Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh:
Ulil Albab
NIM: 1111034000032
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh:
Ulil Albab
NIM: 1111034000032
Di bawah bimbingan:
iii
iv
v
ABSTRAK
Ulil Albab
Hadis tentang Kepemimpinan Perempuan dalam Pemahaman Masyarakat
Muslim Surabaya
vi
KATA PENGANTAR
kehadirat Allah Swt. yang telah memberikan kekuatan jasmani, rohani, taufik,
salam semoga senantiasa tercurah dan dilimpahkan kepada Nabi Muhammad Saw.
rasul penutup para nabi, serta doa untuk keluarga, sahabat, dan para
Skripsi ini merupakan satu di antara tugas yang harus diselesaikan dalam
studi Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
memerlukan perbaikan. Oleh karena itu penulis sangat menerima kritikan dan
kepada:
1. Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A., selaku Rektor Universitas Islam Negeri
vii
2. Prof. Dr. Masri Mansoer, M.A., selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN
3. Dr. Lilik Ummi Kaltsum, M.A, dan Dra. Banun Binaningrum M. Pd, selaku
5. Dr. M. Amin Nurdin, M.A, selaku dosen pembimbing akademik penulis yang
pada kelulusan.
7. Kedua orang tua penulis, Abah H. Sihabudin dan Hj. Sa‟adah yang tiada henti
ini. Kepada ketiga kakak penulis, yang selalu memberikan dukungan dan
bimbingan juga kepada penulis hingga meraih kelulusan ini. Penulis juga
penulis.
sekedar pimpinan namun juga sosok orang tua yang selalu memberikan
viii
nasihat dan dukungan, baik moril maupun materil yang sangat berarti bagi
pennulis hingga saat ini. Kemudian saya sampaikan juga kepada seluruh
kawan yang lulus di tahun 2018 sebagai keluarga Sektor Sebelas yang sangat
13. Kemudian dalam kesempata ini penulis juga menyampaikan ungkapan terima
kasih kepada Riri yang telah menemani penulis dengan selalu mengingatkan
ix
menyelesaikan skripsi ini. Banyak hal yang tidak bisa disebutkan atas segala
pembacanya. Namun demikian penulis juga menyadari bahwa di dalam skripsi ini
masih memiliki kekurangan dan kelemahan. Untuk itu, penelitian ini menerima
segala saran dan kritikan demi perubahan yang lebih baik untuk penelitian di
masa mendatang.
Ulil Albab
x
DAFTAR ISI
ABSTRAK ........................................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN
xi
BAB III KEPEMIMPINAN PEREMPUAN DALAM PANDANGAN
Perempuan ....................................................................................... 50
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................... 61
LAMPIRAN – LAMPIRAN
xii
BAB I
PENDAHULUAN
dianggap sebagai calon yang kuat untuk melawan Basuki Tjahaja Purnama pada
kontestasi pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017.1 Hal ini lantaran Rekam jejak
internasional.3
Dirunut dari sepanjang sejarah, Risma merupakan figur perempuan pertama yang
1
Artikel diakses pada 24 Agustus 2016 dari http://www.jawapos.com/read/2016/08/20/
45960/hasil-survey-elektabilitas-ahok-turun-risma-melesat
2
Menjelang akhir kepemimpinan periode pertamanya, Risma dinobatkan sebagai tokoh
perubahan Republika 2014. Risma diberi penghargaan atas keberhasilannya dalam tata kota
dengan smart city, peningkatan ekonomi serta menutup lokalisasi Dolly. “Si Pengubah Wajah
Surabaya,” Republika, 29 April 2014, 1. Apresiasi serupa pernah diulas secara khusus oleh
beberapa media, di antara oleh Majalah Tempo, dengan tajuk Bukan Bupati Biasa dan Majalah
Detik yang bertajuk Risma Super Wali.
3
Majalah Fortun merilis 50 pemimpin terbaik dunia, baik dalam lingkup pemerintahan,
bisnis maupun lembaga sosial. Risma menjadi satu-satunya wakil dari Indonesia, dan menempati
urutan ke-24. Di lamannya dituliskan “Terpilih sebagai Wali Kota Surabaya pada 2010,
Rismaharini telah mengubah kotanya yang berpenduduk 2,7 juta orang menjadi kota metropolitan
baru di Indonesia yang merayakan ruang hijau dan keberlangsungan lingkungan.‟‟ Berita diakses
pada 28 April 2015 dari http://fortune.com/worlds-greatest-leaders/tri-rismaharini-24/
2
bahwa keberhasilan kepemimpinan dalam dunia politik tidak terbatas hanya bagi
kalangan laki-laki saja, akan tetapi perempuan juga bisa mengukir prestasi sebagai
domestik, yakni mengurus rumah tangga.4 Dalam ranah politik, stigma ini
oleh Konrad Adenaur Stiftung,5 di antaranya ialah konstruk sosial yang lebih
mengutakaman budaya patriarki serta buadaya dan dinamika politik yang tak
mendukung.6
Selain kedua faktor di atas alasan yang cukup kuat untuk mengalamatkan
penafsiran dari ajaran-ajaran agama. Hal inilah yang terjadi di tengah umat Islam.
pro dan kontra. Argumentasi penolakan tersebut didasari oleh pertimbangan atas
4
Faisar Ananda Arfa, Wanita dalam Konsep Islam Modernis (Jakarta: Pustaka Firdaus,
2004), h. 109
5
Konrad Adenaur Stiftung, merupakan lembaga yang berasal dari Jerman. Lembaga ini
bergerak dalam ranah politik, yang mempunyai lebih dari 120 cabang di seluruh dunia. Orientasi
yang diusung ialah perdamaian, kebebasan, dan kesetaraan. Dalam melakukan penelitian mengenai
perempuan dan politik ini, ia bekerjasama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
6
Meskipun pemerintah telah mengakomodasi partisipasi perempuan untuk terlibat dalam
perpolitikan dalam bentuk undang-undang No. 10 tahun 2008 yang mensyaratkan keterwakilan
perempuan minimal 30%, namun dalam realitanya perempuan masih terpinggirkan, salah satu
faktornya ialah dari partai itu sendiri yang tidak maksimal dalam memberdayakan perempuan.
Sarah Nuraini Siregar, ed., Perempuan, Partai Politik dan Parlemen: Studi Kinerja Anggota
Legislatif Perempuan di Tingkat Lokal (Jakarta: Gading Inti Prima, 2012), h. 7.
3
menyatakan bahwa kodrat perempuan lebih lemah dan tidak sempurna dibanding
hadis yang secara eksplisit melarang kepemimpinan perempuan adalah hadis yang
hadis ini dinilai otentik, yang setidaknya diriwayatkan oleh Imām al-Bukhārī,
Imām al-Timīdzī, Imām al-Nasā‟ī dan Imām Aḥmad b. Ḥanbal.10 Hadis tersebut
7
„Abbās Maḥmūd al-„Aqqād, Filsafat Qur‟an: Filsafat, Spiritual dan Sosial dalam
Isyarat Qur‟an (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1996) , h. 71.
8
Keterbatasan ini terkait dengan aurat perempuan yang harus dibatasi, bahkan termasuk
suaranya. Syamsul Anwar,” masalah Wanita Menjadi Pemimpin dalam Perspektif Fiqih Siasah”,
h. 39.
9
Salah satu periwayat hadis ini ialah al-Bukhārī. Di dalam kitabnya, Ṣaḥīḥ Bukhārī, hadis
ini terdapat di dua tempat, yakni pada kitāb al-maghāzī dan kitāb al-fitan.
Al-Imām al-Ḥāfiẓ Abī „Abd Allāh Muḥammad b. Ismā‟īl b. Ibrāhīm b. al-Mughīrah al-Ja„fī al-
Bukhārī, Ṣaḥīḥ Bukhārī (Riyāḍ: Maktabah al-Rashad, 2006), h. 603, 978.
10
Hasil takhrīj hadis ini menggunakan dua metode. Pertama, metode lafẓī, mengacu pada
kitab al-Mu‟jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Hadīth al-Nabawī. Kata yang digunakan dari hadis
tersebut ialah يفلح. A.J. Wensicnk, dkk, al-Mu‟jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Hadīth al-Nabawī,
vol. III (Leiden: E. J. Brill, 1936), h. 275. Kedua, metode rāwi al-a‟lā, menggunakan kitab Tuḥfah
4
diterima.11
lintas sejarah hingga kini.12 Ibn Ḥajar al-„Asqalānī dalam mensyarah hadis
menyatakan bahwa dalam hadis ini terdapat keterangan bahwa wanita tidak dapat
diangkat menjadi pemimpin maupun hakim.13 Senada dengan pendapat akan hal
ini, menurut Junaidi bahwa Taqiy al-Dīn al-Nabhānī sebagai pendiri Hizb al-
al-Ashrāf bi Ma‟rifah al-Aṭrāf. Jamāl al-Dīn Abī al-Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tuḥfah al-Ashrāf bi
Ma‟rifah al-Aṭrāf, vol. VIII (Bayrūt:Dār al-Gharb al-Islāmī, 1999), h. 272. Selain terdapat di
Ṣāḥīḥ al-Bukhārī, hadis ini terdapat pula di beberapa kitab berikut. Pertama, Sunan al-Tirmidhī,
al-Imām al-Ḥāfiẓ Abī „Īsā Muḥammad b. „Īsā al-Tirmidhī, al-Jāmi‟ al-Kubrā, vol. IV (tt: Dār al-
Gharb al-Islāmī, 1996), h. 111. Kedua, Sunan al-Nasā‟ī, Abī „Abd al-Raḥmān Aḥmad b. Syu„ayb
b. „Alī, Sunan al-Nasāī, (Riyāḍ: Maktabah al-Ma‟ārif, tt), h. 809. Ketiga, Musnad Aḥmad b.
Ḥambal, lihat Al-Imām Aḥmad b. Ḥambal, Musnad al-Imām Aḥmad b. Ḥambal, (Riyāḍ: Bait al-
Afkār al-Dauliyah, 1998), h. 1498, 1495, 1500, 1503.
