Anda di halaman 1dari 88

PENDIDIKAN AKHLAK KEPADA ORANGTUA

DALAM KISAH UWAIS AL-QARNI SANG PENGHUNI LANGIT


KEKASIH TUHAN SEMESTA ALAM KARYA MUHAMMAD
VANDESTRA

Skripsi

Diajukan untuk mengikuti sidang munaqasyah


pada Prodi Pendidikan Agama Islam

oleh:

Syaiful hanif
NIM: 2116192

Dosen Pembimbing:

Jasmienti,SPd, M.Pd
NIP.197504012009122001

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BUKITTINGGI (IAIN)
2020 M / 1441H

1
2

ABSTRAK

Skripsi atas nama Syaiful Hanif, NIM.2116192. Skripsi ini berjudul:


“Pendidikan Akhlak Kepada Orangtua Dalam Kisah Uwais Al-Qarni Sang
Penghuni Langit Kekasih Tuhan Semesta Alam Karya Muhammad
Vandestra”. Maksud dari judul ini adalah suatu gambaran atau bentuk
pendidikan akhlak kepada orangtua yang terdapat dalam buku kisah uwais al-
qarni karangan Muhammad Vandestra.
Latar belakang penulis memilih judul ini bahwa banyak fenomena yang
menunjukkan perilaku anak yang tidak patuh dan sering sinis kepada orang tua.
Jangankan mencium tangan kedua orang tua, untuk memberikan senyumanpun
terkadang berat mereka untuk melakukannya. Bahkan, ucapan dan tindakan anak
seakan-akan seperti pisau yang sering mengiris hatinya. Lebih parahnya lagi, ada
sebagian anak yang tidak mau memuliakan orang tuanya. Berbagai kedurhakaan
dilakukan di berbagai tempat dengan ragam variasi dan bentuknya, dimulai dari
kedurhakaan paling ringan hingga kedurhakaan yang paling berat, seperti
membunuh.

Skripsi ini merupakan penelitian library research (penelitian kepustakaan)


yaitu suatu jenis penelitian yang mengacu pada khazanah kepustakaan seperti
buku-buku, artikel dan dokumen-dokumen lainnya. Teknik pengumpulan data
dilakukan dengan metode dokumentasi yaitu pencarian data melalui hal-hal yang
berupa catatan, buku dan sebagainya. Dalam menganalisis data, peneliti
menggunakan metode content analysis (analisis isi). Adapun teknik analisis yang
digunakan adalah dengan membaca, menelaah, analisis dan mendeskripsikannya.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pendidikan akhlak kepada


orangtua yang terdapat buku kisah Uwais al-Qarni adanya ajaran yang dapat
membentuk kepribadian anak agar berperilaku baik terhadap orang tuanya.
Pendidikan akhlak anak terhadap orang tua ditunjukkan dengan berakhlak baik
yaitu dalam bentuk berbakti terhadap orang tua, menaati perintah orang tua,
menghormati dan bersikap santun kepada orang tua, memuliakan orang tua,
mendoakan orang tua, memanggil orang tua dengan sopan, berkata dengan
perkataan yang baik terhadap orang tua serta membantu orang tua. Buku kisah
yang membahas tentang Uwais al-Qarni sangat relevan terbukti bahwa nilai-nilai
akhlak terhadap orang tua yang terdapat dalam kisah ini menjadi tombak utama
untuk memperbaiki akhlak remaja terhadap orang tua yang mulai tidak beraturan.

Kata Kunci: Pendidikan akhlak, Orang tua, Kisah.


3

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi ini atas nama SYAIFUL HANIF, NIM : 2116192 dengan judul

“PENDIDIKAN AKHLAK KEPADA ORANGTUA DALAM KISAH

UWAIS AL-QARNI SANG PENGHUNI LANGIT KEKASIH TUHAN

SEMESTA ALAM KARYA MUHAMMAD VANDESTRA” yang telah

memenuhi persyaratan ilmiah, telah diperiksa, dan disetujui untuk diajukan sidang

munaqasyah pada Program Studi pendidikan Pendidikan Agama Islam Fakultas

Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.

Demikianlah persetujuan ini dibuat untuk dapat dipergunakan

sebagaimana mestinya.

Bukittinggi, November 2020

Dosen Pembimbing

Jasmienti, SPd, M.Pd


NIP.197504012009122001
4

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat,

nikmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Pendidikan Akhlak Kepada Orang Tua Dalam Kisah Uwais Al-Qarni

Sang Penghuni Langit Kekasih Tuhan Semesta Alam”. Kemudian shalawat dan

salam penulis kirimkan kepada Rasulullah SAW, yang telah meninggalkan dua

pegangan hidup untuk kita, sehingga kita dapat selalu dalam ridho Allah SWT

selama kita berpegang teguh kepada keduanya yaitu Al-qur‟an dan Sunnah.

Skripsi ini disusun dalam rangka menyelesaikan studi sastra untuk

mencapai gelar sarjana Pendidikan pada Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

Institut Agama Islam (IAIN) Negeri Bukittinggi, dalam kesempatan ini penulis

mengucapkan ribuan terimakasih kepada ayahanda Asril (alm) dan ibunda Netri

Hayati yang telah memberikan kasih sayang yang tidak bertepi, dan penulis

ucapan terimakasih kepada kakak dan adik-adik yang memotivasi penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini, serta segenap keluarga yang telah membesarkan,

mendidik dan memberikan dorongan moril dan meteril dalam mewujudkan cita-

cita penulis.

Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bantuan dari

berbagai pihak maka dari itu penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada

yang terhormat diantaranya:

1. Rektor Institut Agama Islam (IAIN) Negeri Bukittinggi Ibu Dr. Ridha

Ahida, M.Hum, wakil Rektor 1 Bapak Dr. Asyari, S.Ag, M.Si, wakil
5

Rektor 2 Bapak Dr. Novi Hendri, M.Ag, dan wakil rektor 3 Bapak Dr.

Miswardi, M.Hum, yang telah memberikan fasilitas kepada penulis

dalam menambah ilmu pengertahuan di Institut Agama Islam (IAIN)

Negeri Bukittinggi.

2. Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Ibu Dr. Zulfani Sesmiarni

M.Pd, wakil dekan 1 Bapak Dr. Iswantir M, M.Ag, wakil dekan 2

Bapak Charles, S. Ag. M.Pd.I, dan wakil dekan 3 Bapak Dr.

Supratman, M.Pd, M. Kom, yang telah memberikan fasilitas kepada

penulis dalam menambah Ilmu pengetahuan di Institut Agama Islam

(IAIN) Negeri Bukittinggi.

3. Ketua Program Studi Pendidikan Agama Islam ibu Salmi Wati M.Ag

yang telah memberikan fasilitas kepada penulis dalam menambah ilmu

pengetahuan di Institut Agama Islam (IAIN) Negeri Bukittinggi.

4. Ibu Jasmienti, M.Pd selaku pembimbing penulis yang telah memberikan

arahan, bimbingan dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Ibu Fajriyani Arsya, MA selaku penasehat akademik yang memberikan

arahan dan dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan studi di Institut

Agama Islam (IAIN) Negeri Bukittinggi.

6. Seluruh dosen dan staff Institut Agama Islam (IAIN) Negeri Bukittinggi

yang telah mendidik, membimbing serta berbagi ilmu kepada penulis.

7. Sahabat-sahabat yang telah berpartisipasi memberikan dukungan dan

semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


6

8. Seluruh pihak yang telah membantu yang tidak tersebut oleh penulis satu

persatu.

Terimakasih kepada semua sahabat-sahabat, teman-teman dan

terkusus kepada teman-teman PAI F angkatan 2016, teman-teman KKN

kelompok 64, teman-teman PPL, Teman-teman sakumpa dan teman-

teman dikos yang telah memberikan motivasi kepada penulis dalam

berjuang untuk mencapai cita-cita.

Terakhir penulis mendo‟akan mudah-mudahan seluruh bentuk

bantuan yang telah penulis terima dari semua pihak dibalas oleh Allah

SWT dengan kebaikan yang berlipat ganda Aamiin. Dan penulis

menyadari skripsi ini tidak luput dari kekurangan, untuk itu penulis

mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat membangun dari pada

pembaca semoga skripsi ini dapat menambah ilmu pembaca, dan akhirnya

kepada Allah SWT dikembalikan segala urusan dan dipertanggung

jawabkan oleh penulis diakhir zaman nanti dan semoga menjadi amal baik

bagi pembaca dan penulis.

Bukittinggi, November 2020

Penulis,

Syaiful Hanif
NIM.2116192
7

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................. i

HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................. ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................... iii

ABSTRAK..................................................................................................iv

KATA PENGANTAR ................................................................................ v

DAFTAR ISI .............................................................................................. 2

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .......................................................................... 10

B. Identifikasi Masalah .................................................................. 23

C. Batasan Masalah ........................................................................ 23

D. Rumusan Masalah ..................................................................... 23

E. Tujuan Pendidikan ..................................................................... 24

F. Kegunaan Penelitian .................................................................. 25

G. Penjelasan Judul ........................................................................ 25

H. Sistematika Penulisan ................................................................ 28

BAB II KAJIAN TEORI

A. Konsep Pendidikan Akhlak ........................................................ 30

1. Pengertian Pendidikan Akhlak ............................................. 30

2. Dasar Pendidikan Akhlak ..................................................... 34

3. Macam-Macam Akhlak........................................................ 38

4. Bentuk-Bentuk Pendidikan Akhlak Kepada Orang Tua ........ 40

5. Keutamaan Akhlak Kepada Kedua Orang Tua ..................... 44


8

B. Tujuan Pendidikan Akhlak ........................................................ 46

C. Orang Tua ................................................................................. 47

1. Pengertian Orang Tua .......................................................... 47

2. Tanggung Jawab Orang Tua ................................................ 48

D. Kisah ......................................................................................... 50

1. Pengertian Kisah .................................................................. 50

2. Macam-Macam Kisah Dalam Al-Qur‟an .............................. 51

3. Tujuan Kisah ....................................................................... 53

E. Penelitian Relevan ..................................................................... 54

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian .......................................................................... 57

