(SKRIPSI)
Oleh:
Ningrum Lestari
NIM: 1112034000090
Skripsi berjudul “ Salawat Nabi Antara Teks dan Praktek ” telah diajukan
dalam sidang Munaqasyah Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta pada tanggal 15 Mei 2019. Skripsi ini telah diterima sebagai
salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag) pada Program Studi Ilmu
Al-Qur’an dan Tafsir.
ABSTRAK
Ningrum Lestari
i
KATA PENGANTAR
ii
Wahai hati, sampaikan Salawat kepadanya dengan mata menghitam,
Pada Hari Kebangkitan, Dia akan menjadi penolongmu dalam ketakutan.
iii
7. Kepada teman-teman seperjuangan Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
Angkatan 2012 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yaitu Zulfa, Lia, Aas,
Nia, Ala, juga Alvin dan teman-teman lainnya. Semoga Allah Swt,
selalu memberikan waktu kita untuk mempererat tali persahabatan
dalam menjalankan firman-firman-Nya.
8. Kepada seluruh pimpinan dan guru-guru penulis selama belajar di
Pondok Pesantren Darut Al-Taqwa, Bogor, Jawa Barat.
9. Dan tak lupa semua pihak yang selalu mengingatkan penulis untuk
menyelesaikan tugas akhir ini.
Penulis berharap, semoga karya tulis ini menjadi sebuah refleksi dan dapat
memberikan sumbangan keilmuan, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi
pembaca yang berminat dengan karya ini. Semoga harapannya karya tulis ini
dapat dijadikan amal shaleh bagi penulis, Āmīn Yā Rabbal-‘Ālamīn.
Akhirnya penulis gumamkan sebuah doa untuk menggapai keinginan kita
“secepat api”. Bunyinya sebagai berikut:
Ya Allah, limpahkan salawat yang sempurna kepada junjungan kami,
Muhammad, yang olehnya segala kesulitan terpecahkan. Segala kesedihan
terhiburkan, segala masalah terselesaikan, yang melaluinya, hal yang diinginkan
bisa dicapai, dan yang dari air mukanya yang mulia awan menurunkan hujan,
dan berkahilah keluarganya dan sahabat-sahabatnya.
Aku merampungkannya di waktu yang diberkahi di bulan suci, Beribu
salawat untuk Muhammad Sang Nabi. Shollu alannabiy
Ningrum Lestari
NIM: 1112034000090
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ........................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN
v
c. Menggunakan redaksi “al-nabīy al-ummīy” .................... 37
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................76
B. Saran-Saran..................................................................................76
LAMPIRAN ......................................................................................................82
vi
PEDOMAN TRANSLITERASI
Transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini
kali diterbitkan pada tahun 1991 dari American Library Association (ALA) dan
A. Padanan Aksara
Berikut adalah daftar aksra Arab dan padanannya dalam aksara latin:
ا alif - -
ب ba’ b be
ت ta’ t te
ج jim J je
د dal d de
ر ra’ r er
س sin s es
vii
غ gain gh ge dan ha
ف fa’ f ef
ق qaf q qi
ك kaf k ka
ل lam l el
م mim m em
ن nun n en
و wawu w we
ه ha’ h ha
ي ya’ Y ye
B. Vokal
1. Vokal Tunggal
2. Vokal Rangkap
viii
3. Vokal Panjang
5. Kata Sandang
Kata sandang, dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf yaitu
C. Singkatan
M. = Tahun Masehi
H. = Tahun Hijriyah
W. = Tahun Wafat
ix
h. = Halaman
b. = Bin/ Ibn
bt. = Binti
ed. = Editor
Cet. = Cetakan
no. = Nomor
x
BAB I
PENDAHULUAN
Ibn Ḥajar al-Asqalānī (w. 852 H) menyebutkan bahwa para ulama tidak satu
kata dalam memberikan hukum membaca salawat. Ibn Ḥajar membagi perdebatan
bahwa hukum membaca salawat adalah sunnah. Salah satu ulama yang
bahwa pendapat ini sudah menjadi kesepakatan para ulama. Kedua, pendapat yang
menyebutkan bahwa hukum salawat adalah wajib tanpa ada batasan apapun. Salah
satu pendukung pendapat ini adalah Ibn al-Qiṣār. Ketiga, pendapat Abū Bakr al-
Razī, salah satu ulama hanafiyah, dan Ibn Ḥazm yang menyebutkan bahwa hukum
diucapkan pada waktu melakukan shalat wajib dan shalat sunnah. Pendapat ini
bahwa hukum salawat adalah wajib, namun hanya pada waktu duduk di akhir
shalat (duduk tahiyyat akhir), antara ucapan tasyahud dan salam. Kelima,
pendapat al-Syaʽbī dan Isḥāq ibn Rahawaih, yang menyebutkan bahwa hukum
salawat adalah wajib pada saat tasyahud shalat. Keenam, pendapat Abu Jaʽfar al-
Bāqir yang menyatakan bahwa hukum salawat adalah wajib pada saat shalat tanpa
batasan. Sehingga dalam pendapat ini salawat bisa dibaca kapanpun, asalkan
1
Ibn Ḥajar al-Asqalānī, Fatḥ al-Bārī Syarḥ Ṣaḥiḥ al-Bukharī, (Beirut: Dār al-Fikr, T.T), j.
11, h. 152.
1
2
dalam keadaan shalat. Ketujuh, pendapat Abū Bakr ibn Bukair, ulama
membaca salawat saat nama Rasulullah Saw. disebutkan, ini sebagai bentuk
kehati-hatian. Jadi saat ada yang menyebut nama Rasul Saw. kita diharuskan
menyebutkan bahwa wajib membaca salawat satu kali di setiap majelis, walaupun
dalam majelis itu, kita sering menyebut nama Rasul Saw. berulang-ulang.
Kesepuluh, membaca salawat diwajibkan dalam setiap doa yang kita panjatkan,
menguatkan pendapat yang kedelapan (wajib saat disebutkan nama Rasul Saw.)
karena didukung oleh sebuah hadis riwayat Abū Hurairah. Dalam hadis tersebut
merupakan perwujudan dari Jibril. Saat itu Jibril berkata kepada Rasul Saw.,
bahwa jika ada orang yang mendengar nama Rasul Saw. disebut, namun ia tidak
bersalawat kepada Rasul, maka ketika ia meninggal dunia, ia masuk neraka.4 Al-
Ityūbī berpendapat bahwa ancaman neraka yang diberikan oleh Jibril dan
diaminkan oleh Rasul menunjukkan bahwa hal itu akan diberikan kepada orang
2
Al-Asqalānī, Fatḥ al-Bārī, j. 11, h. 152-153.
3
Muhammad ibn ʽAlī ibn Adam al-Ityūbī, Dakhīrah al-Uqbā fi Syarḥ al-Mujtabā, (T.tp:
Dār Alī Barūm, 2003), j. 15, h. 149.
4
Hadis ini bisa ditemukan dalam Muhammad ibn Ḥibbān, Ṣaḥīḥ Ibn Hibbān, (Beirut:
Muassasah al-Risālah, 1993), j. 2, h. 140.
3
yang keempat dalam pembagian Ibn Ḥajar, juga mendasarkan argumennya pada
5
al-Ityūbī, Dakhīrah al-Uqbā, j. 15, h. 149.
6
Abū Bakr al-Bayhāqī, Sunan al-Bayhāqī, (Heyderbad: Majelis Dairah al-Maʽārif, 1344
H), j. 2, h. 378. Selain al-Bayhāqī, beberapa ulama juga meriwayatkan hadis ini dalam kitabnya,
seperti: Ibn Ḥuzaimah, Ibn Ḥibbān, al-Dāruqutnī, dan Imam Aḥmad.
4
disampaikan seorang laki-laki dalam hadis di atas adalah salawat dalam keadaan
shalat, bahkan Imam al-Syafii, sebagaimana disebutkan Ibn ʽAbd al-Bar, bahwa
mengulangi shalat.7 Hadis ini, oleh al-Qurṭūbī dijadikan sebagai penjelas (tafsir)
ِ ِ ِى ِ
ً صلُّوآ َعلَْيه َو َسلِّ ُموآ تَ ْسل
يما َ يٓأَيُّ َها ٱلذ
َ ٓين ءَ َامنُوا َ ىِب َ ُإِ ىن ٱللى َه َوَم َلٓئ َكتَهۥُ ي
ِّ ِصلُّو َن َعلَى ٱلن
disebutkan secara umum, maka hadis di atas menjadi penafsirnya.9 Hal ini
menunjukkan bahwa teks hadis tentang salawat tidak tunggal, juga memiliki
konteks yang berbeda dalam setiap teks hadis yang ada. Hal ini didukung oleh
pernyataan Ali Mustafa Ya’qub (w. 2016) yang menyebutkan bahwa walaupun
teks hadis dalam satu tema sangat beragam, namun memiliki kesatuan yang tidak
bisa terpisahkan.10
7
Ḥamzah Muhammad Qāsim, Manār al-Qārī Syarḥ Muḥtaṣar Ṣaḥiḥ al-Bukharī,
(Damaskus: Dār al-Bayān, 1990), j. 5, h. 67.
8
Al-Qurṭubī, al-Jāmi’ li-Aḥkām al-Qur’ān, (Kairo: Dar Kutub al-Miṣriyyah, 1964), j. 14, h.
234.
9
Ḥamzah Muhammad Qāsim, Manār al-Qārī j. 5, h. 68.
10
Ali Mustafa Yaqub, Cara Benar Memahami Hadis, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2016), h.
131.
5
Ali Mustafa meyakini bahwa hadis pada mulanya bermuara pada satu sumber,
yaitu Rasulullah Saw. Terkadang Rasul menyampaikan suatu teks hadis yang
tidak disampaikan kepada sahabat yang lain. Selain itu, kadang kala sebuah hadis
dalam jalur riwayat yang satu berbeda dengan jalur riwayat lain. Hal ini bisa jadi
karena Rasul menyampaikan hal yang berbeda dalam dua riwayat tersebut, karena
Rasul melihat suatu kebaikan dalam riwayat yang pertama, tetapi tidak melihat
Hal ini juga ditegaskan oleh Yusuf al-Qaraḍāwī bahwa perbedaan riwayat
dalam suatu hadis bukan berarti secara otomatis bertentangan.12 Hal ini,
sebagaimana diungkapkan oleh Ali Mustafa, bisa juga berhubungan dengan siapa
yang dihadapi oleh Rasulullah Saw. Dalam beberapa kasus, Rasulullah menjawab
“siapakah orang yang paling mulia.” Dalam satu kasus Nabi Saw mewasiatkan
agar tidak marah, di kasus lain, Rasul memerintahkan untuk bersedekah dan lain
sebagainya. Itu adalah salah satu contoh bagaimana perbedaan hadis itu
Selain itu, terkadang sumber perbedaan ini muncul dari kalangan sahabat atau
tabiin yang meriwayatkan matan hadis. Inti matannya satu dari Rasulullah Saw.,
namun penyampaian redaksinya dari rawi yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan
11
Ali Mustafa Yaqub, Cara Benar Memahami Hadis, h. 131.
12
Yusuf al-Qaradhawi, Kaifa Nataʽamal Maʽa al-Sunnah al-Nabawiyyah, (Kairo: Dar al-
Syuruq, 2002), h. 133.
6
dalam suatu riwayat disampaikan dengan lebar dan dalam riwayat lain
Imam Ahmad bin Hanbal (w. 242 H.) mengungkapkan bahwa jika tidak
mengumpulkan seluruh jalur periwayatan hadis, maka kita tidak akan bisa
memahaminya. Karena menurut Imam Ahmad, antara hadis satu dengan yang lain
itu saling menafsirkan.14 Hal ini juga ditegaskan oleh Qadhi Iyadh bahwa hadis
Hal ini juga menunjukkan bahwa harus ada pemahaman penuh terhadap
konteks situasi dan kondisi sosial pada saat Rasul Saw menyampaikan hadis saat
lahirnya suatu teks hadis. Untuk memahami konteks ini, seseorang membutuhkan
Mekkah maupun Madinah; iklim sosial, ekonomi, politik dan hukum; norma,
hukum, adat, kebiasaan, institusi dan nilai yang berlaku di wilayah tersebut.
Begitu juga dalam memahami hadis tentang keutamaan salawat. Para sahabat
sendiri meriwayatkan beberapa hadis yang berbeda walaupun hadis tersebut sama-
dalam pembahasan di atas. Hadis tentang perintah salawat kepada Rasul Saw.
yang disebutkan dalam pembahasan di atas adalah sebagian hadis salawat yang
memiliki implikasi hukum yang berbeda. Jika mengikuti pendapat para ulama
hadis di atas, bisa jadi sebenarnya hadis-hadis tentang salawat ini secara makna
13
Ali Mustafa Yaqub, Cara Benar Memahami Hadis, h. 131.
14
Al-Khaṭib al-Baghdadi, Al-Jāmīʽ li Akhlāq al-Rāwī wa Adab al-Sāmīʽ, (Beirut: Maktabah
al-Maʽarif, 1989) j. Iv, h. 388.
7
sama, namun berbeda riwayat dan penyampaian, yakni kondisi dan kepada siapa
Selain itu, di Indonesia sendiri praktek membaca salawat, dalam hal ini
redaksi salawat yang berkembang dan sering dibaca oleh masyarakat di majelis-
“Salawat Nariyah”, “Salawat Asyghil”, dan berbagai salawat lain yang sama
Atas dasar tidak dipraktekkan pada masa Nabi Muhammad Saw, beberapa
ditulis oleh salah satu web keislaman, bahwa salawat-salawat tersebut tergolong
bid’ah dan dilarang untuk dibaca, bahkan disebut dalam tulisan tersebut bahwa
salawat nariyah mengandung kesyirikan.15 Untuk itu, skripsi ini diberi judul
B. Identifikasi Masalah
berikut :
dan dalam kondisi serta situasi yang berbeda pula, walaupun topiknya
sama.
15
https://www.nahimunkar.org/benarkah-shalawat-nariyah-mengandung-kesyirikan/ diakses
pada: 22 Mei 2019.
8
C. Pembatasan Masalah
Dari identifikasi masalah di atas, skripsi ini tidak akan membahas semua yang
poin kedua dan poin ketiga, yakni tentang keragaman redaksi salawat dan
Sedangkan, agar penulisan skripsi ini lebih fokus, maka penulis hanya akan
membahas salawat pada masa Rasul Saw. dan sahabat saja, mengingat bentuk dan
D. Perumusan Masalah
sahabatnya?
Adapun mengenai tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah
sebagai berikut:
1. Menunjukkan redaksi salawat yang bersumber dari Rasul Saw. dan selain
Rasul Saw.
F. Kajian Pustaka
keutamaannya, selain itu juga membahas lafaz-lafaz salawat yang diajarkan oleh
Rasulullah Saw. Namun juga tidak secara khusus dan rinci membahas hadis-hadis
16
Qurrata A’yuni, “Salawat Menurut Tuntunan Rasul Saw”, Substantia, (Aceh: UIN Ar-Raniry,
Oktober 2016), Volume 18 Nomor 2
10
Shalawat Diba’ Bil-Mustofa, yang ditulis oleh Adrika Fithrotul Aini Pascasarjana
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Tulisan tersebut membahas shalawat dan lebih
Hamka” yang ditulis oleh Rahmas UIN Sultan Syarif Kasim Riau. Tulisan
Buya Hamka
Yaqzhan. Tulisan tersebut menjelaskan perbedaan yang ada dalam dua kelompok
jamaah tarekat Asysuahadatain dalam hal dalam hal pembacaan shalawat kepada
Pamekasan. Pembahasan salawat dalam artikel ini juga hanya fokus pada
cinta pada Nabi Muhammad Saw. Salah satu artikel berjudul Hadis-hadis
Ketiga, buku “Shalawat dan Salam untuk Manusia Agung” karya Prof. Dr.
Keempat, buku “Mukjizat Shalawat” yang ditulis oleh Habib Abdullah as-
Segaf dan Indriya R. Dani. Buku ini hanya membahas lafaz-lafaz salawat dan
pemahamannya.18
Nariyah” yang ditulis oleh ZH Husni. Buku ini hanya secara khusus membahas
Keenam, buku “Jalāʽ al-Afhām fi Fadhl al-Ṣalāh wa al-Salām ʽalā Khair al-
Anām” karya Ibn al-Qayyim al-Jauziyah. Kitab ini secara khusus menjelaskan
17
Nor Hasan, “Tarekat Popoler” dalam Fenomena Pembacaan Selawat Nârîyah” dalam
Jurnal Teosofi, Vol 6 No 1: Juni (2016)
18
Habib Abdullah Assegaf dan Indriya R. Dani, Mukjizat Shalawat, (Jakarta: Qultum
Media, 2009).
19
Husni, Zainul Mu’ien, Shalawat Seribu Hajat: Membedah Rahasia Shalawat Nariyah,
(Yogyakarta: Pustaka Amaliah, 2012).
12
secara rinci pemahamaan hadis yang dikutip, ia hanya menjadikan hadis tersebut
Para penulis ini membahas tentang salawat, berbeda dengan penelitian yang
akan dilakukan oleh penulis, karena penelitian ini lebih melihat perbedaan hadis-
hadis tentang salawat dan keutamaannya serta melihat konteks asbāb al-wurūd
G. Metodologi Penelitian
1. Sumber Data
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif yakni penelitian yang dapat
menghasilkan data deskriptif meliputi hal-hal yang tertulis maupun lisan dari
Dalam penelitian ini penulis menggunakan sumber primer berupa kitab hadis
yang tergolong sebagai kitab Uṣūl atau al-Maṣādir al-Aṣliyyah, seperti kitab hadis
yang tergolong dalam al-Kutub al-Tisʽah dan kitab-kitab lain yang termasuk kitab
uṣūl dalam ilmu hadis.21 Sumber asli adalah kitab-kitab hadis yang bisa dijadikan
20
Ibn al-Qayyim al-Jauziyah, Jalāʽ al-Afhām fi Fadhl al-Ṣalāh wa al-Salām ʽalā Khair al-
Anām, (Mekkah: Dār ʽālim al-Fawāid, 1425 H).
21
Maḥmūd al-Ṭaḥḥān, Uṣūl al-Takhrī wa Dirāsah al-Asānid, (Riyadh: Maktabah al-Ma’arif,
2004), h. 10-11.
13
sumber: Pertama, Kitab hadis yang ditulis oleh muallifnya, berdasarkan hasil
gurunya yang sampai sanadnya kepada Rasulullah Saw. Adapun kitab-kitab yang
termasuk kategori ini adalah: Kutub as-Sittah (Ṣaḥīḥ Bukhari, Ṣaḥīḥ Muslim,
Sunan an-Nasā’ī, Sunan Ibn Mājjah, Sunan Abī Dāwud dan Sunan At-Tirmidzi),
poin pertama), seperti kitab-kitab yang mengumpulkan beberapa hadis dari kitab-
kitab hadis dalam kategori pertama, seperti kitab al-Jam’u Bainas Shahihain
sanad hadis (aṭrāf) sebagian kitab hadis di poin pertama, seperti Tuḥfah al-Asyrāf
bi Ma’rifah al- Aṭrāf karya al-Mizī; atau kitab-kitab yang ditulis dengan cara
meringkas dari kitab pada kategori pertama, seperti kitab Tahdzīb Sunan Abī
Dāwud karya al-Mundzirī. Jika secara sekilas, kita melihat bahwa al-Mundziri
tersebut masih ada. Bagi yang ingin melihat sanad dari hadis tersebut, bisa
Ketiga, kitab-kitab yang bergenre selain hadis. Seperti kitab fikih, tafsir,
sejarah, yang menyebutkan atau menyisipkan hadis, baik untuk penguat maupun
motif lain. Namun dengan syarat, bahwa hadis tersebut diriwayatkan oleh
penulisnya sendiri, dengan sanad miliknya sendiri yang sampai hingga Rasulullah
Saw., bukan mengutip hadis melalui sanad orang lain. Contoh kitab-kitab yang
14
termasuk dalam kategori ini adalah Tafsīr al-Ṭabārī dan Tārikh al-Ṭabārī yang
merupakan kitab tafsir dan sejarah karya Imam at-Thabari, begitu juga dengan
adalah buku “Shalawat dan Salam untuk Manusia Agung” karya Prof. Dr.
ditulis oleh Al-Ustadz Mahmud Samiy yang berisi bacaan shalawat dari kitab-
kitab klasik maupun kontemporer. Juga buku karya al-Sakhāwi yang mengupas
tentang segala hal yang berkaitan dengan salawat yang berjudul “al-Qaul al-
Badīʽ”.
