Skripsi
Oleh :
1113034000062
FAKULTAS USHULUDDIN
JAKARTA
1439H/2017M
ABSTRAK
Nur Izzah Fakhriah
Anjuran untuk Menyegerakan Nikah: Tafsiran Ulama Nusantara atas Surat al-
Nȗr ayat 32 dan al-Talȃq ayat 04
i
KATA PENGANTAR
indahnya alam semesta dan nikmat-nikmat lain yang tidak mampu dihitung
Muhammad saw., Rasul penutup para Nabi, serta doa untuk keluarga,
keterlibatan berbagai pihak yang jika tanpanya karya ini tidak akan
serta bimbingan-Nya dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
ii
penulis ingin menyampaikan ungkapan rasa terima kasih yang sedalam-
dalamnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosada, MA., selaku Rektor Universitas Islam
3. Ibu Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA., selaku Ketua Jurusan Ilmu al-
Qur’an dan Tafsir dan Ibu Dra. Banun Bina Ningrum, M. Pd., selaku
Tafsir yang dengan ikhlas dan tulus serta penuh sabar dalam
skripsi ini.
iii
penuh kasih sayang tanpa pamrih, tak pernah lelah dan tak bosan
Syam, M. Ibro Uli Nuha, dan M. Dzaim Dzikrillah dan adikku Amara
Azka, Alfi, Ummu Hafidzah, dan Rika Nurlaela terima kasih atas doa
iv
12. Kepada pihak-pihak yang turut membantu dan berperan dalam proses
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan sarannya untuk penulis
yang lebih baik lagi kedepannya dan harapan penulis semoga skripsi ini
sedikit banyak dapat bermanfaat bagi pembaca dan semoga Allȃh swt. selalu
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................................... i
BAB I : PENDAHULUAN
vi
3. Urgensi Kedewasaan dalam Membina Rumah Tangga ................................. 38
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................................................... 81
B. Saran .................................................................................................................... 82
vii
PEDOMAN TRANSLITERASI
B Be
T tedanes
Ts tedanes
J Je
Kh Ka dan ha
D Da
Dz De dan zat
R Er
Z Zet
S Es
Sy Es dan ye
F Ef
Q Ki
viii
K Ka
L El
M Em
N En
W We
H Ha
‘ Apostrof
Y Ye
Vokal
Vokal dalam bahasa arab, seperti vocal bahasa Indonesia, terdiri dari vocal
tunggal atau monoftong dan vocal rangkap atau diftong. Untuk vocal tunggal,
I Kasrah
ۥ U Ḏammah
berikut:
ai A dan i
au A dan u
ix
Vocal Panjang
Ketentuan alih aksara vocal panjang (madd), yang dalam bahasa arab
Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam system aksara arab dilambangkan dengan huruf,
yaitu ﺍﻝ, di alih aksar akan menjadi huruf/I/, baik di ikuti huruf syamsiyah maupun
Syaddah (Tasydid)
Syaddah atau tasydid yang dalam system tulisan Arab dilambangkan
dengan sebuah tanda ( )ـ, dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu
dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini
tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata
َّ ﺍلtidak
sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya, kata َض ُوْر ة
Ta Marbûṯah
Berkaitan dengna alih aksara ini,jika huruf ta marbûṯah terdapat pada kata
yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut di alih aksarakan menjadi huruf /h/. Hal
yang sama juga berlaku jika ta marbûṯah tersebut diikuti oleh kata sifat (na’t).
Namun,jika huruf ta marbûṯah tersebut diikuti kata benda (ism), maka harus
x
Contoh :
2 al-jâmi’ah al-islâmiyyah
3 waḫdat al-wujûd
Huruf Kapital
Meskipun dalam siistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal,dalam
alih aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan,dengan mengikuti ketentuan
lain untuk menuliskan permulaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan,
nama diri, dan lain-lain. Penting untuk diperhatikan, jika nama diri didahului oleh
kata sandang ,maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri
tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya. Contoh: Abû Ḫâmid al-Ghazâlî
2 Tsabata al-ajru
4 Yu’atstsirukumAllâh
xi
BAB I
PENDAHULUAN
seorang perempuan dengan maksud saling memberi dan mengambil manfaat dari
keduanya untuk membentuk sebuah keluarga yang Sȃlih dengan syarat dan ketentuan
yang telah ditentukan menurut syariat agama. 2 Pernikahan juga merupakan suatu
kejadian yang dimana perjanjian antara dua manusia terjadi. Perjanjian yang suci
secara Islam sangatlah berat, karena memerlukan tanggung jawab, komitmen, dan
kasih sayang. Pernikahan merupakan suatu hal yang normal dibutuhkan oleh
manusia. 3
Pernikahan bagi umat manusia adalah sesuatu yang sangat sakral dan
mempunyai tujuan yang sakral pula, dan tidak terlepas dari ketentuan-ketentuan yang
fitrah bagi setiap manusia dewasa. Karena itulah dorongan mencari pasangan hidup,
1
Penggunaan kata “Pernikahan” disamakan dengan “perkawinan”, di maksudkan untuk
memudahkan penyusun karena banyak referensi yang menggunakatan kedua kata tersebut dengan
maksud yang sama.
2
R. M. Dahlan, Fikih Munakahat (Yogyakarta: Deepublish, 2015), h. 32.
3
Muthmainah Afra Rabbani, Istri Yang Dirindukan Surga (Jakarta : Perpustakaan Nasional RI,
2015), h. 8.
4
Mohammad Asnawi, Nikah dalam Perbincangan dan Perbedaann, cet ke-1 (Yogyakarta:
Darussalam, 2004), h. 19.
1
2
mereka yang telah sanggup untuk melakukannya. Melalui pernikahan akan terbina
suatu kehidupan keluarga yang baik. Ajaran Islam sangat menganjurkan kepada pria
dan wanita untuk menikah bila telah tiba saatnya. Siapa pun orangnya dan apapun
profesinya. Ajaran Islam melarang seseorang untuk terus hidup membujang atau
hidup sendiri, kecuali dengan alasan-alasan tertentu, seperti karena penyakit, kurang
materi, atau pasangannya belum memiliki pekerjaan tetap. Materi sebagai alasan
utama seseorang tidak berani menikah adalah tidak tepat. Kalau hal ini yang menjadi
alasannya maka belum percaya dengan adanya pertolongan Allȃh yang Maha Luas
Karunia dan Kekayaan-Nya. Asalkan tekad, kemauan keras, dan berusaha mencari
5
Hasbi Indra, dkk., Potret Wanita Shalehah (Jakarta: Penamadani, 2004) h.79.
6
Hasbi Indra, dkk., Potret Wanita Shalehah, h.72-73.
7
M. Quraish Shihab, Pengantin al-Qur’an (Tanggerang : Lentera Hati, 2007), h. 80.
3
Namun yang jadi permasalahan dalam penelitian ini adalah mengenai usia
yang membatasi usia dalam berlangsungnya suatu pernikahan. Tetapi terdapat ayat
untuk menyegerakan pernikahan karena khawatir akan berbuat dosa yaitu zina atau
seks bebas.
Allȃh menjelaskan di dalam surat al-Talȃq ayat 04 dan surat al-Nȗr ayat 32.
Bahwasannya kata واﻟﻼئ ﻟﻢ ﯾﺤﻀ�ﻦperempuan yang belum haid diberikan masa idahnya
selama 3 bulan. Iddah itu sendiri terjadi karena talak maupun ditinggal mati oleh
suaminya. Jadi iddah ada karena pernikahan (indikasi logisnya) dari ayat ini adalah
wanita yang belum haid boleh menikah. Sehingga para ulama tidak memberi batasan
maksimal maupun minimal untuk menikah. Kemudian pada surat al-Nȗr ayat 32
8
Mohan Roliskana, “Soal Pernikahan Dini dan Narkoba, Ini Pesan Mohan Untuk Pemuda” artikel
diakses pada 21 No 2017 dari https://kiknewws.today/22017/11/21/soal-pernikahan-dini-dan-narkoba-
ini-pesan-mohan-untuk-pemuda.
4
Beberapa contoh masalah yang teradi di Indonesia sekarang ini yaitu, menurut
Dr. Ir. Di Listya Wardani masih banyak terjadinya pernikahan usia dini dalam kasus
tidak mengikuti ujian nasional karena sedang hamil. Kehamilan diluar nikah menjadi
kalangan remaja usia sekolah, pengaruh teknologi informasi (IT) dan pengawasan
orang tua yang minim dan kurang menerapkan 8 fungsi keluarga termasuk
diantaranya agama. 9 Sebagai para wali untuk memperhatikan dan menjaga hubungan
anak-anak keturunannya agar menghindari dari pergaulan bebas karena khawatir akan
mengakibatkan kehamilan di luar nikah. Oleh sebab itu maka peran wali lah untuk
tahunnya, permasalahan yang ada dapat dilihat baik dari kinerja pemerintahan
masyarakat salah satunya tentang pernikahan dini yaitu pernikahan dilakukan oleh
seorang wanita yang masih muda yaitu wanita di bawah umur atau belum dewasa
(baligh). Yang mana secara unsur undang-undang belum memenuhi batasan usia
untuk menikah. Karena di dalam rumah tangga membutuhkan kesiapan mental dan
fisik dalam menyelesaikan suatu masalah, Namun kedewasaan seseorang tidak lah
9
Arsyad Juliandi Rachman, “Gubri Ingatkan Generasi Muda Akan Bahaya Pernikahan Usia
Dini,” artikel diakses pada 15 Nov 2017 dari http://harianriau.co/mobile/dtailberita/17378/gubri-
ingatkan-generasi-muda-akan-bahaya-pernikahan-usia-dini.
5
Dalam konsep pernikahan dini perlu kita pahami bersama batas umur
sehingga dapat dikatakan pernikahan dini dan tidaknya. Namun, sudah maklum
kiranya bahwa suatu gagasan ataupun konsep pasti terdapat sisi positif dan negatif.
Dalam perspektif agama Islam, penulis tidak menemukan adanya batasan usia
pernikahan pada usia dini, di antara dalil-dalil tersebut yaitu : Q.S. al-Nȗr ayat 32 dan
dalam ayat ini membahas, yaitu pertama, perintah ini termasuk ke dalam masalah
memiliki pendamping di antara kalian, sebab itu merupakan jalan untuk memelihara
kesucian diri. Perintah ini ditunjukan kepada wali. Akan tetapi menurut satu
pendapat, perintah ini ditunjukkan kepada suami. Pendapat yang benar adalah
pendapat yang pertama. Kedua, para ulama berbeda pendapat tentang perintah
(menikahkan) ini. Para ulama kami berkata, “Hukum dalam hal itu berbeda-beda,
karena perbedaan kondisi seorang mukmin dari sisi ketakutannya akan kesulitan
6
dalam memelihara diri dari perbutatan zina dan ketidak mampuannya untuk menahan
diri.” 10
yang tidak beristri dan perempuan yang tidak bersuami, baik masih bujangan dan
gadis ataupun telah duda dan janda, karena bercerai atau karena kematian salah satu
tersebut untuk perempuan yang tidak berpasangan. Yang awalnya untuk janda hingga
mempunyai posisi yang sama dengan anak. 13 Tengku Muhammad Hasbi Ash-
atau belum beristri dan kamu memegang hak perwalian mereka. Tegasnya, berikan
Perintah yang di kandung ayat ini adalah merupakan anjuran, bukan suatu keharusan,
kecuali apabila hal itu telah diminta oleh si perempuan sendiri. Dasarnya kita
menetapkan bahwa perintah ini bukan wajib, karena menurut kenyataan, pada masa
Nabi sendiri terdapat orang-orang yang dibiarkan hidup membujang. Tetapi dapat
10
Syaikh Imam Al-Qurthubi, al-Jamȋ’u li Ahkȃmi Al-Qur’ȃn, Penejemah Amir Hamzah (Jakarta:
Pustaka Azzam, Januari 2009), h. 600-601.
11
Buya Hamka, Tafsir al-Azhar (Jakarta: PT Pustaka Panjimas, 1982), h. 137.
12
M.Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbȃh (Jakarta : Lentera Hati, 2002), h. 337.
13
Syeikh Muhammad Nawawi al-Jȃwi, Marȃh Labȋd Tafsȋr al-Nawawi (Mesir: Darul Fikr, 1981),
h. 81.
7
dikatakan perintah di sini adalah wajib, apabila dengan tidak menikahkan mereka
yang bujang-bujang itu dikhawatirkan akan timbul fitnah. 14 Bahwasannya ayat ini
Di negara kita masih banyak terjadi perkawinan dibawah umur, semua itu
terjadi karena pengaruh lingkungan atau karena didikan orang tua sejak kecil yang
yang masih sering berlaku seperti itu memang baik-baik saja. Namun, disamping ada
terutama bagi para pemuda untuk segera kawin apabila segala sesuatunya sudah
penyataan Nabi tentang batasan umur, tetapi yang ditekankan adalah masalah ongkos
mentalnya.
14
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’ȃnu al-Majid Al-Nȗr (Semarang: PT.
Pustaka Rizki Putra, 2000) h. 2820-2821.
15
Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Bȃri Syarah Shahih al-Bukhari. Penerjemah Amir Hamzah
(Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), juz. 5, h. 34.
8
rumah tangga dan bertanggung jawab terhadap istri dan anak-anaknya. Tak lupa juga
anak.
diperbolehkannya menikah dini yaitu ketika Nabi Muhammad saw dan Siti ʻȂʼisyah.
