada pendidik, dan dari
pendidik ke peserta didik; dari peserta didik kepada orang tua; dan
dari orang tua kepada peserta didik; dari peserta didik kepada tokoh
masyarakat, dan dari tokoh masyarakat kepada peserta didik.”
Berdasarkan pernyataan di atas, Abuddin menganggap bahwa

diperlukan kerjasama yang harmonis dari peserta didik, pendidik, orang

tua, dan masyarakat. Lahirnya lingkungan yang baik dapat menghasilkan

peserta didik yang baik pula. Masyarakat mempunyai andil dalam upaya

menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pembentukan akhlak, seperti

menciptakan lingkungan yang tertib, bebas dari peredaran obat-obatan

terlarang, perkumpulan perjudian, dan sebagainya (2001: 224). Sangat

penting keikutsertaan masyarakat dalam membantu mempersiapkan

lingkungan yang kondusif dan proposional bagi kepentingan

pengembangan bakat, hobi, keterampilan, dan kesejahteraan peserta didik.

Disebutkan dalam buku Manajemen Pendidikan, Abuddin Nata

mengatakan bahwa berbagai macam hal yang datang ke peserta didik

terutama lingkungan keluarga, pendidikan, dan masyarakat umum dapat

mempengaruhi perbuatan peserta didik. Oleh sebab itu, penting kiranya

pembiasaan akhlak terhadap peserta didik, agar mereka tidak terpengaruh

dengan perbuatan-perbuatan yang negatif dan menghancurkan masa

depannya. Dengan terbinanya akhlak peserta didik, keadaan lingkungan

sosial juga akan semakin baik, aman, tertib, dan tenteram, yang juga

memungkinkan masyarakat akan merasa nyaman (2001: 217).


Abuddin Nata membahas tentang pembiasaan akhlak, menurutnya

akhlak (peserta didik) memang perlu dibina, dan pembinaan ini ternyata

membawa hasil berupa terbentuknya pribadi-pribadi muslim yang

berakhlak mulia, sopan, dan bertata krama. Ia juga membandingkan,

peserta didik yang tidak terbina akhlaknya, atau dibiarkan tanpa

bimbingan, arahan dan pendidikan, ternyata menjadi peserta didik yang

nakal, mengganggu masyarakat, melakukan berbagai perbuatan tercela dan

seterusnya (2002: 155).

Tujuan dari diberikannya pembinaan akhlak agar peserta didik

memiliki sikap yang ideal, Abuddin Nata mengatakan bahwa peserta didik

diharuskan memiliki wawasan tentang penempatan sikap yang ideal dan

sesuai dengan tujuan pendidikan Islam. Abuddin Nata mengungkapkan

langsung sebagai berikut:

“Peserta didik juga perlu diberikan wawasan tentang sikap yang


ideal sebagai peserta didik; misalnya bahwa belajar atau menuntut
ilmu juga ibadah, amanah, dan rahmat dari Tuhan. Dengan cara
demikian, ia akan bertanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya
dalam menuntut ilmu. Ia akan bersungguh-sungguh dalam menuntut
ilmu karena ada dorongan yang kuat (inner motivation) dari dalam
dirinya. Bersamaan dengan itu, faktor bimbingan, teladan,
pembiasaan, latihan, serta pengawasan dari semua pihak (orang tua,
pendidik dan tokoh masyarakat) terhadap peserta didik harus kokoh,
konsisten, dan berkelanjutan, dan bukan saling bertabrakan, atau
tidak peduli sama sekali. Hal ini penting, karena masalah yang
dihadapi peserta didik saat ini semakin berat. Perkembangan di
bidang teknologi komunikasi, seperti handphone, google, facebook,
youtube, dan lainnya saat ini tidak saja memuat informasi yang positif
tapi juga memuat informasi yang negatif, seperti pornografi, dan
sebagainya”. (Email tanggal 8 Desember 2016)
Sesuai dengan statemennya di atas, Abuddin Nata menegaskan

tentang wawasan peserta didik akan sikapnya dalam menuntut ilmu adalah

sebagai bentuk tanggung jawab dari peserta didik. Adanya inner

motivation, faktor bimbingan, teladan, pembiasaan, latihan, serta

pengawasan dari semua pihak (orang tua, pendidik, dan tokoh

masyarakat), berperan dalam mempersiapkan peserta didik untuk

menghadapi masalah yang semakin berat di bidang teknologi komunikasi.

Menghadapi perkembangan teknologi seperti yang disebutkan di atas

baiknya dapat disikapi dengan bijak oleh peserta didik. Dalam bukunya

Perspektif Islam tentang Pola Hubungan Guru Murid diuraikan bahwa

dibutuhkan sikap ideal yang harus dipenuhi peserta didik untuk mencapai

keberhasilan dalam menuntut ilmu pengetahuan. Terkait hal tersebut

Abuddin menjelaskan bahwa seorang peserta didik harus memiliki hati

yang bersih agar ia mendapatkan ilmu dengan mudah dari Allah Swt.,

selain itu ia juga harus memiliki sikap akhlak yang tinggi terutama

terhadap gurunya, giat belajar, serta sabar dalam menuntut ilmu (2001:

104).

Abuddin Nata mengutip pandangan dari Al Ghazali terhadap sikap

ideal akhlak yang harus dimiliki oleh peserta didik, yaitu niat seorang

peserta didik dalam menuntut ilmu semata-mata untuk beribadah kepada

Allah Swt., lalu seorang peserta didik harus memiliki sikap zuhud dan

memuliakan ilmu akhirat (2001: 108). Atas dasar pandangan ini, Abuddin

menilai seorang peserta didik diharuskan memiliki jiwa yang bersih


terlebih dahulu dan terhindar dari akhlak yang buruk dan sifat-sifat tercela.

Apabila hal tersebut telah terpenuhi, maka peserta didik dapat dikatakan

siap menerima pembelajaran.


BAB IV

RELEVANSI KONSEP PEMIKIRAN ABUDDIN NATA DALAM

PRAKTEK PENDIDIKAN ISLAM

Setelah bab sebelumnya menelaah tentang pemikiran Abuddin Nata dalam

konsep pendidikan Islam, maka dalam bab ini akan dikaji relevansi konsep

pemikiran Abuddin Nata dalam praktek pendidikan Islam di Indonesia.

Selanjutnya akan dijabarkan tiga poin penting dalam pendidikan Islam

perspektif Abuddin Nata, sebagai berikut:

A. Konsep Pendidikan Islam Abuddin Nata

Islam mencita-citakan ilmu pengetahuan yang integrated antara

ilmu agama dan ilmu non-agama. Sejalan dengan cita-cita Islam

tersebut yang menjadi dasar pendidikan Islam, maka prioritas kegiatan

pendidikan Islam harus diarahkan untuk mencapai tujuan yaitu

menghasilkan peserta didik yang memiliki pandangan ajaran Islam

yang luas, menyeluruh dan holistik serta mampu mengaplikasikannya

sesuai dengan tingkat usia anak didik dan perkembangan zaman.