2. Pengumpulan Data
dengan mencari akar kata, yakni kata yang terdapat dalam matan hadis. Metode
3. Metode Analisis
riwayat hadis dalam tema yang sama (telah dijelaskan dalam sumber data),
kemudian memilah hadis yang jelas petunjuknya dan tidak jelas petunjuknya,
22
Lihat: Mahmūd Ṭaḥḥān, Uṣūl al-Takhrīj, h. 10-11.
15
menafsirkan hadis yang tidak jelas maknanya dengan hadis yang tidak jelas
maknanya berdasarkan kaidah: “Lafadz yang jelas dapat menafsirkan lafaz yang
tidak jelas.”23
Dalam hal ini, secara khusus penulis menggunakan metode fiqh al-hadīts atau
(membedakan lafaz yang hakiki dan majaz), dan fahm al-aḥādīts fi ḍauʽi asbābihā
H. Sistematika Penulisan
sistematika penulisan. Dalam sistematika penulisan ini, dibagi menjadi lima bab,
Bab pertama adalah pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang masalah,
23
Ali Mustafa Yaqub, Cara Benar Memahami Hadis, h. 135-136.
24
Yusuf al-Qaradhawī, Kaifa Nataʽāmal Maʽa al-Sunnah al-Nabawīyah, (Karo: Dār al-
Syurūq, 2000), h. 111.
16
yang dapat disumbangkan sebagai rekomendasi untuk kajian lebih lanjut dari
Membahas sejarah salawat tentu tidak bisa terlepas dari Q.S. al-Aḥzab ayat
56:
ِ ِ ِ َّ ِ
ً صلُّوا َعلَْيه َو َسلِّ ُموا تَ ْسل
يما َ ين َآمنُوا
َ َِّب ۚ يَا أَيُّ َها الذ َ ُإِ َّن اللَّهَ َوَم ََلئ َكتَهُ ي
ِّ ِصلُّو َن َعلَى الن
Artinya, “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya
bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah
kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”
Sebab turunnya ayat ini bisa dibilang menjadi sejarah salawat kepada Rasul
Saw. Sebab, al-Ṭabarī menyebutkan bahwa setelah ayat ini turun, ada seorang
sahabat yang bertanya terkait bunyi salawat kepada Rasulullah Saw. kemudian
pembahasan terkait redaksi salawat kepada Nabi.1 Terkait kapan salawat itu
diwajibkan kepada Rasul Saw., merujuk kepada turunnya ayat tersebut kepada
Rasul Saw., perintah salawat tersebut diturunkan pada bulan Syaban pada tahun
kedua Hijriyah, oleh Abu Dzar al-Harawī, inilah yang disebut bulan Syaban
ada sejak masa Nabi Musa As. dan kaumnya, Bani Isrā’īl. Saat itu Bani Isrā’īl
1
Ibn Jarīr al-Ṭabarī, Jāmiʽ al-Bayān fi Ta’wīl al-Qur’ān, (Beirut: Muassasah al-Risālah,
2000), j. 20, h. 320.
2
Muḥammad ibn ʽAbd al-Raḥmān al-Sakhāwī, al-Qaul al-Bādiʽ fi al-Ṣalāh ʽala al-Ḥabīb
al-Syāfiʽ, (Madinah: Muassasah al-Rayyān, 2002), h. 92
3
al-Ṭabarī, Jāmiʽ al-Bayān, j. 20, h. 321.
17
18
bertanya kepada Nabi Musa As., terkait apakah Allah Swt bersalawat kepada
kemudian berdoa dan meminta jawaban kepada Allah Swt. Allah Swt. pun
menjawab pertanyaan Nabi Musa As. Allah Swt. berfirman kepada Nabi Musa
As.
َوُر ُسلِي
setelah turun ayat tersebut, kaum Bani Israil tersebut kemudian bahagia dan
memujinya.5
Dari hal ini bisa diambil kesimpulan bahwa anjuran bersalawat turun untuk
kepada para kaumnya. Salawat itu awalnya sebagai kabar baik kepada kaum Bani
Israil, namun Allah Swt juga memberikan keutamaan kepada para nabi melalaui
perantaranya. Ini juga bisa termasuk sebagai penghargaan kepada Nabi dan Rasul
tersebut. Dalam hal ini Ubay ibn Ka’ab menyebutkan bahwa tidak ada hal baik
4
Jalāl al-Dīn al-Suyūṭī, al-Durār al-Mantsūr, (Beirut: Dār al-Fikr, T.t) j. 8, h. 197.
5
Al-Suyūṭī, al-Durar al-Mantsūr, j. 8, h. 197.
19
yang diturunkan kepada seorang Rasul kecuali Rasul tersebut menjadi bagian dari
Oleh karena itu pada masa Rasulullah Saw., salawat ini juga bisa menjadi
sebuah penghargaan kepada Rasul Saw. itulah mengapa ketika nama Rasul Saw
oleh pendapat al-Ghazali dan beberapa ulama lain yang dikutip oleh al-Sakhawī
yang menyebutkan bahwasanya salawat kepada Nabi Saw tidak terbatas hanya
Ibn Manzūr (w. 711 H) dalam Lisān al-ʽArab menyebutkan bahwa makna
salawat ( )صلواتsecara bahasa berasal dari akar kata ṣalā ( )صلىyang bermakna
doa dan memohon ampunan, sedangkan kata salawat merupakan jamak (plural)
dari kata ṣalāt.8 Ibn Mandzūr melanjutkan, makna salawat ini berbeda-beda sesuai
konteks kalimatnya. Jika kata salawat disandarkan pada manusia, maka berarti
6
Al-Suyūṭī, al-Durar al-Mantsūr, j. 8, h. 197.
7
Al-Sakhawī, al-Qaul al-Badīʽ, h. 51.
8
Jamāl al-dīn Ibn Mandzūr, Lisān al-ʽArāb, (Beirut: Dār al-Ṣādir, 1414 H), j. 14, h. 465.
20
doa; jika disandarkan malaikat, maka berarti doa dan permintaan ampunan; dan
Abū al-Ḥusain Aḥmad ibn Fāris (w. 395 H) menambahkan bahwa kata
ṣalah juga bisa berarti menyebut yang baik, ucapan yang mengundang kebaikan,
dan curahan rahmat. Ibn Abbas (w. 78 H) pernah berkata bahwa kata salawat juga
kebaikan dan berkembang. Ṣalā yang merupakan akar kata dari Ṣalāh sebenarnya
bisa bermakna menyepuh dan salah satu jenis ibadah. Contoh ibadah yang
dimaksud adalah doa. Ibn Fāris mencontohkan makna ṣalā yang kedua ini dengan
Ibn Fāris menyebutkan bahwa kata “Falyuṣalli” dalam hadis tersebut bukan
sebenarnya akar kata dari ṣalāt bukanlah berakhiran ālif ()صال, melainkan
9
Ibn Mandzūr, Lisān al-ʽArāb, j. 14, h. 465.
10
Ibn Fāris mencontohkan bahwa ṣalā yang berarti menyepuh adalah ṣalaitu al-ʽūda bi
an-nār, yang berarti aku menyepuh kayu dengan api. Abū al-Ḥusain Aḥmad ibn Fāris, Muʽjam
Maqāyīs al-Lughah, (Beirut: Dār al-Fikr, 1979), j. 3, h. 300.
21
namun karena dalam ilmu Ṣarf, wawu dan ya’ di akhir fiil madhi harus diganti
dengan alif, menjadi ()صال.11 Inilah yang membedakan antara ṣalā yang bermakna
menyepuh dan ṣalā yang bermakna doa, dan lain sebagainya. Ini juga yang
menjadikan lafaz ṣalāh ketika dijamakkan menjadi ṣalawāt, bukan ṣala’āt atau
ṣalayāt.
Secara generik, ṣalāh merupakan isim masdar dari ṣallā, yuṣallī. Dalam hal
ini tidak digunakan kata masdarnya, yakni taṣlīyan, tapi isim masdarnya, yaitu
ṣalātan. Hal ini bisa bermakna tiga hal, yang pertama adalah salat (ibadah muslim
11
Ṣāḥīb ibn ʽAbbād, al-Muḥīṭ fi al-Lughah, (Beirut: Ālim al-Kutb, 1994), j. 2, h. 232.
12
Ibrāhīm Musṭāfā, Ahmad Zayyāt, Ḥāmid Abd al-Qādir, Muḥammad Najjār, al-Muʽjam
al-Wasīṭ, (Beirut: Dār Daār Daʽwah, T.t), h. 522.
13
Al-Sakhawī, al-Qaul al-Badīʽ, h. 50.
22
Adapun yang kedua, ṣalāh bisa bermakna rahmat. Ketiga, bermakna tempat
Senada dengan hal ini, Imam as-Sakhawi menjelaskan bahwa kata ṣalāh
memiliki dua makna: Pertama, doa dan meminta keberkahan (tabāruk). Dalam hal
ini doa bisa memiliki dua maksud, yakni doa untuk ibadah dan doa untuk
Al-Sakhawi juga menjelaskan bahwa dalam Alquran ada beberapa ayat yang
ِ ِِ ِ
ُك َس َكن َلُ ْم َواللَّه َ ص ِّل َعلَْي ِه ْم إِ َّن
َ َص ََلت َ ص َدقَةً تُطَ ِّه ُرُه ْم َوتَُزِّكي ِه ْم ِبَا َو
َ ُخ ْذ م ْن أ َْم َوال ْم
ََِسيع َعلِيم
Artinya, “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat
itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk
mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi
mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.S al-
Taubah: 103)
Ṣalāt dalam hal ini menurut al-Sakhāwī berarti doa.17 Pendapat al-Sakhāwī
bahwa kata “fa ṣallī” dalam ayat tersebut juga bermakna istighfār, yakni
permintaan ampunan atas dosa yang telah dilakukan seseorang.18 Ibn ʽĀsyūr
menjelaskan lebih jauh terkait asbāb an-nuzūl dari ayat ini. Penulis al-Taḥrīr wa
14
Ibrāhīm Musṭāfā, dkk, al-Muʽjam al-Wasīṭ, h. 522.
15
Al-Sakhāwī, al-Qaul al-Bādiʽ, h. 46-47.
16
Al-Sakhāwī, al-Qaul al-Bādiʽ, h. 50-52.
17
Al-Sakhāwī, al-Qaul al-Bādiʽ, h. 46.
18
Al-Suyūṭī, al-Durār al-Mantsūr, j. 4, h. 281.
23
al-Tanwīr ini menyebutkan bahwa sebab turunnya ayat ini adalah karena ada
beberapa sahabat yang tertinggal perang (tidak ikut perang), orang-orang yang
tidak ikut perang inilah yang diperintahkan untuk bersedekah, dan Rasul diminta
untuk mendoakan agar mereka menjadi tenang karena tidak ikut berperang.19
ول ۚ أََل إِنَّ َها قُ ْربَة َلُ ْم ۚ َسيُ ْد ِخلُ ُه ُم اللَّهُ ِف َر ْْحَتِ ِه ۚ إِ َّن اللَّهَ َغ ُفور
ِ الرس ِ و
ُ َّ صلَ َوات
ََ
َرِحيم
Kata “wa ṣalawāt al-Rasūl” dalam ayat ini disebut juga oleh al-Sakhāwi
memiliki arti doa. Ibn ʽAsyūr juga mengatakan hal sama. Lebih lanjut, Ibn ʽAsyūr
menjelaskan bahwa Rasul akan mendoakan semua orang yang datang kepadanya
dan memberikan infaq. Khusus dalam ayat tersebut, Rasul sedang menerima infaq
dari seorang Baduwi yang ingin meminta doa kepada Rasul Saw. karena Rasul
19
Awalnya mereka datang kepada Rasul untuk memberikan harta mereka kepada Rasul
dan meminta doa agar diampuni dosanya, yaitu dosa karena tidak ikut perang. Namun Rasul
menangguhkan permintaan sahabat yang tidak ikut berperang tersebut karena belum ada ayat yang
turun terkait hal ini. Akhirnya turunlah Q.S al-Taubah ayat 103 ini. Ṭāhir ibn ʽĀsyūr, al-Taḥrīr wa
al-Tanwīr, (Tunisia: Dār Tūnis li an-Nasyr, 1984), j. 11, h. 22.
24
adalah salah satu orang yang selalu dikabulkan doanya. 20 Lebih detail lagi al-
Suyūṭī menjelaskan bahwa yang dimaksud Arab Baduwi dalam ayat tersebut
adalah Bani Muqrin dari Muzinah. Mereka mengharap doa Rasul agar Rasul Saw
إِنَّ ُه ْم َك َف ُروا بِاللَّ ِه َوَر ُسولِِه َوَماتُوا َوُه ْم ِوَل تُص ِّل علَى أَح ٍد ِمْن هم مات أَب ًدا وَل تَ ُقم علَى قَ ِْبه
ْ َ ْ َ َ َ َ ُْ َ َ َ َ
ِ َف
اس ُقو َن
Berbeda dengan dua ayat sebelumnya, kalimat “wa lā tuṣallī” dalam ayat
tersebut lebih bermakna salat, walaupun sebenarnya dalam kasus salat jenazah,
sebagaimana disebutkan dalam ayat di atas juga bisa bermakna “doa untuk mayit”
(al-duʽa li al-mayyit).22 Ayat ini disebut oleh al-Suyūṭi sebagai teguran kepada
Rasul Saw. yang tetap ingin menyalati Abdullah ibn Ubay ibn Salūl. Saat itu
Rasul memberikan bajunya (qāmis) sebagai kain kafan. Selain itu, puteranya juga
meminta kepada Rasul agar mau menyalatinya. Rasul Saw. pun bangun dari
menegur Rasul Saw., ia memperingatkan bahwa Rasul Saw. telah dilarang untuk
20
Ibn ʽĀsyūr, al-Taḥrīr wa al-Tanwīr, j. 11, h. 15-16.
21
Al-Suyūṭī, al-Durār al-Mantsūr, j. 4, h. 268.
22
Al-Sakhāwī, al-Qaul al-Bādiʽ, h. 46.
25
hanya diberi pilihan oleh Allah Swt. untuk menyalati atau tidak menyalati.23
Namun Rasul Saw., terus bersikukuh untuk menyalati, walaupun mayit tersebut
ِ
ت َ ِص ََلت
ْ ك َوَل ُُتَاف َ ََِسَاءُ ا ْْلُ ْس ََن َوَل ََْت َه ْر ب َّ قُ ِل ْادعُوا اللَّهَ أَ ِو ْادعُوا
ْ الر ْْحَ َن أَيًّا َما تَ ْدعُوا فَلَهُ ْاْل
Al-Bukhārī (w. 256 H), Muslim (w. 261 H), al-Nasā’ī (w. 303 H) dan al-
Tirmidzī (w. 279 H), sebagaimana dikutip al-Suyūṭī (w. 911 H) menyebutkan
bahwa ayat ini turun setelah Rasul mendapatkan cacian karena bacaan Alquran
yang ia baca dalam salat. Oleh karena itu, yang dimaksud dengan kata “bi
ṣalātika” dalam ayat di atas adalah bacaan Alquran yang dibaca saat salat.25 Ayat
tersebut juga menghimbau agar Rasul tidak terlalu pelan saat membaca Alquran
menilai bahwa yang dimaksud dengan kata “ṣalāt” dalam ayat tersebut adalah
seluruh bacaan dan amalan salat.27 Imam al-Sakhāwī (w. 902 H) memilih
pendapat yang lebih umum, “ṣalāt” dalam ayat di atas dimaknai dengan “al-
pendapat sebelumnya, karena yang dimaksud dengan bacaan, bisa berarti bacaan
يما ِ هو الَّ ِذي يصلِّي علَي ُكم وم ََلئِ َكتُه لِيخ ِرج ُكم ِمن الظُّلُم
ِ ِات إِ َىل النُّوِر وَكا َن بِالْم ْؤِمن
ً ي َرح
َ ُ َ َ َ ْ َ ْ ُ ُ ََ ْ ْ َ َ ُ َُ
Dalam ayat ini, setidaknya ada dua subjek berbeda, yaitu Allah Swt., yang
bahwa kata “yuṣallī” dalam ayat tersebut memiliki dua arti yang berbeda
Allah Swt., maka bermakna rahmat, namun jika subjeknya adalah malaikat, maka
26
Al-Suyūṭī, al-Durār al-Mantsūr, j. 4, h.348.
27
Muḥammad Mutawallī al-Syaʽrāwī, Tafsir al-Syaʽrawī, (Kairo: Aḥbār al-Yaum, T.t), j.
14, h. 8815.
28
Al-Sakhāwī, al-Qaul al-Bādiʽ, h. 50.
29
Al-Sakhāwī, al-Qaul al-Bādiʽ, h. 51.
27
salawat adalah doa keberkahan.30 Dari pendapat Ibn Abbās ini, kita sering
ِ ِ ِ َّ ِ
ً صلُّوا َعلَْيه َو َسلِّ ُموا تَ ْسل
يما َ ين َآمنُوا
َ َِّب يَاأَيُّ َها الذ َ ُإِ َّن اللَّهَ َوَم ََلئ َكتَهُ ي
ِّ ِصلُّو َن َعلَى الن
Seperti disebutkan dalam ayat sebelumnya, salat atau salawat dalam ayat
di atas, bermakna rahmat jika disandarkan pada Allah Swt. dan istighfar atau doa
menyebutkan bahwa makna salawat dalam ayat di atas, ketika disandarkan pada
Allah Swt adalah bermakna pujian Allah Swt., kepada Rasulullah Saw. di depan
para malaikat. Sedangkan salawat malaikat adalah doanya kepada Rasul Saw.
Sedangkan firman Allah agar seluruh orang yang beriman membaca salawat
lima makna salawat Allah Swt. dan malaikat kepada Rasulullah Saw, salah
satunya sudah disebutkan oleh al-Sakhāwī dengan mengutip pendapat Ibn Abbās
30
Al-Sakhāwī, al-Qaul al-Bādiʽ, h. 51.
31
Al-Sakhāwī, al-Qaul al-Bādiʽ, h. 51.
28
Rasul Saw. Hal ini juga sebenarnya telah disebutkan dalam penjelasan
di atas.
4. Menurut Ibn Ḥajar salawat dari Allah Swt. adalah rahmat yang diikuti
dengan penghormatan.32
Muhammad Saw., dalam potongan ayat, “yā ayyuha al-ladzīna āmanū ṣallū
ʽalaihi wa sallimū taslīmā,” oleh para ulama dimaknai dengan beberapa hal.
32
Syukran Maksum dan Ahmad Fathoni, Rahasia Shalawat Nabi, (Yogyakarta: Mutiara
Media, 2009), h. 2-3.
29
3. Menurut Ibn Ḥajar (w. 852 H), salawat yang diucapkan selain Allah
Swt., baik malaikat atau manusia kepada Rasul Saw. adalah bentuk
penghargaan.33
Selain dalam beberapa ayat di atas, kata salat atau salawat juga disebutkan
ِ ِ ِ
َ ت إِ َىل أ َْه ِل الْبَقي ِع ْل
ُصلِّ َي َعلَْي ِه ْم ُ ْإِ ِِّّن بُعث
Artinya, sesungguhnya aku diutus untuk penduduk Baqī’ untuk
memintakan ampunan untuk mereka.34
Kata “li uṣallī” dalam hadis tersebut bermakna istighfar atau memintakan
ampunan. Hal ini disebutkan oleh al-Sakhāwī bahwa ada hadis lain yang
lebih cocok untuk mendefiniskan salawat kepada Rasul Saw., dari para umatnya?
Menurut Ibn Ḥajar al-Asqalānī, makna salawat kepada nabi adalah untuk
taʽdhim, penghormatan. Ia tidak memaknai sebagai doa atau istighfar karena Nabi
Muhammad Saw., telah diampuni dosa-dosanya oleh Allah Swt. Sedangkan mana
mungkin orang yang belum tentu diampuni dosanya mendoakan atau meminta
ampunan untuk orang yang sudah diampuni dosanya oleh Allah Swt.36
33
Syukran Maksum dan Ahmad Fathoni, Rahasia Shalawat Nabi, h. 3.
