SKRIPSI
Fakultas Ushuluddin
Oleh
ANTIA JULYANTI
FAKULTAS USHULUDDIN
2020
i
ii
iii
MOTTO
iv
PERSEMBAHAN
Alhamdulillahirabbil‟alamin.
Pertama kalinya penulis panjatkan puja, puji dan Rasa syukur tiada
hentinya kepada Allah SWT yang telah memberikan karunia dan ni‟mat Nya
yang sangat besar karunia dan ni‟mat itu ialah umur yang panjang
kesehatan yang baik dan kesempatan yang luang sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.
v
ABSTRAK
Syūrā atau sering dikenal dengan Musyawarah di dalam Al-Qur'an
dapat ditemukan QS.Ali Imran [3]: 159, dan QS Asy-Syūrā [42] 38. Dari
penafsiran kedua ayat tersebut, banyak intelektual Muslim menjadikanya
sebagai landasan bagi teori pemerintahan. Karenaya sangat beralasan jika
kajian terhadap ayat-ayat tersebut dikatakan bukan hal baru dalam kajian
Islam, bahwa ayat-ayat tersebut dari dulu hingga kini masih menuai banyak
perdebatan.
Dewasa ini, istilah Syūrā sering dikaitkan dengan sistem republik,
demokrasi, parlementer, perwakilan, senat formatur, dan berbagai konsep
yang terkait lainya dengan sistem pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat,
untuk rakyat.
Penelitian ini termasuk jenis penelitian kepustakaan (library
research), adapun tipe termasuk penelitian deskriptif, yaitu dengan cara
menghimpun ayat dari berbagai surat yang sama-sama membicarakan satu
masalah tertentu, teknik pengumpulan data pada penelitian ini termasuk
teknik dokumentasi. Penelitian ini fokus pada pemikiran Quraish Shihab
terhadap ayat-ayat Syūrā dalam tafsir Al-Misbah
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa sikap atau etika
bermusyawarah QS Ali-Imran 159 menjelaskan sikap yang diperintahkan
Allah kepada Nabi Muhammad Saw. dalam melakukan musyawarah, yaitu
Pertama, adalah berlaku lemah lembut, tidak kasar, dan tidak berhati keras.
Kedua, memberi maaf. Ketiga yang harus mengiringi musyawarah adalah
permohonan maghfirah dan ampunan Ilahi, dan yang Keempat, apabila telah
bulat tekat, laksanakan dan berserah dirilah kepada Allah Swt. Dan Surat
Asy-Syūrā ayat 38 dijelaskan terkait keharusan menyelesaiakan suatu
permasalahan dengan jalan musyawarah.
vi
KATA PENGANTAR
vii
5. Bapak Dr. Edy Kusnaidi, M. Fil.I selaku Wakil dekan bidang
Administrasi Umum Perencanaan dan Keuangan Fakultas
Ushuluddin dan Studi Agama UIN STS Jambi.
6. Bapak Dr. M.Led Al-Munir, M.Ag selaku Wakil dekan bidang
Kemahasiswaan dan bidang Kerjasama luar Fakultas Ushuluddin
dan Studi Agama UIN STS Jambi.
7. Dr. Bapak Bambang Husni Nugroho, S. Th. I.,M.H. I selaku ketua
Prodi Ilmu Al-Quran dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Studi
Agama UIN STS Jambi.
8. Bapak Drs. H. Moh. yusuf, M. Ag selaku pembimbing I yang telah
banyak memberikan kontribusi dan waktu demi terselesaikannya
Penulisan Skripsi ini.
9. Bapak Hayatul Islami, S. Th. I., M. SI selaku pembimbing II yang
telah banyak memberikan kontribusi saran, semangat dan waktunya
demi terselesaikannya Skripsi ini.
10. Ibu Ermawati MA selaku pembimbing akademik yang senantiasa
selalu memberi saran, semangat dan waktunya demi
terselesaikannya Skripsi ini.
11. Para Dosen Ilmu Al-Quran dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan
Studi Agama UIN STS Jambi.
12. Bapak Ibu Karyawan dan Karyawati Fakultas Ushuluddin dan Studi
Agama UIN STS Jambi.
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis
khususnya dan bagi semua orang pada umumnya.Saran dan kritik
yang membangun sangat diperlukan dalam kesempurnaan skripsi
ini.
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................... i
NOTA DINAS.............................................................................................. ii
PERSETUJUAN ......................................................................................... iii
PENGESAHAN ........................................................................................... iv
MOTTO ....................................................................................................... v
PERSEMBAHAN ....................................................................................... vi
ABSTRAK ................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ................................................................................. viii
DAFTAR ISI................................................................................................ x
PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................................ xii
BAB 1 PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah ................................................................ 1
B.Rumusan Masalah ......................................................................... 6
C Tujuan dan Kegunaan Penelitian. .................................................. 6
D.Batasan Masalah ............................................................................ 7
E.Tinjauan Pustaka ............................................................................ 8
F.Metode Penelitian .......................................................................... 9
G.Sistematika Penulisan .................................................................... 12
BAB 11 BIOGRAFI TENTANG QURAISH SHIHAB
A. Biografi M.Qurasih Shihab ............................................................... 13
B. Pemikiran Dan Hasil Karya-karya Quraish Shihab .......................... 18
C. Tafsir Al-Misbah ............................................................................... 22
BAB 111 TINJAUAN UMUM TENTANG MUSYAWARAH
A. Makna musyawarah ......................................................................... 28
B. Musyawarah Dalam Lintasan Sejarah .............................................. 31
C. Ayat-ayat Musyawarah Dalam Al-Qur'an ........................................ 39
D. Ruang Lingkup Musyawarah ............................................................ 42
E. Orang-orang Yang Diajak Bermusyawarah ...................................... 45
BAB 1V ANALISIS PENAFSIRAN QURAISH SHIHAB TENTANG
MUSYAWARAH
ix
A. Bermusyawarah Dalam Kehidupan Rumah Tangga……………...47
B. Bermusyawarah Dalam Berbagai Urusan………………………...48
C. Memutuskan Sesuatu Dengan Musyawarah……………………...55
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................. 65
B. Saran ............................................................................................ 66
x
PEDOMAN TRANSLITERASI
A. Alfabet
ب B ظ ẓ
ت T ع „
ث Th غ Gh
ج J ف F
ح ḥ ق Q
خ Kh ك K
د D ل L
ذ Dz م M
ر R ن N
ز Z ه H
س S و W
ش Sh ء ‟
ص ṣ ي Y
ض ḍ
xi
حكمة ḥilmah
جزية Jaziyah
Arab Indonesia
وزارة التربية Wizārat al-Tarbiyah
xii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur‟an merupakan kitab suci yang diwahyukan oleh Allah
kepada Rasulullah Saw sebagai petunjuk dan pedoman hidup bagi seluruh
manusia, agar memperoleh kebahagiaan lahir dan batin, baik di dunia
maupun di akhirat. Kandungan Al-Qur‟an meliputi seluruh aspek kehidupan
manusia, mulai dari yang global hingga yang detail. Sebagai firman Allah,
Al-Qur‟an bersifat universal, berlaku sepanjang masa, sejak awal
diturunkannya hingga akhir zaman. Bagi umat Islam, Al-Qur‟an merupakan
sumber pertama dan utama ajaran Islam. Al-Qur‟an bukan sekadar memuat
petunjuk tentang hubungan manusia dengan Tuhan (vertical relationship),
tetapi juga mengatur hubungan antara manusia dengan sesamanya
(horizontal relationship), serta mengatur hubungan manusia dengan
lingkungannya.1 Salah satu di antara hubungan sesama manusia yang diatur
dalam Al-Qur‟an adalah musyawarah untuk mencapai mufakat.
