Anda di halaman 1dari 117

INTERNALISASI NILAI-NILAI KEAGAMAAN PADA PESERTA DIDIK

DI MADRASAH DINIYAH TAKMILIYAH AWALIYAH (MDTA)


ALKHAIRAAT DESA TONTALETE KECAMATAN KEMA
KABUPATEN MINAHASA UTARA

Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI)

Oleh :

DIZA ARSITA BAYAHU


NIM: 17.2.3.087

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
MANADO
2022
ii
iii
KATA PENGANTAR

‫ۡٱلرح َٰم ِن ه‬
ۡ‫ۡٱلر ِح ِيم‬ ِ ‫ِبسۡ ِم ه‬
‫ۡٱَّلل ه‬

Puji syukur kehadirat Allah swt, Tuhan Yang Maha Segala-galanya,

karena atas izin dan kuasa-Nya, karya tulis yang berjudul “Internalisasi Nilai-Nilai

Keagamaan Pada Peserta Didik Di Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah

(MDTA) Alkhairaat Desa Tontalete Kecmatan Kema Kabupaten Minahasa Utara”

dapat diselesaikan dengan baik. Semoga atas izin-Nya pula karya tulis ini dapat

bermanfaat bagi lembaga pendidikan. Demikian pula sebagai umat Rasulullah

saw, patut menghaturkan sholawat dan salam kepadanya, para keluarga dan

sahabatnya, semoga rahmat yang telah Allah limpahkan kepadanya akan sampai

kepada seluruh umatnya.

Dalam penulisan skripsi ini, tidak sedikit tantangan dan hambatan yang

dialami, tetapi berkat pertolongan Allah swt dan motivasi serta dukungan dari

berbagai pihak akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan meskipun secara jujur

masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritikan

yang sifatnya membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini dan

tidak lupa pula menyampaikan penghargaan ucapan terima kasih terutama kepada

Dr. Adri Lundeto, M.Pd.I selaku pembimbing I dan Dr. Mustafa, M.Pd.I selaku

pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, motivasi, kritik, serta saran

dan pengarahan terbaik, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan

baik.

Tak lupa pula ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan

yang terhormat kepada

1. Delmus Puneri Salim, S.Ag, M.A., M.Res., Ph.D, selaku Rektor Institut

Agama Islam Negeri (IAIN) Manado dan seluruh jajarannya.

iv
2. Dr. Ardianto, M.Pd, selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Manado.

3. Wakil Dekan I Bidang Akademik dan Pengembangan Lembaga Dr.

Mutmainah, M.Pd

4. Wakil dekan II bidang Administrasi Umum, Perencanaan dan Keuangan Dr.

Adri Lundeto, M.Pd.I

5. Wakil dekan III Bidang Kemahasiswaan dan Kerja Sama Dr. Feiby Ismail,

M.Pd

6. Dra. Nurhayati, M.Pd.I Selaku Ketua Program Studi Pendidikan Agama


Islam (PAI) Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) Institut Agama

Islam Negeri (IAIN) Manado.

7. Penguji 1 Dr. Moh. S. Rahman, M.Pd.I dan penguji 2 bapak Faisal Ade

M.Pd yang selalu memberikan saran serta masukan sehingga skripsi ini

menjadi lebih baik

8. Tenaga kependidikan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) Institut

Agama Islam Negeri (IAIN) Manado, yang telah banyak membantu penulis

dalam berbagai pengurusan dan penyelesaian segala administrasi.

9. Kepala perpustakaan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Manado beserta

stafnya yang telah banyak memberi bantuan baik kesempatan membaca di

perpustakaan maupun pelayanan peminjaman buku.

10. Dosen penasehat akademik Abrari Ilham, M.Pd.I

11. Kedua orang tua tercinta Mama Satria Husain dan Papa Iskandar Bayahu,

adik Tidar Bayahu beserta keluarga besar yang selalu mendoakan,

memberikan semangat, kasih sayang serta memberikan bantuan moral

maupun material kepada penulis.

v
12. Kepala MDTA Alkhairaat desa Tontalete, guru-guru serta orang tua peserta

didik yang telah membantu penulis untuk mendapatkan informasi dalam

penelitian ini.

13. Sahabat Rizka Djafar S.Pd yang telah berhasil menyelesaikan S1, Indarti

Purwanto yang saat ini juga masih dalam proses semoga bisa segera

menyelesaikan S1 bersama-sama

14. Sahabat seperjuangan PAI B 2017 Khususnya Rifaldi Potabuga, Deva Supit,

Jihan Mokoagow, Zulvikri Masira, Faisal Danial, Nazri Mokoagow, Glen

Makalalag, Yuni Luawo dan Devithania Enga, yang selama ini selalu
memberikan bantuan baik moral maupun material yang juga masih sama-

sama berjuang menyelesaikan skripsi, semoga dimudahkan

15. Teman-teman seperjuangan PPKT Posko 1 Bitung khususnya Risnawati

Landere, Nurul Lareken, Rahmatia Balu dan Mukhlis Karim yang selalu

memberikan semangat dan motivasi

16. Sahabat Veronica Suleman S.E, Rifai Mustapa, S.Tr.T yang selalu

membantu penulis baik dalam bentuk moral dan material dan juga selalu

memberikan semangat dan doa

17. Semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan satu persatu yang juga

telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini

Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan

semoga pula segala partisipasinya akan memperoleh imbalan yang berlipat ganda

dari Allah swt. Aamiin.


Manado, 23 Mei 2022
Penulis

Diza Arsita Bayahu


NIM. 17.2.3.087

vi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ......................................................... ii

PENGESAHAN SKRIPSI .............................................................................. iii

KATA PENGANTAR .................................................................................... iv

DAFTAR ISI ................................................................................................... vii

DAFTAR TABEL ........................................................................................... ix

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... x

ABSTRAK ...................................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1-15

A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1

B. Rumusan dan Batasan Masalah ............................................... 8

C. Pengertian Judul ....................................................................... 9

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................ 14

BAB II LANDASAN TEORETIS ............................................................. 17-35

A. Internalisasi .............................................................................. 17

B. Nilai-Nilai Keagamaan ............................................................. 21

C. Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah................................. 29

D. Penelitian Yang Relevan .......................................................... 32

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................... 36-43

A. Jenis Dan Pendekatan Penelitian ............................................. 36

B. Tempat Dan Waktu Penelitian ................................................. 36

C. Sumber Data ............................................................................ 37

D. Teknik Pengumpulan Data ...................................................... 38

E. Instrumen Penelitian ................................................................ 39

F. Teknik Analisis Data ................................................................ 39

vii
G. Penguji Keabsahan Data .......................................................... 41

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................ 43-73

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ....................................... 43

B. Hasil Temuan Penelitian ........................................................... 47

C. Pembahasan ............................................................................. 64

BAB V PENUTUP .................................................................................... 74-75

A. Kesimpulan .............................................................................. 74

B. Saran ........................................................................................ 75

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 76-78


LAMPIRAN-LAMPIRAN ...............................................................................

IDENTITAS PENULIS ...................................................................................

viii
DAFTAR TABEL

Table 4.1 Identitas Madrasah ............................................................................. 43

Tabel 4.2 Sarana Dan Prasarana ........................................................................ 44

Tabel 4.3 Keberadaan Peserta Didik .................................................................. 44

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Surat Permohonan Izin Penelitian

Surat Keterangan Penelitian

Surat Keterangan Wawancara

Pedoman Wawancara dan hasil wawancara

Pedoman Observasi dan hasil observasi

Dokumentasi penelitian

x
ABSTRAK

Nama : Diza Arsita Bayahu


NIM : 17.2.3.087
Program Studi : Pendidikan Agama Islam (PAI)
Judul : Internalisasi Nilai-Nilai Keagamaan Pada Peserta Didik Di
Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah (MDTA) Alkhairaat
Desa Tontalete Kecamatan Kema Kabupaten Minahasa Utara
Skripsi ini mengkaji tentang internalisasi nilai-nilai keagamaan pada peserta
didik di MDTA Alkhairaat Desa Tontalete Kecamatan Kema Kabupaten Minahasa
Utara. Pokok permasalahannya yaitu meliputi proses internalisasi nilai keagamanaan
khususnya pada masalah ibadah yang berkaitan dengan sholat lima waktu, doa sehari-
hari serta pengenalan huruf hijaiyah (mengaji). Adapun tujuan pada penelitian ini
adalah untuk mengetahui proses internalisasi nilai-nilai keagamaan khususnya nilai
ibadah sholat lima waktu, kebiasaan membaca doa sehari-hari dan pengenalan huruf
hijaiyah (mengaji) pada peserta didik di MDTA Alkhairaat Desa Tontalete
Kecamatan Kema Kabupaten Minahasa Utara serta apa saja faktor penghambat dan
faktor pendukungnya.
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah kualitatif deskriptif
dengan menggunakan teknik pengumpulan data yaitu observasi, wawancara dan
dokumentasi serta menggunakan instrumen observasi, instrumen wawancara dan
instrumen dokumentasi. Sumber data didapatkan dari data primer dan sekunder
dalam teknik pengolahan dan analisis data menggunakan reduksi data, penyajian dan
verifikasi. Kemudian untuk penguji keabsahan data penelitian ini menggunakan
triangulasi sumber, triangulasi teknik dan triangulasi waktu.
Hasil penelitian menunjukan bahwa dalam internalisasi nilai ibadah sholat
lima waktu prosesnya melalui pelajaran Fiqih, pelaksanaan praktek dan pembiasaan
melalui kartu sholat. Selanjutnya pembiasaan membaca doa sehari-hari melalui mata
pelajaran Akhlak, pejelasan pentingnya membaca doa sebelum melakukan sesuatu,
menghafal dan pengulangan. Selanjutnya dalam proses pengenalan huruf hijaiyah
dilakukan secara bertahap mulai cara penyebutan huruf hijaiyah dan penulisan huruf
hijaiyah, kemudian dengan pelajaran Tafriq, Tausil, Imlah dan juga ilmu tajwid.
Selain itu juga digunakan metode dirosa. Faktor penghambat dalam proses
internalisasi nilai-nilai keagamaan pada peserta didik yaitu kemampuan peserta didik
yang berbeda-beda, kurangnya perhatian orang tua kepada anaknya serta lingkungan
sekitar yang kurang baik. Faktor pendukung dalam proses internalisasi nilai-nilai
keagamaan pada peserta didik yaitu pemilihan metode pembelajaran yang tepat oleh
guru disesuaikan dengan karakter peserta didik, perhatian orang tua dalam aktivitas
anak sehari-hari dan kerja sama antara orang tua dan guru agar proses internalisasi
dapat terlaksana dengan baik.
Kata Kunci: Internalisasi Nilai-Nilai Keagamaan, Madrasah Diniyah Takmiliyah
Awaliyah.

xi
xii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Saat ini masyarakat menghadapi sebuah persoalan bahwa kehidupan moderen

tidak hanya membawa dampak positif tetapi juga dampak negatif. Dampak negatif

yang dimunculkan membawa efek buruk kepada masyarakat terutama pada peserta

didik. Kebanyakan peserta didik terkena dampak negatifnya dari pada dampak
positifnya karena mereka masih sulit membedakan. Pendidikan agama seharusnya

menjadi garda terdepan dan menjadi solusi dari permasalahan ini.

Pendidikan agama memiliki peranan penting dalam membentengi peserta

didik dari pengaruh negatif lingkungan sekitar. Cara membentengi pengaruh negatif

yaitu dengan menanamkan nilai-nilai keislaman yang akan menumbuhkan akhlakul

karimah. Dalam menghadapi masalah tersebut, peserta didik harus memiliki bekal

pendidikan agama yang kuat. Peserta didik dengan kondisi psikologis yang belum

matang dan mudah terpengaruh lingkungan perlu dipersiapkan dengan baik yang

dibekali dengan penanaman nilai-nilai agama. Pendidikan agama hanya disampaikan


secara teoretis saja dengan mengesampingkan aspek aplikatifnya. Nilai-nilai agama

hanya dihafal sehingga hanya berhenti pada wilayah kognitif, tidak sampai

menyentuh aspek afektif dan psikomotorik.1

Mendidik anak sebagai generasi masa depan yang memiliki dasar nilai-nilai

keagamaan adalah mutlak jika diinginkan sebuah perubahan menuju perbaikan moral

anak dimasa yang akan datang demi kejayaan bangsa dan kemaslahatan agama,

1
Asmaun Sahlan, Mewujudkan Budaya Religius Di Sekolah: Upaya Mengembangkan
Teori Dari Teori Ke Aksi, (Malang: UIN Maliki Press, 2017), h. 76.

1
karena mereka akan merasakan fenomena kehidupan yang lebih kompleks dan jauh

berbeda dengan kondisi karakter yang dirasakan sekarang. Ajaran Islam menaruh

perhatian besar terhadap pendidikan anak sedini mungkin.

Nilai keagamaan banyak terkandung dalam Al-Qur‟an, salah satunya yaitu

nilai akhlak tentang kejujuran. Allah swt berfirman dalam Q.S. An-Nisa‟/4: 9.
‫َي ُ ْ ذ‬ َ َ ْ ُ َ ً َٰ َ ٗ‫ُ ذ‬ ‫َ ي‬ ْ ُ َ َ َ ‫َيَ ي َ ذ‬
ََ ‫َعل يي ِه يم َفل َي ذخلوا َٱ‬
َ‫ّلل‬ ‫َضعفا َخافوا‬ِ ‫ِيو َل يو َح َركوا َن يِو َخل ِف ِه يم َذ ّرِيث‬
َ ‫ش َٱَّل‬
َ ‫وۡلخ‬
ً ‫َسد‬ ٗ َ ْ ُ ُ ‫ي‬
َ٩َ‫يدا‬ ِ َ ‫َوۡلَلولواَك يوٗل‬
Terjemahnya
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka
khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka
bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang
benar.2
Dalam tafsir Al-Misbah karangan M. Quraish Shihab dijelaskan penafsiran
Q.S. An-Nisa‟/5: 9 Dan hendaklah orang-orang yang memberi aneka nasihat
kepada pemilik harta, agar membagikan hartanya kepada orang lain sehingga
anak-anaknya terbengkalai, hendaklah mereka membayangkan seandainya
mereka akan meninggalkan di belakang mereka, yakni setelah kematian
mereka anak-anak yang lemah, karena masih kecil atau tidak memiliki harta,
yang mereka khawatir terhadap kesejahteraan atau penganiayaan atas mereka,
yakni anak-anak yang lemah itu.3 Apakah jika keadaan serupa mereka alami,
mereka akan menerima nasihat-nasihat seperti yang mereka berikan itu? Tentu
saja tidak! Karena itu hendaklah mereka takut kepada Allah, atau keadaan
anak-anak mereka di masa depan. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa
kepada Allah dengan mengindahkan sekuat kemampuan seluruh perintah-Nya
dan menjauhi larangan-Nya dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan
yang benar lagi tepat.
Akhlak yang merupakan salah satu bagian dari pada nilai-nilai pendidikan

Islam tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan umat manusia, terutama dalam

kehidupan anak atau peserta didik. Akhlak yang baik adalah mutiara hidup yang

membedakan makhluk manusia dan makhluk hewani. Manusia tanpa akhlak yang

2
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Surabaya: Halim, 2014), h.
78.
3
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Jilid 2, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 354.

2
baik akan hilang derajat kemanusiaannya sebagai makhluk Allah yang paling mulia

dan sempurna. Pada garis besarnya, ajaran akhlak sangat erat kaitannya dengan sikap

serta perbuatan manusia terhadap khalik dan makhluk, sehingga akhlak lebih dikenal

sebagai bentuk aplikasi dari ajaran akidah dan syariah. Sehingga untuk mengukur

kekokohan dari keimanan seseorang salah satu indikatornya dapat diketahui dari

kebagusan akhlaknya, sedangkan untuk menilai kebagusan akhlak manusia dapat

diketahui melalui hukum syariah (wajib, haram, sunnah, makruh dan mubah).

َ ٌ َ َ ‫َ ذ ََ َ َ ذ ََ َْ ْ َ ُ َ َ َ ذ‬
Sebagaimana dalam hadis Nabi Muhammad saw, bersabda:
َْ‫َعو‬ ْ َ ُْ َُ ُ ََ ‫َ ذ‬
‫َحف ٍط َحدثيا َأ ِِب َحدثيا َاْلعهش َكال َحدث ِِن َصلِيق‬ ‫حدثيا َعهر َبو‬
ُ َ ْ ُ َ َْ َ َ ْ َُ َُّ ْ َ ْ ‫َ َ ُذ ُ ُ ً َ َ َ ْ ذ‬ ُ ْ َ
َ‫َر ُسول‬ ‫وقَكالَكياَجلوساَنعَعت ِدَاّللَِة ِوَعه ٍروَُي ِدثياَإِذَكالَلمَيكو‬ ٍ ‫مْس‬
َُ َ ‫ذُ َ َ َُ ُ ذ‬ ً ّ ََُ ََ ً َ َ‫ذ َ ذ ذُ َ َْ َ َ ذ‬
َ‫ارك ْم‬ ‫خي‬
ِ َ ‫حضا َِإَوىً ََكن َيلول َإِن‬ِ ‫حضا َوٗل َنخف‬ِ ‫اّللِ َظَّل َاّلل َعليًِ َوس َلم َفا‬
ً َْ َ ْ ُ ُ َ َ
4
)‫سيكمَأخَلكاَ(رواهَابلخاري‬ ِ ‫أحا‬
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami 'Umar bin Hafsh telah menceritakan kepada
kami Ayahku telah menceritakan kepada kami al-A'masy dia berkata; telah
menceritakan kepadaku Syaqiq dari Masruq dia berkata; "Kami pernah duduk-
duduk sambil berbincang-bincang bersama „Abdullah bin 'Amru, tiba-tiba dia
berkata; "Rasulullah saw. tidak pernah berbuat keji dan tidak pula menyuruh
berbuat keji, bahwa beliau bersabda: "Sesungguhnya sebaik-baik kalian
adalah yang paling mulia akhlaknya”. (HR. al- Bukhari)

Hadits di atas memberikan keterangan bahwa akhlak yang baik merupakan

sebuah misi kerasulan. Akhlak yang dimaksud di sini bukan hanya akhlak yang baik

secara horizontal tetapi juga secara vertikal.

4
Abi„Abdillah Muhammad Ibn Ismail Ibn Ibrahim Ibn Mugirah, Bardizbah al- Bukhari al-
Ja‟fi, S{ah}ih} al-Bukhari, Juz IV (Beirut: Dar-al-Kutub al-„Ilmiyyah, 1992), h. 5578.

3
Mutu pendidikan agama yang ada saat ini belum memenuhi harapan

masyarakat pada umumnya. Ada beberapa indikasi atau gejala yang terjadi

dibeberapa sekolah seperti kemampuan membaca Al-Qur‟an yang masih rendah,

kesadaran beribadah yang masih kurang serta kurangnya sopan santun dan rasa

hormat terhadap orang tua, guru dan teman sebaya. Belum lagi mengenai

ketercapaian peserta didik dalam mengikuti pelajaran agama di kelas yang masih jauh

dari Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Hal ini menjadi masalah dalam
pengembangan pendidikan agama di sekolah.

Pelaksanaan pendidikan agama Islam di sekolah masih banyak mengalami

kelemahan. Muchtar Buchori menilai bahwa pendidikan agama saat ini masih gagal.

Kegagalan ini terjadi karena dalam praktinya pendidikan agama hanya

memperhatikan aspek kognitif semata dari pada pertumbuhan kesadaran nilai-nilai

ajaran agama dan mengabaikan pembinaan aspek afektif dan kognitif, yakni

kemampuan dan tekad untuk mengamalkan nilai-nilai ajaran agama.5

Dalam kurikulum pendidikan agama Islam, tujuan pendidikan agama Islam di

sekolah atau madrasah yaitu untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan,


melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta

pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim

yang terus berkembang dalam hal keimanan, ketaqwaannya kepada Allah swt.6

Sedangkan dalam penerapan kurikulum di lembaga pendidikan formal, pendidikan

agama Islam diberikan pada satu mata pelajaran saja, yaitu mata pelajaran pendidikan

agama Islam atau yang biasa disebut PAI dalam alokasi waktu yang singkat yaitu 3

5
Abdul Majid, Belajar Dan Pembelajaran Agama Islam, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2014), h. 10.
6
Abdul Majid, Belajar Dan Pembelajaran Agama Islam, h. 16.

4
jam pelajaran saja dalam 1 minggu atau setara dengan 120 menit saja sehingga

pemahaman dan pendalaman peserta didik terhadap materi Pendidikan agama Islam

atau yang disebut PAI kurang maksimal. Oleh karena itu banyak peserta didik yang

menempuh pendidikan formal di sekolah umum memiliki kualitas pendidikan agama

yang masih kurang.

Melihat fakta yang terjadi, kita harus mengakui bahwa upaya pendidikan

Nasional telah cukup banyak berperan, tetapi pelaksanaannya masih belum maksimal
dan hanya mampu menyentuh segelintir putra terbaik bangsa. Keterpurukan

pendidikan disebabkan oleh sistem pendidikan yang masih bersifat parsial sehingga

output yang dihasilkan belum membentuk manusia seutuhnya.

Berbeda dengan peserta didik yang menempuh pendidikan di lembaga

pendidikan berbasis Islam seperti Madrasah Ibtidaiyah, Madrsah Tsanawiyah dan

Madrasah Aliyah mereka mendapatkan materi pendidikan agama Islam lebih banyak.

Sesuai dengan Kepetusan Menteri Agama Nomor 184 tahun 2019 tentang pedoman

implementasi kurikulum pada madrasah, dalam kepetusan ini yang dimaksud dengan

madrasah adalah satuan pendidikan formal dalam binaan Menteri Agama yang
menyelenggarakan pendidikan umum dan kejujuran dengan kekhasan agama Islam

yang mencakup Raudathul Athfal, Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah,

Madrasah Aliyah dan Madrasah Aliyah Kejuruan. Dalam struktur kurikulumnya mata

pelajaran agama yang termasuk di dalamnya yaitu Aqidah Akhlak, Fiqih, Al-Qur‟an

Hadits dan Sejarah Kebudayaan Islam.7 Dari jumlah jam pelajaran saja sudah sangat

jelas perbedaan antara sekolah umum dan sekolah yang berbasis Islam (madrasah).

7
Keputusan Menteri Agama Nomor 184 Tahun 2019 Tentang Pedoman Implementasi
Kurikulum Pada Madrasah, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama
Republik Indonesia 2019, h. 7.

5
Dalam hal ini perlu ada suatu usaha yang nyata untuk menjaga atau

membentuk perilaku suatu generasi agar lebih baik. Hal ini sesuai dengan tujuan

pendidikan menurut UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar belajar dan proses pembelajaran agar anak

secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, melalui pendidikan diharapkan


anak tidak hanya memiliki kecerdasan akademis saja, tetapi juga diimbangi dengan

nilai-nilai keagamaan dan keterampilan yang menjadikan anak menjadi manusia yang

utuh.

Meskipun di sekolah umum peserta didik sudah mendapatkan pembelajaran

agama, hal tersebut dirasa belum cukup memadai untuk bekal keagamaan peserta

didik. Ilmu agama yang diperoleh dari sekolah dirasa masih jauh dari harapan, oleh

karena itu para orang tua berusaha melakukan berbagai cara untuk menambah

pendidikan agama bagi anak-anaknya. Salah satunya dengan cara memasukan anak-

anak mereka pada lembaga pendidikan keagamaan yang ada dimasyarakat seperti
TPQ (taman pengajian Al-Qur‟an) dan Madrasah Diniyah.

