Anda di halaman 1dari 94

ETIKA SUFISTIK MODERN, TELAAH PEMIKIRAN KH.

AHMAD
SHOHIBULWAFA TAJUL ‘ARIFIN (ABAH ANOM)

SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S. Ag)

Oleh:
Walid
NIM: 1112033100027

PRODI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440 H/2019 M
ABSTRAK

Skripsi ini berbicara tentang bagaimana Abah Anom dalam membangun


dan mengembangkan wasiat dari abahnya yaitu Abah Sepuh, Abah Anom adalah
seorang Mursyid daripada Mursyid-mursyid Thariqah Qadiriyyah
Naqshabandiyyah (TQN) dan Mursyid daripada Murid-murid/Ikhwan-ikhwan
yang menganut ajaran Thariqah Qadiriyyah Naqshabandiyyah (TQN) Pondok
Pesantren Suryalaya. Skripsi ini Fokus pada pembahasan tentang persoalan-
persoalan yang terkait dengan Thariqah Qadiriyyah Naqshabandiyyah (TQN) dan
Abah Sepuh sebagaimana sangat dipercaya serta ditekunkan oleh para Murid-
murid/Ikhwan-ikhwan Pondok Pesantren Suryalaya. Pendekatan analisis-kualitatif
diterapkan untuk menganalisa dan menginterpretasikan eksistensi, nilai, dan
ajaran serta berbagai hubungan antara faktor-faktor keagamaan, termasuk
pemikiran, praktik, ajaran, dan sosial kemasyarakatan. Pembahasan yang lebih
jauh dalam penulisan ini diarahkan pada praktek dan ajaran mengenai bagaimana
Abah Anom dalam membangun dan mengembangkan daripada pemikiran dan
ajaran-ajarannya, seperti kiyai dan santri menjaga otonominya, identitas dirinya,
dan semangat tradisionalnya ketika berhadapan dengan pengaruh kehidupan
modern, seperti globalisasi dan perubahan sosial serta bagaimana Abah Anom
mengantisipasi peran-peran sosial dan praktek ajarannya dalam konteks dunia
modern. Isu-isu penting terkait dengan peran Abah Anom dalam mentransformasi
Ajaran Thariqah Qadiriyyah Naqshabandiyyah (TQN) yang dibahas adalah:
fungsi mengamalkan dan menjalankan ajaran Thariqah Qadiriyyah
Naqshabandiyyah (TQN) sebagai lingkungan spiritual dan Etika Sufisme dalam
kehidupan modern, Abah Anom sebagai Mursyid Thariqah Qadiriyyah
Naqshabandiyyah (TQN), Abah Anom sebagai Pendakwah mengenai Etika
kehidupan, serta peran-peran sosial Abah Anom yang sangat fenomenal dari
daerah sampai ke manca Negara.

Kata Kunci: Etika Sufistik modern, Pemikiran KH Ahmad Shohibulwafa


Tajul Arifin (Abah Anom).

v
KATA PENGANTAR

‫ﺑﺴﻤﺎﻟﻠﮭﺎﻟﺮ ّﺣﻤﻨﺎﻟﺮ ّﺣﯿﻢ‬

Segala Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas

limpahan rahmat serta karunia, hidayah dan inayah-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga di limpahkan

oleh Allah SWT kepada Baginda Nabi Muhammad SAW. Beserta keluarga dan

sahabatnya yang telah memberikan tuntunan bagi kita semua (Umat Islam)

kejalan yang di ridhoi Allah SWT.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak sedikit

hambatan rintangan serta kesulitan yang dihadapi. Namun berkat bantuan dan

motivasi serta bimbingan yang tidak ternilai dari berbagai pihak, akhirnya penulis

dapat meyelesaikan penyusunan skripsi ini.

Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

penghargaan yang setinggi-tingginya dan mengucapkan terimakasih yang sebesar-

besarnya kepada :

1. Ibunda tercinta Hj. Khadijah dan Ayahanda Riyaz Mauladzad yang selalu

memberikan limpahan kasih dan sayang yang tak terhingga, yang tidak

bisa dibalas dengan apapun, dan selalu mendo’akan serta memberi

dukungan dengan segala pengorbanan dan keihklasan. (semoga Allah

membalas segala pengorbanan ibu).

2. Bapak Dr. Yusuf Rahman, MA, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

vi
3. Dra. Tien Rahmatin M.A, Ketua Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam. Dan

Bapak Abdul Hakim Wahid S. Ag. M.A, Sekertaris Jurusan Aqidah dan

Filsafat Islam. Yang telah membimbing dengan penuh kesabaran terhadap

penulis untuk terus berjuang pantang menyerah sampai selesai.

4. Dosen Pembimbing Skripsi, Bapak Dr. Edwin Syarif M. Ag, selaku

pembimbing skripsi yang senantiasa membimbing, mengarahkan dan

memberikan motivasi kepada penulis dalam melakukan analisis sehingga

penulisan skripsi ini dapat selesai dengan baik.

5. Bapak Prof. Dr. Zainun Kamal, Ma sebagai penguji dalam ujian

komprehensif, yang telah meluangkan waktu, tenaga pikiran dan

kesabaran dalam menguji. Sehingga penulis dapat menyelesaikan dan lulus

dalam ujiannya.

6. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Ushuluddin yang tidak bisa disebutkan satu

persatu yang telah mendidik dan memberikan bekal ilmu pengetahuan

kepada penulis.

7. Pimpinan dan staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas

Ushuluddin yang telah memberikan keleluasaan dalam peminjaman buku-

buku yang dibutuhkan.

8. Kanda Idris Hemay M.Si, Kanda Sabran Sanaf M.Si, Kanda Abdus Saleh

Meller S.Ag, Helmiyono S.Ag, Supriyono S.S, Sapraji S.Th.I, Kurniyadi

S.Sos, Wahed Mannan S.Sos, Suhardi S.Ag, Sutarji S.Ag, Herman

Siswanto, Suliyati Sanaf S.Th.I, Nia Trisnawati M.Pd, Atifatul Uyun Elvas

vii
MA, selaku senior yang selalu memberikan bimbingan dan arahan dalam

menyelesaikan penulisan skripsi ini.

9. Sahabat-sahabat anak Madura di Jakarta, Moh Faisal As’adi S.Sos, Khairil

Anwar S.Ag, Hendri Purnawan S.Ag, Ihwanul Arifir Rahman S.Sos,

Khairul Ulam S.Ag, Bambang Romaidi S.Ag, Achmad Sufaili Muslim,

Mohammad Rifky Nuris, Muniri, Achmad Rofiq, A. Saiful Rijal, Robiatun

Jamilah, Ilma Inayah Diana, Kurratul Aini, Nita Nur Ningsih, Nory

Fitriani Fajrin dan keluarga besar Kost Kampung Utan yang telah

memberikan kasih sayang, fasilitas, sarana dan prasarana kepada penulis

selama penyusunan skripsi ini (semoga Allah membalas semua amal baik

Teman-teman seperjuangan).

10. Terima Kasih juga buat Kakak Angkat penulis Rimayanti Wardani

S.I.Kom, atas semua dukungan, doa, motivasi dan ketulusan kasih

sayangnya, serta membantu mengumpulkan buku-buku refrensi sehingga

penulis terus termotivasi dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

11. Terima Kasih juga buat kanda Idris Hemay M.Si, FaizalAs’adi S.Sos dan

Faizal Hazbi S.Ag yang telah meng-edukasi dan membantu dengan diskusi

dan membimbing penulis dalam penulisan skripsi ini.

12. Teman-teman Aqidah dan Filsafat Islam (AFI) angkatan 2012 yang tidak

dapat disebutkan namanya satu persatu, yang selalu menjaga nilai

pertemanan untuk terus bersama dan saling membantu menyemangatkan

dalam proses belajar dikampus UIN Jakarta tercinta.

viii
Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis panjatkan doa kehadirat

Allah SWT. Semoga amal baik semua pihak yang telah membimbing,

mengarahkan, memperhatikan dan membantu penulis dicatat oleh Allah sebagai

amal shaleh dan dibalas dengan pahala yang berlipat ganda. Dan mudah-mudahan

apa yang penulis usahakan dapat bermanfaat amin.

Jakarta 05 Mei 2019

Penulis

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................i


LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN................................................iii
LEMBAR PERNYATAAN .............................................................................iv
ABSTRAK........................................................................................................v
KATA PENGANTAR......................................................................................vi
DAFTA ISI.......................................................................................................x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .........................................................................1
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah ........................................................6
C. Tujuan Penelitian....................................................................................6
D. Manfaat Penelitian..................................................................................7
E. Tinjauan Pustaka ....................................................................................8
F. Metode Penelitian...................................................................................11
1. Jenis Penelitian ...................................................................................11
2. Sumber Data ......................................................................................12
3. Teknis Pengumpulan Data ..................................................................12
4. Metode Analisa Data ..........................................................................13
G. Sistematika Pembahasan.........................................................................13

BAB II TEORI ETIKA DAN FUNGSINYA


A. Pengertian dan Fungsi Etika ...................................................................15
B. Etika dalam perspektif Filsafat ...............................................................23
C. Etika dalam perspektif Islam ..................................................................26
D. Pengertian Etika Sufistik ........................................................................33

x
BAB III BIOGRAFI AHMAD SHOHIBULWAFA TAJUL ARIFIN (ABAH
ANOM)
A. Riwayat hidup Ahmad Shohibulwafa Tajul Arifin (Abah Anom)............36
B. Pendidikan dan Guru. .............................................................................40
C. Karya-karya Abah Anom........................................................................48
D. Thariqah Qadiriyyah Naqshabandiyyah (TQN).......................................49

BAB IV TELAAH PEMIKIRAN AHMAD SHOHIBULWAFA TAJUL


ARIFIN (ABAH ANOM)
A. Tanbih ....................................................................................................52
B. Praktek Etika Sufistik Modern Ahmad Shohibulwafa Tajul Arifin (Abah
Anom) ....................................................................................................63
1. Dzikir .........................................................................................63
2. Khataman ...................................................................................65
3. Manaqiban ..................................................................................66
4. Talqin dan Bai’at ........................................................................68
C. Prinsip-Prinsip Abah Anom ....................................................................69

BAB V PENUTUP
1. Kesimpulan ............................................................................................75
2. Saran......................................................................................................76

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................78
LAMPIRAN-LAMPIRAN...............................................................................

xi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menurut pandangan manusia saat ini tentang nilai-nilai kemanusiaan telah

bergeser menuju sesuatu yang bersifat materi sehingga sangat wajar apabila nilai-

nilai tersebut hampir punah. Berbagai macam persoalan yang terjadi di masyrakat,

seperti kemiskinan, korupsi, terorisme, merupakan akibat secara tidak langsung

bahwa nilai-nilai kemanusiaan dalam kehidupan manusia sendiri semakin terkikis.

Salah satu upaya untuk meredam fenomena tersebut, maka terdapat

formulasi yang ditawarkan, sebagaimana yang ditawarkan oleh Muhaimin bahwa

prestasi belajar pada orang dewasa naik lebih cepat untuk hal-hal yang lebih

abstrak, dan naik lambat untuk hal-hal yang bersifat konkrit.1

Berdasarkan pandangan Muhaimin tersebut dapat dipahami bahwa kualitas

prestasi iman seseorang yang merupakan hal yanga lebih bersifat abstrak, akan

dapat semakin meningkatkan lebih cepat dan bahkan memiliki wawasan iman dan

taqwa yang lebih luas dan mendalam kalau ia telah dewasa, atau setidak-tidaknya

tetap bertahan dalam menghadapi berbagai cobaan hidup, bila mana ia selalu

meningkatkannya dalam bentuk praktek (amal saleh) dan latihan-latihan yang

bersifat ruhaniyah (spritulitas).

1
Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2003), h. 148.

1
2

Etika Sufistik ini menjadi hal yang sangat penting dan sangat dibutuhkan

oleh individu maupun masyrakat di era modern saat ini. Moral dan karakter

masyrakat yang lemah perlu dikembangkan lagi melalui banyak cara karena

bentuk pendidikan Sufistik secara vertikal adalah berakhlak dan beribadah kepada

Allah SWT dengan baik, dan secara horizontal adalah berakhlak baik kepada

sesama makhluk.

Spiritualitas Islam (tasawuf) merupakan fenomena yang menarik

perhatian, bahkan banyak yang meramalkan akan menjadi trend di abad XXI.

Ramalan ini cukup beralasan, karena sejak akhir abad ke-20 mulai terjadi

kebangkitan spiritual (spiritual revival) dimana-mana. Munculnya gerakan

spiritualitas ini sebagai reaksi terhadap dunia modern yang terlalu menekankan

hal-hal yang bersifat material profan. Manusia ingin kembali menengok dimensi

spiritualnya yang selama ini di lupakan. Salah satu gerakan yang paling menonjol

di akhir abad ke-20 dan di awal abad ke 21 adalah gerakan new age (new age

movement).2

Kebangkitan spiritualitas ini terjadi dimana-mana, baik di barat maupun di

dunia Islam. Di dunia Barat, kecenderungan untuk kembali pada spiritualitas

ditandai dengan merebaknya gerakan fundamentalisme agama dan kerohanian,

terlepas dari gerakan ini menimbulkan persoalan psikologis dan sosiologis.

Sementara di dunia Islam di tandai dengan berbagai artikulasi keagamaan seperti

2
Ruslani, Wacana Spiritualitas Timur Dan Barat (Yogyakarta: Kalam, 2000), h. 6.
3

fundamentalisme Islam yang ekstrem dan menakutkan, selain bentuk artikulasi

esoterik seperti gerakan sufisme dan tarekat.

Fenomena ini menimbulkan pertanyaan, mengapa di tengah-tengah habitat

kemajuan ilmu dan teknologi, manusia cenderung lari kepada pencarian spiritual

(tasawuf dan tarekat)? Apa pentingnya tasawuf dalam dimensi kehidupan

manusia modern? Kesimpulan singkat yang bisa dicatat antara lain: pertama,

tasawuf merupakan basis yang bersifat fitri pada setiap manusia. Ia merupakan

potensi ilahiyah yang berfungsi untuk mendesain sejarah dan peradaban manusia.

Tasawuf dapat mewarnai segala aktifitas baik yang berdimensi sosial, politik,

ekonomi maupun kebudayaan. Kedua, tasawuf berfungsi sebagai alat pengendali

dan pengontrol manusia, agar dimensi kemanusiaan tidak ternodai oleh

modernisasi yang mengarah kepada dekadensi moral dan anomali-anomali nilai-

nilai, sehingga tasawuf akan menghantarkan manusia pada tercapainya supreme

morality (keunggulan moral). Ketiga, tasawuf mempunyai relevansi dan

signifikasi dengan problema manusia modern, karena tasawuf secara imbang telah

memberikan kesejukan batin dan disiplin syariah.Ia bisa dipahami sebagai

pembentuk tingkah laku melalui pendekatan tasawuf suluki dan bisa memuaskan

dahaga intelektual melalui pendekatan taswuf falsafi. Ia bisa diamalkan oleh

setiap muslim, dari lapisan sosial manapun dan ditempat manapun. Secara fisik

mereka menghadap satu arah yaitu ka’bah, dan secara rohaniah mereka berlomba
4

lomba menempuh jalan (tarekat) melalui maqamat dan ahwal menuju kapada

kedekatan (qurb) dengan Tuhan yang maha esa.3

Dunia modern sendiri di kenal mulai abad ke 19 dan 20. Zuhud merupakan

salah satu maqam dalam tasawuf Islam. Zuhud diartikan sebagai hilangnya

berkehendak atau penghalang bertemunya seseorang dengan Allah. Lantas

bagaimana konsep zuhud dalam dunia modern di abad sekarang. Iqbal (1290 H/

1873M ) misalnya, berpandangan bahwa dunia adalah sesuatu yang haq. Manusia

sebagai Khalifah Allah, “teman sekerja” (co worker) Tuhan harus aktif

membangun “ kerajaan di dunia”, karena Tuhan belum selesai menciptakan alam

ini. Manusialah yang menyelesaikannya. Dan sejalan dengan pemikiran itu,

sayyed Hosein Nasr menandaskan agar seseorang mempunyai keseimbangan

anatara ilmu dan amal, antara kontemplasi dan aksi, dan jangan sampai menjadi

biarawan.4

Konsep zuhud di sini dimaknai aktif dalam berkehendak tidak menjauhkan

diri dari dunia, tidak bekerja dan hanya melakukan ibadah saja. Konsep zuhud

yang menjauhkan diri dari dunia pernah terjadi di abad abad sebelumnya. Konsep

zuhud yang banyak dipraktikkan antara lain; menyepi di dalam gua, gunung, tidak

makan dan minum dan hanya menyendiri dan beribadah (sholat, dzikir) kepada

Allah Swt.

3
Solihin, M.Ag, Melacak Pemikiran Tasawuf Di Nusantara (Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada, 2005), h. 5.
4
Syukur, Amin, Zuhud di Abad Modern ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 1997), h. 7.
5

Kehadiran ajaran tasawuf berikut lembaga-lembaga tarekatnya di

Indonesia sama tuanya dengan kehadiran Islam itu sendiri sebagai agama yang

masuk kawasan ini. Sebagian mubaligh yang menyebarkan Islam di Nusantara

telah mengenalkan ajaran Islam dalam kapasitas mereka sebagai guru-guru sufi.

Tradisi tasawuf telah menanamkan akar yang fundamental bagi pembentukan

karakter dan mentalitas kehidupan sosial masyarakat Islam di Indonesia.5 Dengan

demikian, peranan tasawuf dengan lembaga-lembaga tarekatnya sangat besar

dalam mengembangkan dan menyebarkan Islam di Indonesia. Namun, tampaknya

dari sekian banyak tarekat yang ada di seluruh dunia, hanya ada beberapa tarekat

yang bisa masuk dan berkembang di Indonesia.

Beberapa tarekat yang masuk dan berkembang di Indonesia sejak abad ke-

16 atau abad ke-17 hingga abad ke-19 di antaranya adalah Tarekat Qadiriyah,

Syattariyah, Naqsyabandiyah, Khalwatiyah, Samaniyah, dan Alawiyah. Juga ada

tarekat yang lebih dikenal dengan sebutan Haddadiyah, yang muncul berkat

kreativitas umat Islam Indonesia, terutama para habib keturunan Arab. Pada

periode berikutnya, tarekat Tijaniyah masuk pada awal abad ke-20, yang dibawa

oleh para jamaah haji Indonesia.6

Berkaitan dengan hal itu, diketahui di Indonesia terdapat banyak ajaran

tarekat-tarekat yang masih survive dan berkembang pesat bahkan pengikutnya dari

5
Ajid Thohir, Gerakan Politik Kaum Tarekat: Telaah Historis Gerakan Politik
Antikolonialisme Tarekat Qadiriyah-Naqsyabandiyah di Pulau Jawa (Bandung : Penerbit Pustaka
Hidayah, 2002), h. 27.
6
Ajid Thohir, Gerakan Politik Kaum Tarekat: Telaah Historis Gerakan Politik
Antikolonialisme Tarekat Qadiriyah-Naqsyabandiyah di Pulau Jawa, h.28.
6

kalangan elit, salah satunya Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah (TQN) dengan

tokohnya yang fenomenal KH. Ahmad Shohibulwafa Tajul Arifin (Abah Anom).