Istilah Syūrā dalam terminologi Indonesia dikenal dengan
musyawarah sementara dalam terminologi Arab kata musyawarah terambil
dari kata (Syā-wa-ra) yang pada mulanya bermakna mengeluarkan madu
dari sarang lebah. Makna ini kemudian berkembang. Sehingga mencakup
segala sesuatu yang dapat diambil atau dikeluarkan dari yang lain (termasuk
pendapat).2 Musyawarah dapat juga berarti menampakkan sesuatu yang
semula tersimpan atau mengeluarkan (pendapat yang baik) kepada pihak
lain.3
Musyawarah mungkin terlihat sederhana dan menjadi suatu kegiatan
yang selalu dilakukan dalam kegiatan sehari-hari, tetapi tidak sesederhana
itu dalam bermusyawarah tidak jarang menimbulkan sesuatu ketegangan,
bahkan perdebatan sering kali muncul dalam sebuah forum yang
1
Bunyamin, ''Konsepsi Musyawarah Dalam Al-Qur'an (Analisis Fiqh Siyasah
Terhadap Qs Al-Naml/27:29-35)'' Jurnal Al-'Adl, Vol 10, No.1 (2017), 3.
2
Abdurrahman, dkk. Al-Qur'an dan Isu-isu Kontemporer (Yogyakarta: eLSAQ
Press, 2011), 68
3
Waryono Abdul Ghafur, Tafsir Sosial: Mendialogkan Teks dengan Konteks
(Yogyakarta: eLSAQ Press, 2005), 153
1
2
4
Ibid.
5
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan Dan Keserasian Al- Qur'an
(Ciputat: Lentera Hati, 2000), 244
3
ʻʻDan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan
mendirikan shalat, sedang urusan mereka diputuskan dengan musyawarah
antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami
berikan kepada mereka . (QS. Asy-Syūrā: 38).
Menurut Quraish Shihab ayat ini turun sebagai pujian terhadap
kelompok Muslim Madinah (Ansar) yang bersedia membela Nabi Saw, dan
menyepakati hal tersebut melalui musyawarah yang mereka laksanakan di
rumah Abu Ayyub Al-Ansari.6
Menanggapi kedua ayat tersebut, Quraish Shihab berpendapat
musyawarah merupakan petunjuk bagi umat setiap Muslim, petunjuk Al-
Qur'an menyangkut Syūrā dijelaskan dalam bentuk global (prinsip-prinsip
umum), tujuannya agar petunjuk itu dapat menampung segala perubahan
dan perkembangan sosial budaya masyarakat. Jika dalam surat Asy- Syūrā
ayat 38 dijelaskan terkait keharusan menyelesaiakn suatu permasalahan
dengan jalan musyawarah, maka dalam surat Ali-'Imrān ayat 159 dijelaskan
tentang sikap yang harus dilakukan agar nantinya musyawarah dapat
berjalan dengan baik dan berakhir kata mufakat. Sikap-sikap tersebut ialah
tidak diperbolehkanya keras hati, memberi maaf dan membuka lembaran
baru serta bersikap tawakkal bila pendapat kita tidak diterima.7
Penafsiran kata Syūrā selalu mengalami perkembangan dari waktu
ke waktu. Pengertian dan persepsi makna kata yang padat makna ini juga
mengalami evolusi, seperti dijelaskan oleh ulama modern terkemuka di
Indonesia, Hamka dalam tafsir Al-Azharnya, evolusi itu terjadi sesuai
dengan perkembangan pemikiran, ruang dan waktu. Istilah Syūrā sering
dikaitkan dengan sistem republik, demokrasi, parlementer, perwakilan,
senat formatur dan berbagai konsep yang terkait lainnya dengan sistem
pemerintahan dari rakyat oleh rakyat, untuk rakyat. Hal itu berkaitan dengan
masalah hubungan antara yang memerintah dengan yang diperintah elite,
dengan massa rakyat dengan pemerintah atau orang awam dan ahli.8
6
Ibid.
7
Ibid, 473
8
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas 1983), 128.
4
14
M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedia Al-Qur'an (Jakarta: Paramadina, 1996), 9.
15
Taufiq Asy-Syawi, Syura Bukan Demokrasi, (Jakarta: Gema Insani Press,
1997), 15.
16
Sohrah, "Konsep Syura Dan Gagasan Demokrasi" Al-Daulah Vol 4, N0.1
(2015), 198.
6
Adapun manfaat dari hasil penelitian ini, bisa ditinjau dari segi
teoritis dan praktis. Dengan demikian penelitian ini diharapkan dapat
menghasilkan manfaat sebagai berikut:
1. Secara Teoritis
a. mengetahui makna terhadap Musyawarah dalam Kitab
Tafsir
b. Menambah wawasan tentang konsep Musyawarah khusunya
umat Islam.
c. Menambah khazanah keilmuan Islam, khususnya dibidang
Tafsir Al-Qur'an.
2. Secara Praktis
Harapan selanjutnya dalam penelitian ini, antara lain:
a. Diharapkan implementasi dari penelitian tersebut dapat
meneguhkan kehidupan yang harmonis dengan
menghadirkan nilai-nilai musyawarah bagi masyararakat
Indonesia.
b. Mampu sebagai landasan dan menjadi kontribusi kepada
kehidupan masyarakat dan negara dalam membangun
kehidupan sosial yang menjunjung konsep bermusyawarah.
c. Secara khusus penelitian ini diharapkan mampu memberikan
stimulus dalam mendalami ilmu keagamaan bagi penulis
sendiri, orang lain, dan umat Islam secara umum dalam studi
Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir.
d. Sebagai tambahan referensi akademik bagi mahasiswa yang
mengambil tema yang relevan dengan penelitian
E. Batasan Masalah
Sebagaimana pemaparan diatas, maka dipandang perlunya sebuah
batasan masalah agar tidak terjadi perluasan dalam pembahasan ini. Dalam
penulisan ini, penulis membatasi kajiannya, yaitu: menjelaskan ayat
mengenai Musyawarah menurut Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah
yaitu hanya dalam surah Al-Baqarah 233, Ali Imran ayat 159 dan Asy-
syura ayat 38.