B. Data dan Sumber Data ............................................................... 57

C. Teknik Pengumpulan Data ......................................................... 59

D. Teknik Keabsahan Data ............................................................. 60

E. Teknik Analisis Data ................................................................. 61

BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Bentuk-bentuk pendidikan akhlak kepada orang tua dalam

Kisah Uwais al-Qarni ................................................................ 63

1. Berbakti kepada orang tua.................................................... 63

2. Menaati perintah orang tua................................................... 66

3. Menghormati dan bersikap santun kepada orang tua............. 67

4. Memuliakan orang tua ......................................................... 69

5. Mendoakan orang tua........................................................... 71


9

6. Memanggil orang tua dengan sopan ..................................... 72

7. Berkata dengan perkataan baik kepada orang tua ................. 73

8. Membantu orang tua ............................................................ 74

B. Relevansi pendidikan akhlak kepada Orangtua yang terkandung

dalam kisah kehidupan Uwais al-Qarni sang penghuni langit

kekasih Tuhan semesta alam oleh Muhammad Vandestra

terhadap akhlak generasi sekarang ............................................. 76

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .............................................................................. 84

B. Saran ......................................................................................... 85

DAFTAR KEPUSTAKAAN
10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan hal yang tidak lepas dari kehidupan

manusia. Sejak manusia lahir dan menuntut kemajuan dalam kehidupan,

maka sejak itu timbul gagasan untuk melakukan pengembangan dirinya

melalui pendidikan. Pendidikan senantiasa menjadi perhatian utama dalam

rangka memajukan generasi demi generasi. Melalui pendidikan yang baik,

maka kehidupan manusia akan mencapai tujuan sesuai yang diharapkan.

Sehingga kepribadian manusia terus berkembang baik sacara rohani

maupun jasmani.

Pendidikan akhlak dalam Islam menjadi perhatian yang serius.

Dalam ajaran Islam, kaidah untuk mengerjakan perbuatan baik dan buruk

telah tertera di dalam al-Quran dan Hadis. Nabi Muhammad saw adalah

teladan ideal dalam hal ini. Beliau adalah manusia utama yang menjadi

sumber rujukan akhlak umat Islam. Sebagaimana yang tercantum dalam al-

Qur‟an surat al-Ahzab ayat 21 Allah berfirman:

     


   
  
   


Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu


suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang
yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan)
hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah“.
11

Dalam ayat ini dapat dipahami bahwa Allah mengutus Nabi

Muhammad saw Sebagai contoh atau suri tauladan bagi ummatnya. Beliau

selalu terlebih dahulu mempraktikkan apa yang Allah perintahkan sebelum

perintah tersebut disampaikan kepada ummat. Sehingga tak ada celah bagi

orang-orang yang memusuhinya untuk mengatakan bahwa nabi

Muhammad hanya pandai berbicara dan tidak bisa mengamalkan. Bahkan

“Uswah” dapat meningkatkan pengaruh untuk melakukan segala perintah

dan larangan yang diajarkan.

Manusia memiliki potensi untuk menjadi berakhlak, yaitu hidup

dengan tatanan nilai dan norma. Potensi ini dapat dikembangkan melalui

bantuan orang tua atau orang dewasa dalam keluarga, sekolah dan

masyarakat. Dengan kata lain, perlu adanya pendidikan akhlak. Ketika

lahir manusia dalam keadaan fitrah, suci, bagaikan kertas putih yang

belum ternodai oleh tinta. Pada akhirnya dia terkontaminasi dan terbentuk

oleh lingkungan dan keluarga, terutama orang-orang terdekat. Setiap orang

sebaiknya berperan serta dalam proses pendidikan akhlak dan

memperbaiki moral masyarakat. Karena itu, bahwa pendidikan akhlak

dapat membentuk watak seseorang. Ia bisa berkembang secara sistematis

dan harmonis sesuai dengan perkembangan hidupnya. 1

Akhlak merupakan sebuah sistem yang lengkap terdiri dari

karakteristik-karakteristik akal atau tingkah laku yang membuat seseorang

menjadi istimewa. Karakteristik-karakteristik ini membentuk kerangka

1
Damanhuri, Akhlak Perspektif Tasawuf Syeikh Abdrrauf As-Singkili. Jakarta: Lectura
Press, 2014, hal. 47.
12

psikologi seseorang dan membuatnya berperilaku sesuai dengan dirinya

dan nilai yang cocok dengan dirinya dalam kondisi yang berbeda-beda.

Berdasarkan hal diatas tampak jelas bahwa akhlak merupakan

suatu keadaan jiwa yang diperlihatkan dalam perangai atau tingkah laku

yang muncul secara spontan. Tingkah laku tersebut merupakan perbuatan-

perbuatan yang sifatnya tidak memerlukan pemikiran. Manusia akan

memiliki akhlak terpuji melalui pendidikan akhlak yang baik ketika di

lingkungan masyarakat maupun di lingkungan keluarga.

Lingkungan keluarga merupakan pusat pendidikan yang penting

dan menentukan, karena itu tugas pendidikan keluarga adalah mencari cara

membantu para ibu dalam tiap keluarga agar dapat mendidik anak-anaknya

dengan optimal. Anak-anak yang biasa turut serta mengerjakan segala

sesuatu pekerjaan di dalam keluarga dengan sendirinya mengalami dan

mempraktekkan bermacam-macam kegiatan yang amat berfaedah bagi

pendidikan keluarga, watak dan budi pekerti seperti kejujuran, keberanian,

ketenangan dan sebagainya. Keluarga juga membina dan mengembangkan

perasaan sosial anak seperti hidup hemat, menghargai kebenaran,

tenggangrasa, menolong orang lain, hidup damai dan sebagainya.

Al-Qur‟an menjadi way of life dalam kehidupan seorang muslim

untuk menyelesaikan segala persoalan dan kesulitan. Hal ini dikarenakan

dalam al-Qur‟an terdapat banyak ayat yang membicarakan konsep

kehidupan, di antaranya konsep tentang budi pekerti, ekonomi,

pemerintahan, hubungan manusia dengan Allah dan hubungan manusia


13

dengan sesamanya.2 Salah satu yang dibicarakan oleh al-Quran adalah

tentang berbakti kepada kedua orang tua.

Kedua orang tua adalah sosok yang banyak mencurahkan kasih

sayangnya sejak seorang anak belum lahir dalam kandungan sampai

menjadi dewasa dan mandiri. 3 Sebagian orang munkin mengira, bahwa

sopan santun hanya berlaku bagi seorang anak terhadap orang tuanya,

tidak sebaliknya. Kedua orang tua harus memperhatikan kesehatannya

sejak dalam kandungan, seperti makanan ibunya harus bergizi baik,

ketenangan dan ketentraman jiwanya jangan sampai terganggu. Kemudian

begitu anak lahir, diazankan dan diiqamatkan, sebagai langkah awal

memperdengarkan dan menanamkan kalimat tauhid kepada si anak.

Sesudah itu, tentu masih banyak yang harus dilakukan oleh kedua orang

tua terhadap anaknya, seperti menyusukannya, menyediakan biaya hidup,

biaya pendidikan dan menanamkan ajaran Islam secara sempurna. 4

Ibu dan ayah adalah kedua orang tua yang sangat besar jasanya

kepada anaknya, dan mereka mempunyai tanggung jawab yang besar. Jasa

mereka tidak dapat dihitung dan dibandingkan dengan harta, kecuali

mengembalikan menjadi orang merdeka.5 Dalam kehidupan sehari-hari

mereka berusaha dengan segenap kemampuan, mengasuh, mendidik serta

memelihara anak-anaknya agar menjadikan keturunan yang baik. Jerih

2
Sayyid Qutb, Petunjuk Jalan, terj.: Abdul Hayyie al-Kattani, cet, 1, Jakarta: Gema
Insani Press, 2001, hal. 27.
3
Shihab, Birrul Walidain: Wawasan alQur‟an tentang Bakti Kepada Ibu Bapak
Tanggerang: Lentara Hati, 2014, hal. 1.
4
M. Ali Hasan, Kumpulan tulisan M. Ali Hasan (Jakarta: Prenada Media, 2003, hal. 211.
5
A. Mustofa, Akhlak Tasawuf, Bandung: Pustaka Setia, 1997, hal. 167.
14

payah mereka adalah untuk kepentingan anak-anaknya. Hal inilah yang

menuntut penghargaan anak-anak, penghargaan dalam arti penghormatan

dan rasa terima kasih secara wajar. 6 Bahkan Allah telah menjadikan

keridhaan-Nya terletak pada keridhaan orang tua, kebencian-Nya pada

kebencian orang tua, dan menjadikan kedua orang tua sebagai pintu tengah

surga, bahkan menjadikan surga berada di bawah telapak kaki keduanya. 7

Permohonan ampun tidak akan di terima tanpa keridhaan orang tua,

karena harum surga yang tercium dari jarak perjalanan seribu tahun tidak

akan tercium oleh seorang yang durhaka kepada orang tuanya. Ini

memberikan isyarat bahwa para pendurhaka kepada orang tuanya bukan

hanya tidak akan masuk surga, tetapi mereka juga akan tetap berada di

tempat yang jauh dari surga dan tidak sanggup mendekatinya. 8

Firman Allah dalam surat Al Isra ayat: 23

    


  
   
  
    
   
   

Artinya: „Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan


menyembah selain dia dan hendaklah berbuat baik pada ibu
bapakmu dengan sebaik-baiknya, jika salah seorang diantara
keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali jangan mengatakan “ah” dan

6
M. Ali Hasan, Mengamalkan Sunnah Rasulullah, Jakarta: Prenada Media, 2003, hal.
181.
7
Abdul Aziz ibn Fauzan ibn Shalih al-Fauzan, Fiqih Sosial:Tuntunan dan Etika Hidup
Bermasyarakat, Jakarta: Tim Qisthi Press, 2007, hal. 239.
8
Abu Hamida, Super Berkah Buah Manis Berbakti Kepada Ibu Bapak (Bandung: Pustaka
Hidayah, 2009, hal. 13-14.
15

janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada


mereka perkataan yang mulia.”