Oleh karena itu, penulis merasa tertarik mengangkat tarekat yang berkembang

tersebut dengan tema “ETIKA SUFISTIK MODERN, TELAAH

PEMIKIRAN KH. AHMAD SHOHIBULWAFA TAJUL ‘ARIFIN (ABAH

ANOM)”.

B. Pembatasan dan Rumusan masalah

1. Batasan Masalah

Penulis memfokuskan pembatasan masalah skripsi ini pada ajaran etika

menurut KH. Ahmad Shohibulwafa Tajul Arifin (Abah Anom) yang di tinjau dari

karya karya Abah Anom dan berbagai sumber yang membahas tentang abah anom

beserta Pondok Pesantren Suryalaya, yang meliputi praktek-praktek yang harus

dilakukan para Ikhwan Thariqah Qodiriyyah Naqshabandiyyah (TQN) Suryalaya.

2. Rumusan Masalah

Dari identifikasi masalah diatas, dapat dirumuskan beberapa masalah yang

akan diteliti sebagai berikut: Bagaimana konsep pemikiran dan praktek Etika

Sufistik KH. Ahmad Shohibulwafa Tajul Arifin (Abah Anom)?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui lebih mendalam konsep pemikiran KH. Ahmad

Shohibulwafa Tajul Arifin (Abah Anom).


7

2. Untuk mengetahui lebih mendalam tentang praktek etika KH. Ahmad

Shohibulwafa Tajul Arifin (Abah Anom) berdasarkan nilai sufistik dalam

kehidupan modern.

D. Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini penulis berharap dapat memberi manfaat sebagai

berikut: Untuk melahirkan paradigma, konsep, dan teori mengenai “Etika Sufistik

Modern, Telaah Pemikiran Kh. Ahmad Shohibulwafa Tajul Arifin (Abah Anom)”.

Dengan demikian diharapkan pula penelitian ini juga akan memberi

kontribusi dan manfaat bagi semua kalangan diantaranya:

1. Akademis: Menyumbang khazanah ilmu pengetahuan kepada semua insan

akademisi.

2. Peneliti: Sebagai pembelajaran bagi peneliti serta tambahan pengetahuan

sekaligus untuk mengembangkan pengetahuan penulis dengan landasan

dan kerangka teoritis yang ilmiah atau pengintegrasian ilmu pengetahuan

dengan praktek serta melatih diri dalam research ilmiah.

3. Studi Ilmiah: Sebagai hasil studi yang murni untuk mendapatkan

pengalaman dan pelajaran yang bisa di ambil hikmahnya dan untuk

menambah literature kepustakaan.

4. Kalangan Pendidikan: merupakan hasil pemikiran yang dapat dipakai

sebagai pedoman untuk melaksanakan usaha pengajaran menuju

tercapainya tujuan yang dicita-citakan.


8

5. Masyarakat umum: Sebagai literature dan bahan bacaan, sehingga

masyarakat bisa memetik pelajaran positif dari sosok kharismatik Abah

Anom ini yang selalu menjadi inspirasi setiap saat.

E. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka atau telaah pustaka sering disebut dengan teoritik yaitu

mengemukakan teori-teori atau penelitian yang relevan dengan masalah-masalah

yang sedang diteliti atau kajian tentang ada atau tidaknya studi, buku, atau skripsi

yang mempunyai kemiripan dengan judul permasalahan yang penulis susun.

Disini terdapat beberapa penelitian terdahulu yang masih berhubungan

dengan judul pokok dari penelitian yang penulis teliti yaitu sebagai berikut:

1. Penelitian Abdul Muklis dalam skripsinya yang berjudul Peran Ajaran

Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah (TQN) Dalam Peningkatan (ESQ)

Emotional Spiritual Quotient Santri di Pondok Pesantren Nurul Barokah

Desa Beji. Dalam skripsi tersebut objek kajiannya adalah peran TQN di

dalam. Meningkatkan ESQ para santri pondok pesantren nurul barokah

desa Beji.7 Persamaan dengan penelitian yang penulis akan lakukan adalah

dalam masalah peran TQN, sedangkan perbedaannya adalah fokus

kajiannya dan lokasi beserta tokoh yang diangkat, jika penulis fokus

kajiaannya adalah tentang peran “Etika Sufistik Modern, telaah KH.

7
Abdul Muklis. Peran Ajaran Tarekat Qadiriyah Wa Naqsabandiyah (TQN) Dalam
Peningkatan (ESQ) Emotional Spiritual Quotient Santri di Pondok Pesantren Nurul Barokah Desa
Beji. Skripsi. (Purwokerto: STAIN Purwokerto, 2014), h. 6.
9

Ahmad Shohibulwafa Tajul Arifin (Abah Anom)”, sedangkan penelitian

dari abdul muklis itu sendiri tentang peran tqn dalam peningkatan ESQ.

2. Penelitian Saiful Anam dalam skripsinya pada tahun 2007 yang berjudul

Fungsi Sosial Tarekat (Studi Kasus Tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah di

Sokaraja. Dalam skripsi tersebut membahas tentang fungsi sosial tarekat

naqsabandiyah kholidiyah di sokaraja baik sebagai bentuk organisasi

maupun sebagai spirit.8 Persamaan dengn penelitian ini dengan yang

penulis lakukan adalah dalam segi objek penelitiannya yakni sama-sama

membahas tentang masalah sosial terkait hubungannya dengan tarekat.

Perbedaannya jelas terlihat, jika dalam penelitian saudara Saiful anam ini

fokus kajiannya adalah pada fungsi sosial tarekat naqsabandiyah

kholidiyah sedangkan penulis sendiri adalah peran tarekat dalam etika

sufistik modern perilaku keberagaman masyarakat.

3. Hasil disertasi Saifuddin Zuhri pada tahun 2011 yang telah diterbitkan

dalam bentuk buku yang berjudul “Tarekat Syadziliyah: Dalam Perspektif

Perilaku Perubahan Sosial”, focus penelitian Saifuddin ini menekankan

bahwa mengikuti tarekat tidak hanya akan membuat seseorang menjadi

manusia yang sholeh dengan mengamalkan berbagai ajaran tarekat tetapi

keikutsertaan dalam tarekat juga membawa implikasi pada terjadinya

perubahan sosial.9 Persamaannya dengan penelitian yang penulis lakukan

adalah sama sama meneliti tentang tarekat sebagai salah satu factor dalam
8
Saiful Anam.Fungsi Sosial Tarekat Studi Kasus tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah di
Sokaraja Tahun Pelajaran 2007.Skripsi. (Purwokerto: STAIN Purwokerto, 2007), h. 3-4.
9
Saifuddin Zuhri, Tarekat Syadziliyah Dalam Perspektif Perilaku Perubahan Sosial
(Yogyakarta: TERAS, 2011), h. 1-10.
10

perubahan perilaku sosial. Sedangkan perbedaannya adalah focus

kajiannya, bila dalam disertasi ini DR. Saifuddin Zuhri meneliti tentang

Tarekat Syadziliyah sedangkan Penulis tentang Tarekat Qadiriyah

Naqsabandiyah “KH. Ahmad Shohibulwafa Tajul Arifin (Abah Anom)”.

4. Sri Mulyati dalam buku yang berjudul “Peran Edukasi Tareka Qadiriyah

Naqsabandiyah dengan Referensi Utama Suryalaya”. Hasil disertasi yang

diterbitkan tahun 2010 ini menekankan tentang perkembangan sejarah dan

intelektual dari Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah (TQN), kemajuan

tarekat ini di dalam dan di luar pulau jawa serta meneliti tentang aktivitas

dan kehidupan syeh Sambas. Fokusnya kemudian menjelaskan transmisi

doktrin-doktrin TQN oleh murid-murid syeh Sambas terutama „Abd

Karim Banten, dan penyebaran tarekat secara berangsur-angsur di seluruh

kepulauan yang mengakibatkan pembentukan cabang yang mememihara

keberadaan-keberadaan yang terpisah tetapi pada makna yang luas ajaran-

ajarannya tetap sama.10 Persamaan dengan penelitian yang penulis lakukan

adalah sama-sama meneliti tentang Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah,

hanya saja terdapat perbedaan yang sigifikan antara penelitian ini dengan

yang penulis lakukan. Jika penelitian focus kajiannya adalah tentang

sejarah perkembangan TQN sedangkan penulis adalah “Etika Sufistik

Modern, telaah KH. Ahmad Shohibulwafa Tajul Arifin (Abah Anom)”.

10
Sri Mulyati, Peran Edukasi Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Dengan Referensi Utama
Suryalaya (Jakarta: KENCANA, 2010), h. 8.
11

Beberapa penelitian tersebut (sejauh kemampuan penulis dalam

mengidentifikasi) yang relevan dengan tema yang akan penulis angkat, ternyata

sudah banyak penelitian yang menggunakan subyek Tarekat Qadiriyah

Naqsabandiyah (TQN), akan tetapi dari kesemuanya belum ada yang spesifik

membahas tentang “Etika Sufistik Modern, telaah KH. Ahmad Shohibulwafa

Tajul Arifin (Abah Anom)”.

F. Metode Penelitian

Metode penelitian dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan

data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan, dan dibuktikan,

suatu pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk

memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah dalam bidang pendidikan.

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, dan jenis

penelitian yang digunakan adalah kepustakaan/library research yaitu

mengumpulkan data atau karya tulis ilmiah yang bertujuan dengan obyek

penelitian atau pengumpulan data yang bersifat kepustakaan.11Pendekatan yang

digunakan bersifat fenomenologis, yang mengacu pada pandangan dan keyakinan

masyarakat yang diteliti dan apara penganut dan pengamal TQN di Pondok

Pesantren Suryalaya, Tasikmalaya.

11
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2007), h. 60-61.
12

2. Sumber Data

Sumber data yang di gunakan dalam skripsi ini adalah sumber data

sekunder, diantaranya dokumentasi atau foto-foto, buku-buku atau kitab-kitab

karya Abah Anom ataupun karya penulis lain yang berkaitan dengan TQN Abah

Anom dan rekaman proses kegiatan harian yang ada di Pondok Pesantren

Suryalaya.

3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan observasi (observation), studi

pustaka dan dokumentasi (documentation).

a. Observasi (observation), dalam hal ini observasi yang dilakukan oleh

peneliti adalah mengamati secara langsung keadaan pondok pesantren

suryalaya serta aktifitas atau amaliah yang dilakukan oleh para anggota

TQN. Selain melakukan observasi, peneliti juga melakukan observasi

partisipasi dengan mengikuti berbagai kegiatan dan rutinitas yang telah

berjalan di pondok pesantren suryalaya.

b. Dokumentasi, dokumentasi dilakukan untuk memperoleh data pendukung.

Dokumentasi disini adalah berupa foto-foto Tokoh, buku-buku dan data-

data terkait yang nantinya akan menjadi lampiran sekaligus pendukung

untuk hasil analisa nantinya.


13

4. Metode Analisa Data

Analisis data dalam kajian pustaka (library research) ini adalah analisis isi

(content analysis) yaitu penelitian yang bersifat pembahasan mendalam terhadap

isi suatu informasi tertulis atau tercetak dalam media massa. Atau analisis isi

adalah suatu teknik penelitian untuk membuat inferensi-inferensi yang dapat ditiru

(replicabel) dan sahih data dengan memperhatikan konteksnya.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan merupakan kerangka dari penelitian yang

memberikan petunjuk mengenai pokok-pokok yang akan dibahas dalam

penelitian. Sistematika penulisan ini terdiri dari lima bagian yang meliputi bagian,

yaitu:

Bab Pertama. Pendahuluan. Membahas tentang Latar Belakang Masalah,

Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat dan Kegunaan Tinjauan Pustaka,

Metode Penelitian (Jenis Penelitian, Sumber Data,Teknik Pengumpulan Data,

Metode Analisa Data) dan Sistematika Pembahasan.

Bab Kedua. Kerangka Teoritik. Membahas tentang Pengertian dan Fungsi

Etika, Etika dalam perspektif filsafat, Sufistik Modern dan Prinsip-prinsip

Ajarannya, Pengertian Etika Sufistik Modern.

Bab Ketiga. a) Biografi Sufistik KH. Ahmad Shohibulwafa Tajul ‘Arifin

(Abah Anom), Riwayat Hidup, Pendidikan dan Guru, Corak Pemikiran Sufistik.

b) Karya-karya KH. Ahmad Shohibulwafa Tajul ‘Arifin (Abah Anom).


14

c) Thariqah Qadiriyah Naqshabandiyah (TQN), (Ajaran Thariqah, Peran KH.

Ahmad Shohibulwafa Tajul Arifin (Abah Anom), Pengikut dan jemaah TQN).

Bab Keempat. Hasil Penelitian. Membahas tentang Etika Sufistik Modern

KH. Ahmad Shohibulwafa Tajul ‘Arifin (Abah Anom), Praktek Etika Sufistik

Modern KH. Ahmad Shohibulwafa Tajul ‘Arifin (Abah Anom) dalam Thariqah

Qadiriyah Naqshabandiyah (TQN), Prinsip-Prinsip Etika berdasarkan nilai

Sufistik dalam Kehidupan Modern KH. Ahmad Shohibulwafa Tajul Arifin (Abah

Anom).

Bab Kelima. Penutup. Pada bagian akhir ini membahas tentang

kesimpulan dan saran.


BAB II

TEORI ETIKA DAN FUNGSINYA

A. Pengertian Etika Dan Fungsi Etika

Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu Ethos dalam bentuk tunggal

memiliki banyak arti yaitu: kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap dan

cara berfikir. Dalam bentuk jamak ta- etha artinya adat kebiasaan. Dalam istilah

lain dinamakan moral yang berasal dari bahasa latin yaitu mos yang berarti budi

pekerti, yang dalam bahasa Indonesia berarti tata susila.1 Etika adalah suatu ilmu

yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerapkan apa yang seharusnya

dilakukan oleh setengah manusia kepada lainnya. Menyatakan tujuan yang harus

dituju oleh manusia di dalam perbuatan mereka yang melakukan jalan untuk

melakukan apa yang harus di perbuat.2

Dalam mengkalarifikasi etika disini di pecah, menjadi dua diantaranya:

1. Etika umum, mengajarkan tentang kondisi-kondisi dan dasar-dasar

bagaimana seharusnya manusia bertindak secara etis, bagaimana pula

manusia bersikap etis, teori-teori etika dan prinsip-prinsip moral dasar

yang menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak serta tolak ukur

dalam menilai baik atau buruknya suatu tindakan. Etika umum dapat pula

dianalogikan dengan ilmu pengetahuan, yang membahas mengenai

pengertian umum dan teori-teori etika.

1
Hasbullah Bakri, Sistematika Filsafat (Jakarta: Wijaya, 1986), h. 70.
2
Ahmad Amin, Etika (Ilmu Akhlak) (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), h. 3.

15
16

2. Etika khusus, merupakan penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam

bidang kehidupan. Penerapan ini bisa berwujud: Bagaimana seseorang

bersikap dan bertindak dalam kehidupannya dan kegiatan profesi khusus

yang dilandasi dengan etika moral. Namun, penerapan itu dapat juga

berwujud Bagaimana manusia bersikap atau melakukan tindakan dalam

kehidupan terhadap sesama. Sedangkan etika khusus di bagi menjadi dua

yaitu:

a. Etika individual, yaitu menyangkut kewajiban dan sikap manusia

terhadap dirinya sendiri.

b. Etika sosial, yaitu mengenai sikap dan kewajiban, serta pola

perilaku manusia sebagai anggota bermasyarakat.

Secara etimologi kata “etika” berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari

dua kata yaitu Ethos dan ethikos. Ethos berarti sifat, watak kebiasaan, tempat yang

biasa. Ethikos berarti susila, keadaban, kelakuan dan perbuatan yang baik.3 Istilah

moral berasal dari kata latin yaitu mores, yang merupakan bentuk jama’ dari mos,

yang berarti adat istiadat atau kebiasaan watak, kelakuan, tabiat, dan cara hidup.4

Sedangkan dalam bahasa Arab kata etika dikenal dengan istilah akhlak, artinya

budi pekerti. Sedangkan dalam bahasa Indonesia disebut tata susila.5

K Bertens dalam buku etikanya menjelaskan lebih jelas lagi. Etika berasal

dari bahasa Yunani kuno. Kata Yunani ethos dalam bentuk tunggal mempunyai

banyak arti: tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat,

akhlak, watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Dalam bentuk jamak artinya adalah
3
Lorens bagus, kamus filsafat (Jakarta: PT Gramedia pustaka, 2000), h. 217.
4
Lorens bagus, kamus filsafat, h. 672.
5
Hasbullah Bakry, Sistematika Filsafat ( Jakarta: Wijaya, 1978), h. 9.
17

adat kebiasaan. Dalam arti ini, etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik,

tata cara hidup yang baik, baik pada diri seseorang atau kepada masyarakat.

Kebiasaan hidup yang baik ini dianut dan diwariskan dari satu generasi ke

generasi lain.

Kebiasaan hidup yang baik ini lalu dibekukan dalam bentuk kaidah, aturan

atau norma yang di sebarluaskan, dikenal, dipahami, dan diajarkan secara lisan

dalam masyarakat. Kaidah, norma atau aturan ini pada dasarnya, menyangkut

baik-buruk perilaku manusia. Atau, etika dipahami sebagai ajaran yang berisikan

perintah dan larangan tentang baik-buruknya perilaku manusia, yaitu perintah

yang harus dipatuhi dan larangan yang harus dihindari.6

Adapun menurut Burhanuddin Salam, istilah etika berasal dari kata latin,

yakni “ethic, sedangkan dalam bahasa Greek, ethikos yaitu a body of moral

principle or value Ethic”, arti sebenarnya ialah kebiasaan, habit. Jadi, dalam

pengertian aslinya, apa yang disebutkan baik itu adalah yang sesuai dengan

kebiasaan masyarakat (pada saat itu). Lambat laun pengertian etika itu berubah

dan berkembang sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan manusia.

Perkembangan pengertian etika tidak lepas dari substansinya bahwa etika adalah

suatu ilmu yang membicarakan masalah perbuatan atau tingkah laku manusia,

mana yang dinilai baik dan mana yang jahat. Istilah lain dari etika, yaitu moral,

asusila, budi pekerti, akhlak. Etika merupakan ilmu bukan sebuah ajaran. Etika

dalam bahasa arab disebut akhlak, merupakan jamak dari kata khuluq yang berarti

adat kebiasaan, perangai, tabiat, watak, adab, dan agama. Istilah etika diartikan

6
Keraf. A. Sonny. Etika Lingkungan (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2002), h. 2.
18

sebagai suatu perbuatan standar (standard of conduct) yang memimpin individu,

etika adalah suatu studi mengenai perbuatan yang sah dan benar dan moral yang

dilakukan seseorang.7

Menurut Frans Magnis Soeseno etika Jawa adalah panduan hidup yang

berlandaskan moral, hati nurani, dan olah rasa. Terdapat penekanan dimensi

keselarasan antara makrokosmos (manusia) dan mikrokosmos (keteraturan

semesta). Dalam buku etika jawa, Frans menjelas kan bahwa orang Jawa tidak

mengenal baik dan jahat melainkan orang yang bertindak karena ketidaktahuan,

jadi apabila ada orang yang bertindak merugikan orang lain itu dianggap orang

yang belum mengerti mana yang baik dan mana yang tidak baik.