8
F. Kajian Pustaka
Setelah melalui beberapa pemeriksaan pustaka, sesuai dengan
masalah yang dirumuskan diatas, penulis menemukan beberapa buku,
skripsi, jurnal, dan sebagainya. Di antara hasil penelititian ilmiah yang
bertemakan musyawarah.
1. Ahmad Dhafir, Musyawarah dalam surah Ali Imran Ayat 159
Menurut Presfektif Mufassir. Akan tetapi pada penelitian tersebut
Ahmad Dhafir hanya mengkhususkan konsep musyawarah
penelitian pada surah Ali Imran ayat 159 saja. Diantara mufassir
yang dijadikan rujukan adalah tafsir Al- Misbah karangan Quraish
Shuhab. Metode yang digunakan adalah analisis atau tahlili, dengan
menggambarkan bagaimana model penafsiran para mufassir dalam
menafsirkan surah Ali Imran ayat 159.17
2. Anang Masduki, '' Konsep musyawarah Dalam Surat Ali-Imran 159
menurut tafsir Al-Misbah'' tahun 2000. Penelitian ini memfokuskan
diri pada analisis konsep Syūrā yang terdapat di dalam Surat Ali-
Imran 159 dalam tafsir Al-Misbah. Konsep musyawarah yang di
tawarkan Quraish Shihab dalam tafsirnya adalah konsistenya untuk
selalu mengaitkan sebuah teks Al-Qur'an dengan kondisi sosial
masyarakat.
3. Bustami Saladin, Jurnal Ilmu Al-Quran dan Tafsir berjudul, ''Prinsip
Musyawarah dalam Al-Quran'' dalam jurnal ini menjelaskan Syūrā
sebagai prinsip hukum dan politik untuk umat manusia dipahami
bahwa Islam memandang penting saling menghargai pendapat
mayoritas dari orang-orang yang berkompeten dan memiliki
integritas terpuji namun tidak dibenarkan menyalahi ketentuan Allah
SWT.18
4. Dudung Abdullah, Artikel, berjudul, ''Musyawarah Dalam Al-Quran
(Suatu Kajian Tafsir Tematik)'' dalam artikel ini menjelaskan
17
Ahmad Dhafir, ʻʻMusyawarah Dalam Surat Ali Imran 159 Menurut Prespektif
Para Mufassir‟‟, Tesis UIN Sunan Ampel Surabaya, 2015.
18
Bustami Saladin, ʻʻPrinsip Musyawarah Dalam Al-Qur'an‟‟, Skripsi. Mataram:
Fakultas Ushuluddin Dan Studi Agama UIN Mataram, 2018.
9
19
Dudung Abdullah, ʻʻMusyawarah Dalam Al-Qur'an (Suatu Kajian Tematik)‟‟.
Skripsi Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Alauddin Makassar 2014.
20
Martinis Yamin, Metedeologi Penelitian Pendidikan Dan Sosial Kualitatif dan
Kuantitatif, (Jakarta: Komplek Kejaksanaan Agung, Cipaayung, 2009), 219.
11
jenis data yang digunakan meliputi data primer dan data sekunder.
Adapun jenis data dalam penelitian ini adalah sebagi berikut.
a. Sumber Pokok/Primer yaitu data yang diperoleh langsung dari
subjek penelitian dengan mengunakan alat pengukuran atau alat
pengambilan data langsung pada subjek sebagai sumber informasi
yang dicari. Dalam penelitian ini, sumber pokok yang diambil
adalah Kitab suci Al-Qur'an yang mana akan dipilih beberapa ayat
yang bersangkutan dengan permasalahan penulisan ini. Sumber data
primer yang penulis gunakan adalah Tafsir Al-Misbah
b. Sumber Sekunder yaitu data yang tidak langsung diperoleh oleh
peneliti dari subjek penelitiannya. Data sekunder biasanya berwujud
data dokumen atau tulisan yang berupa karya Ilmiah, buku, Jurnal,
artikel, makalah maupun laporan-laporan yang terkait dengan tema.
4. Pengumpulan Data
Karena penelitian ini tergolong dalam jenis penelitian kepustakaan,
maka untuk mendapatkan data penulis melakukan pencarian, pengumpulan
dan dokumentasi melalui kepustakaan untuk mendapatkan buku maupun
literatur yang relavan dengan pokok bahasan.21 Dengan melakukan survei
terhadap buku-buku, artikel, jurnal, bahan bacaan yang berhubungan dengan
masalah penelitian.
Pengumpulan data dokumenter dilakukan melalui penghimpunan
data tentang pokok persoalan yang akan diteliti. Data yang terkumpul
kemudian ditelaah secara literal, kemudian dideskripsikan untuk seterusnya
dianalisis.
5. Metode dan Analisis Data
Analisis data merupakan proses mencari dan menyusun secara
sistematis data yang telah diperoleh dari data-data literatur, atau dari
berbagai sumber lainnya yang berkaitan dengan bahasan penelitian, data-
data yang telah terkumpul dalam penelitian ini. Selanjutnya di analisis
melalui teknik atau metode analisis deskriptif yaitu suatu bentuk penelitian
yang meliputi proses pengumpulan dan penyusunan data, kemudian data
21
Ibid.
11
H. Sistematika Penulisan
Untuk mensistematika dan menjawab pertanyaan dalam
penelitian ini. Maka penelitian ini merujuk pada teknik penulisan yang
disepakati pada fakultas Ushuliddin UIN STS Jambi. penelitian ini akan
dibagi beberapa bab:
1. Bab I Membahas tentang latar belakang masalah, rumusan masalah,
batasan masalah,tujuan dan kegunaan penelitian, tinjauan pustaka,
metode penelitian, serta sistematika penulisan
2. Bab II. Biografi Quraish Shihab
3. Bab III. Bagaimana makna Syūrā
4. Bab IV. Bagaimana analisis penafsiran tentang Syūrā dalam Tafsir
Al-Misbah
5. Bab V. Merupakan penutup penelitian, berisikan tentang kesimpulan
dari penelitian, saran-saran dan penutup
12
BAB II
PEMBAHASAN
BIOGRAFI SINGKAT QURAISH SHIHAB
A. Biografi M. Quraish Shihab
1. Latar Belakang Keluarga Dan Pendidikan
Nama lengkapnya adalah Muhammad Quraish Shihab. Ia lahir di
Rappang, Sulawesi Selatan, pada 16 Februari 1944. Ayahnya adalah Prof.
KH. Abdurrahman Shihab keluarga keturunan Arab yang terpelajar.
Abdurahman Shihab seorang ualam besar dalam bidang tafsir dan
dipandang sebagai salah satu seorang tokoh pendidik yang memiliki
reputasi baik di kalangan masyarakat Sulawesi Selatan.22
Saudara-saudara Shihab terkenal menjadi ilmuan seperti K.H Umar
Shihab (kakanya), Alwi Shihab (adiknya). Adiknya adalah peraih dua gelar
doctor di Universitas 'Ayn Syams Mesir dan Universitas Temple, Amerika
Serikat. Intektual adiknya berbeda dengan kedua kakanya karena ia lebih
memusatkan konsentrasi pada studi mengenai agama-agama.