Dalam penegasan istilah telah dibahas mengenai pengertian

konsep yang mengambil dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

(1998: 205). Konsep berarti “rancangan, ide atau pengertian

diabstrasikan dari peristiwa konkrit.

Konsep pendidikan Islam bukanlah hanya untuk mewariskan

paham atau pola keagamaan hasil internalisasi generasi tertentu kepada


peserta didik. Jika menurut Abuddin Nata, tujuan pendidikan di masa

sekarang harus diarahkan pada upaya melahirkan manusia yang kreatif,

inovatif, mandiri, dan produktif, mengingat dunia yang semakin

kompetitif. Begitu halnya dengan Zakiah Daradjat mengemukakan

tujuan pendidikan Islam adalah membimbing dan membentuk manusia

menjadi hamba Allah yang saleh, teguh imannya, taat beribadah, dan

berakhlak terpuji (1983: 27). Hal ini sejalan dengan tujuan pendidikan

nasional yang terdapat dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menempatkan beriman dan

bertaqwa kepada Allah Yang Maha Esa sebagai tujuan sentral

pendidikan.

Abuddin Nata adalah cendekiawan muslim yang menuangkan

pemikirannya melalui buku-buku dan karya-karyanya. Lebih lengkap,

prioritas pendidikan Islam harus diarahkan kepada empat rumusan

pemikiran yang diajukan oleh Abuddin Nata, sebagai berikut: pertama,

pendidikan Islam bukanlah hanya untuk mewariskan paham atau pola

keagamaan hasil internalisasi generasi tertentu kepada peserta didik.

Sementara Mochtar Buchori (1994: 31), mengemukakan bahwa

seorang pendidik harus memiliki kemampuan untuk memahami dan

menyelami alam pemikiran peserta didik, dan kemampuan meramu

bahan-bahan pelajaran, sehingga tersusun program pembelajaran yang

relevan dan realistis dengan kehidupan para peserta didik. Kedua,

pendidikan hendaknya menghindari kebiasaan menggunakan andai-


andaian model yang sering kali membuat kita terjebak dalam

romantisme. Jika romantisme ini dikembangkan secara berlebihan,

Abuddin Nata khawatir akan terpaku pada mitos yang akhirnya

membuat kita lebih bermimpi daripada berpikir obyektif dalam

menyusun program pendidikan agama demi masa depan peserta didik.

Ketiga, bahan-bahan pengajaran agama hendaknya selalu dapat

mengintegrasikan problematik empirik di sekitarnya. Dalam perspektif

Abuddin Nata, hal tersebut penting dalam menumbuhkan sikap

kepedulian sosial, di mana anak harus berlatih untuk menggunakan

persepsi normatif terhadap realitas. Hal tersebut sesuai dengan prinsip

kemaslahatan dan keutamaan yaitu sebuah prinsip yang mengharuskan

pendidikan membawa manusia ke arah yang baik dan menuju ke arah

yang lebih utama. Dengan demikian, pendidikan bukan hanya sebuah

kerja mekanis, melainkan sebuah proses yang mengembalikan dan

meningkatkan potensi-potensi dan moral utama peserta didik.

Sementara itu, Moh Roqib mengemukakan untuk membuat pendidikan

Islam menjadi riil dan bukan sebatas teori semata dibutuhkan

keterlibatan ketiga lembaga secara integratif, yaitu di sekolah,

keluarga, dan masyarakat (2008: 87). Keempat, perlunya

dikembangkan wawasan emansipatoris dalam proses belajar-mengajar

sehingga peserta didik cukup memperoleh kesempatan berpartisipasi

dalam rangkaian memiliki kemampuan metodologis untuk mempelajari

materi atau substansi ajaran Islam. Dalam pandangan yang demikian,


maka pendidikan yang dialami akan menerapkan metode pendidikan

yang manusiawi, menyenangkan dan menggairahkan peserta didik.

Serupa dengan pemikiran di atas, mengutip pendapat Oemar Hamalik

untuk menghindari kebosanan di kalangan peserta didik, cara belajar

aktif merupakan salah satu solusinya yang di antaranya bisa dilakukan

dengan pendekatan inkuiri, yaitu cara belajar-mengajar yang dimaksud

untuk mengembangkan keterampilan guna memecahkan masalah

dengan menggunakan pola berpikir kritis. Di antara berpikir kritis itu

adalah dengan meneliti berbagai masalah sosial sehingga mereka

memperoleh pengetahuan, keterampilan akademis, sikap dan nilai yang

baik, dan keterampilan sosial. Menurutnya, pendidikan kreatif yang

lain juga dapat digunakan yang penting rasional, sistematis, dan logis

(Roqib, 2009: 101). Kelima, ruang lingkup atau lingkungan belajar

dapat digunakan secara efektif untuk melatih kemampuan sikap-sikap

dasar mengenai etika sosial, pandangan hidup, dan etis dunia yang

berasal dari kesadaran religius yang dalam. Menurut Abuddin Nata

sebaiknya hal-hal yang bersifat menanamkan nilai keagamaan,

berperilaku baik, memiliki sikap terpuji, mungkin lebih tepat

ditekankan dalam program pendidikan agama di lingkungan keluarga.

Adapun di sekolah, dapat digunakan secara efektif untuk melatih

kemampuan pembacaan kritis peserta didik, agar berkemampuan

mempersepsi ilmu pengetahuan dan keadaan lingkungan sosialnya

berdasarkan kerangka normatif agama.


B. Pendidik

Dalam hal praktek pendidikan Islam, Abuddin Nata

menekankan pendidik sebagai komponen utama dalam berlangsungnya

praktek pendidikan. Beliau menambahkan bahwa seorang pendidik di

era globalisasi saat ini memiliki tantangan yang cukup berat, peserta

didik berkembang menjadi semakin cerdas dan kritis, seringkali

menuntut perlakuan demokratis, adil, bijaksana, manusiawi, egaliter,

cepat, tepat, dan memuaskan. Semula praktik pendidikan berpusat pada

pendidik berpindah menjadi kepada berpusat peserta didik dengan

menerapkan model pembelajaran yang sesuai dengan kondisi tersebut.

Untuk mengatasinya, pendidik dituntut untuk meningkatkan

kemampuan profesionalnya dengan melakukan up dating kompetensi.