Beberapa riwayat menyebutkan, ʻȂʼisyah dinikahkan dengan Nabi pada usia 6 tahun,
dan tinggal bersama Nabi pada usia 9 tahun. Sementara waktu itu Nabi sudah berusia
syawwal pada saat ʻȂʼisyah berumur 9 tahun. Rasȗlullȃh meninggal pada saat
16
Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Bȃri Syarah Shahih al-Bukhari, juz. 5, h. 65.
9
Imam as-Syaukani, menyatakan bahwa boleh bagi seorang bapak menikahkan anak
kepada etnis dan generasi tertentu. Dari generasi ke generasi, umat Islam terus
tersebut dalam berbagai karya tafsir dengan tujuan agar dijadikan rujukan bagi umat
muslim lainnya. 17
Hal ini memberi dorongan kepada para mufassir di Nusantara untuk mencari
kandungan makna ayat yang dimaksud dengan bertitik tolak pada keyakinan bahwa
al-Qur’ȃn adalah sumber petunjuk. 18 Sehingga lahir literatur tafsir dari tangan ulama
Nusantara, dengan keragaman teknik penulisan, corak dan bahasa yang di pakai.19
Indonesia dan latin. Sebab, tidak semua muslim Nusantara mahir berbahasa Arab. 20
reformasi yang mulai mengambil bentuk Islam Indonesia sejak permulaan abad ke-20
17
Taufikurrahman, “Kajian Tafsir di Indonesia”, Mutawȃtir: Jurnal Keilmuan Tafsir Hadits, Vol.
2, Nomor 1, Juni 2012, h. 2.
18
Achyar Zein, “Urgensi Penafsiran al-Qur’an yang Bercorak Indonesia”, Jurnal Miqot: Jurnal
Ilmu-ilmuu Keislaman,Vol. XXXVI. No. 1 (Januari-Juni 2012), h. 24.
19
Andi Miswar, “Tafsir al-Qur’ȃn al-Majȋd al-Nȗr karya T.M Hasbi ash-Shiddieqy”: (Corak
Tafsir berdasarkan Perkembangan Kebudayaan Islam Nusantara)”, Jurnal Adabiyah, Vol. XV, No. 1
2015, h. 83.
20
Andi Miswar, “Tafsir al-Qur’ȃn al-Majȋd al-Nȗr karya T.M Hasbi ash-Shiddieqy”, h. 84.
10
Indonesia. 21 Tafsir Nusantara dipilih karena memiliki ciri khas dan keunggulan
tersendiri dalam khazanah tafsir al-Qurȃn. Selain karena penggunaan huruf latin,
penjelasan yang disampaikan dalam tafsirnya mudah dipahami oleh umat Islam
khususnya di Indonesia.
Berangkat dari hal tersebut mengenai pernikahan wanita usia dini penyusun
tertarik untuk menghandirkan empat pemikir atau ulama mufassir Nusantara yaitu
Pertama, para ulama mufassir Nusantara ini merupakan dikenal sebagai ulama
mujaddid pemikiran Islam. Kedua, ulama tafsir yang lahir dan tinggal di Indonesia
yang relatif pendidikannya baik dan ulama mufassir ini orang Indonesia yang
mengetahui budaya dan sosial rakyat Indonesia itu sendiri. Ketiga, pemikirannya
lebih ke-Indonesian dan modern. Yang penulis ketahui tentu pemikirannya selaras
dengan relasi hubungan keluarga yang ada di Negara kita dan dari segi corak
Melihat latar belakang masalah yang sudah di uraikan oleh penulis, menarik
untuk dikaji lebih mendalam. Penulis mencoba untuk menulis skripsi dengan judul
21
Asep Muhammad Iqbal, Yahudi & Nasrani dalam al-Qur’ȃn: Hubungan AntarAgama Menurut
Syeikh Nawawi Banten, (Bandung: Mizan, 2004), h. xii.
11
B. Identifikasi Masalah
Permasalahan penelitian yang penulis ajukan ini dapat di identifikakasi
menikahah dini.
ketika menggaulinya disaat usia 9 tahun dan Nabi disaat itu berusia 50-an
tahun.
Maka yang menjadi pokok permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana
pandangan Mufassir tentang menikah dini di dalam al-Qur’ȃn. Maka penulis hanya
membatasi pada 4 pandangan mufassir saja yang mewakili ulama Nusantara, ataupun
ayat yang menjadi fokus bahas adalah surat al-Nȗr ayat 32 dan al-Talȃq ayat 4
tafsiran ayat yang berkaitan dengan anjuran untuk menyegerakan menikah, dengan
Mengetahui asbabul nuzul ayat dan penafsiran muffasir, Syeikh Nawawi Banten,
Prof. Dr. Teungku Hasbi Ash-Shiddiey, Buya Hamka dan M. Quraish Shihab
12
mengenai ayat tersebut, selain itu skripsi ini juga membandingkan antara ayat al-
Qur’ȃn dengan hadis yang berkaitan dengan tema tersebut. Sesuai dengan
pembatasan masalah diatas, maka ada pembahasan yang akan di rumuskan dalam
penulis skripsi ini, yang akan menjawab beberapa pertanyaan antara lain yaitu :
Penafsiran Mufassir Nusantara terhadap surat al-Nȗr ayat 32 dan al-Talȃq ayat o4
D. Tujuan Penelitian
4. Menguraikan penafsiran ulama Nusantara dalam Q.S. al-Nȗr [24]: 32, Q.S al-
6. Untuk menambah khazanah keilmuan bagi penulis dan kaum muslimin pada
umumnya;
7. Untuk memenuhi tugas dan syarat dalam menyelesaikan gelar sarjana Strata
Satu (S1) pada Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Secara teoritis, penelitian ini dapat menjadi bahan rujukan dan penelitian
Qur’ȃn.
E. Kajian Pustaka
Untuk menghindari terjadinya kesamaan pembahasan pada skripsi ini dengan
orang lain, penulis menelusuri kajian-kajian yang pernah dilakukan orang atau
memiliki unsur kesamaan. Selanjutnya hasil penelusuran ini akan menjadi acuan
penulis untuk tidak mengangkat judul yang sama, sehingga diharapkan kajian ini
membahas tentang pada kajian hadis pernikahan dini yang ditinjau dari
2. Skripsi yang ditulis oleh Azlan, UIN Sultan Syarif Kasim Pekan Baru,
Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum, tentang Pernikahan Usia Dini menurut
22
Khusen As’Ari, ”Pernikahan Dini dalam Perspektif Hadits,” (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin,
Universitas Islam Negeri Jakarta, 2009).
14
terjadinya perceraian. 24
Syariah dan Hukum, tentang studi kasus perkawinan dibawah umur: pada
23
Azlan, “Pernikahan Usia Dini menurut Hukum Islam,” (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Pekan Baru, 2010).
24
Novita Kusuma Ningrum, “Pernikahan di bawah Umur dan Akibatnya (Studi Putusan
Perceraian Pada Pasangan di bawah Umur di Pengadilan Agama Surakarta dan Pengadilan Agama
Karanganyar),” (Skripsi S1 Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2015).
25
Bateq Sardi, “faktor-faktor pendorong pernikahan dini dan dampaknya di Desa Mahak Baru
Kecamatan Sungai Boh Kabupaten Malinau,” ( Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas
Mulawarman Samarinda 2016).
15
Jadi, kajian skripsi yang akan penulis teliti adalah pandangan ulama
Nusantara tentang anjuran untuk menyegerakan nikah atas surat al-Nȗr ayat 32 dan
al-Talȃq ayat 04 . Dalam kajian ini akan memaparkan pandangan mufassir Nusantara
dengan menelaah ayat-ayat anjuran untuk menyegerakan nikah atas surat al-Nȗr ayat
32 dan al-Talȃq ayat 04 di dalam al-Qur’ȃn yang telah penulis uraikan di atas dengan
F. Metodologi Penelitian
Adapun metode dalam kegiatan peneletian ini, yaitu:
1. Pengumplan Data
Untuk mengumpulkan data dan meneliti data dalam penyusunan skripsi ini
sepenuhnya. Yaitu dengan menalaah beberapa literature yang relevan dengan pokok
pembahasan skripsi.
26
Rahmatiah HL, “Studi Kasus Perkawinan di bawah umur,” Vol.5 No. 1 (Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar 2016).
27
Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah: Dasar, Metode dan Tekhnik (Bandung:
Taarsita, 1989), h. 139.
16
2. Metode Data
dini dalam pandangan ulama mufassir nusantara. Maka penulis menggunakan metode
menyegerakan nikah yang berlandasan untuk berlangsungnya nikah dini di dalam al-
Qur’ȃn menurut empat mufassir ulama Nusantara, yaitu tafsir Marȃh Labȋd, tafsir Al-
Qur’ȃnu al-Majid Al-Nȗr, tafsir al-Azhar dan tafsir al-Mishbȃh. kemudian penulis
tertentu dalam hal ini ayat al-Qur’ȃn yang berkaitan dengan anjuran untuk
menyegerakan nikah.
3. Tekhnik Penulisan
Adapun dalam penulisan skripsi ini, penulis berpedoman kepada buku yang
berjudul “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah ( Skrispsi, Tesis, dan Disertasi) UIN
G. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini penulis mengklarifikasi menjadi lima bab dan
setiap bab dibagi menjadi beberapa sub –sub yang setiap sub saling berkaitan.
menurut Islam yang meliputi, 1) Makna Arti Nikah di dalam Al-Qur’ȃn, 2) Tujuan
Pernikahan Usia Dini, 2) Batasan Usia Kedewasaan menurut Islam, dan 3) Urgensi
d) M. Quraish Shihab.
menyegerkan nikah dalam tafsir ulama Nusantara pada surat, a) Al-Nȗr ayat 32, b)
Bab kelima berisikan penutup yang terdiri dari a) Kesimpulan dan b) Saran.
BAB II
naluri manusia yang sangat asasi. Sarana untuk membina keluarga yang islami.
Penghargaan Islam terhadap ikatan perkawinan besar sekali, sampai-sampai ikatan itu
ditetapkan sebanding dengan separuh agama. Anas bin Mȃlik Radiyallȃhu ‘anhu
berkata “Telah bersabda Rasȗlullȃh saw yang artinya : “Barangsiapa menikah, maka
Allȃh dalam memelihara yang separuhnya lagi”. (HR. Thabrani dan Hakim) 1.
Dengan rujukan ini kita akan dapati kejelasan tentang aspek-aspek perkawinan
masyarakat kita.
Tentu saja tidak semua persoalan pernikahan dapat penulis tuangkan dalam
tulisan ini, hanya beberapa persoalan yang perlu dibahas yaitu tentang : makna arti
1
Djamaluddin Arra’uf bin Dahlan, Aturan Pernikahan dalam Islam (Jakarta: JAL Publishing,
2011), h. 12.
18
19
menjalin ikatan antara suami istri. yang laki-laki berkedudukan sebagai suami, sedang
Sebagaimana didalam kamus bahasa Arab asal kata nikȃh atau zawȃj adalah
Untuk lebih memperjelas definisi zawȃj, kita perlu mengetahui artinya dari sudut
pandang bahasa Arab. Secara etimologis, kata zawȃj dalam bahasa arab berarti
pasangan dari keduanya. Sedangkan kata nikȃh di dalam semua kamus bahasa Arab
mengandung arti yang berbeda dengan kata zawȃj, karena ia dapat diartikan wat
(persetubuhan), kadang kala bermakna ‘aqad (ikatan), dan kadang kala bermakna
calon suami dan istri agar dihalalkan melakukan “pergaulan” sebagaimana suami istri
dengan mengikuti norma, nilai-nilai sosial dan etika agama. ʻAqad dalam sebuah
2
Kholid bin Ali bin Muhammad al-Anbari, Perkawinan dan Masalah-masalahnya (Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, Mei 1992), h. 25.
3
Achmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir versi Indonesia-Arab (Surabaya: Pustaka
Prgressif, 2007), h.257.
4
Arij Abdurrahman Al-Sanan, Memahami Keadilan dalam Poligami, h. 19-20.
20
pernikahan merupakan pengucapan ȋjȃb dari pihak wali perempuan atau wakilnya dan
pengucapan qabȗl dari pihak calon suami atau bisa diwakilkan. 5 Sedangkan istilah
nikah menurut ahli ushul yaitu golongan Syafi’i, nikah menurut aslinya adalah akad
harus dipenuhi, sehingga akad tersebut menjadi sah dan cara yang ditempuh menjadi
aman. Sebab, akad nikah adalah persoalan yang besar dan urusan yang amat penting.
Ia terkait dengan urusan kehormatan, kemuliaan, harta, dan juga nasab. Oleh karena
itu demi sahnya akad nikah, maka disyaratkan adanya empat hal yakni:
Pertama, permintaan izin dan keridhoan dari wali wanita, seperti bapak,
saudara laki-laki, atau selain keduanya. Tidak boleh seorang wanita melangsungkan
akad nikahnya sendirian dengan seorang laki-laki tanpa izin walinya. 7 Untuk
minimal dua orang saksi yang adil dari kaum muslimin. Tujuannya adalah agar
5
Mohammad Asmawi, Nikah dalam Perbincangan dan Perbedaan, h.17.
6
Abd. Shomad, Hukum Islam: Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum Indonesia (Jakarta:
Kencana, Januari 2010), h. 273.
7
Syaikh Muhammad Ali Al-Sabuni, Pernikahan Islami (Az-Zawaj al-islami al Mubakkir),
Penerjemah : Ahmad Nurrohim (Solo: Mumtaza, Desember 2008), h. 83-84.