Firman Allah tersebut dijelaskan dalam tafsir Quraish Shihab 9

bahwa bakti kepada orang tua yang diperintahkan agama Islam adalah

bersikap sopan kepada keduanya dalam ucapan dan perbuatan sesuai

dengan adat kebiasaan masyarakat, sehingga mereka merasa senang

terhadap kita, serta mencukupi kebutuhan-kebutuhan mereka yang sah dan

wajar sesuai kemampuan kita sebagai anak.

Menghormati dan berbuat baik kepada kedua orang tua sebenarnya

merupakan dorongan fitrah manusiawi. Setiap anak yang dibesarkan dalam

sebuah keluarga yang normal dengan sendirinya akan memiliki rasa terima

kasih dan hormat kepada kedua orang tua. Namun, dalam

perkembangannya perasaan ini akan mengambil bentuk dan kadar yang

berbeda-beda pada masing-masing anak, dan tidak jarang karena pengaruh

budaya, pergaulan, dan pendidikan yang salah, rasa hormat dan terima

kasih ini mulai terkikis sedikit demi sedikit. Oleh karena itu, Islam tidak

menyerahkan masalah ini pada perasaan manusia semata. Islam

memberikan aturan-aturan yang perlu dalam masalah menghormati kedua

orang tua dan menjaga hak-hak mereka. Rasulullah saw sebagai teladan

utama yang menjadi kiblat segala laku perbuatan pengikutnya maka orang

tua yang tidak dapat memberikan contoh teladan yang baik kepada anak-

9
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al Qur‟an Vol1.
Jakarta: Lentera Hati, 2006, hal. 443.
16

anaknya, begitu pula anak-anaknya kepada orang tuanya, semua itu akan

mempengaruhi pandangan hidup si anak terutama akhlaknya.

Lingkungan keluarga pada dasarnya merupakan lingkungan yang

paling utama dan terpenting bagi anak dalam memperoleh pendidikan

terutama dari orang tuanya. Sebagai pihak yang terdekat dengan anak,

kedua orang tua bertanggung jawab dalam memberikan keteladanan.

Kedua orang tua adalah yang menjadi perantara hadirnya anak di dunia.

Lebih dari itu, mereka adalah orang yang penuh kasih sayang, merawat,

membesarkan, mendidik dan mencukupi segala kebutuhan anak. Maka,

kedua orang tua itulah yang lebih dahulu yang wajib dihormati dan tidak

boleh menyakitinya. Dasar manusia berbuat baik kepada orang tua adalah

Firman Allah surat al-Ankabut ayat 8.

           

            

               

  

Artinya: “Dan kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada


dua orang ibu-bapaknya. Dan jika keduanya memaksamu untuk
mempersekutukan aku dengan sesuatu yang tidak ada
pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti
keduanya. Hanya kepadaKu-lah kembalimu, lalu aku kabarkan
kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.10

Menurut Quraish Shihab ayat di atas membicarakan larangan

mengikuti orang tua yang memaksa anaknya mempersekutukan Allah,

namun sebelum menegaskan larangan itu, dikemukakan terlebih dahulu


10
Departemen Agama Republik Indonesia, Al Quran dan Terjemahannya. Bandung: PT.
Sygma Examedia Arkanleema, 2009, hal 397
17

prinsip dasar perlakuan anak terhadap orang tunya, kendati agama dan

kepercayaan mereka berbeda dengan agama anak. Ayat di atas

menyatakan: kami telah menetapkan kewajiban mengesakan Allah swt.

(Dan kami telah mewasiatkan) yakni berpesan kepada (manusia) wasiat

yang baik, yaitu agar berbuat baik dan berbakti (terhadap kedua orang

tuanya) dan kami berpesan juga kepada mereka bahwa jika kedua orang

tuanya bersugguh-sungguh (memaksamu untuk mempersekutukan Aku

dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuan tentang orang tua), apalagi

setelah aku dan para rasul menjelaskan kebatilan mempesekutukan Allah

dan setelah engkau mengtahui bila menggunakan nalarmu, (maka

janganlah engkau mematuhi keduanya) karena tidak boleh mematuhi satu

makhluk pun dalam kedurhakan kepada Allah. 11

Berbakti kepada orang tua berarti menjalin hubungan baik dengan

orang tua dengan didasari cinta dan rendah diri, bukan didasari rasa takut

mendapat ancaman atau takut tidak dipenuhi kebutuhannya. Jadi,

perbuatan bakti tersebut harus benar-benar tulus untuk kedua orang tua,

tidak disertai dengan motif-motif mencari keuntungan atau keterpaksaan.

Dalam kisah Uwais al-Qarni terdapat nilai-nilai pendidikan akhlak

kepada orang tuanya dengan menunjukan baktinya yang begitu tulus.

Beliau merupakan seorang thabi‟in yang ikut menanggalkan giginya ketika

mendengar Nabi perang dan tanggal giginya. Begitu besar cintanya, dia

sangat ingin bertemu dengan Nabi Muhammad. Dia adalah seorang yang

11
Ibid. hal. 446
18

zuhud dan sangat patuh terhadap ibunya. Pemuda itu adalah Uwais al-

Qarni, pemuda yang sangat istimewa dimata Nabi. Dia tak dikenal di Bumi

namun terkenal di langit.

Rasulullah menuturkan secara singkat bagaimana ciri-ciri dan jati

diri Uwais bin Amir itu, dengan bersabda. “Dia itu (Uwais) adalah seorang

penduduk Yaman yang bersama ibunya. Uwais adalah seorang anak yang

sangat berbakti kepada ibunya. Uwais pernah menderita penyakit kusta.

Kemudian ia ber‟doa kepada Allah agar disembuhkan penyakitnya dan

disehatkan seperti sedia kala. Maka Allah mengabulkan do‟anya, sehingga

ia bisa sembuh dari penyakitnya. Namun masih terlihat bekasnya sebesar

biji mata uang dirham di tangannya. Uwais termasuk tokoh tabi‟in.”

Tentu saja setelah mendengar penuturan Rasulullah, Abu Bakar

dan Umar menjadi sangat penasaran terhadap sosok Uwais bin Amir al-

Qarni. Mereka ingin bertemu dan berhadapan langsung dengan orang yang

bernama Uwais bin Amir itu, agar bisa minta untuk dido‟akan olehnya.

Sayangnya, sampai mangkat Abu Bakar belum sempat bertemu

dengannya. 12

Dia adalah pemimpin para ahli ibadah, tokoh para pribadi pilihan

dari para ahli zuhud. Dialah Uwais bin Amir Abu Amr al-Qarni al-Muradi

al-Yamani rahimahullah. Uwais rahimahullah sibuk dengan ibadah.

Perhatiannya yang penuh kepada Khaliq-Nya menjadikannya tidak bisa

berkonsentrasi penuh untuk menuntut ilmu. Seorang pribadi shaleh seperti

12
Saiful Hadi El-Sutha, Mau Sukses? Bebakti Pada Orang Tua! (Jakarta: Penerbit
Erlangga, 2009), hal. 9-10.
19

ini sebetulnya dapat melihat Rasulullah saw. Dan meraih kedudukan

sabagai seorang sahabat beliau. Apakah yang menghalanginya untuk

berjumpa Rasulullah saw. Sehingga Ia tidak bisa meraih tujuan luhur yakni

menjadi sahabat Rasul? Penghalang itu adalah birrul walidain (berbakti

kepada kedua orang tua). Ia tekun mengurusi mereka dan patuh kepada

mereka. Uwais rahimahullah mempunyai seorang ibu yang kepadanya Ia

berkhidmat dan berbakti sehingga ia tidak sempat bertemu dengan Rasul

saw. Ia tidak mempunyai waktu untuk berjumpa dengan Rasulullah saw,

tetapi Allah swt mengetahui niatnya yang suci. Suatu keikhlasan yang

tiada duanya.

Allah swt memelihara keberuntungan pria yang shaleh ini berupa

pahala dan kemuliaan. Ia memang tidak sempat meraih kemuliaan sebagai

sahabat Rasulullah, namun Ia mendapatkan kemuliaan lain melalui

baktinya kepada orang tua, ia memperoleh kedudukan luhur yang tidak

digapai kecuali oleh orang-orang yang suci yang terdiri atas sahabat Nabi,

sungguh, ini adalah kesaksian Ilahiyah, Kesaksian yang tidak ada lagi

kesaksian setelahnya. Betapa Umar ibnul Khatab rindu ingin berjumpa

dengan Uwais setelah Ia mendengar kesaksian ini yang meluncur dari

mulut Rasulullah saw. Seorang pria seperti ini dinyatakan oleh Rasulullah

sebagai orang yang bergelimang kebaikan dan keshalehan, padahal Ia tidak

pernah bersua dengan Rasulullah saw. Tidaklah diragukan laki-laki yang

keadaannya seperti ini mempunyai kedudukan istimewa.Umar ibnul


20

Khatab al-Faruq kagum sebagaimana kita, sehingga bertekad untuk

mencarinya agar dapat berjumpa dengannya.

Sekarang ini, seiring dengan berkembangnya zaman, semakin

banyak juga perubahan terhadap pola kehidupan dalam bermasyarakat.

Dengan adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dialami,

tidak sedikit dampak negatifnya terhadap sikap hidup dan perilaku

manusia. Termasuk di dalamnya akhlak anak terhadap kedua orang tua

yang tampaknya tidak sedikit di antara mereka cenderung menjadi tidak

patuh lagi, lalai terhadap kewajibannya dan lebih sibuk dengan hal-hal

yang bersifat kesenangan duniawi semata tanpa memperhatikan mutlak

mereka. 13

Sesungguhnya, krisis yang dialami manusia sekarang ini tidak lain

juga disebabkan oleh karena tidak adanya panutan ketuhanan yang benar,

yang tokohnya adalah Nabi Muhammad saw. Supaya manusia kembali

kepada petunjuk Tuhan dan keluar dari kegelapan, Maka para orang tua

harus mengajarkan pada putra-putrinya untuk mencintai Nabi dan

mengamalkan kepribadian beliau kepada mereka. 14

Pada realitanya, fenomena yang terjadi di zaman sekarang ini,

masih ada anak yang belum memperlakukan orang tuanya dengan baik.