Selain itu, tugas pendidik adalah membentuk dan membangun sikap

mental, menanamkan nilai-nilai luhur, kebiasaan, perilaku, jati diri,

moral dan sikap mentalnya, yang untuk selanjutnya menjadi dasar

utama yang mengarahkan dan melandasi berbagai kemampuan

intelektual dan vokasionalnya. Apabila perannya digantikan dengan

teknologi modern dalam hal transfer of knowledge atau transfer of

skill, namun tidak bisa digantikan dalam tugas mendidik, membentuk

karakter, dan lainnya yang melibatkan aspek kecerdasan intelektual,

kecerdasan spiritual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan sosial.

Upaya Abuddin dalam menggagas ide-ide pembaharuan

pendidikan Islam yang melihat bahwa pendidik bukan lagi dianggap


sebagai satu-satunya sumber informasi, melainkan hanya salah satunya

saja. Menurut Abuddin Nata peran dan fungsi pendidik saat ini selain

sebagai informan, juga sebagai motivator, katalisator, dinamisator,

fasilitator, dan inovator pendidikan yang menciptakan kondisi bagi

terjadinya proses pembelajaran pada peserta didik. Dengan demikian,

seorang pendidik yang profesional di masa sekarang selain harus

memiliki kompetensi akademis, paedagogik, kepribadian, dan sosial

sebagai diatur dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang

Guru dan Dosen, juga harus memiliki kemampuan mengakses berbagai

sumber pembelajaran (Nata, 2009: 16).

Pemikiran serupa dikemukakan oleh Nurcholis Madjid yang

mengatakan bahwa pendidik yang baik menurutnya bukan hanya

menguasai materi/bahan yang akan diajarkan, tetapi juga menguasai

metodologi. Bahkan dalam pandangannya, seorang pendidik yang

mempunyai penguasaan metodologi yang baik, sekalipun bahannya

kurang, akan lebih dan mampu mentransfer pengetahuan lebih efektif

daripada seorang pendidik yang menguasai begitu banyak

bahan/materi tetapi tidak tahu metodologinya (Azis, 2015: 298). Bagi

Azyumardi Azra, pengadaan staf pendidik yang kompeten, ahli, serta

memiliki pengetahuan mutakhir yang mampu menyampaikan

pengajaran, penelitian, interprestasi, dan analisis yang baik. Bukan

pendidik yang berpikir lugu, kaku, dan tidak sadar terhadap


perkembangan serta kebutuhan masyarakat modern saat ini (Azra,

2000: 307).

Dalam bab sebelumnya telah dijelaskan tentang Abuddin Nata

yang menyebutkan 6 konsep pendidik dalam pendidikan Islam.

Keenam konsep tersebut meliputi:

1. Tugas Pendidik

Pendidik sebagai komponen utama dan strategis dalam

pendidikan. Abuddin Nata menyebutkan bahwa tugas pendidik

bukan hanya mengajar namun juga mendidik. Menurutnya, yang

dimaksud mendidik yakni membentuk karakter, kepribadian

utama, dan mental yang baik, karena semua itu butuh bimbingan,

teladan, latihan, pengarahan dan lainnya yang melibatkan aspek

kecerdasan intelektual, kecerdasan spiritual, kecerdasan

emosional, kecerdasan sosial dan lainnya yang tidak dapat

dilakukan oleh teknologi. Selanjutnya, Hamka berpendapat

tentang makna pendidik. Baginya pendidik adalah sosok yang

bertanggung jawab dalam mempersiapkan dan mengantarkan

peserta didik untuk memiliki ilmu pengetahuan yang luas,

berakhlak mulia, dan bermanfaat bagi kehidupan masyarakat

secara luas (Hamka, 1983: 3). Lebih lanjut, Hamka sependapat

dengan Nata bahwa kewajiban pendidik bukan hanya mengajar

tetapi sekaligus mendidik. Yang dimaksud mengajar dalam hal ini

adalah membantu anak berkembang dan menyesuaikan diri


kepada lingkungan. Sedangkan mendidik adalah suatu usaha

untuk mengantarkan peserta didik ke arah kedewasaannya baik

secara jasmani maupun rohani. jadi pengertian mendidik lebih

bersifat mendasar, tidak sekedar transfer of knowledge tetapi juga

transfer of values.

Berbicara tentang tugas pendidik dalam mendidik yang juga

merupakan pekerjaan profesional. Oleh karena itulah, pendidik

sebagai pelaku utama pendidikan disebut sebagai pendidik

profesional. Menurut Abuddin Nata, berbagai komponen

pendidikan, seperti konsep kurikulum yang modern, strategi,

pendekatan dan metode pembelajaran yang handal; sarana dan

prasarana pendidikan serta fasilitas belajar yang lengkap dan

modern, serta komponen pendidikan lainnya yang tersedia tidak

akan memiliki arti apa-apa, jika tidak terdapat pendidik yang

handal dan profesional. Sedangkan Roqib (2009: 52)

menegaskan, tanggung jawab profesional pendidik diartikan

sebagai, bertanggung jawab secara khusus untuk selalu

menambah dan memperbarui pengetahuan, mencari cara-cara

baru untuk meningkatkan efektivitas-aktivitas instruksional dan

edukatif, mengembangkan bidang keilmuan yang diampu melalui

riset dan kajian ilmiah, mengembangkan kolegialitas melalui

kontribusi untuk pengembangan kurikulum, dan memainkan


peran aktif dalam melindungi dan meningkatkan professional and

academic standing.

2. Pendidik Profesional

Sebagaimana tertuang dalam Undang-undang Nomor 14

Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, serta berbagai peraturan

lainnya, yang mengharuskan guru memiliki kompetensi

akademik, kompetensi paedagogik, kompetensi kepribadian, dan

kompetensi sosial sesungguhnya sudah cukup baik. Namun LPTK

yang ada sekarang, belum memiliki konsep dan kemampuan yang

memadai untuk menghasilkan tenaga guru yang profesional itu.

Karena itu, wajar jika saat ini, kebijakan Pemerintah tentang PPG

sebagai lembaga yang bertugas menghasilkan tenaga pendidik

yang profesional patut disambut baik, dan dikawal aktivitasnya,

karena lembaga ini diharapkan dapat melaksanakan fungsi

menghasilkan tenaga pendidik profesional yang selama ini belum

dapat dilakukan oleh LPTK. Sementara, Moh Roqib berpendapat

bahwa begitu pentingnya pendidik yang memiliki kualifikasi

tinggi dapat menciptakan dan mendesain materi pembelajaran

yang lebih dinamis-konstruktif. Mereka juga akan mampu

mengatasi kelemahan materi dan subjek didiknya dengan

menciptakan suasana-miliu yang kondusif dan strategi mengajar

yang aktif dan dinamis. Dengan adanya pendidik dengan kualitas

tinggi maka kompetensi lulusan (output) pendidikan akan dapat


dijamin sehingga mereka mampu mengelola potensi diri dan

mengembangkannya secara mandiri untuk menatap masa depan

gemilang yang sehat dan prospektif (Roqib, 2009: 43).