11
Isyarat yang demikian ini disinyalir dari diksi lan ( )لنyang menegasikan untuk masa
yang akan datang, sehingga mengandung penguatan di dalamnya. Ibn Manẓūr, Lisān al-„Arāb,
vol. V (Beirut: Dār al-Ma‟ārif, tt), h. 4082
12
Sofia Rosdanila Andri, “Argumen Penafsiran Tekstualis versus Kontekstualis tentang
Kpemimpinan Perempuan,” Refleksi, vol. 12, no. 6 (April 2014): h. 769.
13
Aḥmad b. „Alī b. Ḥajar al-„Asqlānī, Fatḥ al-Bārī, vol. VIII (Kayra: Maktabah al-
Salafiyah, tt), h. 128
14
A. F. Djunaedi, “Filosofi dan Etika Kepemimpinan dalam Islam,” Al-Mawarid Vol. 16,
(2005): h. 63.
15
„Abbās Maḥmūd al-„Aqqād, Filsafat Qur‟an: Filsafat, Spiritual dan Sosial dalam
Isyarat Qur‟an, h. 74.
5
Ibn Ḥajar memuat pendapat Abū Ḥanīfah dan al-Ṭabārī justru lebih longgar,
Nabi Muḥammad Saw. sebagai nabi akhir zaman yang menjadi tokoh sentral
dalam Islam sehingga menjawab setiap persoalan yang ada. Namun demikian
Nabi hidup dalam kurun ruang dan waktu tertentu, sementara persoalan yang
16
Aḥmad b.„Alī b. Ḥajar al-„Asqalānī, Fatḥ al-Bārī, vol. VIII, h. 128
17
Al-Ghazālī sampai pada kesimpulan ini melalui metode pemahaman hadis yang ia
gagas, yakni mendudukkan pemahaman hadis dalam kerangka petunjuk al-Qur‟an, yang menjadi
prioritas dalam setiap memahami hadis. Menurutnya, jika hadis ini dipahamai secara tekstual,
maka bertentangan dengan Q.S al-Naml: 23 yang mengisahkan keberhasilan Ratu Balqis. Adapun
mengenai Q.s. al-Nisā`:34 yang secara tekstual diartikan bahwa laki-laki adalah pemimpin
perempuan, menurutnya hal itu terbatas dalam urusan rumah tangga. Oleh karenanya,
kepemimpinan merupakan hal yang tidak perlu dipersoalkan, selama masih menjaga norma-norma
agama, serta tetap menuaikan kewajiban sebagai seorang ibu sekaligus istri bagi suaminya.
Muḥammad al-Ghazālī, al-Sunnah al-Nabawiyyah bayn Ahl al-Fiqh wa Ahl al-Ḥadīth (Kayra: Dār
al-Kitāb al-Maṣrī, 2013), h. 72
18
Suryadi, “Metode Pemahaman Hadis Nabi: Telaah atas Pemikiran Muḥammad al-
Ghazālī dan Yūsuf Qaraḍāwī,” (Disertasi Program Pascasarjana, Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga Yogyakarta, 2004), h. 3.
19
Pemahaman tekstual dan kontekstual telah mungemuka ketika Nabi memerintahkan
sejumlah sahabatnya untuk pergi ke kampung Bani Qurayẓah dan berpesan untuk tidak
melaksanakn salat Ashar kecuali telah tiba di perkampungan tersebut. Kelompok pertama
memahami secara harfiah sesuai bunyi teks tersebut, sementara kelompok kedua memahaminya
6
memperbolehkannya.
perempuan pernah menjadi wacana perdebatan yang pelik di tahun 1999 ketika
dijadikan pula sebagai alat untuk kepentingan politik tertentu. Oleh karenanya
menjadi suatu kebutuhan yang sangat penting mengenai pemahaman hadis agar
dalam hal dakwah maupun kajian mengenai ajaran Islam, tentunya tidak terlepas
dari peranan lapisan top laeader lapisan masyarakat yang mampu menggiring
opini publik, dalam hal ini pimpinan organisasi masa islam, pimpinan majelis, dan
sebagai perintah untuk segera tiba di tempat tujuan agar masih mendapatkan waktu salat Ashar di
sana. Quraish Shihab, Pengantar dalam Muhammad al-Ghazālī, Studi Kritis atas Hadis Nabi
Saw.; Antara Pemahaman Tekstual dan Kontekstual terj. Muhammad al-Baqir (Bandung: Mizan,
1993), h. 9
20
Kelompok tekstual dalam memahami hadis sangat mengedepankan makna harfiah dari
matan hadis. Bagi mereka, hadislah senantiasa menjadi pegangan, meskipun kebutuhan dan
konteks modern telah berubah dan berbeda dengan konteks lahirnya hadis tersebut. Sedangkan
kelompok kontekstualis memahami hadis dengan menekankan pentingnya melihat konteks sosio-
historis ketika hadis itu muncul dan juga konteks masa kini. Yusuf Rahman, “Penafsiran Tekstual
dan Kontekstual terhadap al-Qur‟ān dan Ḥadīth (Kajian terhadap Muslim Salafi dan Muslim
Progresif)” Jurnal of Qur‟ān and Ḥadīth Studies Vol. 1, No. 2 (2012): 297
21
Endis firdaus, “Kepemimpinan Politik Wanita dalam Islam: Studi Dekonstruktif atas
Pemikiran Tradisi Subordinasi Jender” (Disertasi Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2005), h. 19
7
dengan dimulainya proses islamisasi di Indonesia pada abad ke-13 M,22 dan
mampu bertahan hingga kini. Setidaknya terdapat dua peran utama yang
mengenai agama, namun juga berusaha menyentuh pada realitas sosial sekaligus
maka tidaklah mengherankan jika pimpinan atau pengasuh pesantren bukan hanya
menjadi tokoh sentral dalam lingkungan internal pesantren, namun juga menjadi
persoalan agama. Lebih dari itu mereka pun memiliki peran yang cukup besar
mengkaji pemahaman hadis mereka. Dalam hal ini terkait hadis yang secara
22
Mujamil Qomar, Pesantren: Dari Tradisi Transformasi Metodologi Menuju
Demokratisasi Institusi (Jakarta: Erlangga, tt), h. 9.
23
Mujamil Qomar, Pesantren: Dari Tradisi Transformasi Metodologi Menuju
Demokratisasi Institusi, h. 25.
24
Uci Sanusi, “Transfer Ilmu di Pesantren” Jurnal Ta‟lim, Vol. 11 No. 1 (2013): h. 62
25
Miftah Faridl, “Peranan Sosial Politik Sosial Kyai di Indonesia,” Sosioteknologi No.
11, No. 6 (Agustus, 2007): h. 238
8
fenomena ini?
ialah riwayat Abū Bakrah sebagaimana yang telah disinggung di atas. Sehingga
masalah yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah, “Bagaimana pemahaman
1. Tujuan Penelitian
9
ini ialah:
kepemimpinan perempuan
2. Manfaat Penelitian
perempuan dari aspek penelitian sosial yang bersentuhan secara langsung dengan
langsung masih sedikit. Sementara manfaat secara praktis yang diperoleh ialah
penelitian ini menjadi rujukan dalam mata kuliah metode pemahaman hadis.
D. Tinjauan Pustaka
Babakan Tasikmalaya dengan judul (analisis terhadap hadis lan yufliḥa al-qaum
26
Arief Hidayat, “Penanggalan Hadis Kepemimpinan Perempuan” (Skripsi S1 Fakultas
Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016).
10
pustakanya memuat kajian terhadap hadis tersebut, baik dikaji dari sisi sanad
yang diriwayatkan Abū Bakrah, hanya sebagian kecil saja yang mengetahui hadis
ini.
dan mendeteksi kapan ini mulai populer. Ia menemukan bahwa hadis ini populer
ketika banyak munculnya banyak fitnah kepada sahabat Nabi, sehingga banyak
hadis ini.
27
Wahyu Ismatulloh, “Kepemimpinan Perempuan dalam Pandangan Masyarakat Babakan
Tasikmalaya: analisis terhadap hadis lan yufliḥa al-qaum wallaw amrahum imra`a ” (Skripsi S1
Fakultas Ushuludin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah)
28
Arief Hidayat, “Penanggalan Hadis Kepemimpinan Perempuan” (Skripsi S1 Fakultas
Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016).
11
penelitian skripsi ini ialah mengenai pemahaman dan praktik atas hadis
kepemimpinan perempuan, yakni Ibu Nyai, merupakan suatu hal yang absah,
Perbedaan penelitian ini dengan ketiga skripsi di atas ialah selain objek
lapangan yang berbeda, dalam skripsi ini yang menjadi latar belakang masalahnya
hadis secara tekstual. Selain itu, subyek penelitian yang dipilih pun lebih spesifik,
Komisi Fatwa se-Indonesia III di Padang Panjang Tahun 2009.30 karya di atas
29
Maulida Himatun Najih, “Pemahaman dan Praktik Hadis Kepemimpinan Perempuan:
Studi Living Hadis di Yayasan Ali Maksum Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta.” (Skripsi S1
Fakultas Ushuludin, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga)
30
Duwi Hariono, “Hadis dalam fatwa dan Permasalahan Kontemporer; Analisa
Pemahaman Hadis MUI dalam Keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia III di Padang
Panjang Tahun 2009,” (Tesis Master Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga: 2010)
12
digunakan dan dipahami oleh subyek penelitian masing dalam tema tertentu.