Beberapa permasalahan yang terjadi di tengah masyarakat yang berkaitan

dengan akhlak anak terhadap kedua orang tuanya adalah kasus

13
Syaikh „Ali Ahmad al-Jurjawi, Hikmah Dibalik Hukum Islam, Jakarta: Mustqim, 2003,
hal. 510-511.
14
Jamal Abdulrahman, Pendidikan ala kanjeng nabi, Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2004,
hal.190.
21

pembunuhan. Perbuatan anak yang sangat keji terhadap orang tuanya

sangat jauh dan menyimpang dari ajaran agama Islam. Salah satu sebuah

kasus yang dimuat oleh:

Dua kasus pembunuhan sadis yang dilakukan seorang anak


terhadap orang tua kandung membuat geger di Lampung. Dua
kasus tersebut terjadi dalam kurun waktu 7 bulan terakhir. Kasus
terbaru terjadi di Desa Teluk Dalem, Kecamatan Mataram Baru,
Lampung Timur, Senin (25/5/2020). Sebelumnya, kasus
pembunuhan sadis terhadap orang tua kandung juga pernah terjadi
di Kabupaten Pringsewu, Lampung, pada Oktober 2019.15

Kutipan berita diatas menggambarkan bahwa masih ada seorang

anak memiliki akhlak yang tercela. Karena akhlak tercela tersebut

menjadikan seorang anak mengakhiri kehidupan orang tuanya. Sebagian

generasi muda melakukan tindak kekerasan terhadap orang tuanya sendiri.

Fenomena tersebut sangat memprihatinkan dan tidak sejalan dengan

pendidikan Islam. Maka dari itu, seorang anak harus dibekali dengan

pendidikan akhlak yang benar agar dapat menghormati dan berbakti

kepada kedua orang tuanya.

Dalam kenyatannya seiring pertumbuhan zaman semakin lama

semakin sering dijumpai perilaku yang tidak patuh dan anak menjadi

sering sinis kepada orang tua. Jangankan mencium tangan kedua orang tua,

untuk senyumpun terkadang berat untuk melakukannya. Bahkan, ucapan

dan tindakan anak seakan-akan seperti pisau yang sering mengiris hatinya.

Lebih dari itu, seringkali seorang anak begitu mudah menyuruh orang

15
https://www.lampung77.com/2-kasus-anak-bunuh-orang-tua-kandung-yang-
menggegerkan-di-lampung/
22

tuanya. Tidak ada bedanya seperti pesuruh yang dihormati sekadarnya.

padahal tenaga, keringat dan darah mereka habis untuk memperjuangkan

demi kehidupan keluarga. Lebih parahnya lagi, ada sebagian anak yang

tidak mau memuliakan orang tuanya. Manakala orang tua semakin tua

dirasakan semakin merepotkan dan mengganggu aktifitasnya dan anak

tidak mau mengurus orang tuanya. Berbagai kedurhakaan dilakukan di

berbagai tempat dengan ragam variasi dan bentuknya, dimulai dari

kedurhakaan paling ringan hingga kedurhakaan yang paling berat, seperti

membunuh.

Mayoritas anak terbius dengan angan-angan kosong. Mereka

menggantungkan cita-cita yang tinggi, akan tetapi semakin tinggi cita-cita

tersebut berdampak pada degradasi moral. Degradasi tersebut semakin

tampak dan memprihatinkan ketika banyak anak yang berbuat durhaka

kepada kedua orang tua, bahkan ada yang sampai tega membunuhnya.

Saat ini ummat Islam mengalami degradasi moral. Khususnya pada

kalangan remaja. Istilah Kebo nyusul gudel sekarang mungkin lebih pantas

untuk menyatakan realita. Orang tua yang mengikuti kemauan anak bukan

anak yang patuh terhadap orang tua, semua menjadi terbalik, anak-anak

semaunya sendiri tanpa menghormati orang tua.

Dengan adanya fenomena seperti yang telah disebut diatas penulis

mengangkat skripsi dengan judul “Pendidikan Akhlak Kepada Orang

tua Dalam Kisah Uwais Al-Qarni Sang Penghuni Langit Kekasih


23

Tuhan Semesta Alam Karya Muhammad Vandestra” dengan

pengangkatan judul ini penulis berharap dapat memberikan kontribusi

kepada berbagai pihak yang membutuhkan.

B. Identifikasi Masalah

Dalam penjabaran latar belakang di atas, maka permasalahan yang

dapat diidentifikasi sebagai berikut :

1. Banyaknya anak yang tidak menggunakan kata yang halus ketika

berbicara dengan orang tua.

2. banyak anak yang tidak berpamitan dengan orang tua ketika akan

berangkat.

3. banyaknya anak yang tidak menuruti perintah orang tuanya.

4. Masih terdapat anak yang menunjukkan perilaku tercela, membentak,

menyuruh, bahkan membunuh orang tuanya.

C. Batasan Masalah

Pembatasan masalah dimaksudkan untuk membatasi masalah yang

sudah teridentifikasi. Judul penelitian ini adalah “Pendidikan Akhlak

Kepada Orangtua Dalam Kisah Uwais Al-Qarni Sang Penghuni Langit

Kekasih Tuhan Semesta Alam Karya Muhammad Vandestra”.

D. Rumusan Masalah

Rumusan masalah berisi penegasan mengenai pertanyaan-

pertanyaan yang hendak dicarikan jawabannya. Di dalamnya tercakup

keseluruhan ruang lingkup masalah yang akan di teliti berdasarkan


24

identifikasi dan pembatasan masalah. Adapun rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah bentuk-bentuk pendidikan akhlak kepada Orang tua

yang terkandung dalam kisah kehidupan Uwais al-Qarni sang

penghuni langit kekasih Tuhan semesta alam oleh Muhammad

Vandestra?

2. Bagaimanakah relevansi pendidikan akhlak kepada Orangtua yang

terkandung dalam kisah kehidupan Uwais al-Qarni sang penghuni

langit kekasih Tuhan semesta alam oleh Muhammad Vandestra

terhadap akhlak generasi sekarang?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pokok permasalahan di atas, maka ada beberapa

tujuan yang hendak dicapai, antara lain:

1. Untuk mendeskripsikan bentuk-bentuk pendidikan akhlak kepada

Orang tua yang terkandung dalam kisah kehidupan Uwais al-Qarni

sang penghuni langit kekasih Tuhan semesta alam oleh Muhammad

Vandestra.

2. Untuk mendiskripsikan relevansi pendidikan akhlak kepada Orangtua

yang terkandung dalam kisah kehidupan Uwais al-Qarni sang

penghuni langit kekasih Tuhan semesta alam oleh Muhammad

Vandestra terhadap akhlak generasi sekarang.


25

F. Kegunaan Penelitian

Dalam penelitian ini diharapkan dapat membawa manfaat baik

secara teoritik maupun praktis.

1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat secara teoritis,

dapat berguna sebagai sumbangan pemikiran dalam dunia pendidikan

khususnya pendidikan Islam.

2. Manfaat praktis

a. Bagi Penulis

Menambah wawasan penulis mengenai pendidikan akhlak

terhadap orang tua dalam kisah Uwais al-Qarni yang dapat

dijadikan sebagai pedoman dalam bersikap dan berperilaku.

Dapat juga dijadikan sebagai bekal untuk menerapkan nilai-nilai

tersebut dalam keluarga, masyarakat dan kepada anak didiknya.

b. Bagi Pembaca

Memberikan pengetahuan mengenai betapa pentingnya

akhlak terhadap Orangtua yang harus diterapkan dalam

kehidupannya.

G. Penjelasan Judul

Untuk memberikan gambaran yang jelas dan mempermudah

pembahasan serta menghindari kesalahpahaman terhadap judul

“Pendidikan Akhlak Terhadap Orangtua Dalam Kisah Uwais Al-Qarni

Sang Penghuni Langit Kekasih Tuhan Semesta Alam Karya Muhammad


26

Vandestra”. Maka penelitian ini akan menjelaskan beberapa istilah pokok

yang terhadap dalam judul tersebut, yaitu:

1. Pendidikan Akhlak

Pengertian pendidikan akhlak terbentuk dari dua kata yaitu

“pendidikan” dan “akhlak”, sehingga untuk memudahkan dalam

memahami pengertian pendidikan akhlak harus dipahami kedua kata

tersebut.

a. Pendidikan

Pendidikan berasal dari kata “didik”, lalu mendapat awalan

pe- dan akhiran -an yang artinya proses pengubahan sikap dan tata

laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan

manusia melalui upaya pengajuan dan pelatihan, proses, cara,

perbuatan mendidikan.16

Menurut Dr. M. Fadhil al-Jamaly bahwa pendidikan adalah

upaya pengembangan, mendorong serta mengajak manusia lebih

maju dengan berdasarkan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan

yang mulia, sehingga terbentuk pribadi yang lebih sempurna, baik

yang berkaitan dengan akal, perasaan maupun perbuatan.17

b. Akhlak

Secara etimologis “akhlak” berasal dari bahasa arab, yaitu

khalaqa-yakhluqu-khalqan yang artinya tingkah laku, perangai,

16
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai
pustaka, 2007, hal 263.
17
Jalaludin Rakhmat, Psikologi komunikasi edisi revisi, Bandung: PT remaja rosdakarya,
2001, hal 73.
27

tabiat, watak, moral atau budi pekerti. 18 Sedangkan secara

terminologis ada beberapa definisi tentang akhlak. Diantaranya:

Imam Ghazali menerangkan bahwa akhlak adalah sifat yang

tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan

dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan

pertimbangan.19

Dengan demikian akhlak berarti sikap yang timbul dari dalam diri

manusia, yang menimbukan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan

mudah.

Jadi dapat diapahmi bahwa, pendidikan akhlak dalam ajaran agama

islam merupakan kaidah untuk mengerjakan perbuatan baik dan buruk

yang tertera dalam al-Qur‟an dan Hadits. Sesungguhnya sejalan dengan

semangat ajaran al-Qur‟an dan Hadits yang sangat menekankan kepada

perbaikan mental spiritual, moral, dan akhlak manusia.