3. Kompetensi Pendidik

Abuddin Nata memandang bahwa guru (pendidik) yang ada

selama ini, apalagi yang sudah akan pensiun, bisa diduga

kemampuan profesionalnya sudah agak tertinggal dan perlu di up

date lagi. Untuk itu kepada pendidik yang masih berusia muda,

harus segera melakukan up dating kompetensi melalui konsep

pendidikan pembelajaran sepanjang hayat, atau dengan

menerapkan konsep continous improvemen skill. Sagala (2009:

33) berpendapat untuk menghadapi tantangan dan ketertinggalan

tersebut, pendidik perlu berpikir secara antisipatif dan proaktif.

Pendidik secara terus menerus belajar sebagai upaya melakukan

pembaharuan atas ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Caranya

sering melakukan penelitian baik melalui kajian pustaka, maupun

melakukan penelitian seperti penelitian tindakan kelas.

4. Peningkatan Kemampuan Profesional Pendidik

Timbulnya paradigma baru dalam kegiatan proses belajar

mengajar dari yang semula berpusat pada pendidik kepada

berpusat pada peserta didik dengan menerapkan model

pembelajaran discovery, inquiry, contextual, quantum, dan

sebagainya. Abuddin Nata mengkritik pemberian tunjangan


sertifikasi kepada pendidik seharusnya cukup lumayan, dan

digunakan secara bijak untuk meningkatkan kemampuan

profesionalnya, seperti melakukan penelitian, menulis,

menyajikan makalah dalam seminar, membuat modul, diktat,

desain, dan berbagai karya akademik yang inovatif lainnya.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 14

Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dikemukakan bahwa

sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru

dan dosen. Berdasarkan pengertian tersebut, sertifikasi guru dapat

diartikan sebagai suatu proses pemberian pengakuan bahwa

seseorang telah memiliki kompetensi untuk melaksanakan

pelayanan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu, setelah

lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh lembaga

sertifikasi (Mulyasa, 2008: 34).

5. Peningkatan Mutu Pendidik

Program peningkatan mutu pendidik dilatarbelakangi

kenyataan bahwa saat ini pendidik menghadapi peserta didik yang

semakin menuntut perlakuan yang makin demokratis, adil,

bijaksana, manusiawi, egaliter, cepat, tepat, dan memuaskan.

Abuddin Nata mengumpamakan peserta didik sebagai pelanggan

yang harus diberikan pelayanan yang memuaskan. Hal tersebutlah

yang dinilai menjadi tantangan profesionalisme pendidik yang


harus dijawab dengan cara terus belajar dan berlatih guna

meningkatkan mutu profesionalitasnya.

Sedangkan menurut Nurfuadi, mutu adalah suatu

terminologi subjektif dan relatif yang dapat diartikan dengan

berbagai cara di mana setiap definisi bisa didukung oleh

argumentasi yang sama baiknya. Karakteristik mutu dapat diukur

secara kuantitatif dan kualitatif. Sementara dalam pendidikan,

mutu adalah suatu keberhasilan proses dan hasil belajar yang

menyenangkan dan memberikan kenikmatan (2012: 153). Oleh

karena itu, peningkatan mutu harus berorientasi kepada

kebutuhan/harapan pelanggan, maka layanan pendidikan suatu

lembaga haruslah memperhatikan kebutuhan dan harapan masing-

masing pelanggan (peserta didik atau orang tua). Kepuasan dan

kebanggaan dari mereka sebagai penerima manfaat layanan

pendidikan harus menjadi acuan bagi program peningkatan mutu

layanan pendidikan.

Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa sebagai

seorang pendidik semestinya bisa memaksimalkan waktu dengan

baik dengan harapan bisa meningkatkan kualitas atau mutu

pendidikan. Salah satu upayanya yaitu dengan cara merenung dan

membaca dan menggali informasi-informasi aktual yang terkait

dengan dunia pendidikan dalam rangka meningkatkan mutu

pendidikan.
6. Kepribadian Pendidik

Di samping mengajar, melatih, membimbing, mengevaluasi

dan menilai, seorang pendidik yang terpenting adalah mendidik.

Yaitu membentuk dan membangun sikap mental, menanamkan

nilai-nilai luhur dalam jiwa peserta didik dan menumbuhkannya

menjadi budaya, kebiasaan, perilaku, jati diri, moral dan sikap

mentalnya. Kemampuan seorang pendidik untuk menjadi manusia

yang terbina kepribadiannya secara utuh dan seimbang, menjadi

manusia yang mandiri, kreatif, inovatif, imajinatif, progresif, yang

dilandasi akhlak mulia, kepribadian utama, shalih, dan shalihah,

serta siap berkompetisi dan keluar sebagai pemenang dalam era-

globalisasi saat ini, adalah merupakan hal yang paling utama.

Sedangkan Nurfuadi, berpendapat tentang pendidik bahwa

sebagai orang yang bertanggung jawab mencerdaskan kehidupan

peserta didik. Untuk itulah pendidik dengan penuh dedikasi dan

loyalitas berusaha membimbing dan membina peserta didik agar

di masa mendatang menjadi orang yang berguna bagi nusa dan

bangsa. Memberikan sejumlah norma kepada peserta didik juga

menjadi tanggung jawab seorang pendidik agar mereka (peserta

didik) tahun mana perbuatan yang susila dan asusila, mana

perbuatan yang bermoral dan amoral (2012: 67).


C. Peserta Didik

Abuddin Nata mengatakan bahwa peserta didik di masa sekarang

menghadapi keadaan amat berat dikarenakan pengaruh yang kurang

baik dari lingkungan masyarakat. Oleh karenanya, perlu diciptakan

pola hubungan, interaksi dan komunikasi yang baik antara peserta

didik dengan lingkungan sekitarnya, seperti kepada orang tua,

masyarakat, dan juga pendidik yaitu dengan cara membiasakan akhlak,

sopan santun, dan tata krama yang baik dari peserta didik ke pendidik

atau dari pendidik ke peserta didik, begitu pula seterusnya.

Peserta didik dalam praktek pendidikan Islam adalah manusia

yang memiliki berbagai keunggulan yang dianugerahkan Tuhan yang

amat tinggi nilainya. Dalam pandangan yang lebih modern, Abuddin

menyebutkan bahwa peserta didik tidak hanya dianggap sebagai objek

atau sasaran pendidikan sebagaimana disebutkan diatas, melainkan

juga harus diperlakukan sebagai subjek pendidikan. Yaitu dengan cara

melibatkan mereka dalam proses memecahkan masalah saat kegiatan

belajar mengajar.