Etika Jawa menekankan keharmonisan, keselarasan dalam setiap dimensi

kehidupan salah satunya dimensi dengan alam. Orang Jawa yang ideal adalah

orang jawa yang mendahulukan kewajibannya terlebih dahulu daripada menuntut

hak.

Kerukunan dalam masyarakat Jawa mendahulukan kerukunan sosial

daripada kerukunan pribadi, artinya semakin besar lingkup komunitasnya semakin

mengecil kepentingan kelompok yang ada di dalamnya. Prinsip kerukunan dalam

masyarakat Jawa di mana keadaan rukun adalah di mana semua pihak berada

dalam kedamaian, suka bekerjasama, saling asah, asih dan asuh. Hal inilah yang

menjadi harapan masyarakat Jawa baik dalam hubungan keluarga, kehidupan

sosial, rukun tetangga dan rukun satu kampung. Kerukunan perlu dilandasi

7
Hamzah Ya’kub, Etika Islam: Pembinaan Akhlakul Karimah, (Suatu Pengantar)
(Bandung: CV, Diponegoro, 1993), h. 12.
19

dengan adanya saling percaya antar pribadi. Adanya keterbukaan terhadap siapa

saja, adanya bertanggung jawab dan merasa adanya saling ketergantungan atau

rasa kebersamaan.

Prinsip kerukunan hidup adalah mencegah terjadinya konflik karena bila

terjadi konflik bagi masyarakat Jawa akan berkesan secara mendalam dan selalu

diingat atau sukar untuk melupakan.

Dengan gambaran etika Jawa di atas, maka terbuka kemungkinan untuk

menempatkannya kedalam skema teori-teori etika normatif dan kemudian akan

ditarik kesimpulan dari kedudukan etika Jawa, simpulan tersebut akan banyak

dipengaruhi oleh faktor-faktor subjektif. Sebagai gambaran singkat tentang

kepatuhan bawahan terhadap otoritas atau pemerintah. Patuh dalam bahasa Jawa

disebut setya tuhu, tidak menolak, tidak membangkang, dan karena itu orang

tersebut disebut setia.

Dari kepatuhan bawahan pada seorang atasan yang bijaksana diharapkan

bahwa mereka menemukan kedamaian. Ketika atasan dapat menemukan apa yang

diperkirakan dan dirasakan oleh bawahannya; bahwa ia mengusahakan suatu

dialog sejati, walaupun tatakrama pergaulan menentukan bahwa yang boleh bicara

hanyalah atasan sedangkan bawahan diam saja. Dalam dialog itu ia berusaha

meyakinkan para bawahannya bahwa sebaiknya ia hanya memberi perintah-

perintah di mana ia mengetahui bahwa bawahan juga bersedia untuk

melaksanakannya.

Konsep etika demikian menandai hadirnya prinsip saling asah, asuh, dan

asih dalam kehidupan. Masing-masing pihak dapat menahan diri, memahami satu
20

sama lain, demi terwujudnya rasa enak. Mempergunakan kewajiban bawahan

untuk tetap diam dan tetap mengatakan “setuju” demi untuk memaksakan

perintah-perintah dari atasan merupakan suatu penyalahgunaan prinsip hormat,

seperti prinsip kerukunan disalahgunakan apabila atas namanya salah satu

kelompok selalu dirugikan.

Kita telah mengetahui bahwa masyarakat Jawa mengatur interaksi-

interaksinya melalui dua prinsip, prinsip kerukunan dan prinsip hormat. Dua

prinsip itu menuntut bahwa dalam segala bentuk interaksi, konflik-konflik terbuka

harus dicegah.8

Manusia disebut etis, ialah manusia yang secara utuh dan menyeluruh

mampu memenuhi hajat hidupnya dalam rangka asas keseimbangan antar

kepentingan pribadi dengan sosialnya, antara rohani dengan jasmaniahnya, dan

sebagai makhluk berdiri sendiri dengan khalik-nya.

Penilaian etik dan tidak etik, menjadi kunci pokok dalam mendudukkan

posisi seseorang dalam komunitas Jawa. Orang yang tergolong etik, dipandang

lebih bersahaja, lebih memahami Jawa, dan yang lain sebaliknya. Apabila ada

seseorang yang kurang menaruh hormat atau tidak rukun kepada sesama, sering

mendapat cercaan, pengucilan, dan yang lebih bahaya lagi jika disuruh pergi

(minggat). Hukuman etika ini sering disebut pula disebratake, atau disongkrah,

artinya dikeluarkan dari golongan atau kelompok orang-orang yang etis. Yang

unik, etika itu juga sering diwarnai dengan berbagai sentimen suku dan agama.

Biarpun hal ini sebenarnya kurang tepat, namun realitas sering terjadi, ada orang

8
Suwardi Endraswara, Etika Hidup Orang Jawa (Jakarta: Narasi, 2010), h.13-14.
21

yang mendapat malu bertubi-tubi, lantaran dianggap tidak etis, apalagi berbeda

suku dan agama. Orang Jawa justru memiliki strategi tersendiri dalam

memberikan “pelajaran” bagi yang melanggar etika Jawa. Atas dasar hal ini,

berarti etika jawa itu amat penting bagi keberlangsungan hidup habitat Jawa itu

sendiri.9

Kehidupan masyarakat Jawa sangatlah berhubungan erat dengan yang

namanya perilaku, karena setiap anggota masyarakat Jawa dituntut untuk

memiliki perilaku yang mengarah pada kebaikan. Yang termasuk atau contoh-

contoh etika perilaku Jawa sangatlah banyak, diantara lain:

1. Rukun

Prinsip kerukunan bertujuan untuk mempertahankan masyarakat dalam

keadaan yang harmonis. Keadaan yang seperti itu disebut rukun. Rukun berarti

“dalam keadaan selaras”, “tenang dan tentram”, “tanpa perselisihan dan

pertentangan”, “bersatu dalam maksud untuk saling membantu”.

Keadaan rukun terdapat di semua pihak berada dalam keadaan damai satu

sama lain, suka bekerja sama, saling menerima, dalam suasana tenang dan

sepakat. Rukun adalah keadaan ideal yang diharapkan dapat dipertahankan dalam

semua hubungan sosial, dalam keluarga, dalam rukun tetangga, di desa, dalam

setiap pengelompokan tetap.Suasana seluruh masyarakat seharusnya bernafaskan

semangat kerukunan.10

9
Suwardi Endraswara, Etika Hidup Orang Jawa (Jakarta: Narasi, 2010), h. 16-17.
10
Franz Magnis-Suseno SJ, Etika Jawa: Sebuah Analisa Falsafi tentang Kebijaksanaan
Hidup Orang Jawa (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2003), h. 39.
22

2. Prinsip Hormat

Prinsip hormat mengatakan bahwa setiap orang dalam cara bicara dan

membawa diri selalu harus menunjukkan sikap hormat terhadap orang lain, sesuai

dengan derajat dan kedudukannya. Apabila dua orang bertemu, terutama dua

orang Jawa, bahasa, pembawaan dan sikap mereka mesti mengungkapkan suatu

pengakuan terhadap kedudukan mereka masing-masing dalam suatu tatanan sosial

yang tersusun dengan terperinci dan cita rasa. Mengikuti aturan-aturan tatakrama

yang sesuai, dengan mengambil sikap hormat atau kebapakan yang tepat adalah

sangat penting.11

3. Kebaikan

Secara umum kebaikan adalah sesuatu yang diinginkan, yang diusahakan

dan menjadi tujuan manusia. Tingkah laku manusia adalah baik dan benar, jika

tingkah laku tersebut menuju kesempurnaan manusia. Kebaikan disebut nilai

(value), apabila kebaikan itu bagi seseorang menjadi kebaikan yang konkrit.12

4. Kemurahan hati

Walaupun mungkin ada sejumlah orang yang berusaha menjalani

kehidupan ini dari sudut pandang yang egois dan mementingkan diri sendiri,

hanya dengan menyediakan diri kita bagi orang lainlah kita akan merasakan

betapa berartinya hidup ini. Jadi, disaat kita mencari makna kehidupan, salah satu

tempat terbaik untuk mencarinya adalah diluar (mencari pada diri orang lain)

dengan menggunakan prinsip kemurahan hati.

11
Franz Magnis-Suseno SJ, Etika Jawa: Sebuah Analisa Falsafi tentang Kebijaksanaan
Hidup Orang Jawa (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2003), h. 60.
12
Suwardi Endraswara, Etika Hidup Orang Jawa (Jakarta: Narasi, 2010), h. 17.
23

Seringkali arti kemurahan hati dipersempit menjadi tindakan memberikan

sedekah atau menyumbangkan sejumlah uang kepada orang yang secara ekonomi

kekurangan. Padahal, kemurahan hati dalam arti murninya jauh lebih luas.

Kemurahan hati antara lain berarti memberikan hati kita, pikiran kita, dan

keahlian kita dengan cara yang dapat membantu hidup semua orang, tidak

memandang apakah mereka miskin atau kaya. Kemurahan hati adalah sikap tidak

mementingkan diri sendiri. Kemurahan hati adalah cinta yang dibalut pakaian

kerja.

B. Etika dalam Perspektif Filsafat

Etika sering diidentikkan dengan moral (atau moralitas). Namun,

meskipun sama-sama terkait dengan baik-buruk tindakan manusia, etika dan

moral memiliki perbedaan pengertian. Moralitas lebih condong pada pengertian

nilai baik dan buruk dari setiap perbuatan manusia itu sendiri, sedangkan etika

berarti ilmu yang mempelajari tentang baik dan buruk. Jadi bisa dikatakan, etika

berfungsi sebagai teori tentang perbuatan baik dan buruk. Dalam filsafat

terkadang etika disamakan dengan filsafat moral.13

Etika membatasi dirinya dari disiplin ilmu lain dengan pertanyaan apa itu

moral? Ini merupakan bagian terpenting dari pertanyaan-pertanyaan seputar etika.

Tetapi di samping itu tugas utamanya ialah menyelidiki apa yang harus dilakukan

manusia. Semua cabang filsafat berbicara tentang yang ada, sedangkan filsafat

etika membahas yang harus dilakukan.14

13
Haidar Baqir, Buku Saku Filsafat Islam (Bandung Mizan, 2005), h. 189-190.
14
K Bertens, Etika (Jakarta: Gramedia, 1993), h. 27.
24

Etika disebut juga ilmu normatif, karena didalamnya mengandung norma

dan nilai-nilai yang dapat digunakan dalam kehidupan. Sebagian orang menyebut

etika dengan moral atau budi pekerti. Ilmu etika adalah ilmu yang mencari

keselarasan perbuatan-perbuatan manusia dengan dasar yang sedalam-dalamnya

yang diperoleh dengan akal budi manusia. Menurut KBBI, filsafat etika adalah

1. Ilmu tentang apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk dan tentang

hak dan kewajiban moral.

2. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.

3. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.15

Jadi, filsafat etika adalah cabang ilmu filsafat yang mempelajari tingkah

laku manusia yang baik dan buruk. Dasar filsafat etika yaitu etika individual

sendiri.

Menurut hukum etika, suatu perbuatan itu dinilai dari 3 tingkat, yaitu :

1. Tingkat pertama: semasa belum lahir menjadi perbuatan, yakni berupa rencana

dalam hati atau niat.

2. Tingkat kedua: perbuatan nyata atau pekerti

3. Tingkat ketiga: akibat atau hasil dari perbuatannya itu baik atau buruk.

Dengan demikian, pandangan baik dan buruk, dan hakikat nilai dalam

kehidupan manusia sangat tergantung pada tiga hal mendasar yaitu:

1. Cara berpikir yang melandasi manusia dalam berprilaku.

2. Cara berbudaya yang menjadi sendi berlakunya norma sosial.

15
Soegiono,Tamsil, Filsafat Pendidikan Teori dan Praktik. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2012.
25

3. Cara merujuk kepada sumber-sumber nilai yang menjadi tujuan pokok dalam

bertindak.

Selain itu juga pengertian etika adalah cabang ilmu filsafat yang

membicarakan nilai dan moral yang menentukan perilaku manusia dalam

hidupnya. Etika merupakan sebuah refleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan

norma moral yang menentukan dan terwujud dalam sikap serta pola perilaku

hidup manusia baik sebagai pribadi maupun sebagai kelompok.

Dari beberapa pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa etika adalah

suatu ilmu yang membahas tentang arti baik dan buruk, benar dan salah kemudian

manusia menggunakan akal dan hati nuraninya untuk mencapai tujuan hidup yang

baik dan benar sesuai dengan tujuan yang dikehendaki. Jadi manusia dapat

melakukan apa saja yang dikehendaki yang dianggap baik dan benar, meskipun

hati nuraninya menolak dan yang terpenting tujuannya dapat tercapai.

Menurut Webster Dictionary, secara etimologis, etika adalah suatu disiplin

ilmu yang menjelaskan sesuatu yang baik dan yang buruk, mana tugas atau

kewajiban moral, tau bisa juga mengenai kumpulan prinsip atau nilai moral.16

Etika adalah cabang filosofi yang berkaitan dengan pemikiran dengan

pemikiran tentang benar dan salah. Simorangkir menilai etika adalah hasil usaha

yang sistematik yang menggunakan rasio untuk menafsirkan pengalaman moral

individu dan untuk menetapkan aturandalam mengendalikan perilaku manusia

serta nilai-nilai yang berbobot untuk bisa dijadikan pedoman hidup. Satyanugraha

mendefenisikan etika sebagai nilai-nilai dan norma moral dalam suatu

16
Sofyan S Harahap, Etika bisnis dalam perspektif islam (Jakarta: Salemba Empat, 2011),
h. 15.
26

masyarakat. Sebagai ilmu, etika juga bisa diartikan pemikiran moral yang

mempelajari tentang apa yang harus dilakukan atau yang tidak boleh dilakukan.17

C. Etika dalam Perspektif Islam

Kata Arab untuk etika adalah akhlaq (akhlak). Dalam bentuk tunggal, kata

itu berarti sifat, namun dalam bentuk jamak bermakna moralitas atau etika.

Akhlak digunakan untuk menyebut tabiat yang baik, sopan santun, keadilan dan

kebaikan hati.18

Pemikiran etika membutuhkan sistematisasi intelektual yang maju.

Sebelum munculnya teologi dan filsafat aktifitas semacam itu benar terputus. Para

komentator Al-Qur’an, ahli hukum telah berusaha dalam menganalisa dan

interpretasinya melibatkan aktifitas intelektual yang sungguh-sungguh dalam arti

luar. Akan tetapi aktivitas tersebut berhubungan erat menggunakan akal sebagai

karakter aktivitas dialektika dan rasional murni, dengan kesan koherensi dan

komprehensifnya. Yang muncul dalam proses ini adalah serangkaian pandangan

atau refleksi moral dan bukan teori etika dalam arti baku. Untuk memperluas

usaha yang telah dilakukan oleh para komentator, para ahli hadist dan ahli hukum

menerangkan atau menjustifikasikan ethos moral Al-Qur’an dan Hadist., Al-

Qur’an membentuk keseluruhan ethos islam. Jadi, cara mengeluarkan ethos ini

menjadi sangat penting daam studi etika islam. Usaha mereka dalam lapangan

17
Sofyan S Harahap,Etika bisnis dalam perspektif islam (Jakarta: Salemba Empat, 2011),
h. 15.
18
Azyumardi Azra dkk, Ensiklopedi Islam ( Jakarta : PT. Ictiar Baru Van Hoeve, 2001), h.
102.
27

etika dapat dikatakan untuk menyusun substansi apa yang kita sebut moralitas

spiritual.19

Dalam Bahasa Arab Etika Islam sama artinya dengan akhlak jamak dari

Khuluqun yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.20 Dengan

demikian dari beberapa arti di atas dapat dikemukakan bahwa etika menurut

bahasa mempunyai beberapa makna yang komprehensip antara teori dan praktek,

yaitu kesusilaan, adat, tingkah laku dan ungkapan perasaan batin.

Namun ada yang memahami antara etika dan akhlak berbeda, jika etika

hanya berhubungan dengan sopan santun antara sesame manusia serta tingkah

laku lahiriah, maka kahlak lebih luas cakupannya, yakni mencakup hal-hal yang

tidak bersifat lahiriah tetapi termasuk sikap batin dan pikiran manusia. Oleh sebab

itu etika Islam mencakup etika terhadap Allah, etika terhadap Rasul, etika

terhadap manusiadan etika terhadap manusia dan etika terhadap alam lingkungan

sekitar.21

Perbuatan-perbuatan manusia dapat dianggap sebagai manifestasi dari

akhlaknya, apabila perbuatan itu dilakukan berulang kali sehingga menjadi

kebiasaan serta perbuatan itu dilakukan dengan sadar karena dorongan emosi-

emosi jiwanya, bukan karena adanya tekanan yang datang dari luar dirinya, seperti

adanya paksaan atau bujukan. Oleh sebab itu etika berupaya melakukan

penyelidikan dan penilaian terhadap perbuatan baik dan buruk manusia maka

disini harus dipahami bahwa perbuatan atau tabiat manusia sangat beragam.

19
Majid Fakhry, Etika Dalam Islam (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996), h. 1.
20
Hamzah Ya’kub, Etika Islam (Bandung : Diponegoro, 1985), h. 11.
21
Zuly Qadir, Etika Islam Suatu Pengantar (Sejarah, Teologi Dan Etika Agama-Agama)
(Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2003), h. 270-276.
28

Keragaman ini dapat ditinjau dari segi nilai kelakuannya apakah baik atau buruk

serta tujuan obyeknya tanpa mengkesampingkan pokok-pokok etika serta hukum

kausalitas yang merupakan bagian dari kodrat kehidupan manusia.

Kemudian dalam rangka menjabarkannya maka muncullah para pemikir

dan filosof Islam untuk menengahkan teori-teori akhlak atau etika, yang

mengadakan pembahasan dengan pendekatan filsafat maupun langsung dengan

Al-Qur’an dan Hadist. Ihwanus Shafa adalah suatu kelompok yang bergerak

dalam lapangan pemikiran yang anggotanya khusus kaum laki-laki, dalam

lapangan etika kelompok ini mendasarkan pada prinsip rohaniyah dan zuhud.

Manusia dipandang baik apabila melakukan perbuatannya sejalan dengan karakter

yang hakiki.

1. Sumber Etika Islam

Untuk mengembangkan lebih jauh hendaknya kita memperhatikan Al-

Qur’an dan Hadist sebagai sumber ajaran etika Islam atau akhlak, maka kita dapat

mengatakan bahwa teori moralitas islam sangat menyeluruh dan terperinci,

mencakup segala hal yang telah kita lihat dan alami sehari-hari. Karena Al-Qur’an

adalah petunjuk bagi manusia meliputi segala segi kehidupan manusia tidak hanya

mengajarkan kebaikan-kebaikan daripada akhlak Islam akan tetapi juga janji dan

sanksi dari Allah.