2. Orang tua

Dalam KBBI dijelaskan bahwa “Orang tua adalah ayah ibu

kandung“. Orangtua adalah ibu bapak yang dikenal mula pertama oleh

putra putrinya. Orangtua merupakan pendidik utama dan pertama bagi

anak-anak mereka, karena dari mereka lah anak mula-mula menerima

pendidikan.

18
Mahmud Yunus, Arab Indonesia, Ciputat: Mahmud Yunus Wa Dzuriyyah, 2007, hal.
120.
19
Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2006, hal. 2.
28

3. Kisah

Menurut bahasa, kata kisah berasal dari bahasa arab, yaitu qassas.

Kata qassas sendiri merupakan jamak dari kata qisas yang berarti

mengikuti jejak atau menelusuri bekas atau cerita. 20

Sedangkan menurut istilah qasas al-Qur‟an adalah pemberitaan al-

Qur‟an tentang hal ihwal ummat yang telah lalu, kenabian yang

terdahulu dan kejadian-kejadian yang telah terjadi. Al-Qur‟an banyak

berisi cerita peninggalan jejak setiap ummat Ia menceritakan semua

keadaan mereka dengan cara menarik dan mempesona. 21

Jadi yang dimaksud dengan pengertian judul diatas adalah: suatu

gambaran atau pendapat tentang upaya Pendidikan Akhlak Terhadap

Orang tua Dalam Kisah Uwais Al-Qarni Sang Penghuni Langit Kekasih

Tuhan Semesta Alam Karya Muhammad Vandestra”

H. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah dalam pembahasan penelitian, maka

disusunlah sistematika penulisan skripsi ini secara garis besar sebagai

berikut:

Bab I. Berisi Pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah,

identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan

penelitian, metode penelitian, penjelasan judul dan sistematika penulisan.

Bab II. Berisi tentang kajian teori yang meliputi: Konsep

Pendidikaan Akhlak, pengertian Pendidikan akhlak, macam-macam


20
Abdul Djalal, Ulumul Qur‟an, Surabaya: Dunia Ilmu, 2008, hal. 293-294.
21
Al-Qattan, Manna, Mabahith fi Ulum Al-qur‟an. T.k.t: Maktabah Wahbah, 2000, hal.
300.
29

akhlak, bentuk-bentuk akhlak kepada orang tua, keutamaan akhlak kepada

orang tua. Orang tua, pengertian orang tua, dan tanggung jawab orang tua.

Kisah, pengertian kisah, macam-macam kisah dalam Al-Qur‟an, dan

tujuan kisah.

Bab III. Meliputi metode penelitian yang terdiri dari jenis

penelitian, data dan sumber data, teknik pengumpulan data, dan teknik

keabsahan data teknik analisis data.

Bab IV. Hasil penelitian, bab ini terdiri dari bentuk-bentuk

pendidikan akhlak kepada orang tua dalam kisah Uwais al-Qarni, dan

relevansi pendidikan akhlak yang terdapat dalam kisah Uwais al-Qarni

terhadap akhlak generasi sekarang.

Bab V. Penutup, yang berisikan kesimpulan dan saran.


BAB II

KAJIAN TEORI

A. Konsep Pendidikan Akhlak Akhlak

1. Pengertian Pendidikan Akhlak kepada orang tua

Pendidikan akhlak terhadap orang tua merupakan suatu

rangkaian kata yang terdiri dari dua kata yaitu pendidikan dan akhlak

terhadap orang tua. Untuk mengetahui defenisi pendidikan akhlak

terhadap orang tua secara benar, terlebih dahulu perlu diketahui

pengertian pendidikan dan akhlak terhadap orang tua itu sendiri,

sehingga dari kedua defenisi tersebut dapat diketahui pengertian

pendidikan akhlak kepada Allah secara tepat dan akurat.

Istilah pendidikan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

(KBBI) berasal dari kata “didik” yang artinya “memelihara dan

memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan

pikiran”.22

Dalam Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional Bab 1 Pasal 1 menyebutkan bahwa:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk


mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.

22
Departemen Pendidikan Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai
Pustaka, 2008, hal. 425.

13
31

Adapun arti pendidikan menurut istilah yang dikemukakan

oleh para ahli pendidikan diantaranya sebagai berikut:

Sedangkan menurut Tokoh Pendidikan Nasional, Ki Hajar

Dewantara sebagaimana dikutip oleh Nanang Purwanto berpendapat

bahwa:

Pendidikan adalah sebagai daya upaya untuk memajukan

perkembangan budi pekerti (kekuatan batin), pikiran (intelek) dan

jasmani anak-anak. Maksud dari pernyataan tersebut adalah supaya

kita dapat memajukan kesempurnaan hidup, yaitu kehidupan dan

penghidupan anak-anak, selaras dengan alamnya dan masyarakatnya.23

Menurut M. Arifin pendidikan sebagai usaha membina dan

mengembangkan pribadi manusia dari aspek-aspek rohanian dan

jasmaniah juga harus berlangsung secara bertahap. Oleh karena itu,

suatu kematangan yang berakhir pada optimalisasi perkembangan atau

pertumbuhan, baru dapat tercapai bilamana berlangsung melalui

proses demi proses kearah tujuan terakhir perkembangan atau

pertumbuhan.24

Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat penulis simpulkan

bahwa pendidikan adalah suatu proses atau usaha dari orang dewasa

yang telah sadar akan kemanusiaannya dalam membimbing, melatih,

mengajar dan menanamkan nilai-nilai dan dasar-dasar pandangan

hidup kepada generasi muda, supaya nantinya menjadi manusia yang


23
Nanang Purwanto, Pengantar Pendidikan, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2014, hal 23.
24
M. Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di Lingkungan Sekolah dan
Keluarga,Jakarta: Bumi Aksara, 1996, hal, 16.
32

sadar dan bertanggungjawab akan tugas-tugas hidupnya sebagai

manusia, sesuai dengan sifat dan ciri-ciri kemanusiaannya.

Akhlak berasal dari bahasa Arab, yaitu bentuk jamak dari kata

khuluqun yang artinya tabiat, budi pekerti, al-„aadat yang artinya

kebiasaan, al-muruua‟ah yang artinya peradaban yang baik, dan ad-

din yang berarti agama.25 Sedangkan pengertian akhlak menurut

istilah adalah kehendak jiwa manusia yang menimbulkan suatu

perbuatan dengan mudah karena kebiasaan tanpa memerlukan

pertimbangan pikiran terlebih dahulu.26

Dengan demikian, kata akhlak berarti sikap yang timbul dari

dalam diri manusia, yang terjadi tanpa pemikiran terlebih dahulu

sehingga terjadi spontan dan tidak dibuat-buat. Akhlak merupakan

sebuah sifat yang melekat dalam jiwa seseorang dan perangai, budi

pekerti tingkah laku baik atau buruk yang ditunjukan oleh sikap dari

manusia.

Berikut ini beberapa defenisi kata akhlak yang dikemukakan

para ahli:

Ibnu Maskawaih secara singkat mendefenisikan akhlak sebagai

“sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk

melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan

pertimbangan”. 27

25
Wahyudi Dedi, Pengantar Akidah Akhlak dan Pembelajarannya, hal 2.
26
Oemar Hamalik, Kurikulum dan pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara, 2001, hal. 57.
27
Anwar, Rosihon. Akhlak Tasawuf. bandung: pustaka setia, hal 13
33

Menurut Imam Ghazali, akhlak ialah “sikap yang mengakar

dalam jiwa manusia yang darinya lahir berbagai perbuatan dengan

mudah dan gampang, tanpa perlu kepada pikiran dan pertimbangan.

Jika sikap itu yang darinya lahir perbuatan yang baik dan terpuji, baik

dari segi akal syara”, maka ia disebut akhlak yang baik, dan jika yang

lahir darinya perbuatan yang tercela, maka sikap tersebut disebut

akhlak yang buruk. 28

Pendapat lain dari Dzakiah Drajat mengartikan akhlak sedikit

lebih luas yaitu “Kelakuan yang timbul dari hasil perpaduan antara

nurani, pikiran, dan kebiasaan yang menyatu, membentuk suatu

kesatuan tindakan akhlak yang dihayati dalam kenyataan hidup

keseharian”.29

Dari beberapa pengertian tersebut di atas, dapat dimengerti

bahwa akhlak adalah tabiat atau sifat seseorang, yakni keadaan jiwa

yang terlatih, sehingga dalam jiwa tersebut benar-benar telah melekat

sifat-sifat yang melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah dan

spontan tanpa dipikirkan dan diangan-angankan terlebih dahulu. Dapat

dipahami juga bahwa akhlak itu harus tertanam kuat/tetap dalam jiwa

dan melahirkan perbuatan yang selain benar secara akal, juga harus

benar secara syariat Islam yaitu al-Quran dan Sunnah.

Nasih Abdullah Ulwan mengatakan bahwa pendidikan akhlak

ialah serangkaian akhlak yang wajib dilakukan oleh peserta didik,


28
Ibid, hal, 13
29
Dzakiah Darajat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, Jakarta : CV.
Ruhama, 1993, hal. 10.
34

diusahakan dan dibiasakan sejak kecil hingga dewasa untuk

menyongsong kehidupan. Dalam hal ini tidak diragukan buah iman

yang meresap dalam pertumbuhan keberagaman yang sehat dalam diri

masingmasing anak.30

Menurut Mansur pendidikan akhlak dapat diartikan usaha

sungguh-sungguh untuk mengubah akhlak buruk menjadi akhlak yang

baik. Dapat diartikan bahwa akhlak itu adalah dinamis tidak statis,

terus mengarah kepada kemajuan, dari tidak baik menjadi baik, bukan

sebaliknya, yang dapat ditempuh dengan jalan mujahadah. Di samping

itu dapat pula ditempuh dengan melalui jalan riyadah. 31

Apabila diperhatikan dengan seksama, bahwasanya defenisi

pendidikan akhlak sebagaimana dijelaskan di atas tidaklah

bertentangan, melainkan saling melengkapi, yakni usaha untuk

mengubah akhlak yang buruk menjadi baik dan membimbing hati

mengarah menuju pada kebaikan. Sehingga pendidikan akhlak adalah

usaha sadar yang dilakukan oleh pendidik untuk membentuk tabiat

atau perilaku yang baik kepada manusia sehingga terbentuk manusia

yang taat pada Allah.