Keberadaan Madrasah Diniyah menjadi harapan masyarakat, selain

memberikan pengetahuan ilmu agama juga dapat memberikan aktivitas yang positif

bagi anak dimasa perkembangannya. Madrasah Diniyah yang muncul dimasyarakat

telah memperlihatkan peran penting dalam membantu pendidikan agama bagi peserta

didik dari sekolah umum dan pembentukan moral serta budi pekerti luhur bagi

generasi muda pada umumnya.

6
Secara teoretis seharusnya Madrasah Diniyah dapat membentuk kepribadian

atau menanamkan nilai-nilai keagamaan pada peserta didik. Hal ini sesuai dengan

tujuan pendidikan agama Islam khususnya. Madrasah Diniyah yaitu untuk

menjadikan peserta didik beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Dalam pendidikan Madrasah Diniyah diharapkan nilai-nilai keagamaan diberikan

atau ditransformasikan pada awal kehidupan diusia dini agar nilai-nilai ini betul-betul

tertanam dan menjadi bagian integral dalam dirinya dan kehidupannya.


Menyikapi hal tersebut, Madrasah Diniyah dengan ciri khas pendidikan

Diniyahnya (khusus agama Islam) yang menyadari pentingnya tambahan pendidikan

agama bagi peserta didik dalam usaha menanamkan nilai-nilai keagamaan pada

peserta didik yang ada di desa Tontalete.

Madrasah Diniyah Takmilyah Awaliyah (MDTA) Alkhairaat adalah lembaga

pendidikan keagamaan yang berada di desa Tontalete kecamatan Kema kabupaten

Minahasa Utara yang menyelenggarakan pendidikan Islam yang menunjang

pendidikan formal yang ada dengan menanamkan nilai-nilai agama sebagai pondasi

dalam membentuk karakter yang Islami. Alkhairaat adalah organisasi Islam terbesar
di Indonesia Timur yang berbasis di Palu, Sulawesi Tengah. Organisasi ini didirikan

oleh ulama Arab Indonesia yang lahir di Hadhramaut bernama Habib Sayyid Idrus

bin Salim al-Jufri.8 Jadi Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah Alkhairat desa

Tontalete Kecamatan Kema Kabupaten Minahasa Utara adalah Madrasah Diniyah

Awaliyah yang di bawah naungan lembaga pendidikan Islam Alkhairaat.

Madrasah ini diharapkan mampu menjadi pengendali perilaku peserta didik

yang hanya menempuh pendidikan di sekolah umum agar dapat menerima pendidikan

8
https://id.wikipedia.org/wiki/Alkhairaat

7
agama Islam yang cukup. Masyarakat dalam hal ini orang tua menganggap Madrasah

Diniyah Takmilyah Awaliyah Alkhairaat Tontalete Kecamatan Kema Kabupaten

Minahasa Utara dapat membimbing dan menginternalisasi peserta didik di desa

Tontalete karena di sana peserta didik bukan hanya sekedar belajar mengaji tetapi

juga belajar agama yang menyangkut Akhlak, Fiqih, Tarikh dan semua yang

menyangkut tentang agama. Maka dari itu, dalam pembelajaran di madrasah tersebut,

menekankan untuk membangun dasar-dasar agama terhadap Peserta didik di Desa


Tontalete Kecamatan Kema Kabupaten Minahasa Utara sehingga memilki dasar

pendidikan Islam yang baik.

Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk

mengetahui bagaimana proses internalisasi nilai-nilai keagamaan pada peserta didik

di Madrasah Diniyah Takmilyah Awaliyah Alkhairaat yang ada di Desa Tontalete

Kecamatan Kema Kabupaten Minahasa Utara.

B. Rumusan Dan Batasan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, maka penulis

merumuskan pokok masalah dalam penelitian skripsi ini yaitu bagaimana


internalisasi nilai-nilai keagamaan pada peserta didik di Madrasah Diniyah

Takmiliyah Awaliyah Alkhairaat yang ada di Desa Tontalete Kecamatan Kema

Kabupaten Minahasa Utara?

1. Rumusan Masalah

Dari uraian pokok masalah di atas, penulis dapat mengemukakan sub masalah

yang akan diteliti pada skripsi ini yaitu sebagai berikut:

8
a. Bagaimana proses internalisasi nilai-nilai keagamaan pada peserta didik di

Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah Alkhairaat Desa Tontalete

Kecamatan Kema Kabupaten Minahasa Utara ?

b. Apa faktor penghambat dalam proses internalisasi nilai-nilai keagamaan

pada peserta didik di Madrasah Diniyah Takmilyah Awaliyah Alkhairaat

Desa Tontalete Kecamatan Kema Kabupaten Minahasa Utara ?

c. Apa faktor pendukung dalam proses internalisasi nilai-nilai keagamaan


pada peserta didik di Madrasah Diniyah Takiliyah Awaliyah Alkhairaat

Desa Tontalete Kecamatan Kema Kabupaten Minahasa Utara ?

2. Batasan Masalah

Adapun batasan masalah pada penelitian skripsi ini adalah meliputi proses

internalisasi nilai-nilai keagamaan khususnya pada masalah ibadah yang berkaitan

dengan sholat lima waktu dan doa sehari-hari serta pengenalan huruf hijaiyah

(mengaji) begitu juga faktor penghambat dan pendukung pada peserta didik di

Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah Alkhairaat Desa Tontalete Kecamatan

Kema Kabupaten Minahasa Utara.


C. Pengertian Judul

Untuk menghindari pemahaman yang keliru dari judul ini maka penulis akan

menguraikan kata-kata yang ada pada judul skripsi ini.

1. Internalisasi

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia internalisasi adalah penghayatan

terhadap suatu ajaran, doktrin atau nilai, sehingga merupakan keyakinan dan

9
keseharian akan kebenaran doktrin atau nilai yang diwujudkan dalam sikap dan

perilaku.9

Internalisasi menurut Kama Abdul Hakam dan Encep Syarif Nurdin diartikan

sebagai proses menghadirkan sesuatu nilai yang asalnya dari dunia eksternal menjadi

milik internal baik individu maupun kelompok. 10 Dengan demikian, internalisai nilai

artinya proses menanamkan nilai normatif yang menentukan tingkah laku sesuai

tujuan suatu sistem pendidikan. Internalisasi pada hakikatnya adalah sebuah proses
menanamkan nilai pada seseorang yang akan membuat pola pikirnya dalam melihat

realitas pengalaman.

Secara etimologi internalisasi berasal dari kata interen atau internal yang

berarti bagian dalam atau menunjukan suatu proses. Dalam kaidah Bahasa Indonesia

internalisasi dapat didefinisikan sebagai penghayatan, penguasaan secara mendalam

yang berlangsung melalui pembinaan, bimbingan, penyuluhan, penataran dan

sebagainya.11

2. Nilai-Nilai Keagamaan

Nilai adalah suatu perangkat keyakinan ataupun perasaan yang diyakini


sebagai suatu identitas yang memberikan corak yang khusus pada pola pikiran,

perasaan, keterkaitan maupun perilaku.12 Namun akan berbeda jika nilai itu dikaitkan

9
https://kbbi.web.id/internalisasi
10
Kama Abdul Hakam dan Encep Syarif Nurdin, Metode Internalisasi Nilai-Nilai
(Untuk Modifikasi Perilaku Berkarakter), (Bandung: Maulana Media Grafika, 2016), h. 5-6.
11
Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan Dan
Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka ,1989), h. 336.
12
Abu Ahmadi & Noor Salimi, Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam, Cet.Ke-5,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 202.

10
dengan agama, karena nilai sangat erat kaitannya dengan perilaku dan sifat-sifat

manusia, sehingga sulit ditemukan batasannya.

Dalam kamus besar bahasa Indonesia nilai adalah sifat-sifat atau hal-hal yang

penting atau berguna bagi kemanusiaan. Seperti yang disampaikan Noor Syalimi

bahwa nilai adalah suatu penetapan atau suatu kualitas objek yang menyangkut suatu

jenis atau apresiasi atau minat. Selain itu, menurut Scope mendefinisikan tentang

nilai bahwa nilai adalah sesuatu yang tidak terbatas.13


Dari uraian di atas, jelaslah bahwa nilai merupakan suatu konsep yang

mengandung tata aturan yang dinyatakan benar oleh masyarakat karena mengandung

sifat kemanusiaan yang pada gilirannya merupakan perasaan umum, identitas umum

yang oleh karenanya menjadi syariat umum dan akan tercermin dalam tingkah laku

manusia.

Arti kata agama dalam KBBI adalah ajaran, sistem yang mengatur tata

keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta tata

kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dengan manusia serta

lingkungannya.14
Agama dalam bahasa Arab Al-din, religi dan Al-din berarti undang-undang

atau hukum. Kemudian dalam bahasa Arab, kata ini mengandung arti menguasai,

menundukan, patuh, utang, balasan, kebiasaan. Secara etimologi, kata agama bukan

berasal dari bahasa Arab melainkan diambi dari istilah bahasa sansekerta agama

terdiri dari kata A= tidak dan gama= kacau. Dengan demikian, agama adalah sejenis

13
Abd. Azis, Filsafat Pendidikan Islam, (Surabaya: El Kaf, 2006), h. 102.
14
https://kbbi.web.id/agama

11
peraturan yang menghindarkan manusia dari kekacauan, serta mengantarkan manusia

menuju keteraturan dan keterlibatan.

Ada pula yang menyatakan agama terangkai dari dua kata, yaitu A= tidak,

gam= pergi, sedangkan kata akhiran A= merupakan sifat yang menguatkan yang

kekal. Jadi istilah agama berarti tidak pergi atau tidak berjalan, tetap di tempat atau

diwarisi turun temurun alias kekal. Sehingga pada umumnya kata agama mengandung

arti pedoman hidup yang kekal.15


Taib Tahir Abdul Muin mengemukakan agama sebagai suatu peraturan tuhan

yang mendorong jiwa seseorang yang mempunyai akal untuk kehendak dan

pilihannya sendiri mengikuti peraturan tersebut, guna mencapai kebahagiaan

hidupnya di dunia dan di akhirat.16

Secara etimologi, nilai keagamaan berasal dari dua kata yakni: nilai dan

keagamaan. Menurut Rokeach dan Bank mengatakan bahwasanya nilai merupakan

suatu tipe kepercayaan yang berada pada suatu lingkup sistem kepercayaan dimana

seseorang bertindak atau menghindari suatu tindakan, atau mengenai sesuatu yang

dianggap pantas atau tidak pantas. Sedangkan keagamaan merupakan suatu sikap atau
kesadaran yang muncul yang didasarkan atas keyakinan atau kepercayaan seseorang

terhadap suatu agama.17

Dari uraian tersebut dapat diambil pengertian nilai agama Islam adalah

sejumlah tata aturan yang menjadi pedoman manusia agar dalam setiap tingkah

15
H. Baharuddin, Muliono, Psikologi Agama, (Malang: Departemen Agama UIN
Malang, 2008), h. 9.
16
Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2003), h. 14.
17
Asmaun Sahlan, Mewujudkan Nilai Relegius Disekolah, (Malang: UIN Maliki
Press, 2010), h. 1.

12
lakunya sesuai dengan ajaran agama Islam sehinggah dalam kehidupannya dapat

mencapai keselamatan dan kebahagiaan lahir dan batin dunia dan akhirat.

3. Peserta Didik

Dalam UU NO.20 Tahun 2003 Peserta didik adalah anggota masyarakat yang

berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran pada jalur

pendidikan baik pendidikan informal, pendidikan formal maupun pendidikan

nonformal, pada jenjang pendidikan dan jenis pendidikan tertentu.18


Peserta didik sebagai individu yang sedang berada dalam proses pertumbuhan

dan perkembangan, baik fisik maupun psikis menurut fitrahnya masing-masing.

Sebagai individu yang tengah tumbuh dan berkembang, peserta didik memerlukan

bimbingan dan pengarahan yang konsisten agar ia mampu mengoptimalkan segala

potensi yang dimilikinya. 19

4. Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah (MDTA) Alkhairaat Desa Tontalete

Kecamatan Kema Kabupaten Minahasa Utara

Madrasah Diniyah adalah madrasah yang yang dikhususkan mempelajari

ilmu-ilmu keagamaan tanpa ada muatan pelajaran umum. Mata pelajaran yang
diberikan adalah lebih spesifik mempelajari ilmu-ilmu Al-Qur‟an, Hadits, Fiqih, SKI,

Bahasa Arab dan ilmu-ilmu lainnya seperti nahwu, shorof, akidah akhlak.

Manajmennyapun juga sangat longgar, tanpa terikat dengan peraturan-peraturan

pemerintah. Proses pengajaran tidak terikat sama sekali dengan aturan sentralistik

dari pemerintah.

18
Undang-Undang No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1
Ayat 4.
19
Donni Juni Priansa, Kinerja dan Profesionalisme Guru, h. 265-266.

13
Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah merupakan salah satu lembaga

pendidikan keagamaan Islam di luar pendidikan formal yang diselenggarakan secara

terstruktur dan berjenjang sebagai pelengkap pelaksanaan pendidikan keagamaan.

Madrasah Diniyah Takmilyah Awaliyah adalah satuan pendidikan keagamaan Islam

nonformal yang menyelenggarakan Pendidikan Agama Islam sebagai pelengkap bagi

peserta didik SD/MI sederajat maupun anak usia pendidikan setingkat. Jenjang dasar

ini ditempuh dalam waktu 4 tahun dengan sekurang-kurangnya 18 jam pelajaran


dalam seminggu.20

Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah Alkhairaat Desa Tontalete

Kecamatan Kema Kabupaten Minahasa Utara adalah sekolah berbasis Islam di bawah

naungan Yayasan Pendidikan Alkhairaat yang didirikan bertujuan sebagai penambah

dan pelengkap dari sekolah pendidikan formal yang pendidikan agama yang

diberikan disekolah formal hanya sekitar 2 jam yang dirasa belum cukup khususnya

untuk peserta didik di jenjang Sekolah Dasar (SD).

Dari beberapa pengertian di atas maka internalisasi nilai-nilai keagamaan pada

peserta didik di Madrasah Diniyah Awaliyah Takmiliyah (MDTA) Al-khairaat Desa


Tontalete Kecamatan Kema Kabupaten Minahasa Utara adalah proses menanamkan

nilai normatif yang menentukan tingkah laku sesuai tujuan suatu sistem pendidikan

dengan sejumlah tata aturan yang menjadi pedoman manusia dalam setiap tingkah

laku agar sesuai dengan ajaran Agama Islam yang dilakukan pada peserta didik yang

menempuh pendidikan di Madrasah Diniyah Takmilyah Awaliyah yaitu satuan

pendidikan keagamaan Islam nonformal yang menyelenggarakan Pendidikan Agama

20
Pedoman Penyelenggaraan Madrasah Diniyah, Kementrian Agama RI Direkorat Jendral
Pendidikan Islam Direktorat Pendidikan Diniyah Dan Pesantren, 2014.

14
Islam sebagai pelengkap bagi peserta didik SD/MI sederajat maupun anak usia

pendidikan setingkat.

D. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang hendak dicapai dalam

penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui proses internalisasi nilai-nilai keagaman pada peserta


didik di Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah Alkhairaat Desa

Tontalete Kecamatan Kema Kabupaten Minahasa Utara

b. Untuk mengetahui faktor penghambat proses internalisasi nilai-nilai

keagamaan pada peserta didik di Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah

Alkhairaat Desa Tontalete Kecamatan Kema Kabupaten Minahasa Utara

c. Untuk mengetahui faktor pendukung dalam proses internalisasi nilai-nilai

keagamaan pada peserta didik di Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah

Alkhairaat Desa Tontalete Kecamatan Kema Kabupaten Minahasa Utara

2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat baik secara teoretis dan praktis.

a. Manfaat Secara Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan ilmu dan wawasan

dalam upaya peningkatan mutu Pendidikan Agama Islam khususnya dalam

pengembangan Pendidikan Agama Islam di Madrasah Diniyah.

b. Manfaat Secara Praktis

1) Bagi peneliti

Dengan penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan

15
pengalaman dalam pengembangan Pendidikan Agama Islam dan

pengetahuan dalam menulis dan menyusun karya ilmiah.

2) Bagi pendidik

Dapat bermanfaat bagi para pendidik dalam membangun dan

mengembangkan Madrasah Diniyah di lingkungan sekitar.

16
BAB II

LANDASAN TEORETIS

A. Internalisasi

Pembinaan agama yang dilakukan melalui internalisasi adalah pembinaan

yang mendalam dan menghayati nilai-nilai keagamaan yang dipadukan dengan nilai-

nilai pendidikan secara utuh yang objeknya menyatuh dalam kepribadian peserta

didik sehingga menjadi satu karakter. Pada dasarnya internalisasi telah ada sejak

manusia lahir. Internalisasi muncul melalui komunikasi yang terjadi dalam bentuk

sosialisasi dan pendidikan. Hal terpenting dalam internalisasi adalah penanaman

nilai-nilai yang harus melekat pada diri mereka sendiri. Berikut ini definisi

internalisasi menurut para tokoh.

Menurut Chabib Thohah, internalisasi adalah teknik dalam pendidikan nilai

yang sasarannya sampai pada pemikiran nilai yang menyatuh dalam kepribadian

peserta didik.21 Menurut Mulyana, internalisasi adalah menyatuhnya nilai dalam diri
seseorang, atau dalam bahasa psikologi merupakan penyesuaian nilai, sikap,

keyakinan dan aturan-aturan pada diri seseorang.22

Proses internalisasi merupakan proses yang berlangsung sepanjang hidup

seseorang yaitu mulai saat ia dilahirkan sampai akhir hayat. Proses internalisasi dapat

membantu seseorang mendefinisikan seperti apa dirinya melalui nilai-nilai di dalam

dirinya dan dalam masyarakatnya yang sudah tercipta dalam bentuk serangkaian

norma dan praktik. Hal ini sama halnya dengan pendapat Marmawi Rais yang

21
Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), h.
93.
22
Hamdani Ihsan dan Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2007),
h. 155.

17
menyatakan bahwa proses internalisasi lebih cepat terwujud melalui keterlibatan

peran-peran model (Role-models). Individu mendapatkan seseorang yang dapat

dihormati dan dijadikan panutan, sehingga dia dapat menerima serangkaian norma

yang ditampilkan melalui keteladanan.

Berdasarkan pendapat tersebut dapat dipahami bahwa proses internalisasi

akan lebih mudah terwujud melalui adanya karakter-karakter panutan, seseorang akan

lebih mudah untuk meniru sesuatu melalui peran keteladanan sehingga seseorang itu
dapat dengan cepat menerima serangkaian norma yang ditampilkan tersebut.

Tahap penginternalisasian nilai biasa diawali dengan penyampaian informasi

nilai yang ingin diinternalisasikan sampai dengan tahap pemilikan nilai menyatu

dalam kepribadian peserta didik atau sampai pada taraf karakterisasi. Proses

penginternalisasian ini bisa dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:

1. Tahap Transformasi Nilai

Tahap transformasi nilai adalah proses yang dilakukan oleh pelatih, mentor

atau guru dalam menginformasikan nilai baik atau kurang baik. Tahap ini hanya

terjadi proses komunikasi verbal dengan peserta didik. Transformasi nilai sifatnya
hanya berupa pemindahan pengetahuan dari guru kepada peserta didik artinya tahap

ini hanya menyentuh rana pengetahuan/kognitif.23

2. Tahap Transaksi Nilai

Tahap transaksi nilai adalah proses penginternalisasian melalui komunikasi

dua arah secara timbal balik, sehingga terjadi interaksi. Tahapan ini guru tidak hanya

menyajikan informasi tentang nilai yang baik dan buruk, tetapi juga mempengaruhi

23
Kama Abdul Hakam dan Encep Syarif Nurdin, Metode Internalisasi Nilai-Nilai (Untuk
Modifikasi Perilaku Berkarakter), h. 14.

18
nilai peserta didik untuk terlibat dalam melaksanakan dan memberikan contoh dan

peserta didik diminta memberikan respon yang sama, yakni menerima dan

mengamalkan nilai itu.24

3. Tahap Trans-internalisasi

Tahap trans-internalisasi adalah proses penginternalisasian nilai melalui

proses yang bukan hanya komunikasi verbal tetapi juga disertai komunikasi

kepribadian yang ditampilkan oleh guru melalui pengkondisian, pembiasaan, untuk


berperilaku sesuai dengan nilai yang diharapkan. Hal ini melatih peserta didik untuk

memahami nilai sesuai kondisi yang dirasakannya untuk membiasakan

pengaktualisasian nilai. Dengan trans-internalisasi diharapkan dapat menyentuh ranah

kognitif, afektif dan psikomotorik.25

Tahap-tahap tersebut semacam metode yang memberikan kemudahan

terhadap guru dalam merencanakan penanaman nilai-nilai terhadap peserta didik.

Secara umum internalisasi akan berjalan dan berlangsung dalam aktivitas lembaga

pendidikan, baik pada kegiatan belajar mengajar (KBM) maupun kegiatan lain yang

telah diagendakan.
Adapun dalam hal pendekatan, internalisasi nilai-nilai pendidikan agama

Islam dapat melalui 6 pendekatan, diantaranya :

1. Pendekatan pengalaman, yakni memberikan pengalaman keagamaan peserta

didik dalam rangka penanaman nilai-nilai keagamaan

24
Kama Abdul Hakam dan Encep Syarif Nurdin, Metode Internalisasi Nilai-Nilai (Untuk
Modifikasi Perilaku Berkarakter), h. 14.
25
Kama Abdul Hakam dan Encep Syarif Nurdin, Metode Internalisasi Nilai-Nilai (Untuk
Modifikasi Perilaku Berkarakter), h. 14.

19
2. Pendekatan pembiasaan, yakni memberikan kesempatan peserta didik untuk

senantiasa mengamalkan ajaran agamanya atau akhlakul karimah

3. Pendekatan emosional, yakni usaha untuk menggugah perasaan emosi peserta

didik dalam meyakini, memahami dan menghayati akidah Islam serta

memberi motivasi agar peserta didik ikhlas mengamalkan ajaran agamanya,

khususnya yang berkaitan dengan akhlakul karimah.

4. Pendekatan rasional, yakni usaha untuk memberikan peranan kepada rasio


(akal) dalam memahami dan menerima kebenaran ajaran agama.

5. Pendekatan fungsional, yakni usaha menyajikan ajaran agama islam dengan

menekankan kepada segi kemanfaatannya bagi peserta didik dalam kehidupan

sehari-hari seseuai dengan tingkat pengembangannya.

6. Pendekatan keteladanan, yakni menyuguhkan keteladanan baik yang langsung

melalui penciptaan kondisi pergaulan yang akrab antara pesrsonal sekolah,

perilaku pendidik dan tenaga kependidikan lain yang mencerminkan akhlak

terpuji, maupun yang tidak langsung melalui suguhan ilustrassi berupa kisah-

kisah keteladanan.26
Internalisasi nilai agama Islam adalah suatu proses pemasukan nilai agama

Islam secara penuh ke dalam hati, sehingga ruh dan jiwa bergerak berdasarkan ajaran

agama Islam. Internalisasi nilai Agama islam terjadi melalui pemahaman ajaran

agama Islam secara utuh dan diteruskan dengan kesadaran akan pentingnya ajaran

agama serta ditemukannya posibilitas untuk merealisasikannya dikehidupan nyata.

Oleh karena itu seberapa banyak dan seberapa jauh nilai-nilai agama bisa

26
Muhaimin, dkk, Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama
Islam Disekolah, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002), h. 174.