Kesuksesan Shihab dan saudaranya baik secara akademis
professional dibagian pendidikan maupun instansi pemerintahan adalah
berkat jerih payah dan tempaan ayahnya Abdurahman Shihab yang
merupakan salah satu guru besar dan ulama dibidangnya tafsir yang sangat
berpengaruh dan berkharismatik di Ujung Pandang. Profesi ayahnya sebagai
Wiraswata tetapi pada mudanya beliau sangat aktif denga kegiatan
berdakwah serta urusan mengajar khususnya dibidang tafsir Al-Qur'an.
Selain mendapat pendidikan dari orang tuanya, masa kecil M.
Quraish Shihab juga tidak terlepas dari pendidikan formal. Sekolah dasar
dengan nama sekolah rakyatlah yang menjadi pendidikan formal pertama
dikehidupan M.Quraish Shihab. Quraish Shihab sangat menghormati
ayahandanya. Hal ini dibuktikan dengan kemauan Shihab menuruti
permintaan untuk menimba ilmu ke salah satu pesantren Mashur di Kota
Malang, tepatnya di pondok Pondok Pesantren Dar al-Hadith al-
22
M.Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur'an: Fungsi Dan Peran Wahyu Dalam
Kehidupan Masyarakat, ( Bandung: Mizan, 1998), 6
13
14
23
M. Mahbub Junaidi, Rasionalitas Kalam M. Quraish Shihab, (Solo:CV Angkasa
Solo,2011), 6
24
M.Quraish Shihab, Membumikan Kalam, ( Bandung:Mizan, 1999), 65-70.
15
25
Ibid., 39.
26
M.Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur'an: Fungsi Dan Peran Wahyu Dalam
Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 1999), 6.
16
27
Abuddin Nata, Tokoh-tokoh Pembaharuan Islam di Indonesia, (Jakarta: PT.Raja
Grafindo Persada, 2005), 363.
17
28
M.Quraish Shihab, Kaidah-Kaidah Tafsir, (Tanggerang:Lentera Hati, 2011),
483.
29
Muhammad Iqbal, ʻʻMetode Penafsiran Al-Qur'an M. Quraish Shihab Jurnal
Tsaqafahʼʼ, Vol. 2, (2010), 4.
30
Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur'an , 34.
21
C. Tafsir Al-Misbah
1. Latar Belakang Penulisan
Tafsir Al-Misbah ini merupakan maha karya yang sangat
spektakuler dikalangan mufassir, melalui tafsir inilah nama Quraish Shihab
membumbung sebagai salah satu mufassir Indonesia yang mampu menulis
tafsir Al-Qur'an 30 juz dari volume 1 sampai volume 15.
Adapun yang melatar belakangi penulisan tafsir Al-Misbah ini
adalah didorong semangat untuk menghadirkan karya tafsir Al-Qur'an
kepada masyarakat karena menurut Quraish Shihab dewasa ini, masyarakat
Islam lebih terpesona kepada lantunan bacaan Al-Qur'an, seakan-akan Al-
Qur'an diturunkan hanya untuk dibaca, tidak untuk dipahami.
Tuntunan normatif untuk memikirkan dan memahami Al-Qur'an
serta kenyataan obyektif akan berbagai kendala baik bahasa, maupun
sumber rujukan, hal inilah yang mendorong serta memotivasi Quraish
Shihab untuk menghadirkan sebuah karya tafsir Al-Qur'an yang mampu
menghidangkan dengan baik pesan-pesan Allah dalam Al-Qur'an.
Kitab tafsir ini tentunya juga memiliki kelemahan serta kelebihan,
diantara kelebihannya seperti: tafsir ini ditulis menggunakan bahasa
Indonesia yang mudah dipahami masyarakat awam, serta kaya dengan
penjelasan kebahasan tentang makna-makna kalimat yang beragam. Kitab
ini juga menekankan pentingnya aspek ilmu munasabah ayat.
Di samping itu kitab ini juga tidak luput dari kekurangan, karena
pendekatan yang beliau gunakan adalah pendekatan bil al-ra'yi sehingga
beliau jarang sekali mentarjih dari berbagai pendapat yang dikemukakan
beliau sevingkali menggantungkan dan membiarkan keadaan tersebut,
sihingga kondisi ini cukup membingungkan bagi masyarkat yang membaca
tafsir Al-Misbah ini di tambah lagi beliau sering menukil pendapat yang
tidak disebut secara jelas penukilannya, seperti beliau mengatakan
ʻʻsebagian ulama, beberapa ulama dan beberapa lafadzʼʼ, membuat pembaca
perlu mencari tau siapa ulama atau lafadz yang disebut tersebut.31
31
Afrizal Nur,ʻʻM. Quraish Shihab Dan Rasionalisasi Tafsirʼʼ, Jurnal Ushuluddin,
Vol. Xvii, No. 1, 2012, 12.
23
32
M. Quraish Shihab, Kaidah-Kaidah Tafsir: Syara, Ketentuan, dan Aturan yang
Patut Anda Ketahui dalam Memahami Ayat-Ayat Al-Qur'an, (Tanggerang: Lentera Hati,
2013), 378.
24
33
Muhammad Iqbal, ʻʻMetode Penafsiran Al-Qur‟an M.Quraish shihabʼʼ,
Oktober 2010, vol 6, No 2.
34
Sofyan Saha, ʻʻPerkembangan, Penulisan Tafsir Al-Qur'an Di Indonesia Era
Reformasiʼʼ, Jurnal Lektur Keagamaan, Vol, 13, No. !, (2015), 5.
35
Ahmad Atabik, ʻʻPerkembangan Tafsir Modern Di Indonesiaʼʼ, Jurnal
Hermeneutika, Vol. 8, No. 2, (2014), 7.
25
dengan penutup ayat, ketiga keserasian hubungan ayat dengan ayat sebelum
dan sesudahnya, keempat keserasian uraian dalam muqoddimah satu surah
dengan penutupnnya, kelima keserasian dalam penutup surah dengan
muqaddimah surah sesudahnya, dan keenam keserasian tema surah dengan
nama surah.36
4. Karateristik Tafsir Al-Misbah
Sebelum menulis karya tulis ini M. Quraish Shihab sudah banyak
menulis tafsir Al-Qur'an namun kebanyakan tafsir tematis, diantarnya
adalah membumikan Al-Qur'an, lentera hati, dan wawasan Al-Qur'an M.
Qurais Shihab juga pernah menyusun metode tahlili dengan metode nuzuli.