2. Dasar Pendidikan Akhlak

Dasar secara bahasa berarti “ fundamen, pokok atau pangkal

suatu pendapat (ajaran, aturan), atau asas”. Lebih lanjut dikatakan

30
Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan Anak Menurut Islam: Pendidikan Sosial Anak.
Penerjemah: Khalilullah Ahmas Masjkur Hakim, Judul asli Tarbiyatul Aulad fil Islam, Bandung:
Remaja Rosda Karya Offset, hal, 93
31
Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005,
hal, 274.
35

bahwa dasar adalah “Landasan berdirinya sesuatu yang berfungsi

memberikan arah kepada tujun yang akan dicapai” .32

Adapun yang menjadi dasar akhlak dalam Islam adalah al-Qur‟an dan

Sunnah.

a. Al-Qur‟an

Secara etimologi al-Qur‟an artinya bacaan. Kata dasarnya

qara‟a yang artinya membaca. Al-Qur‟an bukan hanya untuk

dibaca, akan tetapi isinya harus diamalkan. Oleh karena itu, al-

Qur‟an dinamakan kitab yang ditetapkan atau diwajibkan untuk

dilaksanakan. Adapun pengertian al-Qur‟an dari segi istilah, para

ahli memberikan defnisi sebagai berikut:

Al-Qur‟an merupakan wahyu yang diturunkan kepada nabi

Muhammad saw dengan cara berangsur-angsur dimulai di Mekkah

dan disudahi di Madinah menggunakan lafal bahasa Arab dan

maknanya yang benar, sebagai petunjuk-petunjuk bagi manusia.

Al-Qur‟an diturunkan untuk menjadi pegangan bagi manusia yang

ingin mencapai kebahagiaan dunia akhirat. Kitab suci al-Qur‟an

tidak pernah membisu untuk menjawab setiap permasalahan hidup

manusia. Namun pertimbangan dan petunjuk al-Qur‟an baru bisa

ditangkap jika manusia secara bijak dan cermat dapat mengenal

sifat-sifat yang dikandungnya dengan metode yang tepat.

32
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2010, Cet-8, hal.121
36

Di antaranya ayat al-Qur‟an yang menjadi dasar

pendidikan akhlak adalah seperti ayat di bawah ini:

        

         

           

            

                

  

Artinya“ Wahai anakku! Laksanakanlah shalat dan suruhlah (


Manusia ) berbuat yang makruf dan cegahlah ( mereka) dari yang
mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu,
sesungguhnya yang demikian itu termasuk perkara yang
diwajibkan. Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari
manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di muka bumi
dengan angkuh.Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang
sombong dan membanggakan diri.” (Q.S. Luqman: 17-18).

Ayat di atas menerangkan tentang akhlak manusia

terhadap Allah dan akhlak terhadap sesama manusia. Akhlak

terhadap Allah yaitu melaksanakan shalat sebagai ibadah wajib.

Sedangkan akhlak terhadap sesaama manusia adalah jangan

berjalan dengan angkuh di muka bumi. Maksudnya jangan

sombong.

Isi kandungan al-Qur‟an, pada garis besarnya mengandung

pokok-pokok ajaran sebagai berikut:

1. Prinsi-prinsip akidah (keyakinan), seperti iman kepada Allah,

Malaikat, kitab, rasul, hari akhir, qadha dan qadar.


37

2. Prinsip-prinsip syari‟ah yakni hukum yang mengatur hubungan

antara manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia

dan manusia dengan makhluk lainnya atau alam sekitarnya.

3. Janji dan ancaman

4. Ilmu pengetahuan

5. Sejarah atau kisah

b. sunnah

Dasar pendidikan akhlak berikutnya adalah sunnah.

Menurut bahasa, sunnah berarti “perjalanan atau sejarah, baik atau

buruk masih bersifat umum”. Sedangkan menurut istilah, sunnah

berarti “segala sesuatu yang disandarkan kepada nabi atau kepada

seorang sahabat atau seorang setelahnya (tabi‟in), baik berupa

perkataan, perbuatan, dan sifat”.33

Sebagai contoh kewajiban melaksanakan ibadah shalat

dalam surat al-Baqarah ayat 43. Allah berfirman:

          

    

Artinya: dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah


beserta orang-orang yang ruku'.

Sunnah berfungsi memperjelas atau merinci (menafsirkan)

apa yang telah digariskan dalam al-Qur‟an. Untuk itu hanya ada

satu jalan untuk mencapai keridhaan Allah swt. dan mendapatkan

kecintaan-Nya. Yaitu mengikuti jejak nabi Muhammad saw dan


33
Abdul Majid Khon, Hadits Tarbawi, (Jakarta: Kencana Premedia Group, 2012), hal. 4-
5
38

berjalan di atas sunnah beliau, sebagaimana firman Allah dalam

surat Ali Imran ayat 31:

                

                    

          

Artinya: Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah,


ikutilah Aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-
dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa ajaran islam serta

pendidikan akhlak terpuji sebagaimana yang telah dicontohkan

oleh nabi Muhammad saw harus diteladani agar manusia dapat

hidup sesuai dengan tuntunan syariat yang bertujuan untuk

kemaslahatan dan kebahagiaan manusia itu sendiri. Sesungguhnya

Rasulullah saw adalahcontoh serta teladan sempurna bagi umat

manusia yang mengajarkan serta menanamkan nilai-nilai akhlak

terpuji kepada umatnya.

3. Macam-macam Akhlak

Dalam kaitan pembagian akhlak ini, Ulil Amri Syafri mengutip

pendapat Nashiruddin Abdullah yang menyatakan bahwa:

Secara garis besar dikenal dua jenis akhlak; yaitu akhlaq al


karimah (akhlak terpuji), akhlak yang baik dan benar menurut
syariat Islam.Akhlak yang baik dilahirkan oleh sifat-sifat yang
baik pula, demikian sebaliknya akhlak yang buruk terlahir dari
sifat yang buruk. Sedangkan yang dimaksud dengan akhlaq al
mazmumah adalah perbuatan atau perkataan yang mungkar,
serta sikap dan perbuatan yang tidak sesuai dengan syariat
39

Allah, baik itu perintah maupun larangan-Nya, dan tidak sesuai


dengan akal dan fitrah yang sehat.34

Dengan peryataan di atas dapat di pahami, bahwa akhlak yang

terpuji adalah merupakan sikap yang melekat pada diri seseorang

berupa ketaatan pada aturan dan ajaran syariat Islam yang diwujudkan

dalam tingkah laku untuk beramal baik dalam bentuk amalan batin

seperti zikir dan doa, maupun dalam bentuk amalan lahir seperti

ibadah dan berinteraksi dalam pergaulan hidup ditengah-tengah

masyarakat. Sedangkan akhlak yang tercela adalah merupakan sikap

yang melekat pada diri seseorang, berupa kebiasaan melanggar

ketentuan syariat ajaran Islam yang diwujudkan dalam tingkah laku

tercela, baik dalam bentuk perbuatan batin seperti hasad, dengki,

sombong, takabur, dan riya, maupun perbuatan lahir seperti berzina,

menzholimi orang lain, korupsi dan perbuatan-perbuatan buruk

lainnya.

Sedangkan menurut Aminudin akhlak terbagi pada dua macam

yaitu akhlak terpuji (akhlakul mahmudah) dan akhlak tercela

(akhlakul madzmumah).

a. Akhlak Terpuji

Akhlak terpuji adalah sikap sederhana yang lurus sikap

sedang tidak berlebih-lebihan, baik perilaku, rendah hati, berilmu,

34
Ulil Amri Syafri, Pendidikan Karakter Berbasis Al Quran, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2014, hal. 74-75.
40

beramal, jujur, tepat janji, istiqomah, berani, sabar, syukur, lemah

lembut dan lain-lain.

b. Akhlak Tercela

AKhlak tercela yaitu semua apa-apa yang telah jelas

dilarang dan dibenci oleh Allah swt yang merupakan segala

perbuatan yang bertentangan dengan akhlak terpuji.35

Dari pemaparan diatas, maka penulis dapat menyimpulkan

bahwa akhlak terbagi atas dua bagian yang mana akhlak terpuji yaitu

semua perbuatan-perbuatan baik yang diperintahkan dan disenangi

Allah begitupun sebaliknya terhadap akhlak tercela yaitu perbuatan-

perbuatan yang dilarang dan dibenci Allah swt. Dengan demikian

akhlak yang baik akan memberikan pengaruh pada pelakunya begitu

juga sebaliknya dengan akhlak tercela.

4. Bentuk-Bentuk Akhlak Kepada Orang Tua

Seorang anak hendaknya berbakti kepada orang tua dengan

cara yang baik. Berbakti terhadap orang tua adalah kewajiban bagi

setiap anak. Beberapa bentuk-bentuk berbakti terhadap orang tua di

antara lain sebagai berikut:

a. Tidak mengucapkan kata-kata yang menyakitkan orang

tua, terutama saat mereka sudah lanjut usia

b. Tidak boleh membentak orang tua sehingga menimbulkan

sakit hati

35
Aminuddin,dkk, Membangun Karakter dan Kepribadian melalui Pendidikan Agama
Islam, Jakarta: Graha Ilmu, 2006, hal. 96.
41

c. Tidak boleh memandang rendah orang tua

d. Mengucapkan kata-kata yang mulia dan santun

e. Merendahlah kepada orang tua, baik dihadapan mereka

atau tidak

f. Mendoakan orang tua36

Cara-cara berbakti kepada orang tua tidak hanya ditunjukkan

ketika hidup namun ketika orang tua telah meninggal seorang anak

masih dapat menunjukkan baktinya terhadap orang tua, di antaranya

adalah sebagai berikut:

a. Berbakti kepada orang tua ketika masih hidup

1) Taati perintahnya

Sikap patuh adalah indikator utama berbakti kepada

orang tua dalam setiap rentang kehidupan sang anak. Sikap

patuh menjadi kunci dalam membuktikan diri bahwa

seseorang berbakti atau tidak terhadap orang tua.37

2) Ucapkan qaulan karima (perkataan yang bagus)

Setiap anak harus berusaha menyenagkan hati orang

tuanya dan jangan sampai orang tuanya menjadi murka,

kecuali bila orang tua murka dengan sebab kebaikan atau

kebenaran yang kita lakukan, hal ini karena sangat terkait

dengan ridha dan murka Allah swt.