8
A. Zuhdi Muhdlor, Memahami Hukum Pernikahan (Bandung: Al-Bayan, Maret 1994), h. 52.
21
dengan jalan pernikahan, bukan jalan keji dan hina. Keempat, adanya Ṣighah ijab dan
pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami istri dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan untuk
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa. 10 Sedangkan di dalam pasal 2 UU No. tahun 1974 tentang
Dilihat dari segi sosial dari suatu pernikahan ialah bahwa dalam setiap
masyarakat (bangsa), ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang
dihargai (terhormat) dari mereka yang tidak menikah. Sedangkan dari sudut pandang
membentuk rumah tangga bahagia dan sehat sejahtera lahir dan batin, tentunya akan
didapat antara lain dengan saling pengertian, penuh rasa tanggung jawab serta dijiwai
9
Syaikh Muhammad Ali Al-Sabuni, Pernikahan Islami (Az-Zawaj al-islami al Mubakkir), h. 86-
94.
10
O.S. Eoh, Perkawinan antar Agama (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, September 1996), h.
27-28.
11
Abd. Shomad, Hukum Islam: Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum Indonesia , h. 272.
12
Muhahammad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada: Maret 2004), h. 79.
22
Dari rumah tangga yang sunnatullȃh itu akan diharapkan lahirnya dan anak-
anak atau generasi yang bermoral tinggi (berakhlak mulia) dari sini muncullah
manusia-manusia beriman dan bertaqwa dan sekaligus akan mencintai tanah airnya,
Seperti yang diketahui umumnya, yang dimaksud dengan hukum adalah ialah
suatu hukum dasar yang dapat berubah menurut keadaan sehingga menjadi wajib,
haram atau lainnya. 14 Dalam hal jenjang daya ikat norma hukum, hukum Islam
mengenal lima kategori hukum yang lazim dikenal dengan sebutan al-Ahkȃm al-
keras). 15 Orang yang meneliti dalil-dalil yang diungkapkan para ulama akan
menemukan bahwa hukum pernikahan itu berbeda-beda dari suatu kondisi ke kondisi
lain, mungkin saja wajib, atau sunnah, atau makruh, karena seseorang mungkin saja
Pertama: orang yang khawatir jatuh pada perzinaan jika ia tidak menikah,
maka baginya pernikahan adalah wajib menurut ulama pada umumnya, karena
menjaga kesucian diri dari perbuatan zina adalah wajib, dan caranya adalah dengan
menikah.
13
Sidi Nazar Bakri, Kunci Keutuhan Keluarga (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, Jakarta 1993),
h. 3-5.
14
Arij Abdurrahman Al-Sanan, Memahi Keadilan dalam Poligami, h. 23.
15
Muhammad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, h. 91.
23
seksual namun ia yakin tidak akan terjatuh kepada zina, karena menikah lebih baik
baginya dari pada tidak meskipun pilihan tidak menikah untuk alasan beribadah. Ini
adalah pendapat ulama madzhab Hanafi, dan pendapat yang tampak dari ucapan
yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak memiliki kemampuan biaya hidup
masyarakat luas, dan oleh kebanyakan ulama dinyatakan sebagai hukum dasar atau
Yang pasti, semua ulama sepakat bahwa setiap laki-laki dan perempuan yang
ingin menjalin cinta kasih dan menyalurkan kehidupan biologis atau lepas tepat lagi
membentuk kehidupan rumah tangga, mereka harus melakukannya melalui ‘aqdu al-
nikȃh’ (akad nikah), disinilah letak arti penting dari keberadaan nikah. 18
16
Arij Abdurrahman Al-Sanan, Memahi Keadilan dalam Poligami, h. 23-24.
17
Muhahammad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, h. 92.
18
Muhahammad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, h. 94.
24
dari pasangan suami istri, anak-anak, mertua dan sebagianya. Terwujudnya suatu
rumah tangga yang sah setelah didahului oleh Akad Nikah atau perkawinan sesuai
dengan ajaran Agama dan Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
Perkawinan harus diawali dengan niat yang ikhlas karena perkawinan itu
mempelajari dasar-dasar dan tujuan berumah tangga serta seluk beluknya yang
Hal itu dimaksudkan supaya landasan atau pondamen rumah tangga yang
akan didirikan itu lebih baik dan lebih kuat, tidak mudah mengalami kegoncangan
dan krisis dalam melayarkan bahtera rumah tangga berikutnya. Selanjutnya agar
menurut ajaran Agama maupun menurut Undang-Undang No. 1 tahun 1974, serta
19
pengaruhnya terhadap lingkungan dan masyarakat, bangsa dan Agama.
adalah untuk memperoleh keterunan (anak) oleh karena keluarga yang bahagia dan
kekal erat kaitannya dengan keturunan. Dengan adanya anak maka kehidupan suami
19
Sidi Nazar Bakri, Kunci Keutuhan Keluarga, h. 26.
25
Oleh karena itu kadang-kadang suatu pernikahan bisa putus dengan perceraian atau
dalam tumah tangga itu selalu terjadi perselisihan antara suami dan istri akibat dari
masyarakat. Yang mana semua itu amat bergantung pada proses pembentukan sebuah
keluarga dan keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat sebagai wadah
dalam pergaulan. Karena manusia belajar berbagi dan berinteraksi sosial pertama kali
kecenderungan seksual dalam diri dan menyalurkan kebutuhan biologis secara sah,
yang mana hanya berlaku antara sepasang manusia (berlainan jenis) dan yang
terakhir adalah tujuan pernikahan dari sudut pandang psikologi yang mana berkenaan
dengan pernyataan al-Qur’ȃn bahwa penciptaan wanita bagi laki-laki dan laki-laki
bagi wanita tak lain dimaksudkan untuk menciptakan perasaan tenang diantara
keduanya. 22
mahligai rumah tangga yang sakinah yang selalu dihiasi mawaddah dan rahmah.
Kata mawaddah yang dipergunakan al-Qur’ȃn sebagaimana tertera dalam surat al-
20
O. S. Eoh, Perkawinan antar Agama, h. 40.
21
Abdullah Hasyim, dkk., Keluarga Sejahtera dan Kesehatan Reproduksi (Jakarta: Direktorat
AdVokasi dan KIE, November 2011), h. 13.
22
Ayatullah Husain Mazhahiri, Membangunn Surga dalam Rumah Tangga (Bogor: Cahaya,
2004), h. 133-134.
26
Rȗm ayat 17 berbeda dengan kata hubbun yang juga berarti cinta. Pengertian kata
hubbun mempunyai makna cinta secara umum karena ada rasa senang dan tertarik
pada obyek tertentu seperti cinta pada harta benda, senang pada binatang piaraan, dan
sebagainya. Sedangkan kata mawaddah mempunyai makna rasa cinta yang dituntut
melahirkan ketenangan dan ketentraman pada jiwa seseorang serta bisa saling
mengayomi antara suami dan istri. Apalagi kata mawaddah ini dibarengi kata rahmah
bangunan rumah tangga yang kokoh dan penuh dengan kebahagiaan meskipun
didirikan, namun bisa diselesaikan dengan baik dan tidak terlepas untuk senantiasa
berlindung kepada Allȃh swt. Rumah tangga yang tidak tahan terhadap cobaan hidup
yang menimpanya sehingga terjadi perceraian, maka rumah tangga yang didirikan itu
menunjukkan bahwa unsur mawaddah wa rahmah tetap utuh dalam kehidupan rumah
tangga tergantung kedua belah pihak antara suami istri dalam mempertahankannya. 23
ﻖ ﻟَ ُﻜﻢ ﱢﻣ ۡﻦ أَﻧﻔُ ِﺴ ُﻜﻢۡ أَ ۡز ٰ َو ٗﺟﺎ ﻟﱢﺘَ ۡﺴ ُﻜﻨُ ٓﻮ ْا إِﻟَ ۡﯿﮭَﺎ َو َﺟ َﻌ َﻞ ﺑَ ۡﯿﻨَ ُﻜﻢ ﱠﻣ َﻮ ﱠد ٗة َو َر ۡﺣ َﻤ ۚﺔً إِ ﱠن
َ ََو ِﻣ ۡﻦ َءا ٰ َﯾﺘِ ِٓۦﮫ أَ ۡن َﺧﻠ
۲۱ َﺖ ﻟﱢﻘَ ۡﻮ ٖم ﯾَﺘَﻔَ ﱠﻜﺮُونٖ َﻷ ٰﯾ َٓ ﻚ َ ِﻓِﻲ ٰ َذﻟ
Artinya : Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu
23
Mohammad Asmawi, Nikah dalam Perbincangan dan Perbedaan, h. 19.
27
rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (Q.S. Al-Rȗm [ 30 ]: 21).
Dalam agama Islam tujuan pernikahan sudah jelas diterangkan dalam al-
ketenangan, pendewasaan diri bagi pasangan suami istri sehingga melalui pernikahan
diharapkan suami dan istri makin dewasa, dan melahirkan generasi yang jauh lebih
Sungguh amat jelas bahwa pernikahan yang terjadi pada makhluk hidup, baik
kepada kita akan adanya hikmah tersebut, dengan firman Allȃh swt: 27
24
KH. Abdullah Hasyim, dkk., Keluarga Sejahtera dan Kesehatan Reproduksi, h. 10.
25
Wahba Zuhaili, Fiqih Imam Syafi’I 2 (Jakarta: Almahira, Februari 2012), h. 452.
26
M. Quraish Shihab, Pengantin al-Qur’an (Tanggerang : Lentera Hati, 2007), h. 80.
27
Mahmud Al-Shabbagh, Tuntunan Keluarga Bahagia Menurut Islalm (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 1993), h. 1.
28
karena ia mempunyai pengaruh yang baik bagi pelakunya sendiri, masyarakat dan
1. Sesungguhnya naluri seks merupakan naluri yang paling kuat dan keras yang
selamanya menuntut adanya jalan keluar. Bilamana jalan keluar tidak dapat
melengkapi dalam suasana hidup dengan anak-anak dan akan tumbuh pula
28
M. Bukhori, Hubungan Seks Menurut Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), h. 7-8.
29
memperbanyak produksi.
5. Pembagian tugas, di mana yang satu mengurusi dan mengatur rumah tangga,
manusia yang sebelumnya tidak ada, dan membuka kontak serta ikatan sosial baru
kemanusiaan di muka bumi ini. Ia sangat disenangi oleh setiap pribadi manusia dan
merupakan hal yang fitrah bagi setiap makhluk Tuhan. Dengan pekawinan akan
tercipta suatu masyarakat kecil dalam bentuk keluarga dan dari sana pula akan lahir
sendiri, terutama disebabkan oleh banyaknya perbedaan antara suami istri. Sebab
yang mendasar adalah karena keduanya hidup dalam satu tempat selama dua puluh
empat jam sehari semalam. Keduanya selalu bersama-sama meniti kehidupan rumah
tangga, maka tidak heran, jika mereka selalu menemukan perbedaan pendapat dalam
29
M. Bukhori, Hubungan Seks Menurut Islam, h. 9-10.
30
Arij Abdurrahman Al-Sanan, Memahi Keadilan dalam Poligami, h. 22.
30
berbagai hal. Umpamanya saja, jika srekelompok warga berkumpul dengan salah
seorang teman selama satu jam. Bisa saja di sela-sela pembicaraan terjadi perbedaan
pendapat. Salah satu kasus-kasus permasalahan yang terjadi dalam pernikahan adalah
dalam penulisan ini, akan tetapi hanya beberapa permasalahan yang akan penulis
bahas, antara lain : pengertian pernikahan usia dini, batasan kedewasaan menurut
tidak formal yang dilakukan dibawah usia 18 tahun. Menurut al-Ghifari berpendapat
bahwa pernikahan muda adalah pernikahan yang dilaksanakan diusia remaja. Dalam
hal ini, yang dimaksud dengan remaja adalah antara usia 10-19 tahun dan belum
kawin. 31
laki-laki dan seorang wanita dimana umur keduanya masih dibawah batas minimum
kehidupan yang mapan. Dengan begitu orang tua akan berusaha untuk
31
Abu al-Ghifari, Pernikahan Dini, h. 43.
31
pendidikan yang tinggi akan menunjang masa depan dalam berkarir. Apabila
seorang anak menikah pada usia dini dan tidak memiliki pendidikan yang
tinggi maka ia tidak akan memiliki pekerjaan yang sukses. Hal itu yang
membuat orang tua menghalangi anaknya untuk menikah pada usia dini. 32
b. Pernikahan dini tidak bisa dituduh penyebab perceraian, yang nikah tua pun
masing-masing sudah tidak lagi memegang amanah sebagai istri dan suami.
Istri sudah tidak menghargai suami sebagai kepala rumah tangga, atau suami
c. Pertengkaran dalam rumah tangga dapat dicegah apabila suami istri tersebut
tangga bukan dilihat secara usianya. Namun dengan cara pemikirannya ketika
pribadi yang dewasa yaitu dari keluarga, pergaulan, ataupun pendidikan. Pada
Terdapat juga sisi positif dari pernikahan dini. hal-hal positifnya ini hanya
bisa dirasakan oleh mereka yang sungguh-sungguh ikhlas, menikah untuk ibadah.
Antara lain yakni Pertama, Menyelamatkan dari penyimpangan seks. dan dapat
penyaluran seks yang benar. Kedua, Diantara tujuan pernikahan adalah memiliki
32
Abu al-Ghifari, Pernikahan Dini, h. 58.
33
Abu al-Ghifari, Pernikahan Dini, h. 59-60.
32
diniatkan untuk ibadah, maka akan membentuk keluarga yang utuh. 34 Dalam
Dengan masalah itu akan membuat karakter seseorang menjadi dewasa dalam
menyikapinya. 35
rumah-tangga. Pernikahan pada usia muda dimana seorang belum siap mental
maupun fisik, sering menimbulkan masalah dibelakang hari, bahkan tidak sedikit
amat penting, akan tetapi tidak termasuk ke dalam rukun dan syarat nikah. Bila
diteliti secara seksama, ajaran Islam tidak pernah memberikan batasan yang definite
memang setiap daerah dan zaman memiliki kelainan dengan daerah zaman yang lain,
seseorang. 37
(istithȃ’ahi), yakni kemampuan dalam segala hal, baik kemampuan memberi nafkah
lahir batin kepada istri dan anak-anaknya maupun kemampuan dalam mengendalikan
34
Abu al-Ghifari, Pernikahan Dini, h. 61-63.
