Oleh:
NAZHIF MUHAMMAD RANTISI
NIS 131232050062200297
Oleh:
NAZHIF MUHAMMAD RANTISI
NIS 131232050062200297
i
ii
iii
iv
RIWAYAT HIDUP
v
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan pada Allah Subhanahu wa taala
yang mana telah memberikan rahmat dan karunia-Nya. Sholawat serta salam
semoga tetap tercurahkan kepada uswah hasanah kita yaitu Nabi Muhammad
Shollallahu alaihi wasallam.
Alhamdulillah rabbil ‘aalamiin, atas segala kemudahan yang Allah
Subhanahu wa taala berikan, juga setelah melalui serangkaian proses pembuatan
karya tulis ilmiah ini. Akhirnya penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini
yang berjudul ”KONSEP INTEGRASI PENDIDIKAN AGAMA DAN UMUM
MENURUT MUHAMMAD ABDUH”.
Karangan ilmiah ini juga disusun sebagai tugas akhir tingkat Mu’allimin
yang di mana dalam proses pembuatannya tidak luput dari bantuan dan dorongan
semua pihak yang dalam proses pembuatannya tidak lepas dari saran, masukan dan
bimbingan dari pihak-pihak terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Maka dengan segala hormat, penulis ucapkan terima kasih kepada:
1. Allah subḥãnahu wa ta’ãla yang telah memberikan kesempatan dan
kesehatan bagi penulis untuk menyelesaikan karya tulis ini.
2. Ustadz KH. Muhammad Iqbal Santoso, selaku pimpinan Pesantren
Persatuan Islam Tarogong.
3. Ustadz Aan Adam, Lc. selaku Mudir Mu’allimin Pesantren Persatuan Islam
Tarogong.
4. Ustadzah Masnun Maesaroh, S.Ud. selaku wali kelas penulis yang selalu
memberikan nasihat dan motivasi tiada hentinya.
5. Tim biro karya tulis ilmiah yang telah bekerja keras untuk membimbing
santri menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
6. Ustadz Agus Solehudin, Lc. yang telah membimbing penulis dan
memberikan masukan serta saran dalam penyusunan karya tulis ini dari
mulai pembuatannya hingga dapat terselesaikan.
7. Seluruh asatidz yang telah memberikan ilmu yang sekian banyaknya
kepada penulis.
vi
8. Kedua orang tua tercinta dan keluarga penulis yang telah memberikan doa
restu dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah
ini.
9. Tempat penulis saling bertukar cerita tentang keluh kesah dalam kendala
mengerjakan karya tulis ini diantaranya, Faiz Fauzan, Salman Naufal,
Rasendriya, Alnan, Fawwaz, Nashirul, dan teman-teman seangkatan
lainnya.
10. Angkatan 35 Young-Smith Asrama Putra/Naqieb Masa Jihad 2022 yang
selalu membantu dan mengingatkan penulis.
11. Kelas XII-IAI 1 Religion Major, juga teman-teman seperjuangan angkatan
38 Roften Mu’allimin Persis Tarogong.
12. Semua pihak yang terlibat dan tidak dapat dicantumkan oleh penulis, yang
secara langsung maupun tidak langsung membantu dalam penulisan karya
tulis ilmiah ini.
Jazaakumullahu khairan katsira, semoga Allah subḥãnahu wa ta’ãla
mencatat sebagai amal saleh dengan balasan dan maghfirah-Nya yang berlipat
ganda. Aamiin.