20
mempengaruhi dan membentuk sikap serta perilaku seseorang sangat bergantung dari

seberapa dalam nilai-nilai agama terinternalisasi di dalam dirinya. Semakin dalam

nilai-nilai agama terinternalisasi dalam diri seseorang, kepribadian dan sikap

religiusnya akan muncul dan terbentuk. Jika sikap religius terbentuk, maka nilai-nilai

agama menjadi pesat nilai dalam menyikapi segala sesuatu dalam kehidupan. 27

B. Nilai-Nilai Keagamaan

Nilai adalah gagasan seseorang atau kelompok tentang sesuatu yang


dipandang baik, benar, indah, bijaksana sehingga gagasan itu berharga dan

berkualitas untuk dijadikan pegangan atau pedoman dalam bersikap atau bertindak.28

Istilah nilai dalam Pendidikan Agama Islam dalam hal ini penanaman nilai-

nilai keagamaan dapat dipahami sebagai sesuatu yang disetujui dalam Islam. Dalam

pelaksanaan Pendidikan Agama Islam banyak materi yang dianggap mempunyai

nilai, baik formal maupun nilai materil.

Istilah agama atau keagamaan identik dengan religius, dimaksudkan dengan

menimbang kembali atau prihatin tentang suatu hal. Religiusitas lebih melihat aspek

yang didalam lubuk hati, moving in the deep hart, riak getaran hati nurani pribadi,
sikap personal yang sedikit banyak merupakan misteri bagi orang lain.29

Secara hakiki nilai agama merupakan nilai yang memiliki dasar kebenaran

yang paling kuat dibandingkan dengan nilai-nilai lainnya. Nilai ini bersumber dari

kebenaran tertinggi yang datang dari Tuhan. Karena itu nilai tertinggi yang harus

27
Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam, (Upaya Pembentukan Pemikiran dan
Kepribadian Muslim), (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), h. 10.
28
Kama Abdul Hakam dan Encep Syarif Nurdin, Metode Internalisasi Nilai-Nilai (Untuk
Modifikasi Perilaku Berkarakter), h. 1.
29
Latief Supaati, Sastra: Eksistensialisme-Mistisisme Religius, (Lamongan: Pustaka Ilalang,
2008), h. 175.

21
dicapai adalah adanya kelarasan semua unsur kehidupan. Antara kehendak manusia

dan Tuhan, antara ucapan dan tindakan, atau antara itikad dan perbuatan.30

Penanaman nilai keagamaan adalah upaya menanamkan nilai keimanan,

ibadah dan akhlak yang dilakukan secara sadar, terencana dan bertanggung jawab

dalam rangka membimbing anak menuju kehidupan beragama. Nilai-nilai keagamaan

ini menyangkut nilai ketuhanan, kepercayaan, ibadah, ajaran, pandangan dan sikap

hidup serta amal yang terbagi dalam baik dan buruk. Adapun yang dimaksud penulis
di sini adalah bahwa nilai-nilai keagamaan yang perlu ditanamkan pada anak adalah

nilai keimanan, ibadah dan akhlak. Dalam melaksanakan pendidikan agama Islam

melalui penanaman nila-nilai keagamaan pada anak yang menjadi dasar pokok adalah

Al-Qur‟an dan Al-Hadits.

Implementasi nilai-nilai keagamaan adalah sebagai bentuk pengaplikasian

agama secara totalitas yang diselenggarakan di dalam suatu lingkungan tertentu untuk

mencapai tujuan pembelajaran yang searah dengan tujuan pendidikan nasioanl, yang

mana di dalamnya mengandung unsur-unsur pembinaan yang berkarakter.31

Dalam aktivitas penanaman nilai keagamaan ada beberapa faktor yang


membentuk pola interaksi atau saling mempengaruhi namun (faktor integrasinya)

terutama terlihat oleh pendidik dengan segala kemampuan dan keterbatasannya.

30
Achmad Gozali, Triyo Suprianto dan Zulfi Mubaraq, Strategi Internalisasi Nilai-Nilai
Keislaman Santri Berbasis Entrepreneurship,(Batu: Literasi Nusantara, 2020), h. 30.
31
Muzakir, Peranan Nilai-Nilai Dasar Keagamaan Terhadap Pembinaan Karakter Peserta
Didik Di SMKN2 Kota Pare-Pare, Jurnal Studi Pendidikan Vol X1V No 2, Al-Ishlah Juli-Desember
2016, h. 182.

22
Adapun faktor-faktor tersebut, para ahli pendidikan membagi menjadi lima faktor,

yaitu tujuan, pendidik, anak didik, metode dan faktor alam sekitar.32

Dalam upaya penanaman nilai-nilai keagamaan tentunya harus ada materi.

Materi merupakan segala sesuatu yang diberikan pendidik kepada peserta didik dalam

rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan sesuai dengan tingkat perkembangan

peserta didiknya. Adapun materi yang perlu diberikan dalam penanaman nilai

keagamaan, secara garis besar meliputi tiga materi yaitu:33


1. Akidah

Dalam Islam, iman atau kepercayaan yang asasi disebut ‘aqidah

bersumberkan dari Al-Qur‟an dan merupakan segi teoretis yang dituntut pertama-

tama dan terdahulu dari segala sesuatu untuk dipercaya dengan suatu keimanan yang

tidak boleh dicampuri oleh keragu-raguan dan dipengaruhi oleh persangkaan. Dalam

Islam pokok-pokok kepercayaan ini dirumuskan dalam rukun iman.34

Akidah adalah dimensi ideologi atau keyakinan dalam Islam. Ia menunjukan

kepada beberapa tingkatan keimanan seorang muslim terhadap kebenaran Islam,

terutama mengenai pokok-pokok keimanan Islam. Pokok keimanan dalam Islam


menyangkut keyakinan seseorang terhadap Allah swt, para malaikat, kitab-kitab, nabi

dan rasul Allah, hari akhir, serta qada‟dan qadar. Tidaklah cukup kalau kita hanya

menyatakan percaya kepada Allah, tetapi tidak percaya dengan keagungan dan

perintahnya. Tidaklah bermakna percaya kepada Allah, jika peraturannya tidak

32
Muhammad Zein, Metodologi Pengajaran Agama, (Yagyakarta: Ak Grup Dan Indra Buana,
1990), h. 32.
33
Muhammad Nur Syams, Filsafat Pendidikan Dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila, h.
134.
34
Abuddin Nata, Studi Islam Komprehensif, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 128.

23
dilaksanakan, karena agama bukanlah semata-mata kepercayaan. Agama adalah iman

dan amal saleh.35 Iman juga berarti kepercyaan yang berkenaan dengan agama, yakin

percaya kepada Allah keteguhan hati, keteguhan batin.36

Keimanan merupakan hal yang paling pokok dan mendasar dalam Islam,

karena menyangkut seluruh aspek kehidupan manusia lahir dan batin. Iman

merupakan keyakinan dalam hati, diucapkan dengan lisan dan dilakukan dengan

perbuatan. Hanya dengan iman yang kuat seorang dapat melakukan ibadah dengan
baik dan dapat menghiasi diri dengan akhlakul karimah.

2. Ibadah

Setiap keyakinan akan dianggap lengkap jika hal itu direalisasikan dalam

perbuatan yang nyata dan itulah yang dianggap sebagai iman sejati. Ibadah adalah

salah satu sendi agama Islam yang harus ditegakkan, karena sesungguhnya Allah

menciptakan jin dan manusia hanya untuk beribadah kepada-Nya.

Kata ibadah berasal dari kata ‘Abada yang berarti patuh, tunduk,

menghambahkan diri dan amal yang diridhoi Allah. Ibadah selanjutnya sudah masuk

kedalam kosa kata bahasa Indonesia yang diartikan kebaktian kepada Tuhan,
perbuatan dan sebagainya untuk menyatakan bakti kepada tuhan, seperti sholat,

berdoa dan berbuat baik. Ahli ibadah, artinya orang-orang yang memenuhi kewajiban

bersholat. Dalam Islam pokok-pokok ibadah tersebut dirumuskan dalam rukun

Islam.37

35
Mawardi Lubis, Evaluasi Pendidikan Nilai Perkembangan Moral Keagamaan Mahasiswa
PTAIN, (Bengkulu: Pustaka Belajar 2011), h. 24-25.
36
Abuddin Nata, Studi Islam Komprehensif, h. 128.
37
Abuddin Nata, Studi Islam Komprehenif, h. 138.

24
Dapat dipahami bahwa ibadah adalah bukti bahwa manusia meyakini

keberadaan tuhannya dan sebagai bukti kepatuhan manusia terhadap kewajibannya.

Adapun pokok-pokok ibadah yang dimaksud dalam rukun islam yaitu mengucapkan

dua kalimat syahadat, melaksanakan sholat, berzakat, puasa dan naik haji bagi yang

mampu. Hal itu yang menjadi ibadah utama bagi umat islam.

Secara umum ibadah berarti mencakup perilaku dalam semua aspek

kehidupan yang sesuai dengan ketentuan Allah swt yang dilakukan dengan ikhlas
untuk mendapatkan ridho Allah swt. Ibadah dalam pengertian inilah yang dimaksud

dengan tugas hidup manusia.38

Ibadah yang mencakup segala perbuatan baik dalam kehidupan yang

dilakukan untuk mendapatkan ridho Allah swt dan tidak dilarang untuk dilakukan

oleh manusia.

Allah swt berfirman dalam Q.S. Adzariyat/51: 56.


ُ ‫َۡلَ يع ُت‬ ‫َ َ َ َي ُ ي ذ َ ي َ ذ‬
َ٥٦َ‫ون‬
ِ ‫د‬ ِ ‫ٗل‬ِ ‫نسَإ‬
َ ‫وَ َوٱ ِۡل‬
َ ‫ۡل‬
ِ ‫وناَخللجَٱ‬
Terjemahnya
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku.39
Sesungguhnya Aku menciptakan mereka agar aku memerintahkan mereka

untuk menyembah-Ku bukan karena Aku membutuhkan mereka. Ali Ibnu Abu

Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a yakni agar mereka mengakui

kehambaan mereka kepada-Ku, baik dengan sukarela maupun terpaksa. Demikianlah

menurut Ibnu Jarir.40

38
Abu Ahmadi dan Noor Salimi, Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam, Cet.Ke-5, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2008), h. 240.
39
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Surabaya: Halim, 2014), h. 523
40
http://www.ibnukatsironline.com/2015/10/tafsir-surat-adz-dzariyat-ayat-52-6.html?m=1

25
Berdasarkan tafsir ayat di atas dapat dipahami bahwa Allah swt menciptkan

manusia untuk mengabdi kepada-Nya bukan karena Allah swt membutuhkan manusia

akan tetapi agar supaya manusia mengakui dirinya sebagai hamba Allah swt baik

dilakukan secara sukarela maupun secara terpaksa.

Secara harfiah ibadah berarti bakti manusia kepada Allah swt, karena

didorong dan dibangkitkan oleh akidah tauhid. Ibadah sebagai upaya mendekatkan

diri kepada Allah swt dengan mentaati segala perintah-Nya, menjahui segala
larangan-Nya dan mengamalkan segala yang diizinkan-Nya.41

Dengan demikian ibadah adalah sejalan dengan tujuan penciptaan manusia

yaitu mengabdi kepada Allah swt dengan cara melaksana segala yang diperintahkan

seperti perintah sholat, meninggalkan yang dilarang seperti mengambil barang orang

lain dan mengerjakan segala perbuatan baik yang dibolehkan oleh-Nya seperti

membantu orang yang dalam kesulitan.

Secara garis besar ibadah terbagi menjadi dua macam, yaitu :

a. Ibadah mahdhoh (ibadah yang memiliki ketentuan pasti) atau ibadah

khassah (ibadah khusus), yakni ibadah yang ketentuan dan pelaksanaannya


telah ditetapkan oleh nas dan merupakan sari ibadah kepada Allah swt,

seperti zakat, sholat, puasa, haji.

b. Ibadah ghoiru mahdhoh yaitu ibadah yang tata cara pelaksanaannya tidak

ditetapkan dengan jelas. Dengan kaidah tidak adanya dalil yang melarang,

semua dibolehkan kecuali yang dilarang. 42 Seperti hubungan sosial, berbuat

baik kepada orang tua, dzikir membaca Al-Qur‟an dan lain-lain.

41
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, h. 82.
42
Abu Ahmadi dan Noor Salimi, Dasar-Dasar Pendidikan Islam, h. 241.

26
Sedangkan Ibadah ditinjau dari bentuk dan sifatnya ada lima macam, yaitu: 43

a. Ibadah dalam bentuk perkataan atau lisan, seperti berdzikir, berdo‟a, dan

membaca Al-Qur‟an

b. Ibadah dalam bentuk perbuatan yang tidak ditentukan bentuknya, seperti

menolong orang lain.

c. Ibadah dalam bentuk pekerjaan yang telah ditentukan wujud perbuatannya,

seperti zakat, puasa, haji.


d. Ibadah yang tatacara dan pelaksanaannya berbentuk menahan diri, seperti

puasa, I‟tikaf.

e. Ibadah mengguguran hak, seperti memaafkan orang yang telah melakukan

kesalahan dan membebaskan seseorang yang berhutang.

Adapun ibadah yang perlu dikenalkan kepada anak semenjak kecil yaitu

sholat lima waktu, puasa, membaca Al-Qur‟an dan doa sehari-hari.

3. Akhlak

Akhlak dalam Islam memiliki hubungan yang sangat erat dengan akidah dan

syariah, bahkan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Meskipun
demikian ketiganya dapat dibedakan satu sama lain. Akhlak sebagai suatu sistem nilai

etika menggambarkan arah dan tujuan yang hendak dicapai oleh agama. Oleh karena

itu, ketiga kerangka dasar Islam tersebut harus terintegrasi dan bersinergi dalam diri

seorang muslim. Muslim yang baik adalah orang yang memiliki akidah yang lurus

dan kuat yang mendorongnya untuk melaksanakan syariah yang hanya ditujukan

kepada Allah sehingga tergambar akhlak mulia dalam dirinya. 44

43
Ahmad Thib Raya, Menyelami Seluk Beluk Ibadah Dalam Islam, (Jakarta: Prenada Media,
2003), h. 138.
44
Marzuki, Pendidikan Karakter Islam, Cet.ke-1, (Jakarta: Amzah, 2019), h. 14-15.

27
Nabi Muhammad sebagai rasul terakhir, beliau diutus oleh Allah ke dunia

untuk menyempurnakan akhlak manusia. Hal ini disebabkan karena akhlak

merupakan perbuatan yang mencerminkan jiwa seseorang dan akhlak merupakan

salah satu sendi dalam Islam yang tidak boleh diabaikan. Islam mengajarkan kepada

manusia bagaimana akhlak pada Allah, sesama manusia dan sesama makhluk

ciptaannya. Hal ini akan terpelihara dengan baik bila masing-masing telah mengisi

dirinya dengan akhlakul karimah, karena hanya dengan akhlakul karimah inilah akan
tumbuh manusia-manusia mulia yang sehat jasmani rohani dan siap menjadi kader

bangsa yang kuat dan kokoh.

Akhlak merupakan salah satu hasil yang keluar dari akidah dan syariah,

bagaikan buah yang keluar dari cabang pohon yang rindang. Perumpamaan ini

menunjukkan arti bahwa kualitas amal saleh yang dilakukan oleh seseorang

merupakan cermin kualitas iman dan Islam seseorang. Perilaku tersebut baru dapat

dikatakan sebagai amal sholeh, apabila dilandasi dengan keimanan, sedang

pelaksanaannya didasari dengan pengetahuan syariah Islam. Kualitas iman dan Islam

dapat diukur dari kualitas sikap dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari.45
Pembinaan akhlak sebenarnya menjadi tanggung jawab setiap umat muslim

yang dimulai dari tanggung jawab terhadap dirinya lalu keluarganya. Ketika disadari

bahwa tidak semua umat muslim mampu mengemban tanggung jawab tersebut,

tanggung jawab untuk melakukannya berada pada orang-orang yang memiliki

kemampuan untuk itu. Para guru dan para da‟i memiliki tanggung jawab untuk

pembinaan karakter umat Islam melalui pendidikan Islam, baik institusi formal

45
Mawardi Lubis, Evaluasi Pendidikan Nilai Perkembangan Moral Keagamaan Mahasiswa
PTAIN, h. 128.

28
maupun nonformal, sementara orang tua memiliki tanggung jawab dalam institusi

pendidikan informal.46

C. Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah

Secara terminologi, madrasah adalah nama atas sebutan bagi sekolah-sekolah

agama Islam, tempat proses belajar-mengajar ajaran agama Islam secara formal yang

mempunyai kelas (dengan sarana antara lain meja, bangku, buku, papan tulis dll) dan

memiliki kurikulum dalam bentuk klasikal.47


Madrasah Diniyah adalah suatu lembaga pendidikan keagamaan yang telah

diakui keberadaannya oleh masyarakat maupun pemerintah. Dalam UU No. 20 tahun

2003 tentang sistem pendidikan nasional ditetapkan bahwa Madrasah Diniyah

merupakan salah satu dari sebuah lembaga pendidikan kepada peserta didik dalam

bidang keagamaan.

Secara historis, keberadaan Madrasah Diniyah sebagai lembaga pendidikan

keagamaan berbasis masyarakat menjadi sangat penting dalam upaya pembangunan

masyarakat belajar, terlebih lagi bersumber dari aspirasi masyarakat yang sekaligus

mencerminkan masyarakat sesungguhnya akan jenis layanan pendidikan. Dalam


kenyataan terdapat kesenjangan sumber daya yang besar antara satuan pendidikan

keagamaan. Oleh karenanya, sebagai sistem pendidikan nasional, pendidikan

keagamaan perlu diberi kesempatan untuk berkembang, dibina dan ditingkatkan

mutunya oleh semua komponen bangsa, termasuk pemerintah dan pemerintah daerah,

46
Marzuki, Pendidikan Karakter Islam, h. 6.
47
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam 3, (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve,
2002), h. 105.

29
salah satunya melalui peraturan wajib belajar Madrasah Diniyah yang ditetapkan

dengan peraturan daerah.48

Walaupun madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam mempunyai tujuan

khusus, akan tetapi pendidikan yang dilaksanakan harus merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari sistem pendidikan nasional. Bahwa pendidikan pada madrasah harus

memberi kontribusi terhadap tujuan pendidikan nasional. Kehadiran madrasah

sebagai lembaga pendidikan Islam di Indonesia merupakan simbiosis mutualisme


antara masyarakat muslim dan madrasah itu sendiri. Secara historis kelahiran

madrasah tidak bisa dilepaskan dari peran dan partisipasi masyarakat.49

Madrasah Diniyah adalah lembaga pendidikan agama yang memberikan

pendidikan dan pengajaran secara klasikal dalam pengetahuan agama Islam kepada

pelajar secara bersama-sama, sedikitnya berjumlah 10 atau lebih diantara anak-anak

usia 7-18 tahun.50

Dalam buku “Pedoman Penyelenggaraan Dan Pembinaan Madrasah Diniyah”

dijelaskan bahwa Madrasah Diniyah adalah lembaga pendidikan keagamaan pada

jalur luar sekolah yang diharapkan mampu secara terus menerus memberikan
pendidikan agama Islam kepada anak didik yang tidak terpenuhi pada jalur sekolah

yang diberikan melalui sistem klasikal serta menerapkan jenjang pendidikan yaitu

Madrasah Diniyah Awaliyah, Madrasah Diniyah Wustha dan Madrasah Diniyah

48
Jalaludin, Teknologi Pendidikan, (Jakarta : Pt Raja Grafindo Persada, 2001), h. 5.
49
Mahfud Djunaedi, Rekontruksi Pendidikan Islam di Indonesia, Cet.ke-2, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2006), h. 99.
50
Direktorat Pendidikan Keagamaan Dan Pondok Pesantren Dirjen Kelembagaan Agama,
Pedoman Penyelenggaraan Dan Pembinaan Madrasah Diniyah, (Jakarta: Depertemen Agama RI,
2003), h. 3.

30
Ulya.51 Tingkat pertama atau dasar (Awaliyah), proses pendidikannya ditempuh

selama 4 (empat) tahun dengan jumlah jam pelajaran 18 jam dalam seminggu.

Tingkat Menengah (Wustha), masa belajarnya adalah dua tahun dengan jumlah jam

pelajaran 18 jam dalam seminggu, sedangkan tingkat atas (Ulya), masa belajar dua

tahun dengan jumlah jam 18 jam pelajaran perminggu. Secara umum, dalam program

pengajaran Madrasah Diniyah terdapat beberapa bidang studi yang diajarkan seperti

Al-Qur‟an, Hadits, Akidah Akhlak, Fiqih, Sejarah Kebudayaan Islam, Bahasa Arab
dan Praktek Ibadah.52

Madrsah Dinyah dan Taman Pengajian Al-Qur‟an memiliki status yang sama

sebagai lembaga nonformal yang menyediakan pembelajaran pendidikan agama

Islam pada masyarakat, akan tetapi cakupan kegiatan belajar Madrasah Diniyah lebih

luas dari pada TPA (Taman Pengajian Al-Qur‟an) atau juga sering disebut TPQ

(Taman Pengajian Qur‟an). Jika dalam pelaksanaannya TPA dan TPQ hanya

mengajarkan tentang bagaimana cara membaca dan menulis Al-Qur‟an. Maka

Madrasah Diniyah mengajarkan nilai-nilai keislaman yang lebih mendalam, seperti

pembelajaran Fiqih yang mempelajari tentang hukum-hukum syariah dalam praktek


beribadah. Akhlak yang mengajarkan tentang bagaimana menjaga tutur kata dan

tingkah laku dalam kehidupan bermasyarakat, serta beberapa pelajaran lain seperti

51
Direktorat Pendidikan Keagaman Dan Pondok Pesantren Dirjen Kelembagaan Agama,
Pedoman Penyelanggran Dan Pembinaan Madrasah Diniyah, h. 7.
52
Fathor Rachman, Ach. Maimun, “Madrasah Diniyah Takmiliyah (MDT) Sebagai Pusat
Pengetahuan Agama Masyarakat Pedesaan (Studi tentang Peran MDT Di Desa Gapura Timur, Gapura
Sumenep),” Jurnal Pendidikan ‟Anil Islam Vol. 9, no. 1 (Juni 2016): 22-24

31
Tauhid, Hadist, dan Tafsir yang juga sangat bermanfaat bagi setiap pribadi yang

memahaminya.53

Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah merupakan tingkatan paling awal

pada pendidikan Madin. Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah adalah satuan

pendidikan keagamaan Islam nonformal yang menyelenggarakan pendidikan

keagamaan Islam sebagai pelengkap pelajar SD/MI/sederajat maupun anak usia

pendidikan setingkat. Pada dataran kurikulum bagi Madrasah Diniyah Takmiliyah


Awaliyah khususnya dan madin pada umumnya, dari Kemenag tidak memberikan

atau menyediakan kurikulum yang baku. Kurikulum diserahkan kepada pengelolah

dengan memperhatikan situasi serta kearifan lokal dan memegang prinsip yang

digariskan oleh Kementerian Agama.

D. Penelitian Yang Relevan

Kajian yang relevan memuat hasil-hasil penelitian sebelumnya yang relevan

dengan penelitian yang dilakukan, yang telah dilakukan oleh peneliti lain. Penelitian

relevan juga bermakna berbagai referensi yang berhubungan dengan penelitian yang

akan dibahas.
1. Skripsi yang disusun oleh Suhardi Suwardoyo dengan judul “Internalisasi

Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam Dalam Mengembangkan Kecerdasan

Spiritual Peserta Didik (Studi Kasus Di MTs Sunan Kalijogo Malang)

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menjelaskan

bagaimana pelaksanaan, faktor hambatan, faktor pendukung, solusi, dan

53
Zulfia Hanum Alfi Syahr, “Membentuk Madrasah Diniyah Sebagai Alternatif Lembaga
Pendidikan Elite Muslim Bagi Masyarakat,” Intizar 22 No. 2 (2016): 395.