Surabaya, masih terbuka serta belum ditemukan karya yang menelitinya. Di sisi
hadis misoginis. Hal yang membedakan disertasi ini dengan penelitian yang
hendak penulis lakukan ialah obyek lapangan dijadikan kajian berbeda, meskipun
Kemudian perbedaan yang paling mendasar ialah penelitian ini berangkat dari
fenomena sosial berupa figur perempuan yang berhasil menjadi walikota dan hal
E. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
31
Nasrullah, “Konstruksi Sosial Hadis-Hadis Misoginis di Kalangan Aktivis Organisasi
Keagaman: Studi Living Sunnah di Kota Malang,” (Disertasi Pascasarjana Universitas Islam
Negeri Sunan Ampel Surabaya, 2013)
13
menjawab rumusan pertanyaan di atas, yakni dengan karakteristik dari metode ini
pendeskripsian yang lebih rinci yang menekankan pada konteks dan lebih
2. Sumber Data
Seumber data dalam penelitian ini terbagi menjadi dua kategori, yaitu
sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh penulis selama
terlebih dahulu. Kemudian data sekunder diperoleh penulis dari buku, jurnal,
artikel, dan karya ilmiah lainnya yang relevan dengan penelitian ini.
dengan panduan yang bersifat umum dan pemetaan poin-poin informasi yang
32
Metode kualitatif ialah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang
apa yang dialami oleh subyek penelitian, dalam hal ini pandangan, persepsi, secara deskripsi
dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus. Lexy J. Moleong, Metodologi
Penelitian Kualitatif (Bandung: Rosda, 2013), h. 6.
33
Riatti Raffiudin (ed), Panduan Praktis Metode Penelitian Sosial, (Depok: Pusat Kajian
Politik Universitas Indoesia, 2014), h. 21.
34
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 193.
14
perempuan.
informan yang dipilih berdasarkan kriteria yang sesuai dengan kebutuhan untuk
Sanafiah Faisal menyatakan bahwa sampel sebagai sumber data atau sebagai
memahami sesuatu melalui proses enkulturasi, sehingga sesuatu itu bukan sekedar
diketahui, tapi juga dihayatinya, 2) mereka yang tergolong masih dalam kegiatan
yang sedang diteliti, 3) mereka yang memiliki waktu memadai untuk dimintai
kemasannya sendiri, dan 5) mereka yang tergolong cukup asing dengan peneliti
35
Riatti Raffiudin (ed), Panduan Praktis Metode Penelitian Sosial, h. 29.
36
Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Penerbit Alfabeta, 2014), h. 57.
15
pertimbangan yang ditekankan di sini ialah variasi data yang didapatkan. Jika
tidak ada data yang meluas dan lebih variatif, maka penarikan sampel pun dapat
diahiri.37 Dalam hal ini penulis telah menemukan informan sejumlah 23 orang
4. Analisis Data
Analisis data ialah prosses mencari dan menyusun secara sistematis data
yang diperoleh dari wawancara dan bahan-bahan lain sehingga dapat dengan
mudah dipahami, yang kemudian temuan ini dapat diinformasikan kepada orang
lain. Adapun analisis data yang digunakan dalam penelitian ini ialah deskriptif
analitik. Artinya, ketika data sudah terkumpul, kemudian disusun, dianalisis, dan
logis. Analisis terhadap data dalam penelitian kualitatif dilakukan secara induktif
atas yang merupakan interpretasi atas apa yang dipahami dari subyek penelitian.
F. Sistematika penulisan
Untuk melengkapi dasar penelitian, maka memuat pula tinjauan pustaka, dengan
disertai metode penelitian agar hasil dari penelitian terukur dan dinilai ilmiah.
sistematis.
37
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 237
16
Pada bab berikutnya memuat kajian lanjutan dari bab kedua dengan
GAMBARAN UMUM
berdampingan satu sama lain agar dapat melangsungkan hidupnya. Ketika antar
sebagaimana berikut:1
يل َحدَّثَنَا ُُمَ َّم ُد بْ ُن َع ْج ََل َن َع ْن نَافِ ٍّع َع ْن ِحدَّثَنَا علِي بن ََب ِر ب ِن ب ِر ٍّي حدَّثَنَا ح ِاِت بن إِ ْْسع
َ َ ُْ ُ َ َ ّ َّ ْ ْ ُ ْ ُّ َ َ
ال إِذَا َخَر َج ثَََلثَةف ِي َ َاَّللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم ق َِّ ول ٍّ ِأَِِب سلَمةَ عن أَِِب سع
َّ صلَّى
َ اَّلل َ َن َر ُس ِّ اْلُ ْد ِر
َّ ي أ ْ يد َ َْ َ َ
ِ
َ َس َف ٍّر فَ ْليُ َؤّم ُروا أ
َح َد ُه ْم
Telah menceritakan kepada kami ‘Alī bn Baḥr bn Barri, Telah
menceritakan kepada kami Ḥātim bn Ismā'īl, telah menceritakan kepada
kami Muḥammad bn 'Ajlān, dari Nāfi', dari Abū Salamah, dari Abu Sa'īd
al-Khudri, bahwa Rasulullah Saw. bersabda: "Apabila ada tiga orang
yang keluar dalam suatu perjalanan, maka hendaknya mereka menunjuk
salah seorang dari mereka sebagai pemimpin
baik dari lingkup terkecil hingga organisasi setingkat negara, ditentukan oleh
persoalan kecil, karena turut menentukan pula nasib kelompok atau masyarakat
1
Abī Dāwud Sulaymān bn al-Asy„ats al-Sijistānī al-Azadī, Sunan Abī Dāwud, vol III,
(Beirut: Maktabah al-„Aṣriyah, tt), h. 36.
17
18
pemimpin. Bertolak dari kata pemimpin itulah berkembang pula istilah atau
dan kelebihan dalam suatu bidang, sehingga ia mampu memengaruhi orang lain
yang memimpin dengan jalan memprakarsai tingkah laku sosial dengan mengatur,
para ahli namun tetap memiliki benang merah yang sama, yakni mengenai
2
Tim Redaksi KBBI Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2008), h. 1075.
3
Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2001), h. 28.
4
Syamsul Arifin, Leadirship Ilmu dan Seni Kepemimpinan (Jakarta: Mitra Wacana
Media, 2012), h. 1.
19
kesesuaian tujuan yang mereka inginkan. Hampir sama dengan defini tersebut, H.
perilaku yang dapat mempengaruhi tingkah laku orang lain yang dipimpinnya.5
pemimpin, seperti khalīfah, imām, dan ulū al-amr.7 Kata khalīfah berasal dari kata
khalīfah termuat dalam Q.S. al-Baqarah: 30 dan Q.S. Ṣād: 26 memiliki arti
wilayah tertentu dalam suatu komunitas.9 Kemudian imām pada mulanya berarti
pemimpin salat, orang yang diikuti jejaknya dan didahulukan urusannya. 10 Imām
5
Abu Ahmadi, Psikologi Sosial (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), h. 114.
6
Brantas, Dasar-Dasar Manajemen (Bandung: Alfabeta, 2009), h. 125.
7
Bahruddin dan Umairson, Kepemimpinan Pendidikan Islam: Antara Teori dan Praktik
(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012) h. 80.
8
Abū Husain Ahmad ibn Fāris ibn Zakariyā, Mu’jam Maqāyis al-Lughah, II (Beirut: Dār
Kutub al-„Ilmiyah, 1999), h. 374.
9
Abd Rahim, “Khalīfah dan Khilāfah menurut Al-Qur‟an”, Hunafa: Jural Studi Islamika
Vol. 9 No. 1 2012, h. 49.
10
Ibn Fāris, Mu’jam Maqāyis al-Lughah, h. 82.
20
dalam perspektif sunni tidak bisa dibedakan dengan khalīfah. Namun dalam
tradisi Syi‟ah. Bagi kaum Syi‟ah Imām tidak saja terkait dengan konteks politik,
melainkan juga meliputi aspek agama secara keseluruhan dan telah disepakati
bahwa imām harus berasal dari Ahl al-Bayt dengan garis keturunan dari Alī b Abī
penegasan dari keimanan yang termuat dalam salah satu rukun iman.11
Sementara ulū al-amr terdiri dari dua kata yakni ulū yang memiliki arti
pemilik dan al-amr berarti perintah, tuntutan melakukan sesuatu, atau urusan.12
Ketika dua kata tersebut dijadikan menjadi satu artinya ialah pemilik urusan atau
dengan istilah ulū al-amr ini mencakup setiap pribadi yang memegang urusan
sebagai padanan kata pemimpin dengan cakupan wilayah dan konteksnya masing-
masing, namun demikian pada memiliki pengertian yang sama bahwa pemimpin
memiliki gaya tarik untuk memengaruhi orang lain dan bertanggung jawab atas
kepemimpinan merupakan hal yang sangat penting dan memiliki peran strategis
11
Zulkarnain “Konsep Imāmah dalam Perspektif Syi‟ah”, TAPIs Vol.7 No.13 2011, h.58.
12
Ibn Fāris, Mu’jam Maqāyis al-Lughah, h. 139.
13
Musa Asy‟arie, Islam dan Keseimbangan Rasionalitas, Moralitas, dan Spiritualitas
(Yogyakarta: Lesfi, 2005), h. 152.
21
pemimpin yang ideal dan diterima oleh seluruh elemen yang dipimpinnya
yang harus ada dalam seorang pemimpin. Syarat-syarat tersebut merupakan hal
yang pokok yang harus dimiliki seorang pemimpin agar dalam memimpin ia
berinisiatif, tekun, ulet, percaya diri, agresif, dan punya hasrat untuk unggul.
atau suka bekerja sama, mudah menyesuaikan diri, punya rasa humor. Keempat,
memiliki status yang meliputi kedudukan sosial ekonomi yang cukup tinggi,
yang harus dimiliki seorang pemimpin, yakni kapabilitas dan kredibilitas. Kedua
14
Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2001),
22
karakter tersebut diabadikan dalam al-Qur‟an terkait ucapan putri Syu„aib yang
pernyataan raja Mesir ketika mengangkat Nabi Yūsuf sebagai Kepala Badan
Logistik Kerajaan (Q.S. Yūsuf:54), serta dasar dipilihnya Malaikat Jibril sebagai
kemudian para ahli menjabarkan lebih jauh terkait syarat-syarat untuk menjadi
pemimpin di antaranya ialah Ibn Khaldun. Tokoh yang dianggap sebagai bapak
pengetahuan yang luas, keadilan, kesanggupan, anggota badan dan indra yang
sehat, terbebas dari kecacatan serta keturunan Quraisy. Kriteria terakhir yang
pemimpin ialah keadilan yang meliputi segala hal, ilmu pengetahuan yang sampai
hingga level ijtihad, kesejahteraan pada indera dan anggota badan, kecerdasan
15
M. Quraish Shihab, Lentera al-Qur`an, (Tangerang Selatan: Lentera Hati, 2012), h.
318-319.