Yang membahas ayat-ayat Al-Qur'an sesuai dengan urutan ayat masa
turunya surah-surah Al-Qur'an dan sempat diterbitkan oleh Pustaka Hidayah
pada tahun 1997 dengan judul tafsir Al-Qur'an Al-Karim.37 Namun
kemudian M. Quraish Shihab melihat bahwa karyanya tersebut kurang
menarik minat masyarakat, karena pembahasannya banyak bertele-tele
dalam persoalan kosa kata dan kaidah yang disajikan. Oleh karena itu beliau
tidak melanjutkan, kemudian beliau menulis dalam rangka memenuhi
kebutuhan masyarakat yang beliau beri nama tafsir Al-Misbah pesan, kesan
dan keserasian Al-Qur'an dari pemberian judul tafsir ini dapat diterima
perhatiannya yang ingin ditekankan oleh M. Quraish Shihab dalam tafsirnya
ini.
Sesuai dengan perhatian Quraish Shihab tafsir tematis, maka tafsir
Al-Misbah ini pun disusun dengan berusaha menyajikan setiap bahasan
surat pada apa yang disebut dengan tujuan surah atau dengan tema surah.
Hal ini dapat disaksikan misalnya ketika mencoba menafsirkan surah Al-
Baqarah, M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa tema pokok surah ini
adalah ayat yang membicyarakan tentang kisah Al-Baqarah yaitu kisah Bani
Israil dengan seekor sapi, melalui kisah Al-Baqarah diemukan bukti
kebenaran petunjuk Allah Swt, meskipun pada mulanya tidak bisa
36
Atik Wartini, ʻʻCorak Penafsiran Quraish Shihab Dalam Tafsir Al-Misbah,ʼʼ
Jurnal Studia Islamika, Vol. 11, No. 1, (2014), 12.
37
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Qur'an Al-Karim, (Semarang: Pustaka Hidayah,
1997).
27
dimengerti, kisah ini juga membutikan kekuasaan Allah Swt, karena itulah
sebenarnya surah Al-Baqarah berkisar pada haq dan benarnya kitab suci Al-
Qur'an dan betapa wajar petunjuknya untuk diikuti.38
Dalam tafsir ini M. Qurasih Shihab banyak mengambil inspirasi
beberapa muafssir terdahulu, diantranya adalah Ibrahim Ibn Umar Al-Biqa'i
(w. 885H/480M), Muhammad Tantawi Al-Sha'rawi, Sayyid Qutb,
Muhammad Tahir Ashur, dan Muhammad Husayn Tabataba'
38
Lihat ayat yang membicarakan tentang Al-Qur'an itu sebagai petunjuk bagi
manusia yang tertera dalam surah Al-Baqarah.
BAB III
TINJAUAN UMUM TENTANG MUSYAWARAH
A. Makna Musyawarah
Dilihat dari aspek bahasa, makna musyawarah diambil dari kata
Syūrā.39 Sebagaimana di terangkan dalam al-Mufradāt ia diambil dari
Syirtul 'asala ʻʻaku memeras maduʼʼ wa asyartuhū akhrajtuhū ʻʻ aku
memerasnya berarti mengeluarkannyaʼʼ. Maksud musyawarah adalah untuk
minta pendapat dari para peserta musyawarah, sehingga mengambil yang
terbaik dan yang benar.40
Sedangkan menurut istilah, musyawarah itu sebagai upaya
mengambil dan mempertimbangkan pendapat orang lain terhadap masalah
yang dibicarakan, implementasi musyawarah, meliputi sebagai bidang
kehidupan, individualy, sosial dan utamanya praktek politik yang
memerlukan kematangan desain dan implementasinya.41
Quraish Shihab mengemukakan bahwa kata musyawarah terambil
dari kata syāwara, yang pada mulanya mengeluarkan madu dari sarang
lebah. Makna ini kemudian berkembang, sehingga mencakup segala sesuatu
yang dapat diambi atau dikeluarkan dari sesuatu yang lain (termasuk
pendapat). Musyawarah juga berarti mengatakan atau mengajukan sesuatu,
kata musyawarah pada dasarnya hanya digunkana untuk hal-hal yang baik,
sejalan dengan makna dasar.42
Madu dihasilkan oleh lebah, jika kemudian yang bermusyawavah
mesti bagaikan lebah, makhluk yang sangat berdisiplin, kerjasama nya yang
mengagumkan, makannya dari kembang dan hasilnya madu. Dimanapun
hinggap lebah tak pernah merusak, ia takkan menggangu kecuali diganggu.
Bahkan sengatannya pun bisa menjadi obat. Seperti itulah makna
permusyawarahan, den demikian pula sifat yang melakukanya tak heran jika
asulullah Saw, menyamakan seorang mukmin dengan lebah.
39
Adib Bisri dan Munawwir A. Fatah, Kamus Al-Bisri Indonesia Arab Arab
Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1999), 220.
40
Tim Penyusun, Al-Qur'an dan Kenegaraan (Tafsir Al-Qur'an Tematik), (Jakarta:
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an , 2011). 121.
41
Ibid.
42
M.Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur'an: Tafsir Maudhu'i Atas Pelbagai
Persoalan Umat, (Bandung: PT Mizan Pustaka, 1996), 469.
28
29
43
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Balai Pustaka, 1989), 603.
44
Ahmad Musthofa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi juz 15, (Semarang: CV Toha
Putra, 1993), 94.
45
Farid Abdul Khaliq, Fikih Politik Islam, (Jakarta: Amzah, 2005), 52.
31
46
Muhammad Daud dan Habibah Daud, Lembaga-Lembaga Islam di Indonesia,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995), 183.
47
Ibid.
31
48
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur'an, 482.
32
49
M. Dawam Raharjo, ʻʻMajalah Ulum Al-Qur‟an, Ensiklopedi Al-Qur‟anʼʼ, (Pada
judul Syûra, No. 3, 1989), 28.
50
Taufiq Asy-Syawi, Fiqhusy-syura wal-istisyarat, (kairo:1992,terj.Djamaluddin),
94.
33
52
Ibid.
35
53
Ibid., 95.
54
Ibid.
36
55
Taufiq Asy-syawi, Syura Bukan Demokras, ( Jakarta: Gema Insani Press, 1997)
66.
56
Ibid.
37
mereka yang terpilih atas sebuah paksaan dari keinginan berkuasa, seperti
halnya yang tejadi pada kaum revolusioner sekarang.57
Sementara itu, pada masa Khulafa Al-Rasyidin umat mempunyai
hak dalam meluruskan penguasa dengan suatu ketetapan yang dikeluarkan
dengan Syūrā. Hal tersebut dibuktikan dengan ucapan Abu Bakar ketika
beroidato didepan umatnya: “taatlah kalian kepadaku , selagi aku masih taat
kepada Allah, dan jika aku membangkang kepda-Nya maka tidak ada
kewajiban taat atas kalian kepadaku”. dan Umar dalam pidatonya
menyampaikan : “jika aku benar, bantulah aku, dan jika aku keliru,
luruskanlah aku”. Adapun yang mempunyai wewnag mewakili rakyat dalam
meluruskan dan mengontrol ialah para ahli Syūrā yang telah memilih
mereka. Dan ketika mereka mengeluarkan ketetapan mereka Syūrā dengan
bebas, maka ketetapan tersebut menjadi ketetapan yang mulzim
menentukan . Semua itu dilakukan demi menegakkan amar ma‟ruf nahi
munkar.58
3. Musyawarah Pada Masa Dinasti Umawiyah Dan Abbasiyah
1. Dinasti Umayah
Daulah Bani Umayah (661M-750M) merupakan sebuah rezim
pemerintahan dibawah kendali keluarga Umayah. Pendirinya adalah
Muawiyah Bin Abi Sufyan.