34
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam an-Nasā’ī dalam Sunan-nya dan Imam Mālik dalam
Muwāṭā’-nya. Al-Nasā’ī, Sunan al-Nasā’ī, (Aleppo: Maktabah al-Islāmiyah, 1986), j. 20, h. 26.
Lihat juga, Malik bin Anas, Muwāṭā’ Imam Mālik, (Abū Dhabi: Muassasah Zāyid ibn Sulṭān,
2004), j. 2, h. 341.
35
Al-Sakhāwī, al-Qaul al-Bādiʽ, h. 50.
36
Al-Sakhāwī, al-Qaul al-Bādiʽ, h. 56.
30
Namun pendapat Ibn Ḥajar ini dibantah sendiri oleh al-Sakhāwi dengan
dari orang biasa kepada Rasul Saw. adalah bermakna doa. Hal ini didasarkan pada
pendapat Ibn Sīrin (w. 110 H) yang pernah membacakan doa kepada anak kecil
yang belum penah berbuat dosa, kemudian melandaskan doanya pada Rasul yang
keapdanya. Kisah mendoakan seorang anak kecil ini ditulis dalam kitab “Faḍl al-
ṣalāt ʽalā al-Nabī ṣallāllahu ʽalaihi wasallam.” Yang ditulis sendiri oleh al-
Sakhāwī.
adalah merupakan bentuk ibadah kita dan salah satu sumber tambahnya kebaikan
pada diri kita. Hal ini karena Rasul Saw. adalah makhluk yang paling dicintai oleh
37
Al-Sakhāwī, al-Qaul al-Bādiʽ, h. 57.
31
Allah Swt.38
tetap menerima manfaat atas bacaan salawat untuknya. Hanya saja, orang yang
SAW.
Muhammad Saw. dan orang yang membaca salawat sebagaimana dikutip oleh
38
Al-Sakhāwī, al-Qaul al-Bādiʽ, h. 57.
39
Ihsan M Dahlan Jampes, Sirajut Ṭalibīn ʽalā Minhāj al-ʽAbidīn, (Indonesia, Daru Ihyā
al-Kutb al-ʽArābīyah: T.t), j. 1, h. 14.
32
salawat secara istilah dengan, “Suatu amal yang berisi permohonan doa kepada
Allah agar Dia mencurahkan keselamatan dan keberkahan untuk Nabi Muhammad
SAW, dan orang yang bershalawat itu memperoleh pahala di sisi Allah Ta’ala.”41
Mengacu pada beberapa kaul para ulama seperti Ibn Manzūr, Ibn Abbās dan
beberapa ulama lain, maka definisi salawat yang dimaksud dalam skripsi ini
40
Muḥammad Nawawī al-Bantānī, Kasyifatus Saja, (Indonesia, Daru Ihyā al-Kutb al-
ʽArābīyah, T.t), h. 4.
41
Habib Syarief Muhammad al-Aydrus, 135 Shalawat Nabi: Keutamaan, Tata Cara dan
Khasiatnya, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2010), h. 7.
BAB III
PEMAHAMAN HADIS RAGAM REDAKSI SALAWAT DAN
KEUTAMAANNYA
Sedikit sekali hadis yang menjelaskan redaksi salawat kepada Rasul Saw., baik
yang diajarkan oleh Rasulullah Saw., sendiri maupun dari sahabat yang selanjutnya
diafirmasi oleh Rasul Saw., sehingga redaksi salawat tersebut hanya ada satu,
redaksi lengkap salawat dalam hadis adalah salawat yang ditanyakan kepada seorang
sahabat bernama Ka’ab ibn ʽUjrah kepada Rasulullah Saw. Redaksi salawat yang
diajarkan oleh Rasul Saw. kepada Kaʽab ini diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari
1
Muḥammad ibn Ismāʽīl al-Bukhārī, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī, (Kairo: Dār ṭūq al-Najāh, 1422 H), j.
4, h. 146.
33
34
telah bercerita kepada kami Abu Farwah Muslim bin Salim Al Hamdaniy
berkata telah bercerita kepadaku 'Abdullah bin 'Isa dia mendengar 'Abdur
Rahman bi Abi Laila berkata; Ka'ab bin 'Ujrah menemui aku lalu berkata;
"Maukah kamu aku hadiahkan suatu hadiah yang aku mendengarnya dari Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam". Aku jawab; "Ya, hadiahkanlah aku". Lalu dia
berkata; "Kami pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam; "Wahai Rasulullah, bagaimana caranya kami bershalawat kepada
tuan-tuan kalangan Ahlul Bait sementara Allah telah mengajarkan kami
bagaimana cara menyampaikan salam kepada kalian?". Maka Beliau bersabda:
"Ucapkanlah; Allāhumma ṣalli 'alā Muḥammadin wa 'alā āli Muḥammad kamā
ṣāllaita 'alā Ibrāhīm wa 'alā āli Ibrāhīm innaka ḥamīdun majīd. Allāhumma
bārik 'alā Muḥammadin wa 'alā āli Muḥammadin kamā bārakta 'alā Ibrāhīm wa
'alā āli Ibrāhīm innaka ḥamīdun majīd" (Ya Allah berilah shalawat kepada
Muhammad dan kepada keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah
memberi shalawat kepada Ibrahiim dan kepada keluarga Ibrahim,
sesungguhnya Engkah Maha Terpuji dan Maha Mulia. Ya Allah berilah
barakah kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau
telah memberi barakah kepada Ibrahim dan kepada keluarga Ibrahim,
sesungguhnya Engkah Maha Terpuji dan Maha Mulia) ". (HR. Al-Bukhārī)
Secara kesahihan sanad, hadis ini tidak diragukan lagi kesahihannya karena
diriwayatkan dalam kitab sahih. Selain diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari, hadis
yang sama, yakni melalui Kaʽab ibn ʽUjrah juga memiliki banyak riwayat dalam kitab
lain dengan syāhid dan sanad yang berbeda-beda: Ṣaḥīḥ Muslim,2 Sunan Ibn Mājjah,3
2
Muslim ibn Ḥajjāj al-Naisabūrī, ṣaḥīḥ Muslim, (Beirut: Dār al-Jīl, 1334 H), j. 2, h. 16.
3
Muḥammad ibn Yāzid al-Qazwainī, Sunan Ibn Mājjah, (Beirut: Dār al-Fikr, T.t), j. 1, h. 293.
4
Al-Ḥākim al-Naisābūrī, al-Mustadrak, (Beirut: Dār al-Maʽrifah, T.t), j. 3, h. 148.
5
Muḥammad ibn Ḥibbān, Ṣaḥīḥ Ibn Ḥibbān, (Kairo: Muassasah al-Risālah, 1993), j. 5, h. 287.
6
Abū ʽĪsā al-Tirmidzī, Sunan al-Tirmidzī, (Beirut: Dār Gharb, 1998), j. 1, h. 610.
7
Mālik ibn Anas, Muwaṭṭāʽ Imam Mālik, (Kairo: Dār Iḥyā’ Turāts, T.t), j. 1, h. 165.
8
Abū Dawūd, Sunan Abū Dawūd, (Beirut: Dār Kutb al-Arābī, T.t), j. 1, h. 371.
9
ʽAbdullah ibn Abd al-Rahmān al-Dārimī, Sunan al-Dārimī, (Beirut: Dār al-Kutb al-ʽArabi,
1407), j. 1, h. 103.
10
Abū Bakr al-Bayhāqī, Sunan al-Kubrā, (Heyderabad: Majlis Dairah Nidzāmīyah, 1344 H),
j. 2, h. 146.
11
Aḥmad ibn Ḥanbal, Musnad Aḥmad, (Beirut: Muassasah al-Risālah, 1999), j. 3, h. 16.
35
meriwayatkan redaksi hadis salawat yang sama yang diajarkan oleh Rasulullah
berbeda, bahkan penulis menemukan lima redaksi yang berbeda, namun perbedaannya
tersebut. Jika redaksi salawat yang pertama, perawi dari kalangan sahabatnya adalah
Kaʽab ibn Ujrah, sedangkan redaksi kedua ini perawi sahabatnya adalah Abū Ḥumaid
al-Saʽdī. Hadis redaksi salawat yang kedua ini diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab
Ṣaḥīḥ-nya. 12
12
Muslim ibn Ḥajjāj al-Naisabūrī, Ṣaḥīḥ Muslim, (Beirut: Dār al-Jīl, 1334 H), j. 2, h. 16.
36
Hadis ini juga tidak diragukan lagi kesahihan sanadnya karena diriwayatkan
oleh kitab sahih, yaitu Ṣaḥīḥ Muslim. Hadis tersebut, selain diriwayatkan oleh
Muslim, juga diriwayatkan oleh Imam Mālik ibn Anas dalam kitab Muwaṭṭā’-nya13
13
Mālik ibn Anas, Muwaṭṭā’, j. 2, h. 65.
37
Redaksi salawat ketiga yang diajarkan oleh Rasul Saw., adalah diriwayatkan
oleh sahabat Abū Masʽūd yang disebutkan dalam Ṣaḥīḥ Ibn Ḥibban karya Ibn Ḥibbān
berikut:
َْحَ ُد بْ ُن األ َْزَه ِرْ َحدَّثَنَا أَبُو األ َْزَه ِر أ: ال َ َ ق، َصلِ ِه ِ
ْ َوَكتَْبتُهُ م ْن أ، َاق بْ ِن ُخَزْْيَة َ َخبَ َرنَا ُمَ َّم ُد بْ ُن إِ ْس َح
ْأ
َع ِن ابْ ِن، َحدَّثَنَا أَِِب: ال َ َ ق، يم بْ ِن َس ْع ٍد ِ ِ
َ وب بْ ُن إبْ َراه ُ َحدَّثَنَا يَ ْع ُق: ال َ َ ق، َصلِ ِه ِ
ْ َوَكتَْبتُهُ م ْن أ،
صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم إِ َذا الْ َم ْرءُ الْ ُم ْسلِ ُم ِ ِ
َ الصَلَة َعلَى َر ُسول اللَّه
ِ َّ ِِف- وح َّدثَِِن: ال
َ َ َ َ ق، اق َ إِ ْس َح
. َع ْن ُمَ َّم ِد بْ ِن َعْب ِد اللَّ ِه بْ ِن َزيْ ِد بْ ِن َعْب ِد َربِِّه، يم الت َّْي ِم ُّي ِ ِ ِِ صلَّى علَي ِه ِِف
َ ُمَ َّم ُد بْ ُن إبْ َراه- صَلَته َ َْ َ
صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َوََْن ُن ِ ِ ٍ عن أَِِب مسع
َ ْي يَ َد ْي َر ُسول اللَّه َ ْ َس بَ َ أَقْ بَ َل َر ُج ٌل َح ََّّت َجل: الَ َ ق، ود ُْ َ َْ
ك إِ َذا ََْن ُن َ صلِّي َعلَْي َ ُف ن َ فَ َكْي، ُك فَ َق ْد َعَرفْ نَاه َّ أ ََّما، ول اللَّ ِه
َ السَلَ ُم َعلَْي َ يَا َر ُس: ال َ فَ َق، ُِعْن َده
: ال َ َ ق، ُالر ُج َل َِلْ يَ ْسأَلْه َّ َن َّ َحبَْب نَا أ َ صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِ صلَّي نَا ِِف
ْ ص َم َ َح ََّّت أ َ َ ف: ال َ َك ؟ ق َ ، صَلَتنَا َ َْ
ٍ ِ ٍ
صلَّْي َ َعلَى َ َك َما، َو َعلَى آل ُمَ َّمد، َِّب ْاأل ُِّم ِّي ِّ ِص ِّل َعلَى ُمَ َّمد الن َ إِ َذا
َ اللَّ ُه َّم: صلَّْيتُ ْم َعلَ َّي فَ ُقولُوا
َك َما بَ َارْك َ َعلَى،َِّب ْاأل ُِّم ِّي َو َعلَى ِآل ُمَ َّم ٍد ٍ
ِّ ِ َوبَا ِرْك َعلَى ُمَ َّمد الن، يم
ِ ِ ِ
َ يم َو َعلَى آل إبْ َراه
ِ ِ
َ إبْ َراه
.ْحي ٌد ََِمي ٌد
َِ َّك ِ ِ ِ ِ ِ
َ إِن، يم َ يم َو َعلَى آل إبْ َراه َ إبْ َراه
Artinya, “Telah memberi kabar kepada kita Muḥammad ibn Isḥāq ibn
Ḥuzaimah dan ia telah menulis dari asalnya berkata, telah menceritakan
kepada kami Abū al-Azhar Aḥmad ibn al-Azhar dan ia telah menulisnya dari
asalnya berkata, telah menceritakan kepada kami Yaʽqūb ibn Ibrāhīm ibn Saʽd
berkata, telah menceritakan kepada kami Ubay dari Ibn Isḥāq berkata, telah
menceritakan kepadaku dalam hal salawat kepada Rasulullah Saw ketika
seorang muslim bersalawat kepada Rasul Saw., dalam salawatnya-
Muḥammad ibn Ibrāhīm al-Taymī dari Muḥammad ibn Abdullah ibn Zaid ibn
Abd Rabbihi, dari Abī Masʽūd berkata: seorang laki-laki menghadap kepada
Rasulullah Saw dan duduk di sampingnya. Saat itu kami juga ada di sana.
Laki-laki itu pun bertanya kepada Rasulullah Saw: Wahai Rasulullah Saw.,
adapun salam kepadamu kami sudah mengetahui, namun bagaimana (bunyi)
salawat kepadamu saat kita ingin bersalawat kepadamu, wahai Rasulullah
Saw? Abu Mas’ud berkata: laki-laki tersebut diam hingga kami mengira
bahwa laki-laki tersebut tidak bertanya kepada Rasul Saw. Kemudian
Rasulullah SAW menjawab, “Jika kalian ingin bersalawat kepadaku, maka
ucapkanlah, “Allāhumma ṣalli 'alaa Muḥammad al-Nabiy al-Ummi wa 'alā āli
Muḥammad kamaa ṣallaita 'alā āli Ibrāhīm, wa bārik 'alā Muḥammad al-Nabiy
al-Ummi wa 'alā āli Muḥammad kamā bārakta 'alā āli Ibrāhīm, innaka
ḥamīdun majīd.” Katakanlah, ya Allah, berikanlah salawat atas Muhammad,
38
ketiga ini terletak pada penyifatan Rasul Saw dengan kata “al-nabī al-ummīy” setelah
Hadis ini selain diriwayatkan oleh Ibn Ḥibbān juga diriwayatkan oleh
beberapa mukharrij yang lain dengan sanad yang berbeda-beda, yaitu oleh al-Ḥākim
Ṣaḥīḥ Ibn Ḥuzaimah,16 Aḥmad ibn Ḥanbal dalam Musnad Aḥmad,17 dan Sunan al-
ٍ َّال ح َّدثَِِن ابْن ا ْلَ ِاد َعن َعْب ِد اللَّ ِه بْ ِن َخب ُ ف َحدَّثَنَا اللَّْي ِ
اب َع ْن أَِِب ْ ُ َ َ َث ق َ وسُ َُحدَّثَنَا َعْب ُد اللَّه بْ ُن ي
ِ ول اللَّ ِه ه َذا الت ِّ اْلُ ْد ِر ٍ ِسع
َ ال قُولُوا اللَّ ُه َّم
ص ِّل َ َك ق َ صلِّي َعلَْي
َ ُف ن َ يم فَ َكْي
ُ َّسلْ َ َ ال قُ ْلنَا يَا َر ُس
َ َي ق ْ يد َ
يم َوبَا ِرْك َعلَى ُمَ َّم ٍد َو َعلَى ِآل ُمَ َّم ٍد َك َما ِ ِ ِ َّ َ ك َك َما ِ ِ ٍ
َ صلْي َ َعلَى آل إبْ َراه َ َعلَى ُمَ َّمد َعْبد َك َوَر ُسول
ث َعلَى ُمَ َّم ٍد َو َعلَى ِآل ُمَ َّم ٍد َك َما بَ َارْك َ َعلَى ِآل ِ ال أَبو صالِ ٍح عن اللَّي
ْ ْ َ َ ُ َ َيم ق
ِ ِ
َ بَ َارْك َ َعلَى إبْ َراه
14
Al-Ḥākim, Al-Mustadrak, j. 1, h. 268.
15
Abū al-Hasan al-Dāruquṭnī, Sunan al-Dāruquṭnī, (Beirut: Muassasah al-Risālah, 2004), j. 2,
h. 168.
16
Abū Bakr ibn Ḥuzaimah, ṣaḥīḥ Ibn Ḥuzaimah, (Beirut: al-Maktab al-Islāmī, T.t), j. 1, h.
351.
17
Aḥmad ibn Ḥanbal, Musnad Aḥmad, j. 28, h. 304.
18
al-Bayhāqī, Sunan al-Kubrā, j. 2, h. 146.
19
Al-Bukhārī, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī, j. 6, h. 121.
39
ٍِ ِ ِ ِ ِ
صلَّْي َ َعلَى
َ ال َك َما
َ َيد َوق ُّ َّر َاوْرِد
َ ي َع ْن يَِز َ يم بْ ُن ْحََْزَة َحدَّثَنَا ابْ ُن أَِِب َحازم َوالد
ُ يم َحدَّثَنَا إبْ َراه
َ إبْ َراه
يم ِ ِ ِ إِب ر ِاهيم وبا ِرْك علَى ُم َّم ٍد و ِآل ُم َّم ٍد َكما بارْك علَى إِب ر ِاه
َ يم َوآل إبْ َراهَ َْ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َْ
Artinya, “Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Yusuf Telah
menceritakan kepada kami Al-Laits dia berkata; Telah menceritakan kepadaku
Ibnu Al Haad dari Abdullah bin Khabbab dari Abu Sa'id Al-Khudzrī dia
berkata; Aku berkata; 'Ya Rasulullah, mengucapkan salam udah kami ketahui,
lalu bagaimana mengucapkan shalawat kepadamu? Beliau menjawab:
"Ucapkanlah: Allāhumma ṣalli 'alā Muḥammad, 'abdika wa rasūlika kamā
ṣallaita alā āli Ibrāhīm wa bārik ʽalā Muḥammad wa 'alā 'āli Muḥammad kamā
bārakta 'alā Ibrāhīm. - Abu Shalih berkata; dari al-Laits - dengan lafazh; 'alā
Muḥammad wa 'alā 'āli Muḥammad kamā bārakta 'alā āli Ibrāhīm.' Telah
menceritakan kepada kami Ibrahim ibn Hamzah Telah menceritakan kepada
kami Ibnu Abu Hazim dan al-Darāwardi dari Yazid ia berkata dengan lafaz;
'Kama ṣallaita 'alā Ibrāhīm, wa bārik ʽalā Muḥammad wa āli Muḥammad kamā
bārakta ʽalā Ibrāhīm wa āli Ibrāhīm.”
Dalam hadis di atas, Imam al-Bukhārī tidak hanya menyebutkan redaksi awal
salawat dalam riwayat Abū Said al-Khudzrī (w. 64 H) tetapi juga menyebutkan
berbagai riwayat terkait kalimat lanjutan salawat tersebut. Hadis yang sama juga
diriwayatkan oleh beberapa mukharrij hadis dari sahabat yang sama, yaitu Abū Sāʽid
Musnad Aḥmad,21 dan Sunan Ibn Mājjah.22 Walaupun mereka tidak menyebutkan
secara rinci perbedaan riwayat untuk kalimat terakhir salawat tersebut sebagaimana
sebelumnya. Redaksi terakhir yang diajarkan Rasul kepada sahabat yang sangat
20
Al-Nasā’ī, al-Mujtabā min al-Sunan, j. 3, h. 49.
21
Aḥmad ibn Ḥanbal, Musnad Aḥmad, j. 4, h. 2032.
22
Ibn Mājjah al-Qazwainī, Sunan Ibn Mājjah, j. 1, h. 292.