Jika kita memahami Al-Qur’an dengan baik dan benar, maka kita dapat

mengetahui bahwa pada dasarnya islam bertujuan untuk membangun kehidupan

manusia berdasarkan nilai-nilai kebajikan dan membersihkan dari berbagai

kejahatan. Konsekuensi logis dari pemahaman islam yang bersumber dari Al-
29

Qur’an dan Hadist mengatur kehidupan manusia secara individu dan kolektif, Al-

Qur’an dan Hadist mengatur kehidupan manusia secara individu dan kolektif. Al-

Qur’an sendiri sebagai dasar etika Islam bagi kehidupan manusia, terutama dalam

hal kemasyarakatan harus di tegakkan atas tiga dasar yaitu keadilan, musyawarah,

dan persaudaraan dan persamaan. Dengan demikian sasaran pokok dari pada etika

Islam atau akhlak menurut Muh. Zain Yusuf mempunyai ciri-ciri yang khusus

yang membedakan dengan akhlak yang diciptakan manusia yaitu: kebajikan yang

mutla, kebaikan yang menyeluruh, kemantapan, kewajiban, yang dipatuhi dan

pengawasan yang menyeluruh.22 Untuk membentuk pribadi yang takwa yang

menjadikan amal baik sebagai sesuatu yang wajib dan menghindari perbuatan

yang buruk dan tercela.

Fungsi etika Islam adalah untuk menuntun umat manusia terutama yang

beragama Islam agar tidak terjerumus kepada kezoliman yang diciptakan oleh

moral atau adab yang buruk yang mana akan merusak manusia itu sendiri atau

yang ada disekitarnya yang akhirnya akan menuntun ke jalan menuju pintu

neraka. maka dari pada etika islam sangat penting untuk dipahami dan diikuti

sebagai pembeda pula antara manusia dengan hewan yang tidak memiliki akal

pikiran dan akhlak.

2. Pandangan Filosof Islam Tentang Etika

a. Al-Kindi

Dalam hal ini etika Al-Kindi berhubungan erat dengan definisi

mengenai filsafat atau cita filsafat. Filsafat adalah upaya meneladani

22
Ali Saefudin, Etika Islam Sebagai Modal Kebahagiaan, Jurnal Teologis, h. 22-23.
30

perbuatan-perbuatan Tuhan sejauh dapat dijangkau oleh kemampuan manusia.

Yang dimaksud dengan definisi ini ialah agar manusia memiliki keutamaan

yang sempurna, juga diberi definisi yaitu sebagai latihan untuk mati. Yang

dimaksud ialah mematikan hawa nafsu, dengan jalan mematikan hawa nafsu

itu untuk memperoleh keutamaan. Kenikmatan hidup lahiriah adalah

keburukan. Bekerja untuk memperoleh kenikmatan lahiriah berarti

meningggalkan penggunaan akal.

b. Al-Farabi

Al-Farabi menyebutkan bahwa kebahagiaan adalah pencapaian

kesempurnaan akhir bagi manusia, al-Farabi juga menekankan sifat utama

yang harus menjadi perhatian untuk mencapai kebahagiaan didunia dan

diahirat bagi bangsa-bangsa dan setiap warga negara, yakni Keutamaan

akhlak, bertujuan mencari kebaikan. Jenis keutamaan ini berada dibawah dan

menjadi syarat keutamaan pemikiran, kedua jenis keutamaan tersebut, terjadi

dengan tabiatnya dan bisa juga terjadi dengan kehendak sebagai penyemprna

tabiat atau watak manusia. Al-Farabi berpendapat akal mampu menetapkan

suatu perbuatan apakah baik atau buruk, akal sebagai limpahan dari alam ulwa

dan ma’rifat sebagai pokok keutamaan, mengapa tidak meletakkan akal pada

kaidah-kaidah akhlak.

c. Menurut Ibnu Sina

Dalam rangka memperbaiki akhlak dirinya maka seseorang harus

melakukan dua cara yaitu mengenal akhlaknya sendiri dan bercermin pada

akhlak orang lain.


31

d. Ibnu Bajjah

Menurutnya perbuatan manusia dapat dibedakan menjadi dua yaitu

hewan dan manusiawi serta tindakan yang timbul dari pemikiran yang lurus

dan kemauan yang bersih dan tinggi. Pandangan Ibnu Bajjah diatas sejalan

dengan ajaran Islam. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa manusia yang

mendasarkan perbuatanya atas iradah yang merdeka dan akal budi akan dapat

mencapai kebahagiaan. Menurut Ibnu Bajjah, apabila perbuatan dilakukan

demi memuaskan akal semata, perbuatan ini mirip dengan perbuatan ilahy dari

pada perbuatan manusiawi.

e. Ibnu Miskawaih

Menurut ibnu Miskawaih Khuluk (akhlak) ialah keadaan jiwa yg

mendorong (mengajak) untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa dipikir

dan dipertimbangkan lebih dahulu”. Jadi Al-khuluk adalah suatu bentuk yg

tetap pada jiwa yg melahirkan perbuatan dengan mudah dan gampang tanpa

memerlukan berfikir terlebih dahulu. Dapat disimpulkan bahwa Akhlak adalah

kebiasaan, kehendak yang terus menerus berakar didalam batin, sehingga

dapat dengan mudah mendorong atau mengajak untuk melakukan perbuatan-

perbuatan. Ibnu Miskawaih berpendapat akhlak yang tercela bisa berubah

menjadi akhlak yang terpuji dengan jalan pendidikan dan latihan-latihan.23

f. Ibnu Rusyd

Mengenai etika Ibnu Rusyd membenarkan teori Plato yang

mengatakan bahwa manusia adalah makhluk social yang membutuhkan kerja

23
Sirajuddin Zan, Filsafat Islam (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004), h. 135.
32

sama untuk memenuhi keperluan hidup dan mencapai kebahagiaan. Dalam

merealisasikan kebahagiaan yang merupakan tujuan ahir bagi manusia,

diperlukan bantuan agama yang akan meletakkan dasar-dasarkeuamaan akhlak

secara praktis, juga bantuan filsafat yang mengajarkan keutamaan teoritis,

untuk itu diperlukan kemampuan perhubungan dengan akal aktif.

g. Ahmad Amin

Ahmah Amin merumuskan akhlak yaitu suatu ilmu yang menjelaskan

arti baik atau buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh

seorang manusia kepada manusia yang lainnya, menyatakan tujuan yang harus

di tuju oleh manusia dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk

melakukan apa yang harus diperbuat.24

h. Al-Ghazali

Filsafat etika al-Ghozali secara sekaligus dapat kita lihat pada teori

tasawufnya dalam bukunya Ihya’ Ulumuddin. Dengan kata lain, filsafat etika

al-Ghazali adalah teori tasawufnya. Dalam Ihya’ Ulmuddin itu, al-Ghazali

mengupas rahasia-rahasia ibadat dari tasawuf dengan mendalam sekali.

Misalnyadalam mengupas soal at-thaharah ia tidak hanya mengupas soal

kebersihan badan lahir saja, tetapi juga kebersihan rohani.

Al-Ghazali melihat sumber kebaikan manusia itu terletak pada

kebersihan rohaninya dan rasa akrabnya terhadap Tuhan. Sesuai dengan

prinsip Islam, al-Ghazali menganggap Tuhan sebagai pencipta yang aktif

berkuasa, yang sangat memelihara dan menyebarkan rahmat (kebaikan) bagi

24
Ahmad Amin, Etika (Ilmu Akhlak) (Jakarta : Bulan Bintang, 1978), h. 3.
33

sekalian alam.Al-ghazali juga mengakui bahwa kebaikan tersebur dimana-

mana, juga dalam materi. Hanya pemakaiannya yang disedeeer hanakan, yaitu

kurangi nafsu dan jangan berlebihan.

D. Pengertian Etika Sufistik

Etika yang disebut juga filsafat moral, meneliti kaidah-kaidah yang

membimbing manusia sehingga dalam jalan yang baik dan benar. Di dunia barat

pemikiran tentang dunia ini berawal dari Sokrates, mazwab Stoa, dan Epikurus.

Dalam filsafat India pemikiran etik berpangkal pada ajaran Karma dan Dharma.

Sedangkan Sufi seorang yang mengerti dan mengamalkan ilmu Tasawuf.

Kaum sufi akrab dengan berbagai ritual keagamaan seperti wirid, do’a dan i’tikaf

untuk melakukan ritual ini kaum sufi ada yang melakukannya dengan cara Uzlah

(Mengasingkan diri), Muraqabah (Kontemplasi penuh dengan kewaspadaan),

Muhasabah (pemeriksaan atau ujian terhadap diri).

Sejak dekade akhir abad ke II Hijriah, Sufi sudah populer dikalangan

masyarakat dunia Muslim, Ibrahim Basyuni, dalam kitab “Nasy At-Tasawuf fil

Islam” mengungkapkan bahwa kaum sufi diidentikkan dengan kaum Muhajirin

yang bertempat di serambi masjid Rosulullah di Madinah, dipimpin oleh Abu

Zaar al-Ghiffari. Mereka menempuh pola hidup yang sangat sederhana, zuhud

terhadap dunia dan menghabiskan waktu beribadah kepada Allah. Pola hidup

mereka kemudian di contoh oleh sebagian umat Islam yang dalam perkembangan

selanjutnya disebut kaum sufisme. Sejak kemunculan kaum sufi sudah bisa

dilacak apakah memiliki konsep hidup yang etis, membedakan mana perbuatan

yang baik dan mana perbuatan yang buruk. Cara hidup kaum sufi dalam
34

perkembangannya memang mendapakan banyak corak yang variatif. Seperti pada

fase awal kemunculan sufi, fase asketisme setidaknya berlangsung sampai akhir

aban II Hijriah dan memasuki fase kedua dimana peralihan dari asketisme ke arah

sufisme yang ditandai dengan pergantian sebutan zahid menjadi sufi. Dalam fase

ini ramai para ulama sufi bermunculan tak ubahnya jamur dimusim hujan seperti

al-Muhashibi (w. 243 H), al-Harraj (w.277) dan al-Junaid al-Bagdadi (w. 297 H)

tokoh terkemuka ini telah mengkonsep hidup etis tentang bagaimana cara hidup

yang dilakukan oleh seorang sufi.

Keramaian ini agaknya memiliki faktor pemicu paling tidak ada tiga hal:

pertama karena gaya hidup yang glamor dan corak kehidupan materialis yang

dipraktikan oleh kalangan eksekutif dan segera menyebar ke masyarakat luas. dan

para kaum sufi melakukan protes dengan gaya murni etis, melalui pendalaman

kehidupan rohani-sepiritual. Tokoh populer yang dapat mewakili kelompok ini

dapat ditunujuk Hasan al-bashri (w. 110 H) yang mempunyai pengaruh kuat

dalam kesejarahan Islam, melalui doktrin al-zuhd, al-khauf, dan al-raja, selain itu

juga Rabiah al Adawiyah (w. 185 H) dengan ajaran populernya al-mahabbah serta

Ma’ruf al-Kharki 9w.200 H) dengan konsepsi al-syauq sebagai ajarannya.25

Konseptor ajaran Uzlah Surri as-Saqathi (w. 253 H) adalah nampaknya

menjadi faktor kedua, dilihat dari kondisi sosio-politik pada masanya singgah

mengasingkan diri dan menjauhi masyaraka yang sudah memilih hidup hedonis

dengan gerakan politik yang mempropaganda pilihan untuk hidup sendiri dan

mengindar agaknya cukup rasional untuk mencari jalan kebenaran. Ketiga,

25
Samsul Munir Amin, Ilmu Tasawuf (Jakarta: AMZAH 2014), h. 242.
35

tampaknya dari faktor kodifikasi hukum Islam Fiqih dan Teologi yang dialektis

rasional, sehingga kurang bermotivasi ethikal yang menyebabkan nilai

sepiritualnya hilang, menjadi semajam wahana tiada isi, semacam bentuk tanpa

jiwa.

Seperti yang sudah dipaparkan Di atas sejak Abad ke-II Hijriyah hingga III

Hijriyah banyak sekali tokoh sufi yang muncul antara lain: Al-Muhasibi (w.243

H), Al-Harraj (w. 277 H), Al-Junaid al-Bagdadi (w. 297), Hasan Al-Bashri (w.

110 H), Rabiah al-Adawiyah (w. 185 H), Ma’ruf al-Kharki (w. 200 H), Surri as-

Saqathi (w. 253 H), Abu Yazid al-Bistomi (w. 260 H)dan begitu seterusnya

hingga jaman Imam Al-Ghazali yang bernama lengkap Abu Hamid Muhammad

Al-Ghazali (1058-1111) inilah tokoh yang menurut penulis representatif untuk

dirujuk pemikiranya tentang etika. Ia adalah seorang filsuf, teologi, ahli hukum,

dan sufi: dikalangan barat ia dikenal dengan nama Alqazeel. Al-ghazali lahir dan

meninggal di Thus, Persia.

Seperti yang sudah disinggung di atas, bahwa sumber etika dalam sufi

adalah Al-Quran. Setelah itu dalam pembahasan ini akan dipaparkan juga sumber-

sumber seperti kehidupan Nabi, Akhlak, dan perkataan (Sunnah). Setelah itu

kehidupan sahabat dan perkataan mereka.


36

BAB III

BIOGRAFI AHMAD SHOHIBULWAFA TAJUL ARIFIN (ABAH ANOM)

A. Riwayat Hidup Ahmad Shohibulwafa Tajul Arifin (Abah Anom)

Sebutan Abah Anom merupakan panggilan istilah Sunda yang berarti

Ayah Muda, sebutan kehormatan untuk Abah Anom ketika masih muda sudah

menjadi kiyai. Abah Anom dilahirkan pada tanggal 1 Januari 1915 dan meninggal

dunia pada tanggal 5 September 2011. Ketika kecilnya, Abah Anom masuk

Sekolah Dasar Belanda di Ciamis antara tahun 1925-1929, kemudian melanjutkan

Sekolah Menevungah di Ciawi Tasikmalaya (1929-1931). Pada usia 18 tahun,

Abah Anom telah diberi wewenang untuk menjadi wakil talqin1 oleh Mursyid

TQN Abdullah Mubarok. Ia kemudian mempelajari Agama Islam secara

mendalam di beberapa pesantren besar, seperti di Cicariang Cianjur, Pesantren

Jambudipa dan Gentur di Cianjur.

Kemudian di Pesantren Cirenggas Cimalati Sukabumi Abah Anom

mendapatkan ilmu Hikmah, bela diri pencak silat dan tarekat dari Kyai Aceng

Mumu. Ia juga berlatih spiritual (riyadhoh) langsung dibawah bimbingan

ayahnya. Ia juga mencari ilmu di Bangkalan Madura bersama kakaknya H.A.

1
Wakil Talqin adalah orang yang dipercaya oleh Mursyid untuk mengajarkan dzikir
kepadamasyarakat yang mau ditalqin (baiat), karena keterbatasan ruang dan waktu, Mursyid TQN
Suryalaya mengangkat beberapa wakil talqinnya untuk membaiat masyarakat di setiap penjuru
daerah. Talqin sendiri secara harfiah berarti pembelajaran, di dalam TQN Suryalaya Talqin adalah
proses pembelajaran dzikir dengan media rukhiah untuk menanamkan bibit dzikir ke dalam qolbu
manusia, agar qolbunya terus aktif bisa terhubung terus kepada Allah. Lihat Wahfiudin Sakam,
modul Kursus Tashawuf: Membangun Qalbu Insani, diselenggarakan di Masjid Al-Hijrah, Tempe-
New South Wales Australia, tanggal 19 Juni 2011. Lihat juga Sri Mulyati, Peran Edukasi, h. 112.

36
37

Dahlan dan KH. Fakih.2 Abah Anom menikah dengan Euis Ru’yanah pada tahun

1938 pada usia 23 tahun. Di tahun yang sama ia pergi ke Makkah ditemani oleh

keponakannya Simri Hasanudin dan menetap selama 7 bulan untuk belajar

tasawuf dan tarekat kepada seorang wakil talqin Abah Sepuh yang bernama

syaikh Romli Garut yang sedang mukim di Jabal Qubaish dekat kota Makkah.

Setahun kemudian pada 1939, Abah Anom kembali ke Suryalaya dan langsung

membantu Abah Sepuh untuk mengembangkan Pondok Pesantren Suryalaya. Dari

perkawinannya dengan Ibu Euis Ru’yanah (meninggal tahun 1978) Abah Anom

dikaruniai 13 putra-putri. Yaitu Dudun Nursaidudin, Aos Husni Falah, Nonong,

Didin Hidir Arifin, Noneng Hesyati, Endang Ja’far Shidik, Otin Khodijah,

Kankan Zulkarnaen, Memet Ruhimat, Ati Unsuryati, Ane Utia Rohyani, Baban

Ahmad Jihad, dan Nia Iryanti. Dari istri keduanya Yoyoh Yosfiah (dinikahi tahun

1978) dikaruniai seorang putra bernama Ahmad Masykur Firdaus.3

Pada tahun 1945-1949 Abah Anom juga aktif/ikut andil dalam membantu

perang kemerdekaan. Ketika tahun 1953 Indonesia sedang masa orde lama, Abah

Anom secara resmi ditetapkan sebagai pimpinan Pondok Pesantren Suryalaya

sekaligus wakil talqin dari Abah Sepuh. Sepanjang periode 1953-1962, Abah

Anom aktif dalam membantu Dewan Angkatan Perang Indonesia berperang

melawan pemberontakan Kartosuwiryo. Selama tahun 1953-1995 aktif membantu

pemerintah dalam program-programnya, seperti bidang pertanian, lingkungan

hidup, pendidikan, ekonomi, sosial, kesehatan, dan politik.

2
Unang Sunardjo, Menelusuri PerjalananPondok Pesantren Suryalaya (Suryalaya:
Yayasan Serba Bakti, 1995) h. 47-48.
3
Unang Sunardjo, Menelusuri Perjalanan Pondok Pesantren Suryalaya, hal. 48.
38

Selain itu, Abah Anom juga mendapatkan penghargaan yang telah di

dapatkan dari kerja keras dan antusiasme, beritkut daftar penghargaan/tanda jasa

yang didapatkan oleh Abah Anom :

1. Keamanan, 1956 oleh T & T III Siliwangi RES WF. 11.

2. Pertanian padi, 1958 oleh JAPERITA JAWA BARAT.

3. Keamanan, 1962 oleh KODAM VI/SILIWANGI BATALYON 309 11 April.

4. Produksi Pangan, 1963 oleh PN. Petani Jawa Barat.

5. Bimbingan Masyarakat, 1964 oleh GUB. KEPDA TK. I Jawa Barat.

6. Pembinaan mental, 1965 oleh GUB. KEPDA TK. I Jawa Barat.

7. Kesehatan Kebersihan, 1955 oleh PAN. HUT. RI. KE-X Kab. Tasikmalaya.

8. Rehabilitasi Daerah, 1966 oleh GUB. KEPDA TK. I Jawa Barat.

9. Pendidikan Agama, 1978 oleh IKIP Bandung.

10. Partisipasi Masyarakat, 1978 oleh PANGDAM VI SILIWANGI.

11. Kalpataru, 1981 oleh PRESIDEN RI.

12. Pembina/Rehabilitasi Narkotika, 1983 oleh GUBERNUR JAWA BARAT.

Maka dari itu, atas kiprah Abah Anom bahkan sering mendapatkan pujian

dan penghargaan dari pemerintah Negara seperti Satya Lencana Bakti Sosial

(penghargaan untuk pengabdian sosial), Kalpataru (penghargaan untuk pegiat

lingkungan).Kontribusi yang sangat populer dari Abah Anom adalah

pembentukan Inabah sebagai pusat rehabilitasi mental para pecandu Narkoba.