Pada bab sebelumnya yang menelaah tentang konsep peserta

didik menurut Abuddin Nata, diantara berkaitan dengan potensi, etika,

pola hubungan peserta didik dengan lingkungannya, faktor yang

mempengaruhi peserta didik, serta sikap ideal yang harus dimiliki oleh

peserta didik.
1. Potensi

Menurut Abuddin Nata peserta didik adalah amanah Allah

SWT. yang harus dipertanggung jawabkan dengan cara membina

segenap potensinya secara maksimal, sehingga ia menjadi

manusia yang siap membangun kebudayaan dan peradaban.

Berbagai keunggulan yang dimiliki manusia tersebut harus dibina

dan diberdayakan, dan bukan dikerdilkan. Abuddin sangat

menekankan peran potensi yang demikian besar dimiliki peserta

didik untuk dikembangkan dan dilatih sehingga menjadi aktual

hingga saatnya ia akan mampu merubah dunia. Pendapat serupa

dikemukakan oleh Nurfuadi (2012: 33), potensi-potensi yang

dimiliki oleh peserta didik itu perlu dikembangkan melalui proses

pendidikan di sekolah, sehingga terjadi perkembangan secara

menyeluruh menjadi manusia seutuhnya. Inilah yang dapat

dilakukan oleh dunia pendidikan terhadap peserta didik.

2. Faktor Peserta didik dalam Pendidikan

Peserta didik adalah makhluk yang berada dalam proses

pembentukan yang dalam perjalanannya dipengaruhi oleh faktor

dari dalam dan faktor dari luar. Peserta didik tak ubahnya seperti

benih tanaman. Jika benih tanaman tersebut berkualitas unggul,

sedangkan tanahnya tidak subur, pupuk dan airnya kurang, maka

tanaman tersebut akan tumbuh, tapi tidak maksimal. Sebaliknya,

jika tanahnya subur, air dan pupuknya cukup, maka tanaman


tersebut akan tumbuh, tapi juga tidak maksimal. Yang ideal

adalah jika bibitnya unggul, tanah, air dan pupuknya juga cukup,

maka tanaman tersebut akan tumbuh maksimal. Tugas pendidik

dalam hal ini tak ubahnya seperti tanah yang subur, air dan pupuk

yang cukup, serta memanfaatkannya secara benar. Serupa, Zakiah

Daradjat (1996: 104) mengatakan masalah pemupukan dan

pengembangan potensi peserta didik dan persiapan untuk masa

depannya harus direncanakan dengan baik. Dalam kegiatan

tersebut seorang pendidik, harus memperhatikan dan

mempertimbangkan keseluruhan aspek pribadi mereka yang

berbeda. Pendidik tidak boleh menekan peserta didik yang pandai,

atau mencela peserta didik yang lamban. Sabar dan tabah dalam

menghadapi keberagamaan peserta didik menjadi suatu ciri

kepribadian pendidik yang ideal.

3. Etika Peserta Didik

Abuddin Nata menganggap keadaan berat yang harus

dihadapi oleh peserta didik disebabkan adanya pengaruh dari luar

yang kurang baik. Seperti contohnya lingkungan keluarga yang

tidak harmonis dan kurang religius, lingkungan masyarakat yang

kasar, keras dan penuh dengan berbagai tindakan menyimpang.

Menurutnya, perlu diupayakan adanya sebuah tata tertib atau

etika yang ditegakan di sekolah, di rumah, dan di masyarakat dan

dilaksanakan dengan pendekatan sistemik dan pendekatan


budaya, serta dikawal, dipantau dan digerakkan oleh orang tua di

rumah, tokoh masyarakat, dan pimpinan di sekolah.

Berbicara tentang etika, menurut Amin (1995: 3), etika

adalah ilmu yang menjelaskan baik dan buruk dan menerangkan

apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia, menyatakan tujuan

yang harus ditempuh oleh manusia di dalam perbuatan mereka

dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya

diperbuat oleh manusia itu sendiri.

Keberadaan sekolah, keluarga, dan masyarakat, sebagai

lembaga pendidikan semestinya dimanfaatkan dan dikembangkan

secara maksimal. Ketiganya saling terkait dan saling mendukung

untuk perkembangan pendidikan, salah satunya adalah tata tertib

dan etika. Dimulai dengan pendidikan di rumah yang di dalamnya

terdapat orang tua atau seorang ibu sebagai pendidik pertama bagi

peserta didik. Di rumah, peserta didik menerima bimbingan

kebaikan dari keluarga yang memungkinkannya berjalan di jalan

keutamaan sekaligus bisa berperilaku di jalan kejelekan sebagai

akibat dari pendidikan keluarga yang salah. Oleh karena itu,

orang tua memiliki peran besar untuk mendidiknya agar tetap

dalam jalan yang sehat dan benar. Dalam pandangan Abuddin

Nata yang melihat bahwa untuk membiasakan tata tertib dan etika

di rumah, orang tua seharusnya meningkatkan perhatiannya

terhadap anak-anaknya dengan meluangkan waktu untuk


memberikan bimbingan, keteladanan dan pembiasaan yang baik.

Para orang tua juga seharusnya berupaya menciptakan keadaan

rumah tangga yang harmonis, tenang, dan tentram (2001: 224).

Selanjutnya adalah sekolah, Abuddin Nata berpendapat

bahwa sekolah yang dalam hal menegakkan tata tertib dan etika

peserta didik seharusnya berupaya menciptakan nuansa religius.

Pandangan serupa dikemukakan oleh Syaiful Bahri Djamarah

(2010: 122) bahwa sebagai pelaku utama pendidikan Islam, harus

selalu bertakwa kepada Allah Swt. senantiasa melaksanakan

perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Selain itu, pendidik

harus dibekali ilmu yang luas, akhlak terpuji, sehat jasmani

rohani, berpenampilan menarik, rapi, dan sopan.

Masyarakat diartikan sebagai suatu bentuk tata kehidupan

sosial dengan tata nilai dan tata budaya sendiri. Dalam arti ini,

masyarakat adalah wadah dan wahana pendidikan; medan

kehidupan manusia yang majemuk (plural: suku, agama, kegiatan

kerja, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan sebagainya).

Dan dalam konteks pendidikan, masyarakat merupakan

lingkungan ketiga setelah keluarga dan sekolah (2012: 178).