Sebelum menjabat sebagai khalifah, Muawiyah adalah seorang
Gubernur lantas setelah medirikan Dinasti Umayah, ia memindahkan ibu
kota Negara dari Madinah ke Damaskus (tempat ia berkuasa tatkala menjadi
gubernur). Meskipun menurut sebagian besar sejarah mencatat bahwa
pencapaian atas kekuasaanya diraih dengan arbitrasi yang curang dan
peperangan saudara (perang Shiffin : 657 M) tetapi ia memiliki prestasi dan
karir politik yang menakjubkan.59
Namun tradisi Musyawarah yang telah dibangun pada masa
khulafa Al-rasyidin diubah pada masa dinasti Umayah. Pada masa khulafa
Al-Rasyidin khalifah dipilih oleh rakyat yang diwakili oleh para pemuka
57
Taufiq As-Syawi, Syura Bukan Demokrasi, 395- 396.
58
Ibid., 398.
59
Fadhlil Munawwar, “Pertumbuhan dan Perkembangan budaya Arab pada masa
Dinasti Umayyah” Jurnal Humaniora, Vol 15, 2003
38
60
Ibid.
39
musuh. Sementara itu para sahabatnya tertama dari kalangan kaum muda,
mendesak agar umat Islam keluar dari kota Madinah dan berperang
menghadapi musuh. Pendapat ini didukung oleh mayoritas sahabat,
sehingga asulullah pun menyetujuinya. Namun sayang, keputusan yang
dihasilkan secara demokratis. tersebut berakhir memilukan. Peperangan
tersebut diakhiri dengan kekalahan kaum muslimin dan gugurnya sekitar
tujuh puluh orang sahabat.63
Dengan memperhatikan Asbab al-nuzul ayat diatas jelas bahwa
QS.Ali Imran/3:159, berisi pesan kepada Rasulullah secara khusus, dan
umat Islam secara umum untuk mempertahankan dan membudayakan
musyawarah, walaupun terkadang pendapat mayoritas tidak selamanya
benar dan tepat. Namun demikian, kekeliruan mayoritas lebih dapat di
toleransi dan menjadi tanggung jawab bersama daripada kesalahan yang
bersifat individual.
Ketiga QS Asy Syūrā /42: 38.
Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan
Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan)
dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari
rezki yang Kami berikan kepada mereka.
Ayat ini turun berkaitan dengan golongan Anshar tatkala diajak oleh
Rasulullah untuk beriman, mereka menyambut dengan baik ajakan Nabi
Saw. dan bagi mereka dijanjikan ganjaran yang lebih baik dan kekal di sisi
Allah swt. Orang-orang mukmin tersebut memiliki sifat-sifat antara lain
ʻʻurusan mereka diselesaikan dengan musyawarahʼʼ. Dalam ayat ini, Syūra
berjalan bersisian dengan ketiga pilar keimanan (ketaatan kepada perintah
Allah, mendirikan shalat dan menunaikan zakat). Syūrā merupakan
kewajiban dengan dasar perintah yang sama. Ayat ini merupakan ayat
Makkiyah yang turun sebelum keberadaan Islam telah menjadi agama yang
kuat.
63
Ibid.
42
64
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, 478
65
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, 479
43
66
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur‟an, 470.
67
Muhammad Rasyid Rida, ''Tafsir al-Manar'', Juz 4,170. Lihat juga, M. Quraish
Shihab, ''Tafsir Al-Mishbah'', vol. 2. 315.
68
Ibid.
44
71
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, 479.
72
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, 479.
46
73
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu Jilid 8, (Jakarta , Gema Insani,
2011), 330-331.
BAB IV
ANALISIS PENAFSIRAN QURAISH SHIHAB
TENTANG MUSYAWARAH
47
48
74
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah pesan, kesan dan keserasian Al-Qur'an,
(Jakarta: Lentera hati, 2002), 611.
75
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur'an, 618,
49
76
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur‟an: Tafsir Maudu‟i Atas Pelbagai
Persoalan Umat (Bandung: PT Mizan Pustaka, 1996), 619.
51
77
Ibid.
78
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, 309.
79
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, 310.
51
menjelaskan lebih lanjut bahwa ayat ini sebagai salah satu bukti bahwa
Allah Swt sendiri yang mendidik dan membentuk kepribadian Nabi
Muhammad Saw. Kepribadian beliau dibentuk sehingga bukan hanya
pengetahuan yang Allah limpahkan kepada beliau melalui wahyu-wahyu
Al-Qur'an, tetapi juga qalbu beliau disinari, bahkan totalitas wujud beliau
merupakan rahmat bagi seluruh alam81
Quraish menjelaskan ayat di atas mengandung makna bahwa engkau
wahai Muhammad, bukanlah seorang yang berhati keras. Ini bisa dipahami
dari kata ( ) لَوyang diterjemahkan sekiranya, kata ini digunakan untuk kata
mengambarkan sesuatu yang bersyarat, tetapi syarat tersebut tidak dapat
terwujud. Seperti jika seseorang yang ayahnya telah meninggal kemudian
berkata ʻʻsekiranya ayah saya masih hidup, saya akan menamatkan kuliahʼʼ.
Karena ayahanya telah wafat. Kehidupan yang diandaikannya pada
hakikatnya tidak ada dan dengan demikian tamat yang diharapkannya pun
tidak mungkin wujud. Jika demikian, ketika ayat ini. menyatakan sekiranya
engkau bersikap keras lagi berhati kasar, tetntulah mereka menjauhkan diri
dari sekelilingmu, itu berarti sikap keras lagi berhati kasar tidak ada
80
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, 310.
81
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, 311
52
wujudnya, dan karena itu tidak ada wujudnya, maka tentu saja, tentulah
mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu, tidak pernah akan terjadi.82
berlaku keras lagi berhati kasar, ayat ini menggambarkan sisi dalam
dan sisi luar manusia, berlaku keras menunjukkan sisi luar manusia dan
berhati kasar, menunjukkan sisi dalamnya. Kedua hal itu dinafikan dari
Rasul Saw. Memang, perlu dinafikan secara bersamaan, karena boleh jadi,
ada yang berlaku keras tapi hatinya lembut atau hatinya lembut tapi tidak
mengetahui sopan santun. Karena, yang terbaik adalah menggabungkan
keindahan sisi luar dalam perilaku yang sopan, kata-kata yang indah,
sekaligus jati yang luhur, penuh kasih sayang.83 Alhasil, penggalan ayat di
atas serupa dengan (Q.S. At-Taubah [09]: 128)
82
Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah,312
83
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, 312
84
Ibid.