Sampai saat ini, Inabah bentukan Abah Anom sudah mencapai 21 pondok Inabah

yang tersebar di pulau Jawa, Kalimantan, Sumatra, dan di luar negri seperti di
39

Singapura dan Malaysia. Peran ini sangat bermanfaat untuk generasi bangsa dan

bekerjasama dengan Badan Narkotika Nasional (BNN).4

Abah Anom sebagai kiyai atau tokoh yang mempunyai posisi strategis dan

sentral dalam masyarakat dan sebagai diri terdidik.Dengan kedudukannya

tersebut, maka beliau bisa memberikan pengetahuan agama Islam kepada

masyarakat pesantren sebagai lembaga pendidikan tradisional yang merupakan

sarana untuk mentransfer pengetahuan kepada masyarakat sebagai pemimpin

informal.Dan beliau diyakini mempunyai otoritas yang sangat besar dan

kharismatik di lingkungan sekitar dan para ikhwan/murid-muridnya.

Kontribusi Abah Anom dalam bidang pendidikan cukup banyak sekali

yang dirasakan manfaatnya oleh masyarakat sekitar. Sejak berdiri tahun 1905

sampai sekarang (100 tahun lebih) Pondok Pesantren Suryalaya sudah memiliki

lembaga pendidikan yang lengkap, mulai TK, SMP Islam, MTs, SMA, SMK,

MA, dan perguruan tinggi Institut Agama Islam Latifah Mubarokiyah (IAILM)

juga Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Latifah Mubarokiyah. Dalam bidang

ekonomi, Abah Anom mendirikan koperasi HIDMAT (Hidup Masa Tarekat),

pasar rakyat rutin manakib setiap bulan pada tanggal 11 Hijriyah.Dalam bidang

kesehatan, Abah Anom mendirikan Inabah sebagai pusat rehabilitasi pecandu

narkoba yang sudah diakui secara internasional oleh International Federation of

4
Dengan menggunakan metode inabah ini, dihasilkan kesembuhan para santri bina
dengan capaian 80%-92%, bahkan memiliki relevansi yang positif dengan penurunan gejala-gejala
keluhan fisik maupun gejala somatisasi lainnya.Dengan metode ini juga, Abah Anom selaku
penemu pertama mendapatkan penghargaan dari United Nations (PBB) atas perannya
menyembuhkan pecandu narkoba.Lihat Agus Samsul Bassar, “Implementasi Nilai-nilai Sufistik
dalam Kurikulum Institut Agama Islam Latifah Mubarokiyah” dalam Jurnal Ilmiah Tasawuf dan
Kebudayaan Islam, edisi 1(tahun 2009).hal. 105. Sebagai pembanding, lihat juga Sri Mulyati,
Peran Edukasi. h. 214 .
40

Non-Government Organization (IFNGO) PBB, yaitu penghargaan Distinguished

Servis Award. Dalam bidang teknologi informasi, Abah Anom mendirikan stasiun

radio Inayah FM, radio ini juga dijadikannya sebagai media sosialisasi TQN

Suryalaya ke seluruh daerah. Dengan fasilitas audio streaming di internet, siaran

radio ini bisa diakses dari seluruh dunia.5

B. Pendidikan dan Guru


Di Pondok Pesantren Suryalaya, pengajaran Tarekat Qodiriyah

Naqsabandiyyah dikembangkan oleh dua figur, Abah Sepuh dan pengganti yang

notabene adalah putranya, K.H. A. Shohibulwafa Tajul Arifin, yang akrab dan

lebih dikenal dengan nama Abah Anom. Abah Sepuh mengajar murid-muridnya

melalui pidato-pidatonya dalam masjid dan kumpulan informal di rumah-rumah

masyarakat. Oleh karena itu, tidaklah mengejutkan bahwa pengajaran tarekat ini

tidak terdata dengan rapi selama beberapa periode. Hal ini berbeda dengan

putranya, karena Abah Anom telah menuliskan dan mengembangkan pengajaran

secara berangsur-angsur dan dari waktu ke waktu mengumpulkan ke dalam

sebuah kitab.

Abah Anom mengikuti pendidikan umum di Sekolah Dasar Zaman

Belanda (Vevorleg School) di Ciamis (1923-1929), masuk Madrasah Tsanawiyah

di Ciawi Kabupaten Tasikmalaya (1929-1931).6 Pada umur 18 tahun, beliau telah

diberi wewenang Abah Sepuh untuk memberikan talqin.7 Ia kemudian belajar

5
Ajid Thohir, Gerakan Politik Kaum Tarekat: Telaah Historis Gerakan Politik
Antikolonialisme Tarekat Qadiriyah-Naqsyabandiyah di Pulau Jawa (Bandung : PenerbitPustaka
Hidayah, 2002), h. 50-54.
6
Unang Sunardjo, Sejarah pondok Pesantren Suryalaya (Tasikmalaya : Yayasan Serba
Bakti Pondok Pesantren Suryalaya), h. 47.
7
Talqin secara harfiah berarti intruksi.Di sini berarti bahwa Abah Anom mewakilkan
ayahnya dalam membai’at murid-murid baru.
41

Agama Islam di Pesantren yang berbeda-beda di Jawa Barat seperti di Cicariang

(daerah Cianjur), kemudian di Pesantren Gentur dan Jambudipa, kemudian di

Pesantren Cireungas Cimalati (daerah Sukabumi) di mana beliau memperoleh

ilmu hikmah dan tarekat. Beliau juga belajar seni bela diri yang dikenal dengan

pencak silat. Abah Anom juga belatih ritual rohaniah (riyadhah) di bawah

bimbingan ayahnya. Beliau juga sering mengunjungi (ziarah) makam prang-orang

suci (awliya‟) ketika belajar di pesantren Kaliwungu, Kendal (Jawa Tengah).

Kemudian beliau pergi ke Bangkalan di temani oleh kakanya, H.A Dahlan dan

wakil talqin Abah Sepuh, K.H. Faqih untuk daerah Talaga Majalengka.8

Abah Anom nama aslinya H.A. Shohibulwafa Tajul Arifin adalah anak

kelima dari delapan bersaudara. Abah Anom memang disiapkan ayahnya (Abah

Sepuh) untuk meneruskan kepemimpinan di Suryalaya. Setelah dua tahun

bersekolah di SD, beliau meneruskan pendidikan di pesantren orangtuanya. Abah

Anom melanjutkan ke Tsanawiyah (SLTP) di Ciamis selama dua tahun. Dari

tahun 1930 sampai 1931 beliau melanjutkan pendidikannya di Pesantren

Cicariang, tempat beliau belajar Fiqih, Al-Qur‟an dan Hadis Nabi. Setelah itu,

Abah Anom mempelajari Nahwu, Sharaf, dan Balaghah (sastra Arab) di Pesantren

Jambudipa selama satu setengah tahun. Kemudian Abah Anom belajar pada

beberapa guru tarekat, antara lain Kyai Gentur di Cianjur, Kyai Djunaidi di

Pesantren Citengah Panjalu (Ciamis), Ajengan Aceng Mumu yang terkenal karena

ilmu hikmah di pesantren Cireunghas di Sukabumi, dan Syaikh Ramli di Makkah.

8
Sri Mulyati, Peran Edukasi Tarekat Qadiriyyah Naqsabandiyyah dengan Refrensi
Utama Suryalaya (Jakarta: Kencana, 2010), h. 212.
42

Antara tahun 1938 dan 1939, beliau pergi ke Makkah untuk menunaikan

ibadah haji dan tinggal di sana selama tujuh tahun. Selama periode ini Abah

Anom berpartisipasi dalam halaqah (bandongan) di Mesjid al-Haram, tempat

beliau mempelajari tafsir dan hadis. Menurut gambaran Juhaya S. Praja di Jabal

Qubaisy seorang khalifah Abah Sepuh dari Garut, yang bernama Syaikh Ramli,

sering mengadakan diskusi tentang sufisme, terutama buku Sirr al-Asrar dan

Ghaniyyah al-Thalibin karya Syaikh Abdul Qadir al-Jailani (pendiri Tarekat

Qadiriyyah), dan Abah Anom juga ikut serta dalam diskusidiskusi ini.9 Di

Mekkah selama 7 bulan memperdalam ilmu Tasawuf dan Tarekat kepada Syekh

H. Romli asal Garut, wakil abah sepuh yang bermukim di Jabal Gubeys,

Mekkah.10

Di bawah kepemimpinan Abah Anom, Pesantren Suryalaya mengalami

perkembangan yang sangat signifikan, dengan perbaikan kapasitas pendidikan

formal, yang sekarang ini terdiri dari pelbagai jenjang pendidikan, dari taman

kanakkanak sampai pada Pendidikan Tinggi Islam. Sebagai seorang anak Syaikh

karismatik, Abah Anom telah mewarisi karisma ayahnya, Abah Sepuh. Di

samping memelihara dan mengembangkan warisan itu, Abah Anom adalah pakar

dalam tiga cabang keilmuan Islam yang penting: tauhid (teologi Islam), fiqih

(hukum Islam), dan tasawuf (sufisme). Keunggulannya dalam bahasa Arab,

sebuah syarat penting bagi seorang kyai dalam tradisi pesantren, serta dalam

9
M. Solihin, Melacak Pemikiran Tasawuf di Nusantara (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2005), h. 213-214.
10
Unang Sunardjo, Sejarah pondok Pesantren Suryalaya (Tasikmalaya : Yayasan Serba
Bakti Pondok Pesantren Suryalaya), h. 47.
43

bahasa Indonesia dan bahasa Sunda juga mendukung keberhasilannya dalam

memimpin pesantren dan tarekat sufi.11

Abah Anom dipercaya oleh para pengikutnya karena memiliki kharisma

dan kesaktian, seperti banyak cerita dari para pengikutnya yang aneh dan mistikal,

sebagaimana kelaziman adanya tentang kekuatan aneh yang dimiliki oleh para

guru tarekat yang lain. Pada hari tertentu terdapat antrian orang berjajar

memanjang sampai puluhan meter ba’da shalat fardu, sambil membawa air

mineral dalam botol yang terbuka tutupnya. Antrian ini semakin memanjang

setelah shalat subuh pada acara sawelasan, yaitu acara manaqiban yang

diselenggarakan Pesantren Suryalaya satu bulan sekali setiap tanggal sebelas

bulan Hijriyah. Mereka menunggu dengan sabar untuk bisa bertemu dengan Abah

Anom walaupun sekedar bertemu atau mengharapkan sentuhan anggota badan

Abah Anom, terutama tangan yang dipercayai mengandung barakah dan

membawa keberhasilan sesuai dengan maksud dan keinginan mereka masing-

masing.

Secara psikologi, dari kekuatan kharismatik ini memang dapat

mempengaruhi orang, baik secara individual maupun massal, tanpa melibatkan

dimensi-dimensi rasio. Ia lebih didasarkan pada semangat emosi keagamaan yang

tumbuh secara perlahan-lahan akibat terjadinya proses internalisasi nilai-nilai ke

dalam perilaku yang diperankannya, sehingga banyak orang yang datang tanpa

mengenal waktu hanya untuk bertemu dan memperoleh kepuasan psikologis

tersendiri. Akhirnya, karena kondisi dan kesehatan Abah Anom sendiri yang

11
M. Solihin, Melacak Pemikiran Tasawuf di Nusantara (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2005),h. 220-221.
44

semakin uzur, beberapa waktu terakhir ini perjumpaan dengan beliau mulai

dibatasi.

Biasanya para pengunjung yang datang, diterima di ruang tamu. Mereka

duduk bersila di atas lantai berkarpet hijau polos.Begitu duduk, dihidangkan air

minum panas dan makanan kecil khas Priangan. Abah Anom duduk besila di atas

alas setebal 2 cm, lalu setiap orang maju untuk mendekat dan mengemukakan

maksudnya dengan sangat singkat, rata-rata hanya sekitar 15 detik, baik dalam

bahasa Sunda maupun bahasa Indonesia. Setiap orang tidak merasa segan

memohon doa dengan menyebut maksudnya dengan secara terbuka kepada beliau,

dan juga tidak khawatir terdengar orang lain. Tamu demi tamu mendekat kepada

Abah Anom secara terus-menerus. Jika telah merasakan kelelahan, Abah Anom

mengisyaratkan asisten pribadinya agar menghentikan dulu kedatangan para

tamunya kemudian dilanjutkan setelah istirahat beberapa saat.

Perjumpaan dengan beliau (Abah Anom), menurut keyakinan para

pengikut TQN Pondok Pesantren Suryalaya mempunyai keuntungan tiga

hal.Pertama, pertemuan dengan guru dan bertatap muka merupakan kesempatan

langka. Walaupun telah menunggu berjam-jam atau bahkan berhari-hari, kalau

tidak dikehendaki Tuhan, pertemuan itu pun tidak akan pernah terjadi. Pertemuan

ini dipandang sangat penting, mengingat dalam kehidupan para pengikut tarekat,

sosok guru harus selalu hadir dalam dirinya. Setiap kali berzikir, para pengikut

TQN dianjurkan terlebih dahulu melakukan rabithah mursyid, yaitu

membayangkan wajah guru, seraya berusaha menghadirkan roh guru ditempatnya.


45

Kedua, bertemu sekaligus dekat dengan guru mursyid walaupun sesaat,

diyakini akan menghilangkan dosa dan kesalahan yang telah ia perbuat. Melalui

kekuatan kharisma yang dimiliki sang guru, ada semacam kesadaran bertobat

ketika bertemu dan memperoleh nasihat darinya. Sebab, seperti pada umumnya

kesadaran agama, kesadaran para pengikut tarekat ini, terutama ketika berjumpa

dengan seorang figure yang dihormatinya mampu menembus dan tenggelam

dalam suasana damai sesuai dengan harapan-harapannya. Ketiga, dengan bertemu

guru, seorang pengikut dapat mengharapkan barakah12 dan karamah13 dari guru.

Barakah dan karamah selaku dicari karena dipandang sangat membantu dalam

usaha mencapai keberhasilan serta dalam menyelesaikan masalah yang ia hadapi.

Menurut pengkuan hamper semua pengunjung, barakah dan karamah ini telah

dirasakan berkali-kali oleh mereka. Oleh karena itu, setiap ada persoalan yang

menyangkut hajat hidup sehari-hari, mereka selalu datang dan memohon doa dari

Abah. Setelah bertemu dengan Abah dan minta barakah melalui sebotol air yang

disentuhkan ke tubuhnya, secara sugestif mereka yakin akan mendapat barakah.14

Gerakan tarekat pimpinan Abah Anom meliputi daerah yang sangat luas

cakupannya maka diangkatlah wakil-wakil setempat yang disebut “badal”

(pengganti) atau “khalifah”. Abah Anom dari Pesantren Suryalaya ini mempunyai

lebih dari enam ratus khalifah atau badal yang tersebar di berbagai wilayah untuk
12
Barakah ialah kekuatan mistik Syaikh atau guru yang menyebabkan segala sesuatu yang
dimiliki murid terus bertambah berlipat ganda. Melalui barakah dari guru, harta benda akan
bermanfaat dan bertambah setiap waktu. Pangkat dan kedudukan akan naik dan bertahan.
Kesehatan akan semakin prima dan keluarga bertambah tentram dan saling mencintai.
13
Karamah ialah pengetahuan dan amalan luar biasa dari guru yang biasa melintasi
dimensi ruang dan waktu. Oleh karena itu, perkataan guru mempunyai makna yang amat dalam
serta dapat dirasakan pada waktu singkat atau pada waktu yangakan datang. Dengan kata lain,
karamah ialah kekuatan guru yang penuh rahasia dan multidimensi.
14
Dadang Kahmad, Tarekat dalam Islam, Spiritualitas Masyarakat Moder (Bandung:
Pustaka Setia, 2002), h. 106-108.
46

melayani para muridnya dari kota solo di timur sampai Singapura di barat. Silsilah

tarekat yang dikembangkan di Pesantren Suryalaya ini, guru-muridguru-murid dan

seterusnya dari TQN, yang dikutip Imam Suhadi dari buku Sinar Keemasan 2

karangan Prof Dr. Syaikh Jallaluddin (Mursyid ke-35 Thariqah Naqsyabandiyah-

Khalidiyah) adalah sebagai berikut:

1. Nabi Muhammad Saw.

2. Ali Karamallahu Wajhahu r.a.

3. Husein bin Ali r.a.

4. Zainal Abidin r.a.

5. Muhammad Baqir r.a.

6. Imam Ja‟far Ash Siddieq r.a.

7. Imam Musa Al Kazim r.a.

8. Abu Hasan bin Musa r.a.

9. Ma’rufal Kurkhi r.a.

10. Sirri al-Siqti r.a.

11. Abil Qasim Al-Junaid Al Baghdadi r.a.

12. Abu Bakar Al-Syibli r.a.

13. Abdul Wahab Al-Tamimi r.a.

14. Abul Faradi Al Tususi r.a.

15. Abul Hasan Ali bin Yusuf r.a.

16. Abil Said Al-Mubarak r.a.

17. Abdul Qadir Al Jailani r.a.

18. Abdul Aziz r.a.


47

19. Muhammad Al-Hartak r.a.

20. Syamsuddin r.a.

21. Syarafoeddin r.a.

22. Nurdin r.a.

23. Waliyuddin r.a.

24. Hasanuddin r.a.

25. Yahya r.a.

26. Abu Bakar r.a.

27. Abdul Rahim r.a.

28. Usman r.a.

29. Abdul Fattah r.a.

30. Muhammad Murad r.a.

31. Syamsuddin r.a.

32. Achmad khatib Sambas bin Abdul Ghafar r.a.

33. Thalhah bin H. Tolabuddin r.a. (Kalisapu, Terusmi, Cirebon).

34. Abdullah Mubarak bin Nur Muhammad.

35. H. Shohibulwafa Tajul Arifin.

Doktrin Thoreqat Qodiriyyah Wa Naqsabandiyyah yang diajarkan oleh

Pesantren Suryalaya pada dasarnya merupakan ajaran pendirinya, Syaikh Ahmad

Khatib Sambas. Pemimpin-pemimpin Pesantren Suryalaya ini menegaskan bahwa

tarekat sufinya didasarkan atas Al-Quran dan Hadis. Dalam buku Miftah al-

Shudur (Kunci Pembuka Dada), Abah Anom mengutip banyak ayat Al-Qur‟an

dan hadis sebagai dasar tarekat sufi. Mereka mengacu pada materi-materi seperti
48

zikir, talqin (instruksi), bai‟ah (sumpah setia), dan silsilah. Untuk mendukung

ajarannya, beliau juga mengacu kepada pemikiran beberapa sufi kenamaan seperti

Syaikh Abdul Qadir Jailani, Syaikh Baha al-Din al-Naqsyabandi, dan al-Ghazali.

Di mata para pengikut tarekat sufi Indonesia, TQN yang berpusat di

Pesantren Suryalaya, mengklaim tidak bertentangan dengan ajaran-ajaran dasar

Islam, tidak juga merupakan unsur tambahan padanya. Tarekat ini bahkan

mempunyai akar-akar yang sangat mendalam pada doktrin Islam.