32
implikasi dari upaya internalisasi nilai-nilai PAI dalam mengembangkan

kecerdasan spiritual peserta didik di MTs Sunan Kalijogo Malang.

Hasil penelitian menunjukan bahwa, 1). Internalisasi nilai-nilai PAI dalam

mengembangkan kecerdasan spiritual peserta didik di MTs Sunan Kalijogo

Malang dilaksanakan dengan dua model yaitu, prtama melalui pembiasaan

sikap dan keteladanan guru. Kedua yakni pembiasaan ekstra kurikuler dan

kurikuler. Ekstra kurikuler melalui pendalamn agama, sholat duha dan dzuhur
berjamaah, sedekah, pembacaan rotibul haddad, yasin, dan asmaul husna.

Kegiatan PHBI, tausiah bersama DAQU (Darul Qur‟an) Dan KH. Baidlowi

Muslich, dan pondok romadon, sedangkan kurikuler melalui K 13. 2). Faktor

pendukung upaya tersebut adalah kepercayaan dan harapan wali murid

terhadap sekolah. Untuk penghambatnya yakni kondisi masyarakat dan

keluarga, SDM yang rendah, kondisi psikologis dan fasilitas yang kurang.

Solusinya yakni penguatan kerjasama guru dan wali murid serta nasehat guru.

3). Implikasinya adalah dapat mengembangkan kecerdasan spiritual yang

nampak melalui indikatornya seperti mampu berbuat baik, fleksibel,


kesadaran yang tinggi, tidak melakukan kerugian, dan kreatifitas yang baik.

Yang mana terwujud terhadap perubahan diri peserta didik yakni, mampu

melaksanakan kewajiban ibadah sebagai muslim, empati, toleran terhadap

sesama, tidak membolos, menunjukan sikap jujur, dan melahirkan kreatifitas

yang baik dengan berbagai karya. 54

54
http://etheses.uin-malang.ac.id/12339/

33
2. Skripsi yang disusun oleh Nisaul khoiroh, dengan judul “Internalisasi Nilai-

Nilai Akhlak Dalam Pembelajaran PAI Di SMA LKMD Sidomukti Abung

Timur Lampung Utara”

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai-nilai akhlak dalam

pembelajaran PAI di SMA LKMD Sidomukti abung timur lampung utara.

Setelah melihat visi dan misi SMA LKMD Sidomukti yang mengunggulkan

pendidikan akhlak, memotivasi siswa agar menghayati dan mengamalkan


agma yang dianutnya sebagai landasan dalam bertinngkah laku dan berakhlak

mulia.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di SMA LKMD Sidomukti dapat

diambil kesimpulan bahwa penerapan internalisasi nila-nilai akhlak di sekolah

sudah baik akan tetapi masi terdapat beberapa faktor penghambat lainnya

yaitu masi ada beberapa siswa yang belum mengikuti semua kegiatan

keagamaan karena kurangnya kesadaran siswa dan masi kurangnya sarana

agama seperti mukena dan al-quran. Dalam aplikasinya internalisasi nilai-nilai

akhlak dapat diterapka dalam berbagai bentuk seperti dalam memberikan


pemahaman tentang akhlak dalam pembelajaran PAI serta dewan guru sudah

memberikan pola pembinaan seperti keteladanan, pembiasaan, dan nasihat di

lingkungan sekolah untuk membentuk akhlak siswa menjadi lebih baik.55

Berdasarkan skripsi yang penulis jadikan sebagai rujukan dalam kajian

relevan di atas maka penulis menemukan perbedaan di antaranya :

55
https://repository.metrouniv.ac.id/id/eprint/852/1/SKRIPSI%20NISAUL%20KHOIROH%2
0NPM.%2014114981.pdf

34
Perbedaan skripsi yang disusun oleh Suhardi Suwardoyo dengan judul

“Internalisasi Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam Dalam Mengembangkan

Kecerdasan Spiritual Peserta Didik (Studi Kasus Di MTs Sunan Kalijogo Malang)

dengan yang penulis teliti terletak pada pengembangan kecerdasan spiritual peserta

didik dengan nilai-nilai keagamaan. Sedangkan perbedaan tujuannya terletak pada

mengembangkan kecerdasan religius sedangkan tujuan dari penulis adalah

mengetahui proses internalisasi dan faktor penghambat serta faktor pendukung.


Adapun Skripsi yang disusun oleh Nisaul Khoiroh, dengan judul “Internalisasi

Nilai-Nilai Akhlak Dalam Pembelajaran PAI Di SMA LKMD Sidomukti Abung

Timur Lampung Utara mempunyai perbedaan dengan skripsi yang diteliti oleh

penulis dan perbedaan tersebut terletak pada pembentukan akhlak dan nilai-nilai

keagamaan. Tujuannya juga mempunyai perbedaan yaitu untuk mengetahui

pelaksanaan nilai-nilai akhlak dalam pembelajaran PAI, sedangkan tujuan penulis

adalah mengetahui internalisasi nilai-nilai keagamaan di Madrasah Diniyah

Takmilyah Awaliyah Alkhairaat.

35
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Jenis penelitian ini termasuk penelitian kualitatif. Menurut Moleong penelitian

kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa

yang dialami oleh subjek penelitian.56 Dengan demikian maka pendekatan penelitian

kualitatif bermaksud untuk melakukan pengamatan tentang fenomena yang


berhubungan dengan internalisasi nilai-nilai keagamaan pada peserta didik di

Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah (MDTA) Alkhairaat Desa Tontalete

Kecamatan Kema Kabupaten Minahasa Utara.

Pendekatan penelitian ini termasuk penelitian lapangan field research.57

Dengan demikian pendekatan ini digunakan dalam penelitian ini, dimaksudkan untuk

mengadakan pengamatan tentang fenomena-fenomena yang terjadi dalam proses

internalisasi nilai-nilai keagamaan pada peserta didik di Madrasah Diniyah


Takmiliyah Awaliyah (MDTA) Alkhairaat Desa Tontalete Kecamatan Kema

Kabupaten Minahasa Utara.


B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah (MDTA)

Alkhairaat Tontalete, yang berlokasi di wilayah jaga 5 Desa Tontalete, Kecamatan

Kema, Kabupaten Minahasa Utara.

56
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 2006), h. 6.
57
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 26

36
2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dalam jangka waktu 2 bulan terhitung mulai

peneliti diizinkan meneliti oleh pihak sekolah serta sampai pada tahap penyusunan.

C. Sumber Data

Sumber data yang digunakan oleh peneliti adalah pihak-pihak yang memilki

kompetensi dalam penelitian ini. Dalam hal ini peneliti mengambil dua sumber data,

yaitu data primer dan data sekunder.


1. Data Primer

Sumber data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data

kepada pengumpul data.58 Data primer atau data utama adalah data yang diambil

secara langsung melalui wawancara, observasi pada pihak-pihak yang terkait dengan

penelitian. Sumber data utama dalam penelitian ini adalah kepala Madrasah Diniyah

Takmiliyah Awaliyah (MDTA) Alkhairaat Tontalete, guru dan orang tua peserta

didik.

2. Data Sekunder

Sumber data sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan


data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen. 59 Data

sekunder adalah data yang diperoleh penelitian kepustakaan, dokumentasi. Sumber

data sekunder diperoleh dari foto-foto yang dapat mendukung data primer dalam

penelitian ini. Adapun data sekunder yang digunakan adalah buku-buku yang

berkaitan dengan penelitian.

58
Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D, (Bandung: Alfabeta,
2016), h. 225.
59
Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D, h. 225.

37
D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan interview

(wawancara), observasi (pengamatan) dan dokumentasi.

1. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu

dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan

pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas


pertanyaan itu. Maksud mengadakan wawancara, antara lain mengkonstruksi

mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan

lain-lain.60

Wawancara ini meliputi menanyakan pertanyaan dengan format terbuka,

mendengarkan, menulis dan merekamnya. Dalam hal ini peneliti melakukan

wawancara untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan proses internalisasi

nilai-nilai keagamaan serta faktot penghambat dan faktor pendukung dalam proses

internalisasi nilai keagamaan khususnya pada hal ibadah.

2. Observasi
Observasi partisipatif, peneliti mengamati apa yang dikerjakan orang,

mendengarkan apa yang mereka ucapkan dan berpartisipasi dalam aktivitas mereka. 61

Adapun observasi dalam penelitian ini peneliti melakukan untuk mendapatkan data

yang berkaitan dengan proses internalisasi nilai-nilai keagamaan pada peserta didik

Madrasah Diniyah Takmilyah Awaliyah (MDTA) Alkhairaat Desa Tontalete Kecamatan

Kema Kabupaten Minahasa Utara.

60
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 186.
61
Sugiyono, Metodologi Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D, h. 227.

38
3. Dokumentasi

Dokumentasi adalah cara pengumpulan data dan informasi melalui pencarian

dan penemuan bukti-bukti. Metode dokumentasi ini merupakan metode pengumpulan

data yang berasal dari sumber non manusia. 62 Metode dokumentasi ini digunakan

untuk menghimpun data-data atau informasi yang ada didokumen di Madrasah

Diniyah Takmiliyah Awaliyah (MDTA) Alkhairaat Desa Tontalete Kecamatan Kema

Kabupaten Minahasa Utara yang berkaitan dengan internalisasi nilai-nilai keagamaan


serta faktor penghambat dan pendukungnya.

E. Instrumen Penelitian

Alat ukur dalam penelitian biasanya dinamakan instrumen penelitian. 63 Jadi,

instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena

alam maupun sosial yang diamati. Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang

digunakan peneliti untuk mengumpulkan data dalam arti lebih akurat, lengkap dan

sistematis, sehingga lebih mudah untuk diproses agar memudahkan pekerjaannya dan

hasilnya lebih baik.

Berdasarkan teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini,


maka alat penelitian ini menggunakan pedoman wawancara, pedoman observasi dan

pedoman dokumentasi.

F. Teknik Analisis Data

Menurut Sugiyono analisis data merupakan proses mencari dan menyusun

secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara observasi dan

dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan

62
Sugiyono, Metodologi Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D, h. 244.
63
Sugiyono, Metodologi Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D, h. 137.

39
ke dalam ketegori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke

dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari dan membuat

kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri dan orang lain.64 Analisis data

kualitatif adalah bersifat induktif, yaitu suatu analisis berdasarkan data yang

diperoleh, selanjutnya dikembangkan menjadi hipotesis. Analisis data dalam

kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan dan

setelah selesai di lapangan.65 Analisis data yang digunakan yaitu model Miles dan
Huberman:

1. Data Reduction (Reduksi Data)

Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak. Untuk itu maka

perlu dicatat secara teliti dan rinci. Seperti telah dikemukakan, semakin lama peneliti

ke lapangan, maka jumlah data akan semakin banyak, kompleks dan rumit. Untuk itu

perlu segera dilakukan analisis data melalui reduksi data.66

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan proses reduksi data setelah

melakukan pengumpulan data yang dibutuhkan yang memiliki hubungan dengan

permasalahan penelitian. Setelah data yang dibutuhkan ada, maka peneliti melakukan
reduksi data sesuai dengan tema dan topik yang sesuai gunanya untuk memudahkan

peneliti dan agar lebih tersistematis dengan baik.

2. Data Display (Penyajian Data)

Dalam penelitian kualitatif penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian

singkat, bagan, hubungan antar kategori dan sejenisnya. Yang paling sering

64
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D, h. 368.
65
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D, h. 244-245.
66
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D, h. 247.

40
digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang

bersifat naratif.67

Penyajian data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara menyajikan seluruh

informasi penting yang didapatkan dari informan baik melalui observasi, wawancara

dan dokumentasi.

3. Conclusion Drawing/verification (Verifikasi)

Tahap ini dilakukan setelah kegiatan analisis data berlangsung di lapangan


maupun setelah selesai di lapangan. Selain itu tahap ini juga harus berdasarkan

analisis data. Baik yang berasal dari catatan lapangan saat wawancara, observasi,

dokumentasi yang didapatkan dari hasil penelitian di lapangan. 68

Pada tahapan ini, penelitian menganalisis data yang terkumpul yang terdiri

dari hasil wawancara, observasi, dokumentasi, pekerjaan analisis data dalam hal ini

adalah mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, memberi kode dan

mengkategorisasikannya.

G. Penguji Keabsahan Data

Untuk menetapkan keabsahan (trustworthiness) data diperlukan teknik


pemeriksaan. Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria

tertentu. Ada empat kriteria yang digunakan, yaitu derajat kepercayaan (credibility),

keteralihan (transferability), kebergantungan (dependanility) dan kepastian

(confirmability).69

67
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D, h. 249.
68
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D, h. 252.
69
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 324.

41
Untuk menjamin keabsahan data, peneliti menggunakan teknik triangulasi.

Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari

berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu. Dengan demikian

terdapat triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data dan waktu.70

1. Triangulasi sumber

Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara

mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber.71


Triangulasi sumber yaitu dengan cara membandingkan data hasil wawancara

antar narasumber terkait dan membandingkan data hasil dokumentasi antar dokumen.

Triangulasi sumber ini digunakan oleh peneliti untuk mengecek data yang diperoleh

oleh peneliti di lapangan.

2. Triangulasi Teknik

Triangulasi teknik untuk menguji kredibilats data dilakukan dengan cara

mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Misalnya data

yang diperoleh dengan wawancara, lalu dicek dengan observasi dan dokumentasi.72

Triangulasi Teknik ini digunakan oleh peneliti setelah mendapatkan hasil


wawancara dari narasumber yang kemudian diperiksa atau dicocokan dengan hasil

observasi dan dokumentasi.

3. Triangulasi Waktu

Dalam pengujian kredibilitas data dapat dilakukan dengan cara pengecekan

dengan wawancara, observasi, atau teknik lain dalam waktu yang berbeda. 73

70
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D, h. 273.
71
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D, h. 274.
72
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D, h. 274.
73
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D, h. 274.

42
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Hasil Penelitian

1. Sejarah Madrasah Diniyah Takmilyah Awaliyah Alkhairaat Tontalete

Awal mula berdirinya Madrasah Diniyah Takmilyah Awaliyah Alkhairaat

Desa Tontalete dikarenakan tidak adanya guru agama Islam di sekolah-sekolah

dasar yang ada di desa Tontalete atas usulan dari Bapak Mansur Wumu salah satu

pegawai syari di masjid Al-Hijrah Desa Tontalete dan salah satu pemuda remaja
masjid yang berstatus mualaf yang ikut prihatin kepada pendidikan agama Islam

di desa Tontalete. Oleh karena itu, mereka mengadakan rapat bersama Imam
Masjid, BTM dan jama‟ah masjid Al-Hijrah desa Tontalete untu membuat sekolah

khsusus untuk anak SD yang awalnya disebut sekolah Arab. Sekolah Arab ini

berdiri pada tahun 1991. Setelah beberapa kemudian atas kesepakatan bersama

mereka mengganti nama sekolah Arab menjadi Madrsah Ibtidaiyah Alkhairaat

dengan pembelajaran selama 3 tahun. Selanjutnya karena diketahui bahwa

seharusnya lamanya pembelajaran untuk Madrasah Ibtidaiyah adalah 6 tahun dan

itu tidak sesuai dengan yang diadakan di Madrasah Ibtidaiyah Alkhairaat


Tontaelete pada tahun 2000 Madrasah Ibtidaiyah Alkhairaat diganti lagi namanya

menjadi Madrsah Diniyah Awaliyah Alkhairaat. Dengan lama masa pembelajaran

3 tahun dan masih mengikuti kurikulum Alkhairaat. Untuk pembayaran tenaga

pendidik dari awal berdirinya masih menggunakan sistem gotong royong dari

jama‟ah. Jama‟ah mengumpulkan sembako setiap minggunya untuk diberikan

kepada guru yang mengajar.

Pada awal didirikan saat masih menggunakan nama sekolah Arab

pembelajaran dilakukan di dalam masjid secara berkelompok. Kemudian pada

tahun 2003, Madrasah Diniyah Awaliah Alkhairaat mulai membebankan iuran

43
harian kepada peserta didik yang menimbah ilmu di sana. Seribu atau dua ribu

yang dimasukan dalam kotak setiap sebelum masuk pembelajaran. Sehingga pada

Tahun 2004 dengan sumbangan dana dari jamaah akhirnya Madrasah Diniyah

Awaliyah bisa mendirikan bangunan sendiri meskipun masih menggunakan lahan

Masjid.

Pada awal berdirinya hanya 3 kelas, kemudian setelah adanya penetapan

kuruikulum oleh Kemenag yaitu untuk lamanya pendidikan di Madrsah Diniyah

Awaliyah adalah selama 4 tahun. Oleh karena itu dari BTM membentuk komite

Madrasah agar pembayaran iuran semakin teratur dan mencukupi untuk


pembayaran guru dan pembangunan gedung madrasah yang baru karena gedung

madrasah yang lama tidak cukup untuk 4 kelas.

Setelah dana terkumpul akhirnya dilakukan pembangunan untuk gedung

madrasah yang baru yang berlokasi di desa Tontalete wilayah jaga V yang

lokasinya cukup jauh dari lokasi awal. Pada tahun 2014 Madrasah Diniyah

Awaliyah Alkhairaat desa Tontalete akhirnya menerapkan pendidikan dengan 4

kelas sesuai dengan kurikulum Kemenag dan sesuai SK Kemenag namnaya

menjadi Madrasah Diniyah Takmiliyah (MDTA) Alkhairaat. Selain itu Kemenag

juga mengadakan distribusi buku-buku pelajaran untuk Madrasah Diniyah

Awaliyah.

2. Visi, Misi dan Tujuan Madrasah

a. Visi

Melahirkan peserta didik yang beriman dan bertaqwa (IMTAQ)

berwawasan keislaman, berakhlakul karimah dan berkarakter religius.

b. Misi

1) Menumbuh kembangkan nilai-nilai agama pada peserta didik,

sehingga dapat dijadikan pedoman dalam beramal dan beribadah

44
2) Melaksanakan pembelajaran, pelatihan dan bimbingan agama,

sehingga peserta didik memilki bekal ilmu pengetahuan keagamaan

yang memadai sebagai bekal hidup bermasyarakat

3) Menumbuh kembangkan nilai-nilai minat dan bakat peserta didik

sehingga mampu berkembang dan berprestasi

4) Meningkatkan kerja sama dengan orang tua/ wali peserta didik,

komite madrasah maupun intsansi terkait lainnya dalam rangka

pengembangan pendidikan di madrasah

c. Tujuan Pendidikan Madrasah Diniyah Awaliyah Alkhairaat:


Untuk membekali peserta didik pengetahuan dasar agama serta

menjadikannya muslim yang beriman, bertaqwa, beramal sholeh serta

berakhlakul karimah.

3. Identitas Madrasah

Tabel 4.1
a. Nama Sekolah : Madrasah Diniyah Awaliyah Alkhairaat
b. Alamat : Jaga V, desa Tontalete kecamatan Kema
kabupaten Minahasa Utara provinsi
Sulawesi Utara
c. Didirikan Pada : 11 November 1991
d. Status Sekolah : Terdaftar
e. Penyelenggara Lembaga : Majelis Pendidikan Alkhairaat
f. Waktu Pelaksanaan : Siang-sore (14.00 s/d 17.00)
g. Banyaknya pertemuan : 6 kali dalam seminggu (Senin-sabtu)
h. Bangunan Sekolah : Milik Jama‟ah Islam desa Tontalete
i. Identitas Kepala Madrasah
Nama dan Gelar : Suriyani Endang Gobel, S.Pd
Pendidikan Terakhir : S1 Pendidikan Agama Islam

45
4. Sarana dan Prasarana Madrasah
Tabel 4.2

a. Unit Sekolah :1

b. Ruang kelas :4

c. Ruang guru :-

d. WC :-

e. Tempat Wudhu :1

f. Ruang Ibadah :1

5. Keberadaan Peserta didik


Peserta didik yang menempuh pendidikan di Madrasah Diniyah

Takmiliyah Awaliyah (MDTA) Alkhairaat desa Tontalete merupakan anak-anak

pada tingkat SD.

Tabel 4.3

Kelas 1 : 19 orang
Laki-laki : 10 orang
Perempuan : 9 orang
Kelas 2 : 17 orang
Laki-laki : 9 orang
Perempuan : 8 orang
Kelas 3 : 18 orang
Laki-laki : 7 orang
Perempuan : 11 orang
Kelas 4 : 7 orang
Laki-laki : 5 orang
Perempuan : 2 orang
Jumlah Keseluruhan : 61 orang
Laki-laki : 31 orang
Perempuan : 30 orang

46
B. Hasil Temuan Penelitian

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti akan menguraikan

hasil penelitian yang peneliti temukan di Madrasah Diniyah Takmilyah Awaliyah

(MDTA) Alkhairaat Desa Tontalete Kecamatan Kema Kabupaten Minahasa Utara

yang berhubungan dengan internalisasi nilai-nilai keagamaan pada peserta didik

di Madrasah Diniyah Takmilyah Awaliyah Alkhairaat Desa Tontaelete

Kecamatan Kema Kabupaten Minahasa Utara dan faktor-faktor penghambat serta

faktor-faktor pendukung pada proses internalisasi nilai-nilai keagamaan di

Madrsah Diniyah Awaliyah Alkhairaat Desa Tontaelete Kecamatan Kema

Kabupaten Minahasa Utara.

Dari hasil wawancara peneliti dengan beberapa informan di antaranya,

Kepala Madrasah, guru-guru dan orang tua maka didapat hasil wawancara sebagai

berikut:

1. Internalisasi Nilai-Nilai Keagamaan Pada Peserta Didik Di Madrasah

Diniyah Takmilyah Awaliyah Alkhairaat Desa Tontalete Kecamatan

Kema Kabupaten Minahasa Utara

Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah Alkhairaat Desa Tontalete

Kecamatan Kema Kabupaten Minahasa Utara adalah satu-satunya lembaga


pendidikan Islam non formal di kabupaten Minahasa Utara yang berada di bawah

naungan Majelis Pendidikan Alkhairaat yang masih bertahan sampai saat ini. Hal

itu dikarenakan Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah Alkhairaat ini dianggap

memiliki kontribusi yang cukup besar terhadap pendidikan Islam di desa

Tontalete termasuk dalam internalisasi nilai-nilai keagamaan pada anak usia

sekolah dasar.

Untuk itu diperlukan upaya khusus untuk menginternalisasi nilai-nilai

keagamaan pada peserta didik di Madrasah Diniyah Awaliyah Alkhairaat Desa

47
Tontalete Kecamatan Kema Kabupaten Minahasa Utara. Sesuai dengan yang

diuraikan pada batasan masalah, yaitu yang diteliti fokus pada internalisasi nilai

ibadah sholat lima waktu, membaca doa sehari-hari dan pengenalan huruf hijaiyah

(mengaji).