16
Ibn Khaldun, Muqaddimah Ibnu Khaldun (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2011), h. 238.
17
Abū al-Ḥasan „Alī bin Muḥammad bin Ḥabīb al-Baṣrī al-Baghdādī al-Māwardī, al-
Aḥkām al-Sulṭāniyyah (Beirut: Dār al-Fikr, 1960) h. 6.
23
Menjadikan laki-laki sebagai salah satu syarat seorang pemimpin ini menuai
sebagai salah satu kota tertua di Indonesia. Kota Surabaya secara resmi berdiri
sejak tahun 1293, terkenal sebagai kota pelabuhan yang secara tidak langsung
mengantarkan Surabaya sebagai kota Perdagangan dan jasa, serta merupakan jalur
populasi penduduk sekitar 3 juta orang, Surabaya telah menjadi kota Metropolis
Surabaya saat ini juga telah menjadi pusat bisnis, perdagangan, industri, dan
pendidikan di Indonesia.19
di wilayah timur Indonesia, dan sekarang menjadi salah satu kota terbesar di
18
A. F. Djunaedi, “Filosofi dan Etika Kepemimpinan dalam Islam”, Al-Mawarid 2005
XIII, h. 56-61.
19
Dinas Komunikasi dan Informatika Surabaya, Profil Kota Surabaya 2016 (Surabaya:
Dinas Kominfo, 2016), h. 69.
24
rumah bagi banyak kantor dan pusat bisnis. Perekonomian Surabaya juga
dipengaruhi oleh pertumbuhan baru dalam industri asing dan beberapa segmen
industri yang akan terus berkembang, terutama dalam hal properti, di mana
gedung pencakar langit, mall, plaza, apartemen dan hotel berbintang akan terus
Hari Pahlawan, memberikan wajah khusus bagi kota Surabaya sebagai kota
Dalam suasana yang mencekam dan terancam dari bahaya luar yaitu Sekutu,
Selain memiliki sejarah yang vital terhadap islamisasi di pulau Jawa, Kota
Surabaya juga merupakan kota kelahiran organisasi Nahdlatul Ulama yang berdiri
pada tanggal 16 Rajab 1344 H atau 31 Januari 1926 M, yang kemudian menjadi
organisasi Islam terbesar di Indonesia. Hal ini tidak terlepas bahwa Surabaya
menjadi kota penting dalam perjalanan sejarah Islam di Indonesia. Memiliki luas
wilayah 326,81 km2,20 dan secara demografis menurut data Badan Pusat Statistik
sebesar 2.432.502 jiwa atau 84,76 % dari total penduduk Kota Surabaya yang
bisa dipastikan juga bahwa mayoritas muslim mendukung Tri Rismaharini dalam
perempuan, yang mana bagi sebagian kalangan lain masih menjadi persoalan.
21
https://surabayakota.bps.go.id/statictable/2016/01/21/496/banyaknya-pemeluk-agama-
menujut-jenisnya-2008-2014.html
26
Perlu diketahui bahwa selain sebagai kota metropolitan, pusat bisnis dan
pemerintahan Provinsi Jawa Timur, Kota Surabaya juga memiliki peran strategis
dalam islamisasi di Jawa. Hal ini terlihat dari sejarah Raden Rahmat atau yang
masyhur dikenal sebagai Sunan Ampel yang situsnya kini berada di wilayah
penyebaran Islam di pulau Jawa, dan berhasil meletakkan model pendidikan Islam
dengan yang kini disebut sebagai pesantren.22 Model pendidikan ini berhasil
Ampel menjadi destinasi wisata religi yang setiap harinya tidak pernah sepi
Sebagai kota yang menjadi pusat dakwah dan tempat berdirinya pesantren
untuk pertama kali, saat ini pesantren di Surabaya masih bertahan dengan
hadis kepada masyarakat, baik dalam hal dakwah maupun kajian mengenai ajaran
Islam, tentunya tidak terlepas dari peranan pesantren. Menurut data sejarah
Indonesia pada abad ke-13 M,23 dan mampu bertahan hingga kini. Setidaknya
terdapat dua peran utama yang dimainkan pesantren, yakni sebagai pusat
22
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII
& XVIII. Akar Pembaharuan Islam Indonesia (Jakarta: Kencana, 2018), h. 12
23
Mujamil Qomar, Pesantren: Dari Tradisi Transformasi Metodologi Menuju
Demokratisasi Institusi (Jakarta: Erlangga, tt), h. 9.
27
ulama.24
mengenai agama, namun juga berusaha menyentuh pada realitas sosial sekaligus
maka tidaklah mengherankan jika pimpinan atau pengasuh pesantren bukan hanya
menjadi tokoh sentral dalam lingkungan internal pesantren, namun juga menjadi
persoalan agama. Lebih dari itu mereka pun memiliki peran yang cukup besar
diperdebatkan dan selalu menjadi kajian menarik. Sebagai entitas yang tak
biasa disebut kiyai memiliki peran strategis dalam merespon dan memberikan
solusi atas persoalan yang ada. Maka dari itu, berikut ini akan dikaji bagaimana
24
Mujamil Qomar, Pesantren: Dari Tradisi Transformasi Metodologi Menuju
Demokratisasi Institusi, h. 25.
25
Uci Sanusi, “Transfer Ilmu di Pesantren” Jurnal Ta’lim, XI no. 1 (2013): 62
26
Miftah Faridl, “Peranan Sosial Politik Sosial Kyai di Indonesia,” Sosioteknologi XI no.
6 (Agustus, 2007): h. 238
28
kota pahlawan tersebut melalui Pilkada langsung pada 9 Desember 2015, dengan
Kemenangan besar ini tentu dapat dijadikan sebagai representasi atas kepuasan
27
Sumber, http://www.kpu-surabayakota.go.id
29
2 Ir. Tri Rismaharini, M.T. dan Whisnu Sakti Buana, S.T. 893.087
bahkan secara nasional terlebih ketika isu yang bergulir di media bahwa ia akan
diajukan sebagai Calon Gubernur DKI Jakarta pada Pilkada 2017. 28 Ditelusuri
dari riwayat hidupnya, Risma lahir di Kediri pada 20 November 1961 namun
lulus Sekolah Dasar pada tahun 1973, kemudian pindah ke Surabaya dengan
pada tahun 1976 dan SMU Negeri 5 Surabaya lulus tahun 1979. Di kota yang
Surabaya dengan jurusan arsitektur, lulus tahun 1987. Masih di almamater yang
sama Risma melanjutkan studi Menejemen Pembangunan Kota hingga lulus tahun
2002.29
Surabaya, banyak hal penting yang telah ia kerjakan. Karirnya semakin meningkat
28
Tak Jadi Calon Gubernur, Ini Alasan Risma. Artikel Diakses pada 12 Februari 2017 dari
https://nasional.tempo.co/read/752600/tolak-jadi-calon-gubernur-dki-ini-alasan-risma.
29
Abdul Hakim, Tri Rismaharini (Jakarta: Change, 2014), h. 14.
30
menjadi lebih baik. Karir birokratnya dimulai dari jabatannya sebagai Kepala
Seksi Tata Ruang dan Tata Guna Tanah Badan Perencanaan Pembangunan Kota
lingkungan Pemerintah Kota Surabaya. Tiga hal penting yang Risma ciptakan
Sampah. Atas prestasinya di dalam tiga bidang ini Kota Surabaya meraih berbagai
Pembangunan pada tahun 2003, Risma berhasil menciptakan sistem baru dalam
pengadaan barang dan jasa dengan sistem yang terintegrasi secara daring yang
Proc ini memiliki beberapa keunggulan terutama dalam hal transparansi, sehingga
masyarakat dapat turut memantau setiap pekerjaan yang dikerjakan oleh pemkot.
30
Profil Walikota Surabaya. Artikel diakses pada 12 Februari 2017 dari
https://surabaya.go.id/berita/37813-profil-walikota-surabaya.
31
korupsi, serta bisa menghemat anggaran belanja 20% - 30%, lantaran lelang
pekerjaan pengadaan barang dan jasa secara daring dirasa lebih efisien. 31 Hal ini
tingkat Asia Pasific melalui ajang penghargaan FutureGov33 Award 2013 yang
meraih dua kategori, yakni kategori Data Center dan kategori Data Inclusion.
Penghargaan itu diterima langsung oleh Risma sebagai Wali Kota Surabaya di
Kedua, mengenai tata ruang kota yang merupakan hal paling dikenal
Pertamanan Surabaya, Risma bertekad untuk mengubah wajah Surabaya yang saat
itu sangat gersang lantaran merupakan daerah pesisir menjadi lebih indah, asri,
31
Abdul Hakim, Tri Rismaharini, h. 13.
32
Abdul Hakim, Tri Rismaharini, h. 15.