C. Karya-karya Abah Anom

Pemikiran dan karya-karya Abah Anom tersebar dalam karya-karyanya

sebagai berikut :

1. Miftahus Shudur (Kunci pembuka dada), kitab ini terdiri dari 2 juz. Isi dari

kitab ini merupakan keterangan asal mulanya “Thareqat Islam” beserta amalnnya

dzikrullah yang berdasarkan : al-Qur’an, Hadits, Ijma’, dan Qiyas, guna membina

Iman manusia, agar teguh dari pada godaan syetan dan bujukan nafsu serta tabah

dan kuat menghadapi segala rintangan untuk menghendaki kemajuan agama,

bangsa, dan negara, dhohir dan bathin.15

2. Uqudul Jumaan, merupakan tuntunan bagi para ikhwan atau akhwat didalam

melaksanakan amalan Tarekat Qodiriyah Naqsyabandiyyah Pondok Pesantren

Suryalaya. Kitab ini berisi dzikir harian, khotaman, wiridan, tawassul dan

silsislah.16

15
Shohibulwafa Tajul Arifin, Miftahus Shudur (Tasikmalaya : PT MUDAWWAMAH
WAROHMAH, 2005), h. 2.
16
Shohibulwafa Tajul Arifin, Kitab Uquudul Jumaan (Tasikmalaya : PT
MUDAWWAMAH WAROHMAH, 2009), h. 1.
49

3. Kitab Akhlaqul Karimah, Akhlaqul Mahmudah berdasarkan mudaawamatu

dzikrillah, yang merupakan pokok sandaran tentang akhlak dalam rangka

penyempurnaan kepribadian dalam hidup dan kehidupan dan dalam rangka

beribadah kepada Allah SWT.17

4. Kitab Ibadah sebagai metode pembinaan korban penyalahgunaan narkotika dan

kenakalan remaja khusus untuk Ikhwan TQN. Disamping sebagai bekal ibadah

kaum muslimin ikhwan TQN, juga mengandung maksud membantu Pemerintah

Republik Indonesia dalam bidang Pembinaan akhlak remaja, terutama mereka

yang menyalahgunakan narkotik dan kenakalan remaja lainnya yang dibina

dipondok remaja Inabah Pondok Pesantren Suryalaya.18

D. Thariqah Qadiriyah Naqshabandiyah (TQN)

Masyarakat awam pada umumnya memahami bahwa Tarekat Qadiriyah

wa Naqsabandiyah merupakan perpaduan dari dua tarekat besar yaitu tarekat

Qadiriyah dan tarekat Naqsabandiyah. Padahal Tarekat Qadiriyah wa

Naqsabandiyah yang terdapat di Indonesia bukanlah hanya merupakan suatu

penggabungan dari dua tarekat yang berbeda yang diamalkan bersama-sama.

Tarekat ini lebih merupakan sebuah tarekat yang baru dan berdiri sendiri, yang

didalamnya unsur-unsur pilihan dari Qadiriyah dan juga Naqsabandiyah telah

dipadukan menjadi sesuatu yang baru.19

17
Shohibulwafa Tajul Arifin, Akhlakul Karimah, Akhlakul Mahmudah (Tasikmalaya :
Yayasan Serba Bakti Pondok Pesantren Suryalaya), h. 2.
18
Shohibulwafa Tajul Arifin, Ibadah (Tasikmalaya : PT MUDAWWAMAH
WAROHMAH, 2005) h. 2.
19
Martin Van Bruinessen, Tarekat Masyarakat Indonesia (Bandung : Mizan, cet. V,
1998),h.89.
50

Perlu diketahui bahwa Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah adalah

perpaduan dari dua buah tarekat besar, yaitu Thariqah Qadiriyah dan Thariqah

Naqsabandiyah. Pendiri tarekat baru ini adalah seorang Sufi Syaikh besar Masjid

Al-Haram di Makkah al-Mukarramah bernama Syaikh Ahmad Khatib Ibn

Abd.Ghaffar al-Sambasi al-Jawi (w.1878 M.). Beliau adalah seorang ulama besar

dari Indonesia yang tinggal sampai akhir hayatnya di Makkah. Syaikh Ahmad

Khatib adalah mursyid Thariqah Qadiriyah, di samping juga mursyid dalam

Thariqah Naqsabandiyah. Tetapi ia hanya menyebutkan silsilah tarekatnya dari

sanad Thariqah Qadiriyah saja. Sampai sekarang belum diketemukan secara pasti

dari sanad mana beliau menerima bai'at Thariqah Naqsabandiyah.

Sebagai seorang guru mursyid yang kamil mukammil Syaikh Ahmad

Khatib sebenarnya memiliki otoritas untuk membuat modifikasi tersendiri bagi

tarekat yang dipimpinnya. Karena dalam tradisi Thariqah Qadiriyah memang ada

kebebasan untuk itu bagi yang telah mempunyai derajat mursyid. Karena pada

masanya telah jelas ada pusat penyebaran Thariqah Naqsabandiyah di kota suci

Makkah maupun di Madinah, maka sangat dimungkinkan ia mendapat bai'at dari

tarekat tersebut. Kemudian menggabungkan inti ajaran kedua tarekat tersebut,

yaitu Thariqah Qadiriyah dan Thariqah Naqsabandiyah dan mengajarkannya

kepada murid-muridnya, khususnya yang berasal dari Indonesia.20

Pada abad modern saat ini, Abah Anom memberikan dampak yang sangat

signifikan terhadap para perkembangan TQN. Hal itu terlihat dari begitu

banyaknya para pengikut di berbagai daerah, kota dan manca Negara. Seperti

20
Website Pondok Pesantren Suryalaya, Sejarah Pondok Pesantren Suryalaya,
(http://www.suryalaya.org/ver2/sejarah.html) di akses pada 26 Mei 2019 jam 05:11.
51

yang diterbitkan oleh media massa bahwa pengikut abah anom di jawa barat saja

lebih dari satu juta orang, di Jakarta sudah mencapai setengah juta, dilain-lain

tempat dengan sendirinya membaca bisa terka sendiri, sehingga ada surat kabar

dan majalah yang membuat ramalan, bahwa pengikut TQN pimpinan abah anom

sudah mencapai sekitar 5 juta orang di Indonesia dan lebih dari 20.000 orang

mencakup Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, Thailan Selatan dan Filipina

Selatan.21 Oleh karena itu TQN tetap survive dalam mengembangkan dan

mempertahankan eksistensinya meski zaman sekarang begitu kental akan budaya

barat (westernisasi).

21
H. Bachtiar Djamily, Latar Belakang Dan Perkembangan Pondok Pesantren Suryalaya
(Bogor Utara Oktober 1987), h. 35.
52

BAB IV

TELAAH PEMIKIRAN AHMAD SHOHIBULWAFA TAJUL ARIFIN

(ABAH ANOM)

Sebagai suatu mazhab dalam tasawuf, Thariqah Qodiriyyah

Naqshabandiyyah memiliki ajaran yang diyakini kebenarannya, terutama dalam

hal-hal kesufian. Beberapa dalam ajaran inti dalam tarekat ini selalu berdasarkan

pada Al-Qur’an, Al-Hadits, dan perkataan para ulama Arifin dari kalangan Salafu

shalihin. Mengenai ajaran Abah Anom yang meliputi Ilmu Amaliah Amal Ilmiah

yakni dengan mengembangkan suatu wasiat dari Abah Sepuh untuk menjadi

pedoman para Ikhwan yang menganut Thariqah Qodiriyyah Naqshabandiyyah,

yaitu tanbih.

A. Tanbih

Kata tanbih ini berasal dari bahasa Arab yaitu dari kata, “Nabbaha-

Yunabbihu-Tanbiihan”. Tsulasi mazid wazna kedua yang sighatnya masdar,

fiilnya muta’adi. Dilakukan oleh seorang dan tembus kepada orang lain. Oleh

karena itu disebut “Pepeling” atau (peringatan). Mengapa ikhwan harus terus

mendengarkan tanbih dengan khusyu dan tawadlu? Karena, tanbih itu merupakan

peringatan dari seorang Guru Mursyid kepada muridnya. Dan pelaksana-

pelaksananya atau pelaku-pelakunya disebut “muntabih”. (KH. Zezen, B.A).1

1
Mamat Rahmat, Tanbih Dari Masa Ke Masa, (Wasiat Pendiri Pondok Pesantren
Suryalaya Tentang Tuntunan Sikap Hidup Yang Harus Dilaksanakan Oleh Seluruh Komponen
Keluarga Besar Pondok Pesantren Suryalaya secara nyata dalam kehidupan sehari-hari), h. i.

52
53

Tanbih ini adalah sebuah nama dari Syeikh H. Abdullah Mubarrak yang

merupakan wasiat berisi nasehat kepada seluruh pengikutnya dalam menjalankan

ibadah kepada Allah SWT dan menciptakan kerukunan hidup sesame manusia.2

Alasan para Ikhwan harus berpegang teguh pada tanbih, karena dengan tanbih

apabila diamalkan bersungguh-sungguh akan membawa dampak yang luar biasa

bagi perubahan tatanan kehidupan. Bagi Ikhwan TQN Pondok Pesantren

Suryalaya, tanbih bukan hanya sekedar bacaan yang diucapkan serta didengarkan

pada saat acara manakiban saja. Namun dijadikan way of life dalam mengarungi

bahtera kehidupan yang penuh dengan onak dan duri. Kalau hal tersebut dijadikan

cermin dalam kehidupan maka terciptalah pribadi-pribadi yang berbudi utama

jasmani sempurna. Insan-insan yang Cageur Bageur. Efeknya, Insyaallah rahmat

dan pertolongan Allah akan segera turun. Pada akhirnya kita berharap kehidupan

ini kembali menjadi barokah. Barokah langitnya, barokah tanahnya, barokah

airnya, barokah udaranya dan seluruh makhluk pada umumnya. Untuk dapat

menggapai barokah ikhwan TQN sudah diajarkan untuk peduli pada orang lain

sekalipun hanya dengan berdoa.

Tanbih mengingatkan diri kita kepada kalimat agung yang terdiri dari 12

huruf, siapa saja yang telah memilikinya akan aman dari godaan syetan dan

berada dalam lindungan Allah SWT. Kalimat 12 huruf yang dimaksud adalah

kalimat Laa ilaha illallah. Dalam tanbih tujuh kali kata Agama dan Negara

disebut, ini mencerminkan betapa pentingnya menjaga keseimbangan antara

Agama dan Negara. Keduanya harus diayomi secara proporsional untuk tujuan

2
Bachtiar Djamily, Latar Belakang dan Perkembangan Pondok Pesantren Suryalaya
(Bogor Utara, Oktober 1987), h. 157.
54

Budi Utama Jasmani Sempurna.Ilmu, mutlak diperlukan untuk mencapai tujuan

tersebut. Karena tanpa ilmu yang memadai manusia sulit beramal sesuai tuntutan

Sunnah. Makanya Pengersa Abah Anom membuat jargon, Ilmu Amaliah Amal

Ilmiah. Dengan didahulukannya kata ilmu berarti menunjukkan betapa ilmu

menjadi sesuatu yang sangat penting. Ilmu harus menjadi dasar amal. Dan amal

harus didasari ilmu, karena amal tanpa ilmu mardudatun laa tuqbalu, ditolak tidak

diterima oleh Allah SWT.

Seluruh isi teks dalam Tanbih selalu dibaca oleh murid-murid (Ikhwan)

TQN Suryalaya dalam setiap ritual acara manakib. Urutan posisinya dibaca

setelah pembacaan ayat suci al-Qur’an. Hal ini menunjukan pentingnya Tanbih ini

bagi setiap ikhwan. Bahkan, menurut H.S. Nasution dalam bukunya Samudera

Tanbih (1997), bahwa kedudukan Tanbih dalam Ajaran TQN Suryalaya

mempunyai tujuh fungsi utama, yaitu: Pertama, Tanbih sebagai wasiat yang

disampaikan oleh Seorang Guru Mursyid kepada setiap ikhwan TQN Suryalaya

untuk diamalkan dengan totalitas dan sistemik, guna mencapai keselamatan dunia

akhirat. Kedua, Tanbih adalah amanat berupa tanggung jawab manusia selaku

khalifah (pengganti) Allah, manusia selaku anak Adam tugasnya adalah

memelihara dan mengurus setiap jengkal bumi dengan baik dan bermanfaat.

Ketiga, Tanbih sebagai peringatan supaya manusia selalu taat melaksanakan

perintah agama dan negara. Keempat, Tanbih sebagai pedoman bagi setiap ikhwan

TQN Suryalaya dalam setiap perilakunya sehari-hari. Kelima, Tanbih sebagai

tuntunan untuk selalu mengamalkan ajaran inti TQN Suryalaya, yaitu dzikir zahar

dan dzikir khofi. Keenam, Tanbih sebagai bimbingan hubungan baik antara
55

sesama manusia dan alam semesta. Dan ketujuh, Tanbih sebagai nasihat berupa

nilai-nilai kasih sayang dari seorang Guru Mursyid kepada semua muridnya.

Nasihat yang akan dilakukan bersama-sama untuk kepentingan bersama pula.3

Tanbih ini mengandung ajaran moral, menyangkut berbagai kehidupan

pribadi, keluarga, masyarakat, dan negara secara lebih luas. Pandangan TQN

menyangkut hubungan dengan negara, misalnya dapat dilihat dalam uraian tanbih

sebagai berikut:

“Semoga ada dalam kebahagiaan, dikaruniai Allah Subhanahu Wa Ta’ala

kebahagiaan yang kekal dan abadi dan semoga tak akan timbul keretakan dalam

lingkungan kita sekalian. Pun pula semoga pimpinan Negara bertambah

kemuliaan dan keagungannya supaya dapat melindungi dan membimbing seluruh

rakyat dalam keadaan aman, adil dan makmur zhohir maupun bathin. Pun kami

tempat bertanya tentang Thoriqot Qodoriyyah Nqasyabandiyah, menghaturkan

dengan tulus ikhlas, wasiat kepada segenap murid-murid; berhati-hatilah dalam

segala hal, jangan sampai berbuat sesuatu yang bertentangan dengan peraturan

agama maupun negara. Taatilah kedua-duanya tadi sepantasnya, demikianlah

sikap manusia yang tetap dalam ke Imanan, tegasnya dapat mewujudkan kerelaan

terhadap Hadlirat Ilahi Robbi yang membuktikan perintah Agama dan Negara.

Insyafilah wahai murid-murid sekalian, janganlah terpaut oleh bujukan nafsu,

terpengaruh oleh godaan syaitan, waspadalah akan jalan penyelewengan terhadap

3
H. A. S. Nasution, Samudera Tanbih (Tasikmalaya: Yayasan Serba Bakti PP. Suryalaya,
1997), h. 29-43.
56

perintah Agama maupun Negara, agar dapat meneliti diri, kalau-kalau tertarik

oleh bisikan Iblis yang selalu menyelinap dalam hati sanubari kita semua”4.

Tanbih Mursyid TQN Suryalaya memberikan penegasan dan pemahaman

melalui pendidikan etika sufistiknya kepada seluruh Ikhwan TQN tentang upaya

untuk melakukan hubungan yang ideal antara sesama manusia dengan sebaik

mungkin, yaitu dengan menganjurkan ikhwan untuk dapat mempertunjukkan nilai

kebaikan secara sosial yang diperoleh melalui kesucian hatinya yang bermuara

pada keempat unsur setatus individu di dalam bermasyarakat sebagaimana

berikut;

Pertama, Ihwan harus menunjukkan rasa hormat terhadap yang lebih

tinggi tingkatannya, baik secara zhohir maupun bathin. Hal ini harus di

laksanakan agar dalam kehidupan bisa terbentuk keselarasan dan kerukunan,

hendaklah saling harga-menghargai agar menumbulkan rasa kenyamanan dalam

kehidupan.

Kedua, jangan terlibat pertengkaran bagi setiap ikhwan yang mempunyai

status/nasib/kedudukan yang sama dalam segala hal, sebaliknya mereka perlu

memelihara suatu sikap sederhana, bekerja bersama untuk kepentingan TQN,

Negara dan Agama. Dan pula tidak mempromosikan pertengkaran dan

perselisihan (menghasud dan atau menebar kebencian kepada sesama).

Ketiga, janganlah menghina atau melakukan sesuatu yang tidak baik,

janganlah bertindak angkuh terhadap golongan yang lebih rendah dari

kita.Melainkan, orang harus simpatik agar supaya mereka merasakan bahagia,

4
Bachtiar Djamily, Latar Belakang dan Perkembangan Pondok Pesantren Suryalaya
(Bogor Utara, Oktober 1987), h. 193.
57

tidak merasa ditakut-takuti dan janganlah menyakiti perasaan mereka. Sebaliknya

mereka harus dipandu dengan nasihat yang lembut akan membuat mereka sadar

bahwa mereka perlu berjalan di atas jalan yang benar.

Keempat, terhadap mereka yang lemah miskin (fakir miskin), para Ikhwan

harus bersikap lembut, baik hati, dermawan, penyabar, dan murah senyum yang

merupakan perwujudan dari kesadaran hati para ikhwan akan nasib mereka.

Bayangkanlah kalau ada diposisi mereka. Oleh karena itu, janganlah untuk tidak

punya rasa peduli. Wujudkanlah rasa dari mereka kebahagiaan karena berada

disamping para ikhwan.Perlu disadari bahwa mereka bersetatus lemah atau miskin

bukanlah atas kehendak mereka sendiri, melainkan adalah Qadrat Allah SWT.5

Demikian seharusnya sikap manusia yang penuh dengan kesadaran meskipun

kepada orang asing, karena mereka itu masih keturunan Nabi Adam as, mengingat

surat al-Isra ayat 70 yg Artinya:

Dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkat

mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan

Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan

makhluk yang telah Kami ciptakan.

Selanjutnya disebutkan bahwa kesimpulan dari ayat ini ialah bahwa kita

sekalian seharusnya saling menghargai, janganlah timbul kekecewaan, mengingat

surat al-Maidah yang artinya “Hendaklah tolong menolong dengan sesama dalam

melaksanakan kebajikan dan ketakwaan dengan sungguhsungguh terhadap agama

5
Bachtiar Djamily, Latar Belakang dan Perkembangan Ponpes Suryalaya (Bogor Utara,
Oktober 1987), h. 193-194.
58

dan negara, sebaliknya jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan

permusuhan terhadap perintah agama dan negara”.

Keempat materi tanbih di atas menjelaskan kepada kita bagaimana konsep

ideal interaksi sosial antara kita dengan orang yang lebih tinggi dari kita, dengan

sesama (yang sederajat dalam segala-galanya), dengan orang yang ada di bawah

kita, dan dengan fakir miskin. Tanbih melukiskan bahwa kedamaian lahir dan

batin akan terwujud manakala masing-masing individu berpegang teguh terhadap

etika sosial yang telah digariskan dalam ajaran Islam. Nabi Muhammad SAW

bersabda: “bukanlah dari golonganku orang yang tidak kasih kepada orang yang

ada di bawahnya, dan tidak menaruh hormat kepada orang yang ada

diatasnya”.32

Menyangkut hubungan dengan non-muslim, lebih jelas lagi tanbih

menguraikannya sebagai berikut: Adapun soal keagamaan, itu terserah agamanya

masing-masing, mengingat surat al-Kaafirun ayat 6 yang Artinya:

Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.

Maksudnya jangan terjadi perselisihan, wajiblah kita hidup rukun dan

damai, saling menghargai, tetapijanganlah ikut campur. Tanbih menjelaskan

tentang pentingnya sikap toleransi beragama dalam kehidupan yang pluralistik,

sejauh tidak melanggar etika teologis, jangan sampai terjadi, karena alasan

toleransi, keyakinan dikorbankan. Oleh karena itu dalam urusan agama janganlah

kita ikut-ikutan, tetapi dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, ekonomi, budaya

maupun politik kit berpadu secara damai dan toleran.