35
Abu al-Ghifari, Pernikahan Dini, h. 64 .
36
A. Zuhdi Muhdlor, Memahami Hukum Pernikahan, h. 18.
37
Chuzaimah T. Yanggo, dan H.A Hafi Anshary A.Z., Problematika Hukum Islam Kontemporer,
h. 80.
33
gejolak emosi yang menguasai dirinya. Jika kemampuan telah ada, ajaran agama
untuk berpuasa. 38
(mu’amalah) yang oleh agama hanya diatur dalam bentuk prinsip-prinsip umum.
Tidak adanya ketentuan agama tentang batas usia minimal dan maksimal untuk
menikah dapat dianggap sebagai suatu rahmat. Maka, kedewasaan untuk menikah
termasuk masalah ijtihadiah, dalam arti kata diberi kesempatan untuk berijitihad pada
berhubungannya dengan kecakapan bertindak. Hal ini tentu dapat dimengerti karena
tangga diminta kemampuannya secara utuh. Menurut kesepakatan para ulama, yang
menjadi dasar kecakapan bertindak adalah akal. Apabila akal seseorang masih
Berdasarkan hal ini, maka kecakepan bertindak ada yang bersifat terbatas dan ada
pula yang bersifat sempurna. Kalau keterangan dan pembagian ini dihubungkan
38
A. Zuhdi Mudhlor, Memahami Hukum Perkawinan, h. 18.
34
Allȃh swt :
ﻮا ٱﻟﻨﱢ َﻜﺎ َح ﻓَﺈ ِ ۡن َءاﻧَ ۡﺴﺘُﻢ ﱢﻣ ۡﻨﮭُﻢۡ ر ُۡﺷ ٗﺪا ﻓَ ۡﭑدﻓَﻌ ُٓﻮ ْا إِﻟَ ۡﯿ ِﮭﻢۡ أَﻣۡ ٰ َﻮﻟَﮭُﻢۡۖ َو َﻻ ْ ﻮا ۡٱﻟﯿَ ٰﺘَ َﻤ ٰﻰ َﺣﺘﱠ ٰ ٓﻰ إِ َذا ﺑَﻠَ ُﻐ
ْ َُو ۡٱﺑﺘَﻠ
ۚ
ﯿﺮا ﻓَ ۡﻠﯿَ ۡﺄ ُﻛ ۡﻞ
ٗ ِﻒ َو َﻣﻦ َﻛﺎنَ ﻓَﻘ ۖۡ ُِوا َوﻣﻦ َﻛﺎنَ َﻏﻨِ ٗﯿّﺎ ﻓَ ۡﻠﯿَ ۡﺴﺘَ ۡﻌﻔ
َ ْ ﺗَﺄ ُﻛﻠُﻮھَﺎٓ إِ ۡﺳ َﺮ ٗاﻓﺎ َوﺑِﺪَارًا أَن ﯾَ ۡﻜﺒَﺮ
ۡ
٦ ﭑہﻠﻟِ َﺣ ِﺴﯿﺒٗ ﺎ وا َﻋﻠَ ۡﯿ ِﮭﻢۡۚ َو َﻛﻔَ ٰﻰ ﺑِ ﱠ ِ ۚ ﺑِ ۡﭑﻟ َﻤ ۡﻌﺮ
ْ ُوف ﻓَﺈ ِ َذا َدﻓَ ۡﻌﺘُﻢۡ إِﻟَ ۡﯿ ِﮭﻢۡ أَﻣۡ ٰ َﻮﻟَﮭُﻢۡ ﻓَﺄَ ۡﺷ ِﮭ ُﺪ
Artinya : Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk
kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai
memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. Dan
janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan
(janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa.
Barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan
diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barangsiapa yang miskin, maka
bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut. Kemudian apabila kamu
menyerahkan harta kepada mereka, maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi
(tentang penyerahan itu) bagi mereka. Dan cukuplah Allȃh sebagai Pengawas
(atas persaksian itu). (Q.S. al-Nisȃʼ ayat 6)
Pada dasarnya ayat ini berisi anjuran supaya memperhatikan anak yatim
dipercaya. Orang yang telah dapat dipercaya secara sempurna berarti telah dapat
diberi tanggung jawab secara penuh, atau dengan kata lain, orang itu telah dewasa. 40
Menurut Rasyid Ridha mengenai surat al-Nisȃ ayat 6 bahwa bulȗgh al-nikȃh
berarti sampainya seseorang kepada umur untuk menikah, yakni sampai bermimpi.
Pada umur ini, katanya, seseorang telah bisa melahirkan anak dan menurunkan
39
Chuzaimah T. Yanggo, dan H.A Hafi Anshary A.Z., Problematika Hukum Islam Kontemporer,
h. 81.
40
Chuzaimah T. Yanggo, dan H.A Hafi Anshary A.Z., Problematika Hukum Islam Kontemporer,
h. 83.
35
keturunan, sehingga tergerak hatinya untuk nikah. Pada umur ini kepadanya telah
hudȗd. Berdasarkan uraian diatas, maka kedewasaan di tentukan dengan “mimpi” dan
“rusyd”. Karena itu maka rusyd adalah kepantasan seseorang dalam ber-tasharruf
Akan tetapi umur mimpi dan rusyd kadang-kadang tidak sama dan sukar
tindakannya. Hal ini dapat dibuktikan dalam perbuatan sehari-hari. Karena itu,
kedewasaan pada dasarnya dapat ditentukan dengan umur dan dapat pula dengan
tanda-tanda. 42
Setiap anak menjelang akil baliqh. Pada lelaki ditandai denan ejakulasi
(mimpi basah) dan pada anak perempuan ditandai dengan haid (menarche, menstruasi
pertama). Tidaklah berarti bahwa anak itu sudah dewasa dan siap untuk menikah.
mulai berfungsi, namun belum siap untuk berproduksi (hamil dan melahirkan). 43
harus mendapat izin dari kedua orangtua. 44 Pada dasarnya di dalam Islam, tidak ada
41
Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir al-Manar (Mesir: al-Manar, 1325 H), Juz IV, h. 387.
42
Chuzaimah T. Yanggo, dan H.A Hafi Anshary A.Z., Problematika Hukum Islam Kontemporer,
h. 84.
43
Dadang Hawari, Psikiater, al-Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, (Yogyakarta:
PT Dana Bhakti Prima Yasa, 1996), h. 251.
44
Muhammad Amin Summa, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, h. 97.
36
ketetapan tentang usia menikah, walaupun beberapa negara Muslim mungkin telah
jelasnya, berikut ini akan dikemukakan beberapa pendapat para ahli, sebagai berikut:
datangnya masa haid, kerasnya suara, tumbuhnya bulu ketiak, atau tumbuhnya
lain:
1. Ulama Syafiah dan Hanbȃlih menentukan bahwa masa dewasa itu mulai
20 tahun untuk wanita dan 25 tahun bagi pria. Hal ini diperlukan karena
sosial. 46
45
Assegaf, S. Ahmad Abdullah, Islam dan KB, (Jakarta: Lentera, 1997), h. 32.
46
Chuzaimah T. Yanggo, dan H.A Hafi Anshary A.Z., Problematika Hukum Islam Kontemporer,
h. 81.
47
Assegaf, S. Ahmad Abdullah, Islam dan KB, h. 33.
37
yaitu usia antara 20-25 tahun bagi wanita dan usia antara 25-30 tahun bagi
pria. Pada usia tersebut adalah masa yang paling baik untuk berumah
Perlu dicatat, bahwa angka-angka usia diatas tidaklah selalu cocok untuk
setiap wilayah di dunia ini. Setiap wilayah dapat saja menentukan usia kedewasaan
Pada dasarnya kematangan jiwa sangat besar artinya untuk memasuki gerbang
rumah tangga. Perkawinan pada usia muda di mana seseorang belum siap mental
maupun fisik, sering menimbulkan masalah di belakang hari, bahkan tidak sedikit
kemampuan memberi nafkah lahir batin kepada istri dan anak-anaknya maupun
UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan mengatur batas umur seorang laki-
48
Dadang Hawari, Psikiater, al-Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, h. 252.
49
Chuzaimah T. Yanggo, dan H.A Hafi Anshary A.Z., Problematika Hukum Islam Kontemporer,
h. 85.
38
mengatakan, perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19
Namun demikian, jika belum mencapai umur 21 tahun, calon pengantin baik
pria maupun wanita diharuskan memperoleh izin dari orang tua/ wali yang
diwujudkan dalam bentuk surat izin sebagai sah satu syarat untuk melangsungkan
perkawinan. Bahkan bagi calon pengantin yang usianya kurang 16 tahun harus
terhadap ayat 1 pasal ini dapat meminta dispensasi kepada pengadilan atau pejabat
lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun wanita. 51
mengokohkan rumah tangga yang baik. Sebagian dari tindakan itu wajib diusahakan
sejak pra pernikahan, sebagian lagi ada yang mesti dijaga sejak selesainya akad nikah
guna memudahkan jalan bagi suami istri untuk membina rumah tangga, sedangkan
tindakan lain yang mesti diusahakan ialah tatkala adanya gangguan dan goncangan
terhadap rumah tangga itu. Salah satu persoalan kehidupan rumah tangga pra
pernikahan yaitu, apakah kita akan dapat mewujudkan rumah tangga yang bahagia?
persoalan yang enteng, dan tidak semua orang dapat mengarunginya dengan sukses.
50
A. Zuhdi Mudhlor, Memahami Hukum Perkawinan, h. 18.
51
A. Zuhdi Mudhlor, Memahami Hukum Perkawinan, h. 19.
39
Orang yang sudah dewasa, fisik dan mental, belum tentu bisa membina dan
mendirikan rumah tangga secara sempurna, apalagi orang muda yang belum dewasa.
rumah tangga.
karena kedewasaan pihak-pihak yang akan menikah. Artinya, suatu perkawinan tetap
menjadi sah apabila rukun dan syaratnya terpenuhi, tanpa mengharuskan usia
kedewasaan calon suami istri. Tidak adanya persyaratan kedewasaan suami istri itu
merupakan kemudahan yang diberikan oleh agama, karena ada segi-segi positif lain
yang ingin dituju. akan tetapi, karena persoalan perkawinan bukanlah hal yang
sederhana, maka agama mensyaratkan adanya beberapa rukun dan syarat guna
(khitbah) yang mana permintaan pihak peminang kepada pihak dipinang agar
menurut syara’ maupun adat. Tujuannya, agar peminang dan yang dipinang saling
mengenal, selain juga sebagai persiapan memasuki kehidupan rumah tangga yang
52
Chuzaimah T. Yanggo, dan H.A Hafi Anshary A.Z., Problematika Hukum Islam Kontemporer,
h. 77-78.
40
mewujudkan rasa saling pengertian dan keharmonisan, sesuai tatanan yang ditetapkan
al-Sunnah. 53
beragama, bernasab (nasabnya baik, dalam arti bukan anak zina atau anak orang
fasik), bukan kerabat dekat, wanita lain, tidak mempunyai hubungan persaudaraan
54
atau hubungan kerabat, berbudi baik, dan maskawinnya tidak tinggi.
Seorang pemuda yang ingin menikah dengan gadis pujaannya terlebih dahulu
harus ada pinangan dari pihak pemuda. Meminang adalah ungkapan dari pihak laki-
laki yang berfungsi untuk melamar pihak perempuan untuk dijadikan calon istri.
Pernyataan meminang terhadap perempuan (baik yang masih gadis maupun yang
sudah janda) bisa diungkapkan oleh laki-laki yang bersangkutan (sebagai calon
suami) dan atau boleh diwakilkan kepada orang lain yang terpercaya.Perempuan yang
boleh dipinang adalah perempuan yang berstatus tidak bersuami, dan bagi yang sudah
janda tidak dalam masa iddah. Meminang perempuan yang sudah dipinang lebih dulu
Pemilihan jodoh atau usaha mencari pasangan hidup sebagai suami istri
masing pihak. Sehubungan dengan itu pula maka ajaran Agama Islam tidak menutup
pintu untuk melakukan usaha-usaha pemantapan dengan kata lain; Islam memberikan
53
Wahba Zhaili, Fiqih Imam Syafi’i, h. 471-472.
54
Wahba Zhaili, Fiqih Imam Syafi’i, h. 475.
55
Mohammad Asmawi, Nikah dalam Perbincangan dan Perbedaan, h. 38.
41
peluang dan kesempatan kepada masing-masing pihak calon suami istri untuk dapat
mencari atau mempelajari sifat-sifat atau tingkah laku serta memperhatikan watak
perkawinan saja, tetapi untuk dipedomani semenjak dari pemilihan jodoh dan
keindahan, dan kecantikan tubuh. Masalah keturunan dan Agama adalah merupakan
serangkaian pandangan dalam usaha memilih jodoh atau teman hidup, namun
keimanan dan kebahagian dalam rumah tangga seseorang. Seseorang itu mungkin
suatu saat merasa senang dan puas dengan banyaknya uang atau harta benda, namun
pada suatu saat ia merasakan hidupnya penuh dengan kecemasan dan terasa was-was
dengan kata lain; Damai tapi gersang. Apabila ajaran agama Islam itu dapat dipelajari
dan dihayati, maka akan tumbuhlah rasa kedamaian dan ketentraman di hati, dan
56
Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Bāri syarah Shahih al-Bukhari, juz. 5, h. 120.