Berikut ini hasil wawancara dengan kepala Madrasah Diniyah

Takmiliyah Awaliyah Alkhairaat Desa Tontalete Kecamatan Kema Kabupaten

Minahasa Utara yang berkaitan dengan batasan masalah pertama yaitu upaya yang

dilakukan dalam internalisasi nilai ibadah sholat lima waktu pada peserta didik:
Dalam pembelajaran, ada mata pelajaran Fiqih yang membahas tentang
tata cara ibadah, salah satunya sholat lima waktu. Peserta didik di sini kita
ajarkan mulai dari niat berwudhu, rukun-rukunnya, tata cara
pelaksanaannya, sampai pada doa. Begitu juga dengan ibadah sholat.
Khusus peserta didik laki-laki diajarkan dari adzan dan iqomah, kemudian
niat sholat, sampai pada bacaan-bacaan sholat dan gerakannya serta
sampai pada doa setelah sholat. Hal itu dilakukan bertahap, tentunya sesuai
dengan tingkatan kelas. Bukan hanya dengan penjelasan tetapi juga
praktek. Hal itu mungkin tidak banyak dilakukan di sekolah umum karena
keterbatasan waktunya. Oleh karena itu disini kami berupaya agar dapat
memenuhi hal yang mendasar yang harus dibiasakan pada peserta didik
sejak diusia anak-anak. Di MDTA ini sudah disediakan ruangan kosong
ada karpet panjang juga untuk peserta didik melaksanakan sholat. Karena
masuk kelas jam 2 siang, sampai jam 5 sore berarti kami sholat berjamaah
Ashar disini. Masing-masing harus membawa mukena bagi perempuan.
Karena di madrasah hanya ada beberapa saja. Selanjutnya tiap sebulan
sekali diadakan praktek sholat guna untuk mengevaluasi bacaan dan cara
sholat peserta didik apakah semua sudah benar atau hanya ikut-ikutan
saja.74
Dari hasil wawancara dengan kepala Madrasah dijelaskan bahwa hal yang

paling mendasar diajarkan melalui pelajaran Fiqih karena menurutnya hal itu tidak
banyak dijelaskan di sekolah umum pada anak usia mereka. Selanjutnya peneliti

menanyakan tentang program khusus yang diadakan di Madrasah Diniyah

Takmiliyah Awaliyah (MDTA) Alkhairaat Desa Tontalete Kecamatan Kema

Kabupaten Minahasa Utara yang berkaitan dengan internalisasi nilai ibadah sholat

lima waktu kepada kepala Madrasah:

74
Suriyani E. Gobel, Kepala MDTA Alkhairaat Desa Tontalete, Wawancara,
Ruang kelas 3, Kamis 14 Oktober, Pukul 14.30 Wita.

48
Untuk sholat, kami menugaskan peserta didik untuk membuat buku sholat.
Tetapi, saat ini sudah dibuat dalam bentuk kartu yang dicetak. Buku sholat
ini dibuat untuk mengecek peserta didik apakah mengerjakan sholat atau
tidak. Yang di dalamnya harus ditanda-tangani oleh orang tua dan juga
imam atau pegawai syari lainnya. Hal ini dianggap mampu untu
membiasakan peserta didik melaksanakan sholat. Memang awalnya seperti
terpaksa, kalau kartu sholatnya banyak yang diberi tanda silang, peserta
didik akan diberikan hukum juga nilai praktek Fiqihnya rendah.
Sedangkan kalau buku sholatnya penuh dicentang yang paling banyak
akan diberikan hadiah dan juga nilai prakteknya tinggi. Maka dari itu
peserta didik berlomba-lomba untuk melaksanakan sholat meskipun tidak
lima waktu mereka kerjakan. Seperti anak kelas 1, mereka masih banyak
juga yang tidak sholat Subuh, masih kami maklumi karena usia mereka
juga masih 5-6 tahun. Tetapi tetap kami berikan hukuman yang sesuai.75
Selanjutnya pertanyaan yang sama ditanyakan kembali kepada guru kelas

1 Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah Alkhairaat Desa Tontalete Kecamatan


Kema Kabupaten Minahasa Utara yang berkaitan dengan proses internalisasi nilai

ibadah sholat lima waktu serta program yang dilakukan:


Sebagai guru, khususnya saya sebagai guru kelas 1, kelas paling dasar
dalam pengenalan ibadah baik sholat maupun ibadah-ibadah yang lain.
untuk menanamkan, membiasakan sholat pada anak diusia 5-6 tahun
tentunya tidak gampang. Untuk pembelajaran fiqih di kelas 1, masih pada
tahap-tahap pengenalan, mulai dari wudhu karena mau sholat harus bisa
wudhu dulu kan. Peserta didik kami ajarkan mulai dari niat wudhunya,
gerakan-gerakan wudhu yang termasuk dalam rukun maupun sunnah
wudhu. Selanjutnya, diajarkan rukun-rukun dalam sholat, mulai dari niat,
bacaannya sampai pada gerakan. Meskipun masih pada tahap belajar,
untuk sholat tetap kami wajibkan, meskipun mereka masih ada yang ikut-
ikut gerakan saja masih ada beberapa doa yang panjang yang belum
mereka hafal. Setidaknya sudah ada kesadaran pada diri anak-anak ini
untuk melaksanakan sholat walaupun awalnya berat. Saat berada di
madrasah juga peserta didik diwajibkan sholat pada waktu Ashar karena
bertepatan waktu Ashar pada jam pelajaran ke dua. Jadi pending sebentar
untuk sholat, kemudian lanjut lagi. Untuk peserta didik kelas 1 yang tidak
melaksanakan sholat, tidak diberikan hukuman dengan kekerasan tetapi
lebih hukuman seperti berdiri di depan kelas, kemudian disuruh untuk
menghafalkan bacaan sholat maupun surah-surah pendek.
Di MDTA Alkhairaat Tontalete dari kepala MDTA menugaskan peserta
didik untuk mengisi kartu sholat, sebagai alternatif untuk mengontrol
peserta didik yang melaksanakan sholat atau tidak. Jadi dalam kartu sholat
itu harus ada tanda-tangan orang tua, imam atau pegawai syari lainnya.
Jadi peserta didik yang sholat harus meminta tanda-tangan orang tua dan
imam sebagai bukti. Kemudian kartu itu akan dikumpul tiap minggunya
untuk diperiksa dan diberikan nilai. Itu menjadi nilai tambahan untuk
pelajaran Fiqih dalam hal praktek. Dengan adanya kartu sholat, bisa dilihat
di masjid itu anak-anak yang sholat lebih banyak dari orang tua. Karena

75
Suriyani E. Gobel, Kepala MDTA Alkhairaat Desa Tontalete, Wawancara,
Ruang kelas 3, Kamis 14 Oktober, Pukul 14.30 Wita.

49
mereka berlomba-lomba untuk sholat dan mengisi kartu sholat mereka.
Hal itu diharapkan bisa menjadi salah satu cara yang berdampak untuk
membiasakan anak-anak diumur seperti mereka agar terbiasa disiplin
untuk melaksanakan sholat lima waktu walaupun awal-awalnya masih
terasa berat.76
Pernyataan dari guru kelas 1 benar adanya sesuai dengan observasi yang

dilakukan peneliti di Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah Alkhairaat Desa

Tontalete Kecamatan Kema Kabupaten Minahasa utara. Saat masuk waktu sholat

Ashar guru menghentikan sementara proses pembelajaran dan memerintahkan

peserta didik untuk segera berwudhu untuk melaksanakan sholat Ashar


berjamaah.
Kemudian peneliti melakukan wawancara dengan guru kelas 2, dengan

pertanyaan wawancara yang sama. Adapun hasil wawancara dengan guru kelas 2
Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah Alkhairaat Desa Tontaelete Kecamatan

Kema Kabupaten Minahasa Utara adalah sebagai berikut:


Hal yang pertama dilakukan adalah menjelaskan pentingnya ibadah sholat
lima waktu sebagai ibadah wajib. Menjelaskan cara pelaksanaannya itu
sebagian besar sudah diajarkan di mata pelajaran Fiqih di kelas 1. Kedua,
kami sebagai guru memberikan contoh kepada peserta didik. Salah satunya
guru harus selalu membawa mukena ke madrasah, agar saat masuk waktu
sholat, pembelajaran dihentikan sementara guru langsung mengkordinir
peserta didik secara tegas untuk segera berwudhu dan siap-siap
melaksanakan sholat, kemudian guru juga bergegas ke tempat wudhu agar
peserta didik mencontohi dan mengikuti. Kemudian guru juga yang
mengarahkan, mengawasi dalam pelaksanaan sholat. Selanjutnya tiap
bulan itu ada kegiatan praktek sholat juga, jadi dievaluasi kembali tata cara
pelaksanaan sholat peserta didik ini apa sudah benar. Mereka di tes satu
per satu gerakan sholatnya, bacaannya. Jadi, ada yang biasanya hanya ikut-
ikut gerakan, bacaannya masih salah-salah pada saat evaluasi praktek ini
diperbaiki, bisa dikatakan dipaksa agar bisa membaca dan mempraktekan
sholat dengan baik. Ya karena memang harus seperti itu, anak-anak
seumuran mereka itu harus diulang-ulang agar tidak lupa, dipaska agar
terbiasa.
Madrasah kami mengadakan program kartu sholat. Program ini sudah
lama. Jadi dibuat semacam absen sholat yang dipegang oleh peserta didik
itu sendiri. Dengan pengawasan orang tuanya dan juga imam serta
pegawai syari karena dalam kartu itu harus ada tanda tangan orang tua dan
imam sebagai bukti. Dengan adanya program ini masjid selalu ramai
dengan anak-anak apalagi pada waktu sholat Magrib, Isya. Mereka berebut
untuk mendapatkan tanda tangan dari pak imam. Kalo dzuhur dan ashar

76
Sukma Pratiwi, Guru Kelas 1 MDTA Alkhairaat Desa Tontalete, Wawancara,
Ruang Kelas 1, Jumat 15 Oktober 2021, Pukul 16.00 Wita.

50
kan mereka sholat di sekolah. Jadi jarang terlihat di masjid. Dan program
ini di anggap berpengaruh dalam upaya untuk membiasakan anak sholat
lima waktu. Kemudian juga tiap minggunya ada penilaian dari kartu sholat
itu. Kartu itu dikumpul dan diperiksa untuk diberikan nilai oleh kami guru-
guru dan yang kartunya penuh atau ada bolongnya hanya 2 atau 3 saja
akan diberikan hadiah. Jadi peserta didik termotivasi umtuk lebih rajin
melaksanakan sholat karena melihat teman mereka yang dapat hadiah.
Itulah yang kami lakukan untuk membiasakan peserta didik melaksankan
sholat lima waktu.77
Penjelasan dari guru kelas 2 di atas sesuai dengan apa yang dijelaskan oleh

kepala Madrasah dan guru kelas 1. Bahwa mereka telah melakukan banyak hal

untuk menginternalissikan nilai-nilai ibadah sholat lima waktu pada peserta didik.
Mulai pada materi pada mata pelajaran Fiqih, menjelaskan pentingnya
melaksanakan sholat lima waktu, guru juga memberikan contoh untuk

melaksanakan sholat dan juga melalu program kartu sholat agar dapat mengontrol
kedisiplinan dan kejujuran peserta didik dalam melaksanakan sholat meskipun

tidak secara langsung. Hal itu dinilai dapat berpengaruh dalam internalisasi nilai

ibadah sholat lima waktu.

Peneliti juga melakukan wawancara dengan beberapa orang tua peserta

didik untuk mengetahui perlukah bagi mereka untuk memasukan anak mereka di

Madrasah dan sejauh mana progres dari upaya yang telah dilakukan oleh guru
dalam internalisasi nilai ibadah sholat lima waktu pada peserta didik.

Berikut ini hasil wawancara dengan orang tua dari Airin peserta didik

kelas 1 Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah (MDTA) Alkhairaat Desa


Tontalete Kecamatan Kema Kabupaten Minahasa Utara:
Iya perlu. Sedangkan di sekolahkan saja kadang masih ada kurang-
kurangnya apalagi tidak.78 Kalau Airin sebelum masuk di madrasah sudah
mulai saya ajarkan sholat, tapi masih sholat di rumah sama saya. Sekarang,
setelah dia masuk di madrasah dia jadi semangat untuk pergi sholat di
masjid. Ya karena kan mereka harus mengisi kartu harus dapat tanda
tangan imam, jadi antusias untuk ke masjid. Selain itu juga alasannya dia

77
Sahara Palalu, Guru Kelas 2 MDTA Alkhairaat Desa Tontaelete, Wawancra,
Ruang Kelas 2, Jumat 15 Oktober 2021, Pukul 16.30 Wita
78
Yunita Ladimo, Orang Tua peserta, Wawancara, Rumah Narasumber, Selasa
19 Oktober 2021, Pukul 10.00 Wita

51
supaya ketemu dengan teman-teman. Saya sebagai orang tua bersyukur
karena di madrasah ada proram seperti itu, jadi orang tua tinggal
mengontrol. Kalau yang awalnya dia hanya sholat di rumah harus dengan
berbagai macam cara karena anak ini banyak alasan walaupun sudah
diajarkan. Tetapi karena sudah ada kewajiban khusus dari ustadzahnya jadi
dia tidak berani melawan. Karena dia malu kalo nanti diperiksa kartu
sholatnya ada yang kosong.
Dari pendapat ibu Yunita kita bisa memahami bahwa dengan anaknya di

sekolahkan di madrasah ia menjadi lebih rajin untuk pergi sholat di masjid dari

pada yang biasanya sholat di rumah saja susah. Selanjutnya peneliti melakukan

wawancara dengan pertanyaan yang sama dengan orang tua dari Nazwa pesrta
didik kelas 1.
Berikut hasil wawancara dengan orang tua dari Nazwa peserta didik kelas

1:
Iya, perlu. Karena tidak semua orang tua mampu mengajarkan anaknya
pelajaran agama yang banyak. Contohnya seperti saya yang tidak terlalu
paham, maka anak saya di sekolahkan di sana. Menurut saya sudah baik,
karena anak saya saat belum sekolah di sana disuruh sholat itu susah,
tetapi mulai dia sekolah di madrasah kadang tanpa disuruh pun dia tetap
pergi sholat dengan alasan kalau tidak sholat akan diberikan hukuman.
Terkadang juga dia meminta kepada saya untuk dibangunkan sholat subuh
supaya kartu sholatnya terisi penuh karena kalau penuh akan diberikan
hadiah oleh ustadzah. Mungkin itu cara yang dilakukan gurunya agar
anak-anak semangat untuk melaksanakan sholat. Dan menurut saya itu
sangat bermanfaat.79
Selanjutnya hasil wawancara dengan orang tua dari Rara peserta didik

kelas 2:
Iya sangat perlu. Karena di sekolah SD menurut saya tidak cukup jam
pelajaran agamanya, orang tua juga kalau kerja tidak ada waktu lebih
banyak untuk mengajarkan anak-anak di rumah. Usaha yang dilakukan
guru-guru sangat baik. Kalau proses belajarnya saya kurang tahu, mungkin
menghafal doa-doa dan gerakan sholatnya praktek begitu. Lalu mereka
menggunakan kartu. Namanya juga kan anak-anak, mereka suka kalau
ramai-ramai. Dengan adanya kartu itu mereka jadi ramai-ramai pergi
sholat karena tidak mau kartunya tidak dapat tanda tangan dan tidak dapat
hadiah di madrasah. Menurut saya itu cara yang bagus untuk diterapkan
pada anak-anak. Karena anak-anak kan suka ikut ramai istilahnya. 80

79
Sumarni Abudi, Orang Tua Peserta Didik, Wawancara, Rumah Narasumber,
Selasa 19 Oktober 2021 , Pukul 10.30 Wita.
80
Djaenin Tampilang, Orang Tua Peserta Didik, Wawancara, Rumah
Narasumber, Selasa 19 Oktober 2021, Pukul 11.00 Wita.

52
Dari beberapa hasil wawancara dengan orang tua peserta didik Madrasah

Diniyah Takmiliyah Awaliyah (MDTA) Alkhairaat Desa Tontalete Kecamatan

Kema Kabupaten Minahasa Utara dapat diketahui bahwa dalam proses

internalisasi nilai ibadah sholat lima waktu pada peserta didik bukan hanya

dengan pembelajaran dari materi yang diajarkan guru di madrasah tetap juga

dengan pembiasaan dengan program kartu sholat yang diperiksa setiap

minggunya. Dengan adanya program tersebut peserta didik berlomba-lomba agar

kartu sholat mereka terisi penuh sehingga mereka mendapatkan hadiah dan nilai

yang bagus di madrasah.


Selanjutnya, batasan masalah yang kedua yaitu upaya yang dilakukan

untuk membiasakan peserta didik membaca doa sehari-hari. Berikut ini adalah

hasil wawancara dengan Kepala Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah

Alkhairaat Desa Tontalete Kecamatan Kema Kabupaten Minahasa Utara tentang

kebiasaan membaca doa sehari-hari:


Dalam upaya pembiasaan doa sehari-hari di MDTA Alkhairaat ada mata
pelajaran Akhlak. Pada pelajaran tersebut peserta didik diberikan materi
tentang doa-doa sehari-hari. Seperti doa makan beserta artinya. Peserta
didik diberikan tugas untuk menulis doa-doa tersebut, kemudian guru
menjelaskan arti dari doa yang mereka tulis juga adab-adabnya misalnya
untuk makan, kenapa harus membaca doa makan, lalu bagaimana adab
makan dan minum kurang lebih seperti itu. Setelah selesai penjelasan
peserta didik ditugaskan menghafalkan doa yang sudah ditulis satu per
satu di depan kelas. Peserta didik yang tidak bisa menghafal, tidak
dibolehkan istirahat, sehingga peserta didik itu berlomba-lomba untuk
lebih dulu menghafal.
Kalau program khusus mengkin belum ada, hanya saja setiap apel sebelum
masuk kelas dan setelah akan pulang peserta didik dites lagi secara acak
doa-doa yang sudah pernah dihafal. Kemudian guru juga menginfokan
kepada orang tua melalui grup WhatsApp bahwa hari ini peserta didik
menghafal doa makan. Agar supaya ada kerja sama antara orang tua dan
guru untuk membiasakan peserta didik membaca doa di rumah.81
Dari penjelasan kepala Madrasah tersebut dapat diketahui bahwa peserta

didik diajarkan doa sesuai materi yang ada, lalu dicek hafalannya tiap apel

81
Suriyani E. Gobel, Kepala MDTA Alkhairaat Desa Tontalete, Wawancara,
Ruang kelas 3, Kamis 14 Oktober, Pukul 14.30 Wita.

53
sebelum masuk kelas dan saat akan pulang. Selain itu guru juga bekerja sama

dengan orang tua agar mengontrol anaknya saat berada di rumah agar terbiasa

membaca doa sehari-hari.

Selanjutnya hasil wawancara dengan guru kelas 1 mengenai upaya yang

dilakukan dalam pembiasaan membaca doa sehari-hari:


Materi doa-doa harian, materi itu ada pada pelajaran Akhlak. Setiap
peserta didik harus menulis doa sesuai yang akan dipelajari hari itu.
Contohnya belajar doa makan, setelah ditulis guru menjelaskan arti doa
tersebut juga mengajarkan adab dalam makan. Kemudian peserta didik
ditugaskan untuk menghafal doa beserta artinya. Agar supaya saat berdoa
mereka tahu maksud dari doa tersebut. Setelah itu, masing-masing
menghafal di depan kelas. Peserta didik yang tidak bisa menghafal tidak
diberikan izin untuk istirahat. Hal itu dilakukan agar mereka berusaha
untuk menghafalnya. Tidak hanya sampai disitu, setelah akan pulang
mereka juga dites kembali hafalannya, yang pulang duluan adalah peserta
didik yang hafal.
Program khusus untuk hal ini belum ada. Cuma sebisa mungkin guru
membiasakan peserta didik membaca doa-doa yang sudah mereka hafal.
Saat apel sebelum masuk kelas, bersama-sama menghafalkan doa-doa
tersebut. Yang paling sering diulang adalah doa yang dalam kegiatan
sehari-hari banyak dilakukan. Seperti doa sebelum dan sesudah makan,
doa sebelum dan bangun tidur, masuk dan keluar kamar mandi, keluar
rumah, masuk dan keluar masjid. Lalu diberitahukan juga pada orang tua
melalui grup Whatsapp doa apa yang sudah dihafal hari ini. Agar supaya
orang tua bisa cek anaknya saat di rumah. Kira-kira seperti itu upaya yang
dilakukan dalam membiasakan peserta didik membaca doa sehari-hari.82
Selanjutnya hasil wawancara dengan guru kelas 2 mengenai upaya yang
dilakukan dalam pembiasaan membaca doa sehari-hari:
Kami mengajarkan doa-doa sehari-hari kepada peserta didik sesuai yang
ada di pelajaran Akhlak. Dipelajaran Akhlak itu sudah ada doa-doa serta
adab-adab pelaksanaannya. Misalnya adab makan dan minum, serta
doanya. Jadi peserta didik semua mencatat doa yang guru tulis dipapan
tulis, kemudian sama-sama membaca beserta artinya lalu guru
menjelaskan artinya apa. Menjelaskan pentingnya membaca doa sebelum
melakukan sesuatu. Setelah itu peserta didik ditugaskan menghafal doa
beserta artinya agar mereka paham. Selanjutnya sudah menjadi aturan
dalam kelas, yang tidak selesai menghafal tugasnya tidak dibolehkan untuk
istirahat. Jadi berusaha sebisa mungkin mereka harus menghafalnya.
Sebelum pulang juga begitu, mereka akan dipulangkan lebih dulu sesuai
yang duluan bisa menghafal doa yang sudah mereka hafal hari ini.
Sampai saat ini belum ada program khusus. Tetapi, doa-doa yang sudah
mereka hafalkan itu selalu diulangi saat apel sebelum masuk kelas. Selain
itu guru juga memberitahukan kepada orang tua lewat grup orang tua di

82
Sukma Pratiwi, Guru Kelas 1 MDTA Alkhairaat desa Tontaelete, Wawancara,
Ruang Kelas 1, Jumat 15 Oktober 2021, Pukul 16.00 Wita.

54
Facebook atau WhatsApp, hari ini peserta didik sudah menghafal doa
keluar rumah. Dimohon kerja sama orang tua agar bisa bekerja sama untuk
mengingatkan anaknya membaca doa saat akan keluar rumah. Itulah yang
kami lakukan.83
Dari hasil wawancara dengan guru kelas 1 dan guru kelas 2 Madrasah

Diniyah Takmiliyah Awaliyah (MDTA) Alkhairaat desa Tontalete kecamatan

Kema kabupaten Minahasa Utara, bahwa upaya yang dilakukan dalam

pembiasaan membaca doa sehari-hari adalah dengan memberikan materi

pelajaran, memberikan pemahaman pentingya membaca doa sebelum melakukan

sesuatu dan menugaskan peserta didik untuk menghafal doa-doa yang sudah

dipelajari. Selain itu guru juga selalu memberikan informasi kepada orang tua
tentang doa-doa yang sudah dihafal peserta didik di madrasah.

Selain wawancara dengan kepada Madrasah dan guru, peneliti juga

mewawancarai orang tua peserta didik terkait sejauh mana peserta didik terbiasa

membaca doa sehari-hari. Hasil wawancara yang pertama yaitu dengan orang tua

dari Nazwa peserta didik kelas 1:


Kalau anak saya mungkin belum terlalu banyak doa yang dia hafal, karena
masih kelas 1 di madrasah. Tetapi yang selalu dibaca seperti doa makan,
doa tidur sudah terbiasa. Karena setiap makan juga selalu diingatkan ade
baca doa makan, dia menjawab iya mama sudah diajarkan ustadzahnya di
madrasah. Begitu juga doa tidur. Kami juga diingatkan digrup Whatsapp,
jadi ada komunikasi antara orang tua dan guru dalam hal ini.84
Selanjutnya hasil wawancara dengan orang tua dari Airin peserta didik

kelas 1:
Ya Alhamdulillah dia sudah terbiasa. Saya termasuk tipe orang tua yang
bisa dikatakan keras dalam mendidik anak ya. Jadi, kalau ada info dari
grup orang tua, hari ini belajar doa tidur misalnya, jadi sampe rumah
langsung saya tanya. Saya tes lagi. Saat mau tidur juga saya suruh baca.