59

Cobalah renungkan pepatah luhur kita: “Hendaklah kita bersikap

budiman, tertib dan damai. Andaikan tidak demikian pasti sesal dahulu

pendapatan, sesal kemudian tak berguna. karena yang menyebabkan penderitaan

diri pribadi itu adalah akibat dari perbuatan diri kita sendiri”.

Uraian tanbih di atas, disamping mengandung ajaran moral dan akhlak,

juga mengandung ajaran teologi. Ketika seseorang dituntut untuk bersikap dan

berperilaku terhadap fakir miskin, ia harus bersikap “jabbariyah”. Akan tetapi,

ketika melihat kenyataan kehancuran sekelompok manusia yang tidak bersyukur,

ada tuntutan untuk bersikap “qadariyah”, karena kehancuran dan kehinaan

manusia justru karena ulahnya sendiri, bukan kehendak Allah SWT.

Bagian akhir tanbih menyatakan: oleh karena demikian, hendaklah

segenap murid-murid bertindak teliti dalam segala jalan yang ditempuh, guna

kebaikan dzahir batin, dunia maupun akhirat, supaya hati tenteram, jasad nyaman,

jangan sekali-kali timbul persengketaan, tidak lain tujuannya; budi utama, jasmani

sempurna (cageur bageur). Tidak lain amalan kita Tarekat Qadiriyyah

Naqsyabandiyah amalkan sebaik-baiknya guna mencapai segala kebajikan,

menjauhi segala kejahatan dzahir batin yang bertalian dengan jasmani maupun

rohani, yang selalu diselimuti bujukan nafsu digoda oleh perdaya setan.

Kebahagiaan lahir batin bagi manusia beriman, khususnya para ikhwan TQN

Pondok Pesantren Suryalaya adalah dalam memperoleh buah pengamalan ajaran

TQN itu sendiri secara sungguh-sungguh, yaitu taqarrub ilallah dan mardatillah.

HM. Subandi, pakar psikologi dari Universitas Gajah Mada, telah

melakukan penelitian tentang dampak kejiwaan yang timbul dari pengamalan


60

TQN Pondok Pesantre Suryalaya.6 Subandi menyimpulkan ada tujuh karakter

yang muncul dari seseorang yang telah mengamalkan TQN secara intensif.

Ketujuh karakter dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Kemampuan memecahkan masalah, dari mulai masalah pribadi, keluarga,

karir, politik, ekonomi, dan lain-lain. Masalah-masalah yang kompleks

yang tidak terpecahkan bisa membawa dampak pada gangguan-gangguan

kejiwaan seperti stres, insomnia, kesedihan yang berlarut-larut (depresi),

putus asa, frustasi, ingin bunuh diri atau bahkan sudah menjurus ke arah

gangguan jiwa (schizophrenia). Juga berbagai masalah penyakit fisik

seperti penyakit jantung, stroke, dan migrane.

Ketika datang ke Suryalaya dengan membawa berbagai masalah, pada

umumnya mereka merasa sedih sekali, tetapi setelah talqin lalu mencoba

menjalankan amalan TQN, mereka senang dan bersyukur karena dengan

wasilah problem yang berat itulah mereka dapat menemukan jalan untuk

kembali kepada Allah SWT.

2. Ketahanan emosional yang tinggi, meskipun mengalami berbagai situasi

yang menyedihkan atau mengecewakan ia tidak mengalami gangguan

mental karenanya. Dilihat dari sudut pandang psikologi, ia memiliki

kemampuan yang tinggi dalam proses “kataris”, yaitu pelepasan beban

emosional. Pada umumnya orang yang sedang menghadapi persoalan yang

sangat berat, atau menghadapi situasi yang menyedihkan, mengecewakan,

menjengkelkan atau seringkali tidak bisa atau tidak mau

6
Subandi M.A, A Demographic profil of Tharekat Qodiriyyah Naqsabandiyyah,
Pesantren suryalaya, (UGM, rima 2001) h. 33
61

mengungkapkannya kepada orang lain. Mereka lebih senang memendam

dalam hatinya sendiri atau berusaha melupakannya. Namun justru dengan

menekan segalam macam persoalan, emosi pikiran-pikiran yang

mengganggu ke bawah sadarnya akan menimbulkan berbagai macam

gangguan psikologis seperti depresi, kecemasan, atau berbagai bentuk

penyakit fisik, seperti liver, jantung, dan darah tinggi.

Di dalam pengalaman anggota TQN, unsur katarsis ini banyak ditemui,

baik ketika seseorang mendapat pelajaran talqin, maupun ketika

melaksanakan dzikir itu sendiri. Pada waktu menerima talqin, terutama

ketika dibimbing belajar dzikir khafi seringkali orang merasa terbuka pintu

hatinya, sehingga segala sesuatu yang selama ini dipendam sendiri, seakan

akan memperoleh jalan keluar, kemudian mereka mengungkapkan dan

mencurahkan langsung kepada Allah. Ungkapan itu biasanya tidak

berbentuk kata-kata, melainkan dalam ekspresi tangis. Setelah

mengungkapkan ekspresi itu mereka merasa lega.

3. Ketenangan batin, tidak meras cemas atau was-was dalam menghadapi

situasi yang menentu. Masyarakat modern ditandai dengan munculnya

berbagai kondisi yang mencemaskan, para pakar menyebut zaman modern

ini “zaman kecemasan”. Dalam kondisi semacam ini, para pengamal TQN

tetap tenang. Hal ini sesuai dengan kandungan makna surat ar-Ra‟d ayat

28 yang Artinya:
62

(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram

dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah

hati menjadi tenteram.

4. Pengendalian diri yang baik (kontrol diri), tidak terbawa arus kemanapun

pergi. Jika seseorang khususnya remaja, tidak memiliki kontrol diri yang

baik, ia akan dikuasai oleh dorongan-dorongan dan nafsu-nafsu yang

selalu bergejolak seperti nafsu, agresif, dan seksual, akibatnya timbullah

bermacam-macam kenakalan remaja seperti perkelahian, perzinaan. Kalau

kontrol diri tidak berkembang dengan baik, maka akan menghambat

proses pendewasaan seseorang. Karena salah satu indikasi kedewasaan

adalah sejauhmana kemampuannya mengontrol diri sendiri. Semakin

dewasa seharusnya semakin pandai mengendalikan dirinya (kontrol diri).

5. Pemahaman terhadap dirinya sendiri secara baik. Ia memahami “siapa

aku” sebagai makhluk Allah, tidak rendah diri, tidak penakut, tidak berani

tanpa perhitungan.

6. Menemukan jati dirinya, atau dalam istilah psikologi “individuasi”.

Karena mampu menemukan dirinya maka ia pun mampu menemukan

tuhannya. “man arofa nafsahuu faqod arofa robbahuu”.

7. Memiliki “kesadaran lain” yaitu kesadaran “supernormal” (bukan para

normal), yang pada umumnya dimiliki oleh orang yang berwawasan

spiritual atau memiliki tingkat kerohanian yang tinggi.


63

B. Praktek Etika Sufistik Abah Anom

Mengenai praktek etika sufistik Abah Anom di Tarekat Qadiriyah wa

Naqsabandiyah setidaknya ada empat, yakni : Wirid, Khataman, Manaqiban, dan

Talqin. Berikut ini adalah penjelasan dari keempat ajaran tersebut:

1. Zikir (Dzikrullah)

Zikir atau Dzikrullah yang dilakukan setelah sholat wajib lima waktu oleh

anggota Tarekat Qadiriyyah-Naqshabandiyyah. Sebuah kata yang diperoleh dari

istilah bahasa Arab wird (litany), wiridan dapat dilakuakn secara individu atau

secara berjamaah. Setelah shalat wajib, seseorang memulainya dengan membaca

al-Fatikhah untuk nabi, keluarga dan para sahabat. Langkah berikutnya membaca

istigfar tiga kali, dan doa ilahi anta maqsudi wa ridhaka mathlubi a’thini

mahabbataka wa ma’rifatak. Ini diikuti dengan bacaan la ilaha illa Allah tiga kali.

Bacaan ini diulangi 165 kali dan diselesaikan dengan mengatakan sayyidina

Muhammad Rosul Allah SAW. Kemudian membaca shalawat munjiyat, dan surat

al-Fath ayat kesepuluh. Kemudian orang boleh menambahkan doanya sendiri,

yang diikuti oleh al-Fatikhah. Berikutnya bacaan surat al-Fatikhah untuk Syeikh

Abd Qadir al-Jailani, Syaikh Junaid al-Baghdadi, Syeikh Ahmad Khatib Sambas,

Syeikh Abd Karim al-Banten, Syeikh Tolhah Cirebon, Syeikh Abdullah Mubarak

dan untuk guru yang sekarang. Kemudain surat al-Fatikhah harus dibaca untuk

arwah dari semua orang tua dan semua pengikut muslim, laki-laki dan perempuan

yang hidup atau mati, diikuti oleh istighfar (yang diulangi tiga kali), kemudian

shalawat kepada nabi Muhammad SAW. Dan Nabi Ibrahim as. Dan doa ilahi anta

maqhsudi wa ridhaka mathlubi a’thini mahabbataka wa ma’rifatak. Selama ini,


64

orang berkonsentrasi hanya kepada Tuhan (tawajjuh) dengan bibir dan mata yang

tertutup, dengan tidak bergeraknya lidah, menahan nafas, kepala menunduk,

sedangkan hati melanjutkan untuk melaksanakan dzikir khafi sebanyak mungkin.7

Amaliah dzikir berupa kalimah thoyibah bagi ikhwan Tharekat Qodiriyyah

Wa Naqsabandiyyah Pondok Pesantren Suryalaya merupakan amalan harian yang

dilaksanakan setiap ba’da shalat fardhu maupun shalat sunat dengan ketentuan

sebagi berikut :

a. Bilangan dzikir kalimah thoyibah bagi ikhwan Tarekat Qodiriyyah Wa

Naqsabandiyyah Pondok Pesantren Suryalaya setiap kali melaksanakan

tidak boleh lebih dari 165 kali, lebih banyak bahkan lebih baik dengan

ketentuan diakhiri dengan hitungan yang ganjil.

b. Bagi orang yang memiliki kesibukan atau sedang dalam perjalanan, maka

boleh dzikir dengan bilangan 3 kali saja. Tetapi bisa diganti dengan lain

waktu ketika sudah mempunyai waktu yang senggang. Sebaiknya pada

waktu malam hari sebelum tidur atau setelah melaksanakan shalat malam.

c. Pelaksanaan amaliah dzikir sebaiknya dilaksanakan secara berjamaah

dengan suara yang keras sehingga diharapkan dapat menghancurkan

kerasnya hati yang diliputi oleh sifat-sifat yang buruk dan digantikan

dengan sifat-sifat yang baik sehingga meninggalkan bekas dan membentuk

kebaikan dari perilaku pengamalnya, yaitu pribadi pengamal zikir yang

berakhlak mulia dan berbudi luhur sebagai sari buahnya dzikir.8

7
Sri Mulyati, Tasawuf Nusantara: Rangkaian Mutiara Sufi Terkemuka (Jakarta: Kencana,
2006), h. 239-240.
8
K.H Ahmad Shohibulwafa Tajul Arifin, Uqudul Jumaan (Suryalaya, Januari 2014), h. 1.
65

Thoreqat KH. Ahmad Shahbulwafa Tajul Arifin adalah Thoreqat dzikir

saja dan bukan Thoreqat lain. Dengan dzikir itulah ikhwan akan tercapai

kemenangan, tercapai permohonan, tercapai segala apa yang dikehendaki. Dzikir

itu terdiri dari asma Allah dan akan kembali kepada Allah dan tetap bersama

dengan Allah dari segala sesuatu yang dihadapi. Apabila ada kemauan tentang

urusan yang lain, yang sekiranya akan membawa lupa terhadap Allah SWT, maka

hal itu harus meninggalkan dan cepat kembali berdzikir, karna dalam dzikir

terdapat asma Allah yang menjulang sampai ke langit.

Dalam Thoreqat sufi, dalam berdzikir itu sudah ditentukan bilangan-

bilangannya. Termasuk dzikir jamaah yang ditentukan waktu-waktu saat

pelaksanaannya dan diyakini bahwa dzikir berjamaah itu lebih kuat berbekas.

Dalam dzikir jamaah, setiap orang yang berdzikir, dzikirnya itu kembali untuk

dirinya, bahkan orang yang mendengarkan dzikirnya itupun akan mendapatkan

pahala. Allah telah memerintahkan hambaNya untuk saling tolong menolong atas

kebajikan dan taqwa. Maksudnya adalah dengan kita berdzikir dan didengarkan

orang lain itu akan menolong orang lain untuk jauh dari perbuatan maksiat.9

2. Khataman

Khataman dilakukan seminggu sekali secara bersama-sama atau secara

individu. Di Pesantren Suryalaya, itu dilakukan secara bersama-sama setiap hari

Senin dan Kamis malam, dan berlangsung setelah selesai shalat Maghrib sampai

waktu Isya’. Ini juga dilakukan setelah shalat Jum’at pada hari Jum’at. Yang ideal

adalah melaksanakan khataman secara penuh, bagaimanapun, secara normal

9
K.H Ahmad Shohibulwafa Tajul Arifin, Mistahus Shudur/Kunci Pembuka Hati
(Suryalaya, 2 September 1975), h. 9-10
66

memerlukan banyak waktu dan bahwa pada umumnya dibaca menurut rumusan

tetapi dengan dipendekkan frekuensinya, unsur-unsur tertentu hanya dibaca

beberapa kali saja sebagai ganti ratusan kali.10

Amalan mingguan bagi ikhwan Tarekat Qodiriyyah Wa Naqsabandiyyah

Pondok Pesantren Suryalaya tatacaranya sudah diatur oleh Syaikh Mursyid KH.

Ahmad Shohibulwafa Tajul Arifin yang dihinpun dalam kitab Uquudul Jumaan,

yaitu amalan khotaman merupakan perpaduan antara dzikir, shalawat, doa-doa

dan bacaan yang biasa diamalkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya.

Pelaksanaan bisa dilakukan dengan cara berjamaah atau bisa dilakukan

dengan cara sendiri. Bisa dilakukan di masjid atau dirumah masing-masing

pengamal, dengan Khataman ini, Insya Allah akanmembuat pengamalnya

memiliki dimensi mental serta spiritual yang sangat kuat. Seiring dengan

kebutuhan yang berkaitan dengan urusan dunia dan akhirat, dan juga sebagai

upaya untuk kejayaan agama dan Negara maka intensitas pelaksanaan khotaman

lebih ditingkatkan supaya lebih baik lagi.Amalan ini bisa dilaksanakan dalam

seminggu sekali, seminggu 2 kali atau juga setiap hari pada waktu diantara shalat

Maghrib dan Isya maupun pada waktu lainnya.

3. Manaqiban

Ritual lain yang sangat penting disebut manaqiban.Di Pesantren Suryalaya

manaqiban dilakukan setiap tanggal 11 dari bulan Hijriyah.Sehingga disebut juga

sebelasan.Manaqiban berisi ritual menceritakan kisah hidup nabi Muhammad

atau Syaikh Abd al-Qadir al-Jailani, menitik beratkan pada aspek kebaikan dan

10
Sri Mulyati, Tasawuf Nusantara: Rangkaain Mutiara Sufi Terkemuka, (Jakarta:
Kencana, 2006), h. 241-242.
67

keajaiban hidupnya. Dalam upacara manaqiban, tanbih (peringatan) dan tawassul

(berperantara kepada Nabi Muhammad) dari Syeikh Abdullah Mubarak juga

dibacakan, tidak pernah terlewatkan dalam ritual tarekat Qadiriyyah

Naqshabandiyyah dalam bentuk nyanyian. Upacara biasanya dilengkapi dengan

ceramah atau diskusi tentang beberapa aspek dari pendidikan Islam.

Manaqib adalah bentuk kegiatan khidmat amaliah dan ilmiah jamaah TQN

Pesantren Suryalaya. Manaqib berasal dari bahasa Arab, dari lafadz “manqobah”

yang berarti kisah tentang keshalehan dan keutamaan ilmu dan amal seseorang.

Manaqib merupakan pengamalan dan pengejawantahan dari TQN yang

pelaksanaannya dilakukan sekali dalam sebulan, sesuai dengan jadwal yang telah

ditentukan. Manaqib memiliki susunan kegiatan sebagai berikut:

a. Pembukaan

b. Pembacaan ayat suci Al-Qur’an

c. Pembacaan Tanbih

d. Tawasul

e. Pembacaan Manaqib Syaikh Abdul Qadir Al Jaelani

f. Dakwah/ Tabliqul Islam oleh Mubaligh Pondok Pesantren Suryalaya

g. Pembacaan Sholawat Bani Hasyim sebanyak 3 (tiga) kali.

Keseluruhan aktivitas ini harus diikuti oleh Jemaah yang hadir pada

kegiatan manaqib. Prosesi inti dari manaqib dimulai saat pembacaan ayat suci Al

Qur’an, kemudian dilanjutkan dengan pembacaan tanbih oleh sesepuh pesantren.

Tanbih adalah wasiat dari pendiri Pesantren Suryalaya, Syekh Abdullah Mubarok

bin Nur Muhammad. Tanbih berisi pedoman dan tuntunan sikap hidup yang harus
68

dilaksanakan oleh seluruh keluarga besar jamaah Pesantren Suryalaya.Rahmat

(2005: 5) menjelaskan bahwa tanbih merupakan suatu gambaran tentang nilai

yang tiada terhingga tingginya, mahalnya serta pentingnya jika dibandingkan

dengan harta benda.

Aktivitas inti berikutnya adalah tawasul dan pembacaan manaqib Syaikh

Abdul Qadir Al Jaelani. Pembacaan manaqib ini berisi tentang cerita berbagai

keunggulan dan karomah dari Syaikh Abdul Qadir Al Jaelani yang ditulis dalam

bentuk prosa dan syair. Setelah pembacaan manaqib, aktivitas dilanjutkan dengan

dakwah/ tabliqul Islam. Kegiatan ini merupakan bentuk khidmat ilmiah dari

prosesi manaqib, karena isinya merupakan penyampaian hasil perkembangan dan

kemajuan ilmu pengetahuan dalam dunia Islam. Kegiatan manaqib ditutup dengan

pembacaan sholawat dan doa oleh seluruh jamaah.

Manaqib telah menjadi budaya para jamaah TQN di Pesantren Suryalaya.

Manaqib dapat menciptakan dan mewujudkan kondisi dinamis serta tata nilai

yang berharga untuk terus menerus dikembangkan oleh setiap generasi.

4. Talqin dan Bai’at

Seperti yang diminta oleh tarekat sufi yang lain, untuk menjadi anggota

dari Tarekat Qadiriyyah Naqshabandiyyah di pesantren Suryalaya, calon harus

mengikuti upacara yang disebut dengan bay’ah. Ini melibatkan sumpah seseorang

untuk bersumpah setia dan loyal kepada syaikh, berjanji untuk melakukan semua

ritual dan aturan yang ditetapkan oleh Syaikh. Di Pesantren Suryalaya, talqin

dilakukan oleh Abah Anom di masjid setelah shalat wajib.