Demikian pengantar yang bisa penulis sampaikan, penulis memohon maaf
apabila terdapat banyak kesalahan, karena karangan ilmiah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Penulis berharap agar karangan ilmiah ini dapat bermanfaat dan
menberikan pengetahuan baru bagi para pembaca, Aamiin.
vii
DAFTAR ISI
viii
BAB I
PENDAHULUAN
صالِ ٍح ٍ ِ ِ ٍ ٍ
َ ص َدقَة َجا ِريَة أ َْو ع ْل ٍم يُْن تَ َف ُع بِه أ َْو َولَد
ِ ٍ ِ
َ ات ا ِإلنْ َسا ُن انْ َقطَ َع َعْنهُ َع َملُهُ إِلا م ْن ثَالَثَة إِلا م ْنَ إِ َذا َم
ُيَ ْدعُو لَه
“Jika seorang manusia mati, maka terputuslah darinya semua amalnya
kecuali dari tiga hal; dari sedekah jariyah atau ilmu yang diambil manfaatnya atau
anak saleh yang mendoakannya.” (HR Muslim no. 1631)
Dalam hadis di atas, yang ditekankan adalah apakah ilmu itu bermanfaat
atau tidak. Kriteria ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang ditujukan untuk
mendekatkan diri kepada sang khalik sebagai bentuk ketaatan kepada-Nya.
Para ilmuwan muslim terkenal mahir dalam berbagai ilmu. Contohnya,
Al-Farabi yang ahli di bidang fiqih, filsafat, kedokteran dan musik. Ibnu Al Nafis
1
2
Pada awal abad ke-20, dikotomi pendidikan terjadi juga di Indonesia akibat
dari adanya politik etis oleh Belanda. Kebijakan tersebut menekankan
pembangunan pendidikan untuk membalas budi apa yang sudah dikerjakan oleh
masyarakat pribumi pada masa kebijakan tanam paksa. Pemerintah Belanda
menekankan sistem pendidikan formal ala barat yang sebenarnya bermaksud
menjauhkan pelajar dari pendidikan agamis pesantren. Karena menurut Belanda,
pesantren dicap berbahaya bagi pemerintah kolonial.
Dalam sudut pandang tokoh Muhammad Abduh yang menggagas
pembaruan sistem pendidikan yang terintegrasi, (dalam Hamid dan Herdi, 2014,
hlm. 70) berpendapat bahwa, “antara ilmu dan iman tidak mungkin bertentangan.
Islam-lah satu-satunya agama yang dengan konsisten menyeru para pemeluknya
untuk menggunakan rasio akal dalam memahami alam semesta”. Dengan adanya
pelajaran umum, maka umat Islam terbuka pikirannya untuk menerima kemajuan
teknologi dan perkembangan zaman. Begitu pula pelajaran dalam pendidikan
umum harus senantiasa terkoneksi dengan prinsip-prinsip ajaran agama Islam,
sesuai dengan Qur’an dan hadis. Gerakan modernisasi yang digaungkan oleh
Muhammad Abduh berupaya untuk membentengi pendidikan umat Islam agar
3
5
6
Ta’dib sebagai istilah yang paling mewakili dari makna pendidikan berdasarkan
Qur’an dan Hadis dikemukakan oleh Syed Naquib Al Attas. Dalam hadis yang
diriwayatkan oleh At-Tabrani dari Ali bin Abi Thalib raḍiyallãhu ‘anhu bahwa
Rasulullah ṣallallãhu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ب اَ ْه ِل بَْيتِ ِه َو قَِرأَةُ الْ ُق ْرأَ ِن فَإِ ان َحَْلَةَ الْ ُق ْرأَ ُن ِ ِْف ِظ ِِّل
ِِّ ب نَبِيِِّ ُك ْم َو ُح
ٍ ث ِخ
ِِّ ُح:صال
َ
ِ اَِِّدب وا اَوَل َد ُكم علَى ثََال
َ ْ ْ ُْ
ِهللاِ ي وم َل ِظلٌّ ِظلاه مع اَنْبِيائِِه و اَص ِفيائه
َ ْ َ َ ََ ُ َ َْ
“Didiklah anak-anak kalian dengan tiga macam perkara yaitu mencintai
Nabi kalian dan keluarganya serta membaca Al-Qur’an, karena sesungguhnya
orang yang menjunjung tinggi Al-Qur’an akan berada di bawah lindungan Allah,
diwaktu tidak ada lindungan selain lindungan-Nya bersama para Nabi dan
kekasihnya”. (HR. Ad-Dailami)
Menurut Imam Al Ghazali (dalam Suban, 2020, hlm. 87) pendidikan adalah
proses memanusiakan manusia sejak lahir sampai akhir hayatnya melalui berbagai
ilmu pengetahuan. Satu pemahaman dengan pendapat Ki Hajar Dewantara (dalam
Sugiarta, 2019, hlm. 131) menjelaskan bahwa, pendidikan yaitu tuntutan di dalam
hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun
segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia
dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan
setinggi-tingginya. Pendidikan tiada mengenal batasan usia, karena pada dasarnya
pendidikan akan menjadikan manusia yang terdidik dan lebih faham atas apa yang
telah ia ketahui. Akan tetapi usia muda atau masa remaja merupakan masa-masa
terbaik bagi manusia untuk menempuh pendidikan, dibandingkan dengan seorang
yang sudah menginjak usia tua renta.