40
berbeda dengan redaksi sebelumnya ini diriwayatkan oleh al-Ṭabrāni dalam al-
Muʽjam al-Kabīr, dan tidak ditemukan riwayat lain selain riwayat al-Ṭabrānī ini. 23
حدثنا عبد امللك بن حيىي بن بكْي املصري ثنا أِب ثنا ابن ليعة عن بكر بن سوادة عن زياد بن
قال رسول اهلل صلى اهلل: نعيم عن وفاء بن سريح احلضرمي عن رويفع بن ثاب األنصاري قال
ِ ِ ِ من قال اَللَّه َّم ص ِّل علَى ُم َّم ٍد وأَنْ ِزلْه الْم ْقع َد الْم َقَّر: عليه و سلم
ُب عْن َد َك يَ ْوَم الْقيَ َامة َو َجبَ ْ لَه
َ ُ َ َ ُ َ َ َ َ ُ
اع ِت
َ َش َف
Artinya, “telah menceritakan kepada kami Abd al-Mālik ibn Yahyā ibn
Bukair al-Miṣrī, ia berkata, telah menceritakan kepada kami Ibn Lahīʽah dari
Bakr ibn Sawādah dari Ziyād ibn Nuʽaim dari Wafā’ ibn Suraiḥ al-Ḥaḍrāmī
dari Ruwaifiʽ ibn Tsābit al-Anṣārī berkata, Rasulullah Saw. bersabda, “Siapa
yang mengucapkan ‘Allahumma ṣalli ʽalā Muḥammad wa anzilhu al-maqʽad
al-muqarrab ʽindaka yaum al-qiyāmah’. Maka ia wajib mendapatkan
syafaatku.”
Walaupun hadis ini hanya diriwayatkan oleh al-Ṭabrāni, namun oleh al-Suyūṭī,
Dari lima redaksi berbeda ini, walaupun empat redaksi awal agak mirip,
perbedaan ini dipengaruhi oleh siapa sahabat yang meriwayatkan. Walaupun jika kita
tilik kembali sebenarnya empat redaksi pertama tersebut disebutkan Nabi Muhammad
Saw. dalam satu kejadian, yakni kejadian ketika Rasul Saw. ditemui seorang laki-laki
untuk meminta diajarkan salawat. Dalam redaksi hadis kedua, ketiga, dan keempat,
memang tidak disebutkan nama dari laki-laki yang menghadap tersebut (hanya
disebutkan dengan gamblang bahwa lelaki yang menghadap tersebut adalah periwayat
hadis itu sendiri, yaitu Basyir ibn Saʽad. Lalu mengapa bukan Kaʽab ibn Ujrah?
Karena Kaʽab menggunakan damir na ()نا, ini menunjukkan bahwa Kaʽab seperti
perawi sahabat lain yang sama-sama berada di majelis tersebut ketika laki-laki
23
Al-Ṭabrānī, Muʽjam al-Kabīr, (Madinah: Maktabah al-ʽUlm wa al-Ḥikam, 1983), j. 5, h. 25.
24
Jalāl al-Dīn al-Suyūṭī, Jāmiʽ al-Aḥādīts, (Riyadh: Maktabah al-Maārif, t.t), j. 6, h. 241.
41
tersebut bertanya kepada Rasul Saw. Sedangkan Basyir ia mengatakan sendiri bahwa
Hukum
NO Redaksi Salawat Sahabat Riwayat hadis
1. آل ُمَ َّم ٍد ِ اللَّه َّم ص ِّل َعلَى ُمَ َّم ٍد و َعلَى
َ َ ُ
Kaʽab ibn ʽUjrah.
(perawi)
Al-Bukhārī
Muslim
Sahih
يم ِ ِ ٍ ِ
َ َو َعلَى آل ُمَ َّمد َك َما بَ َارْك َ َعلَى إبْ َراه،
ْحي ٌد ََِمي ٌد
َِ َّك ِ ِ ِ
َ إِن، يم َ َو َعلَى آل إبْ َراه
ِ ِ
ك َك َما َ ص ِّل َعلَى ُمَ َّم ٍد َعْبد َك َوَر ُسول َ اللَّ ُه َّم
4. Abū Saʽīd al- Al-Bukhārī Sahih
Khudrī (perawi) Al-Nasā’ī
يم ِ ِ ٍ ِ
َ َو َعلَى آل ُمَ َّمد َك َما بَ َارْك َ َعلَى إبْ َراه
5. اللهم صل على ممد وأنزله املقعد املقرب Ruwaifiʽ ibn Tsābit Al-Ṭabrānī Hasan
Dari tabel di atas, bisa kita simpulkan bahwa perbedaan kelima redaksi salawat
tersebut bersumber dari Rasulullah Saw. sendiri. Perbedaan redaksi salawat tersebut
42
disampaikan oleh Rasul Saw. kepada lima sahabat yang berbeda. Berkenaan dengan
Selain redaksi salawat yang diajarkan oleh Rasul Saw. berikut ini penulis
paparkan dua contoh salawat yang dibuat oleh sahabat dan bukan dari Rasul Saw.
diriwayatkan oleh seorang sahabat bernama Zaid ibn Tsābit dari seorang Badui yang
mengucapkan salawat dan salam kepada Rasul Saw.. Walaupun redaksi salawat ini
keluar dari mulut seorang sahabat Badui, namun redaksi salawat tersebut diafirmasi
oleh Rasul Saw., ini juga bisa disebut sebagai sunnah taqiririyah Rasul SAW, yaitu
sunnah yang dilakukan oleh seorang sahabat, namun Rasul Saw. diam dan tidak
ثنا، باألبواء، ثنا فروة بن عبد اهلل بن سلمة األنصاري،حدثنا احلسْي بن إسحاق التسرتي
عن أبيه، ثنا زكريا بن إْساعيل بن يعقوب بن إْساعيل بن زيد بن ثاب،هارون بن حيىي احلاطِب
غدونا يوما غدوة من: قال زيد بن ثاب: قال، عن عمه سليمان بن زيد بن ثاب،إْساعيل
فبصرنا بأعراِب أخذ،الغدوات مع رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم حَّت كنا ِف َممع طرق املدينة
السَلم عليك أيها: فقال،خبطام بعْيه حَّت وقف على النِب صلى اهلل عليه وسلم وَنن حوله
: «كيف أصبح ؟» قال: فرد عليه النِب صلى اهلل عليه وسلم فقال،النِب ورْحة اهلل وبركاته
فرغا، يا رسول اهلل هذا األعراِب سرق البعْي: فقال احلرسي، وجاء رجل كأنه حرسي،ورغا البعْي
فلما هدأ، فأنص له رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم يسمع رغاءه وحنينه،البعْي ساعة وحن
«انصرف عنه فإن البعْي شهد عليك:البعْي أقبل النِب صلى اهلل عليه وسلم على احلرسي فقال
25
Hadits yang berupa ketetapan Nabi saw terhadap apa yang datang atau yang dilakukan
sahabatnya. Nabi saw membiarkan atau mendiamkan suatu perbuatan yang dilakukan oleh para
sahabatnya tanpa memberikan penegasan apakah beliau bersikap membenarkan atau
mempermasalahkannya. Maḥmūd al-ṭaḥḥān, Taysīr Musṭalāh al-Ḥadīts, h. 47.
26
Al-Ṭabrānī, Muʽjam al-Kabīr, (Madinah: Maktabah al-ʽUlm wa al-Ḥikam, 1983), j. 5, h. 25.
43
«أي: وأقبل النِب صلى اهلل عليه وسلم على األعراِب فقال،أنك كاذب» فانصرف احلرسي
ص ِّل َعلى ُمَ َّم ٍد َح ََّّت ََل تَْب َقى ِ
َ بأَِِب أَنْ َ َوأُِّمي اَلل ُه َّم: قل:شيء قل حْي جئتِن؟» قال
، اَللَّ ُه َّم َسلِّ ْم َعلى ُمَ َّم ٍد َح ََّّت ََل يَْب َقى َس ََل ٌم،ٌ اَلل ُه َّم بَا ِرْك َعلَى ُمَ َّم ٍد َح ََّّت ََل تَْب َقى بََرَكة،ٌصَلَة
َ
«إن اهلل جل: فقال رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم،ٌاَللَّ ُه َّم َو ْار َح ْم ُمَ َّم ًدا َح ََّّت ََل تَْب َقى َر ْْحَة
» وإن املَلئكة قد سدوا األفق،وعز أبداها ِل والبعْي ينطق بعذره
Artinya, “telah menceritakan kepada kami al-Ḥusain ibn Isḥāq al-
Tustarī, ia berkata telah menceritakan kepada kami Furwah ibn Abdullah ibn
Salamah al-Anṣārī dan al-Abwāʽ, mereka berkata telah menceritakan kepada
kami Hārūn ibn Yaḥyā al-Ḥaṭābī, ia berkata, telah menceritakan kepada kami
Zakariya ibn Ismāʽīl ibn Yaʽqūb ibn Ismāʽī ibn Zayd ibn Tsābit dari ayahnya,
Ismāʽīl, dari pamannya, Sulaiman ibn Zayd ibn Tsābit berkata, telah berkata
Zayd ibn Tsābit: Suatu pagi kami melakukan perjalanan bersama Rasulullah
Saw. hingga kami sampai pada suatu perempatan jalan Madinah. Kami melihat
seorang laki-laki Badui memegang tali kekang untanya dan ia mengetahui
keberadaan Rasul Saw. dan kami berada di sekelilingnya. Laki-laki Badui itu
kemudian memberi salam kepada Rasul Saw.: ‘Assalāmu ʽalaika ayyuha al-
nabīy wa raḥmatullahi wa barakātuh.” (semoga keselamatan atasmu wahai
Nabi dan senantiasa mendapatkan rahmat Allah serta keberkahan-Nya). Rasul
pun menjawab, “Bagaimana kabarmu pagi ini?” Zaid berkata, unta yang
dibawa seorang Badui itu pun bersuara. Kemudian datanglah seorang laki-laki,
sepertinya ia al-Ḥarasī. Kemudian al-Ḥarasī mengadu kepada Rasul Saw.:
Wahai Rasul, orang Badui ini mencuri unta. Unta tersebut pun bersuara
kembali. Rasul pun mencoba menangkan unta tersebut hingga ia berhenti
bersuara. Ketika unta itu berhenti bersuara, Rasul pun menghadap kepada al-
Ḥarasī, kemudian Rasul berkata, “Pergilah dari orang Badui itu, sesungguhnya
unta tersebut telah bersaksi bahwa engkau adalah seorang pembohong.” Al-
Ḥarasī pun pergi. Rasul kemudian mendatangi orang Badui tersebut dan
berkata, “Apa yang akan kamu ucapkan saat bertemu denganku tadi?” Orang
Badui tersebut menjawab: Aku akan berkata, “demi ayah dan ibuku
‘Allahumma ṣalli ʽalā Muḥammad ḥattā la tabqā ṣalātan. Allāhummah bārik
ʽalā Muḥammad ḥattā lā tabqā barakatan. Allāhumma sallim ʽalā Muḥammad
ḥattā lā yabqā salām. Allāhumma warḥam Muḥammadan ḥattā lā tabqā
raḥmatan’. Rasulullah Saw berkata, “Sesungguhnya Allah Swt telah
menunjukkan kepadaku dan unta berbicara dengan pembelaannya, Dan
sesungguhnya malaikat telah menyumbat kebohongan.”
Selain hadis di atas, yang merupakan sunnah taqririyah dan diafirmasi Rasul,
ada juga sahabat lain yang memberikan salawat dengan redaksi darinya sendiri
44
walaupun tidak disebutkan apakah telah diafirmasi oleh Rasul Saw. atau belum.
Berikut ini adalah riwayat Ibn Masʽūd (w. 32 H) tentang salawat kepada Rasul Saw.
dengan hadis yang mauquf yang diriwayatkan oleh al-Bayhāqī (w. 458 H) dalam Al-
Daʽwāt al-Kabīr.27
27
Abū Bakr al-Bayhāqī, al-Daʽwāt al-Kabīr, (Kuwait: Ghirās li al-Nasyr wa al-Tauzīʽ, 2009),
j. 1, h. 258.
45
Salawat ini juga diriwayatkan oleh Abdullah Ibn ʽUmar dalam kitab al-
Maṭālib al-ʽAlīyah karya Ibn Ḥajar al-Asqalānī.28 Secara umum, lafaz salawat ini tidak
jauh beda dengan salawat yang diajarkan oleh Rasulullah Saw. kepada Basyīr ibn
Sa’ād yang telah disebutkan sebelumnya, hanya saja para sahabat ini, baik Ibn Masʽūd
ataupun Ibn ʽUmar menambahkan beberapa redaksi lain sebelum salawat yang
Berpijak pada paparan redaksi salawat dari Rasul Saw. dan selain Rasul,
bahwa bisa disimpulkan sementara bahwa redaksi salawat tidak harus bersumber dari
Rasul Saw. Redaksi salawat yang bersumber dari selain Rasul Saw. juga dapat dinilai
keabsahannya.
membaca salawat.29 Namun dalam hadis, hanya ditemukan enam hadis saja yang
Salah satu hadis yang paling banyak dikutip dalam berbagai kitab hadis dan
28
Ibn Ḥajar al-Asqalānī, al-Maṭālib al-ʽaliyyah, (Beirut: Dar al-Kutb, T.t), j. 9, h. 411.
29
Al-Sakhawī, al-Qaul al-Badīʽ, h. 231-232.
46
diriwayatkan juga oleh beberapa mukharrij yang lain, seperti, Aḥmad ibn Ḥanbal
dalam Musnad-nya,31 Sunan Abī Dāwud,32 Sunan al-Nasā’ī,33 dan Ṣaḥīḥ Ibn Ḥibbān.
34
Perbedaan tersebut biasanya terdapat dalam jumlah balasan salawat yang disiapkan
oleh Allah Swt., untuk orang yang membaca salawat, seperti hadis yang diriwayatkan
Hadis ini tidak hanya diriwayatkan oleh Aḥmad, beberapa Mukharrij yang lain
juga meriwayatkan, seperti: Ṣaḥīḥ Ibn Ḥibban,35 Sunan al-Kubra al-Nasāʽī,36 dan
lengkap, Imam Muslim dalam ṣaḥīḥ-nya juga menyebutkan hadis yang kurang lebih
30
Muslim, Ṣaḥīḥ Muslim, j. 2, h. 17.
31
Aḥmad ibn Ḥanbal, Musnad Aḥmad, j. 14, h. 444.
32
Abī Dāwud, Sunan Abī Dāwud, j. 1, h. 562.
33
Al-Nasā’ī, Sunan al-Nasā’ī, j. 3, h. 50.
34
Ibn Ḥibbān, Ṣaḥīḥ Ibn Ḥibbān, j. 3, h. 187.
35
Ibn Ḥibbān, Ṣaḥīḥ Ibn Ḥibban, j. 3, h. 186.
36
Al-Nasā’ī, Sunan al-Kubrā, j. 9, h. 30.
37
Abū Yaʽlā al-Mūṣilī, Musnad Abī Yaʽlā, (Damaskus: Dar Maʽmūn, 1984), j. 7, h. 75.
47
ِ ِب عن حي وَة وسع ِ ُّ َحدَّثَنَا ُمَ َّم ُد بْ ُن َسلَ َمةَ الْ ُمَر ِاد
يد بْ ِن أَِِب أَيُّوب َ َ َ ْ َ ْ َ ٍ ى َحدَّثَنَا َعْب ُد اللَّه بْ ُن َوْه
ِ الر ْْحَ ِن بْ ِن ُجبَ ٍْْي َع ْن َعْب ِد اللَّ ِه بْ ِن َع ْم ِرو بْ ِن الْ َع
اص أَنَّهُ َِْس َع ِ و َغ ِْْيِِهَا َع ْن َك ْع
َّ ب بْ ِن َع ْل َق َمةَ َع ْن َعْب ِد َ
ُصلُّوا َعلَ َّى فَِإنَّه ُ ول « إِ َذا َِْس ْعتُ ُم الْ ُم َؤذِّ َن فَ ُقولُوا ِمثْ َل َما يَ ُق
َ َّول ُُث ُ يَ ُق-صلى اهلل عليه وسلم- َِّب َّ ِالن
َاَْن َِّة َل
ْ ِل الْ َو ِسيلَةَ فَِإن ََّها َمْن ِزلَةٌ ِِفِ َّ ِ ِ َّ َّ ًمن صلَّى علَى صَلَة
َ صلى اللهُ َعلَْيه بَا َع ْشًرا ُُثَّ َسلُوا الل َه َ َ َّ َ َ ْ َ
َّ ُِل الْ َو ِسيلَةَ َحلَّ ْ لَه ِ ِ َّ ِ ِ ِ ٍ ِ َّ ِ ِ
ُاعة
َ الش َف َ تَْنبَغى إَل ل َعْبد م ْن عبَاد الله َوأ َْر ُجو أَ ْن أَ ُكو َن أَنَا ُه َو فَ َم ْن َسأ ََل
Artinya, “Telah menceritakan kepada kami Muhammad ibn Salamah
al-Murādī, ia berkata, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibn Wahb,
dari Ḥaywah dan Saʽīd ibn Abī Ayyūb dan selain keduanya dari Kaʽab ibn
ʽAlqamah dari Abdurrahman ibn Jabīr dari Abdullah ibn ʽAmr ibn al-ʽĀṣ.
Sesungguhnya ia mendengar Rasulullah Saw., bersabda, “Jika kalian
mendengar seorang muazin (mengumandangkan azan), maka ucapkanlah
ucapan yang diucapkan muazin tersebut. Kemudian bersalawatlah kepadaku.
Sesungguhnya orang yang bersalawat kepadaku satu kali, maka Allah akan
bersalawat kepadanya sepuluh kali. Mohonlah kepada Allah wasilah untukku,
karena wasilah adalah kedudukan yang tinggi di surga, tidaklah layak tempat
tersebut kecuali untuk seorang hamba dari hamba-hamba Allah, dan aku
berharap aku hamba tersebut. Dan barangsiapa memintakan wasilah untukku,
maka syafa'at halal untuknya."
Selain diriwayatkan oleh Muslim, hadis di atas, juga diriwayatkan dalam Al-
Muʽjam al-Awsaṭ,38 Sunan al-Nasā’ī,39 Musnad Aḥmad,.40 Sunan Abī Dawūd,41 Ṣaḥīḥ
3. Allah Swt. Akan Bersalawat Sepuluh Kali dan Akan Dicatat Sebagai Orang
dengan beberapa tembahan, seperti dalam redaksi hadis riwayat al-Ṭabrānī dalam al-
38
Al-Ṭabrānī, al-Muʽjam al-Awsaṭ, j. 3, h. 121.
39
Al-Nasā’ī, Sunan al-Nasā’ī, j. 2, h. 25.
40
Aḥmad ibn Ḥanbal, Musnad Aḥmad, j. 11, h. 28.
41
Abū Dawūd, Sunan Abī Dawūd, j. 1, h. 206.
42
Ibn Ḥuzaimah, Ṣaḥīḥ Ibn Ḥuzaimah, j. 1, h. 218.
43
Al-Tirmidzī, Sunan al-Tirmīdzi, j. 6, h. 13.
48
Derajatnya
Selain hadis di atas, ada juga riwayat Imam al-Nasā’ī yang mencantumkan
hadis lain dengan beberapa redaksi yang sama, namun ada beberapa tambahan balasan
bagi orang yang bersalawat kepada Nabi, yaitu dihapus sepuluh kesalahannya dan
maka Allah Swt. akan bersalawat kepadanya sepuluh kali, menghapus sepuluh
kesalahan dan mengangkat derajat hingga sepuluh kali lipat.”
Selain al-Nasā’ī dalam Sunan al-Nasā’ī,44 hadis ini juga diriwayatkan oleh
Imam Ibn Ḥibbān dalam Ṣaḥīḥ Ibn Ḥībbān,45 Aḥmad ibn Ḥanbal dalam al-Musnad-
bahwa orang yang membaca salawat akan menjadi orang yang paling utama di hari
kiamat nanti.