42
menciptakan sebuah bangunan rumah tangga yang didirikan agar kokoh, damai,
tentram dan sejahtera dalam bingkai mawaddah wa rahmah. Jodoh memang bukan
merupakan syarat akan sahnya sebuah pernikahan, tetapi jodoh itu perlu dicari.
sering berucap bahwa jodoh itu ada di tangan Tuhan. Ini sikap yang sangat pasrah.
Mereka lupa bahwa segala pekerjaan yang baik maupun yang buruk terpulang
dianjurkan mencari jodohnya yang se-kufu, 58 selevel, setingkat dan sepaham, karena
tangga dan komunikasi yang baik antara keluarga dari pihak suami dan istri, serta
57
Sidi Nazar Bakri, Kunci Keutuhan Rumah Tangga, h. 6-9.
58
Kufu, yang asal kata dari kafa’ah secara bahasa berarti setara atau sama. Al-Khattabi
mengatakan bawa kafa’ah itu bisa dilihat dari empat hal yaitu; agama, merdeka, nasab, dan profesi.
Sedangkan jumhur ulama menganggap bahwa kafa’ah itu hanya merupakan kelaziman pernikahan
bukan merupakan syarat sah pernikahan. Sebagian fuqaha menambahkan hendaknya kafa’ah juga
dalam hal, sehati tidak memiliki cacat, dan juga dalam harta. (Syaikh Imad Zaki al-Barudi, penerjemah
Samson Rahman, MA, Tafsir Wanita (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, Juni 2004) h. 76).
43
tidak terjadi gap atau jurang pemisah yang dalam antara kedua belah pihak
keluarga. 59
calon suami dan istri harus sadar benar-benar siap dan matang baik fisik atau
biologis, psikis maupun sosial ekonomi. Dengan kata lain, seorang calon suami atau
istri usianya harus cukup dewasa, sehat jasmani, rohani serta sudah mempunyai
Dengan demikian dibalik proses pernikahan pasti mempunyai hal positif bagi
kedua belah pihak baik istri maupun suami. Proses dalam pernikahan yaitu mendidik
keturunan (anak) dari hasil pernikahan, yang mana dalam mendidik keturunan (anak)
peran seorang ibu maupun ayah sangatlah penting untuk perkembangan tubuhnya. Di
dalam pernikahan seorang suami yang sudah memiliki kedewasaan maka ia akan
59
Mohammad Asmawi, Nikah dalam Perbincangan dan Perbedaan, h. 147-148.
60
Abdullah Hasyim, dkk., Keluarga Sejahtera dan Kesehatan Reproduksi, h. 31.
61
Muhammad Amin Summa, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, h. 31.
BAB III
mulai hal pengajaran tata cara membaca al-Qur’ȃn yang baik, sesuai ilmu tajwid,
pengajaran al-Qur’ȃn itu, dari tingkat yang paling dasar seperti membaca dan
Pada bagian ini akan diuraikan perjalan dan sejarah tafsir di Indonesia. Uraian
Inodenisa , dari masa ke masa. Pada abad ke-16 di Nusantara telah muncul proses
penulisan tafsir. setidaknya dapat dilihat dari naskah Tafsir Sȗrah al-Kahfi [18]:9.
Manuskripnya terdapat di aceh secara teknis tafsir ini ditulis secara parsial
berdasarkan surat tertentu, yakni surat al-Kahfi dan tidak diketahui siapa penulisnya,
akan tetapi di duga bahwa Hamzah al-Fansuri yang menulisnya karena Ia seorang
ulama dan sufi besar di aceh. 2 Kemudian pada abad ke-17 muncul para perintis
1
Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia (Jakarta: Teraju, Februari 2003), h. 48.
2
Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, h. 53
44
45
merupakan seorang sufi, ahli teologi dan ahli hukum dan juga seseorang sastrawan. Ia
tradisi Islam di Timur Tengah dengan tradisi Islam di Nusantara. 3 Kedua, Abd Rauf
Sinkel tafsirnya yaitu Tarjuman al-Mustafid yang ditulis secara lengkap terjamahan
al-Qur’ȃn dalam bahasa Melayu. 4 Pada abad ke-18 muncullah al-Palimbani nama
lengkapnya adalah Abd al-Shamad bin Abd Allȃh al-Jȃwi al-Palimbani adapun karya-
karya beliau membahas tentang mistisisme dan teologi dan didasarkan terutama pada
ajaran neo-sufisme. 5 Kemudian pada abad ke-19 muncul literatur tafsir utuh yang
ditulis oleh ulama asal Idonesia, yaitu Imam Muhammad Nawawi al-Bantani. Kitab
tafsirnya yaitu Tafsir Munȋr li Ma’ȃlim al-Tanzȋl dan Ia juga menamakannya dengan
Marȃh Lȃbid li Kasyfi Ma’na al-Qur’ȃn al-Majid. Tafsir yang menggunakan bahasa
Arab sebagai bahasa pengantar ini, ditulis di luar Nusantara, yaitu Makkah. 6
Pada akhir tahun 1920-an mulai muncul beberapa literatur berbahasa melayu
Mahmud Yunus telah memulai menyusun tafsir al-Qur’ȃn dengan tulisan jawi
(bahasa Indonesia atau melayu yang ditulis dengan tulisan arab). Ahmad Hasan, pada
tahun 1928, juga telah memulai menafsirkan al-Qur’ȃn. Pada dekade 1960-an,
3
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII
Akar Pembaran Islam (Jakarta: Kencana, Januari 2013), h. 231.
4
Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia (Tanggerang: Mazhab Ciputat, Oktober 2013) h. 13.
5
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII
Akar Pembaran Islam, h. 318.
6
Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, h. 55.
46
dekade 1980-an, yaitu tentang : (1) petunjuk membaca al-Qur’ȃn yang benar, seperti
karya Ismail Tekan, (2) Teknik membaca, melagukan dan menghafal al-Qur’ȃn, yang
dilakukan oleh Yayasan Pembinaan Masyarakat Islam. dan (3) Tafsir lengkap 30 Juz,
seperti karya Buya Hamka tafsir al-Azhar dan H. Oemar Bakry Tafsir Rahmat.
cukup lama, dengan keragaman teknis penulisan, corak dan bahasa yang dipakai.
Bahwa pada abad ke-20 M kemudian bermulaan beragam literature tafsir yang mulai
ditulis oleh kalangan Muslim Indonesia. Karya-karya tafsir disajikan dalam model
dan tema yang beragam serta bahasa yang beragam pula. Mahmud Yunus, A. Hassan,
tafsir genap 30 juz dengan model penyajian runtut (tahlȋlȋ) sesuai dengan urutan
mushḥaf Ustmȃnȋ. 8
Dalam dekade 1990-an di Idonesia telah muncul beragam karya tafsir yang
ditulis oleh para muslim Indonesia. Keragaman itu bisa dilihat dari model teknik
7
Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, h. 50.
8
Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, h. 48-55.
47
penulisan, hermeneutik tafsir serta tema-tema yang diangkat. Keragaman itu telah
menjadi wacana baru di dalam sejarah dan dinamika penulisan tafsir di Indonesia. 9
Proses sosialasi bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara dan bahasa
28 Oktober 1928 dengan salah satu ikar “ Berbahasa Satu Bahasa Indonesia”
Indonesia dengan aksara latin. Dari segi sasaran, dalam tingkat tertentu, model
penulisan tafsir yang menggunakan tafsir bahasa Indonesia dengan aksara latin ini
tentu lebih populis, sebab secara umum bisa diakses oleh masyarakat Indonesia.
Karena bagi Muslim khususnya di Indonesia mereka yang tidak menguasai bahasa
Arab dengan baik, mereka pun lebih suka membaca literatur tafsir bahasa Indonesia
ketimbang yang berbahasa daerah. Dengan demikian penulis mengambil empat tafsir
ulama Nusantara yaitu pertama, Syeikh Nawawi Banten pada generasi tahun 1813.
Kedua, Teungku Hasbi Ash-Shiddieqy pada generasi tahun 1965. Ketiga, Buya
Hamka pada generasi tahun 1980. Keempat, M. Quraish Shihab pada generasi tahun
10
1990 yang mana merekapun berbeda dalam masa pertahunnya.
Muhammad Nawawi ibn Umar al-Tanara al-Jawi al-Bantani. Ia lebih dikenal dengan
9
Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, h. 60.
10
Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, h. 63.
48
Serang, Banten pada tahun 1813 M/1228 H. Nawawi menghembuskan nafasnya yang
terakhir pada usia 84 tahun pada tanggal 25 Syawwal 1314 H/29 Maret 1897 M. Ia
dimakamkan di Ma’la dekat maka Siti Khadijah, Ummul Mukminin istri Nabi.
Ayahnya bernama Syeikh Umar, seorang pejabat penghulu yang memimpin Masjid.
Dari silsilahnya, Nawawi merupakan keturunan kesultanan yang ke-12 dari Maulana
Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati, Cirebon), yaitu keturunan dari putra
Sejak kecil, Nawawi memang telah diarahkan ayahnya untuk menjadi seorang
ulama. Setelah ditempa sang ayah, Nawawi lantas berguru kepada K.H. Sahal,
seorang ulama karismatik di Banten. Usai dari Banten, ia berguru kepada ulama besar
Purwakarta yakni Kiai Yusuf. 12 Pada usia 15 tahu, ia mendapat kesempatan untuk
ilmu kalam, bahasa dan sastra Arab, ilmu hadis, tafsir dan terutama ilmu fiqh. Pada
tahun 1833 ia kembali ke daerahnya dengan khazanah ilmu keagamaaan yang relatif
(Penggabung Tarekat adiriyah dan Naqsyabandiyah) dan Syek Abdul Gani Duma,
ulama asal Indonesia yang bermukim di Tanah Haram. Setelah itu, ia belajar pada
Sayid Ahmad Dimyati dan Ahmad Zaini Dahlan yang keduanya berdiam di Mekkah.
11
Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. 40.
12
Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufasir al-Qur’an (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani,
2008), h. 189.
13
Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. 41.
49
melanjutkan pelajarannya pada ulama-ulama besar di Mesir dan Syam yaitu Syek
lagi di Mekkah selama 30 tahun. Kemudian pada tahun 1860 Nawawi mulai mengajar
kesempatan menulis. Maka tak heran jika Nawawi mampu melahirkan puluhan.
Bahkan menurut sebuah sumber- ratusan karya tulis meliputi berbagai ilmu, seperti
Karya-karya Syeikh Nawawi di bidang ilmu kalam dan akhlaq yakni, Fath al-
karya-karya Syeikh Nawawi di bidang fiqh yakni, Kasyifatus Saja’, Fath al-Mujib
dan al-Tausyih. Dan Karya Syeikh Nawawi di bidang tafsir yakni tafsir Marȃh Labȋd.
mengemukakan banyak mengutip dari beberapa sumber kitab tafsir seperti kitab al-
Tafsir Aby al-Su’ud. Syeikh Nawawi menjadi terkenal dan diormati karena
14
Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufasir al-Qur’an,h. 190.
15
Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. 42.
16
Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufasir al-Qur’an,h. 192.
50
jelas dan sulit dimengerti yang tertulis dalam syair terkenal yang bernafaskan
keagamaan. Nama lengkap tafsir ini adalah “al-Tafsir al-Munir li Ma’alimit Tanzil
tafsir Marȃh Labȋd li Kasyfi Ma’na al-Qur’an al-Majid (Keerian yang menggumpal
yaitu tahlili. Uraiannya sederhana tapi lebih panjang dang lebih banyak dibandingkan
dengan tafsir Jalalain. Jika tafsir Jalalain hanya menjelaskan kata muradif, maka
pada tafsir Marȃh Labȋd Syeikh Nawawi akan menjelaskan maksud ayat tersebut
pembaca langsung memahami inti persoalan. Tanpa harus dibawa ke metode ijtihad
dalam menafsirkan al-Qur’an. Dilihat dari aliran pemikiran, tasir ini enderung
beraliran salaf yaitu berkhidmah kepada nash. Teknik pemaparannya yakni teknik
Tahlili tetapi kadangkala ia menjelaskan secara singkat yang dapat dimasukkan dalam
ringkas dan mengikuti alur kalimat al-Qur’ȃn sehingga tidak bisa dibedakan mana
secara detail layaknya tafsir Tahlili. Ia juga menjelaskan sumber riwayat Asbab al-
Nuzul secara singkat yang tidak disertai dengan rangkaian sanadnya sebagaimana
17
Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. 51.
51
bidang fiqh. 18 Bahwasannya Syeikh Nawawi al-Bantani wafat pada usia 84 tahun di
Syeib Ali, sebuah kawasan di pinggiran kota Mekkah, pada 25 Syawwal 1314 H/1897
seorang ulama Indonesia, ahli ilmu fiqh dan ushul fiqh, tafsir, hadis dan ilmu kalam.
Mangkubumi Abdul Aziz, putri seorang Qadhi Kesultanan Aceh ketika itu. 21
Dalam tubuhnya mengalir darah campuran arab. Menurut silsilah, Hasbi ash-
pertama. Diketahui bahwa ia adalah keturunan ketiga puluh tujuh dari Abu Bakar
Ash-Shiddieqy. Ketika berusia 6 tahun ibunya wafat dan diasuh oleh Teungku
Syamsiah, salah seorang bibinya. Sejak berusia 8 tahun Hasbi meudagang (nyantri)
dari dayah (pesantren) satu ke dayah lain yang berada di bekasi pusat kerajaan Pasai
tempo dulu.
18
Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. 53.
19
Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufasir al-Qur’an,h. 192.