Dari beberapa pengertian di atas, pendidikan adalah suatu jalan bagi
manusia untuk memahami segala pengetahuan serta bekal untuk survive dalam
menjalani kehidupan. Jika ilmu adalah jalan, maka pendidikan adalah gerbang
menuju ilmu tersebut. Manusia sebagai hewan yang berpikir dituntut untuk mencari
ilmu melalui kegiatan pendidikan yang tidak mengenal batasan usia dan menaikkan
derajat atau kualitas dirinya agar menemukan arti hidup sesungguhnya.
Maka dapat disimpulkan bahwa integrasi sebagai proses menyatukan dua
unsur yang berbeda sebagai upaya untuk menghasilkan unsur yang lebih baik.
Dalam ruang lingkup pendidikan terpadu, integrasi pendidikan adalah penyatuan
7
Tujuan sama halnya dengan niat. Tujuan pendidikan sangat penting untuk
arah kurikulum yang akan diterapkan. Pendidikan Agama ialah membina dan
mendasari kehidupan anak didik dengan nilai-nilai agama dan sekaligus
mengajarkan ilmu agama Islam, sehingga mampu mengamalkan syariat Islam
secara benar sesuai dengan pengetahuan agama.
Muhammad Athiyyah Al-Abrasyi (1970) menekankan bahwa tujuan pokok
dari pendidikan Islam ialah untuk mendidik budi pekerti dan pembentukan jiwa.
Lebih lanjut Athiyyah menyatakan:
Tujuan utama pendidikan Islam adalah untuk membentuk moral serta
akhlak yang mulia. Para ulama dan para sarjana muslim dengan sepenuh
hati dan perhatiannya berusaha menanamkan akhlak yang mulia,
meresapkan fadhilah ke dalam jiwa para penuntut ilmu, membiasakan
mereka berpegang para moral yang tinggi dan menghindari pada hal-hal
tercela, berfikir secara bathiniyah dan ihsaniyyah (kemanusiaan yang
jernih), serta mempergunakan waktu untuk belajar ilmu-ilmu duniawi dan
ilmu ilmu keagamaan sekaligus tanpa memandang keuntungan keuntungan
materi. (hlm. 25)
12
13
berguna bagi kehidupan sehari-hari. Akibat tidak adanya tokoh yang membuat
pergerakan dan ide pembaruan, umat Islam kehilagan arah dan malah bersikap
statis yang mana seharusnya dinamis.
Abduh (1954, hlm. 77) mengungkapkan bahwa “kehancuran nilai-nilai
pendidikan peradaban Islam lebih disebabkan oleh umat Islam itu sendiri. Umat
Islam menganggap ilmu umum sebagai satu-satunya pendidikan yang dibutuhkan.