وسى بْ ُن َ َ ق، َحدَّثَنَا ُمَ َّم ُد بْ ُن َخالِ ٍد ابْ ُن َعثْ َم َة: ال
َ َحدَّثَنَا ُم: ال َ َ ق، َحدَّثَنَا ُمَ َّم ُد بْ ُن بَشَّا ٍر
ِ أَخب ره عن عب ِد اهلل، َّاد
ٍ َن عب َد اهللِ بن شد ِ َ َالزْمعِ ُّي ق
َْ ْ َ َُ َ ْ َ َْ َْ َّ أ، َح َّدثَِِن َعْب ُد اهلل بْ ُن َكْي َسا َن: ال َّ وب
َ يَ ْع ُق
ِ َّاس ِِب ي وم
القيَ َام ِة أَ ْكثَ ُرُه ْم َ َصلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم ق ِ َ َن رس ٍ
َ ْ َ ِ أ َْوَِل الن: ال َ ول اهلل ُ َ َّ أ، بْ ِن َم ْسعُود
.صَلًَة
َ َعلَ َّي
Artinya, “telah menceritakan kepada kami Muḥammad ibn Basysyār, ia
berkata, telah menceritakan kepada kami Muḥammad ibn Khālid ibn ʽAtsmah,
ia berkata: telah menceritakan kepada kami Musā ibn Yaʽqūb al-Zamʽī, ia
berkata, telah menceritakan kepada kami ʽAbdullah ibn Kaysān, sesungguhnya
Abdullah ibn Syaddād telah menceritakan kepadanya dari Abdullah ibn
Masʽūd, bahwa Rasulullah Saw. bersabda: “Orang yang paling utama di hari
kiamat adalah orang banyak membaca salawat kepadaku.” 48
membaca salawat kepada Rasul Saw. akan mendapatkan safaat-nya kelak di hari
kiamat.
44
Al-Nasā’ī, Sunan al-Nasā’ī, j. 3, h. 50.
45
Ibn Ḥībbān, Ṣaḥīḥ Ibn Ḥībbān, j. 3, h. 185.
46
Aḥmad ibn Ḥanbal, Musnad Aḥmad, j. 19, h. 57.
47
Al-ḥākim, al-Mustadrak, j. 1, h. 550.
48
Al-Tirmidzī, Sunan al-Tirmīdzi, j. 1, h. 612.
50
عن، عن بكر بن سوادة، ثنا ابن ليعة، ثنا أِب،حدثنا عبد امللك بن حيىي بن بكْي املصري
قال رسول اهلل: قال، عن رويفع بن ثاب األنصاري،زياد بن نعيم عن وفاء بن شريح احلضرمي
ب ِعْن َد َك يَ ْوَم ٍ
َ اَللَّ ُه َّم: " من قال:صلى اهلل عليه وسلم
َ ص ِّل َعلى ُمَ َّمد َوأَنْ ِزلْهُ الْ َم ْق َع َد الْ ُم َقَّر
" اع ِت ِ ِ
َ الْقيَ َامة َو َجبَ ْ لَهُ َش َف
Artinya, “Telah menceritakan kepadku Abd al-Mālik ibn Yaḥyā ibn
Bakīr al-Miṣrī, ia berkata, telah menceritakan kepadaku, Ibn Lahīʽah, dari
Bakr ibn Sawādah, dari Ziyād ibn Naʽīm dari Wafā’ ibn Syuraiḥ al-Ḥadrāmī,
dari Ruwaifiʽ ibn Tsābit al-Anṣārī, ia berkata, Rasulullah Saw. bersabda,
“Siapa yang mengucapkan ‘Allāhumma ṣalli ʽalā Muḥammad wa anzilhu al-
Maqʽad al-Muqarrab ʽindaka yaum al-qiyāmah,’ maka ia berhak
mendapatkan safaatku.” 49
Jika kita kumpulkan ada beberapa redaksi yang berbeda terkait keutamaan
salawat, begitu juga dengan jumlah balasannya. Lebih jelasnya, lihat tabel berikut ini:
49
Al-Ṭabrānī, al-Muʽjam al-Kabīr, j. 5, h. 25.
51
Muhammad Saw. Ada beberapa julukan jelek yang disebutkan dalam hadis terkait
namanya. Pertama, yaitu hadis yang menjelaskan bahwa orang yang tidak bersalawat
adalah orang yang paling sesat. Hadis ini diriwayatkan dalam kitab Al-Maṭālib al-
، ِف مسجد دمشق، أخربِن فَلن، نا سعيد، ثنا ْحاد هو ابن سلمة، أنا النضر بن مشيل
ِ ِ
س َ َ أ َْو َجل، وسلم َ س إِ َِل َر ُسول اهلل
َّ َ صلَّى اهلل َعلَيه َّ
َ َ أَن أَبَا َذ ٍّر َجل: عن عوف بن مالك قال
إِ َّن: يث َوفِ ِيه ِ ْ يا أَبا ذَ ٍّر أَصلَّي الضُّحى فَ َذ َكر: ال
َ احلَد َ َ َ َْ َ َ َ وسلَّم فَ َق َ صلَّى اهلل َعلَيه
ِ ُ رس
َ ول اهلل َُ
.وسلَّم ِ َّاس من ذُكِر
َ صلَّى اهلل َعلَيهَ ص ِّل َعلَ َّي ُ ْ ْ َ ِ َض َّل الن
َ ُت عْن َدهُ فَلَ ْم ي َأ
Artinya, “telah menceritakan kepada kami al-Naḍr ibn Syamīl, ia
berkata, telah menceritakan kepada kami Ḥammād, yaitu Ibn Salamah, ia
berkata, telah menceritakan kepada kami Saʽīd, ia berkata telah menceritakan
kepada kami Fulān, di Masjid Damaskus, dari Auf ibn Mālik berkata,
sesungguhnya Abū Dzār bertemu Rasul Saw atau Rasul Saw. sedang duduk,
kemudian Rasul Saw bersabda, “Wahai Abu Dzār, apakah kamu telah
mendirikan shalat dhuha?” Rasul Saw. kemudian menyebutkan sebuah hadis,
dan dalam hadis tersebut terdapat kalimat, “Sesungguhnya manusia yang
paling sesat adalah orang yang saat disebutkan namaku, ia tidak bersalawat
kepadaku.”
Selain hadis di atas, ada juga riwayat lain yang menjelaskan bahwa orang yang
tidak bersalawat kepada Rasul Saw. saat nama Rasul disebut adalah orang yang kikir.
ُ ص َدقَةَ بْ ِن
َحدَّثَنَا، صبَ ْي ٍح ُ َحدَّثَنَا إِ ْس َح، بِبَ ْغ َد َاد، ي
َ اق بْ ُن ُّ َّح ِو
ْ َخبَ َرنَا َج ْع َف ُر بْ ُن َه ُارو َن الن
ْأ
ِ َ َ ق، َ حدَّثَنَا عمارةُ بن َغ ِزيَّة، حدَّثَنَا سلَيما ُن بن بَِلٍَل، ُّخالِ ُد بن َمَْلَ ٍد الْ َقطَوِاِن
ُ َْس ْع: ال ُ ْ َ َُ َ ُْ َْ ُ َ َ ُْ َ
ِ ُ ال رس ِ عن جد، عن أَبِ ِيه، ِّث ِ ْ احلُس ِ ِ
ُصلَّى اللَّه
َ ول اهلل ُ َ َ َ ق: ال َ َ ق، ِّه َ َْ ْ َ ُ ُحيَد، ْي َ ْ َعْب َد اهلل بْ َن َعل ِّي بْ ِن
50
Ibn Ḥajar al-Asqalānī, al-Maṭālib al-ʽaliyyah, j. 9, h. 401.
51
Al-Ḥākim, al-Mustadrak, j. 1, h. 549.
52
Hadis ini selain diriwayatkan oleh al-Ḥākim juga diriwayatkan oleh Ibn
Ḥibbān dalam Ṣaḥīḥ-nya52 dan al-Bayhaqī dalam Syuʽāb al-Īmān.53 Dalam riwayat al-
Ṭabrānī yang ditulis dalam al-Muʽjam al-Kabīr, disebutkan ancaman yang lebih
keras.
ِ ِ ِ ِ ِ َّ ِ
يل بن ُ َحدَّثَنَا إ ْْسَاع، َحدَّثَنَا ُمَ َّم ُد بن َعْبد الله بن عُبَ ْيد بن َعق ٍيل، َْحَ َد ْ َحدَّثَنَا َعْب َدا ُن بن أ
صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم ِ : ال ِ ٍ ِ
ُّ ِصع َد الن
َ َِّب َ َ َ ق، َع ْن َجاب ٍر، َع ْن ْسَاك، الربِي ِع َّ س بن ُ َحدَّثَنَا قَ ْي، أَبَا َن
َّ يل َعلَْي ِه ِ ِ ِ ِ " ِآمْي ِآم: فَ َقا َل، الْ ِمْنب ر
يَا ُمَ َّم ُد َم ْن: ال َ فَ َق، َلم
ُ الس ُ " أَتَاِن ج ْرب: ال َ َ ق، " ْي َ ْي آم َ َ ََ
ِ ِ ِ ِ
يَا: ال َ َ ق، ْي َ آم: ُ فَ ُق ْل، ْي َ قُ ْل آم، ُ فَأَبْ َع َدهُ اللَّه، َّارَ فَ َد َخ َل الن، ات
َ فَ َم، َح َد َوال َديْه َ أ َْد َرَك أ
ِ ِ
، ْي َ قُ ْل آم، ُ فَأَبْ َع َدهُ اللَّه، َّار َ فَأ ُْدخ َل الن، ُ فَلَ ْم يُ ْغ َف ْر لَه، اتَ فَ َم، ضا َنَ ُمَ َّم ُد َم ْن أَ ْد َرَك َش ْهَر َرَم
، ُ فَأَبْ َع َدهُ اللَّه، َّار ِ ومن ذُكِر: ال ِ
َ ات فَ َد َخ َل الن
َ فَ َم، ك َ ص ِّل َعلَْي
َ ُت عْن َدهُ فَلَ ْم ي ُ ْ ْ َ َ َ َ ق، ْي َ آم: ُ فَ ُق ْل
." ْي ِ ِ
َ آم: ُ فَ ُق ْل، ْي َ قُ ْل آم
Artinya, “Telah menceritakan kepada kami ʽAbdān ibn Aḥmad, ia
berkata, telah menceritakan kepada kami, Muḥammad ibn ʽAbdullah ibn
ʽUbaid ibn ʽAqīl, ia berkata, telah menceritakan kepada kami, Ismāʽīl ibn
Abān, ia berkata, telah menceritakan kepada kami Qays ibn Rabīʽ, dari Samāk,
dari Jābir, ia berkata, Rasulullah Saw. naik ke atas mimbar kemudian
berkhutbah, “āmīn...āmīn...āmīn.” Kemudian bersabda, “Jibril As.
mendatangiku kemudian ia berkata, siapa yang bertemu dengan kedua
orangtuanya (tapi tidak berbuat baik kepada mereka) kemudian meninggal,
maka masuk neraka dan Alllah menjauhinya. Katakanlah amin..amin..amin.
52
Ibn Ḥibbān, Ṣaḥīḥ Ibn Ḥibbān, j. 3, h. 189.
53
Abū Bakr al-Bayhāqī, Syuʽab al-Imān, (Riyadh: Maktabah al-Rusyd, 2003), j. 1, h. 131.
53
Siapa yang bertemu Ramadan tapi tidak diampuni, maka ia masuk neraka dan
Alllah menjauhinya, katakanlah amin..amin..amin. Siapa yang disebutkan
namamu (Muhammad Saw.) lalu dia tidak bersalawat kepadamu, maka masuk
neraka dan Alllah menjauhinya. Katakanlah amin..amin..amin.
Hadis di atas, secara substansi matan, agak mirip dengan hadis lain yang
Hadis tersebut juga diriwayatkan oleh beberapa perawi lain, seperti al-Bayhaqī
dalam Sunan al-Kubrā-nya,55 Ibn Ḥibbān dalam Ṣaḥīḥ-nya,56 Aḥmad ibn ḥanbal
54
Al-Tirmidzī, Sunan al-Tirmidzī, j. 5, h. 443.
54
dalam Musnad Aḥmad,57 al-Bazzār dalam Musnad-nya,58 dan al-Ḥākim dalam Al-
yang mengambil dua riwayat sahabat, yaitu Abū Hurairah dan Jābir ibn Samūrah.60
keutamaan bersalawat kepada Rasul Saw., ada juga beberapa hadis yang menjelaskan
ancaman bagi orang yang tidak membaca salawat kepada Rasul Saw. Terkait jenis-
jenis ancaman bagi orang yang tidak mau membaca salawat kepada Rasulullah Saw.
tersebut secara lebih mudah bisa dilihat melalui tabel berikut ini:
beberapa hal. Beberapa di antaranya adalah ta’kīd min madlūlāt alfādz al-hadīts
55
Al-Bayhāqī, Sunan al-Kubrā, j. 4, h. 304.
56
Ibn Ḥibbān, Ṣaḥīḥ ibn Ḥibbān, j. 3, h. 189.
57
Aḥmad ibn Ḥanbal, Musnad Aḥmad, j. 12, h. 421.
58
Al-Bazzār, Musnad al-Bazzār, j. 2, h. 437.
59
Al-Ḥākim, al-Mustadrak, j. 1, h. 550.
60
Al-Bazzār, Musnad al-Bazzār, j. 2, h. 129.
55
(membedakan lafaz yang hakiki dan majaz), dan fahm al-aḥādīts fi ḍauʽi asbābihā wa
hadis tersebut dan memastikan maknanya karena setiap lafaz bisa berubah maknanya
masa demi masa.62 Selain itu dalam bagian ini penulis mencoba memastikan apakah
suatu lafaz tersebut merupakan lafaz yang hakiki atau hanya majaz dan
Dalam hadis yang diriwayatkan dalam Ṣaḥīḥ Muslim, Musnad Aḥmad, Sunan
Abī Dāwud, Sunan al-Nasā’ī, dan Ṣaḥīḥ Ibn Ḥibbān ini menggunakan redaksi lafaz:
صلى هللا عليه عشرا. Redaksi ini hampir ada dalam setiap hadis yang menjelaskan
keutamaan salawat. Setiap salawat yang diberikan kepada Rasul Saw. akan
merupakan sebuah balasan bagi kebaikan.63 Karena salawat adalah sebuah kebaikan,
maka Allah Swt. akan membalasnya dengan sebuah kebaikan juga. Hal ini sesuai
61
Yusuf Al-Qaraḍāwī, Kaifa Nataʽāmal Maʽa al-Sunnah al-Nabawīyah, (Karo: Dār al-
Syurūq, 2000), h. 111.
62
Al-Qaraḍāwī, Kaifa Nataʽāmal Maʽa al-Sunnah al-Nabawīyah, h. 197.
63
Al-Sakhawī, al-Qaul al-Badīʽ, h. 285.
56
Ini berarti bahwa keutamaan orang bersalawat yang akan mendapatkan balasan
sepuluh salawat adalah mendapatkan sepuluh kebaikan, yaitu sesuai juga dengan
diriwayatkan dalam Ṣaḥīḥ Ibn Ḥibban dan Musnad Aḥmad. Namun apakah jumlah
sepuluh tersebut berupa jumlah yang haqiqi atau hanya sekedar majaz, al-Sakhāwī
menjelaskan bahwa jumlah angka 10 yang disebutkan dalam hadis tersebut hanyalah
sebuah majaz yang menunjukkan bahwa balasan bagi orang yang bersalawat kepada
Rasul Saw. akan mendapatkan pahala yang agung.64 Dalam hal ini diumpakan dengan
angka 10. Atau dalam hadis lain riwayat al-Ṭabrānī dalam al-Muʽjam al-Awsaṭ
ditingkatkan menjadi bilangan yang bertingkat-tingkat. Jika bersalawat satu kali akan
mendapatkan sepuluh, jika bersalawat sepuluh kali akan mendapatkan seratus, dan
jika bersalawat seratus kali akan dicatat terbebas dari kemunafikan dan api neraka. Ini
semua adalah bentuk penggambaran keagungan pahala bersalawat kepada Nabi Saw.
Karena terlalu agung, hingga digambarkan dengan bilangan dan balasan yang
berlipat-lipat.65
Al-Sakhawī juga menjelaskan kebaikan seperti apa yang akan didapatkan oleh
orang yang bersalawat kepada Rasulullah Saw. Dengan mengutip kaul Umar ibn Abd
dari Allah Swt. kepada orang yang bersalawat, bahkan tidak hanya mendapatkan
rahmat, orang yang bersalawat kepada Nabi Muhammad Saw., juga mendapatkan doa
dan pujian dari malaikat. Hal inilah salah satu bentuk keagungan pahala salawat.
64
Al-Sakhawī, al-Qaul al-Badīʽ, h. 286.
65
Al-Sakhawī, al-Qaul al-Badīʽ, h. 286.
57
Pembahasan ini juga sekaligus menjawab makna dari lafaz keutamaan salawat dalam
dalam hal ini hanyalah dosa kecil. Hal ini ketika Allah Swt. memberikan rahmatnya
kepada orang yang bersalawat, Allah bisa mengampuni dosa-dosa kecil orang yang
bersalawat, tanpa orang tersebut bertaubat terlebih dahulu, kecuali dosa besar. Karena
Allah Swt. telah berfirman dalam Al-Quran, bahwa Allah Swt. tidak akan
mengampuni orang yang melakukan dosa besar, kecuali ia bertaubat kepada Allah
Swt. Hal ini disebutkan oleh Allah Swt. dalam QS. Al-Nisā’ ayat 48 dan 116.
Ayat tersebut turun sebagai peringatan untuk kaum Yahudi.66 Namun para
ulama sepakat keumuman ayat ini. Artinya, ayat ini berlaku untuk semua manusia,
bukan hanya untuk Yahudi. Menurut al-Ṭabarī, ayat ini turun setelah Rasulullah
وب ُّ
َ ُالذن َسَرفُوا َعلَ ٰى أَنْ ُف ِس ِه ْم ََل تَ ْقنَطُوا ِم ْن َر ْْحَِة اللَّ ِه ۖ إِ َّن اللَّ َه يَ ْغ ِف ُر
ْ ين أ
ِ َّ قُل يا ِعب ِاد
َ ي الذ َ َ َ ْ
يم ِ َّ َجيعا ۖ إِنَّه هو الْغَ ُفور
ِ
ُ الرح ُ َُ ُ ً َ
Artinya, Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas
terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah.
Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah
Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
66
Umat Yahudi pada saat itu lebih percaya dengan para rahib mereka daripada kepada Allah dan
utusannya, yaitu Isa As, juga perilaku mereka mendustakan Rasulullah Saw dan mengubah kitab
mereka. Hal ini disebutkan dalam Qs. 9: 31. Lihat: Rasyid Ridha, Tafsīr al-Mannār, (Kairo: Haiʽah al-
Miṣriyyah, 1990 M), j. 5, h. 120-121.
58
Mendengar ayat itu, kemudian ada seorang sahabat yang bertanya terkait
ampunan untuk orang yang berlaku syirik kepada Allah. Setelah Rasul SAW diam
Yang dimaksud tidak diampuni dalam syirik adalah jika ia tidak bertaubat
hingga meninggal.68 Karena dalam ayat tersebut juga disebutkan bahwa Allah akan
mengampuni dosa lain jika berkehendak. Oleh karena itu, beberapa sahabat pada saat
itu yang terbiasa bersaksi jelek atas perbuatan seseorang dan mengiranya sebagai ahli
Biasanya kata aulā adalah menunjukkan afʽal al-tafḍīl yang maksudnya adalah
superlatif. Jika aulā al-nās, maka maksudnya adalah manusia yang paling utama di
manusia yang paling utama (aulā al-nās) dalam hal ini bukanlah sebagaimana makna
di atas, melainkan yang paling dekat dengan Rasul Saw. Sehingga aula al-Nās dalam
hal ini adalah aqrab al-nās, yaitu manusia yang paling dekat dengan Rasul Saw.70
Oleh karena itu, hal ini bisa dilihat dari bagaimana Ibn Ḥibbān membuat tarjamah al-
bāb (judul bab) untuk hadis ini. Dalam ṣaḥīḥ Ibn ḥibbān, hadis ini dimasukkan dalam
bab, “Dzikr al-Bayān bi anna Aqrab al-Nās fi al-Qiyāmah Yakūnu min al-Nabīy ṣallā
Allahu ʽālaihi wa Sallam Man Kāna Aktsara Ṣalātan ʽalaihi fi al-Dunyā” (Bab yang
menjelaskan bahwa sesungguhnya manusia yang paling dekat dengan Rasul Saw pada
67
Jalāluddin al-Suyūṭī, al-Durār al-Manṣūr, (Beirut: Dār al-Fikr, t.t), j. 2, h. 557.