33
FutureGov merupakan perusahaan asal Inggris yang bergerak di bidang pembangunan
pelayanan masyarakat secara digital. Dengan membawa misi untuk pelayanan publik yang lebih
efektif dan efisien yang berbasis pada teknologi informatika. Get to Know Us, artikel diakses pada
14 Februari 2017 dari https://www.wearefuturegov.com
32
dan bersih. Lahan-lahan kosong yang ada di tepi jalan di bawah jembatan layang
dimanfaatkan sebagai taman kota, hingga kini Surabaya memiliki puluhan taman
kota yang berfungsi juga sebagai daerah resapan untuk mencegah banjir. Atas
dalam pengelolaan sampah secara mandiri untuk mengurangi jumlah sampah dan
dalam rangka mengambil nilai ekonomis dari sampah melalui bank sampah. Tak
sampah.36
Satu dari sekian banyak prestasinya, terdapat satu pencapaian besar yang
yang berhasil diraih, yakni penutupan secara resmi lokalisasi terbesar di Asia
34
Abdul Hakim, Tri Rismaharini, h. 22.
35
http://surabaya.go.id/berita/8230-penghargaan.
36
Abdul Hakim, Tri Rismaharini, h. 27.
33
Tenggara yang terkenal dengan sebutan Gang Dolly pada 18 Juni 2014.37 Prestasi
inilah yang membuat namanya semakin melambung sehingga lebih dikenal lebih
Tantangan terbesar yang dihadapi Risma ialah ketika ketika DPRD Kota Surabaya
Walikota Surabaya. Peristiwa ini terjadi sebelum usia jabatan walikotanya genap
warga. Dalam pelaksanaan kebijakan ini Risma dianggap tidak memiliki payung
hukum yang kuat dalam menerbitkan surat keputusan tentang kenaikan pajak
reklame lantaran tidak melibatkan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait
37
Hal ini dilakukan Risma lantaran menurutnya lokalisasi tersebut jauh lebih banyak
membawa dampak buruk pada lingkungan sosial di Surabaya, seperti peredaran narkoba dan
pengaruh buruk lainnya pada anak-anak yang berada di sekitar lingkungan tersebut. Tidak sekedar
menutup lokalisasi namun Pemerintah Kota Surabaya yang bekerjasama dengan Kemnterian
Sosial RI dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur, melakukan pembinaan kepada pelaku prostitusi di
lingkungan Dolly dengan menyediakan pekerjaan yang layak dan pemulangan ke kampung asal
bagi warga di luar Kota Surabaya. Risma Belum Puas Terima Penghargaan, artikel diakses dari
www.republika.co.id/berita/nasional/politik/15/05/01/nnmsnv-risma-belum-puas-terima-
penghargaan pada tanggal 16 Maret 2017.
38
Abdul Hakim, Tri Rismaharini, h. 85.
34
85.70%
68.90%
31.10%
14.30%
39
Ali Sahab, “Realitas Citra Politik tri Rismaharini”, Masyarakat, Kebudayaan, dan
Politik, vol. 30, no.1 (2017), h. 20
BAB III
MUSLIM SURABAYA
Islam menjadi perdebatan panjang dan tak kunjung usai. Di Indonesia, Meskipun
perempuan dalam ranah politik. Hal ini dikarenakan beberapa faktor, di antara
yang paling berpengaruh adalah mengenai faktor budaya patriarki yang masih
dalam posisi yang tidak menguntungkan, yaitu hanya sebatas ranah domestik
domestik belaka dan tidak mendukung untuk berperan di ranah publik. Dasar yang
digunakan ialah Q.S. al-Nisā‟:34 yang telah telah dipahami bahwa laki-laki lebih
35
36
kelebihan laki-laki meliputi dua hal yaitu ilmu pengetahuan dan kemampuan
fisiknya. Akal dan pengetahuan laki-laki menurutnya melebihi dari akal dan
kelebihan dibanding perempuan dalam hal akal, ketegasan, tekad yang kuat, fisik
yang lebih kuat serta secara umum memiliki kemampuan menulis dan kebenaran.2
Buya Hamka dalam tafsirnya pun demikian bahwa laki-laki memiliki kelebihan-
Berikut ini salah satu redaksi hadis tersebut sebagaimana yang diriwayatkan oleh
Imam Bukhārī:
اض بْ ِن ِ ََسلَ َم َع ْن ِعي ْ َخبَ َرِِن َزيْ ٌد ُى َو ابْ ُن أ َ ََخبَ َرنَا ُُمَ َّم ُد بْ ُن َج ْع َف ٍر ق
ْ ال أ ْ ال أ ُ َِحدَّثَنَا َسع
َ َيد بْ ُن أَِِب َم ْرََيَ ق
ََ ِ َض َحى أ َْو ِِْْ ٍر ْ اَّللُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم ِِف أَّ صلَّى َ اَّلل
َِّ ول ُ ال َخَر َج َر ُس َ َي ق ِّ اْلُ ْد ِر
ْ يد ٍ ِاَّللِ عن أَِِب سع
َ
ِ
ْ َ َّ َعْبد
ص َّدقْ َن َِِإِِّن أُِريتُ ُك َّن أَ ْكثَ َر أ َْى ِل النَّا ِر َِ ُق ْل َن َوِِبَ يَا ِ ِ
َ َال يَا َم ْع َشَر النّ َساء ت َ صلَّى َِ َمَّر َعلَى النِّ َس ِاء َِ َقَ الْ ُم
الر ُج ِل
َّ ب ِ ِ ات َع ْق ٍل وِدي ٍن أَ ْذ َى ِ ال تُكْثِر َن اللَّعن وتَ ْك ُفر َن الْع ِشري ما رأَيت ِمن نَاقِص َِّ ول
ّ ُب لل َ َ َ ْ ُ ْ َ َ َ َ ْ َ َ ْ ْ َ َاَّلل ق َ َر ُس
ِص ِ ِِ َ َاَّللِ ق َ صا ُن ِدينِنَا َو َع ْقلِنَا يَا َر ُس ِ ِ ْ
ف ْ س َش َه َادةُ الْ َم ْرأَة مثْ َل ن َ ال أَلَْي َّ ول َ اْلَا ِزم م ْن ِ ْح َدا ُك َّن قُ ْل َن َوَما نُ ْق
1
Fakhr al-Dīn al-Rāzī, al-Tafsīr al-Kabīr, X (Teheran: Dār al-Kutub al-„Ilmiyyah, tt), h.
88.
2
Abū al-Qāsim Maḥmūd ibn „Umar Al-Zamakhsyarī, al-Kasysyāf, II (Riyāḍ, Maktabah
„Abikan, 1998) h. 67.
3
Prof. Dr. Hamka, Tafsir al-Azhar Juz IV (Jakarta: Pustaka Panjimas, 2002) h. 46.
4
Hadis ini diriwayatkan oleh beberapa rāwī yang tersebar di beberapa kitab hadis. Selain
Imām al-Bukhārī, hadis ini juga diriwayatkan oleh Imām Muslim, Imām Abū Dāwud, Imam al-
Tirmidzī, Imām Ibn Mājah dan Imām Aḥmad ibn Hanbal. Lihat A.J. Wensicnk, dkk, al-Mu’jam
al-Mufahras li Alfāẓ al-Hadīts al-Nabawī, vol. VI (Leiden: E. J. Brill, 1936), h. 539.
37
ِ ِ ك ِمن نُ ْق
ِ ِ َ َالرج ِل قُ ْلن ب لَى ق ِ
ُ َص ِّل َوََلْ ت
ص ْم قُ ْل َن بَلَى َ ُت ََلْ ت َ س ِذَا َح
ْ اض َ صان َع ْقل َها أَلَْي
َ ْ ال َِ َذل َ َ ُ َّ َش َه َادة
ان ِدينِ َها ِ ِ َ َق
ِ ك ِمن نُ ْقص
َ ْ ال َِ َذل
Telah menceritakan kepada kami Sa„īd bn Abū Maryam berkata,
telah mengabarkan kepada kami Muḥammad bn Ja„far berkata, telah
mengabarkan kepadaku Zaid -yaitu Ibn Aslam- dari „Iyīḍ bn „Abd Allāh
dari Abu Sa„īd al-Khudrī ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam pada hari raya Idul Aḍha atau Fitri keluar menuju tempat shalat,
beliau melewati para wanita seraya bersabda: "Wahai para wanita!
Hendaklah kalian bersedekahlah, sebab diperlihatkan kepadaku bahwa
kalian adalah yang paling banyak menghuni neraka." Kami bertanya, "Apa
sebabnya wahai Rasulullah?" beliau menjawab: "Kalian banyak melaknat
dan banyak mengingkari pemberian suami. Dan aku tidak pernah melihat
dari tulang laki-laki yang akalnya lebih cepat hilang dan lemah agamanya
selain kalian." Kami bertanya lagi, "Wahai Rasulullah, apa tanda dari
kurangnya akal dan lemahnya agama?" Beliau menjawab: "Bukankah
persaksian seorang wanita setengah dari persaksian laki-laki?" Kami
jawab, "Benar." Beliau berkata lagi: "Itulah kekurangan akalnya. Dan
bukankah seorang wanita bila dia sedang haid dia tidak shalat dan puasa?"
Kami jawab, "Benar." Beliau berkata: "Itulah kekurangan agamanya.