53
85
Ibid.
54
86
Ibid.
87
Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, 313
88
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, 314.
55
segi konteks ayat ini, dipahami bahwa urusan yang dimaksud adalah urusan
peperangan. Karena itu, ada ulama yang membatasi musyawarah yang
diperintahkan kepada Rasulullah Saw terbatas dalam urusan tersebut.
Pandangan ini tidak didukung oleh praktik Nabi Saw, bahkan tidak sejalan
dengan sekian ayat Al-Qur'an. Terdapat dua ayat lain yang menggunakan
akar kata musyawarah, yang dapat diangkat di sini, guna memahami
lapangan musyawarah.
Pertama (Q.S Al-Baqarah [2]: 233). Ayat ini membicarkan
bagaimana seharusnya hubungan suami istri saat mengambil keputusan
yang berkaitan dengan rumah tangga dan anak-anak, seperti menyapih anak.
Pada ayat di atas, Al-Qur'an memberi petunjuk agar persoalan itu dan juga
persolan-persoalan rumah tangga yang lainnya dimusyawarahkan antara
suami dan istri dengan baik. Ayat kedua, adalah (Q.S. As-Syūrā [42]: 38),
yang menjanjikan bagi orang mukmin ganjaran yang lebih baik dan kekal di
sisi Allah.
Dalam soal amr atau urusan, dari Al-Qur'an ditemukan adanya
urusan yang hanya menjadi wewenang Allah semata-mata, bukan
wewenang manusia betapapun agungya. Ini antara lain, terlihat dalam
jawaban Allah tentang ruh (QS. Al-Isra' [17]: 85), datangnya kiamat (QS.
An-Nazi'at [79]: 42), taubat (QS. Ali-Imran [03]: 128), ketentuan syariat
agama (QS. Al-An'am [06]: 57).
Dalam konteks ketetapan Allah dan Rasul yang bersumber dari
wahyu, secara tegas Al-Qur'an menyatakan bahwa:“Tidaklah patut bagi
laki-laki yang mukmin ddan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin,
apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan sesuatu ketetapan, akan ada
bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa
56
mendurhakai Allah dan rasul-Nya maka sungguh, dia telah sesat, sesat
yang nyata” (QS. Al-Ahzab [33]: 36).89
Jadi lapangan musyawarah adalah persoalan-pesoalan
kemasyarakatan, seperti yang dipahami dari ayat di atas. Para sahabat Nabi
Saw. menyadari benar hal ini sehingga mereka tidak mengajukan saran
menyangkut hal-hal yang telah mereka ketahui adanya petunjuk Ilahi.
Ketika Nabi Saw, memilih satu lokasi untuk pasukan kaum muslimin dalam
perang Badar, sahabat beliau, al-Khubbab Ibn al-Mundzir, terlebih dahulu
bertanya: “Apakah ini tempat yang diperintahkan Allah kepadamu untuk
engkau tempati, atau pilihan ini adalah pilihanmu berdasarkan strategi
perang dan tipi muslihat?” ketika abi menjawab bahwa pilihan itu adalah
pilihan berdasarkan pertimbangan beliau, barulah al-Khubbab menyarankan
lokasi lain, yang ternyata disetujui oleh Nabi Saw. Sebaliknya, dalam
perundingan Hudaibiyah, beberapa syarat yang disetujui Nabi tidak
berkenan di hati banyak sahabat beliau, ''Umar Ibn Khoththab menggerutu
dan menolak, mengapa kita harus menerima syarat-syarat ini yang
merendahkan agama kita'', Demikian kurang lebihnya ucap ''Umar, tetapi
begitu abi Saw. menyampaikan bahwa: “Aku adalah Rasul Allah”. ''Umar
dan sahabat-sahabt lainnya terdiam dan menerima putusan Rasulullah Saw
itu.90
Dari sini, dapat disimpulkan bahwa persoalan-persoalan yang telah
ada petunjuknya dari Allah SWT. secara tegas dan jelas, baik langsung
maupun melalui Rasul Saw, persoalan itu tidak termasuk lagi yang dapat
dimusyawarahkan. Musyawarah hanya dilakukan dalam hal-hal yang belum
ditentukan petunjuknya serta soal-soal kehidupan duniawi, baik yang
petunjuknya bersifat global maupun yang tanpa petunjuk dan yang
mengalami perubahan.91
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa musyawarah
merupakan petunjuk bagi umat setiap Muslim, persoalan yang
89
Ibid. 113.
90
Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, 315
91
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, 316
57
92
Ahmad Musthofa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi juz 4, ( Semarang:CV. Toha
Putra, 1993), 112.
93
Ibid.
58
َو َشا ِوْرُه ْم ِِف ْاْل َْم ِرtempuhlah jalan musyawarah dengan mereka, yang
94
Musthofa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi Juz 4, 113.
59
95
Muhammad Nasib Ar-Rifa'i, Kemudahan Dari Allah ''Ringkasan Tafsir Ibnu
Katsir Jilid 1'', (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), 73.
96
Hamka. Tafsir Al-Azhar, ( Jakarta: Pustaka Panjimas, 2007), 129.
97
Hamka. Tafsir Al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 2007), 130.
61
saja pemimpin yang tidak sesuai dengan Al-Qur‟an tetapi juga akan dijauhi
banyak orang. Pemimpin seperti ini, menurut beliau, juga tidak akan
berhasil dalam memimpin
Namun demikian, Buya Hamka juga menggaris bawahi bahwa sikap
lemah lembut seperti yang dianjurkan oleh ayat ini bukan berarti bersikap
tidak tegas. Beliau menekankan pandangannya ini ini dengan mencontohkan
sikap tegas Rasulullah SAW dalam beberapa kasus. Misalnya, ketika
Rasulullah SAW bersikap tegas terhadap kelompok yang tidak menyepakati
hasil perjanjian Hudaibiyah; ketika beliau tegas mendiktekan apa yang
harus dicatat oleh Ali Ibn Abi Thalib; dan ketika tegas memerintahkan umat
Islam untuk mencukur rambut, membayar denda dan menanggalkan pakaian
ihram ketika umat Islam batal melaksanakan ibadah haji pada tahun itu.
Kembali pada penjelasan utama ayat 159 surat Ali Imran, Buya
Hamka memberikan contoh detail hasil kesepakatan musyawarah yang
dilakukan Rasulullah SAW dengan para sahabat. Seorang sahabat yang
bernama „Al-Habbib bin Al- Mundzir bin Al-Jumawwah mengkritik
Rasulullah SAW akan inisiatif nya untuk menghentikan pasukan perang di
tempat yang jauh dari sumber air. Asal kritikan sahabat tersebut dan
kepentingan bersama, Rasulullah SAW bergerak bersama pasukannya
menuju sumber air dan menguasai tempat tersebut sebelum musuh mereka
menguasaina terlebih dahulu.98
Buya Hamka menyebutkan inti amalan dari ayat ini adalah
musyawarah sebagai dasar politik Islam dan pemerintahan Islam. beliau
menjelaskan bahwa musyawarah adalah konsekuensi logis dari
berkelompok dan berlembaga, bahkan ketika menentukan imam shalat yang
dilakukan secara berjamaah. Umat Islam pada masa Rasulullah selalu
bermusyawarah seiring dengan meningkatnya jumlah kaum Muslimin pada
waktu itu.