68
Abū Jaʽfar al-Ṭabarī, Jāmiʽ al-Bayān fi Ta’wīl al-Qur’ān, (Beirut: Muassasah al-Risalah,
2000 M), j. 9, h. 206.
69
al-Suyūṭī, al-Durār al-Manṣūr,j. 2, h. 557.
70
Al-Sakhawī, al-Qaul al-Badīʽ, h. 290.
59
hari kiamat adalah orang yang paling banyak membaca salawat kepadanya). 71 Orang
yang paling dekat dengan Nabi Saw. apalagi kalau bukan orang yang paling utama.
Bagi para ulama hadis, orang yang paling dekat dengan Nabi Saw pada hari
kiamat ini bukanlah orang yang hanya membaca salawat satu kali dua kali, melainkan
orang yang senantiasa melafalkan salawat di setiap gerakan mulutnya. Tidak hanya
itu, ia juga senantiasa bersalawat dalam setiap tindakannya, pagi maupun malam,
lahu al-Syafāʽah” adalah orang tersebut mendapatkan syafaat dari Rasulullah Saw.
Al-Qārīʽ menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan halal adalah al-nuzūl yang
mendapatkan syafaat sebagai balasan atas doa yang telah dipanjatkan untuk
al-Munawi menyebutkan syafaat tersebut bisa diperoleh oleh orang yang saleh
maupun orang yang jahat (ṭāliḥ) karena syafaat merupakan hak perogratif Rasulullah
Saw.74
71
Ibn Ḥibbān, Ṣaḥīḥ Ibn Ḥibbān, j. 3, h. 189.
72
Al-Sakhawī, al-Qaul al-Badīʽ, h. 291.
73
Abū al-ʽAlā al-Mubārakfūrī, Tuḥfat al-Aḥwādzī, (Beirut: Dār al-Kutb, T.t), j. 10, h. 60.
74
ʽAbd al-Ra’ūf al-Munāwī, Faiḍ al-Qādir Syarḥ al-Jāmiʽ al-Ṣaghīr, (Mesir: al-Maktabah al-
Tijāriyah al-Kubrā, 1356 H.), j. 1, h. 384.
60
menggunakan majaz. Lebih jelasnya bisa dilihat melalui tabel berikut ini:
menyebutkan bahwa memahami siyāq dalam hadis adalah salah satu hal terpenting
harus difahami dalam proses ini, yaitu membedakan mana yang khusus dan mana
yang umum (al-khāṣ wa al-ʽām), mana yang berlaku temporer dan mana yang berlaku
selamanya, mana yang juzʽī dan mana yang kullī. Hal ini perlu karena dapat
Terkait hadis-hadis salawat, tidak semua anjuran salawat kepada Rasul Saw
muncul dalam ruang hampa, yaitu anjuran bersalawat tersebut, bahkan ancaman bagi
orang yang tidak bersalawat muncul karena sebab dan/atau untuk kejadian tertentu.
penulis menemukan ada beberapa sebab dan kejadian yang melatarbelakangi anjuran
75
Al-Qaraḍāwī, Kaifa Nataʽāmal Maʽa al-Sunna al-Nabawīyah, h. 146.
61
sahabat untuk membaca salawat kepadanya setelah nama Rasul Saw. disebut. Hal ini
muncul dalam beberapa hadis yang menjelaskan bahwa keutamaan bersalawat kepada
Rasul Saw akan mendapatkan balasan salawat dari Allah Swt sebanyak sepuluh kali
hadis yang lebih lengkap bahwa keutamaan tersebut ketika membaca salawat setelah
dalam beberapa hadis di atas. Termasuk menjadi latar belakang acaman-ancaman bagi
orang yang tidak membaca salawat. Sehingga tidak semua orang yang tidak membaca
salawat bisa dihukumi demikian. Orang-orang yang dimaksud dalam hadis keutamaan
membaca salawat tersebut adalah orang yang mendengar nama Rasul Saw disebutkan.
Dalam hal ini salawat bisa dimaknai sebagai doa, sebagaimana definisi bahasa salawat
sendiri.
Dalam hal ini, salawat juga bermakna sebagai doa. Hal ini bisa dilihat dalam
redaksi lengkap hadis yang masih menjelaskan keutamaan membaca salawat berupa
mendapatkan sepuluh salawat dari Allah Swt. dan berhak mendapatkan syafaatnya
76
Al-Ṭabrānī, al-Muʽjam al-Awsaṭ, j. 5, h. 162.
77
Al-Aṣbahānī, Ḥilyat al-Auliyā’, j. 4, h. 347.
62
kelak di hari kiamat. Dalam hadis riwayat lengkap Muslim, disebutkan bahwa Rasul
صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َ صَلًَة َ صلَّى َعلَ َّى َ صلُّوا َعلَ َّى فَِإنَّهُ َم ْن
َ َّول ُُث ُ إِ َذا َِْس ْعتُ ُم الْ ُم َؤذِّ َن فَ ُقولُوا ِمثْ َل َما يَ ُق
اَْن َِّة َلَ تَْنبَغِى إَِلَّ لِ َعْب ٍد ِم ْن ِعبَ ِاد اللَّ ِه َوأ َْر ُجو أَ ْن
ْ ِل الْ َو ِسيلَةَ فَِإن ََّها َمْن ِزلَةٌ ِِف
ِ َّ
َ بَا َع ْشًرا ُُثَّ َسلُوا الل َه
ِ
ُاعة
َ الش َفَّ ُِل الْ َو ِسيلَةَ َحلَّ ْ لَه ِ
َ أَ ُكو َن أَنَا ُه َو فَ َم ْن َسأ ََل
Artinya, “Jika kalian mendengar seorang muazin (mengumandangkan
azan), maka ucapkanlah ucapan yang diucapkan muazin tersebut. Kemudian
bersalawatlah kepadaku. Sesungguhnya orang yang bersalawat kepadaku satu
kali, maka Allah akan bersalawat kepadanya sepuluh kali. Mohonlah kepada
Allah wasilah untukku, karena wasilah adalah kedudukan yang tinggi di surga,
tidaklah layak tempat tersebut kecuali untuk seorang hamba dari hamba-
hamba Allah, dan aku berharap aku hamba tersebut. Dan barangsiapa
memintakan wasilah untukku, maka syafa'at halal untuknya."
Selain diriwayatkan oleh Muslim, hadis di atas, juga diriwayatkan dalam Al-
Muʽjam al-Awsaṭ,78 Sunan al-Nasā’ī,79 Musnad Aḥmad,.80 Sunan Abī Dawūd,81 Ṣaḥīḥ
Ini menunjukkan bahwa keutamaan salawat dalam hal ini muncul setelah ada
anjuran dari Rasulullah Saw untuk mendengarkan azan, menjawab azan, dan berdoa
setelah azan.
Dalam hal ini, salawat juga bermakna sebagai zikir. Hal ini bisa dilihat dalam
hadis keutamaan orang yang bersalawat berkali-kali dan ada anjuran Rasul untuk hal
ini. Rasul Saw., bahkan menjanjikan tempat yang paling dekat dengannya di hari
salawat, tentu tidak hanya ketika namanya disebut atau ketika mendengar azan, karena
78
Al-Ṭabrānī, al-Muʽjam al-Awsaṭ, j. 3, h. 121.
79
Al-Nasā’ī, Sunan al-Nasā’ī, j. 2, h. 25.
80
Aḥmad ibn Ḥanbal, Musnad Aḥmad, j. 11, h. 28.
81
Abū Dawūd, Sunan Abī Dawūd, j. 1, h. 206.
82
Ibn Ḥuzaimah, Ṣaḥīḥ Ibn Ḥuzaimah, j. 1, h. 218.
83
Al-Tirmidzī, Sunan al-Tirmīdzi, j. 6, h. 13.
63
dua hal tersebut adalah terbatas. Sedangkan memperbanyak salawat bisa dilakukan
kapan saja selain dua hal di atas. Ini bisa dilihat dari hadis riwayat berikut ini:
Dari tiga hal di atas, bisa disimpulkan bahwa kautamaan salawat ada yang
berlaku umum dan khusus, ada yang berlaku dalam hal-hal tertentu dan ada yang
berlaku dalam setiap hal, bahkan ada keutamaan salawat yang bisa berlaku khusus
(kejadian-kejadian tertentu saja) dan bisa berlaku umum. Selengkapnya bisa dilihat
Tidak hanya sekedar doa dan pujian kepada Rasul Saw., salawat pada masa
Rasulullah Saw. juga sering digunakan untuk beberapa hal lain. Penulis menemukan
ada enam hal penggunaan salawat yang dijelaskan dalam hadis Rasul Saw.
orang yang berdoa namun tidak memuji Allah, mengagungkan-Nya, dan juga tidak
membaca salawat kepada Rasul Saw., hingga kemudian Rasul mengajari orang
84
Al-Tirmidzī, Sunan al-Tirmīdzi, j. 1, h. 612.
64
tersebut untuk memuji Allah Swt dengan tahmīd (alhamdulillāh) dan membaca
salawat kepada Rasul Saw. Pesan Rasul ini terekam dalam Sunan al-Kubrā karya al-
Bayhāqī.85
ِف ِِبَْرٍو َحدَّثَنَا َعْب ُد َّ بَك ُْر بْ ُن ُمَ َّم ٍد: َْحَ َد
ُّ ِالصْي َر ْ َخبَ َرنَا أَبُو أْظ أ ْ َخبَ َرنَا ُمَ َّم ُد بْ ُن َعْب ِد اللَّ ِه
ُ ِاحلَاف ْأ
ئ َحدَّثَنَا َحْي َوةُ َع ْن أَِِب َهانِ ٍئ َع ْن أَِِب َعلِ ٍّى َ ض ِل َحدَّثَنَا َعْب ُد اللَّ ِه بْ ُن يَِز
ُ يد الْ ُم ْق ِر ِ َّ
ْ الص َمد بْ ُن الْ َف
َرأَى-صلى اهلل عليه وسلم- ول اللَّ ِه ِّ صا ِر ٍ ٍ َِعم ِرو ب ِن مال
َ َن َر ُس َّ أ: ى َ ْضالَةَ بْ ِن عُبَ ْيد األَن َ َك َع ْن ف َ ْ ْ
ِِ
،ف َ صَر
َ ْ َوان-صلى اهلل عليه وسلم- َِّب ِّ ِص ِّل َعلَى الن َ ُصلَّى َِلْ َْحيمد اللَّهَ َوَِلْ ُْيَ ِّج ْدهُ َوَِلْ ي َ ًَر ُجَل
ِ ِ َ فَ َدعاه فَ َق.» « ع ِجل ه َذا: -صلى اهلل عليه وسلم- ول اللَّ ِه
صلَّى َ « إِ َذا: ال لَهُ َولغَ ِْْيه َُ ََ َ ُ ال َر ُس َ فَ َق
ِ ِ ِ ِ ِ ِ
َّ ُُث-صلى اهلل عليه وسلم- َِّب ِّ ِص ِّل َعلَى الن َ ُ َولْي، َح ُد ُك ْم فَ ْليَْب َدأْ بتَ ْحميد َربِّه َعَّز َو َج َّل َوالثَّنَاء َعلَْيه َأ
.» َيَ ْدعُو ِِبَا َشاء
Artinya, “telah menceritakan kepada kami Muḥammad ibn Abdullah
ibn al-Ḥāfidz, ia berkata, telah menceritakan kepada kami Abū Aḥmad Bakr
ibn Muḥāmmad al-Ṣairāfī di Marwa, ia berkata, telah menceritakan kepada
kami Abd al-Ṣāmad ibn Faḍl, ia berkata, telah menceritakan kepada kami
Abdullah ibn Yāzid al-Muqrī, ia berkata, telah menceritakan kepada kami
Ḥaiwah ibn Abī Hanī’, dari Abī ʽAlī ʽAmr ibn Mālik, dari Faḍālah ibn ʽUbaid
al-Anṣārī, ia berkata bahwa Rasulullah Saw. melihat seorang laki-laki berdoa
namun tidak memuji Allah, tidak mengagungkan-Nya, dan tidak membaca
salawat kepada Nabi Saw. kemudian ia pergi begitu saja. Kemudian Rasul
Saw., bersabda, “orang ini tergesa-gesa.” Rasul kemudian mendoakannya dan
berkata kepadanya juga kepada orang-orang yang lain, “Jika kalian berdoa,
awalilah dengan memuji Allah, dan membaca salawat kepada Nabi
Muhammad Saw, kemudian berdoalah apa yang engkau inginkan.”
Hadis ini oleh para ulama dijadikan sebagai landasan bahwa syarat
memanjatkan doa adalah harus diawali dengan memuji Allah dan mengagungkan-Nya
kemudian membaca salawat kepada Rasul Saw., baru dilanjutkan dengan berdoa
sesuai keinginan masing-masing. Hal ini oleh al-Bayhāqī disebutkan dalam kitabnya
85
Al-Bayhāqī, Sunan al-Kubrā, j. 2, h. 147.
86
Al-Bayhāqī, Sunan al-Kubrā, j. 2, h. 147.
65
Abū Masʽūd al-Badrī dan al-Syaʽbī pernah menyebutkan bahwa tanpa salawat
kepada Rasul Saw., tidak sempurna tasyahud seseorang, bahkan disebutkan tidak sah
salatnya. Hal ini disebutkan dalam sebuah riwayat al-Bayhāqī dalam Sunan al-Kubrā-
nya. 87
بْ ِن َعْب ُد اللَّ ِه بْ ُن َْحي َىي: يم ُّى بِالْ ُكوفَِة َحدَّثَنَا أَبُو بَ ْك ٍر
ِ َّم
ِ ش التٍ َخبَ َرنَا ُمَ َّم ُد بْ ُن َعلِ ِّى بْ ِن ُخ َشْي
ْ َوأ
بْ ِن يم بْ ُن ُمَ َّم ِد ِ ِ ٍ ِ ِ ْ ُمَ َّم ُد بْن: ْي
ُ احلُ َس ْْي بْ ِن َحبيب َحدَّثَنَا إبْ َراه ُ
ٍ ْص ِ
َ ُم َعا ِويَةَ الطَّْلح ُّى َحدَّثَنَا أَبُو ُح
يم بْ ُن ُمَ َّم ٍد َحدَّثَنَا عُبَ ْي ُد اللَّ ِه بْ ُن ِ ِ
ُ ال َو َحدَّثَنَا إبْ َراه
ٍ ِب َعن َش ِر
َ َيك ق ْ ُّ َِاَْن ْ ك ٍ ِون حدَّثَنَا أَبو مال
َ ُ
ٍ
َ َمْي ُم
ٍ َجيعا عن جابِ ٍر عن أَِِب جع َف ٍر عن أَِِب مسع
ِّ ود الْبَ ْد ِر ِ ِموسى عن إِسرائ
ُ صلَّْي َ لَ ْو: ال َ َى ق ُْ َ َْ َْ ْ َ َ ْ َ ً َ يل َ َْ ْ َ َ ُ
.اُْ ْع ِف ُّى
ْ تَ َفَّرَد بِِه َجابٌِر.َصلِّى فِ َيها َعلَى ُمَ َّم ٍد َو َعلَى ِآل ُمَ َّم ٍد َما َرأَيْ ُ أَن ََّها تَتِ ُّم َ صَلًَة َلَ أ َ
َّش ُّه ِد فَ ْليُعِ ْد
َ ِِف الت-صلى اهلل عليه وسلم- َِّب ِّ ِص ِّل َعلَى الن
َ ُ َم ْن َِلْ ي: ال ْ َوُرِّوينَا َع ِن الش
ِّ َِّع
َ َِب أَنَّهُ ق
َ ال َلَ ََْت ِزى
.ُصَلَتُه َ َ أ َْو ق، ُصَلَتَه
َ
Artinya, “telah menceritakan kepada kami Muḥammad ibn ʽAlī ibn
Ḥusyaisy al-Tamīmī di Kufah, ia berkata, telah menceritakan kepada kami
Abū Bakr: Abdullah ibn Yaḥyā ibn Muʽawiyah al-Ṭalḥīy, ia berkata, telah
menceritakan kepada kami Abū Ḥusain Muḥammad ibn al-Ḥusain ibn Ḥabīb,
ia berkata, telah menceritakan kepada kami Ibrāhīm ibn Muḥammad ibn
Maimūn, ia berkata, telah menceritakan kepada kami, Abū Mālik al-Janabī,
dari Syārik berkata, dan telah menceritakan kepada kami Ibrāhīm ibn
Muḥammad, ia berkata, telah menceritakan kepada kami ʽUbadillah ibn Mūsā,
dari Isrāil secara keseluruhan, dari Jābir, dari Abī Jaʽfar dari Abī Masʽūd al-
Badrī, ia berkata: Jika aku melakukan salat dan aku tidak mengucapkan
salawat kepada Nabi, maka aku melihat bahwa salatku itu tidak sempurna.
Jaʽfar al-Juʽfī tafarrud dan hadis ini daif. Dan kami meriwayatkan dari al-
Syaʽbī, “Siapa yang tidak bersalawat kepada Nabi saat tasyahud, maka ia
harus mengulangi salatnya.atau berkata, salatnya tidak sah.” (HR. Al-Bayhāqī)
Hadis ini divonis daif oleh al-Zailā’ī karena mauquf.88 Namun dalam hadis
lain, riwayat al-ṭabrānī dalam Al-Muʽjam al-Kabīr89 disebutkan redaksi tasyahud yang
87
Al-Bayhāqī, Sunan al-Kubrā, J. 2, h. 379.
88
Abdullah al-Zailāʽī, Naṣb al-Rayyāh, (Kairo: Dār al-Ḥādīts, 1357 H), j. 1, h. 308.