Kemudian terdapat juga hadis lain menyudutkan posisi perempuan juga
sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imām Bukhārī, Imam Ibn Mājah, Imam al-
Dārimī, dan Imām Aḥmad b. Ḥanbal. Berikut ini adalah matan yang diriwayatkan
perempuan.
perempuan ini termuat dalam al-Qur‟an yang digambarkan sebagai negeri yang
Al-Qur‟an bahwa sejarah tidak bisa dijadikan sebagai dasar hukum. 7 Kemudian
lebih jauh menjelaskan bahwa sesungguhnya yang digambarkan ialah seorang ratu
5
Negeri Saba‟ terletak di bagian selatan Jazirah Arab, tepatnya di Yaman pada abad VIII
sebelum masehi yang terkenal dengan peradabannya yang tinggi. Sementara kerajaan Nabi
Sulaymān berada di Jazirah Arab bagian utara. M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah (Tangerang:
Lentera Hati, 2007) h. 211
6
Kisah mengenai hal ini termuat dalam QS. Al-Naml. Dikisahkan bahwa Negeri Saba‟
yang makmur dipimpin oleh seorang perempuan bernama Ratu Balqis yang hidup satu zaman
dengan Nabi Sulaymān. Ditengah keberhasilannya dalam memimpin Negeri Saba‟, sayangnya dia
dan kaumnya menyembah matahari. Hal ini menjadi tugas utama sebagai misi dakwah Nabi
Sulaymān untuk mengajak mereka agar beriman kepada Allah Swt. Hamka, Tafsir Al-Azhar Jilid
XIX(Jakarta: Pustaka Panjimas, 2002), h. 132
7
Lajnah Pentashihan Al-Qur‟an Kemenag RI, Buku Tafsir Tematik (Kedudukan dan
Peran Perempuan (Jakarta: Lajnah Pentashihan Al-Qur‟an, 2017) h. 70
39
kepemimpinan perempuan.
perempuan Abū Ḥanīfah dan al-Ṭabarī tergolong lebih memberi longgar dalam
perempuan dengan dasar hadis tersebut, maka akan bertentangan dengan Kisah
kemudian menjadi muslim dengan berserah diri kepada Allah Swt. bersama Nabi
Sulaiman.9
8
Aḥmad b. „Alī b. Ḥajar al-„Asqalānī, Fatḥ al-Bārī, vol. VIII, 128.
9
Syaikh Muhammad Al-Ghazali, Studi Kritis Hadis Nabi Muhammad Saw. Antara
Pemahaman Tekstual dan Kontekstual., terj. Muhammad Al-Baqir (Bandung: Penerbit Mizan,
1993), h. 71.
40
ketika bersinggungan dengan dunia politik, yakni pada tahun 1988 ketika Mega
Perdebatan panas ini sempat membanjiri media massa, antara golongan yang
sebagaimana yang disuarakan oleh MUI DKI Jakarta pada tanggal 20 Oktober
disuarakan oleh Kongres Ummat Islam Indonesia (KUII) III di Pondok Gede, 4-7
November 1998 yang menerbitkan fatwa bahwa Presiden Indonesia harus laki-laki
10
Endis Firdaus, “Kepemimpinan Politik Wanita dalam Islam. Kajian Berperspektif
Gender atas Ajaran Islam Menuju Kontekstualisasinya di Indonesia” (Disertasi Sekolah Pasca
Sarjana UIN Jakarta, 2005), h. 18-19.
41
seorang syarat utama seorang calon presiden dan wakilnya bukan dari jenis
Islam yang melarangnya. Namun, di lain pihak berpendapat lebih longgar dengan
diriwayatkan oleh Abū Bakrah yang tentu berkualitas sahih. Namun yang menjadi
pemahaman ini sebagai penentu atas lahirnya suatu hukum. Hal ini menjadi
merupakan figur dan keteladanannya berlaku tidak mengenal ruang dan waktu,
sementara hadis-hadis muncul dalam kurun ruang dan waktu yang terbatas.12 Oleh
karenanya pada sub bab ini memuat ulasan mengenai pemahaman hadis yang
perempuan.
11
Azyumardi Azra, Harian Merdeka, (Jakarta) Selasa 20 Oktober 1998, h. 3 dalam Endis
Firdaus “Kepemimpinan Politik Wanita dalam Islam. Kajian Berperspektif Gender atas Ajaran
Islam Menuju Kontekstualisasinya di Indonesia”, h. 20.
12
M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual, (Jakarta: Bulan Bintang,
2009) h. 4.
42
yakni, syarḥ al-ḥadīts, fiqh al-ḥadīts dan fahm al-ḥadīts. Meskipun berbeda dalam
istilah namun ketiganya memiliki persamaan yakni menampakkan sisi yang lain
dari makna suatu hadis, memberi pemahaman yang jelas tentang makna tersirat
dan tersurat suatu hadis dengan memperhatikan segala aspek yang mungkin
terkanduung di dalamnya dengan bantuan logika, latar sejarah, serta situasi dan
kondisi kemunculan suatu hadis baik berupa perkataan, perbuatan, pernyataan dan
kekininan.13
menawarkan empat prinsip yang harus dipenuhi dalam pemahaman hadis yakni,
menekankan pentingnya mengkaji segi-segi yang berkaitan erat dengan diri Nabi
agar bisa didapati apakah dipahami secara tekstual atau kontekstual, sehingga
diriwayatkan oleh Abū Bakrah, dengan mengacu pada pengertian dan metode di
13
Ahmad Irfan Fauji, “Pergeseran Metode Pemahaman Hadis Ulama Klasik Hingga
Kontemporer” (Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018), h. 26.
14
M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual, h.7.
43
atas, dengan ini penulis berupaya melakukan pengujian hadis tersebut dengan al-
Qur‟an, pengujian dengan hadis, serta kajian historis untuk menggali konteks
terpenting agar terhindar dari kekeliruan, mengingat fungsi hadis sebagai bayān
keduanya, maka hal tersebut disebabkan oleh hadis itu tidak sahih, pemahaman
kisah Ratu Bilqis, seorang pemimpin Negeri Saba‟. Bertolak dari sini, secara tidak
tetapi terdapat pula penggalan ayat yang menjadi alasan untuk melarang
keterlibatan perempuan dalam kepemimpinan publik, yakni Q.S al-Nisā` ayat 34,
15
Yūsuf Qarḍāwī, Kayfa Nata’āmal ma’a al-Sunnah al-Nabawiyyah, hal. 93
16
Lajnah pentashihan Mushaf al-Qur`an, Tafsir al-Qur`an Tematik: Kedudukan dan
Peran Perempuan (Jakarta: Kementrian RI, 2012), hal. 6. Lihat pula, M Quraish Shihab,
Perempuan (Tangerang: Lentera Hati, 2011), h. 383.
44
kaidah agar terhindar dari kekeliruan dalam menafsiri ayat-ayat jender tersebut.
riwayat sabāb al-nuzūl, jadi bersifat sangat historis. Sehingga cenderung bersifat
Qur‟an membawa misi kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dengan batasan
A‟rāf:172), Adam dan Hawa sama-sama terlibat secara aktif dalam drama kosmis
(Q.S. al-Baqarah:35 dan 187, Q.S. al-A‟rāf:20-23,), serta laki-laki dan perempuan
berpotensi sama dalam meraih prestasi secara maksimal (Q.S. Alī „Imrān:195,
17
Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar, MA., Bias Jender dalam Penafsiran Kitab Suci (Jakarta:
Fikahati Aneska, 2000) hal. 37-38, 77-94. Bias jender dalam al-Qur`an disebabkan oleh pengaruh
dinamika sejarah perjalanan al-Qur`an dan tafsirnya baik dari sisi internal maupun eksternalnya.
Di antaranya, pembakuan tanda baca, tanda huruf dan qira`at; pengertian kosakata; penetapan kata
ganti; bias dalam struktur bahasa Arab, kamus, metode tafsir, isra`iliyat; dan pengaruh dari yahudi.
Lihat, Nasaruddin Umar, Rekonstruksi Metodologis Wacana Kesetaraan Jender dalam Islam
(Yogyakarta: PWS IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan McGill-ICHIEP, 2002), h. 90.
18
Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar, MA., Teologi Jender: Antara Mitos dan teks Kitab Suci
(Jakarta: Pustaka Cicero, 2003), h. 246.
45
antara laki-laki dan perempuan, maka hadis ini jika dipahami secara harfiah akan
terkesan bias dan cenderung bertolak belakang dengan spirit kesetaraan dalam al-
Qur`an yang telah dikemukakan d atas. Satu hal yang menjadi perbedaan seorang
maupun etnis tertentu sebagaimana pesan yang disampaikan dalam Q.S. al-
Hujurat: 13
Metode yang kedua ini merupakan paduan dari dua metode, yakni
metode kedua dan ketiga. Pertimbangan penulis memadukan dua metode ini
semacam ini yang kemudian dengan metode jam’ ataupun tarjīh akan
ini. Namun yang menyangkut tentang pemimpin ialah hadis dari Ibn „Umar,
berikut ini.
19
Yūsuf Qarḍāwī, Kayfa Nata’āmal ma’a al-Sunnah al-Nabawiyyah, h. 103.
46
Bukhārī, terdapat 8 hadis, Sunan al-Dārimī serta Aḥmad bin Ḥanbal.21 Dari sekian
banyak hadis, yang menjadi pembanding ialah hadis yang terdapat di Ṣaḥīḥ al-
Bukhārī nomor 7138. Dari hadis ini membahas lebih berat terhadap
diemban, maka akan ada pertanggungjawaban di sana. Dalam hadis ini disebutkan
bahwa seorang wanita menjadi pemimpin atas rumah suaminya, namun yang
20
Al-Bukhārī, Ṣaḥīḥ al-Bukkhārī, h. 321, 133, 338, 371, 143, 744, 982.
21
A .J. Wensicnk, dkk, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Hadīth al-Nabawī. (Leiden: E.
J. Brill, 1936), vol. 3, hal. 275.
47
pengangkatan Buwaran sebagai ratu Persia. Ditinjau dari historisnya, peristiwa ini
terjadi pada tahun 7 H / 586 M.22 Mendengar kabar tersebut Nabi bersabda,
“Suatu kaum tidak akan beruntung, jika dipimpin oleh seorang wanita”. Menurut
Arief dalam skripsinya yang menelusuri kesejarahan hadis ini menemukan bahwa
hadis tersebut baru populer belakangan yakni setelah sekitar 20 tahun wafatnya
Rasulullah. Pada saat itu banyak bermunculan fitnah-fitnah kepada sahabat nabi,
tertentu. Hadis ini diriwayatkan oleh Abū Bakrah di tengah peristiwa tersebut,
sanad berikut:
22
Syaikh Shafiyyur Rahman al-Mubarakfury, Sejarah Hidup Muhammad, terj. Rahmat,
(Jakarta: Robbani Press, 2010) h. 523.
23
Arief Hidayat, “Penanggalan Hadis Kepemimpinan Perempuan” (Skripsi S1 Fakultas
Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016).