20
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir al-Qur’anul Majid An-Nuur.
21
Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. 158.
52
Ada beberapa sisi menarik pada diri Muhammad Hasbi, antara lain :
dayah ke dayah dan hanya satu setengah tahun duduk dibangku sekolah Al-Irsyad
fanatik, bahkan ada yang menyangka “angker”. Namun Hasbi pada awal
perjuangannya berani menentang terus. Ia tidak gentar dan surut dari perjuangannya
kendatipun karena itu, ia dimusuhi, ditawan dan diasingkan oleh pihak yang tidak
sepaham dengannya.
Persis, padahal ia juga anggota dari kedua perserikatan itu. Ia bahkan berani berada
Keempat, ia adalah orang pertama di Indonesia yang sejak tahun 1940 dan
22
Teungku M. Hasbi ash-Shiddieqy, Ilmu-Ilmu Al-Qur’ȃn (Ulȗm Al-Qur’ȃn, (Semarang: PT.
Pustaka Riki Putra, 2009), h. 299.
53
Bagi mereka, fiqh dan syariat (hukum in abstracto) adalah semakna dan sama-sama
universal. Kini setelah berlalu tiga puluh lima tahun sejak 1960, suara-suara yang
Mencatat penggagas awal dalam sejarah adalah suatu kewajiban, demi tegaknya
kebenaran sejarah. Semasa hidupnya, Muhammad Hasbi telah menulis 72 Judul buku
dan 50 artikel dibidang tafsir, ḥadits, fiqh dan pedoman ibadah umum.
Universitas Islam Bandung (UNISBA) pada tanggal 22 maret 1975 dan dari IAIN
haji, dalam rangka menunaikan ibadah haji, beliau berpulang ke rahmatullȃh dan
jasad beliau dimakamkan pemakaman keluarga IAIN Ciputat Jakarta. Pada upacara
pelepasan janazah almarhum, turut memberi sambutan almarhum Buya Hamka dan
pada saat pemakaman beliau dilepas oleh almarhum Mr. Moh. Rum. Naskah terakhir
54
yang beliau selesaikan adalah Pedoman Haji yang kini telah banyak beredar di
masyarakat luas. 23
Hasbi Ash-Shiddieqy adalah seorang alim yang sangat produktif dan banyak
catatan, buku yang ditulisnya berjumlah 73 judul (142 jilid). Sebagian besar karyanya
adalah tentang fiqh (36 judul). Bidang-bidang lainnya adalah ḥadits (8 judul), tafsir (6
judul), tauhid (ilmu kalam; 5 judul). sedangkan selebihnya adalah tema-tema yang
2. Tasir al-Nȗr
Tafsir Al-Nȗr adalah salah satu karya tafsir Tengku Hasbi Ash-Shiddieqy.
Beliau mempunyai motivasi sendiri dalam menyelesaikan tafsir al-Nȗr ini, yaitu
untuk memenuhi hajat orang Islam di Idonesia untuk mendapatkan tafsir dalam
23
Teungku M. Hasbi ash-Shiddieqy, Ilmu-Ilmu Al-Qur’an (Ulum Al-Qur’an), h. 300.
24
Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. 162.
55
bahasa latin dimakasudkan agar orang-orang yang tidak bisa membaca al-Qur’ȃn
Adapun ciri khas dari kitab tafsir ini yaitu, pertama, menyebutkan ayat secara
tartib mushaf tanpa diberi judul, kedua, penafsiran masing-masing ayat dengan
didukung oleh ayat lain, hadis, riwayat sahabat dan tabi’in serta penjelasan yang ada
kaitannya dengan ayat tersebut. Dan ketiga, mebahasnya dengan mengaitkan bidang
ilmu pengetahuan secara merata artinya tidak ada penekanan pada bidang ilmu
C. Buya Hamka
Hamka merupakan singkatan dari H. Abdul Malik Karim Amrullah. Nama ini
adalah nama sesudah beliau menunaikan ibadah haji pada 1927 dan mendapat
tambahan haji. Beliau dilahirkan di sebuah desa bernama Tanah Sirah dalam Nagari
Sungai Batang, di tepi Danau Maninjau, Sumatra Barat, pada 17 Februari 1908 (14
Muharram 1326 H). ayahnya seorang ulama terkenal Dr. H. Abdul Karim Amrullah
alias Haji Rasul pembawa faham-faham Islam di Minangkabau. Ibu Hamka bernama
Shofiyyah. 27
Riwayat pendidikan yang ditempuh Hamka yaitu sejak Pada tahun 1914 M
25
Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. 164
26
Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. 168
27
Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. 170
56
usia 16 tahun, Hamka berangkat menuju tanah Jawa. Kunjungannya ke tanah Jawa itu
mampu memberikan “Semangat Baru” baginya dalam mempelajari Islam. dan pada
Minangkabau. 28
Hamka telah banyak menulis karya-karya dalam bentuk fiksi, sejarah dan
biografi, doktrin Islam, etika, tasawuf, politik adat Minangkabau dan tafsir. Dengan
kemahiran bahasa arabnya yang tinggi, beliau dapat menyelidiki karya ulama dan
pujangga besar di timur tengah, seperti Zaki Mubarak, Jurji Zaidan, Abbas al-Aqqad
dan lain sebagainya. Hamka sejak muda juga rajin membaca dan bertukar pikiran
sambil mengasah bakatnya sehingga menjadi seorang ahli pidato yang handal. Dan
• Tafsir al-Azhar. 29
28
Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. 172.
29
Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. 177.
57
Tafsir Al-Azhar adalah salah satu karya Buya Hamka terdapat beberapa faktor
Indonesia dan di daerah-daerah yang berbahasa melayu yang sangat ingin mengetahui
bahasa Arab. Kedua, golongan peminat islalm yang disebut muballigh, menghadapi
Ciri-ciri khas dari kitab tafsir al-Azhar yakni Pertama, bahwasanya Buya
Hamka mengedepankan corak tafsir Adab al-Ijtimȃ’i yakni suatu cabang dari tafsir
yang muncul pada masa modern ini, yang mana corak tafsir ini berusaha memahami
oleh al-Qur’ȃn tersebut dengan gaya bahasa yang indah dan menarik. Ketiga,
berusaha menghubungkan nash yang dikaji dengan kenyataan sosial dan system
D. M. Quraish Shihab
Muhammad Quraish Shihab, lahir di Rappang, Sulawesi Selatan, 16 Februari
1944/21 Safar 1363 H. ia adalah seorang cendekiawan muslim dalam ilmu-ilmu al-
Qur’ȃn. Ayahnya Prof. Dr. Abdurahman Shihab (1905-1986) adalah lulusan Jami’atul
30
Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h.182.
31
Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. 188-189.
58
Pesantren Dȃrul hadits al-Aqihiyyah. Pada 1967,dia meraih gelar Lc (S-1) pada
melanjutkan pendidikannya di fakultas yang sama dan pada 1969 meraih gelar MA
untuk spesialis bidang Tafsir al-Qur’ān dengan tesis berjudul al-Ijaz al-Tasyri’iy li al-
Qur’ȃn al-Karim.
menjabat Wakil Rektor bidang Akademis dan Kemahasiswaan pada IAIN Alauddin,
Ujung Pandang. Selain itu, dia juga diserahi jabatan-jabatan lain, baik di dalam
Indonesia Timur dalam bidang pembinaan mental. Selama di Ujung Pandang ini, dia
juga sempat melakukan berbagai penelitian; antara lain, penelitian dengan tema
berjudul Nazam Al-Durar li Al-Biqȃ’iy, Tahqiq wa Dirasah, dia berhasil meraih gelar
32
Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, h. 80.
59
doctor dalam ilmu-ilmu al-Qur’ȃn dengan yudisium Summa Cum Laude disertai
Fakultas Ushuluddin dan Fakultas Pasa Sarjana IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Selain itu, di luar kampus, dia juga dipercayakan untuk menduduki berbagai jabatan.
Antara lain: Ketua Majelis Ulama Indonesia (MI) Pusat (sejak 1984): Anggota
ilmu Agama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan; dan Asisten Ketua Umum
dia juga terlibat dalam berbagai kegiatan ilmiah di dalam maupun luar negeri.
surat kabar Pelita, pada setiap hari Rabu dia menulis dalam rubric “Pelita Hati”. Dia
juga mengasuh rubrik “Tafsir Al-Amanah” dalam majalah dua mingguan yang terbit
di Jakarta, Amanah. Selain itu, dia juga tercatat sebagai anggota Dewan Redaksi
majalah Ulȗmu al-Qur’ȃn dan Mimbar Ulama, keduanya terbit di Jakarta. Selain
kontribusinya untuk berbagai buku suntingan dan jurnal-jurnal ilmiah, hingga kini
33
M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan
Masyarakat (Bandung: Mizan, 1994), h. 1.
60
Kelemahannya (Ujung Pandang IAIN Aluddin, 1984); Filsafat Hukum Islam (Jakata:
ini merupakan salah satu buku Best Seller yang terjual lebih dari 75 ribu kopi, Tafsir
al-Mishbȃh, tasir al-Qur’ȃn lengkap 30 Juz (Jakarta: Lentera Hati), Pengantin al-
Tafsir al-Mishbȃh merupakan salah satu karya beliau, tafsir yang terdiri dari
15 volume besar ini menafsirkan al-Qur’ȃn secara tahlili, yaitu ayat per ayat
berdasarkan tata urutan al-Qur’ȃn yang tauqifi. Inilah yang membedakan tasir ini
dengan karya Quraish Shihab lainnya semisal Lentera Hati, Membumikan al-Qur’ȃn,
Bahwa kajian Islam, khususnya ilmu al-Qur’ȃn selama ini terhenti pada ranah
metode dan pedekatan klasik yang telah dikembangkan al-Suyuthi dalam “al-Itqȃn”,
ditulis Subhi al-Shalih atau Manna’ Khalil al-Qaththan, hanya merupakan repitisi dari
bahwa sarjana Muslim yang mengembangkan pendekatan baru, kreatif dan inovati
34
M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an: fungsi dan peran wahyu dalam kehidupan
masyarakat, h. 2.
35
Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. 272.
61
Setelah generasi Imam Nawawi Banten (abad 19 M). hingga saat ini, belum
pernah ada karya penting yang ditulis orang Indonesia, baik di bidang Fiqih atau
Ushul Fiqh. Tapi dalam tafsir, kita melihat geliat cukup menarik. Setidaknya ada dua
tafsir penting yang ditulis sarjana Indonesia yakni tafsir al-Azhar karya Buya Hamka,
dan al-Mishbȃh karya Quraish Shihab. Dari keduanya, tafsir al-Mishbāh patut
perkembangan manusia, 3) Kisah para Nabi dan salafus shaleh, 4) Janji dan ancaman
pemberitaan hal ghaib masa lalu dan masa mendatang yang diungkapnya.
yaitu:
kacau balau karena surat-suratnya menghimpun aneka persolan yang tidak berkaitan,
keserasian dalam redaksi al-Qur’ȃn paling tidak ada enam hal, yaitu: 1) Kata demi
36
Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. 274.
62
kata dalam satu surat, 2) Kandungan ayat dengan fashilat (Penutup Ayat), 3)
Hubungan ayat dengan ayat berikutnya, 4) Uraian awal satu surat dengan
penutupnya, 5) Penutup surat dengan uraian awal surat sesudahnya, dan 6) tema surat
Quraish Shihab layak bahkan wajib menjadi bacaan dan rujukan setiap muslim di
karya tafsir ini bukanlah sepenuhnya ijtihad penafsir sendiri. Tafsir al-Mishbȃh
penafsiran yang digunakan dalam kitab tafsir al-Mishbah ini adalah Adab al-Ijtimȃ’i
yang mana corak tafsir ini ditekankan pada kebutuhan social masyarakat dan juga
komprehensif terhadap ayat-ayat al-Qur’ȃn. Jika selama ini tafsir al-Qur’ȃn yang
ditulis oleh ulama Timur Tengah sulit untuk dipahami kecuali orang yang mengerti
bahasa Arab, dengan lahirnya tafsir madzhab Indonesia, dalam hal ini tafsir al-
37
Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. 276-277.
38
Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. 282.
63
Mishbah, pesan-pesan al-Qur’ȃn menjadi mudah dipahami, yang lebih penting itu,
dilakukan. 39
39
Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. 287.
BAB IV
jenis manusia yaitu wali dari seorang perempuan kepada laki-laki yang akan hidup
bersama dengan putrinya sesuai dengan hukum Islam. karena wali mempunyai peran
sendiri. Sebagaimana yang tertera di dalam al-Qur’ȃn surat al-Nȗr ayat 32. Tujuan
pernikahan yaitu untuk membentuk keluarga yang (rumah tangga) yang bahagia dan
kekal berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa. 1 Demikianlah kekuatan cinta dan kasih
sayang sebagai tujuan dan hasil dari pernikahan. Untuk mewujudkan dan mencapai
hal itu semua memang perluu persiapan yang matang, baik fisik terutama mental. 2
1
Abdullah Hasyim, dkk., Keluarga Sejahtera dan Kesehatan Reproduksi (Jakarta: Direktorat
AdVokasi dan KIE, November 2011),h. 8.
2
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbȃh, h. 258.