66
َحدَّثَنَا،ُّ َحدَّثَنَا ُمَ َّم ُد بن بَ ْك ٍر الْبُ ْر َج ِاِن، َحدَّثَنَا ُمَ َّم ُد بن َْحي َىي الْ ُقطَعِ ُّي،َْحَ َد ْ َحدَّثَنَا َعْب َدا ُن بن أ
:ال َ َ ق، َوأَبُو َم ْع َم ٍر،الر ْْحَ ِن بن أَِِب لَْي لَى َّ َح َّدثَِِن َعْب ُد:ال َ َ ق،اه ٌد ِ ح َّدثَِِن َُم،اه ٍد ِ اب بن َُم ِ َعْب ُد الْوَّه
َ َ َ َ
ات لِلَّ ِه ِ ِ
ُ َّالتَّحي:صلَّى اللَّهُ َعلَْيه َو َسلَّ َم
ِ ُ علَّم ِِن رس:ال
َ ول اللَّه ُ َ َ َ َ َ َوق،َّش ُّه َد
ٍ
َ َعلَّ َم ِِن ابْ ُن َم ْسعُود الت
َلم َعلَْي نَا َو َعلَى ِعبَ ِاد اللَّ ِهُ الس َّ ،َُِّب َوَر ْْحَةُ اللَّ ِه َوبََرَكاتُهُّ ِك أَيُّ َها الن َ َلم َعلَْي
ُ السَّ ،ات ُ َات َوالطَّيِّب ُ الصلَ َو
َّ َو
ص ِّل َعلَى ُمَ َّم ٍد َوأ َْه ِل َ اللَّ ُه َّم،َُن ُمَ َّم ًدا َعْب ُدهُ َوَر ُسولُه َّ َوأَ ْش َه ُد أ،ُ أَ ْش َه ُد أَ ْن َل إِلَ َه إَِل اللَّه،ْي ِِ َّ
َ الصاحل
اللَّ ُه َّم بَا ِرْك َعلَى ُمَ َّم ٍد،ص ِّل َعلَْي نَا َم َع ُه ْم ِ ِ َ إِن،ب يتِ ِه َكما صلَّي علَى إِب ر ِاهيم
َ اللَّ ُه َّم،َّك َْحي ٌد ََمي ٌد َ َ ْ َ َ ْ َ َ َْ
ت اللَّ ِه ِ ِ َ إِن،وأَه ِل ب يتِ ِه َكما بارْك علَى إِب ر ِاهيم
َ ، اللَّ ُه َّم بَا ِرْك َعلَْي نَا َم َع ُه ْم،َّك َْحي ٌد ََمي ٌد
ُ صلَ َوا َ َ ْ َ َ َ َ َ َْ ْ َ
.َُلم َعلَْي ِه َوَر ْْحَةُ اللَّ ِه َوبََرَكاتُه ٍ ِِ
ُ الس َّ ،َِّب األ ُِّم ِّيِّ ِْي َعلَى ُمَ َّمد الن َ صَلةُ الْ ُم ْؤمن َ َو
Artinya, “Telah menceritakan kepada kami Abdān ibn Aḥmad, ia
berkata, telah menceritakan kepada kami Muḥammad ibn Yaḥyā al-Qaṭʽī, ia
berkata, telah menceritakan kepada kami Muḥammad ibn Bakr, ia berkata,
telah menceritakan kepada kami Abd al-Wahhāb ibn Mujāhid, ia berkata, telah
mcneritakan kepada kami, Mujāhid, ia berkata, telah menceritakan kepada
kami ʽAbd al-Rahman ibn Abī Lailā dan Abū Muʽammar, ia berkata: Ibn
Masʽūd telah mengajariku tasyahud. Ia berkata, Rasulullah Saw. telah
mengajariku: “Al-Taḥiyyātu lillāh wa al-ṣalawāt wa al-ṭayyibāt. Assalāmu
ʽalaika ayyuha al-Nabīyu wa raḥmatullāhi wa barakātuh. Assalāmu ʽalainā
wa ʽalā ʽibādillāhi al-ṣāliḥīn. Asyhadu an lā ilāha illa Allāh wa asyhadu an lā
Muḥammadan ʽabduhu wa rasūluhu. Allāhumma ṣalli ʽalā Muḥammad wa
ahli baithi kamā ṣallaita ʽalā Ibrāhīm innaka ḥamīd majīd. Allāhumma ṣalli
ʽalainā maʽahum. Allāhumma bārik ʽalā Muḥammadin wa ahli baitihi kamā
bārakta ʽalā Ibrāhīm innaka ḥamīdun majīd. Allāhumma bārik ʽalaina
maʽahum ṣalawātullāhi wa ṣalawāt al-muʽminīn ʽalā Muḥammadin al-Nabīy
al-Ummīy al-salāmu ʽalaihi wa raḥmatullāhi wa barakātuh.”
Atas dasar ini beberapa ulama fikih syafi’īyah menetapkan bahwa tasyāhud
dan membaca salawat dalam tasyāhud akhir merupakan bagian dari rukun salat, yang
artinya, tanpa salawat tersebut, salat tidak akan sah, dan harus mengulangi lagi dengan
89
Al-Ṭabrānī, Muʽjam al-Kabīr, (Madinah: Maktabah al-ʽUlm wa al-Ḥikam, 1983), j. 10, h.
54.
90
Abū Sujā’, Matan al-Ghāyah wa al-Taqrīb, (Surabaya: Al-Hidayah, 2000), h. 9.
67
ʽAbdullāh ibn ʽUmar pernah meriwayatkan sebuah hadis dari Rasulullah Saw.,
bahwa Rasul pernah menganjurkan untuk membaca salawat setelah azan. Hadis ini
salah satunya, diriwayatkan oleh Abū Nuʽaim al-Aṣbahānī dalam Al-Musnad al-
Mustakhraj.91
صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َ ًصَلَة َ صلَّى َعلَ َّى َ صلُّوا َعلَ َّى فَِإنَّهُ َم ْن
َ َّول ُُث ُ إِذَا َِْس ْعتُ ُم الْ ُم َؤذِّ َن فَ ُقولُوا ِمثْ َل َما يَ ُق
اَْن َِّة َلَ تَْنبَغِى إَِلَّ لِ َعْب ٍد ِم ْن ِعبَ ِاد اللَّ ِه َوأ َْر ُجو أَ ْن
ْ ِل الْ َو ِسيلَةَ فَِإن ََّها َمْن ِزلَةٌ ِِف
ِ َّ
َ بَا َع ْشًرا ُُثَّ َسلُوا الل َه
ِ
ُاعة
َ الش َفَّ ُِل الْ َو ِسيلَةَ َحلَّ ْ لَه ِ
َ أَ ُكو َن أَنَا ُه َو فَ َم ْن َسأ ََل
Artinya, “Jika kalian mendengar suara azannya seorang muadzin, maka
ucapkanlah sebagaimana perkataan muadzin tersebut, kemudian bersalawatlah
kepadaku. Sesungguhnya siapapun yang bersalawat kepadaku satu kali, maka
Allah akan bersalawat kepadanya sepuluh kali. Kemudian mintalah kepada
Allah melalui perantara ku. Sesungguhnya tempat di surga tidak berikan
kecuali untuk seorang hamba Allah dan aku berharap itu adalah dia (yang
bersalawat kepada Nabi). Maka siapa yang memohon wasilah, halal baginya
safaatku.”
mayoritas Imam hadis, seperti Muslim,92 Aḥmad,93 Ibn Ḥibbān,94 Ibn Khuzaimah95
Dalam hadis lain riwayat al-Ṭabrānī juga disebutkan bahwa Rasul Saw.,
menganjurkan kepada muslim untuk membaca salawat kepada Nabi setelah azan
selesai. 96
حدثنا أْحد بن عمرو القطراِن ثنا أبو الربيع الزهراِن ثنا حبان بن علي عن ممد بن عبيد اهلل
بن أِب رافع عن أخيه عبد اهلل بن عبيد اهلل بن أِب رافع عن أبيه عن جده قال قال رسول اهلل
91
al-Aṣbahānī, Al-Musnad al-Mustakhraj. j. 2, h. 7.
92
Muslim, Ṣaḥīḥ Muslim, j. 1, h. 288.
93
Aḥmad ibn Ḥanbal, Musnad Aḥmad, j. 18, h. 387.
94
Ibn Ḥibbān, Ṣaḥīḥ Ibn Ḥibbān, j. 4, h. 583.
95
Ibn Ḥuzaimah, Ṣaḥīḥ Ibn Ḥuzaimah, j. 1, h. 218.
96
Al-Ṭabrānī, Al-Muʽjam al-Kabīr J. 2, h. 245.
68
ِ ( إِ َذا طَنَ أَ َذ ُن أَح ِد ُكم فَ ْلي ْذ ُكرِِن ولْيص ِّل علَي ولْي ُقل ِذ ْكر: صلى اهلل عليه و سلم
اهلل ِخبَِْْي ُ ْ َ َ َّ َ َ ُ َ ْ َ ْ َ ْ
) َم ْن ذَ َكَرِِن
Artinya, “telah menceritakan kepada kami, Aḥmad ibn ʽAmr al-
Qaṭrānī, ia berkata, telah menceritakan kepada kami Abū Rabīʽ al-Zahrānī, ia
berkata, telah menceritakan kepada kami Ḥibbān ibn ʽAlī, dari Muḥammad
ibn ʽUbaidillah ibn Abī Rāfiʽ, dari saudaranya Abdullah ibn Ubaidillah ibn
Abī Rāfiʽ, dari ayahnya, dari kakeknya berkata, Rasulullah Saw. bersabda:
“Jika telah selesai azan salah satu dari kalian, maka berzikirlah kepadaku dan
bersalawat kepadaku. Dan (bisa saja) mengucapkan, zikir kepada Allah
dengan kebaikan seseorang yang zikir kepadaku.”
Dua hadis di atas menunjukkan bahwa salawat kepada Rasul Saw., adalah
bersalawat kepada jenazah saat salat jenazah. Hal ini diriwayatkan oleh al-Ṭabrāni
حدثنا عبد اهلل بن اْحد بن حنبل قال نا زكريا بن حيىي الرقاشي اْلزاز قال نا عاصم بن هَلل
قال نا ايوب عن هشام بن عروة عن ابيه عن عائشة قال ْسع رسول اهلل صلى اهلل عليه
ِِ ِ ِ
َ ص ِّل َعلَْيهَ َوبَا ِرْك فْيه َواَْوَرَدهُ َح ْو
ض َ و سلم يقول ِف الصَلة على امليِّ ( ( اَلل ُه َّم ا ْغف ْر لَهُ َو
ك ِ
َ َر ُسول
Artinya, “telah menceritakan kepada kami, Abullah ibn Aḥmad ibn
Ḥanbal, ia berkata, telah menceritakan kepada kami Zakarīya ibn Yaḥyā al-
Ruqāsyī al-Khazzāz, ia berkata, telah menceritakan kepada kami ʽĀṣim ibn
Hilāl, ia berkata, telah menceritakan keapda kami Ayyūb, dari Hisyām ibn
ʽUrwah, dari ayahnya, dari Aisyah berkata, aku mendengar Rasulullah Saw.
berkata dalam salat jenazah, “Allāhumma ighfir lahu wa ṣalli ʽalaihi wa bārik
fīhi wa auridhu ḥauḍa rasūlik.”
97
Al-Ṭabrāni, Al-Mu’jam al-Awsaṭ, j. 4, h. 316.
69
Namun hadis ini divonis daif karena ada seorang perawi yang bernama ʽĀṣim
ibn Hilāl yang didaifkan oleh beberapa kritikus sanad. Hal ini disebutkan oleh Imam
Namun, terkait salawat pada salat jenazah, memang tidak diragukan lagi
pensyariatannya. Karena membaca salawat kepada nabi juga menjadi salah satu rukun
salat jenazah.99
Hal ini jelas telah disebutkan dalam QS. Al-Ahzab ayat 56 yang menjelaskan
anjuran salawat kepada Rasulullah Saw. Selain itu, ada beberapa hadis yang
Muhammad Saw. disebutkan, bahkan dalam beberapa hadis disebutkan ancaman bagi
orang yang tidak mau membaca salawat setelah Nama Rasulullah Saw disebut.
selanjutnya.
Seorang putra dari Abū Aufā pernah bercerita bahwa Rasulullah Saw., selalu
bersalawat kepada orang yang memberikan sedekah kepadanya. Saat itu ayah dari
Abdullah Ibn Abī Aufā, yaitu Abū Aufā pernah bersedekah kepada Rasululllah Saw.
Kemudian Rasul mendoakannya dengan bersalawat kepadanya. Hal ini direkam oleh
98
Al-Suyūṭī, Jāmiʽ al-Ahādīts, j. 6, h. 145.
99
Al-Sakhawī, al-Qaul al-Badīʽ, h. 390.
100
Al-Bukhārī, Ṣaḥīḥ Bukhāri, j. 2, h. 129.
70
oleh beberapa mukharrij lain melalui sanadnya yang berbeda-beda, yaitu: Ibn Ḥibbān
dalam Ṣaḥīḥ Ibn Ḥibbān,101 Abī Dawūd dalam Sunan-nya,102 al-Nasā’ī dalam Sunan-
nya,103 Imam Muslim dalam Ṣaḥīḥ-nya,104 Musnad al-Bazzār,105 dan Ḥilyat al-Auliyā’
Dalam hadis lain, Rasulullah Saw juga pernah memberikan doa dengan
salawat kepada orang Anshar yang memberikan Rasul air untuk mandi dan selimut
atau mantel. Kejadian ini juga terekam dalam sebuah hadis riwayat al-Bazzār dalam
Musnad al-Bazzār.107
101
Ibn ḥibbān, Ṣaḥīḥ Ibn Ḥibbān, j. 3, h. 197.
102
Abū Dawūd, Sunan Abī Dawūd, j. 2, h. 18.
103
Al-Nasā’ī, Sunan al-Nasā’ī, j. 5, h. 31.
104
Muslim, Ṣaḥīḥ Muslim, j. 3, h. 121.
105
Al-Bazzār, Musnad al-Bazzār, j. 8, h. 284.
106
Abū Nuʽaim al-Asbahānī, Ḥilyat al-Auliyā’ wa Ṭabaqāt al-Aṣfiyā, (Beirut: Dār Kutb,
1974), j. 5, h. 96.
107
Abū Bakr al-Bazzār, Musnad al-Bazzār, (Madinah: Maktabah al-ʽUlm wa al-Ḥikam, 2009),
j. 9, h. 196.
71
dan Ibn Abī Syaibah dalam Muṣannaf Ibn Abī Syaibah. 109 Ini menunjukkan bahwa
salawat tidak hanya untuk Rasulullah Saw., tapi juga untuk orang lain selain Rasul,
108
Al-Ṭabrānī, Muʽjam al-Kabīr, (T.K: Maktabah al-ʽUlm wa al-Ḥikam, 1983), j. 18, h. 389.
109
Abū Bakr ibn Abī Syaibah, al-Muṣannaf fi al-Aḥādis wa al-Atsār, (Riyadh: Maktabah al-
Rusyd, 1409 H), j. 6, h. 398.
72
Dalam sebuah hadis riwayat Abū Bakr al-Syaibānī, Rasulullah Saw. pernah
mendoakan orang yang sedang sahur. Hadis tersebut diriwayatkan oleh Abu
Suwaid.110
َع ْن ِه َش ِام، ٍ ِ َحدَّثَنَا َعلِ ُّي بْ ُن ثَاب، ض ُر بْ ُن ُمَ َّم ٍد ِ حدَّثَنَا خ، ون
َ َ
ٍ حدَّثَنَا ُم َّم ُد بن علِي ب ِن ميم
ُ ْ َ ْ ِّ َ ُ ْ َ َ
َع ْن أَِِب ُس َويْ ٍد َر ِض َي اللَّهُ َعْنهُ َوَكا َن ِم ْن، َع ْن عُبَ َاد َة بْ ِن نَ ِس ٍّي، ص ٍر ِِ َع ْن َح، بْ ِن َس ْع ٍد
ْ َاَت بْ ِن أَِِب ن
ِ ول ِ َصح
ص ِّل َعلَى َ اللَّ ُه َّم: ال َ َاهلل صلى اهلل عليه وسلم ق َ َن َر ُس َّ أ، َِّب صلى اهلل عليه وسلم ِّ ِاب الن َْأ
ُ فَِإنَّهُ َكا َن يُ َق، تَ َس َّح ُروا َولَ ْو ِِبَ ٍاء: ال
إِن ََّها أُ ْكلَةُ بََرَك ٍة: ال ُ َوَكا َن يُ َق: ُال عُبَ َادة
َ َين قَ الْ ُمتَ َس ِّح ِر
Artinya, “Telah menceritakan kepada kami Muḥammad ibn ʽAlī ibn Maimūn,
ia berkata, telah menceritakan kepada kami Khudr ibn Muḥammad, ia berkata,
telah menceritakan kepada kami ʽAlī ibn Tsābit, dari Hisyām ibn Saʽd, dari
Khātim ibn Abī Naṣr, dari ʽUbadah ibn Nasīy, dari Abī Suwaid Ra. seorang
sahabat Nabi Muhammad Saw, sesungguhnya Rasul Saw. bersabda,
“Allāhmumma ṣalli ʽalā al-mutasaḥḥirīn.” ʽUbadah berkata, disebutkan
bahwa Rasul Saw., berkata: Sahurlah, walaupun dengan seteguk air, karena
sesungguhnya dikatakan, sesungguhnya sahur adalah makanan barakah. (HR.
Ibn Abī Syaibah)
Namun, hadis ini divonis daif oleh para ulama hadis. Menurut Imam al-Suyūṭī,
Rasul Saw. pernah bersabda bahwa Allah dan para malaikat juga bersalawat
ِ
َ َان بْ ِن بَ ِش ٍْي ق
ال ِ ب ع ِن النُّعم
ٍ ُ َْي بْ ُن َواقِ ٍد َح َّدثَِِن ْس
َ ْ َ اك بْ ُن َح ْر
ِ احلب
ُ ْ اب َح َّدثَِِن ُح َسَُْ َحدَّثَنَا َزيْ ُد بْ ُن
ف ْاأل ََّوِل أ َْو ِ ُ صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم يَ ُق ِ
ِّ الص َ ُول إِ َّن اللَّ َه َعَّز َو َج َّل َوَم ََلئ َكتَهُ ي
َّ صلُّو َن َعلَى َّ َِْس ْع ُ الن
َ َِّب
ِ الص ُف
وف ْاأل َُوِل ُّ
110
Abū Bakr al-Syaibānī, al-Aḥad wa al-Matsānī, (Riyadh: Dār al-Rāyah, 1991), j. 5, h. 228.
111
Jalāl al-Dīn al-Suyūṭī, Jāmiʽ al-Aḥādīts, j. 6, h. 241.
73
itu, ada juga beberapa matan yang sama yang diriwayatkan oleh beberapa mukharrij
seperti al-Ṭabrānī dalam Muʽjam al-Awsaṭ dan Muʽjam al-Kabīr,113 Sunan Ibn
Hari Jumat
salawat juga diperuntukkan bagi orang yang menggunakan ʽimāmah pada hari Jumat,
bahkan Allah dan para malaikatnya juga bersalawat kepada para pemakai ʽimāmah.
112
Aḥmad ibn Ḥanbal, Musnad Aḥmad, j. 30, h. 315.
113
Al-Ṭabrānī, Muʽjam al-Kabīr, j. 6, h. 164.
114
Ibn Mājjah, Sunan Ibn Mājjah, j. 1, h. 318.
115
Ibn Ḥibbān, Ṣaḥīḥ Ibn Ḥibbān, j. 5, h. 530.
116
Ibn Khuzaimah, Ṣaḥīḥ Ibn Khuzaimah, j. 3, h. 24.
117
Al-Ṭabrānī, Musnad al-Syāmīyīn, (Beirut: Muassasah al-Risālah, 1984), j. 4, h. 336.
74
manusia. Hal ini disebutkan dalam sebuah hadis riwayat al-Dārimī dalam kitab
Musnad al-Dārimī.120
اْلَْي َر
ْ َّاس ِّ َ صلُّو َن َعلَى الَّ ِذ ِ ِ ِِ ِ
َ ُ َوالنُّو َن ِِف الْبَ ْح ِر ي، َوأ َْه َل َْسَ َاواته َوأ ََرضيه،َُوَم ََلئ َكتَه
َ ين يُ َعل ُمو َن الن
Artinya, “telah menceritakan kepada kami, Yaʽqūb ibn Ibrāhīm, ia
berkata, telah menceritakan kepada kami Yazīd ibn Hārūn, ia berkata, telah
menceritakan kepada kami al-Walīd ibn Jamīl al-Kinānī, ia berkata, telah
menceritakan kepada kami Makḥūl, ia berkata, Rasulullah Saw. bersabda,
“Keutamaan orang yang alim atas orang yang ahli ibadah seperti keutamaanku
atas orang yang lebih rendah derajatnya dari kalian.” Rasul Saw. kemudian
membaca QS. Fātir: 28. Kemudian melanjutkan sabdanya, “Sesungguhnya
Allah Swt., para malaikat-Nya, penduduk langit-Nya dan bumi-Nya, serta ikan
Nūn di laut bersalawat kepada orang-orang yang mengajarkan kebaikan
kepada manusia.”
disimpulkan bahwa salawat, baik kepada Rasul Saw., maupun kepada selain Rasul
bisa dilakukan untuk setiap pekerjaan yang baik. Imam al-Sakhawī dalam al-Qaul al-
Badī’ bahkan menyebutkan hingga 72 perbuatan baik yang bisa diawali atau dibarengi
118
Al-Haitsamī, Majmaʽ al-Zawāid, j. 5, h. 322.
119
Al-Aṣbahānī, Ḥilyat al-Auliyā’, j. 5, h. 189.
120
Al-Dārimī, Musnad al-Dārimī, j. 1, h. 334.
121
Al-Sakhawī, al-Qaul al-Badīʽ, h. 342-459.
75
sebagaimana yang telah disebutkan di atas, menunjukkan bahwa setiap perbuatan baik
yang dibacakan salawat, maka akan diberikan rahmat dan keberkahan bagi orang yang
mengerjakannya.