Meskipun pada awalnya disebabkan oleh satu sisi, nyatanya ada dua sisi yang
menghancurkan peradaban Islam. Ia berpendapat kembali bahwa sebab yang
membawa kemunduran umat Islam bukan karena ajaran Islam itu sendiri, tapi umat
yang telah kehilangan arah dan terpengaruhi sikap jumud yang dibawa ke tubuh
Islam oleh orang-orang yang bukan Arab, yang merampas puncak kekuasaan
politik di dunia Islam. Mereka juga membawa faham animisme, tidak
mementingkan pemakaian akal, bodoh dan tidak kenal ilmu pengetahuan. Rakyat
harus dibutakan dalam hal ilmu pengetahuan agar tetap bodoh dan tunduk pada
pemerintah.
Kedua, tertutupnya pintu ijtihad. Dibuka pintu ijtihad adalah satu hal yang
perlu ditonjolkan. Abduh melihat ajaran-ajaran yang terdapat dalam Qur’an dan
Hadis bersifat tegas, jelas dan terperinci. Sebaliknya, ajaran-ajaran mengenai hidup
kemasyarakatan umat hanya merupakan dasar-dasar dan prinsip umum tidak
terperinci, serta sedikit jumlahnya. Oleh karena sifatnya yang umum tanpa
perincian, maka ajaran tersebut dapat disesuaikan dengan zaman. Penyesuaian
dasar-dasar itu dengan situasi modern dilakukan dengan mengadakan interpretasi
baru. Untuk orang yang telah memenuhi syarat Ijtihad di bidang muamalah dan
hukum kemasyarakatan, bisa didasarkan langsung pada Qur’an dan hadis agar
disesuaikan dengan zaman. Sedangkan ibadah tidak menghendaki perubahan
menurut zaman. Kehidupan dunia dan akhirat memerlukan ilmu untuk
menjalaninya. Masing-masing masih saling berhubungan, seperti dalam hadis
riwayat Ahmad berikut ini.
َوَم ْن أ ََر َاد ُُهَا فَ َعلَْي ِه ِبِلعِْل ِم،اآلخَرهَ فَ َعلَْي ِه ِِبلْعِلْ ِم
ِ ومن أَراد،من أَراد الدُّنْيا فَعلَي ِه ِِبْلعِلْ ِم
َ َ ْ ََ َْ َ ََ َْ
“Barang siapa yang hendak menginginkan dunia, maka hendaklah ia
menguasai ilmu. Barang siapa menginginkan akhirat, hendaklah ia menguasai
ilmu. Dan barang siapa yang menginginkan keduanya (dunia dan akhirat),
hendaklah ia menguasai ilmu,” (HR Ahmad).
16
Namun sementara itu, sistem pendidikan tradisional yang sudah ada tetap
dipertahankan adanya di bawah pembinaan dan bimbingan al-Azhar. Pada
umumnya, ulama-ulama al-Azhar ini pun sangat menentang masuknya
sekolah-sekolah modern tersebut karena dianggap akan mampu mengikis dan
melunturkan nilai-nilai agama yang telah dibangun dan dipertahankan selama ini.
(Rohmaturrasyidah, 2018, hlm. 9)
Ada dua tipe pendidikan, tipe sekolah yang pertama memproduksi para
ulama serta tokoh masyarakat yang enggan menerima perubahan dan cenderung
untuk mempertahankan tradisi. Tipe sekolah yang kedua melahirkan kelas elite
generasi muda, hasil pendidikan yang dimulai pada abad ke-19, dengan ilmu-ilmu
barat yang mereka peroleh dari ide-ide yang datang dari Barat.