64
65
yang artinya menikah. Hakekatnya term amr banyak terdapat di dalam al-Qur’ȃn.
dalam kajian Ushul Fiqh lafadz amr digunakan untuk: pertama, Nadab اﻟﻨﺪب
Kedua, Irsȃd اﻹرﺷﺎدyaitu sekedar member petunjuk dan bimbingan. Ketiga, Ibȃha
ْ َوأَﻧ ِﻜﺤmerupakan term amr yang digunakan untuk Nadab yaitu menganjurkan
Kata ُﻮا
bahwasannya di dalam ayat ini tidak mengandung tuntutan apa-apa terhadap orang
yang menerima amr sehingga tidak ada sangsi berupa hukuman maupun janji pahala. 3 P2F P
Ayat ini mengandung anjuran untuk menikah dan membantu laki-laki yang
belum beristri dan perempuan yang belum bersuami agar mereka menyegerakan
menikah karena Allȃh akan memberikan rizki kepada makhluk-Nya yang berusaha. 4
bahwasannya ayat ini menjelaskan anjuran seorang wali untuk menikahkan anaknya,
budaknya ataupun oang-orang yang mempunyai posisi yang sama dengan anak.
Akan tetapi dalam tafsirannya beliau tidak menjelaskan secara detail kata اﻷﯾﺎﻣﻲ
beliau hanya menjelaskan orang-orang yang tidak memiliki pasangan baik laki-laki
maupun perempuan. 5 P4 F
3
Kamus al-Qur’an.
4
Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir. Penerjemah M. Abdl Ghoffar E.M (Bogor: Pustaka Imam Asy-
Syafi’i), h. 470.
5
Syeikh Muhammad Nawawi al-Jȃwi, Tafsir Marȃh Labȋd (Mesir: Darul Fikr, 1981), h. 81.
66
Qur’ȃnul Majid Al-Nȗr pada ayat 32 surah al-Nȗr beliau memaparkan bahwa,
nikahkanlah orang-orang yang belum bersuami atau belum beristri dan kamu
Perintah yang dikandung oleh ayat ini merupakan anjuran, bukan suatu
keharusan, kecuali apabila hal itu telah diminta oleh si perempuannya sendiri. Pada
dasarnya kita menetapkan bahwa perintah ini bukan wajib, karena menurut
kenyataan, pada masa Nabi sendiri terdapat orang-orang yang dibiarkan hidup
membujang. Tetapi dapat dikatakan perintah di sini adalah wajib, apabila dengan
tidak menikahkan mereka yang bujang-bujang itu dikhawatirkan akan timbul fitnah. 6
Sebagaimana telah diketahui sejak dari pemulaan Surat al-Nȗr ini, nyatalah
Islam yang gemah ripah, adil dan makmur. Keamanan dalam rohani dan jasmani dan
peraturan memakai pakaian yang bersumber dari kesoponan iman. Maka di dalam
ayat yang selanjutnya ini terdapat pula dalam ayat 32 tersebut diatas. Hendaklah laki-
laki yang tidak beristri dan perempuan yang tidak bersuami, baik masih bujangan dan
gadis ataupun telah duda dan janda, karena bercerai atau karena kematian salah satu
6
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir al-Qur’anul Majid Al-Nȗr, h. 280-281.
7
Buya Hamka, Tafsir Al-Azhar, h. 187.
67
Dalam kitab tafsir al-Azhar karya Buya Hamka, apabila ayat ini direnungkan
dengan baik-baik jelaslah bahwa soal mengawinkan yang belum beristri atau
bersuami bukanlah lagi semata-mata urusan pribadi dari yang bersangkutan, atau
urusan “rumah tangga” dari dua orang tua kedua orang tua yang bersangkutan saja,
tetapi menjadi urusan pula dari jamaah islamiah, tegasnya masyarakat Islam yang
Dalam ayat tersebut Wa ankihu, hendaklah kawinkan oleh kamu, hai orang
banyak. Terbayanglah disini bahwa masyarakat islam mesti ada dan dibentuk. Supaya
ada yang bertanggung jawab memikul tugas yang diberikan Tuhan itu.
Amat berbahaya membiarkan terlalu lama seorang laki-laki muda tak beristri,
terlalu lama seorang gadis tak bersuami. Karena bertambah modern pergaulan hidup
sekarang ini, bertambah banyak hal-hal yang akan merangsang nafsu kelamin.
kepada sikap hidup. Masyarakat Islam harus awas akan bahaya ini, sebab itu ayat 32
hasil pencariannya yang sekarang ini tidaklah akan mencukupi. Padahal setelah
diseberanginya akad-nikah pernikahan itu dan dia mendirikan rumah tangga, ternyata
cukup untuk memenuhi kebetuhan rumah tangga. Semasa belum kawin, dengan
pencarian yang kecil itu, hidupnya tidak berketentuan, sehingga berapa saja uang
8
Buya Hamka, Tafsir Al-Azhar, h. 188.
68
yang diterima habis demikian saja. Tetapi setelah nikah dan dia mendapatkan teman
hidup yang setia, hidupnya mulai teratur dan belanja mencukupi juga.
Kalau masyakat itu telah dinamai masyarakat Islam, niscaya orang hidup
dengan Qana’ah, yaitu merasa cukup dengan apa yang ada. Perempuan yang
Yang dicari pada hakikatnya dalam hidup ini ialah keamanan jiwa. Hidup
dalam kesepian tidaklah mendatangkan keamanan bagi jiwa. Rumah tangga yang
tentram adalah sumber inspirasi untuk berusaha, dan usaha membuka pula bagi pintu
rezeki. 9
kesuaian diri dan jiwa kaum mukminin baik pria maupun wanita, serta memelihara
kitab tafsinya yang berjudul Tafsir al-Mishbȃh bahwa kata ( )اﻷﯾﺎﻣﻲal-Ayȃm adalah
bentuk jamak dari ( )اﯾَﻢAyyim yang pada mulanya berarti perempuan yang tidak
memiliki pasangan. Awalnya kata ini hanya digunakan untuk para janda, tetapi
kemudian meluas sehingga para gadis-gadis juga termasuk, bahkan meluas sampai
para lelaki yang membujang maupun duda. Kata tersebut bersifat umum, sehingga
termasuk juga wanita tuna susila, apalagi ayat ini bertujuan menciptakan lingkungan
sehat dan religious, sehingga dengan mengawinkan para tuna susila, maka
9
Buya Hamka, Tafsir Al-Azhar, h. 189.
69
masyarakat secara umum dapat terhindar dari prostitusi serta dapat hidup dalam
suasana bersih.
Ayat ini memberi janji dan harapan untuk memperoleh tambahan rezeki bagi
mereka yang akan melangsungkan pernikahan, namun belum memiliki modal yang
memadai. Sementara para ulama menjadikan ayat ini sebagai bukti tetang anjuran
untuk menikah walau belum memiliki kecukupan. Tetapi perlu dicatat bahwa ayat ini
bukannya ditunjukkan kepada mereka yang bermaksud untuk menikah, tetapi kepada
para wali. Di sisi lain ayat berikut memerintahkan kepada yang akan menikah tetapi
dan buka pula sanksi semata, namun Islam memberikan solusi realistis dan positif. Itu
bisa dilihat dari pemberian jalan yang mudah dalam masalah pernikahan, dan dalam
hal memberi bantuan. Dimana kita dapatkan dalam ayat ini memberikan arahan pada
para wali untuk memberikan kontribusi aplikatif dalam menikahkan seseorang yang
Karena pernikahan itu adalah jalan dan cara alami untuk menangkal
kecenderungan seksual yang bersifat fitrah. Pernikahan adalah puncak tujuan yang
selaras dengan tabitanya. Hambatan financial adalah hambatan pertama yang biasa
dihadapi seseorang untuk membangun tatanan rumah tangga dan dalam memberikan
10
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbȃh, h. 335-337.
70
perlindungan pada jiwa. Karena Islam adalah sebuah aturan yang lengkap, maka dia
tidak akan mewajibkan iffah (menahan diri) kecuali telah tersedia sebab-sebabnya
dan menjadikannya sesuatu yang gampang bagi setiap lapisan. Sehingga dia tidak
dilakukan oleh orang-orang yang sengaja menyimpang dari jalan yang benar.
Sebagaimana wajib bagi para gadis untuk tahu bahwa pernikahan itu adalah
persoalan fitrah yang disyariatkan dan tidak selayaknya untuk disia-siakan. Syariat
Islam tidak membuat pelakunya menjadi kurang nilai agamanya sebagaimana hal ini
terjadi pada agama-agama lain yang memahami bahwa pernikahan itu dianggap
Dengan demikian kesimpulan dari tiap-tiap tafsir bahwa di dalam kitab tafsir
Buya Hamka Beliau tidak menjelaskan secara rinci kata اﻷﯾﺎﻣﻲitu tersendiri, akan
membiarkan terlalu lama seorang laki-laki muda tak beristri dan terlalu lama seorang
gadis tak bersuami, karena ditambah modern pergaulan hidup sekarang akan
bertambah hal-hal yang akan merangsang nafsu dan khawatir akan mendekati zina.
Akan tetapi di dalam kitab tafsir al-Mishbȃh M. Quraish Shihab Beliau menjelaskan
bahwa kata اﻷﯾﺎﻣﻲadalah jama’ dari اﯾَﻢAyyim kata tersebut bersifat umum yang pada
mulanya berarti perempuan yang tidak memiliki pasangan . pada awalnya kata ini
11
Syaikh Imad Zaki al-Barudi, penerjemah Samson Rahman, MA, Tafsir Wanita (Jakarta: Pustaka
al-Kautsar, Juni 2004), h. 714-717.
71
digunakan untuk para janda tetapi meluas hingga gadis-gadis juga termasuk, bahkan
meluas sampai para lelaki yang membujang, baik jejaka maupun duda. Dan wanita
tunasila. Sedangkan di dalam kitab tafsir al-Qur’anul Majid al-Nȗr karya Teungku
yang belum bersuami dan belum beristri dan kamu para wali menanggung hak
ini merupakan anjuran bukan keharusan akan tetapi itu semua tergantung dengan
laki-laki dengan seorang perempuan dengan maksud saling memberi dan mengambil
manfaat dari keduanya untuk membangun keluarga yang dipenuhi kasih sayang, rasa
cinta, dan ketenangan. Yang menjalaninya adalah seorang laki-laki dan perempuan
yang masih sendiri yang mana telah dianjurkan untuk menyegerakan perikahan.
Sebagaimana terdapat didalam al-Qur’ȃn surat al-Nȗr ayat 32. Pernikahan dibutuhkan
bagi mereka yang sudah dewasa, namun seseorang yang dewasa tidak dapat diukur
dari segi usia. Akan tetapi dapat dilihat dari seseorang menyelesaikan masalah dalam
seseorang untuk menikah akan tetapi pernikahan akan sah jika terpenuhi syarat dan
rukunnya.
iddah, dan kewajiban masing-masing suami dan istri dalam masa-masa talak dan
iddah, agar tak ada pihak yang dirugikan dan keadilan dapat dilaksanakan dengan
sebaik-baiknya. Salah satunya yaitu iddah bagi wanita yang belum haid yang mana
terjadi suatu pernikahan seorang wanita yang belum baligh dengan lelaki pilihannya.
menjelaskan tentang iddah, Pertama, iddah bagi wanita yang sudah tidak haid lagi
(menopause) yaitu tiga bulan, para ulama berpendapat bahwasannya wanita yang
tidak haid lagi (menopause) yaitu ketika sudah berumur 55 tahun sampai 60 tahun.
Kedua, bagaimana iddah bagi wanita yang belum dewasa? Yaitu 3 bulan dan Ketiga,
istrinya dalam keadaan suci dan Allȃh menjelaskan bahwa takwa merupakan kaidah
12
Syeikh Muhammad Nawawi al-Jȃwi, Tafsir Marȃh Labȋd, h. 383.
73
pokok yang memberi jalan keluar bagi kita atas segala kesulitan dan iddah perempuan
yang belum cukup umur (belum dewasa), belum pernah berhaid dan iddah perempuan
sudah lanjut umurnya (menopause) yaitu tiga bulan. Ujar Teungku Hasbi Ash-
bahwasanya di dalam surat al-Baqarah 225 sudah dijelaskan ‘Iddah perempuan yang
berhaidh, yaitu tiga Quru’, yaitu tiga kali haidh tiga kali bersih. Kadang-kadang
bilangannya tidak persis tiga bulan. Maka bagi perempuan-perempuan yang tidak
Dalam ayat ini tersebut dua macam perempuan, pertama, perempuan yang
sudah putus asa dari haidh, karena usia\nya telah lanjut. Setengah perempuan telah
berhenti haidh dalam usia 55 tahun dan ada yang kurang dari itu dan ada yang lebih.
Kedua, ialah perempuan yang tidak pernah haidh; meskipun itu jarang
kononnya Fatimah binti Rasȗlullȃh tidaklah pernah berhaidh, padahal dia dianugerahi
putera-putera juga.
Ketiga, adalah anak perempuan yang belum haidh. Di beberapa negeri, dan
yang terkenal di zaman lampau adalah di India. Anak-anak masih kecil sudah
gendongan orang tuanya sudah dikawinkan. Ketika sudah besar, setelah mereka sadar
akan diri, atau atas kemauan orang tua juga, terjadi perceraian. Padahal anak
13
Tengku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’ȃnul Majȋd Al-Nȗr, h. 4266-4267.
74
perempuan itu belum berhaidh. Maka ‘iddah anak perempuan tersebut yaitu tiga
bulan.