Sementara itu masyarakat bagi Abuddin Nata yang

mengemukakan, bahwa masyarakat seharusnya berupaya

menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pembentukan akhlak

sekaligus menegakkan tata tertib. Corak dan ragam pendidikan


yang dialami peserta didik dalam masyarakat meliputi segala

bidang, seperti pembentukan kebiasaan, pembentukan pengertian

(pemahaman), sikap dan minat, maupun pembentukan kesusilaan

dan keagamaan.

4. Peserta Didik dan Lingkungan sekitarnya

Perkembangan peserta didik memerlukan bimbingan orang

tuanya dengan melakukan hal-hal penting seperti: memberi

teladan yang baik, membiasakan anak bersikap baik, menyajikan

cerita-cerita yang baik, menerangkan segala hal yang baik,

membina daya kreatif anak, mengontrol, membimbing, dan

mengawasi perilaku anak dengan baik, serta memberikan sanksi

yang bernilai pelajaran (Baehaqie, 1992: 16). Perlu diciptakan

pola hubungan, interaksi dan komunikasi yang baik antara peserta

didik dengan orang tua, pendidik dan masyarakat. Oleh karena itu

perlu dibiasakan akhlak, sopan santun dan tata krama yang baik

dari peserta didik kepada pendidik, dan dari pendidik ke peserta

didik; dari peserta didik kepada orang tua; dan dari orang tua

kepada peserta didik; dari peserta didik kepada tokoh masyarakat,

dan dari tokoh masyarakat kepada peserta didik.

Pendidik adalah orang yang bertanggung jawab

mencerdaskan kehidupan peserta didik yang memiliki beberapa

sifat sebagai berikut: menerima dan mematuhi norma, menghargai

orang lain (termasuk peserta didik), bijaksana dan hati-hati, serta


bertakwa kepada Allah Swt. (Djamarah, 2005: 36). Jadi, berawal

dari sikap pendidik inilah yang diharapkan dapat ditularkan

kepada peserta didik. Sebagai mitra dalam kebaikan, pendidik

yang baik akan membuat peserta didik pun menjadi baik. Dalam

lingkungan masyarakat, peserta didik akan menemukan berbagai

kejadian atau peristiwa yang baru, asing, yang baik dan buruk,

yang patut ditiru dan tidak pantas ditiru, yang terpuji dan tercela.

Keadaan yang dinamis tersebut harus dihadapi oleh peserta didik

yaitu dengan cara mengaplikasikan sikap berkaitan dengan sopan

santun dan tata krama yang telah ia dapatkan di rumah dan di

sekolah. Mempelajari dan mengamalkan semua yang berkaitan

dengan pendidikan akhlak dan budi pekerti yang baik menurut

agama, undang-undang, dan norma-norma yang berlaku di

masyarakat.

Peserta didik sebagai pokok persoalan dalam pendidikan.

Peserta didik adalah unsur manusiawi yang penting dalam

kegiatan interaksi edukatif. Ia dijadikan sebagai pokok persoalan

dalam semua gerak kegiatan pendidikan dan pengajaran. Oleh

karena itu perlu dipahami pula tentang karakter mereka dan

bagaimana mengembangkan dan bertindak sesuai dengan karakter

tersebut (2000: 51). Dapat disimpulkan bahwa pentingnya upaya

dalam memahami dan mengembangkan karakter peserta didik.

Artinya lingkungan sekolah, sekolah, dan masyarakat harus


seimbang dan saling bekerja sama dengan baik, sehingga tujuan

pendidikan secara utuh dapat dicapai dengan optimal.

5. Sikap Ideal Peserta Didik

Peserta didik juga perlu diberikan wawasan tentang sikap

yang ideal sebagai peserta didik; misalnya bahwa belajar atau

menuntut ilmu juga ibadah, amanah, dan rahmat dari Tuhan.

Dengan cara demikian, ia akan bertanggung jawab dalam

melaksanakan tugasnya dalam menuntut ilmu.

Sebagaimana pendapat Al Ghazali tentang etika peserta

didik terhadap seorang pendidik yaitu seorang peserta didik wajib

berbuat baik kepada pendidik dalam arti menghormati,

memuliakan dengan ucapan dan perbuatan, sebagai balas jasa atas

kebaikkan yang diberikan. Dan juga tidak menentang perintah

pendidik dan tidak berperilaku sombong terhadap pendidiknya

(Al Ghazali: 47). Menurut Abuddin Nata, pola hubungan yang

dirumuskan oleh Al Ghazali tersebut tampak masih sangat relevan

untuk diaplikasikan dalam kegiatan proses belajar-mengajar di

masa sekarang, karena pola tersebut disamping tidak akan

membunuh kreativitas pendidik dan peserta didik, juga dapat

mendorong terciptanya akhlak yang mulia di kalangan pelajar,

sebagaimana hal yang demikian itu menjadi cita-cita dan tujuan

pendidikan Islam pada khususnya, dan pendidikan lain pada

umumnya.
Bersamaan dengan itu, faktor bimbingan, teladan,

pembiasaan, latihan, serta pengawasan dari semua pihak (orang

tua, pendidik dan tokoh masyarakat) terhadap peserta didik harus

kokoh, konsisten, dan berkelanjutan, dan bukan saling

bertabrakan, atau tidak peduli sama sekali. Sikap komunikatif

antara semua pihak menjadi faktor penting bagi kelancaran

kegiatan belajar mengajar.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan yang telah diuraikan oleh penulis dapat

disimpulkan bahwa pemikiran Abuddin Nata tentang konsep pendidikan

Islam yaitu upaya membimbing, mengarahkan, dan membina peserta didik

yang dilakukan secara sadar dan terencana agar terbina suatu kepribadian

sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.

Adapun pemikirannya tentang konsep pendidik yaitu memenuhi

kualifikasi kompetensi, berpegang kepada kode etik, memperbaharui

kemampuan, menanamkan nilai luhur dan menumbuhkannya menjadi

budaya, kebiasaan, perilaku, jati diri, moral dan sikap mental. Sementara

konsep peserta didik yaitu dengan segenap potensi diperlukan bimbingan

dan pengawasan agar potensi yang dimiliki dapat berkembang secara

optimal dengan akhlak yang terbina.

Relevansi pemikiran Abuddin Nata tentang pendidik dan peserta

didik dalam praktek pendidikan Islam adalah keduanya sangat relevan

untuk diaplikasikan karena sesuai tujuan pendidikan Islam, selain

mendorong terciptanya akhlak mulia namun juga meningkatkan kreatifitas

pendidik dan peserta didik.


B. Saran

Berdasarkan penelitian di atas, penulis mengajukan beberapa saran

sebagai berikut:

1. Membangkitkan kembali esensi pendidikan dalam praktek pendidikan

Islam, yaitu dengan tidak hanya menekankan unsur pengajaran agama

yang identik dengan transfer of knowledge saja tanpa disertai dengan

upaya mengintegrasikan dengan problematik nyata yang ada di

sekitarnya dan sesuai dengan perkembangan zaman.