Nabi
‘Abd al-
Rahmān b. Al-Ḥasan bin Abī al- ‘Abd al-‘Azīz b. ‘Umar b.
Abī Bakrah Ḥasan (110 H)
Simāk b. Abī Bakrah ‘Abd al-Rahmān Jawsyan Hajanna‘
(96 H)
Ḥarb
Ibn
Hanbal
(241 H)
Al-Ṭabrānī Aḥmad b. Muhammad b. Muhammad b. Ḥusayn b. Aḥmad b. Aḥmad b. Wahb b. Muhammad b. Al-A‘rābī Ibn Bakr al- ‘Abdullah b.
Abī Ṭāhir Ibrāhīm b. Ja‘far al- Masarrah (346 Ya‘kūb al-Amwi Muhammad b.
( 360 H ) ‘Ubaid al- Ya’kub al-Amwi Ya‘kub al-Syaibānī ‘Alī b. Yazīd (340 H) Maṭīrī (335 H)
al-Dzahlī Jāmi’ Qaṭi’i H) (346 H) Ibrāhim
Ṣaffār (247-346 H) (344 H)
(393 H) al-Tirmidzī al-Nasā’ī al-Bazzār
(256 H) (303 H) (292 H)
(454 H)
Syaibānī
Kemunculan hadis ini ketika menjelang perang Jamal yang terjadi tahun
656 M,24 ketika kelompok „Āisyah yang menuntut qiṣāṣ kepada „Ālī atas
terbunuhnya „Utsmān bin „Affān. Salah satu dari kelompok ini ialah Abū Bakrah,
yang menolak untuk turut serta berperang lantaran dipimpin oleh seorang
Ketika berbicara kondisi dan situasi ketika Nabi bersabda, hendaknya kita
memasuki lorong sejarah pada masa itu. berdasarkan konteks sosial masyarakat
Arab Jahiliyah saat itu menggambarkan bahwa nasib kaum perempuan sangat
tidak menguntungkan kala itu, yang dianggap sebagai subordinasi dari laki-laki,
hanya sebatas pembantu untuk laki-laki, bahkan dianggap layaknya benda yang
tengah, termasuk Persia itu sendiri. Maka wajar jika kemudian terkait
ditegaskan, hal tersebut dikarenakan kondisi budaya dan sistem sosial yang
berlaku saat itu, bukan karena faktor internal jenis perempuan itu sendiri, namun
24
Philip K. Hitti, History of The Arabs, terj. R. Cecep Lukman Yasin (Jakarta: Serambi,
2002), h. 224
25
Aḥmad bn „Alī bin Ḥajar al-„Asqlānī, Fatḥ al-Bārī, Juz. 35 terj. Amiruddin (Jakarta:
Pustaka Azzam, 2007), h. 190-191.
26
Leila Ahmed, Wanita dan Jender dalam Islam, terj. Ms. Nasrullah, (Jakarta: Lentera
Basritama, 2000) h. 23
50
perempuan kiranya tidak menjadi permasalahan. Lagi pula, hadis tersebut tidak
ketika itu. Kesuksesan ratu Balqis memimpin negeri Saba yang diabadikan al-
Qur`an, bisa menjadi contoh bahwa perempuan pun layak menjadi pemimpin.
Perempuan
pemahaman terhadap hadis sudah ada pada masa Rasulullah. Kondisi ini dapat
mereka tidak melaksanakan shalat asar kecuali ketika sampai pada tempat yang
dituju. Ternyata shalat asar telah masuk waktunya ketika mereka masih dalam
menangguhkan shalat, melainkan ada alasan lain yaitu agar mereka bergegas
dalam perjalanan, sehingga mereka sampai pada tempat tujuan tepat pada
waktunya. Sementara sahabat yang lainnya menjalankan shalat asar setelah tiba di
tempat tujuan ketika hari telah menjelang malam, karena mematuhi perintah
Rasulullah secara harfiah. Ketika hal ini disampaikan kepada Rasulullah, beliau
diam saja. Para sahabat menganggap hal ini sebagai persetujuan beliau (taqrir)
terhadap tindakan kedua kelompok sahabat tersebut, karena jika ada kesalahan
adalah kepatuhan kepada perintah Nabi. Kedua kelompok sahabat tersebut sama-
sedangkan kelompok kedua mematuhi perintah Nabi secara literal. Kasus tersebut
secara jelas juga menunjukkan betapa hadis dapat dipahami secara dinamis dan
massa islam, pimpinan pesantren, dan tokoh agama islam lainnya sebagai subyek
penelitian ini dengan jenis non probability sampling dengan menggunakan teknik
purposive sampling. maka dapat dijabarkan bahwa mereka pun terbagi menjadi
1. Kelompok Tekstualis
harfiahnya, sangat tergantung pada bunyi teks hadis, seperti tertulis apa adanya
dan terlepas sama sekali dari konteks. Teks menjadi satu-satunya sumber
legitimasi. Mereka mencoba kembali pada masa keemasan Islam, kepada suatu
tatanan negara adil dan sempurna yang diciptakan oleh Nabi Muhammad.
Menurut mereka, umat Islam wajib kembali pada Islam yang lurus dan sederhana,
dimana hal itu bisa diperoleh hanya dengan kembali pada penerapan literal
52
terhadap perintah-perintah dan sunnah Nabi serta pelaksanan yang ketat terhadap
praktik-praktik ritual.27
perempuan dan tidak perlu menafsirkan ulang karena bagi mereka petunjuk dari
hadis tersebut sudah jelas. Kemudian diperkuat lantaran hadis ini diriwayatkan
oleh Imam Bukhāri yang sudah pasti kesahihannya. Bagi HTI makna tekstual
sudahlah final, bahwa ukuran keberhasilan bukan sekedar diukur dengan materi
27
Umi Aflaha, “Kajian Ormas-Ormas Islam di Indonesia; Analisa Pemahaman Hadis NU
dan Muhammadiyah Terhadap Hadis-hadis Misoginis,” (Tesis Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga, 2011), h. 96
28
Hizbut Tahrir merupakan partai politik Islam yang mempunyai misi pembentukan
Khilafah Islamiyah sebagai salah satu agenda terbesarnya. Partai politik yang berideologi Islam ini
telah tersebar ke berbagai negara di dunia, termasuk di Indonesia, dengan jargonnya yaitu Hizbut
Tahrir Indonesia (HTI). Gerakan ini berupaya menegakkan kembali negara Islam sehingga dapat
merealisasikan syariat Islam sebagaimana yang dilakukan pada masa Nabi Muhammad. Nilda
Hayati, “Konsep Khilafah Islamiyah Hizbut Tahrir Indonesia” Episteme, vol.XII, no. 1 (Juni,
2017) h. 171.
29
Wawancara dengan Ustd Solahuddin Fatih (DPD HTI Jawa Timur) 22 Oktober 2016
53
tersebut dengan hadis yang mengatakan bahwa perempuan kurang akan dan
cenderung kepada penerapan harfiyah hadis Nabi, terlebih ketika telah telah
ditetapkan oleh ulama-ulama besar pada masa lalu. Beberapa pengasuh pesantren
LDII32 yang memahami hadis ini yang disandingkan Q.S. al-Nisa:34 dengan
30
Wawancara dengan KH. Mas Abu Mansur (Pengasuh PP Attauhid) 19 Oktober 2016
31
Wawancara dengan KH. Mas Abdullah Muhajir (Pengasuh PP Annajiyah) 19 Oktober
2016.
32
Dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangganya pada Bab I Pasal 1,
menerangkan bahwa organisasi ini adalah Lembaga Dakwah Islam Indonesia atau disingkat LDII
54
kemunculan hadis ini, namun tetap pada pijakan bahwa perempuan tidak
an-Nabhani sebagai pendiri HT. Mereka ini berlindung pada literalisme yang
hukum-hukum fiqih yang ditetapkan oleh para ulama pada masa lalu. Pemahaman
sebagai kelanjutan organisasi sosial kemasyarakatan Lembaga Karyawan Dakwah Islam Indonesia
yang didirikan pada tanggal 1 Juli 1972 di Surabaya, Jawa Timur. Kemudian pada pasal 10
menjelaskan bahwa tugasnya adalah melaksanakan dakwah Islam dengan berpedoman pada kitab
suci Al-Qur‟an dan Al-Hadits dengan segenap aspek pengamalan dan penghayatan beragama
sehingga dapat memberikan hikmah dan dorongan untuk mewujudkan tujuan Organisasi. Sumber,
55
perhatian lebih kepada warisan pengkajian Islam ulama salaf. Ketika beristinbat
langsung dari sumber primer (al-qur‟an dan hadis) cenderung kepada pengertian
ijtihad mutlak. Atas dasar itu, istinbat ini masih sangat sulit dilakukan mengingat
dengan ilmu-ilmu penunjang dan pelengkap yang harus dikuasai oleh seorang
mujtahid.
2. Kelompok Kontekstualis
yang terkait dengan hadis tersebut, seperti asbab al-wurud, dalil dari ayat-ayat al-
Qur‟an dan hubungannya dengan kondisi masyarakat masa lalu dan masa kini.
Selain itu, mereka terlebih dahulu melakukan penilaian terhadap kualitas sanad
dan matan hadis untuk menentukan otentisitas dan validitas hadis. Ada pula yang
menguji kebenaran matan hadis dengan hadis yang lain yang setema, atau fakta
33
Pengujian seperti ini sering dilakukan oleh Muhammad al-Ghazali dalam kritiknya
terhadap matan hadis. Suryadi, Metode Kontemporer Pemahaman Hadis Nabi (Yogyakarta: Teras,
2008), h. 82.