Dan dapat dilihat bahwa peraturan yang telah diaturkan Allȃh itu sangatlah
bertali dengan takwa. Karena hanya orang yang betakwalah yang akan tunduk dengan
taat dan setia kepada peraturan tuhan, lahir dan batin. Orang yang tidak bertakwa
Salah satu karya tafsir M. Quraish Shihab yaitu Tafsir al-Mishbȃh, beliau
berpendapat bahwa aya-ayat yang lalu berbicara tentang ‘iddah dan tuntunan kepada
suami agar berpikir panjang sebelum menjatuhkan putusan serta menguraikan apa
yang harus dilakukan jika suami bertekad untuk menjatuhkan berthalaq. Ayat di atas
kemudian kembali berbicara tentang ‘iddah dari segi lamanya masa tunggu itu
masing-masing sesuai kondisinya. Kalau ayat yang lalu berbicara tentang wanita-
wanita yang dicerai sedang dia masih mengalami haid dan masih terbuka
kemungkinan untuk dirujuk, maka disini Allȃh berfirman bahwa : Dan mereka yakni
asa dari datangnya haid yakni yang telah memasuki menopause, maka ‘iddah mereka
adalah tiga bulan; dan perempuan-perempuan yang tidak haid karena belum dewasa,
maka ‘iddah mereka adalah tiga bulan. Dan perempuan-perempuan yang hamil baik
yang dicerai hidup maupun mati, baik muslimah mapun non muslimah, baik bekas
14
Buya Hamka, Tafsir Al-Azhar, h. 273.
75
suaminya muslim maupun bukan, maka batas wakktu ‘iddah mereka adalal sampai
Adapun Asbȃbu al-Nuzȗl dalam ayat ini adalah mengenai dalam suatu riwayat
dikemukakan bahwa ketika turun ayat tentang ‘iddah wanita di surat al-Baqarah (S.2 :
226 s/d 237) para sahabat berkata: “masih ada masalah ‘iddah wanita yang belum
disebut (di dalam al-Qur’ȃn), yaitu iddah wanita muda (yang belum haid), yag sudah
tua (tidak haid lagi) dan yang hamil. Maka turunlah ayat ini (S. 65 : 4) yang
menegaskan bahwa masa iddah bagi mereka ialah tiga bulan, dan bagi yang hamil
Dengan demikian, pada dasarnya agama Islam pun tidak membatasi usia alam
pernikahan namun kebutuhan mausia membatasi usia yang mana diperkuat oleh
undang-unddang yang secara teknis diatur oleh ulama fiqh. Di dalam al-Qur’ȃn tidak
ada ayat khusus untuk dijadikan landasan pernikahan usia dini akan tetapi terdapat
isyarat ayat al-Qur’ȃn untuk melangsungkan pernikahan seorang anita yang belum
baligh. Yang mana dapat kita lihat dari tafsiran surat al-Talȃq ayat 04, bahwa di
dalam ayat tersebut menjelaskan iddah bagi seorang wanita yang belum haid yaitu 3
bulan. Dengan demikian maka terjadilah suatu pernikahan seorang wanita yang masih
15
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah pesan, kesan dan keserasian al-Qur’an, h.298.
16
Qamaruddin Shaleh, HAA. Dahlan, Prof. Dr. M.D. Dahlan, Asbȃbu al-Nuzȗl (Bandung: CV.
DIPENEGORO), h. 534.
76
seperti menerangkan waktu-waktu shalat yang lima, bilangan rakaat, tata cara rukuk
Salah satu sunnah rasul adalah mengenai masalah pernikahan dibawah umur,
bahwasannya pernikahan itu merupakan sesuatu yang agung dan mulia yag harus
diperbuatnya itu terhadap istri atau suaminya, terhadap keluarganya, dan tentunya
Syariat Islam mengajarkan bahwa salah satu syarat utama keabsahan suatu
syariat adalah apabila bersangkutan telah akil baligh. Oleh karena itu, seorang pria
yang belum baligh dapat melaksanakan Qabul secara sah dalam suatu akad nikah.
Perlu diketahui bahwa dalam pelaksanaan akad nikah, calon mempelai pria mesti
17
Teungku M. Hasbi ash-Shiddieqy, Ilmu-Ilmu Al-Qur’ȃn (Ulum Al-Qur’ȃn), h. 230.
77
Adapun calon mempelai istri di dalam pelaksanaan akad nikah tidak turut
serta menyatakan sesuatu sebab ijab dilakukan oleh walinya. Oleh karena itu,
pernikahan seorang pria yang sudah baligh dengan wanita yang belum baligh dapat
diniali sah. Sebagaimana diterangkan di dalam hadits Bukhari, Siti ʻȂʼisyah ketika
“Dari ‘Ȃʻisyah bahwa Nabi saw. kawin dengan dia ketika ia berumur
6 tahun dan dipertemukan dia dengan Nabi ketika ‘Ȃ’isyah berumur 9 tahun
dan ia tinggal di sisi Nabi selama 9 tahun. “ (HR. Bukhari)
Shahih Bukari di dalam kitab Syarahnya Fathul Bari menjelaskan bahwa
Rasūlullāh saw. mulai berkumpul dengan ʻȂ’isyah pada bulan Syawwal tahun
pertama Hijriyyah. Pendapat lain ada yang mengatakan pada tahun kedua hijriyah.
bersama ibunya dan saudara perempuannya Asma’ binti Abu Bakar. Adapun
bahwa hadits ini menjelaskan tentang ʻȃ’isyah yang menikah dengan Rasȗlullȃh pada
usia yang relative muda yang pada berusia ke-6 masuk ke-7. Hadits ini juga
18
Abȗ ʻAbdillȃh Muhammad bin Ismȃʻȋl al-Bukhȃri, Shahih Bukhari, (Kairo: al-Maktabah al-
Syafiyah ), jilid 3, h. 1650.
19
Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Bȃri Syarah Shahih al-Bukhari. Penerjemah Amir Hamzah
(Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), juz. 7, h. 224.
78
beberapa ketentuan didalamnya yaitu Pertama, tidak boleh menikahi seorang anak
dibawah umur apabila tidak ada kemaslahatan yang jelas karena ditakutkan pada
akirnya akan terjadi bencana pada akhir pernikahannya. Kedua, adapun waktu
perayaan pernikahan dan menjima’ anak kecil berdasarkan kesepakatan antara suami
dan walinya. Apabila mereka berbeda pendapat maka dibatasi dengan umurnya
sampai sembila tahun. Dalam hal ini terdapat perbedaan yakni imam malik, Syafi’I
dan Abu Hanifah dalam pembatasan jima’ tidak disebabkan karena perbedaan umur,
Kembali kepada kedudukan nikah yang agung mulia itu juga berfungsi
sebagai forum pendidikan dan pembinaan generasi yang akan datang, maka
hendaknya suatu pekawinan itu dilaksanakan setelah kedua belah pihak betul-betul
dan istri yang baik bahkan siap untuk menjadi bapak dan ibu yang baik. Apa yang
dilakukan oleh Rasūlullāh saw. dengan Siti ʻȂ’isyah merupakan suatu kejadian yang
tentunya mempunyai hikmah yang dalam bagi kelangsungan syariat Islam, tidak
20
Al-Nawawai, Shahih Muslim, (Bairut: Dar al-Fikr, 1981), jilid 7, h. 207.
21
Miftah Faridl, 150 Masalah Nikah dan Keluarga (Jakarta: Gema Insani Press, Februari, 1999),
h. 26-27.
79
dalamnya mengandung pesan yang luas bahwa nikah adalah sesuatu yang tidak boleh
ditunda-tunda. Hal ini mengisyaratkan akan ada sesuatu yang berbahaya jika nikah
sendiri maupun bagi orang tua untuk menghidupkan sunnah Rasȗlullȃh saw, ini
dengan segera. Menunda apalagi tidak berniat untuk menikah adalah pelanggaran
berat, Rasȗlullȃh saw, memperingatkan akan resiko yang harus ditanggung yaitu
tidak diakui sebagai umatnya. “barangsiapa yang membenci sunnahku maka bukan
80
pernikahan dianggap telah memiliki setengah dari agamanya. Artinya, dia telah
22
Abu al-Ghifari, Pernikahan Dini, h. 74-77.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
undang. Di dalam al-Qur’ȃn tidak terdapat ayat yang membatasi usia dalam
pernikahan. Karena Suatu pernikahan akan sah jika syarat-syarat dan rukun
adalah jama’ dari اﯾَﻢAyyim kata tersebut bersifat umum yang pada mulanya
berarti perempuan yang tidak memiliki pasangan . pada awalnya kata ini
digunakan untuk para janda teapi meluas hingga gadis-gadis juga termasuk.
81
82
Kedua, Dalam al-Qur’ȃn surat al-Talȃq ayat 04, yang mana berbicara
tentang iddah. Salah satunya yaitu iddah bagi perempuan yang belum haid.
bahwa iddah bagi perempuan yang belum haid adalah tiga bulan sama hal nya
dengan Siti ʻȂʻisyah ketika ia berusia 6 tahun. Terdapat ḥadis nabi yang
B. Saran-Saran
mengambil keputusan. Salah satunya yaitu keputusan untuk menikah pada usia dini.
jika berlangsungnya pernikahan usia dini maka bagi kedua belah pihak agar
mempersiapkan secara matang baik fisik maupun mental dan saling toleransi dalam
berkurangnya nilai negative mengenai perikahan usia dini dan pada akirnya dapat
dalam menulis skripsi ini, baik dari sisi cara penulisan, pembahasan, dan terutama
83
mengenai referensi-refernsi yang penulis gunakan. Harapan besar bagi penulis adalah
agar kiranya ada yang bisa melanjutkan penelitian penulisan ini, tentunya yang
dapat tertutupi.
DAFTAR PUSTAKA
Amir, Mafri. Literatur Tafsir Indonesia. Tanggerang: Mazhab Ciputat, Oktober 2013.
Arra’uf, Djamaluddin bin Dahlan. Aturan Pernikahan dalam Islam. Jakarta: JAL
Publishing, 2011.
Asmawi, Mohammad. Nikah dalam Perbincangan dan Perbedaan. cet ke-1.
Yogyakarta: Darussalam, 2004.
As’Ari, Khusen.”Pernikahan Dini dalam Perspektif Hadits.” Skripsi S1 Fakultas
Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2009.
al-Asqalani, Ibnu Hajar. Fathul Bāri syarah Shahih al-Bukhari. Jakarta: Pustaka
Azzam, 2008.
Azlan. “Pernikahan Usia Dini menurut Hukum Islam.” Skripsi S1 Fakultas Syariah
dan Hukum Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Pekan Baru, 2010.
Azra, Azyumardi. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad
XVII & XVIII Akar Pembaran Islam. sJakarta: Kencana, Januari 2013,
al-Barudi, Syaikh Imad Zaki. penerjemah Samson Rahman, MA. Tafsir Wanita.
Jakarta: Pustaka al-Kautsar, Juni 2004.
Bakri, Sidi Nazar. Kunci Keutuhan Keluarga. Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya,
Jakarta 1993.
Bukhori, M. Hubungan Seks Menurut Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1994.
Al-Bukhari, Abu Abdillah Muhammad bin Ismail. Shahih Bukhari. Kairo: al-
Maktabah Al-Syafiyah.
Al-Bukhari, Abu Abdillah Muhammad bin Ismail. Fathul Bari. Kairo: al-Maktabah
Al-Syafiyah.
Dahlan, Qamaruddin Shaleh, HA dan M.D. Asbabun Nuzul. Bandung: CV.
DIPENEGORO.
Dahlan, R. M. Fikih Munakahat.Yogyakarta: Deepublish, 2015.
84
85
Ghofur, Saiful Amin. Profil Para Mufasir al-Qur’an, Yogyakarta: Pustaka Insan
Madani, 2008.
Gusmian, Islah. Khazanah Tafsir Indonesia. Jakarta: Teraju, Februari 2003.
al-Qazuyani, Muhammad bin Yazid Abdullah. Sunan Ibnu Mājjah. Beirut: Dār al-
Fikri.
Al-Qurthubi, Syaikh Imam. al-Jamȋ’u li Ahkȃmi Al-Qur’ȃn, Penejemah Amir
Hamzah Jakarta: Pustaka Azzam, Januari 2009.
Rachman, Arsyad Juliandi. “Gubri Ingatkan Generasi Muda Akan Bahaya Pernikahan
Usia Dini,” artikel diakses pada 15 Nov 2017 dari
http://harianriau.co/mobile/dtailberita/17378/gubri-ingatkan-generasi-muda-
akan-bahaya-pernikahan-usia-dini.
Rahmatiah HL, “Studi Kasus Perkawinan di bawah umur,” Vol.5 No. 1 Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar 2016.
Rabbani, Muthmainah Afra. Istri Yang Dirindukan Surga. Jakarta : Perpustakaan
Nasional RI, 2015.
Ridha, Muhammad Rasyid. Tafsir al-Manar, Mesir: al-Manar, 1325 H, Juz IV.
Roliskana, Mohan. “Soal Pernikahan Dini dan Narkoba, Ini Pesan Mohan Untuk
Pemuda” artikel diakses pada 21 No 2017 dari
https://kiknewws.today/22017/11/21/soal-pernikahan-dini-dan-narkoba-ini-
pesan-mohan-untuk-pemuda.
87
Shomad, Abd. Hukum Islam: Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum Indonesia,
Jakarta: Kencana, Januari 2010.
Suma, Muhahammad Amin. Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada: Maret 2004.
Surakhmad, Winarno. Pengantar Penelitian Ilmiah: Dasar, Metode dan Tekhnik
Bandung: Taarsita, 1989.
Taufikurrahman, “Kajian Tafsir di Indonesia”, Mutawȃtir: Jurnal Keilmuan Tafsir
Hadits, Vol. 2, Nomor 1, Juni 2012.
Warson, Achmad Munawwir, Kamus al-Munawwir versi Indonesia-Arab, Surabaya:
Pustaka Prgressif, 2007.
Yanggo, Chuzaimah T. Problematika Hukum Islam Kontemporer (II). Jakarta: PT.
Pustaka Firdaus, 2002.
Zuhaili, Wahba. Fiqih Imam Syafi’I. Jakarta: Almahira, Februari 2012.
88