36
Muhammad Arifuddin, Duhai Anakku. Sidoarjo: Kelompok Masmedia Buana Pustaka,
2009, hal. 15
37
Ibid, hal. 20
42

3) Membantu orang tua

Sebagai anak harus berusaha semaksimal mungkin

untuk bisa membantu orang tua bila berada dalam kesulitan,

bahkan orang tua adalah yang paling berhak untuk

mendapatkan bantuan dari anak-anaknya. 38

4) Merelakan harta yang diambil

Bila orang tua mengambil harta anaknya, maka sang

anak harus merelakan harta yang diambilnya itu bila

jumlahnya memang wajar. Hal ini karena orang tua sudah

begitu banyak berkorban dengan hartanya untuk mendidik

dan membesarkan sang anak. 39

5) Tidak memanggil dengan nama terangnya

Sebagai bentuk dari penghomatan anak terhadap

orang tuanya, sang anak tidak dibenarkan memanggil orang

tuanya dengan nama terangnya. Karena hal ini menunjukkan

kesejajaran, padahal anak lebih rendah dari orang tuanya. 40

6) Merendahkan diri kepadanya dan mendo‟akannya

Seorang anak hendaklah merendahkan diri dihadapan

orang tuanya meskipun sang anak lebih pintar, lebih kaya dan

berpengalaman dengan kedudukan yang tinggi di masyarakat.

Dan seorang anak juga amat di tekankan untuk selalu

38
fauzi ranchman, Islamic Relationship. Bandung: Erlangga, 2012, hal. 89
39
Ibid, hal, 89
40
Ibid, hal, 89
43

mendo‟akan orang tuanya agar selalu mendapatkan kasih

sayang dari Allah swt.

7) Menjalin silaturrahmi yang dijalin orang tua

Diantara keharusan lain yang harus dilakukan oleh

anak terhadap orang tuanya adalah menjalin silaturahmi dan

persahabatan dengan orang-orang yang telah dijalin

hubungan baiknya oleh orang tua. Hal ini merupakan salah

satu yang amat ditekankan oleh Rasulullah saw sebagai

amalan kebaikan yang sangat baik.41

b. Berbakti kepada orang tua setelah wafatnya

1) Memperbanyak doa dan istigfar untuk mereka karena Allah

swt akan mengangkat derajat mereka di Jannah dengan

banyaknya istigfar

2) Mengeluarkan sedekah untuk mereka setelah keduanya wafat

3) Berbuat baik kepada teman ayah atau ibu

4) Menyambung silaturrahim kepada kerabat ayah atau ibu. 42

Berdasarkan penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan

bahwa memenuhi hak orang tua dilakukan tidak hanya ketika orang

tua masih hidup, namun ketika orang tua telah meninggal, anak tetap

mendoakan dan menjaga silaturahni dengan keluarga atau saudara ibu

bapak. Ketika anak masih memiliki dan memenuhi hak orang tuanya,

dengan menjaga hubungan keluarga dan selalu mendoakan orang tua,

41
Ibid, hal, 92
42
Tatik Ummu Hanan, Akhlak Islami Si Buah Hati. Solo: Pustaka Arafah, 2006, hal. 28.
44

anak tersebut mempunyai kesempatan untuk mendapatkan pahala dari

Allah swt.

5. Keutamaan Akhlak Kepada Kedua Orang Tua

Birrul walidain merupakan salah satu ajaran Islam yang utama

dan tindakan yang mulia. Dikatakan demikian, karena dengan berbakti

kepada orang tua berarti kita telah menjalankan dua hal sekaligus,

yaitu melaksanakan perintah Allah swt dan berbuat baik kepada

sesama makhluk Allah swt, serta kedua-duanya merupakan tindakan

yang sangat terpuji.

Allah telah memerintahkan hambanya untuk berlomba-lomba

dalam menggapai ridha-Nya, dan Rasulullah saw. Telah menunjukkan

kepada umatnya tentang perkara-perkara yang bisa menghantarkan

kepada keridhaan Allah. Diantara perkara yang bisa menghantarkan

kepada keridhaan Allah adalah dengan berbuat baik kepada kedua

orang tua dan menjauhi perbuatan durhaka terhadap keduanya. Hal ini

disebabkan karena keridhaan Allah dan perilaku durhaka terhadap

kedua orang tua bisa menyebabkan kemurkaan Allah terhadap

hambanya tersebut, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits yang

artinya:

“Abu Hafs Amr bin Ali menceritakan kepada kami, Khalid bin
Al Harits menceritakan kepada kami, dari syu‟bah dari Ya‟la
bin Atha‟ dari ayahnya dari Abdillah bin Amr dari Rasulullah
bersabda: “Ridha Tuhan tergantung kepada ridha orang tua dan
kemarahan Tuhan tergantung kepada kemarahan orang tua”.43

43
MOH.Zuhri Dipl. TAFL dkk, Tarjamah Sunan At Tirmidzi jilid 3. CV. ASY SYIFA‟-
SEMARANG, 1992, hal. 433.
45

Sebagai seorang anak, sebaiknya selalu mengharap keridhaan

dari kedua orang tua dan memenuhi perintah-perintahnya, sepanjang

tidak berbuat maksiat. Anak juga selalu mementingkan keduanya

dengan mendahulukan keinginan-keinginannya daripada keinginan

pribadi. Memaksakan keinginan pribadi dapat membuat orang tua

marah dan murka. Murka orang tua merupakan murka Allah. Maka

sebagai seorang anak lebih berhati-hati dalam menjaga perasaan orang

tua.

Anak berbakti kepada orang tuanya akan memiliki nilai ibadah

melebihi ibadahnya orang-orang yang berjihad di jalan Allah swt.

Jihad merupakan salah satu dari keutamaan berbakti terhadap orang

tua karena dalam hadits telah dianjurkan manusia berjihad untuk

berbakti terhadap orang tua.

Menurut Yazid berbakti kepada orang tua memiliki keutamaan

dan ganjaran yang besar disisi Allah swt, diantaranya:

a. Berbakti kepada kedua orang tua adalah amal yang paling utama.

b. Ridha allah swt. Tergantung kepada keridaan orang tua.

c. Berbakti kepada orang tua dapat menghilangkan kesulitan yang

sedang dialami, yaitu dengan cara bertawassul dengan amal

shalih tersebut.

d. Berbakti kepada orang tua dapat memanjangkan umur dan

meluaskan rezeki.

e. Berbakti kepada orang tua dapat memasukan anak kedalam surga.


46

f. Dapat menghapus dosa-dosa.

g. Mendapatkan kedudukan yang mulia di dunia dan akhirat.44

Allah memberikan penghargaan yang sangat besar kepada

anak yang berbakti kepada orang tuanya. Anak yang berbakti kepada

orang tua juga akan memiliki nilai ibadah melebihi ibadahnya orang-

orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah. Sehingga dengan

berbakti terhadap kedua orang tua, Allah akan memberikan

kemudahan dan kebaikan terhadap anak itu sendiri.

B. Tujuan Pendidikan Akhlak

Pendidikan sebagai suatu kegiatan yang berproses dan terencana

sudah tentu mempunyai tujuan. Tujuan tersebut berfungsi sebagai titik

pusat perhatian dalam melaksanakan kegiatan serta sebagai pedoman guna

mencegah terjadinya penyimpangan dalam kegiatan.

Pada dasarnya tujuan pendidikan akhlak adalah agar setiap muslim

berbudi pekerti, bertingkah laku, berperangai, atau beradat-istiadat yang

baik sesuai dengan ajaran islam. Islam memiliki tujuan pendidikan akhlak

seperti shalat bertujuan untuk mencegah sesorang melakukan perbuatan

tercela, zakat untuk menyucikan harta dan membantu sesama, puasa

mendidik diri dari berbagai syahwat, haji untuk memunculkan tenggang

rasa dan kebersamaan dengan sesama.45

Rumusan yang sederhana namun cukup mengena ditawarkan oleh

Zakiah Daradjat. Menurutnya, tujuan pendidikan akhlak adalah untuk


44
Yazid Bin Abdul Qodir Jawas, Birrul Walidain: Berbakti Kepada Kedua Orang Tua.
Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi‟I, 2015, hal. 28.
45
Rosihan Anwar, Akhlak Tasawuf, Bandung, Pustaka Setia, 2010, hal, 25.
47

membentuk karakter muslim yang memiliki sifat-sifat terpuji. Zakiah

berpendapat bahwa dalam ajaran islam, akhlak tidak dapat dipisahkan dari

iman. Iman merupakan pengakuan hati, dan akhlak adalah pantulan iman

tersebut pada perilaku, ucapan, dan sikap. Iman adalah maknawi,

sedangkan akhlak adalah bukti keimanan dalam perbuatan, yang dilakukan

dengan kesadaran dan karena Allah semata. 46

Dalam hal ini, Zakiah menekankan bahwa akhlak merupakan

implementasi dari iman.Tujuan pendidikan akhlak dengan demikian

adalah untuk membuat peserta didik mampu mengimplementasikan

keimanan dengan baik.

C. Orang Tua

1. Pengertian

Menurut Miami dalam lestari orang tua adalah pria dan wanita

yang terkait dalam perkawinan dan siap sedia untuk memikul tanggung

jawab sebagai ayah dan ibu dari anak-anak yang dilahirkannya.