56
atas kegiatan amar ma’ruf nahi munkar untuk menegakkan keadilan dan
pemimpin dalam bidang publik termasuk kegiatan amar ma’ruf nahi munkar yang
dapat dilakukan oleh siapa saja, baik laki-laki maupun perempuan. Di samping
itu, dari informasi yang direkam oleh asbab al-wurud hadis, Muhammadiyah
melihat hadis tersebut sebagai ungkapan sementara yang dikaitkan dengan situasi
tertentu pada masa tertentu yang pernah dialami oleh ummat manusia di masa
merupakan ijtihad Nabi SAW berdasarkan fakta pada saat itu yang tidak mungkin
seorang perempuan memimpin negara. Namun realitas sosial dan sejarah modern
membuktikan bahwa telah ada sejumlah perempuan yang mampu menjadi kepala
negara, kepala pemerintahan, gubernur, ketua parlemen, ketua partai politik dan
34
Umi Aflaha, “Kajian Ormas-Ormas Islam di Indonesia; Analisa Pemahaman Hadis NU
dan Muhammadiyah Terhadap Hadis-hadis Misoginis.” (Tesis Pascasarjana Universitas Islam
Negeri Sunan Kalijaga, 2011), h. 108
57
sebagainya. Sehingga pada saat ini tidak ada alasan untuk melarang perempuan
secara formal dalam forum Munas Alim Ulama yang dilaksanakan oleh Pengurus
Besar Nahdlatul Ulama di Lombok, Nusa Tenggara Barat pada tahun 1997. NU
memandang bahwa dalam Islam perempuan memiliki derajat yang mulia dengan
kehidupan. Antara laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama untuk
memberikan pengabdian kepada agama, nusa, bangsa, dan negara.35 Hal ini
35
Tim Lajnah Ta‟lif wan Nasyr (LTN) PBNU, Ahkamul Fuqaha (Surabaya: Khalisa,
2011), h. 781-785
36
Hadis ini secara lengkap terdapat di beberapa kitab berikut. Sunan Abū Dāwud Kitāb al-
Ṭaharah bab ke-82, Sunan al-Darimī Kitāb Wuḍū‟ bab ke-76, Musnad Aḥmad Juz VI halaman
256, 377. Lihat A.J. Wensicnk, dkk, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Hadīth al-Nabawī, vol.
III, h. 162.
58
(PCNU) Kota Surabaya yang mengatakan bahwa dari latar belakang hadis
merupakan perkara yang sudah biasa, karena pemikiran yang terus dinamis.
telah disepakati dalam forum atau konsensus yang diwadahi dalam munas alim
sebagai suatu kebenaran final sehingga tidak perlu lagi berijtihad langsung pada
al-qur‟an dan hadis. Kelompok ini pada umumnya dikiuti oleh para kiai „sepuh‟
hasil didikan pesantren tradisional yang konservatif dan para kiai „biasa‟ kiai
37
Wawancara dengan Dr. H. Ach Muhibbin Zuhri, MA (Ketua PCNU Surabaya) pada 04
Oktober 2016.
38
Wawancara dengan Dr. KH. Syafruddin Syarif (Katib Pengurus NU Jawa Timur) pada 4
Oktober 2016.
59
Kelompok ini diikuti oleh para kiai NU yang berpendidikan pesantren plus
ulama terdahulu sebagai sesuatu yang sudah ketinggalan zaman dan telah hilang
persoalan kekinian yang kompleks. Untuk itu, perlu dilakukan ijtihad sendiri
intelektual NU, kalangan muda NU yang berasal dari kampus yang berlatar
liberal.
perempuan hingga level presiden pun diperbolehkan selama memenuhi syarat dan
“...tidak akan menang kan kaum kalau dipimpin oleh perempuan. Itu
hadisnya kita pakai, para ulama terbagi dua dalam menafsirkan hadis ini,
pertama bahwa ketidakberhasilannya itu karena gender, dan yang kedua
karena kapasitasnya. Di antara dua pendapat itu saya lihat maslahatnya
kalau di suatu daerah seorang perempuan punya kabalitas ya boleh-boleh
saja, karna itu tadi dari interpretasi itu. Dan juga yang sekarang ini bukan
60
imām al-a’ẓam, melaksanakan tugas dari hasil DPR dan DPRD yang
menjadi legislative”39
perempuan.
39
Wawancara dengan KH. Abdurrahman Nafis (Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Huda)
pada 4 Oktober 2016.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
terbagi menjadi dua kelompok, yakni mereka yang memahami secara tekstualis
tekstualis yang memahami hadis tersebut secara harfiah tanpa melihat konteks-
konteks ketika kemunculan hadis tersebut maupun konteks masa kini. Demikian
tersebut dan juga konteks masa kini. Kelompok kontekstualis ini memandang
kondisi zaman dahulu ketika hadis tersebut muncul kondisi perempuan hanya
berperan sebatas ranah domestik belaka, berbeda dengan konteks masa kini yang
61
62
Oleh karenanya di dalam skripsi ini tentu tidak bisa terhindar dari berbagai
kepemimpinan perempuan.
Oleh karena itu besar harapan bagi penulis agar ada penelitian lanjutan
yang megembangkan penelitian sosial dengan sudut pandang yang berbeda agar
62
63
DAFTAR PUSTAKA
Dinas Komunikasi dan Informatika Surabaya, Profil Kota Surabaya 2016 (Surabaya:
Dinas Kominfo, 2016
Djunaedi, A.F. “Filosofi dan Etika Kepemimpinan dalam Islam,” Al-Mawarid (2005).
Faridl, Miftah “Peranan Sosial Politik Sosial Kyai di Indonesia,” Sosioteknologi XI
no. 6 (Agustus, 2007
Faridl, Miftah. “Peranan Sosial Politik Sosial Kyai di Indonesia,” Sosioteknologi XI
no. 6 (Agustus, 2007).
Fauji, Ahmad Irfan “Pergeseran Metode Pemahaman Hadis Ulama Klasik Hingga
Kontemporer” (Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018
al-Ghazālī, Muḥammad. al-Sunnah al-Nabawiyyah bayn Ahl al-Fiqh wa Ahl al-
Ḥadīth. Kayra: Dār al-Kitāb al-Maṣrī, 2013
Hakim, Abdul, Tri Rismaharini (Jakarta: Change, 2014
Hamka, Tafsir Al-Azhar Jilid XIX(Jakarta: Pustaka Panjimas, 2002
Hariono, Duwi. “Hadis dalam fatwa dan Permasalahan Kontemporer; Analisa
Pemahaman Hadis MUI dalam Keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-
Indonesia III di Padang Panjang Tahun 2009, Tesis Program Pascasarjana
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2010.
Hitti, Philip K. History of The Arabs, terj. R. Cecep Lukman Yasin. Jakarta: Serambi,
2002.
ibn Zakariyā, Abū Husain Ahmad ibn Fāris. Mu’jam Maqāyis al-Lughah. Beirut:
Dār Kutub al-„Ilmiyah, 1999.
Ismail, Syuhudi M, Hadis Yang Tekstual dan Kontekstual. Jakarta: Bulan Bintang,
2009.
Ismatullah, Wahyu. “Kepemimpinan Perempuan dalam Pandangan Masyarakat
Babakan Tasikmalaya: analisis terhadap hadis lan yufliḥa al-qaum wallaw
amrahum imra`ah.” Skripsi S1 Fakultas Ushuludin dan Filsafat, Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2014.
Kartono, Kartini. Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2001.
Khaldun, Ibn. Muqaddimah Ibnu Khaldun , terj. Jakarta: Pustaka Firdaus, 201.1
65
RI, Lajnah Pentashihan Al-Qur‟an Kemenag. Buku Tafsir Tematik (Kedudukan dan
Peran Perempuan. Jakarta: Lajnah Pentashihan Al-Qur‟an, 2017
al-Ṣāliḥ, Ṣubḥi. Membahas Ilmu-Ilmu Hadis, terj. Tim Pustaka Firdaus. Jakarta:
Pustaka Firdaus, 1997.
Sanusi, Uci “Transfer Ilmu di Pesantren” Jurnal Ta’lim,” XI no. 1 (2013).
Shihab, M Quraish. Perempuan. Tangerang: Lentera Hati, 2011.
--------, M. Quraish. Lentera al-Qur`an. Tangerang: Lentera Hati, 2012
--------, M. Quraish. Tafsir Al-Misbah. Tangerang: Lentera Hati, 2007
Siregar, Sarah Nuraini, ed. Perempuan, Partai Politik dan Parlemen: Studi Kinerja
Anggota Legislatif Perempuan di Tingkat Lokal. Jakarta: Gading Inti Prima,
2012.
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta,
2010.
Sulaymān, al-Imām al-Ḥāfiẓ al-Muṣannif al-Muttaqin Abī Dāwud bn al-Asy„ats al-
Sijistānī al-Azadī, Sunan Abī Dāwud, Juz III, (Beirut: Maktabah al-„Aṣriyyah,
tt)
Suryadi, “Metode Pemahaman Hadis Nabi: Telaah atas Pemikiran Muḥammad al-
Ghazālī dan Yūsuf Qaraḍāwī,” Disertasi Program Pascasarjana, Universitas
Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2004.
al-Tirmidzī, al-Imām al-Ḥāfiẓ Abī „Īsā Muḥammad b. „Īsā. al-Jāmi’ al-Kubrā. Kayra:
Dār al-Gharb al-Islāmī, 1996
Umar, Nasaruddin. Teologi Jender: Antara Mitos dan teks Kitab Suci. Jakarta:
Pustaka Cicero, 2003
Wensicnk, A.J., dkk, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Hadīth al-Nabawī. Leiden:
E.J. Brill, 1936.
Yaqub, Ali Mustafa. Kritik Hadis. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000.
Al-Zamakhsyarī, Abū al-Qāsim Maḥmūd ibn „Umar al-Kasysyāf. Riyāḍ: Maktabah
„Abikan, 1998
Zulkarnain “Konsep Imāmah dalam Perspektif Syi‟ah”, TAPIs Vol.7 No.13 2011
Lampiran-Lampiran
PEDOMAN WAWANCARA
perempuan
5. Dari mana sumber / dasar maksud hadis yang telah dijelaskan di atas?
di Surabaya?