83
Sahara Palalu, Guru Kelas 2 MDTA Alkhairaat desa Tontaelete, Wawancara,
Ruang Kelas 2, Jumat 15 Oktober 2021, Pukul 16.30 Wita
84
Sumarni Abudi, Orang Tua Peserta Didik, Wawancara, Rumah Narasumber,
Selasa 19 Oktober 2021 , Pukul 10.30 Wita

55
Supaya apa yang sudah diajarkan oleh gurunya di madrasah bukan hanya
menghasilkan lelah untuk gurunya, tapi bisa anak-anak kita terbiasa.85
Selanjutnya hasil wawancara dengan orang tua dari Rara peserta didik
kelas 2:
Kalau baca doa makan, doa tidur sudah terbiasa. Karena papanya selalu
ingatkan saat mau makan begitu juga tidur dan bangun tidur. Kalau doa-
doa yang lain mungkin kadang tidak baca yah namanya juga anak-anak
kan. Biar berkali-kali orang tua bilang, paling hanya iya-iya saja. Tapi
kami sebagai orang tua tetap ingatkan karena kan guru juga selalu kasih
info digrup. Cara yang ampuh sama anak saya itu harus ditakut-takuti,
diancam. Supaya dia lakukan apa yang disuruh.86

Dari beberapa hasil wawancara dengan orang tua peserta didik di atas,

terdapat kesesuaian dengan hasil wawancara dengan kepala Madrasah. Bahwa


peserta didik ditugaskan menghafal doa-doa itu di madrasah, kemudian guru

memberitahukan agar orang tua mengontrol anaknya di rumah agar anak-anak


mereka terbiasa membaca doa sehari-hari.

Selanjutnya, batasan masalah yang ketiga yaitu upaya yang dilakukan

dalam pengenalan huruf hijaiyah (mengaji). Berikut ini adalah hasil wawancara

dengan Kepala Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah (MDTA) Alkhairaat desa

Tontalete kecamatan Kema kabupaten Minahasa Utara tentang pengenalan huruf

hijaiyah (mengaji):
Pengenalan huruf hijaiyah, di MDTA Alkhairaat banyak pelajaran yang
berhubungan dengan itu sesuai dengan tingkatan kelas. Untuk kelas 1, 1
bulan pertama itu dikhususkan untuk menulis dan menghafal 28 huruf
hijaiyah. Untuk melemaskan tangan mereka dan melatih penyebutan
makhorijul huruf yang baik dan benar. Kemudian mulai ada pengenalan
menyambung huruf pada mata pelajaran Tausil dan memisahkan huruf
pada mata pelajaran Tafriq. Pelajaran itu dari kelas 1 setelah mereka sudah
tahu betul huruf hijaiyah, karena mereka akan menulis tulisan yang
bersambung seperti doa-doa, maka pelajaran Tausil dan Tafriq sudah
diberikan dari kelas . Kemudian di kelas 2 juga ada pelajaran Imlah atau
dikte kalau dalam bahasa Indonesia. Guru membacakan 1 atau 2 kata
dalam bahasa Arab, kemudian peserta didik menulis. Peserta didik yang
tidak bisa membaca dan menulis huruf hijaiyah di kelas 1 tidak akan naik
kelas.

85
Yunita Ladimo, Orang Tua Peserta Didik, Wawancara, Rumah Narasumber,
Selasa 19 Oktober 2021, Pukul 10.00 Wita
86
Djaenin Tampilang, Orang Tua Peserta Didik, Wawancara, Rumah
Narasumber, Selasa 19 Oktober 2021, Pukul 11.00 Wita

56
Di MDTA Alkhairaat, selain pembelajaran yang ada di madrasah, peserta
didik masih melanjutkan mengaji di rumah guru-guru pada selesai sholat
Maghrib. Peserta didik yang sudah mengenal huruf hijaiyah, mengukuti
program membaca Al-Qur‟an dengan metode dirosa. Metode dirosa ini
menggunakan jilid sesuai kemampuan masing-masing. Peserta didik yang
mengikuti pengajian metode dirosa lebih cepat bisa membaca Al-Qur‟an
dari pada yang menggunakan buku Iqro‟. Kenapa saya katakan demikian,
karena kami sudah pernah, ada peserta didik yang mau menggunakan
Iqro‟, jadi dibagi 2 kelompok yang Iqro‟ dan dirosa, setelah 2, 3 bulan
diamati perbandingannya ternyata metode dirosa lebih mudah untuk
peserta didik lancar membaca Al-Qur‟an sehingga sampai saat ini
digunakan metode dirosa.87
Selanjutnya hasil wawacara dengan guru kelas 1 mengenai pengenalan

huruf hijaiyah (mengaji) pada peserta didik:


Untuk mengenalan huruf hijaiyah ada tahapan-tahapan tertentu sesuai
tingkatan kelas. Di kelas 1 awal masuk, selama 1 bulan peserta didik hanya
diajarkan menulis dan penyebutan huruf. Jadi setiap hari peserta didik
menulis 3-4 huruf, setiap hurufnya 1 lembar kertas. Sengaja dilakukan
seperti itu agar tangan mereka terbiasa untuk menulis huruf Arab. Selain
itu juga, menulis adalah salah satu cara yang membuat peserta didik lebih
cepat mengingat, karena jika mereka sudah tulis, untuk mengingat kembali
mereka bisa membayangkan kembali model huruh Alif seperti ini, huruf
Syin seperti ini dan seterusnya. Kemudian, setelah menulis, satu per satu
maju untuk diperiksa tulisannya, sebelum diperiksa, saya bertanya terlebih
dulu huruf apa yang ditulis ini, ini sebagai upaya untuk mengetahui
kemampuan peserta didik dalam mengenal dan menyebutkan huruf. Jika
salah menyebutkan nama hurufnya, atau penyebutan makhorjnya salah,
maka diperbaiki sampai penyebutannya benar. Begitu juga penulisannya
jika masih ada yang salah diperbaiki lagi. Setelah mereka sudah paham
betul, cara penyebutan dan penulisan huruf hijaiyah dari Alif sampai Ya’,
barulah nanti ada pelajaran lain untuk menyambung huruf dan
memisahkan huruf agar mereka tau cara menulis, huruf mana saja yang
bisa disambung dan yang tidak boleh disambung dalam menulis kata atau
kalimat dalam huruf hijaiyah.
Dalam pengenalan huruf hijaiyah, kepala madrasah mengadakan program
tambahan yaitu mengaji menggunakan metode dirosa. Kerena metode
dirosa dianggap lebih mudah dan cepat untuk belajar huruf hijaiyah. Hal
itu sudah dibuktikan selama kurang lebih 1 tahun terakhir peserta didik
madrasah yang masih duduk di kelas 2, bahkan ada 1, 2 orang juga kelas 1
yang sudah bisa membaca Al-Qur‟an dengan baik dalam waktu kurang
lebih 3 bulan.88
Selanjutnya hasil wawancara dengan guru kelas 2 mengenai pengenalan

huruf hijaiyah (mengaji) pada peserta didik:

87
Suriyani E. Gobel, Kepala MDTA Alkhairaat Desa Tontalete, Wawancara,
Ruang kelas 3, Kamis 14 Oktober, Pukul 14.30 Wita.
88
Sukma Pratiwi, Guru Kelas 1 MDTA Alkhairaat desa Tontalete, Wawancara,
Ruang Kelas 1, Jumat 15 Oktober 2021, Pukul 16.00 Wita.

57
Pelajaran huruf hijaiyah di MDTA Alkhairaat ini, tergantung tingkatan
kelas. Kalau di kelas 1 hanya belajar mengenal huruf dan penyebutannya,
kemudian menyambung dan memisahkan huruf hanya tiga atau empat
huruf saja, di kelas 2 dan kelas 3 tentunya lebih panjang. Begitu juga
dengan imlah. Jumlah hurufnya lebih panjang bahkan yang di imlah
terkadang sudah ayat-ayat Al-Qur‟an. Kemudian juga ada pelajaran tajwid,
hukum bacaan dalam Al-Qur‟an, ada juga belajar menulis bahasa Arab
walaupun masih dasar-dasar dhomir saja.
Untuk program pengenalan huruf hijaiyah yang digunakan adalah metode
dirosa. Menggunakan metode dirosa agar supaya peserta didik bisa lebih
cepat lancar membaca Al-Qur‟an. Karena sudah banyak peserta didik kami
yang cepat bisa membaca Al-Qur‟an saat menggunakan metode dirosa
dibandingkan Iqro‟.89
Hasil wawancara dari kepala Madrasah dan guru-guru Madrasah Diniyah
Takmiliyah Awaliyah (MDTA) Alkhairaat desa Tontalete kecamatan Kema
kabupaten Minahasa Utara di atas, menjelaskan bahwa upaya yang dilakukan oleh

madrasah dalam mengenalkan huruf hijaiyah (mengaji) pada peserta didik adalah
dengan pelajaran yang ada di madrasah yaitu pengenalan huruf untuk kelas 1,

kemudian pelajaran menyambung huruf (Tausil), memisahkan huruf (Tafriq),

Imlah atau dikte sesuai dengan tingkatan kelas. Selain itu pihak madrasah juga

mengadakan pengajian dengan metode dirosa karena hal itu dianggap lebih cepat

dalam memperlancar peserta didik dalam mengenal huruf hijaiyah (mengaji) dan

membaca Al-Qur‟an.
Selanjutnya, wawancara dengan orang tua peserta didik sejauh mana

peserta didik mengenal huruf hijaiyah dan bisa membaca Al-Qur‟an. Pertama

hasil wawancara dengan orang tua dari Nazwa peserta didik kelas 1:
Alhamdulillah, anak saya sudah mengenal huruf, juga sudah bisa membaca
huruf Arab yang disambung, tetapi belum sampai di Al-Qur‟an. Katanya
ada juga temannya yang kelas 1 tapi sudah di Al-Qur‟an. Ya mungkin
karena anak saya agak sulit dalam menghafal, jadi belum di Al-Quran.
Waktu dia belum sekolah di madrasah dia belajar di iqro sama saya di
rumah. Tapi masih di Iqro 2. Lalu setelah sudah masuk di madrasah sudah
tidak mengaji di rumah karena saya pikir sudah belajar di madrasah dan

89
Sahara Palalu, Guru Kelas 2 MDTA Alkhairaat desa Tontalete, Wawancra,
Ruang Kelas 2, Jumat 15 Oktober 2021, Pukul 16.30 Wita

58
sekarang kalau saya tes dia baca iqro dia sudah bisa baca yang hurufnya
tersambung di Iqro 4.90
Selanjutnya, wawancara dengan orang tua peserta didik sejauh mana

peserta didik mengenal huruf hijaiyah dan bisa membaca Al-Qur‟an. Kedua hasil

wawancara dengan orang tua dari Airin peserta didik kelas 1:


Kalau Airin masih kelas 1 di madrasah, tapi sekarang sudah bisa baca Al-
Qur‟an. Menurut saya perkembangannya cepat, karena di kelas 1 itu
memang betul-betul diajarkan pengenalan huruf, menyambung huruf dan
memisahkan huruf. Saya tahu karena waktu dia awal-awal di madrasah
saya selalu antar dan jaga. Jadi saya liat proses belajarnya. Lalu ada juga
mengaji pakai dirosa. Itu yang buat dia cepat naik di Al-Qur‟an.91
Selanjutnya, wawancara dengan orang tua sejauh mana peserta didik

mengenal huruf hijaiyah dan bisa membaca Al-Qur‟an. Ketiga hasil wawancara
dengan orang tua dari Rara peserta didik kelas 2:
Rara sekarang sudah naik Al-Qur‟an. Memang anak ini agak lama kalau
dibandingkan teman-temannya yang kelas 2, dia baru dijuz 1. Karena anak
ini yang dia takuti kalau di rumah hanya papanya. Sedangkan papanya
kerja. Tapi lumayan cepat dia naik Al-Qur‟an karena pakai buku dirosa.
Waktu masih di Iqro‟ dia 2 bulan naik turun Iqro 4 dan 5 tidak selesai-
selesai sampai Iqro‟ 6. Nanti sudah pakai dirosa baru cepat naik di Al-
Qur‟an.92
Berdasarkan hasil wawancara dari beberapa orang tua di atas, dapat

diketahui bahwa sejauh ini anak-anak mereka yang menempuh pendidikan di

Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah Alkhairaat desa Tontalete kecamatan


Kema kabupaten Minahasa Utara sudah mengenal huruf hijaiyah bahkan ada

beberapa yang sudah bisa membaca Al-Qur‟an. Proses pengenalan huruf lebih

cepat saat menggunakan metode dirosa dibandingkan saat masih menggunakan


buku Iqro’.

90
Sumarni Abudi, Orang Tua Peserta Didik, Wawancara, Rumah Narasumber,
Selasa 19 Oktober 2021 , Pukul 10.30 Wita
91
Yunita Ladimo, Orang Tua Peserta Didik Wawancara, Rumah Narasumber,
Selasa 19 Oktober 2021, Pukul 10.00 Wita
92
Djaenin Tampilang, Orang Tua Peserta Didik, Wawancara, Rumah
Narasumber, Selasa 19 Oktober 2021, Pukul 11.00 Wita

59
2. Faktor penghambat dalam proses internalisasi nilai-nilai keagamaan

pada peserta didik di Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah

Alkhairaat Desa Tontalete Kecamatan Kema Kabupaten Minahasa

Utara

Dalam upaya internalisasi nilai-nilai keagamaan pada peserta didik

tentunya ada faktor yang dapat menghambat hal tersebut. Untuk itu dilakukan

wawancara untuk mengetahui faktor penghambat dalam upaya internalisasi nilai-

nilai keagamaan pada peserta didik di Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah

Alkhairaat desa Tontalete kecamatan Kema kabupaten Minahasa Utara.


Berikut ini hasil wawancara dengan kepala Madrasah tentang faktor

penghambat dalam internalisasi nilai-nilai keagamaan pada peserta didik:


Faktor penghambat peserta didik mungkin berbeda-beda. Bisa saja ada
yang memiliki kemampuan berpikir lebih lambat dari yang lain itu salah
satu faktor penghambat. Kemudian ada peserta didik yang malas. Teman-
teman di lingkungan sekitarnya juga dapat menjadi faktor penghambat.
Orang tua juga terkadang dapat berpengaruh dalam internalisasi nilai-nilai
keagamaan tersebut, jika orang tua tidak mau bekerja sama dengan guru
untuk mengontrol anaknya saat di rumah maka itu juga kan menghambat
internalisasi nilai-nilai pada peserta didik.93

Selanjutnya hasil wawancara dengan guru kelas 1 tentang faktor

penghambat dalam internalisasi nilai-nilai keagamaan pada peserta didik:


Hal yang dapat menghambat proses internalisasi baik sholat, mengaji,
maupun kebiasaan membaca doa sehari bisa muncul dari peserta didik itu
sendiri atau juga dari luar. Hal yang muncul dari diri sendiri misalnya
malas. Faktor dari luarnya bisa juga teman atau orang tua. Sudah anak itu
malas, ditambah lagi anak ini berteman dengan orang-orang yang tidak
mau sekolah dan orang tuanya juga tidak mau mengontrol dan menyuruh
anaknya untuk sholat maka itulah yang menjadi faktor penghambat dalam
upaya internalisasi nilai-nilai ibadah tersebut.94
Selanjutnya hasil wawancara dengan guru kelas 2 tentang faktor

penghambat dalam internalisasi nilai-nilai keagamaan pada peserta didik:

93
Suriyani E. Gobel, Kepala MDTA Alkhairaat Desa Tontalete, wawancara,
ruang kelas 3, kamis 14 Oktober, Pukul 14.30 Wita.
94
Sukma Pratiwi, Guru Kelas 1 MDTA Alkhairaat desa Tontalete, Wawancara,
Ruang Kelas 1, Jumat 15 Oktober 2021, Pukul 16.00 Wita.

60
Faktor penghambat bisa muncul dari peserta didik itu sendiri, lingkungan
pertemanan yang kurang baik, orang tua yang tidak mendukung program-
program yang sudah kami buat.95
Dari beberapa hasil wawancara di atas terdapat kesamaan pendapat yang

menyatakan bahwa faktor yang dapat menghambat internalisasi nilai-nilai

keagamaan khususnya dalam hal ibadah adalah orang tua. Jika orang tua kurang

dalam mengontrol anaknya maka upaya yang sudah dilakukan guru di madrasah

akan sia-sia. Selain itu dalam memahami materi atau menghafal kemampuan

setiap peserta didik itu berbeda-beda, jadi guru harus berusaha untuk memahami
karakter dan kemampuan masing-masing peserta didik.
Selanjutnya pertanyaan yang sama juga ditanyakan pada orang tua peserta

didik untuk mengetahui faktor penghambat dalam internalisasi nilai-nilai


keagamaan pada peserta didik dari sudut pandang orang tua. Hasil wawancara

yang pertama yaitu dengan orang tua Nazwa peserta didik kelas 1:
Kalau yang saya lihat pada anak saya faktor yang bisa menghambat itu
teman-temannya. Kalau dia sering berkumpul dengan teman yang tidak
sekolah madrasah, nanti dia jadi malas untuk sekolah hal itu yang
menghambat. Kalau dia tidak sekolah berarti kan tidak belajar, tidak
menghafal lagi apa yang dia sudah belajar sebelumnya. Jadi itu
berpengaruh.96
Selanjutnya hasil wawancara yang kedua yaitu dengan orang tua dari Airin
peserta didik kelas 1:
Kalau orang tua hanya sekedar menyekolahkan anaknya, memberi uang
jajan tanpa mengontrol apa yang dia dapat di madrasah itu sama saja. Itu
menjadi penghambat. Orang tua harus mengontrol bukan hanya belajarnya,
tapi juga lingkungannya. Kalau dia berteman dengan anak yang kurang
dalam hal agama pasti akan berpengaruh juga. 97
Selanjutnya hasil wawancara yang ketiga yaitu dengan orang tua dari Rara

peserta didik kelas 2:

95
Sahara Palalu, Guru Kelas 2 MDTA Alkhairaat desa Tontalete, Wawancra,
Ruang Kelas 2, Jumat 15 Oktober 2021, Pukul 16.30 Wita
96
Sumarni Abudi, Orang Tua Peserta Didik, Wawancara, Rumah Narasumber,
Selasa 19 Oktober 2021 , Pukul 10.30 Wita
97
Yunita Ladimo, Orang Tua Peserta Didik, Wawancara, Rumah Narasumber,
Selasa 19 Oktober 2021, Pukul 10.00 Wita

61
Kadang yang buat anak ini tidak mau sekolah, tidak mau sholat, tidak mau
mengaji karena teman-teman. Kalau teman-temannya tidak mengaji, tidak
sholat dia juga ikut, dengan alasan mama cuma hari ini saja. Apalagi kalau
tidak ada papanya, kesempatan itu buat dia.98
Dari pendapat orang tua di atas, faktor yang menghambat proses

internalisasi nilai-nilai keagaamaan pada peserta didik khususnya nilai ibadah,

kebiasaan membaca doa sehari-hari maupun kemampuan mengenal huruf hijaiyah

(mengaji) adalah bisa muncul dari peserta didik itu sendiri seperti kemampuan

menghafalnya yang berbeda-beda, faktor lingkungan sekitar seperti dengan siapa

dia berteman, jika dia berteman dengan peserta didik yang malas bisa jadi peserta

didik itu bisa ikut-ikutan malas karena kebiasaan anak-anak itu suka ikut-ikutan,
kemudian orang tua yang tidak memperhatikan anaknya.

3. Faktor pendukung dalam proses internalisasi nilai-nilai keagamaan

pada peserta didik di Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah

Alkhairaat Desa Tontalete Kecamatan Kema Kabupaten Minahasa

Utara

Setelah mendapatkan faktor penghambat dalam proses internalisasi nilai-

nilai keagamaan, tentunya ada juga faktor yang dapat mendukung proses

internalisasi nilai-nilai keagamaan tersebut. Berikut ini hasil wawancara dengan

kepala Madrasah mengenai faktor pendukung dalam internalisasi nilai-nilai

keagamaan pada peserta didik di Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah

Alkhairaat desa Tontalete kecamatan Kema kabupaten Minahasa Utara:


Ya menurut saya sebagai kepala madrasah, kita lihat dari faktor
penghambat tadi, bisa kita dapatkan faktor pendukungya. Pertama, jika
peserta didik mungkin lambat dalam memahami, atau malas dalam
pembelajaran, guru harus berusaha lebih kreatif dalam membawakan
materinya selain itu guru juga harus memberikan perhatian khusus kepada
peserta didik tersebut agar dapat bimbingan yang lebih ekstra. Kemudian
kedua, lingkungan sekitarnya, biasanya peserta didik itu mau datang ke
madrasah atau pergi sholat karena ada teman-temanya jadi untuk orang tua
agar selau mengontrol anaknya dengan siapa dia berteman. Selanjutunya

98
Djaenin Tampilang, Orang Tua Peserta Didik Wawancara, Rumah Narasumber,
Selasa 19 Oktober 2021, Pukul 11.00 Wita

62
faktor orang tua, orang tua jangan hanya sekedar menyuruh anaknya
datang di madrasah dan bayar iuran. Tetapi juga perhatikan, kontrol anak-
anak saat pulang dari madrasah, tanya tadi belajar apa nak, ada hafal doa
apa tadi, coba mama mau dengar. Agar supaya anak-anak juga merasa
senang karena diberikan perhatian dan mereka akan semakin semangat
untuk belajar. Sehingga upaya internalisasi nilai-nilai yang dilakukan guru
di madrasah tidak hanya berhenti sampai di madrasah tetapi juga
berkelanjutan sampai di luar madrasah.99
Selanjutnya hasil wawancara dengan guru kelas 1 mengenai faktor

pendukung dalam proses internalisasi nilai-nilai keagamaan pada peserta didik:


Faktor yang mendukung tentunya kalau di madrasah dalam proses
pembelajaran, guru harus berusaha membuat pembelajaran menyenangkan
agar, materi mudah diterima dengan baik oleh peserta didik. Selanjutnya di
luar pembelajaran tentunya orang tua sebisa mungkin mengontrol anak-
anaknnya bukan hanya sekedar menyekolahkan anak, tetapi juga diawasi
berikan perhatian kepada anak agar apa yang sudah diajarkan di madrasah
dapat berlanjut juga di rumah dan menjadi kebiasaan anak itu sendiri.100
Selanjutnya hasil wawancara dengan guru kelas 2 mengenai faktor
pendukung dalam proses internalisasi nilai-nilai keagamaan pada peserta didik:
Faktor pendukung yang paling utama menurut saya itu orang tua. Orang
tua harus memberikan perhatian kepada anak, mengontrol anaknya dengan
siapa dia berteman. Jangan sampai kami guru dan orang tua susah payah
mengajarkan yang baik, tetapi karena tidak dikontrol jadinya yang kita
ajarkan itu hanya masuk telinga kiri keluar telinga kanan. Orang tua harus
lebih selektif dalam mendidik anak. Tidak boleh bosan untuk menasehati
anaknya walaupun anaknya tidak menghiraukan apa yang dikatakan orang
tua.101
Setelah hasil wawancara dengan kepala Madrasah dan guru-guru, berikut
ini hasil wawancara dengan orang tua peserta didik. Hasil wawancara yang

pertama dengan orang tua dari Nazwa peserta didik kelas 1:


Yang dapat mendukung kalau menurut saya pertama gurunya, kalau
gurunya di madrasah tegas, pasti anak-anak takut kalo tidak sholat, takut
kalau tidak hadir di madrasah karena akan dihukum. Karena yang saya
alami, anak saya itu seperti lebih takut kepada gurunya dari pada saya. Jadi
itu dapat berpengaruh. Kalau anak-anak rajin ke sekolah pasti apa yang
dipelajari pasti akan tetap dia ingat karena di madrasah selalu diulangi.
Kedua, saya juga sebagai orang tua pasti harus mengontrol apa benar ini

99
Suriyani E. Gobel, Kepala MDTA Alkhairaat Desa Tontalete, Wawancara,
Ruang kelas 3, Kamis 14 Oktober, Pukul 14.30 Wita.
100
Sukma Pratiwi, Guru Kelas 1 MDTA Alkhairaat desa Tontalete, Wawancara,
Ruang Kelas 1, Jumat 15 Oktober 2021, Pukul 16.00 Wita.
101
Sahara Palalu, Guru Kelas 2 MDTA Alkhairaat desa Tontalete, Wawancra,
Ruang Kelas 2, Jumat 15 Oktober 2021, Pukul 16.30 Wita

63
anak pergi madrasah atau tidak. Terus sampai di rumah, ditanya apa yang
ustadzah ajar tadi. Ade bisa hafal atau tidak. Ya mungkin seperti itu.102
Selanjutnya hasil wawancara yang kedua yaitu dengan orang tua dari Airin

peserta didik kelas 1:


Seperti yang saya katakan tadi, jadi orang tua memilki peran yang besar.
Bisa jadi faktor penghambat dan juga faktor pendukung. Kerja sama orang
tua dan guru dalam mengontrol anaknya baik di madrasah maupun di
lingkungannya itu adalah faktor yang bisa mendukung proses internalisasi
nilai-nilai agama tersebut.103
Selanjutnya hasil wawancara yang ketiga yaitu dengan orang tua dari Rara

peserta didik kelas 2:


Ya itu tadi kadang juga temannya, kalau datang teman-temannya itu lagi
bagus, kalau dibilang datang burung. Pokoknya seminggu itu rajin ke
madrasah, rajin sholat dan mengaji dia juga pasti jadi rajin. Tapi tetap kita
sebagai orang tua harus tetap kasih ingat. Sampai kadang mau marah-
marah supaya mereka itu pergi sholat.104
Hasil wawancara dari kepala Madrasah, guru-guru dan orang tua terdapat

sedikit perbedaan. Kalau dalam pembelajaran di madrasah gurulah yang menjadi

faktor pendukung dalam proses internalisasi. Sedangkan di luar madrasah orang

tua yang dapat mendukung proses internalisasi nilai-nilai keagamaan yaitu dengan

cara mengawasi anaknya dengan siapa dia berteman dan selalu menasehati

anaknya untuk melakukan hal-hal yang sudah diajarkan oleh guru di madrasah.
C. Pembahasan
Pada sub bab sebelumnya telah dipaparkan hasil wawancara dengan kepala

Madrasah, guru-guru dan orang tua peserta didik Madrasah Diniyah Takmiliyah
Awaliyah Alkhairaaat Desa Tontalete Kecamatan Kema Kabupaten Minahasa

Utara mengenai upaya yang dilakukan dalam internalisasi nilai-nilai keagamaan

102
Sumarni Abudi, Orang Tua Peserta Didik, Wawancara, Rumah Narasumber,
Selasa 19 Oktober 2021, Pukul 10.30 Wita
103
Yunita Ladimo, Orang Tua Peserta Didik, Wawancara, Rumah Narasumber,
Selasa 19 Oktober 2021, Pukul 10.00 Wita
104
Djaenin Tampilang, Orang Tua Peserta Didik, Wawancara, Rumah
Narasumber, Selasa 19 Oktober 2021, Pukul 11.00 Wita

64
pada peserta didik serta apa saja faktor penghambat dan faktor pendukung dalam

proses internalisasi tersebut.

1. Internalisasi nilai-nilai keagamaan pada peserta didik di Madrasah

Diniyah Takmiliyah Awaliyah Alkhairaat Desa Tontalete Kecamatan

Kema Kabupaten Minahasa Utara

Dalam upaya internalisasi nilai-nilai keagamaan pada peserta didik yang

dibatasi pada nilai ibadah sholat lima, membaca doa sehari-hari dan pengenalan

huruf hijaiyah (mengaji) ada beberapa upaya yang dilakukan oleh pihak

madrasah.
Internalisasi nilai ibadah yang pertama yaitu sholat lima waktu. Sholat

lima waktu merupakan salah satu bagian dari rukun islam yang berarti wajib

dilaksanakan setiap muslim. Dalam pelaksanaannya pun ada hal-hal yang yang

harus dilakukan. Untuk menginternalisasi nilai ibadah sholat 5 waktu pada peserta

didik ada beberapa cara yang dilakukan oleh guru, yaitu:

a. Melalui materi pelajaran Fiqih di dalam kelas. Guru memberikan materi

dan penjelasan tentang hukum melaksanakan sholat lima waktu

kemudian pentingnya sholat lima waktu bagi umat islam.

b. Guru menjelaskan tata cara pelaksanaan mulai dari berwudhu, rukun

dan sunnahnya serta hal yang tidak boleh dilakukan saat berwudhu

c. Setelah peserta didik mengetahui cara berwudhu, peserta didik

diajarkan tatacara sholat lima waktu, mulai dari adzan untuk laki-laki,

kemudian niat sholat ilma waktu, gerakan sholat, rukun sholat, syarat

sahnya sholat dan hal-hal lain yang berhubungan dengan pelaksanaan

sholat secara bertahap.

65
d. Setelah menerima penjelasan, guru mengadakan praktek sholat. Untuk

membiasakan apa saja yang sudah diajarkan karena pemberian materi

tanpa dibiasakan dengan praktek hasilnya akan kurang maksimal.

e. Kemudian pada upaya membiasakan sholat lima waktu kepada peserta

didik guru membuat program kartu sholat sebagai alternatif untuk

mengontrol peserta didik dalam pelaksanaan sholat saat berada di luar

lingkungan madrasah

f. Kartu sholat yang dibuat harus disertai bukti berupa tanda-tangan dari

orang tua dan imam masjid maupun pegawai syari lainnya


g. Di madrasah peserta didik juga diwajibkan membawa perlengkapan

sholat, mukena bagi perempuan. Agar supaya saat masuk waktu sholat

Ashar peserta didik dan guru bisa langsung melaksanakan sholat di

ruang sholat yang sudah disediakan di madrasah

h. Kartu sholat yang dibuat diperiksa setiap minggunya untuk diberikan

nilai oleh guru sebagai nilai tambahan untuk diakumulasi pada nilai

mata pelajaran fiqih

i. Peserta didik yang kartu sholatnya banyak yang tidak diisi atau tidak

ditanda-tangani maka akan diberikan hukuman, sedangkan yang

kartunya terisi penuh atau mendapat nilai 90 maka diberikan hadiah

oleh guru sebagai penghargaan dan agar peserta didik lebih semangat

untuk melaksanakan sholat

j. Selain itu, setiap bulannya dilaksanakan praktek sholat yang bertujuan

untuk mengevaluasi kemampuan peserta didik dalam menghafal bacaan

dan gerakan sholat yang sudah diajarkan sebelumnya. Jika ada peserta

didik yang ditemukan masih belum hafal atau pada bulan sebelumnya

sudah hafal tetapi saat dites lagi mereka lupa maka diajarkan lagi agar

66
supaya saat sholat peserta didik tidak hanya melaksanakan gerakannya

saja.

Tegasnya perintah sholat sehingga Al-Qur‟an tidak hanya menyebutkan

dalam satu ayat saja melainkan berkali-kali agar manusia selalu ingat kepada

Allah swt untuk melaksanakan sholat. Sholat merupakan wujud ketaatan manusia

kepada Allah. Dengan melakukan ruku; dan sujud dalam sholat manusia

menunjukan bentuk kerendahan dimata Allah swt. Tidak ada perbedaan antara

manusia yang satu dengan yang lain dimata Allah swt.

Dengan sholat, kita selalu menyebutkan dua kalimat syahadat. Bersaksi


bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhamad utusan Allah karena itu

adalah satu bagian dari rukun islam.

Upaya-upaya yang dilakukan guru di MDTA Alkhairaat bukan hanya

menjadikan peserta didik sadar akan sholat lima waktu tetapi juga berdampak

pada hal yang lain. Contonya seperti sadar akan kebersihan, karena sebelum

melaksanakan sholat peserta didik harus berwudhu terlebih dulu. Mereka saling

mengingatkan satu dengan yang lain saat akan melaksanakan sholat harus dalam

keadaan bersih. Demikian saat masuk pada jam istirahat mereka saling

mengingatkan untuk mencuci tangan terlebih dulu sebelum makan. Bahkan

beberapa orang dari mereka saling melaporkan kepada guru jika ada teman yang

tidak sadar akan kebersihan.

Hal lain juga yang bisa dilihat dampaknya dari upaya yang dilakukan guru

di madrasah adalah sabar dan disiplin. Dalam hal ini disiplin waktu. Saat KBM

berlangsung dan tiba waktu sholat ashar peserta didik segera menghentikan

kegiatan lalu menuju tempat wudhu. Mereka mengantri dengan tertib dan sabar

karena hanya ada 1 tempat wudhu.

67
Dengan demikian dapat dilihat upaya yang dilakukan guru tidak hanya

sekedar membiasakan sholat lima waktu tetapi juga mereka dilatih untuk selalu

sadar kebersihan, disiplin dan sabar.

Internalisasi nilai ibadah yang kedua yaitu membaca doa sehari-hari.

Setiap orang pasti mengetahui pentingnya berdoa dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam upaya membiasakan peserta didik membaca doa sehari-hari upaya yang

dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Guru mengajarkan materi tentang doa sehari-hari pada peserta didik.

Materi itu ada dimata pelajaran akhlak


b. Guru menuliskan materinya dipapan tulis, kemudian peserta didik juga

ikut menulis.

c. Setelah selesai menulis, guru membacakan doanya dan diikuti juga oleh

peserta didik

d. Setelah selesai menulis dan membaca guru menjelaskan arti dan doa

yang sudah ditulis dan pentingnya membaca doa setiap akan melakukan

sesuatu

e. Kemudian peserta didik ditugaskan menghafal doa yang telah ditulis

satu per satu di depan kelas.

f. Peserta didik yang tidak bisa hafal, tidak dibolehkan keluar untuk

istirahat

g. Peserta didik yang bisa menghafal diberikan nilai dan dibolehkan

beristirahat

h. Saat apel sebelum masuk kelas, peserta didik wajib menghafalkan

secara bersamaan doa-doa yang sudah pernah mereka pelajari

sebelumnya.

68
i. Begitu juga saat akan pulang, guru akan menyebutkan salah satu doa,

kemudian peserta didik yang bisa menjawab dia yang terlebih dahulu

pulang.

j. Selanjutnya guru memberitahukan di grup Whatsapp orang tua doa

yang sudah dihafal pada hari itu agar orang tua dapat mengontrol

anaknya di rumah dan dapat mengulangi hafalan di rumah

َ َ ‫َ َ َ َ ُّ ُ ُ ي ُ ٓ َ ي َ ي َ ُ ي ذ ذ َ َ ي َ ي ُ َ َ ي‬
Allah swt berfirman dalam Q.S. Ghafir/40: 60.

َ‫ِيو َيسخك ِِبون َعو َعِتاد ِِت‬


َ ‫جب َلك ۚۡم َإِن َٱَّل‬ ِ ‫ون َأسخ‬
َ ِ ‫ال َربكم َٱدع‬ َ ‫وك‬
َ ‫ذ‬ َ ُ ُ
َ ‫َس َي يدخلون‬
ِِ ‫َج َهي َمَدا‬
َ ‫خر‬
َ َ٦٠َ‫يو‬
Terjemahnya:
Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan
Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang
menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam
dalam keadaan hina dina.
Dengan adanya dalil tersebut dalam Al-Qur‟an maka dapat diketahui

bahwa berdoa bukan hanya sekedar anjuran tetapi merupakan kewajiban bagi

setiap muslim.

Doa merupakan bentuk rasa syukur bagi setiap orang atas karunia yang

Allah swt berikan. Doa merupakan sumber kekuatan bagi setiap orang saat berada

dalam masa sulit. Dengan berdoa akan banyak hikmah yang kita dapat karena

dalam melakukan sesuatu kita tidak tau apa yang akan terjadi. Oleh karena itu

dalam setip hal yang akan kita lakukan hendaknya diawali dengan berdoa.

Selanjutnya internalisasi nilai ibadah yang ketiga yaitu pengenalan huruf

hijaiyah (mengaji). Upaya yang dilakukan dalam pengenalan huruf hijaiyah pada

peserta didik adalah sebagai berikut:

a. Mulai dari kelas 1 dalam waktu 1 bulan pertama peserta didik

difokuskan untuk mengenal huruf. Mulai dari penyebutan huruf dan

penulisan huruf. Proses itu dilakukan tiap hari

69
b. Peserta didik dibiasakan menulis huruf hijaiyah tiap hari agar bisa

benar-benar mengenal bentuk dan cara penyebutak huruf yang benar

c. Setelah tahap awal berhasil, peserta didik telah mampu menulis dan

menyebutkan tanpa melihat contoh atau sudah hafal huruf, maka

dilanjutkan dengan menyambung dan memisahkan huruf. Pada tahap ini

guru menjelaskan huruf apa saja yang bisa disambung saat berada di

awal, di tengah maupun diakhir. Begitu juga huruf yang tidak bisa

disambung. Kemudian bentuk huruf yang berbeda-beda sesuai dengan

posisi huruf tersebut


d. Selanjutnya peserta didik juga diajarkan menulis secara dikte atau

imlah. Guru membacakan 3 atau 4 huruf kemudian peserta didik

menulisnya dibuku masing-msing

e. Peserta didik juga diajarkan hukum-hukum tajwid atau hukum-hukum

bacaan dalam membaca Al-Qur‟an. Seperti Idgham, Idzhar, Iqlab dan

hukum bacaan lainnya

f. Peserta didik yang tidak bisa menghafal huruf hijaiyah dan tidak bisa

menulis, maka tidak akan naik kelas. Karena saat naik ke kelas 2, akan

semakin banyak yang mereka pelajari dan yang menjadi dasarnya dalah

membaca dan menulis huruf hijaiyah

g. Kepala Madrasah juga membuat kebijakan untuk menambahkan jam

mengaji peserta didik dengan metode dirosa. Dari yang sebelumnya

menggunakan buku iqro‟ sekarang diganti dengan metode dirosa karena

metode dirosa dianggap lebih cepat dalam memperlancar peserta didik

agar bisa membaca Al-Qur‟an.

Istilah dirosa adalah singkatan dari pendidikan Al-Qur‟an orang dewasa

dengan sistem pembinaan Islam berkelanjutan yang diawali dengan belajar

70
membaca Al-Qur‟an. Metode dirosa merupakan salah satu pembelajaran baca Al-

Qur‟an yang efektif. Metode dirosa memiliki kelebihan dibandingkan dengan

metode pembelajaran membaca Al-Qur‟an lainnya. Metode dirosa ini

menggunakan sistem klasikal dan drill dalam 20 kali pertemuan.105

Membaca Al-Qur‟an atau yang sering disebut mengaji merupakan salah

satu syari‟at dalam islam. Oleh karena itu pentingnya belajar huruf hijaiyah sejak

usia anak-anak sampai usia dewasa.

2. Faktor penghambat dalam proses internalisasi nilai-nilai keagamaan

pada peserta didik di Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah


Alkhairaat Desa Tontalete Kecamatan Kema Kabupaten Minahasa

Utara

Dalam proses internalisasi nilai-nilai keagamaan pada peserta didik

tentunya terdapat faktor penghambatnya. Sesuai dengan hasil wawancara yang

dipaparkan sebelumnya maka faktor penghambat dalam proses internalisasi pada

peserta didik di Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah Alkhairaat desa

Tontalete kecamatan Kema kabupaten Minahasa Utara adalah sebagai berikut:

a. Faktor Internal

Faktor dari dalam diri peserta didik sendiri bisa menjadi penghambat

dalam proses internalisasi, karena karakter peserta didik yang berbeda-

beda sehingga proses internalisasi kurang berjalan dengan baik

b. Faktor Eksternal

Ada beberapa faktor dari luar diri peserta didik yang dapat

mengahambat proses internalisasi, yaitu:

105
Mirna Guswenti, Skripsi Implementasi metode dirosa dalam pembelajaran
membaca Al-Quran bagi santri di wahdah islamiyah bengkulu, IAIN Bengkulu, 2019, h.
6.

71
1) Orang tua, Kurangnya perhatian dan nasehat orang tua dalam

perkembangan belajar peserta didik

2) Guru, pemilihan metode pembelajaran yang kurang tepat membuat

peserta didik sulit memahami apa yang guru sampaikan. Hal itu

dapat menghambat proses internalisasi peserta didik

3) Lingkungan, contohnya seperti peserta didik yang berteman dengan

anak yang tidak mau sholat, maka hal itu juga akan berpengaruh

karena anak kecil cenderung suka mengikuiti atau meniru orang

sekitarnya
Dapat dipahami bahwa faktor penghambat dalam proses internalisasi nilai-

nilai keagamaan pada peserta didik itu bisa muncul dari peserta didik itu sendiri,

orang tua guru dan juga lingkungan. Semuanya memiliki keterkaitan satu dengan

yang lain.

3. Faktor pendukung dalam proses internalisasi nilai-nilai keagamaan

pada peserta didik di Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah

Alkhairaat Desa Tontalete Kecamatan Kema Kabupaten Minahasa

Utara

Pada sebuah proses yang ditemukan faktor penghambat tentunya ada

faktor pendukung. Dari hasil wawancara yang telah dijelaskan sebelumnya, maka

ditemukan faktor pendukung dalam proses internalisasi nilai-nilai keagamaan

pada peserta didik di Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah Alkhairaat desa

Tontalete kecamatan Kema kabupaten Minahasa Utara:

a. Faktor Internal

Secara psikologis faktor dalam diri peserta didik dapat mendukung

proses internalisasi, karena ketika merasa senang dan mampu

72
memahami kegiatan yang dilakukan maka nilai-nilai yang dipelajari

akan dengan mudah terinternalisasi pada dirinya

b. Faktor Eksternal

1) Guru, kompetensi guru dalam hal ini sangat dibutuhkan karena dalam

proses internalisasi bukan hanya kemampuan mengajar, pemilihan

motode pembelajaran yang tepat, tetapi guru juga menjadi teladan bagi

peserta didik baik dalam proses pembelajaran maupun di luar proses

pembelajaran.
2) Orang tua, memberikan contoh-contoh yang bisa diikuti, menasehati

anak saat di rumah juga dapat mendukung proses internaisasi. Selain

itu, kerja sama guru dan orang tua juga dapat mendukung proses

internalisasi. Menjalin komunikasi yang baik antara orang tua dan guru

dengan tujuan yang sama yaitu menjadikan anak-anak yang memiliki

dasar nilai-nilai keagamaan

Ketiga faktor di atas harus saling mendukung satu sama lain, peserta didik

akan mudah memahami apa yang guru ajarkan jika guru menyampaikan materi

dengan baik dan menyenangkan. Peserta didik juga akan cenderung mengikuti

hal-hal yang dilakukan guru dan orang tua di rumah, dengan demikian keteladan

juga penting dalam mendukung proses internalisasi.

73
BAB V

PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan pada hasil penelitian di atas tentang Internalisasi nilai-

nilai keagamaan pada peserta didik di Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah

Alkhairaat desa Tontalete kecamatan Kema kabupaten Minahasa Utara, dapat

disimpulkan bahwa:

1. Proses Internalisasi niali-nilai keagamaan pada peserta didik khusus nilai

ibadah sholat lima waktu prosesnya dimulai dari pembelajaran di kelas

pada mata pelajaran Fiqih, pelaksanaan praktek dan pembiasaan melalui

kartu sholat. Selanjutnya untuk membiasakan peserta didik membaca doa

sehari-hari dimulai dengan pembelajaran di kelas pada mata pelajaran

Akhlak, guru menjelaskan pentingnya membaca doa sebelum melakukan

sesuatu, kemudian dihafal dan selalu diulangi saat sebelum masuk kelas

dan sebelum pulang serta guru bekerja sama dengan orang tua peserta

didik untuk memberikan informasi terkait doa yang dihafal agar dapat

diulangi juga di rumah. Selanjutnya dalam proses pengenalan huruf

hijaiyah (mengaji) peserta didik diajarkan secara bertahap mulai dari

pengenalan huruf yang meliputi cara penyebutan huruf hijaiyah dan

penulisan huruf hijaiyah, kemudian dengan pelajaran Tafriq, Tausil, Imlah

dan juga ilmu tajwid. Selain itu juga digunakan metode Dirosa untuk

membantu peserta didik agar lebih cepat memperlancar membaca Al-

Qur‟an.

2. Faktor penghambat dalam proses internalisasi nilai-nilai keagamaan pada

peserta didik yaitu kemampuan peserta didik yang berbeda-beda,

74
kurangnya perhatian orang tua kepada anaknya serta lingkungan sekitar

yang kurang baik.

3. Faktor pendukung dalam proses internalisasi nilai-nilai keagamaan pada

peserta didik yaitu pemilihan metode pembelajaran yang tepat oleh guru

disesuai dengan karakter peserta didik, perhatian orang tua dalam aktivitas

anak sehari-hari dan kerja sama antara orang tua dan guru agar proses

internalisasi dapat terlaksana dengan baik.

B. Saran-Saran

1. Saran untuk pihak Madrasah diharapkan selalu mengadakan kegiatan-


kegiatan yang dapat mendukung guru dalam internalisasi nilai-nilai

keagamaan seperti mengadakan lomba menghafal doa sehari-hari, lomba

tatacara pelaksanaan sholat dan Musabaqah Tilawatil Qur‟an sehingga

peserta didik dapat diarahkan untuk selalu melatih diri dan bersemangat

dalam mempertahankan apa yang sudah peserta didik pelajari di madrasah.

2. Saran untuk guru diharapkan selalu berusaha mengembangkan

kemampuan dalam memilih maupun menggunakan strategi dan metode-

metode pembelajaran sehingga peserta didik merasa mudah dalam

memahami materi yang diberikan.

3. Saran untuk peserta didk diharapakan agar selalu melaksanankan tugas dan

kewajiban yang telah diberikan guru dalam pembelajaran. Selalu

mempraktekan dan membiasakan hal-hal yang sudah dipelajari di

madrasah.

4. Saran untuk orang tua diharapkan dapat selalu bekerja sama dengan guru

dan lingkungan sekitar untuk dapat mengontrol anaknya agar apa yang

sudah diajarkan guru di madrasah bisa dibiasakan juga di rumah tidak

hanya berhenti sampai pada pembelajaran di madrasah.

75
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu dan Noor Salimi. Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam, Cet.Ke-5.
Jakarta: Bumi Aksara, 2008.

Alim, Muhammad. Pendidikan Agama Islam, (Upaya Pembentukan Pemikiran


dan Kepribadian Muslim). Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006.

Azis, Abd. Filsafat Pendidikan Islam. Surabaya: El Kaf, 2006.

Baharuddin, H dan Muliono. Psikologi Agama, Malang: Departemen Agama UIN


Malang, 2008.

Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. Ensiklopedi Islam 3. Jakarta: Ikhtiar Baru Van
Hoeve, 2002.

Direktorat Pendidikan Keagamaan Dan Pondok Pesantren Dirjen Kelembagaan


Agama. Pedoman Penyelenggaraan Dan Pembinaan Madrasah Diniyah.
Jakarta: Depertemen Agama RI, 2003.

Djunaedi, Mahfud. Rekontruksi Pendidikan Islam di Indonesia, Cet.ke-2.


Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006.

Hakam, Kama Abdul dan Encep Syarif Nurdin. Metode Internalisasi Nilai-Nilai
(Untuk Modifikasi Perilaku Berkarakter). Bandung: Maulana Media
Grafika, 2016.

Ihsan, Hamdani dan Fuad Ihsan. Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka
Setia, 2007.

Jalaludin. Teknologi Pendidikan. Jakarta : Pt Raja Grafindo Persada, 2001.

Keputusan Menteri Agama Nomor 184 Tahun 2019 Tentang Pedoman


Implementasi Kurikulum Pada Madrasah. Direktorat Jenderal Pendidikan
Islam Kementerian Agama Republik Indonesia 2019.

Lubis, Mawardi. Evaluasi Pendidikan Nilai Perkembangan Moral Keagamaan


Mahasiswa PTAIN. Bengkulu: Pustaka Belajar 2011.

Majid, Abdul. Belajar Dan Pembelajaran Agama Islam. Bandung: Remaja


Rosdakarya, 2014.

Marzuki. Pendidikan Karakter Islam, Cet.ke-1. Jakarta: Amzah, 2019.

Mirna Guswenti, Skripsi Implementasi metode dirosa dalam pembelajaran


membaca Al-Quran bagi santri di wahdah islamiyah bengkulu, IAIN
Bengkulu, 2019.

76
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi. Bandung : PT
Remaja Rosdakarya, 2006.

Muhaimin, dkk. Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan


Agama Islam Disekolah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002.

Muhammad, Abi„Abdillah. Bardizbah al- Bukhari al-Ja‟fi, Shahih al-Bukhari, Juz


IV. Beirut: Dar-al-Kutub al-„Ilmiyyah, 1992.

Muzakir. Peranan Nilai-Nilai Dasar Keagamaan Terhadap Pembinaan Karakter


Peserta Didik Di SMK N 2 Kota Pare-Pare. Jurnal Studi Pendidikan Vol
X1V No 2, Al-Ishlah Juli-Desember 2016.

Nata, Abuddin. Metodologi Studi Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2003.

Nata, Abuddin. Studi Islam Komprehensif. Jakarta: Kencana, 2011.

Pedoman Penyelenggaraan Madrasah Diniyah Takmiliyah, KEMENAG RI


Direktorat Jendral Pendidikan Islam Direktorat Pendidikn Diniyah Dan
Pondok Pesantren, 2014

Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan Dan


Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka,
1989.

Raya, Ahmad Thib. Menyelami Seluk Beluk Ibadah Dalam Islam. Jakarta:
Prenada Media, 2003.

Sahlan, Asmaun. Mewujudkan Budaya Religius Di Sekolah:


UpayaMengembangkan Teori Dari Teori Ke Aksi. Malang: UIN Maliki
Press, 2017.

Shihab, M Quraish. Tafsir Al-Misbah Jilid 2. Jakarta: Lentera Hati, 2002.

Supaati, Latief. Sastra: Eksistensialisme-Mistisisme Religius. Lamongan: Pustaka


Ilalang, 2008.

Sugiono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung: Alfabet,


2012.

Syams, Muhammad Nur. Filsafat Pendidikan Dan Dasar Filsafat Pendidikan


Pancasila. Surabaya: Usaha Nasional, 1986.

Thoha, Chabib. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,


2006.

Zein, Muhammad. Metodologi Pengajaran Agama. Yogyakarta: Ak Grup Dan


Indra Buana, 1990.

77
https://id.wikipedia.org/wiki/Alkhairaat

https://kbbi.web.id/internalisasi

https://kbbi.web.id/agama

http://etheses.uin-malang.ac.id/12339/

https://repository.metrouniv.ac.id/id/eprint/852/1/SKRIPSI%20NISAUL%20KH
OIROH%20NPM.%2014114981.pdf

78
79
80
81
82
83
84
85
86
PEDOMAN WAWANCARA KEPALA MADRASAH

1. Apa yang Ibu lakukan sebagai Kepala Madrasah Diniyah Awaliyah

Alkhairaat Desa Tontalete Kecamatan Kema Kabupaten Minahasa Utara

dalam internalisasi nilai ibadah sholat lima waktu pada peserta didik ?

2. Apakah ada program khusus dalam upaya internalisasi nilai ibadah sholat

lima waktu pada peserta didik ?

3. Apa yang Ibu lakukan sebagai Kepala Madrasah Diniyah Awaliyah

Alkhairaat Desa Tontalete Kecamatan Kema Kabupaten Minahasa Utara

dalam internalisasi kebiasaan membaca doa sehari-hari pada peserta didik ?

4. Apakah ada program khusus yang dilakukan untuk membiasakan peserta

didik membaca doa sehari-hari ?

5. Apa yang Ibu lakukan sebagai Kepala Madrasah Diniyah Awaliyah

Alkhairaat Desa Tontalete Kecamatan Kema Kabupaten Minahasa Utara

dalam upaya pengenalan huruf hijaiyah pada peserta didik ?

6. Apa saja faktor penghambat dalam pelaksanaan upaya internalisasi nilai-nilai

tersebut?

7. Apa saja faktor pendukung dalam pelaksanaan upaya internalisasi nilai-nilai

tersebut?

87
HASIL WAWANCARA DENGAN KEPALA MADRASAH

1. Dalam pembelajaran, ada mata pelajaran fiqih yang membahas tentang tata

cara ibadah, salah satunya sholat lima waktu. Siswa di sini kita ajarkan mulai

dari niat berwudhu, rukun2nya, tata cara pelaksanaannya, sampai pada doa.

Begitu juga dengan ibadah sholat. Khusus siswa laki-laki diajarkan dari adzan

dan iqomah, kemudian niat sholat, sampai pada bacaan-bacaan sholat dan

gerakannya serta sampai pada doa setelah sholat. Hal itu dilakukan bertahap,

tentunya sesuai dengan tingkatan kelas. Bukan hanya dengan penjelasan

tetapi juga praktek. Di MDA ini sudah disediakan ruangan kosong ada karpet

panjang juga untuk siswa melaksanakan sholat. Karena masuk kelas jam 2

siang, sampai jam 5 sore berarti kami sholat berjamaah ashar disini.

2. Untuk sholat, mulai saya diberikan tanggung jawab menjadi kepala sekolah

disini, kami menugaskan siswa untuk membuat buku sholat. Tetapi, saat ini

sudah dibuat dalam bentuk kartu yang dicetak. Buku sholat ini dibuat untuk

mengecek siswa apakah mengerjakan sholat atau tidak. Yang di dalamnya

harus ditanda-tangani oleh orang tua dan juga imam atau pegawai syari

lainnya. Hal ini dianggap mampu untu membiasakan siswa melaksanakan

sholat. Memang awalnya terpaksa, kalo kartu sholatnya banyak yg di kali,

siswa akan diberikan hukum juga nilai praktek fiqihnya rendah. Sedangkan

kalo buku sholatnya full dicek list, yang paling banyak akan diberikan hadiah

dan juga nilai prakteknya rendah. Maka dari itu siswa berlomba-lomba untuk

melaksanakan sholat meskipun tidak 100 % mereka kerjakan. Seperti anak

kelas 1, mereka masih banyak juga yang tidak sholat subuh kan, masih kami

maklumi karena usia mereka juga msih 5-6 tahun. Tetapi tetap kami berikan

hukuman yang sesuai.

88
3. Dalam upaya pembiasaan doa sehari-hari di MDA Alkhairaat ada mata

pelajaran akhlak. Pada pelajaran tersebut siswa diberikan materi tentang doa-

doa sehari-hari. Seperti doa makan beserta artinya. Siswa diberikan tugas

untuk menulis doa-doa tersebut, kemudian guru menjelaskan arti dari doa

yang mereka tulis juga adab-adabnya misalnya untuk makan, kenapa harus

membaca doa makan, lalu bagaimana adab makan dan minum kurang lebih

seperti itu. Setelah selesai penjelasan siswa ditugaskan menghafalkan doa

yang sudah ditulis satu per satu di depan kelas. Siswa yang tidak bisa

menghafal, tidak dibolehkan istirahat, sehingga anak-anak itu berlomba-


lomba untuk lebih dulu menghafal.

4. Kalau program khusus mengkin belum ada, hanya saja setiap apel sebelum

masuk kelas, dan setelah akan pulang anak-anak dites lagi secara acak doa-

doa yang sudah pernah dihafal. Kemudian guru juga menginfokan kepada

orang tua melalui grup wa bahwa hari ini siswa menghafal doa makan. Agar

supaya ada kerja sama antara orang tua dan guru untuk membiasakan siswa

membaca doa di rumah.

5. Pengenalan huruf hijaiyah, di MDA Alkhairaat banyak pelajaran yang

berhubungan dengan itu. Sesuai dengan tingkatan kelas. untuk kelas 1, 1

bulan pertama itu dikhususkan untuk menulis dan menghafal 28 huruf

hijaiyah. Untuk melemaskan tangan mereka dan melatih penyebutan

makhorijul huruf yang baik dan benar. Kemudian mulai ada pengenalan

menyambung huruf pada mata pelajaran Tausil dan memisahkan huruf pada

mata pelajaran Tafriq. Pelajaran itu dari kelas 1 setelah mereka sudah tau

betul huruf hijaiyah, karena mereka kan akan menulis tulisan yang

bersambung seperti doa-doa, maka pelajaran tausil dan tafriq sdh diberikan

dari kelas 1. Kemudian di kelas 2 juga ada pelajaran Imlah, atau dalam dikte

89
kalo dalam bahasa indonesia. Guru membacakan 1 atau 2 kata dalam bahsa

arab, kemudian siswa menulis. Kurang lebih seperti itu.

6. Di MDA Alkhairaat, selain pembelajaran yang ada di madrasah, anak-anak

masih melanjutkan mengaji di rumah guru-guru pada selesai sholat magrib.

Anak-anak yang sudah mengenal huruf hijaiyah, mengukuti program

membaca Al-Quran dengan metode dirosa. Metode dirosa ini menggunakan

jilid sesuai kemempuan masing-masing. Nah, anak-anak yang mengikuti

pengajian metode dirosa lebih cepat bisa membaca Al-Quran daripada yang

menggunakan buku Iqra. Kenapa saya katakan demikian, karena kami sudah
pernah, ada anak-anak yang mau menggunakan iqro, jadi dibagi 2 kelompook

yang iqro dan dirosa, setelah 2, 3 bulan diamati perbandingannya ternyata

metode dirosa lebih mudah untuk anak-anak lancar membaca Al-Quran

sehingga sampai saat ini digunakan metode dirosa.

7. Kalo faktor penghambat tiap anak mungkin berbeda-beda. Bisa saja ada yang

memiliki kemampuan berpikir lebih lambat dari yang lain itu salah satu faktor

penghambat. Kemudian ada anak yang malas. Teman-teman di lingkungan

sekitarnya juga dapat menjadi faktor penghambat. Orang tua juga terkadang

dapat berpengaruh dalam internalisasi nilai-nilai keagamaan tersebut, jika

orang tua tidak mau bekerja sama dengan guru untuk mengontrol anaknya

saat di rumah maka itu juga kan menghambat internalisasi nilai-nilai pada

anak mereka.

8. menurut saya sebagai kepala madrasah, kita lihat dari faktor penghambat tadi,

bisa kita dapatkan faktor pendukungya. Pertama, jika anak mungkin lambat

dalam memahami, atau malas dalam pembelajara, guru harus berusaha lebih

kreatif dalam membawakan materinya selain itu guru juga harus memberikan

perhatian khusus kepada anak tersebut agar dapat bimbingan yang lebih extra.

90
Kemudain kedua, lingkungan sekitarnya, biasanya anak-anak itu mau datang

ke madrasah atau pergi sholat karna ada teman-temanya jadi untuk orang tua

agar selau mengontrol anaknya dengan siapa dia berteman. Selanjutunya

faktor orang tua, orang tua jangan hanya sekedar menyuruh anaknya datang

di madrasah dan bayar iuran. Tetapi juga perhatikan, kontrol anak-anak saat

pulang dari madrasah, tanya tadi belajar apa nak, ada hafal doa apa tadi, coba

mama mo dengar. Agar supaya anak-anak juga merasa senang karena

diberikan perhatian dan mereka akan semakin semangat untuk belajar.

Sehingga upaya internalisasi nilai-nilai yang dilakukan guru di madrasah


tidak hanya berhenti sampai di madrasah tetapi juga berkelanjutan sampai di

luar madrasah

91
PEDOMAN WAWANCARA GURU

1. Apa yang Ibu lakukan sebagai Guru Madrasah Diniyah Awaliyah Alkhairaat

Desa Tontalete Kecamatan Kema Kabupaten Minahasa Utara dalam

internalisasi nilai ibadah sholat lima waktu pada peserta didik ?

2. Apakah ada program khusus dalam upaya internalisasi nilai ibadah sholat

lima waktu pada peserta didik ?

3. Apa yang Ibu lakukan sebagai Guru Madrasah Diniyah Awaliyah Alkhairaat

Desa Tontalete Kecamatan Kema Kabupaten Minahasa Utara dalam

internalisasi kebiasaan membaca doa sehari-hari pada peserta didik ?

4. Apakah ada program khusus yang dilakukan untuk membiasakan peserta

didik membaca doa sehari-hari ?

5. Apa yang Ibu lakukan sebagai Guru Madrasah Diniyah Awaliyah Alkhairaat

Desa Tontalete Kecamatan Kema Kabupaten Minahasa Utara dalam upaya

pengenalan huruf hijaiyah pada peserta didik ?

6. Apa saja faktor penghambat dalam pelaksanaan upaya internalisasi nilai-nilai

tersebut?

7. Apa saja faktor pendukung dalam pelaksanaan upaya internalisasi nilai-nilai

tersebut?

92
HASIL WAWANCARA DENGAN GURU KELAS 1

1. Sebagai guru, khususnya saya sebagai guru kelas 1, kelas paling dasar dalam

pengenalan ibadah baik sholat maupun ibadah ibadah yang lain. untuk

menanamkan, membiasakan sholat pada anak di usia 5-6 tahun tentunya tidak

gampang. Untuk pembelajaran fiqih di kelas 1, masih pada tahap-tahap

pengenalan, mulai dari wudhu karena mau sholat harus bisa wudhu dulu kan.

Anak-anak kami ajarkan mulai dari niat wudhunya, gerakan-gerakan wudhu

yang termasuk dalam rukun maupun sunnah wudhu. Selanjutnya, diajarkan

rukun-rukun dalam sholat, mulai dari niat, bacaannya sampai pada

gerakan.meskipun masih pada tahap belajar, untuk sholat tetap kami

wajibkan, meskipun mereka masih ada yang ikut-ikut gerakan saja masih ada

beberapa doa yang panjang yamg belum mereka hafal. Setidaknya sudah ada

kesadaran pada diri anak-anak ini untuk melaksanakan sholat walaupun

kadang juga bisa dibilang karena terpaksa. Untuk anak kelas 1 yang tidak

melaksanakan sholat, tidak diberikan hukuman dengan kekerasan tetapi lebih

hukuman seperti berdiri di depan kelas, kemudian di suruh untuk

menghafalkan bacaan sholat maupun surah-surah pendek.

2. Saya kurang tau ini bisa disebut program khusus atau tidak, tetapi di MDA

Alkhairaat Tontalete dari kepala MDA menugaskan anak-anak untuk mengisi

kartu sholat, sebagai alternatif untuk mengontrol siswa yang melaksanakan

sholat atau tidak. Jadi dalam kartu sholat itu harus ada tanda-tangan orang

tua, imam atau pegawai syari lainnya. Jadi siswa yang sholat harus meminta

ttd orang tua dan imam sebagai bukti. Kemudian kartu itu akan dikumpul tiap

minggunya untuk diperiksa dan diberikan nilai. Nah itu menjadi nilai

tambahan untuk pelajaran fiqih dalam hal praktek. Dengan adanya kartu

sholat, bisa dilihat di masjid itu anak-anak yang sholat lebih banyak dari

93
orang tua. Karena mereka berlomba-lomba untuk sholat dan mengisi kartu

sholat mereka. Hal itu diharapkan bisa menjadi salah satu cara yang

berdampak untuk membiasakan anak-anak diumur seperti mereka agar

terbiasa disiplin untuk melaksanakan sholat 5 waktu walaupun awal-awalnya

masih terasa berat.

3. Untuk membiasakan siswa membaca doa sehari-hari tentunya pertama kita

mengajarkan materi doa-doa harian, materi itu ada pada pelajaran akhlak.

Setiap siswa harus menulis doa sesuai yang akan dipelajarai hari itu.

Contohnya belajar doa makan, setelah ditulis guru menjelaskan arti doa
tersebut juga mengajarkan adab dalam makan. Kemudian siswa ditugaskan

untuk menghafal doa beserta artinya. Agar supaya saat berdoa mereka tau

maksud dari doa tersebut. Setelah itu, masing-masing menghafal di depan

kelas. Siswa yang tidak bisa menghafal tidak diberikan izin untuk istirahat.

Hal itu dilakukan agar mereka berusaha untuk menghafalnya. Tidak hanya

sampai disitu, setelah akan pulang mereka juga dites kembali hafalannya,

yang pulang duluan adalah siswa yang hafal. Kurang lebih seperti itu.

4. Program khusus untuk hal ini mungkin belum ada. Cuma siswa sebisa

mungkin guru membiasakan siswa membaca doa-doa yang sudah mereka

hafal. Saat apel sebelum masuk kelas, bersama-sama menghafalkan doa-doa

tersebut. Yang paling sering diulang adalah doa yang dalam kegiatan sehari-

hari banayak dilakukan. Seperti doa sebelum dan sesudah makan, doa

sebelum dan bangun tidur, masuk dan keluar kamar mandi, keluar rumah,

masuk dan keluar masjid. Lalu diberitahukan juga pada orang tua melalui

grup Wa doa apa yang sudah dihafal hari ini Agar supaya orang tua bisa cek

anaknya saat dirumah. Kira-kira seperti itu upaya kami dalam membiasakan

siswa membaca doa sehari-hari

94
5. Dalam pengenalan huruf hijaiyah, kepala madrasah mengadakan program

tambahan yaitu mengaji menggunakan metode dirosa. Kerena metode dirosa

dianggap lebih mudah dan cepat untuk belajar huruf hijaiyah. Hal itu sudah

dibuktikan selama kurang lebih 1 tahun terakhir siswa madrasah yang masih

duduk di kelas 2, bahkan ada 1, 2 orang juga kelas 1 yang sudah bisa

membaca Alquran dengan baik dan benar dalam waktu kurang lebih 3 bulan.

6. Yang dapat menghambat proses internalisasi baik sholat, mengaji, maupun

kebiasaan membaca doa sehari bisa muncul dari anak itu sendiri atau juga

dari luar. Yang muncul dari diri sendiri misalnya malas. Nah faktor fari
luarnya bisa juga teman atau orang tua. Sudah anak itu malas, ditambah lagi

anak ini berteman dengan orang-orang yan tidak mau sekolah dan orang

tuanya juga tidak mau mengontrol dan menyuruh anaknya untuk sholat maka

itulah yang menjadi faktor penghambat dalam upaya internalisasi nilai-nilai

ibadah tersebut.

7. Faktor yang mendukung tentunya kalau di madrasah dalam proses

pembelajaran, guru harus berusaha membuat pembelajaran menyenangkan

agar, materi mudah diterima dengan baik oleh siswa. Selanjutnya di luar

pembelajaran tentunya orang tua sebisa mungkin mengontrol anak-anaknnya

bukan hanya sekedar menyekolahkan anak, tetapi juga diawasi berikan

perhatian kepada anak agar apa yang sudah diajarkan di madrasah dapat

berlanut juga di rumah dan menjadi kebiasaan anak itu sendiri.

95
HASIL OBSERVASI

1. Proses Belajar Mengajar

Proses belajar mengajar dilakukan seperti pembelajaran di sekolah umum,

hanya saja di MDA Alkhairaat waktunya lebih singkat dengan durasi 3 jam.

Apel masuk dilaksajakaj jam 14.00 peserta didik berdoa sebelum masuk kelas

dan menghafal doa-doa. Saat masuk waktu sholat Ashar KBM dihentikan

sejenak untuk melaksanakan sholat Ashar berjamaah di ruangan sholat. Setiap

hari ada 2 atau 3 mata pelajaran yang dipelajari.


2. Metode yang digunakan guru dalam pembelajaran

Dalam pembelajaran guru lebih sering menggunakan metode ceramah. Selain


itu peserta didik juga banyak ditugaskan untuk menghafal

3. Upaya yang dilakukan dalam internalisasi nilai ibadah sholat lima waktu

Selain dalam proses pembelajaran pada pelajaran Fiqih pihak madrasah

mengadakan program kartu sholat yang dibagikan kepada masing-masing

peserta didik untuk diisi atau diceklis setiap peserta didik melaksanakan sholat

jika tidak maka diberi tanda silang. Kartu sholat tersebut juga ditanda-tangani

oleh orang tua masing-masing serta imam atau pegawai syari sebagai bukti
bahwa benar peserta didik melaksanakan sholat. Kemudian tiap bulan guru

mengadakan praktek sholat untuk mengevaluasi peserta didik. Dalam hal ini

dikelompokan sesuai kemampuan masing-masing dalam hal sholat.

4. Upaya yang dilakukan dalam internalisasi kebiasaan membaca doa

sehari-hari

Setiap hari peserta didik harus menghafal doa-doa harian saat apel masuk kelas

dan saat akan pulang. Selain itu saat pelajaran akhlak peserta didik yang tidak

bisa menghafal doa yang susah ditulis, tidak diizinkan untuk istirahat bermain.

96
Guru juga memberikan informasi kepada orang tua untuk selalu mengulangi

doa-doa yang sudah peserta didik hafal di madrasah.

5. Upaya yang dilakukan dalam pengenalan huruf hijaiyah

Pembelajaran di MDA Alkhairaat semua mengharuskan peserta didik harus

mengenal huruf hijaiyah. Mulai dari tahap awal di kelas 1 mereka diajarkan

untuk menyebut dan menulis. Dari kelas 1 juga sudah diajarkan menulis huruf

yang bersambung walaupun belum panjang. Pada malam hari setelah selesai

sholat Magrib peserta didik dibagi sesuai rumah masing-masing yang dekat

denga guru untuk mengaji dirosa. Hal tersebut dilakukan agar memperlancar
peserta didik untuk membaca Al-Qur‟an

97
DOKUMENTASI

Wawancara dengan Kepala MDTA Alkhairaat

Wawancara Dengan Guru Kelas 1 MDTA Alkhairaat

98
Wawancara Dengan Guru Kelas2 MDTA Alkhairaat

Wawancara Dengan Orang Tua Peserta Didik

99
Wawancara Dengan Orang Tua Peserta Didik

Wawancara Dengan Orang Tua Peserta Didik

100
Foto Bersama Kepala MDTA Alkhairaat dan Guru

Foto Tampak depan MDTA Alkhairaat

101
102
103
104
BIODATA PENULIS

Nama : Diza Arsita Bayahu

Tempat dan tanggal lahir : Lembean, 19 Agustus 1998

Alamat : Jaga 3 Desa Tontalete Kecamatan Kema

Kabupaten Minahasa Utara


Nomor HP : 085397153692

e-mail : istidizabayahu@gmail.com

Nama orang tua

Bapak : Iskandar Bayahu

Ibu : Satria Husain

Riwayat pendidikan

SD : SD Negeri Tontalete

SMP : SMP Negeri 1 Kauditan

SMA : SMA Negeri 1 Kauditan

Manado,
Penulis,

Diza Arsita Bayahu

105

Anda mungkin juga menyukai