D. Memutuskan Sesuatu Dengan Musyawarah.
(Q.S. Asy-Syūrā [42]: 38)
98
Hamka. Tafsir Al-Azhar, 133
61
ʻʻDan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan
Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan)
dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari
rezki yang Kami berikan kepada merekaʼʼ. (QS. As-Syura : 42)
Ayat ketiga ini turun pujian kepada kelompok Muslim Madinah
(Ansar) yang bersedia membela Nabi Saw. Dan menyepakati hal tersebut
melalui musyawarah yang mereka laksanakan di rumah Abu Ayyub Al-
Anshari, namun demikian ayat ini juga berlaku umum, mencakup setiap
kelompok yang melakukan musyawarah99
Ayat ini turun berkaitan dengan golongan Anshar tatkala diajak oleh
Rasulullah untuk beriman, mereka menyambut dengan baik ajakan Nabi
Saw. dan bagi mereka dijanjikan ganjaran yang lebih baik dan kekal di sisi
Allah swt. Orang-orang mukmin tersebut memiliki sifat-sifat antara lain
ʻʻurusan mereka diselesaikan dengan musyawarahʼʼ. Dalam ayat ini, Syūrā
berjalan bersisian dengan ketiga pilar keimanan (ketaatan kepada perintah
Allah, mendirikan shalat dan menunaikan zakat). Syūrā merupakan
kewajiban dengan dasar perintah yang sama. Ayat ini merupakan ayat
Makkiyah yang turun sebelum keberadaan Islam telah menjadi agama yang
kuat.100
Quraish menjelaskan, pada ayat sebelumnya menguraikan hal-hal
yang selalu dihindari oleh orang-orang wajar yang memeroleh kenikmatan
abadi, ayat-ayat di atas mengemukakan apa yang selalu menghiasi diri
mereka. Ayat di atas bagaiakan menyatakan: Dan kenikmatan abadi itu
disiapkan juga bagi orang-orang yang benar-benar memenuhi seruan
Tuhan mereka dan mereka melaksanakan sholat secara bersinambungan
dan sempurna, yakni sesuai rukun serta syaratnya juga dengan khusyuk
kepada Allah, dan semua urusan yang berkaitan dengan masyarakat mereka
adalah musyawarah antara mereka, yakni mereka memutuskannya selalu
99
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, 177
100
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, 177
62
101
Quraish Shihab,Tafsir Al-Mishbah, 178.
102
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misba, 511
103
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah,511
63
104
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, 512.
105
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, 512.
64
106
Musthofa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi juz 15, 52.
65
107
Musthofa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi juz 15, 53.
108
Ibid.
66
109
Ibid., 192
110
Hamka, Tafsir Al-Azhar, 158
111
Hamka, Tafsir Al-Azhar, 158
67
68
69
A. Karya Ilmiah
Abdillah, Masykuri. Demokrasi Di Persimpangan Makna: Respons
Intelektual Muslim Indonesia Terhadap Konsep Demokrasi, 1966-
1993, Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 1999.
Ahmad, Hasbullah. Tafsir Sosio-Kultural Dengan Sosial Kemasyarakatan
Dalam Dimensi Tafsir Sosio-Kultural Dalam Khazanah Tafsir
Kontemporer. Jakarta: Gaung Persada (GP) Press, 2016.
Al-Maraghi, Ahmad Musthofa. Tafsir Al-Maraghi juz 15, Semarang: CV
Toha Putra, 1993.
Al-Farmawi, Abd. Al-Hayy. Metode Tafsir Mauwdhu'iy Suatu Pengantar
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996.
Ar-Rifa'I, Muhammad Nasib. Kemudahan Dari Allah ''Ringkasan Tafsir Ibnu
Katsir Jilid 1'', Jakarta: Gema Insani Press, 1999.
As-Syawi, Taufiq. Syura Bukan Demokrasi, Jakarta : Gema Insani Press,
1997 .
Az-Zuhaili, Wahbah. Fiqih Islam Wa Adillatuhu Jilid 8, Jakarta: Gema
Insani, 2011.
Basri, Hasan. Aktualisasi Pesan Al-Qur'an dalam bernegara. Jakarta :
Ihsan Yayasan Pancur Siwah, 2003.
Bisri, Adib dan Munawwir A. Fatah, Kamus Al-Bisri Indonesia Arab Arab
Indonesia, Surabaya: Pustaka Progressif, 1999.
Daud, Muhammad dan Habibah Daud, Lembaga-Lembaga Islam di
Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995.
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Jakarta: Balai Pustaka, 1989
Ghafur, Abdul Waryono. Tafsir Sosial : Mendialogkan Teks dengan
Konteks.Yogyakarta : eLSAQ Press, 2005.
Ilyas Yunahar. ''Kuliah Ulumul Qur'an''. Yogyakarta: IQTAN Publishing,
2013.
Junaidi, M. Mahbub. Rasionalitas Kalam M. Quraish Shihab, Solo: CV
Angkasa Solo, 2011.
Koentjaraningrat, ''Masyarakat Desa Di Indonesia Masa Kini'',
(Jakarta:Yayasan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,
1964.
Khaliq, Farid Abdul. Fikih Politik Islam, Jakarta: Amzah, 2005.
Muhammad, Abdullah bin Abdurrahman bin Ishaq Al-Syeikh, Tafsir Ibnu
Katsir , vol. I Bogor: Pustaka Imam Syafi‟i, 2008.
Munawwir, Ahmad Warson. Kamus al-Munawwir Surabaya: Pustaka
Progresif, 1997.
Nasution. Metodeologi research Penelitian Ilmiah. Jakarta: Bumi Askara,
2003.
Nata, Abuddin. Tokoh-tokoh Pembaharuan Islam di Indonesia, Jakarta:
PT.Raja Grafindo Persada, 2005
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2005
Rahardjo, M. Dawam. Ensiklopedia Al-Qur‟an; Tafsir Al Qur‟an
Berdasarkan Konsep-Konsep Kunci, Jakarta: Paramadina, 2002.
Sjadzali, Munawir. Islam Dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah Dan
Pemikiran, Jakarta: UI Pres, 1990.
Saidi Zaim. ''Ilusi Demokrasi: Kritik dan Otokritik Islam'', Jakarta: Penerbit
Republika, 2007.
Informasi Diri
Riwayat Pendidikan
Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat supaya dapat digunakan
sebagaimana mestinya.