Sebagai tanggapan dari adanya permasalahan dalam sistem pendidikan
pemerintah, Abduh berupaya untuk memperbarui pendidikan agama dan pelajaran
modern. Maksudkan agar para ulama kelak tahu kebudayaan modern dan mampu
menyelesaikan persoalan modern. Begitupun pelajar akan mengetahui ilmu umum
agar terhindar dari keterbelakangan ilmu. Muhamad Abduh melihat dari dua sudut
pandang, bagi seseorang yang fokus mendalami ilmu agama, perlu juga untuk
mempelajari ilmu umum dan bagi seorang pelajar di sekolah pemerintah, perlu juga
untuk mempelajari ilmu agama. Masing-masing perlu mengetahui keadaan zaman,
yang mana mereka harus bisa menyesuaikan dan mempunyai pertahan diri dari
pengaruh luar. Pendidikan adalah hal terpenting dalam kehidupan manusia dan
dapat merubah segalanya.
3.3 Konsep Integrasi Pendidikan Muhammad Abduh
Adanya sikap jumud/statis, tidak dibukanya pintu Ijtihad, dan tidak adanya
penggalian ilmu umum dari Barat hingga jauhnya umat dari ajaran Qur’an dan
sunah membuat umat terperosok dari kejayaannya. Didorong karena permasalahan
di negara asalnya, Abduh menjadikan hal itu sebagai cita-citanya untuk
memperbarui sistem pendidikan umat. Dengan adanya masalah-masalah yang
melanda umat Islam tersebut, ditambah dengan derasnya arus modernisasi ketika
itu, Muhammad Abduh pun tergerak untuk melakukan aksi pembaruan atau
modernisasi di berbagai bidang, khususnya di bidang pendidikan.
19
4.1 Simpulan
Berdasarkan pembahasan tentang konsep integrasi pendidikan agama dan
umum menurut Muhammad Abduh, penulis menyimpulkan bahwa:
1. Integrasi dikenal sebagai proses menyatukan dua unsur yang berbeda
sebagai upaya untuk menghasilkan unsur yang lebih baik. Maka,
integrasi pendidikan adalah penyatuan pendidikan Agama dengan
pendidikan umum, sehingga pendidikan tersebut tidak saling
individualistik dan dikotomis.
2. Muhammad Abduh lahir pada tahun 1848 M/1265 H disebuah desa di
Propinsi Gharbiyyah Mesir Hilir. Ayahnya bernama Abduh bin Hasan
Khairullah, sementara ibunya yang bernama Junaynah, seorang janda
yang mempunyai silsilah dengan Umar bin Khathab. Muhammad
Abduh dikenal sebagai ahli tafsir, sosok yang sangat peduli terhadap
kemajuan umat Islam dan kritis pada penjajahan bangsa barat. Abduh
pernah menjabat sebagai dosen di al-Azhar serta mufti di Mesir.
Cita-citanya ingin memperbaiki sistem pendidikan di Mesir khususnya
di al-Azhar dan akhirnya pada tahun 1899 beliau ditunjuk untuk
melakukan pembaruan sistem pendidikan di Universitas al-Azhar.
Abduh meninggal pada tanggal 11 Juli 1905.
3. Sebagai solusi dari permasalahan diktomi ilmu, Muhammad Abduh
membuat gagasan kurikulum pendidikan yang terintegrasi sebagai
berikut:
a. Tingkat Dasar: Di samping anak bisa menulis, membaca dan
berhitung, diharapkan agar mempunyai dasar-dasar pendidikan
agama yang kuat dan dapat pula mengamalkan pokok-pokok ajaran
agama, sesuai dengan kemampuan intelektualnya.
b. Tingkat Atas: Perlunya memasukkan pelajaran Sejarah dan
Kebudayaan Islam ke dalam sekolah pemerintah ditambah Ilmu
Logika (fann al-manthiq), dasar-dasar Penalaran (al-ushûl
an-nazhari) dan Ilmu Debat atau Diskusi (adâb al-jadal).
24
25
Abduh, M. (1954). Ilmu dan Peradaban Menurut Islam dan Kristen. Mesir:
Diponegoro.
26
Ramayulis. & Nizar, S. (2008). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.
Zakiah Daradjat, Dkk. (2008). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta : Bumi Aksara.
27
28
29