69

Talqin itu peringatan guru kepada murid, sedang bai’at adalah

kesanggupan dan kesetiaan murid dihadapan gurunya untuk mengamalkan dan

mengerjakan segala kebajikan yang diperintahkannya. Amalan zikir khas (yakni

zikir dalam TQN) dan amalanamalan TQN yang lain, biasanya diawali dengan

proses talqin. Hal ini dimaksudkan agar dalam melakukan setiap amalan tarekat,

jamaah dapat mengoptimalkan kualitas ibadah dan amaliahnya. Proses talqin ini

dilakukan oleh seorang guru (mursyid) yang telah ditentukan. Amalan zikir khas

(yakni zikir dalam TQN) dan amalanamalan TQN yang lain, biasanya diawali

dengan proses talqin. Hal ini dimaksudkan agar dalam melakukan setiap amalan

tarekat, jamaah dapat mengoptimalkan kualitas ibadah dan amaliahnya. Proses

talqin ini dilakukan oleh seorang guru (mursyid) yang telah ditentukan.

C. Prinsip-prinsip Etika Abah Anom

Begitu pentingnya etika yang harus dilaksanakan oleh setiap manusia

menjadi motivasi bagi Abah Anom untuk menuangkan wasiat Abah Sepuh ini

kepada setiap ikhwan. Meskipun dalam realitanya tidak banyak ikhwan yang

sudah memahaminya secara komprehensif, karena memang perlu kajian filosofis

yang mendalam. Tanbih ini disampaikan kepada segenap murid-murid pria

maupun wanita, tua maupun muda, semuanya tercakup untuk memahami esensi

Tanbih. Dalam perspektif etika, terdapat beberapa nilai yang penting untuk dikaji,

yaitu:

1. Membangun dan Menjaga Perdamaian

Pada alinea awal, Abah Sepuh menyampaikan do’a untuk semua golongan

(rakyat). Do’anya adalah sebagai berikut “Semoga ada dalam kebahagiaan,


70

dikaruniai Allah Subhanahu Wata’ala kebahagiaan yang kekal dan abadi dan

semoga tak akan timbul keretakan dalam lingkungan kita sekalian”.11 Do’a

tersebut adalah do’a yang menunjukan harapan Abah Sepuh agar semua rakyat

bisa bersatu, tidak ada keretakan dan persengketaan. Rakyat diharapkan untuk

bisa menjadi civil society yang menjaga ketentraman lingkungannya, sehingga

nanti akan tercipta persatuan. Jika telah bersatu, maka akan menumbuhkan

keselarasan hidup.12

Do’a selanjutnya adalah ditujukan untuk pimpinan Negara yang

disimbolkan dengan pimpinan negara. ”Pun pula semoga Pimpinan Negara

bertambah kemuliaan dan keagungannya supaya dapat melindungi dan

membimbing seluruh rakyat dalam keadaan aman, adil dan makmur dhohir

maupun bathin”.13

Abah berdo’a agar pimpinan Negara itu bertambah kemuliaan dan

keagungan. Kemuliaan dan keagungan hanya bisa diperoleh dengan

memposisikan citra pemimpin tetap positif, tidak ada celaan karena pemimpin

berbuat kejahatan, a-moral, dan jauh dari kebijakan yang tidak populer di

masyarakat. Pemimpin negara yang mulia pastinya akan dicintai oleh rakyatnya.

Kemuliaan akan tumbuh dengan sendirinya yang bersumber dari kesalehan

pemimpin Negara.

11
Bachtiar Djamily, Latar Belakang dan Perkembangan Ponpes Suryalaya (Bogor Utara,
Oktober 1987), h. 193.
12
Civil society yang bersatu padu tidak ada keretakan akan menumbuhkankekuatan besar
untuk mengontrol kebijakan pemerintah agar selalu pro rakyat. A.Bakir Ihsan, Etika dan Logika
Berpolitik (Bandung: Rosdakarya, 2009), h. 64.
13
Bachtiar Djamily, Latar Belakang dan Perkembangan Ponpes Suryalaya (Bogor Utara,
Oktober 1987), h. 193-194.
71

2. Menjaga Keutuhan Bangsa

Dalam Tanbih ini, Abah memerintahkan kepada seluruh muridnya untuk

selalu mentaati peraturan agama dan Negara. Hal ini berarti Abah ingin

mewujudkan keutuhan bangsa yang arif, yang harus dijunjumg tinggi dengan

totalitas dan berkeadilan.

“Pun kami tempat orang bertanya tentang Thariqah Qadiriyah

Naqsabandiyah, menghaturkan dengan tulus ikhlas wasiat kepada

segenap murid-murid: berhati-hatilah dalam segala hal jangan sampai

berbuat yang bertentangan dengan peraturan agama maupun negara”.14

Namun, Abah juga memberikan peringatan batasanbatasan taat terhadap

negara. Seperti kalimat selanjutnya:

“Ta’atilah kedua-duanya tadi sepantasnya, demikianlah sikap manusia

yang tetap dalam keimanan, tegasnya dapat mewujudkan kerelaan

terhadap Hadlirat Illahi Robbi yang membuktikan perintah dalam agama

maupun negara”.15

Taat kepada peraturan negara selama peraturan itu tidak bertentangan

dengan aturan agama, dan posisi taat kepada agama di dahulukan daripada taat

terhadap negara. Hal ini menunjukkan jika ada pertentangan, maka peraturan

agama yang harus diprioritaskan.Tersirat dari kalimat tersebut, Abah Anom

menilai bahwa ukuran keimanan seseorang bisa dilihat dari kemampuan manusia

14
Bachtiar Djamily, Latar Belakang dan Perkembangan Ponpes Suryalaya (Bogor Utara,
Oktober 1987), h. 193.
15
Bachtiar Djamily, Latar Belakang dan Perkembangan Ponpes Suryalaya (Bogor Utara,
Oktober 1987), h. 193.
72

untuk menegakan keutuhan bangsa. Manusia yang imannya lemah cenderung

akan lalai dari melaksanakan perintah agama dan negara. Maka setiap manusia

hendaklah bertaubat dan evaluasi keimanan dirinya. Apalagi setan dan nafsu

manusia selalu mengajak manusia untuk tidak taat agama dan negara seperti yang

disebutkan dalam kalimat selanjutnya.

“Insyafilah hai murid-murid sekalian, janganlah terpaut oleh bujukan

nafsu, terpengaruh oleh godaan setan, waspadalah akan jalan

penyelewengan terhadap perintah agama maupun negara, agar dapat

meneliti diri, kalau kalau tertarik oleh bisikan iblis yang selalu

menyelinap dalam hati sanubari kita”.16

3. Penghormatan Terhadap HAM

Masyarakat sebagai subjek kehidupan menjadi unsur penting dalam etika

hidup. Masyarakat yang rukun akan membuat kondisi negara menjadi lebih stabil.

Kerusuhan, kekacauan, lalu akan lebih berbahaya jika terjadi krisis sosial. TQN

Suryalaya mengantisipasi itu dengan nasihat yang lemah lembut dan bisa

dipahami oleh semua elemen masyarakat. Di dalam internal masyarakat sendiri

diharapkan terdapat kesadaran untuk bisa menjaga stabilitas kerukunan mereka.

Masyarakat yang beretika, saling menghormati, saling menghargai, bersikap

rendah hati, peduli terhadap fakir miskin, ramah terhadap kaum lemah, dan ramah

terhadap orang asing.

4. Menghargai Perbedaan

16
Bachtiar Djamily, Latar Belakang dan Perkembangan Ponpes Suryalaya (Bogor Utara,
Oktober 1987), h. 193-194.
73

Sejatinya TQN Suryalaya adalah kelompok atau jamaah yang sangat

fundamental, dalam hal aqidah telah mutlak dan tidak bisa dicampuri akidah

lainnya. Tetapi, ternyata keimanan yang kuat itu justru akanmelahirkan jiwa

toleransi yang tinggi. Ini terbukti dari perintah wajib dari Abah untuk

menghormati perbedaan agama dengan sebaik-baiknya. Jangan sampai ada

perselisihan antar agama, harus hidup rukun dan damai meski berbeda agama.

Sehingga, ketika antar agama sudah bisa hidup rukun, maka kehidupan berbangsa

dan bernegara ini akan rukun juga. Meski Indonesia mayoritas Muslim, namun

warga non-Muslim tetap harus dihargai dan dihormati untuk bisa hidup bersama.

Inilah etika kehidupan berupa toleransi yang digagas Abah dalam Tanbihnya.

Abah mendasarkan etika ini kepada surat Al-Kafirun ayat 6: ”Agamamu untuk

kamu, agamaku untuk aku”. Namun, Abah juga membatasi interaksi dengan

warga non-Muslim dengan istilah “jangan campur baur”. Artinya interaksi yang

dilakukan hanya sebatas aktifitas muamalah saja.Adapun aktifitas akidah,

keyakinan, dan ibadah harus dipisahkan. Abah selanjutnya membimbing segenap

ikhwan dalam urusan agama janganlah ikut-ikutan, tetapi dalam kehidupan sosial

kemasyarakatan, ikhwan TQN Suryalaya harus menyatu secara damai dan toleran.

Selanjutnya Tanbih menjelaskan:

"Cobalah renungkan pepatah leluhur kita: hendaklah kita bersikap

budiman, tertib dan damai, andaikan tidak demikian, pasti sesal dahulu
74

pendapatan, sesal kemudian tak berguna, karena yang menyebabkan

penderitaan diri pribadi itu adalah akibat dari perbuatan diri sendiri".17

Pernyataan Tanbih di atas, di samping mengandung ajaran moral dan

akhlak, mengandung pula ajaran teologi. Ketika seseorang dituntut untuk bersikap

dan berperilaku terhadap fakir miskin, maka ia harus bersikap halus. Akan tetapi,

ketika melihat kenyataan kehancuran sekelompok manusia yang tidak bersyukur,

ada tuntutan untuk mendakwahinya secara tegas karena kehancuran dan kehinaan

manusia karena ulahnya sendiri, bukan kehendak Allah.

17
Bachtiar Djamily, Latar Belakang dan Perkembangan Ponpes Suryalaya (Bogor Utara,
Oktober 1987), h. 193.
75

BAB V

PENUTUP

1. Kesimpulan

Berdasarkan analisis yang penulis lakukan mengenai “Etika Sufistik


Modern, Telaah Pemikiran KH. Ahmad Shohibulwafa Tajul ‘Arifin (Abah
Anom)”, maka penulis menyimpulkan bahwa :
Tanbih sebagai Etika Sufistik Modern KH Ahmad Shohibulwafa Tajul

Arifin (Abah Anom) yang juga di kembangkan dalam beberapa karya-karya kitab

terjemahan yaitu: kitab Akhlaqul Kariimah/Akhlaqul Mahmudah, Miftahus

Shudur, dan Uquudul Jumaan, selain mengamalkan dan mempelajari TQN,

Tanbih menjadi pedoman bagi seluruh pengikut dan jamaah, sebagaimana

didalamnya terdapat doa-doa dan peringatan secara umum dalam etika kehidupan,

tanbih juga menegaskan dalam pembuktian dengan empat seruan yang membahas

tentang harus menghormati yang lebih tinggi derajatnya, harus rendah hati kepada

sesama derajatnya, tidak boleh menghinakan yang lebih rendah derajatnya, dan

kepada fakir miskin harus menyayangi, ramah tamah, dan murah tangan.

Begitulah yang seharusnya manusia bersikap lemah lembut dan saling menghargai

satu sama lain walaupun banyak perbedaan.

Dilihat dari hasil analisis data yang ada dalam setiap buku ataupun kitab

Abah Anom tentang Etika Sufistik Modern saat ini yang masih eksis dan dapat

kita pelajari lebih dalam lagi dari salah satu pondok pesantren Suryalaya, yang

terletak di daerah Tasik Malaya (Jawa Barat). Pondok pesantren Suryalaya yang

75
76

dikembangkan oleh KHA Shohibulwafa Tajul Arifin (Abah Anom), telah

mengembangkan dan memperjuangkan keeksistensian sebuah wasiat Abah Sepuh

yaitu Tanbih (Peringatan) terhadap murid-muridnya. Pondok Pesantren Suryalaya

sering di kenal sebagai tempat menuai ilmu dan mengamalkan tentang Thoreqat

Qodiriyyah Naqsyabandiyyah (TQN), para pengikut TQN tersebut bukan hanya

dari Jawa Barat, melainkan dari seluruh Indonesia, bahkan sampai ke manca

Negara.

2. Saran

Pada era modern saat ini, masih banyak pengetahuan yang bisa dipetik dari

nilai-nilai etika dan spiritual Islam meskipun sudah banyak moral masyarakat yang

sangat kurang baik dan moralitas kemanusiaan semakin memburuk karena

perkembangan teknologi dunia.

Adapun saran yang dapat penulis sampaikan dalam analisis data ini

sebagai berikut :

1. Bagi peneliti selanjutnya, alangkah baiknya sambil mempelajari langsung

tentang Thariqah Qodiriyyah Naqshabandiyyah (TQN) di Pondok

Pesantren Suryalaya supaya dapat belajar lebih mendalam tentang ajaran

moral kemanusiaan yang lebih baik.

2. Bagi yang membaca skripsi ini, skripsi ini sangat jauh dari kata sempurna

(di atas langit masih ada langit) seperti kata pepatah lamanya, sangat

disarankan untuk mencari perbandingan yang lebih bagus dan lebih detile

mengenai ajaran moral/etika dari KH. Ahmad Shohibulwafa Tajul Arifin


77

(Abah Anom), sehingga dapat membagi pengalaman dan pelajaran yang

sangan penting kepada banyak orang/masyarakat.


DAFTAR PUSTAKA

Buku

Amin, Ahmad, Etika (Ilmu Akhlak), Jakarta: Bulan Bintang, 1975.

Amin, Samsul Munir, Ilmu Tasawuf, Jakarta AMZAH 2014.

Amin, Syukur, Zuhud di Abad Modern, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 1997.

Arifin, Shohibulwafa Tajul, Akhlakul Karimah, Akhlakul Mahmudah,

Tasikmalaya : Yayasan Serba Bakti Pondok Pesantren Suryalaya.

Arifin, Shohibulwafa Tajul, Ibadah, Tasikmalaya : PT MUDAWWAMAH

WAROHMAH, 2005.

Arifin, Shohibulwafa Tajul, Kitab Uquudul Jumaan, Tasikmalaya : PT

MUDAWWAMAH WAROHMAH, 2009.

Arifin, Shohibulwafa Tajul, Miftahus Shidur, Tasikmalaya : PT

MUDAWWAMAH WAROHMAH, 2005.

Azra, Azyumardi dkk, Ensiklopedi Islam, Jakarta : PT. Ictiar Baru Van Hoeve,

2001.

Bagus, Lorens, kamus filsafat, Jakarta: PT Gramedia pustaka, 2000.

Bakri, Hasbullah, Sistematika Filsafat, Jakarta: Wijaya, 1986.

Baqir, Haidar, Buku Saku Filsafat Islam, Bandung Mizan, 2005.

Bertens, K, Etika, Jakarta: Gramedia, 1993.

Bruinessen, Martin Van, Tarekat Masyarakat indonesia, Bandung : Mizan 1998.

Djamily, Bachtiar, Latar Belakang Dan Perkembangan Pondok Pesantren

Suryalaya, Bogor Utara Oktober 1987.

78
79

Endraswara, Suwardi, Etika Hidup Orang Jawa, Jakarta: Narasi, 2010.

Fakhry, Majid, Etika Dalam Islam, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996.

Harahap, Sofyan S, Etika bisnis dalam perspektif islam, Jakarta: Salemba Empat,

2011.

Ihsan, A. Bakir, Etika dan Logika Berpolitik, Bandung: Rosdakarya, 2009.

Kahmad, Dadang, Tarekat dalam Islam, Spiritualitas Masyarakat Modern,

Bandung: Pustaka Setia, 2002.

Magnis-Suseno SJ, Franz, Etika Jawa: Sebuah Analisa Falsafi tentang

Kebijaksanaan Hidup Orang Jawa, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,

2003.

Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2003.

Mulyati, Sri, Peran Edukasi Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Dengan Referensi

Utama Suryalaya, Jakarta: KENCANA, 2010.

Mulyati, Sri, Tasawuf Nusantara: Rangkaian Mutiara Sufi Terkemuka, Jakarta:

Kencana, 2006.

Nasution, H. A. S, Samudera Tanbih, Tasikmalaya: Yayasan Serba Bakti PP.

Suryalaya, 1997.

Qadir, Zuly, Etika Islam Suatu Pengantar (Sejarah, Teologi Dan Etika Agama-

Agama), Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2003.

Rachmat, Mamat, Tanbih Dari Masa ke Masa.

Ruslani, Wacana Spiritualitas Timur Dan Barat, Yogyakarta: Kalam, 2000.

Sarwoko, Pengantar Filsafat Ilmu Keperawatan, Jakarta: Salemba.


80

Soegiono, Tamsil, Filsafat Pendidikan Teori dan Praktik. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 2012.

Solihin, M, Melacak Pemikiran Tasawuf di Nusantara, Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2005.

Sonny, Keraf. A, Etika Lingkungan, Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2002.

Subandi M.A, A Demographic profil of Tharekat Qodiriyyah-Naqsabandiyyah,

Pesantren

Sukmadinata, Nana Syaodih, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: Remaja

Rosdakarya, 2007.

Sunardjo, Unang, Menelusuri Perjalanan Pondok Pesantren Suryalaya,

Suryalaya: Yayasan Serba Bakti, 1995.

Sunardjo, Unang, Sejarah pondok Pesantren Suryalaya, Tasikmalaya : Yayasan

Serba Bakti Pondok Pesantren Suryalaya.

suryalaya, UGM, rima 2001.

Ya’kub, Hamzah, Etika Islam, Bandung : Diponegoro, 1985.

Zan, Sirajuddin, Filsafat Islam, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004.

Zuhri, Saifuddin, Tarekat Syadziliyah Dalam Perspektif Perilaku Perubahan

Sosial, Yogyakarta: TERAS, 2011.

Jurnal dan Internet

Anam, Saiful, Fungsi Sosial Tarekat Studi Kasus tarekat Naqsabandiyah

Kholidiyah di Sokaraja Tahun Pelajaran 2007. Skripsi. Purwokerto:

STAIN Purwokerto, 2007.


81

Muklis, Abdul, Peran Ajaran Tarekat Qadiriyah Wa Naqsabandiyah (TQN)

Dalam Peningkatan (ESQ) Emotional Spiritual Quotient Santri di Pondok

Pesantren Nurul Barokah Desa Beji. Skripsi. Purwokerto: STAIN

Purwokerto, 2014.

Saefudin, Ali, Etika Islam Sebagai Modal Kebahagiaan, Jurnal Teologis.

Thohir, Ajid, Gerakan Politik Kaum Tarekat: Telaah Historis Gerakan Politik

Antikolonialisme Tarekat Qadiriyah-Naqsyabandiyah di Pulau Jawa,

Bandung : Penerbit Pustaka Hidayah, 2002.

Website Pondok Pesantren Suryalaya, Sejarah Pondok Pesantren Suryalaya,

(http://www.suryalaya.org/ver2/sejarah.html) di akses pada 26 mei 2019

jam 05:11.
Dokumentasi foto KH. Ahmad Shohibulwafa Tajul Arifin (Abah Anom)

82
83

Buku-buku karya KH. Ahmad Shohibulwafa Tajul Arifin Abah Anom

Anda mungkin juga menyukai