2. Hendaknya pendidik dapat menggunakan metode pendidikan yang

lebih manusiawi, menyenangkan dan menggairahkan minat belajar

peserta didik. Sehingga potensi dan bakat yang dimiliki peserta didik

dapat ditemukan dan dikembangkan ke arah yang lebih baik dan

optimal.

3. Membangun kesadaran pentingnya kerjasama yang terjalin antara

orang tua, pihak sekolah, dan masyarakat sebagai pendidik yang

bertanggung jawab atas keberhasilan peserta didik mencapai tujuan

pendidikan Islam.
DAFTAR PUSTAKA

„Ubaidillah, 2013. Pendidikan Islam Humanis Telaah Pemikiran Abuddin


Nata. Skripsi. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga.

Abdurrahman, Moeslim, 1997. Islam Transformatif. Jakarta: Pustaka


Firdaus.

Achmadi, 1992. Islam Sebagai Paradigma Pendidikan. Yogyakarta:


Aditya Media.

Ahmad Amin, Husayn, 1995. Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam.


Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Amin, Muhammad, 1992. Konsep Masyarakat Islam: Upaya Mencari


Identitas Dalam Era Globalisasi. Jakarta: Fikahati Aneka.

Amiruddin, Asmadi, 2015. Peran Pendidikan Agama Islam Untuk


Mewujudkan Akhlak Yang Ideal (Studi Atas Pemikiran Abuddin
Nata). Skripsi. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga.

Arifin, H.M, 1991. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

Bagheri Noarapast, Khosrow, 2001. Pendidikan Islam Wacana Alternatif.


Terj. Islamic Education. Jakarta: CITRA.

Bahri Djamarah, Syaiful, 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi
Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta.

Basri, Hasan, 1994. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: CV Pustaka Abadi.

Buchori, Mochtar. Ilmu Pendidikan dan Praktek Pendidikan dalam


Renungan. Jakarta: IKIP Muhammadiyah Jakarta Press.

D. Marimba, Ahmad, 1974. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam.


Bandung: Al Ma‟arif.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. 1998. Departemen Pendidikan dan


Kebudayaan. Jakarta: Balai pustaka. cet II.

Furqon Hidayatullah, M, 2009. Guru Sejati: Pembangun Insan


Berkarakter Kuat & Cerdas. Surakarta: Yuma Pustaka.
Hasan Fahmi, Asma, 1974. Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam. Terj.
Ibrahim Husein dari Mabadi‟ al-Tarbiyah al-Islamiyyah. Jakarta:
Bulan Bintang.

Hasbullah, 2005. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan: Umum dan Agama Islam.


Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Langgulung, Hasan, 1980. Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan Islam.


Bandung: Al Ma‟arif.

Lestari, Siti, 2010. Pemikiran Hamka tentang Pendidik dalam Pendidikan


Islam. Skripsi. Salatiga: STAIN Salatiga.

Mansur, 2004. Sejarah Sarekat Islam dan Pendidikan Bangsa.


Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Muhaimin, 2011. Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan


Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo.

Mulyasa, E, 2008. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung:


Rosdakarya.

Nata, Abuddin, 1996. Akhlak Tasawuf. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Nata, Abuddin, 1997. Filsafat Pendidikan Islam. Cet. 1. Jakarta. Logos


Wacana Ilmu.

Nata, Abuddin, 2012. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Raja Grafindo


Persada. Jakarta.
Nata, Abuddin, 2003. Manajemen Pendidikan Mengatasi Kelemahan
Pendidikan Islam Indonesia. Cet. 1. Jakarta: Preda Media.

Nata, Abuddin, 2004. Metodologi Studi Islam, Cet. 4. Jakarta: Raja


Grafindo Persada.

Nata, Abuddin, 2001. Paradigma Pendidikan Islam. Cet.1. Jakarta: Raja


Grafindo Persada.

Nata, Abuddin, 2011. Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat. Jakarta:


Raja Grafindo Persada.

Nata, Abuddin, 2000. Perspektif Islam Tentang Pola Hubungan Guru-


Murid. Cet.1. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Nata, Abuddin, 2014. Perspektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran.


Cet.3. Jakarta: Kencana.
Nata, Abuddin, 2005. Tokoh-Tokoh Pembaruan Pendidikan Islam di
Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Nurfuadoi, 2012. Profesionalisme Guru. Purwokerto: STAIN Press.

Rasyid Dimas, Muhammad, 2008. 25 Kiat Memengaruhi Jiwa dan Akal


Anak. Terj. Al-Inshat Al-In‟ikasi (Khamsun Wa „Isyruna Thariqah
Lit-Ta‟tsir Fi Nafsi Ath-Thifli Wa „Aqlihi). Bandung: Arkan
Publishing.

Sahrodin, 2016. Pemikiran Abuddin Nata tentang Konsep Pendidikan


Islam. STAI An-Nur Lampung. Jurnal.

Siti Rohyani, Ema, 2015. Pemikiran Pendidikan Agama Islam dalam


Perspektif Prof. Achmad. Skripsi. Salatiga: STAIN Salatiga.

Suparlan, 2005. Menjadi Guru Efektif. Yogyakarta: Hikayah Publishing.

Surawardi dan Dina Amalia, 2011. Konsep Pendidikan Islam Menurut


Abudin Nata. Jurnal Ilmiah Al-Falah Keislaman dan
Kemasyarakatan. Vol XI No 20. Banjarbaru: STAI Al-Falah.

Syaodih Sukmadinata, Nana, 1997. Pengembangan Kurikulum Teori dan


Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Wahyu Wulandari, Eka, 2016. Konsep Pendidikan Islam Perspektif Hasan


Langgulung dan Abuddin Nata (Studi Tentang Tujuan, Kurikulum,
dan Metode Pendidikan Islam Perspektif Hasan Langgulung dan
Abuddin Nata). Skripsi. Surabaya: UIN Sunan Ampel Surabaya.