Selain itu, kita juga bebas membaca salawat, bahkan dengan kreasi kita
sendiri, asalkan tidak terlepas dari tiga kata: pertama, “Allahumma”, kata ini adalah
sebuah permintaan kepada Allah, berasal dari kata “Yā Allah”, ya’ nidā’-nya dibuang
dan digantikan dengan mīm.122 Kedua, “ṣalli”, dan nama orang yang ingin kita
bacakan salawat, bisa Nabi Muhammad Saw., maupun orang yang telah berbuat baik
kepada kita. Adapun selebihnya bisa kita kreasikan sendiri. Hal ini sebagaimana
beberapa praktek bersalawat yang beredar saat ini di majelis-majelis taklim dan
Asyghil dan lainnya. Tidak lantas kita membidahkan salawat tersebut hanya karena
122
Dalam Alfiyah ibn Mālik dijelaskan:
واألكثر اللهم بالتعويض * وشذ يااللهم فى قريض
“Banyak yang menggunakan Allahumma dengan Ya nida yang diiwadhkan sedangkan
menggunakan Yaallahumma adalah sedikit.” Ibn Mālik, Alfiyah ibn Mālik, (Surabaya: Alhidyah, t.t), h.
70.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Redaksi salawat yang bersumber dari Rasulullah Saw. ada lima, yaitu
tersebut, juga ditemukan, yakni dari para sahabat, seperti sahabat dari suku
Badui dan Ibn Masʽūd. Ini menunjukkan bahwa redaksi salawat yang bukan
bersifat majazi, yakni bukan kata yang sesungguhnya (hakiki). Angka dan
B. Saran
baik jika ada penelitian selanjutnya yang membahas lebih lanjut terkait
2. Untuk masyarakat dan umat muslim secara umum, membaca salawat yang
tidak diajarkan redaksinya oleh Rasul Saw, juga bisa diamalkan sehari-hari
76
77
sebagai dzikir. Karena tujuan salawat sebagaimana hasil dari penelitian ini
adalah pujian dan penghargaan kepada para nabi dan rasul, khususnya
Rasulullah Saw.
DAFTAR PUSTAKA
A’yuni, Qurrata. “Salawat Menurut Tuntunan Rasul Saw”, Substantia, (Aceh: UIN Ar-
Raniry, Oktober 2016), Volume 18 Nomor 2.
Abū Dawūd, Sunan Abū Dawūd. Beirut: Dār Kutb al-Arābī, T.t.
Ahwadzy, Benny. “Hadis di Mata Pemikir Modern (Telaah Buku Rethinking Karya
Daniel Brown)” Jurnal Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an dan Hadis. vol. 15. no. 2. Juli
2014.
Al-Asbahānī, Abū Nuʽaim Ḥilyat al-Auliyā’ wa Ṭabaqāt al-Aṣfiy. Beirut: Dār Kutb.
1974.
Al-Aydrus, Habib Syarief Muhammad. 135 Shalawat Nabi: Keutamaan, Tata Cara dan
Khasiatnya. Bandung: Pustaka Hidayah, 2010.
Azami, M.M.. Memahami Ilmu Hadis: Telaah Metodologi dan Literatur Hadis. Jakarta:
Penerbit Lentera, 2003.
Azra, Azyumardi. “Peranan Hadis Dalam Perkembangan Historigrafi Islam Awal” Al-
Hikmah. Jurnal Studi-Studi Islam; No. 11. Oktober-Desember 1993.
Al-Bantānī, Muḥammad Nawawī. Kasyifatus Saja. Indonesia, Daru Ihyā al-Kutb al-
ʽArābīyah. T.t.
Al-Baihāqī, Ahmad bin al-Husain. Ahkam al-Qur’an li al-Syāfi’ī. Kairo: Maktabah al-
Khanji, 1994.
Al-Bukhārī, Muḥammad ibn Ismāʽīl. Ṣaḥīḥ al-Bukhārī. Kairo: Dār ṭūq al-Najāh, 1422
H.
Dahlan Jampes, Ihsan M.Sirajut Ṭalibīn ʽalā Minhāj al-ʽAbidīn. Indonesia, Daru Ihyā
al-Kutb al-ʽArābīyah. T.t.
78
79
Al-Damīnī, Musfir Azmullah. Maqāyīs Naqd Mutūn al-Sunnah. Riyadh: Jami’ah Ibn
Saud, 1984.
Al-Dārimī, Abdullah bin Abdurrahman. Sunan al-Dārimī. Beirut: Dar al-Kutub al-
Araby, 1986.
Ibn Abī Syaibah, Abū Bakr. al-Muṣannaf fi al-Aḥādis wa al-Atsār. Riyadh: Maktabah
al-Rusyd. 1409 H.
Ibn Anas, Malik. Muwāṭā’ Imam Mālik. Abū Dhabi: Muassasah Zāyid ibn Sulṭān. 2004.
Ibn ʽĀsyūr. Ṭāhir al-Taḥrīr wa al-Tanwīr. Tunisia: Dār Tūnis li an-Nasyr, 1984.
Ibn Fāris, Abū al-Ḥusain Aḥmad. Muʽjam Maqāyīs al-Lughah. Beirut: Dār al-Fikr.
1979.
Ibn Ḥibbān, Muḥammad. Ṣaḥīḥ Ibn Ḥibbān, Kairo: Muassasah al-Risālah, 1993.
Ibn Ḥuzaimah, Abū Bakr. ṣaḥīḥ Ibn Ḥuzaimah. Beirut: al-Maktab al-Islāmī, T.t.
Ibn Manzūr, Jamāl al-dīn. Lisān al-ʽArāb. Beirut: Dār al-Ṣādir. 1414 H.
Ibn Qutaibah, Abdullah bin Muslim. Ta'wīl Mukhtalāf al-Hadīts. Beirut: Muassasah al-
Kutub al-Tsaqāfiah, 1988
Al-Jauziyah, Ibn al-Qayyim. Jalāʽ al-Afhām fi Fadhl al-Ṣalāh wa al-Salām ʽalā Khair
al-Anām, (Mekkah: Dār ʽālim al-Fawāid, 1425 H).
Al-Jazri, Majdudin al-Mubārak. Jāmi’ al-Uṣūl fī Ahādīts al-Rasūl. t.tp: Maktabah Dār
al-Bayān. t.t.
Maksum, Syukran dan Fathoni, Ahmad. Rahasia Shalawat Nabi. Yogyakarta: Mutiara
Media. 2009.
Musṭāfā, Ibrāhīm. Zayyāt, Ahmad. Abd al-Qādir, Ḥāmid. Najjār, Muḥammad. al-
Muʽjam al-Wasīṭ. Beirut: Dār Daār Daʽwah, T.t.
80
Al-Munāwī, ʽAbd al-Ra’ūf. Faiḍ al-Qādir Syarḥ al-Jāmiʽ al-Ṣaghīr. Mesir: al-
Maktabah al-Tijāriyah al-Kubrā. 1356 H.
Al-Mūṣilī, Abū Yaʽlā. Musnad Abī Yaʽlā. Damaskus: Dar Maʽmūn, 1984.
al-Naisaburi, Muslim bin Hajjāj al-Qusyairy. al-Jāmi’ al-Ṣāḥiḥ Ṣāḥīḥ Muslim. Beirut:
Dar al-Jail. t.t.
Al-Qaraḍāwī, Yusuf Kaifa Nataʽāmal Maʽa al-Sunnah al-Nabawīyah. Karo: Dār al-
Syurūq. 2000.
Al-Qazwainī, Muḥammad ibn Yāzid Sunan Ibn Mājjah, (Beirut: Dār al-Fikr, T.t), j. 1,
h. 293.
Al-Sakhāwī, Muḥammad ibn ʽAbd al-Raḥmān. al-Qaul al-Bādiʽ fi al-Ṣalāh ʽala al-
Ḥabīb al-Syāfiʽ. Madinah: Muassasah al-Rayyān. 2002.
_______. Tadrīb ar-Rāwī fi Syarḥi Taqrīb an-Nawāwī. Kairo: Dār al-Bayān al-‘Ārābī.
2004.
Al-Syatibī, Abu Ishaq. Al-Muwāfaqāt fī Uṣūl al-Syarī’ah. Beirut: Dar Kutub al-
‘Ilmiyyah, 1424 H/2003 M.
81
Al-Ṭabarī, Muḥammad ibn Jarīr. al-Tārikh al-Ṭabarī, Beirut: Dār al-Turāts, 1387 H.
Al-Ṭahāwī, Abū Jaʻfar. Syarḥ Musykil al-Atsār. Beirut: Muassasah al-Risālah, 1987.
al-Tamīmī, Muhammad bin Hibban. Ṣāḥiḥ Ibn Hibbān. Beirut: Muassasah al-Risālah,
1993.
Al-Tirmiẓi, Muḥammad ibn ‘Isā. Sunan al-Tirmiẓi. Beirut: Dār al-Iḥyā’ al-Turāts al-
ʻArābī, t.t.
Yaqub, Ali Mustafa. Cara Benar Memahami Hadis. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2016.
ٍ
آعَلى آأ ْىزىوآاجهآآ آ،آو ى
آم ىح َّمد ى آعَلى ُ آصل ى الَلَّ ُه َّم ى
2 Muslim Abū Ḥumaid al-
Mālik ibn Anas Sā’īdī
آعَلى آل ِآإبْ ىَراِ ىممآ ت ىآ اآصَلَّْم ى
،آوذُريَّتهآآ ىك ىم ى ى
آم ىح َّمد ىآو ىعَلى آآأىْزىواجهآ،آ ٍ
آعَلى ُ ،آوبىارْك ى ى
آعَلى آل ِآإبْ ىَراِ ىممآ،آ تى ىوذُريَّتهآ ىك ىماآبى ىارْك ى
آمجم ٌد. آحمم ٌد ى َّك ى إن ى
3 آعَلى آ ُم ىح َّم ٍدآالآنَّىِب آاُُم آآ،آ آصل ى الَلَّ ُه َّم ى
Al-Bayhāqī Abī Masʽūd
Ibn Ḥibbān
آعَلى آ اآصآَلَّْم ىآ ٍ
تى آم ىح َّمدآ ىك ىم ى ىو ىعَلى آل ِ ُ
Al-Mustadrak
Al-Dāruquṭnī
آ،آوبىارْكآ آ،آو ىعَلى آل ِآإبْ ىَراِم ىم ى إبْ ىَراِ ىمم ى Ibn Ḥuzaimah
،آو ىعَلى آل ِآ ٍ Aḥmad ibn Ḥanbal
آم ىح َّمدآالنَّىِب آاُُم آآ ى ىعَلى ُ
آعَلى آإبْآىَراِ ىمم ىآو ىعَلى آ ٍ
تى ُم ىح َّمدآ ىك ىماآبى ىارْك ى
آمجآم ٌآد آحمم ٌد ى َّك ى ل ِآإبْ ىَراِ ىممآ،آإن ى
ٍ
كآآآ
آعْىِبآد ىك ىآوىر ُُلل ى آم ىح َّمد ى آعَلى ُ آصل ى الَلَّ ُه َّم ى
4 Al-Bukhārī Abū Saʽīd al-
Al-Nasā’ī Khudrī
آعَلى آل ِآإبْ ىَراِآ ىمم ىآوبىارْكآ تى صَلَّْم ىىك ىماآ ى Aḥmad
Ibn Mājjah
آم ىح َّم ٍآدآ ىك ىماآ ٍ
آم ىح َّمد ىآو ىعَلى آل ِ ُ ىعَلى ُ
آع ْآنآ
لآصال ٍح ى ا ِآأىبُ ى ممآقى ىآ
آعَلى آإبْ ىَراِ ىآتى بى ىارْك ى
آم ىح َّم ٍدآآ آم ىح َّمد ىآو ىعَلى آل ِ ُ
ٍ
آعَلى ُ الَلَّْمث ىآ
آعَلى آل ِآإبْ ىَراِ ىآمم تى ىك ىماآبى ىارْك ى
آم ٍ
آدآآ
آع ى
آم ْق ى
آآوآأىنْآآزلْآهُآآالْ ىآ
آد ىآ آح َّ
آم ىآآعآَلى ُآآصآل ىآ آم ى اىآلَلَّ ُ
آه َّ
5 Al-Ṭabrānī Ruwaifiʽ ibn
Tsābit
آامآةآ
آمآآالْآقآمى ى
آكآآيى ْآلى
آد ى
آبآآعآْن ى
آم ىقَّآَر ى
الْ ُآ
آآعآَل آ
آآصآل ى
آم ى
آه َّ
آآوأُآمآيآاىآلَل ُبآأىآبآيآآأىنْ ى
آت ىآ
6 Al-Ṭabrānī Zaid ibn Tsābit
82
83
آمآآ
آه َّ آم ٍ
لىةٌآ،آآاىلَل ُآص آآآحآتَّ ىآلآآَىآْىِبآ ىآق ىآ آد ىآ آح َّ
ُم ى
آآحآتَّ ىآلآآَىآْىِبآ ىآق آبىآىآَرىآكةٌآ،آ آد ىآآم ٍآح َّ
آم ى آآعآَلى ُ آك ىآ بىآارْ
آم ٍ
آآحآتَّ ىآلآآيىآْىِبآ ىآق آ آد ىآ آح َّ
آم ى
آآعآَل ُ آم ى آآَُل ْآم ىآ اىآلَلَّ ُ
آه َّ
آاآحآتَّ ىآلآآ آمآد ىآ آح َّ
آآم ىآم ُ آح ْ
آار ى
آآو ْ
آم ى آمآ،آاىآلَلَّ ُ
آه َّ آل ٌ ىُ ى
آمةٌآ،
آح ىآَىآْىِبآ ىآق ىآر ْ
كآ ك ىآوبىىآَرىكاَ ى آصَلى ىلاَ ى
آاج ىع ْل ى الَلَّ ُه َّم ْ
Al-Bayhāqī Ibn Masʽūd
منآ ىآوإ ىمامآ آُمدآالْ ُم َْر ىُآَل ى آعَلى ى كى ىوىر ْح ىمآتى ى
آم ىح َّم ٍدآ آمنآ ُ منآ ىآو ىخاَىمآالنَّىِبم ى الْ ُمتَّق ى
كآ آوإ ىمامآالْ ىخْآمَرآ ىآوقىائدآآ ىعْىِبد ىك ىآوىر ُُلل ى
آالَر ْح ىمةآ آالَلَّ ُه َّمآابْ ىعثْآهُآ الْ ىخْمَرآ ىآوىر ُُل ِ َّ
اآم ْح ُملداآيى ْغىِبطُهُآبهآاُ َّىولُآل ىنآ ىم ىقام ى
آم ىح َّم ٍدآ آعآَلى ُ آصل ى ىو ْاْلخ َُرو ىنآ آالَلَّ ُه َّم ى
ٍ
آآعَلى آ تى اآصَلَّْم ى
آم ىح َّمدآ ىك ىم ى ىو ىعَلى آل ِ ُ
آمجم ٌدآ آآحمم ٌد ى َّك ى إبْ ىَراِ ىمم ىآول ِآإبْ ىَراِ ىممآإن ى
آم ٍدآ ىك ىماآ آم ىح َّ ٍ
آم ىح َّمد ىآول ِ ُ آعَلى ُ ىآوبىارْك ى
آعَلى آإبْ ىَراِ ىمم ىآول ِآإآبْ ىَراِ ىممآ آإنَّ ى
آكآ تى بى ىارْك ى
آمجم ٌآد .حمم ٌد ى ى
84
اآصَلَّ آأ ى
ىح ُد ُك ْمآِى َْلمى ْىِب ىدآأْآبتى ْحممد ىآربآهآ إ ىذ ى
1 Al-Baihāqī Faḍālah ibn ʽUbaid
al-Anṣārī
آعَلى آصل ى آعَلىْمهآ،آ ىولْمُ ى ىعَّز ىآو ىج َّل ىآوالثَّنىاء ى
النَّىِب آ-صَل آالَلهآعَلمهآوَُلم-آثَُّمآ
اآش آاءى
يى ْد ُعلآب ىم ى
اآعآَلى آ
ىصَل آِ ىمه ى آصلىةآلىآأ ى ت ى آصَلَّْم ُ
-لى ْل ى
2 Al-Baihāqī Abū Masʽūd al-
Al-Ṭabrānī Badrī Al-Syaʽbī
َّهاآ ٍ ٍ
تآأىن ى اآرأىيْ ُ
آم ىآم ىح َّمد ى ُم ىح َّمد ىآو ىعَلى آل ِ ُ Ibn Masʽūd
َىت هم.
آصَلَّ آالَلَّهُ ى
آعَلىْمهآ ل ِآالَلَّه ى -آ ىعَلَّ ىمن ى
يآر ُُ ُ
اٍآ اٍآلَلَّه ىآو َّ
الصَلى ىل ُ ىو ىَُلَّ ىم التَّحمَّ ُ
كآأىيه ىهاآالنَّىِب هيآ آعَلىْم ى
لم ى ،آالس ُاٍ َّ ىوالطَّمىِبى ُ
آعَلىْم نىاآ
لم ى،آالس ُىوىر ْح ىمةُآالَلَّه ىآوبىىَرىكاَُهُ َّ
من،آأى ْش ىه ُدآأى ْنآ آالصالح ى ىو ىعَلى آعىِبىادآالَلَّه َّ
آم ىح َّمداآ لآإلىهىآإلآالَلَّهُ ى
،آوأى ْش ىه ُدآأ َّىن ُ
آم ىح َّم ٍدآ آعَلى ُ آصل ى ىعْىِب ُدُُ ىآوىر ُُللُهُ،آالَلَّ ُه َّم ى
آعَلى آإبْ ىَراِ ىمم،آ تى اآصَلَّْم ى
ىوأ ْىِلآبىْمتهآ ىك ىم ى
آعَلىْم نىاآ
آصل ى آمجم ٌد،آالَلَّ ُه َّم ى آحمم ٌد ى َّك ى إن ى
آم ىح َّم ٍد ىآوأ ْىِلآ آعَلى ُ ىم ىع ُه ْآم،آالَلَّ ُه َّمآبىارْك ى
َّكآآعَلى آإبْ ىَراِ ىمم،آإن ى تى بىْمتهآ ىك ىماآبى ىارْك ى
اآم ىع ُه ْم،آ آمجم ٌد،آالَلَّ ُه َّمآبىارْك ى
آعَلىْم نى ى ىحمم ٌد ى
آعَلى آ من ى صلةُآالْ ُم ْؤمن ى اٍآالَلَّه ىآو ى
صَلى ىل ُى
آعَلىْمهآ ٍ
لم ى،آالس ُُم ىح َّمدآالنَّىِبيآاُُمي َّ
ىوىر ْح ىمةُآالَلَّه ىآوبىىَرىكاَُهُ .آ
3 آماآيى ُقآل ُ ِآ
اآُم ْعتُ ُمآالْ ُم ىؤذ ىنآِى ُقلآلُلاآمآثْ ىل ى
إذى ى
Al-Aṣbahānī Abdullāh ibn
Muslim ʽUmar
87
آصَلهل ى
اآعَلى َّآ ثَُّم ى
Ibn Ḥībbān
Aḥmad Ibn Ḥanbal
Ibn Khuzaimah
4 تآآأىىآذ ُآنآآأى ىآحآد ُآك ْآمآِىآْآَلآمىآْذ ُآكْآَرنآيآ إآ ىآذاآ آطىآنى ْآ Al-Ṭabrānī Abū Rāfiʽ
الَلَّ ُه َّآمآ ى
صل ى
آعَلى آل ِآأىبيآأ ْآىوِى
1 Al-Bukhārī Abdullah Ibn Abī
Ibn Ḥibbān Aufā
Abī Dawūd
Al-Nasā’ī
Muslim
Al-Bazzār
al-Aṣbahānī
صار ىآو ىعَلى آذُريَّةآآاُىنْ ى آعَلى
آصل ىالَلَّ ُه َّم ى
2 ْ Al-Bazzār Qays ibn Saʽad ibn
ʽUbādah
صارآ آ آاُىنْ ى
آذُريَّةآذُريَّة ْ ،آو ىعَلى
صار ىْاُىنْ ى
آعَلى آالْ ُمتى ىسحآَر ىآ
ين آصل ىالَلَّ ُه َّم ى
3 Al-Syaibānī Abū Suwaid
صَلهل ىن ى
آعآَلى آ حَرآيُ ى ،آوالنهل ىنآِيآالْىِبى ْآ
ىوأ ىىرضمه ى
خْم ىآَر
َّاسآالْ ىآ َّ
ينآيُ ىعَلآ ُمل ىنآالن ىالذ ى