Yusuf, Syamsul., 2014. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT


RajaGrafindo.
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3

DAFTAR NILAI SKK

Nama : AIDA DWI RAHMAWATI


NIM : 111-13-042
Pembimbing Akademik : MUH. SAEROZI M. Pd.
Fakultas : Tarbiyah
Jurusan : Pendidikan Agama Islam

No. Jenis Kegiatan Pelaksanaan Jabatan Nilai


Orientasi Pengenalan Akademik dan
Kemahasiswaan (OPAK) oleh
26-27
1. PESERTA 3
Dewan Eksekutif Mahasiswa Agustus 2013
(DEMA) STAIN Salatiga
Orientasi Pengenalan Akademik dan
Kemahasiswaan (OPAK) oleh
29 Agustus
2. PESERTA 3
Himpunan Mahasiswa Jurusan 2013
(HMJ) Tarbiyah STAIN Salatiga
USER EDUCATION (Pendidikan
Pemakai Perpustakaan) oleh UPT 16 September
3. PESERTA 2
2013
Perpustakaan STAIN Salatiga
Sertifikat Training Pembuatan
Makalah oleh Lembaga Dakwah
18 September
4. PESERTA 2
Kampus (LDK) Darul Amal STAIN 2013
Salatiga
Sertifikat Training Motivasi dan
Lomba Rangking 1 oleh Lembaga
26 September
5. PESERTA 2
Dakwah Kampus (LDK) Darul 2013
Amal STAIN Salatiga

Piagam Penghargaan KISMIS 10 Oktober


6. PESERTA 2
2013
(Kajian Intensif Mahasiswa) dengan
tema “Agar Shalat Bukan Sekedar
Kewajiban, namun Kebutuhan” oleh
Lembaga Dakwah Kampus (LDK)
Darul Amal STAIN Salatiga

Sertifikat Ibtida‟ dengan tema


“Mahasiswa Rabbani Pembangun
19-20
7. Peradaban Negeri” oleh Lembaga PESERTA 2
Oktober 2013
Dakwah Kampus (LDK) Darul
Amal STAIN Salatiga.
Sertifikat Talkshow Spirit Of Global
Entrepreneurship dengan tema
“How To Be A Successfull Creative
8. 7 April 2014 PESERTA 2
Preneur to Face ASEAN Economic
Community 2015” oleh KOPMA
FATAWA STAIN Salatiga
Sertifikat Kegiatan Pelatihan
Jurnalistik Tingkat Lanjut (PJTL)
LPM DinamikA dengan tema
17-18 Mei
9. PESERTA 2
“Idealisme Mahasiswa sebagai 2014
Modal Utama Penggerak Jurnalistik
Kampus” STAIN Salatiga
Piagam Penghargaan dalam acara
Lomba Cerpen Islami oleh Lembaga
10. 28 Mei 2014 PESERTA 3
Dakwah Islam (LDK) Darul Amal
STAIN Salatiga
Sertifikat Kegiatan Pra Ibtida‟
dengan tema “Bedah Buku
1 Oktober
11. PANITIA 3
Membidik Bintang” oleh Lembaga 2014
Dakwah Kampus (LDK) Darul
Amal STAIN Salatiga
Sertifikat Kegiatan Pra Ibtida‟
dengan tema “Training Pembuatan
Makalah” oleh Lembaga Dakwah 17 September
12. PANITIA 3
2014
Kampus (LDK) Darul Amal STAIN
Salatiga
Piagam Penghargaan dalam
Kegiatan dengan tema
“Mempertegas Peran Pendidikan
dalam Mencerahkan Masa Depan
19 November
13. PESERTA 2
Anak Bangsa” oleh Himpunan 2014
Mahasiswa Islam (HMI) Cabang
Salatiga Komisariat Walisongo di
Balai Dukuh Jangkungan Salatiga
Sertifikat dalam acara Seminar
Nasional dengan tema “Peranan
Technopreneur dalam Mendukung
14. 15 April 2015 PESERTA 8
Program Pemerintah Melalui
Ekonomi Kreatif” oleh KOPMA
Fatawa IAIN Salatiga
Sertifikat Seminar Nasional DEMA
FTIK dengan tema “Peningkatan
Profesionalisme Guru Sebagai
23 November
15. PESERTA 8
dalam Pembelajaran di Era 2015
Globalisasi” oleh DEMA FTIK
IAIN Salatiga
Sertifikat Seminar Nasional dengan
tema “Geliat Masyarakat Urban” 25 Maret
16. PESERTA 8
2016
oleh LPM DinamikA IAIN Salatiga

17. 26 April 2016 PESERTA 8


Sertifikat Seminar Nasional dengan
tema “Memperkuat Peran Pemuda
dalam Meningkatkan Ekonomi
Nasional Melalui Kewirausahaan”
oleh KOPMA Fatawa IAIN Salatiga
Sertifikat Seminar Nasional dengan
tema “Metodologi Penafsiran
Kontemporer; Al Qur‟an dalam
18. 23 Mei 2016 PESERTA 8
Problematika Kemanusiaan” oleh
Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu
Al Qur‟an dan Tafsir IAIN Salatiga
Sertifikat Seminar Nasional dengan
tema “Indonesia Budayaku
Indonesia Warisanku (Salatiga Kota
19. 2 Juni 2016 PESERTA 8
Pusaka)” oleh Himpunan
Mahasiswa Jurusan PGMI IAIN
Salatiga
Sertifikat Praktik Pengembangan
Profesi oleh Yayasan Madrasah 8 Agustus – 8
20. September PESERTA 2
Aliyah Al Manar Bener Tengaran
2016
Semarang
Sertifikat Seminar Nasional dengan
tema “Memandang Jurnalisme dari
24 September
21. PESERTA 8
Perspektif Gender” oleh LPM 2016
DinamikA IAIN Salatiga
Seminar Nasional Lembaga Dakwah
Kampus Fathir Ar Rasyid IAIN
26 November
22. PESERTA 8
Salatiga di Aula SMA 3 Salatiga 2016

Sertifikat Seminar Nasional dengan 10 Desember


23. PESERTA 8
2016
tema “Menumbuhkan Jiwa
Kewirausahaan Melalui Usaha
Lampiran 4

RIWAYAT HIDUP

1. Nama : Aida Dwi Rahmawati


2. Tempat dan Tanggal Lahir : Kuala Pembuang, 27 Juni 1995
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Warga Negara : Indonesia
5. Agama : Islam
6. Alamat : Kalibanger, Kecamatan Sumowono,
Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.
7. No Telp : 0857 2932 3600
8. E-Mail : aidadwiinizuka@gmail.com
9. Riwayat Pendidikan :
a. SDN 4 Kuala Pembuang II : Lulus Tahun 2006
b. SMPN 4 Kuala Pembuang : Lulus Tahun 2009
c. SMA Muhammadiyah : Lulus Tahun 2013
Sumowono
d. IAIN Salatiga : Lulus Tahun 2017
10. Pengalaman Organisasi :
a. Web Editor
LPM DinamikA : Tahun 2015-2016

Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Salatiga, 11 Agustus 2017


Penulis

Aida Dwi Rahmawati


NIM: 111 13 042
Lampiran 6

PROF. DR. H. ABUDDIN NATA, MA.


Lampiran 5

Anda mungkin juga menyukai