Sedangkan menurut Gunarsa dalam Slameto orang tua adalah dua

individu yang berbeda memasuki hidup bersama dengan membawa

pandangan, kebiasaan-kebiasaan sehari-hari. Selain itu, Nasution

dalam Slameto mengartikan orang tua adalah setiap orang yang

bertanggung jawab dalam suatu keluarga atau tugas rumah tangga yang

dalam kehidupan sehari-hari disebut sebagai bapak dan ibu. 47

46
Zakiah Darajat, Peranan Agama dalam Kesehatan Mental, Jakarta: CV Haji Msagung,
1993, hal, 67-70.
47
Jurnal Potensia, PG-PAUD FKIP UNIB, Vol. 2 No. 1.2017, hal. 42.
48

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa

peran orangtua adalah perilaku yang berkenaan dengan orang tua

dalam memegang posisi tertentu dalam lembaga keluarga yang

didalamnya berfungsi sebagai pengasuh, pembimbing dan pendidik

bagi anak.48

2. Tanggung Jawab Orang Tua dalam Mendidik Anak

Keluarga adalah suatu institusi yang terbentuk karena ikatan

perkawinan antara sepasang suami-istri untuk hidup bersama, seia

sekata, seiring, dan setujuan, dalam membina mahligai rumah tangga

untuk mencapai keluarga sakinah dalam lindungan dan rida Allah swt.

Di dalamnya selain ada ayah dan ibu, juga ada anak yang menjadi

tanggung jawab orang tua.

Tanggung jawab orang tua terhadap anaknya tampil dalam

bentuk yang bermacam-macam. Secara garis besar, bila dibutiri, maka

tanggung jawab orang tua terhadap anaknya adalah bergembira

menyambut kelahiran anak, memberi nama yang baik,

memperlakuakan dengan lembut dan kasih sayang, menanamkan rasa

cinta sesama anak, memberikan pendidikan akhlak, menanamkan

aqidah tauhid, melatih anak mengerjakan sholat, berlaku adil,

memperhatikan teman anak, menghormati anak, memberi hiburan,

mencegah perbuatan bebas, menjauhkan anak dari hal-hal porno (baik

porno aksi maupun pornografi), menempatkan dalam lingkungan yang

48
Ibid, hal. 42.
49

baik, memperkenalkan kerabat kepada anak, mendidik bertetangga dan

bermasyarakat. Sementara itu, Abdullah Nashih Ulwan membagi

tanggung jawab orang tua dalam mendidik bersentuhan langsung

dengan pendidikan iman, pendidikan moral, pendidikan fisik,

pendidikan rasio/akal, pendidikan kejiwaan, pendidikan sosial, dan

pendidikan seksual. 49

Konteksnya dengan tanggung jawab orang tua dalam

pendidikan, maka orang tua adalah pendidik pertama dan utama dalam

keluarga. Bagi anak, orang tua adalah model yang harus ditiru dan

diteladani. Sebagai model, orang tua seharusnya memberikan contoh

yang terbaik bagi anak dalam keluarga. Sikap dan perilaku orang tua

harus mencerminkan akhlak yang mulia. Oleh karena itu, Islam

mengajarkan kepada orang tua agar selalu mengajarkan sesuatu yang

baik-baik saja kepada anak mereka.50 Dalam satu hadisnya yang

diriwayatkan oleh Abdur Razzaq Sa‟id bin Mansur, Rasulullah saw

bersabda yang artinya:

“Ajarkanlah kebaikan kepada anak-anak kamu dan didiklah mereka


dengan budi pekerti yang baik.”

49
Syaiful Bahri, Pola Komunikasi Orang Tua Dan Anak Dalam Keluarga, Jakarta, PT
Rineka Cipta, 2004, hal. 28.
50
Ibid, hal. 29
50

D. Kisah

1. Pengertian kisah

Di dalam al-Quran kata qishash diungkapkan sebanyak dua

puluh enam kali dalam berbagai bentuk, baik fi‟il madly, mudari‟,

amar, maupun mashdar yang tersebar dalam berbagai ayat dan surat.51

Penggunaan kata yang berulang-ulang kali ini memberikan isyarat

akan urgensinya bagi umat manusia. Bahkan salah satu surat al-Qur‟an

dinamakan surat al-Qashash yang artinya kisah-kisah.

Secara bahasa, kata qashash berasal dari bahasa Arab dalam

bentuk mashdar yang dipetik dari kata qashasha yaqushshu qishashan

yang secara etimologi berarti mencari jejak. 52 Seperti didalam al-

Qur‟an surat al-Kahfi ayat 64 maksudnya kedua orang itu kembali

mengikuti jejak darimana keduanya datang. Kata qashash bisa

bermakna urusan, berita, kabar maupun keadaan. Ditemukan dalam

surat Ali Imron ayat 62 yang artinya sesungguhnya ini adalah berita-

berita yang benar.

Namun secara terminology, menurut Manna al-Khalil al-

Qathan mendefinisikan qishashul quran sebagai pemberitaan al-

Qur‟an tentang hal ihwal umat-umat dahulu dan para nabi, serta

peristiwa-peristiwa yang terjadi secara empiris. Ayat yang menjelaskan

tentang kisah-kisah inilah yang paling banyak mendominasi ayat-ayat

al-Qur‟an dengan menunjukan keadaan negeri-negeri yang


51
Hatta, Jauhar, “Urgensi Kisah-Kisah dalam Al-Qur‟an al-Karim bagi proses
Pembelajaran PAI pada MI/SD,” dalam Jurnal Al-Bidayah PGMI, Volume II, 2009, hlm, 14
52
Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia
51

ditempatinya dan peninggalan jejak mereka. 53 Hal ini diungkapkan

oleh al-Quran dengan menggunakan cara dan gaya bahasa yang

menarik dan atau dengan cara shuratan nathiqah (artinya seolah-olah

pembaca kisah tersebut menjadi pelaku sendiri yang menyaksikan

peristiwa itu).54 Menurut Hasbi al-Shiddiy qishahul quran adalah

kabar-kabar al-qur‟an mengenai keadaan umat yang telah lalu dan

kenabian masa dahulu serta peristiwa-peristiwa yang telah terjadi.

Dari pengertian yang dipaparkan diatas dapat dipahami bahwa

kisah-kisah yang ditampilkan al-Quran adalah agar dapat dijadikan

pelajaran dan sekaligus sebagai petunjuk yang berguna bagi setiap

orang beriman dan bertaqwa dalam rangka memenuhi tujuan

diciptakannya yaitu sebagai abdi dan khalifah pemakmur bumi dan

isinya. Serta memberikan pengertian tentang sesuatu yang terjadi

dengan sebenarnya agar dijadikan ibrah (pelajaran) umtuk

memperkokoh keimanan dan membimbing ke arah perbuatan yang

baik dan benar.55

2. Macam-macam kisah dalam Al-Qur’an

a. Kisah para nabi terdahulu

Bagian ini berisi ajakan para nabi kepada kaumnya,

mu‟jizat-mu‟jizat dari Allah yang memperkuat dakwah mereka,

53
Manna‟ Khalil al-Qaththan dalam Usman, Ilmu Tafsir, Yogyakarta: Teras, 2009, hal.
139.
54
Ibid, hal. 140.
55
Fajrul Munawir dkk, Al-Quran, (Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga,
2005, Hlm. 107.
52

sikap orang-orang yang memusuhinya, serta tahapan-tahapan

dakwah perkembangannya, dan akibat yang menimpa orang

beriman dan orang yang mendustakan para nabi.

Kisah-kisah para nabi tersebut menjadi informasi yang

sangat berguna bagi upaya meyakini para Nabi dan rosul Allah.

Keimanan pada para Nabi dan Rosul merupakan suatu keharusan

bagi umat Islam yang harus ditanamkan semenjak usia dini. Tanpa

adanya keyakinan ini, seseorang tidak akan bisa membenarkan

wahyu Allah swt yang terdapat dalam kitab Allah yang berisi

berbagai macam perintah maupun larangan-Nya. Jika seorang telah

memiliki kemantapan dalam mengimani para Nabi dan Rosul,

mereka aka dibawa dalam suatu keyakinan yang sama-sama

diimani semua Nabi, yakni keesaan Allah swt (tauhid).

Kisah Nabi juga bisa dijadikan teladan bagi kehidupan

seseorang. Keteladanan diperlukan agar seseorang memiliki sosok

yang bisa dijadikan idola. Misalnya sosok yang tampan seperti

Nabi Yusuf as, yang kaya seperti Nabi Sulaiman, yang handal

dalam pertempuran seperti Nabi Musa as. Dalam pembelajaran,

peserta didik memiliki bermacam-macam karakter, bakat, dan

pembawaan. Hal ini perlu dikembangkan dengan memberikan

kisah-kisah pilihan Nabi dan Rosul.

b. Kisah yang berhubungan dengan kejadian pada masa lalu dan

orang-orang yang tidak disebutkan kenabiannya.


53

Kisah tersebut ada yang patut kita teladani dan tidak perlu

diteladani. Kisah teladan dari selain para Nabi dan rasul dapat

dijadikan pelajaran bahwa baik yang bisa menjadi pilihan dan

teladan yang lain. Sedangkan kisah yang tidak patut diteladani juga

bermanfaat bagi upaya penjagaan diri agar tidak terjerumus pada

perbuatan yang sama. Dari dua model kisah yang baik dan buruk

bisa dijadikan bahan perbandingan pada diri peserta didik untuk

membentuk karakter masing-masing anak agar kelak dewasa tidak

masuk kedalam kelompok orang-orang yang tidak layak untuk

diteladani.

c. Kisah-kisah yang terjadi pada masa Rasulullah

Kisah tersebut dapat dipergunakan untuk memantapkan

keyakinan dan keimanan peserta didik agar benar-benar

mencontohkan kebaikan yang dilakukan para sahabat yang telah

berjuang dengan semangat.

3. Tujuan Kisah

Menurut Sayyid Quthb diantara tujuan kisah adalah:

a. Menetapkan wahyu dan risalah Muhammad saw.

b. Menerangkan bahwa agama seluruhnya dari Allah, dan bahwa

kaum mua‟minin seluruhnya adalah umat yang satu.

c. Menerangkan bahwa agama seluruhnya adalah satu dasar.

d. Menjelaskan bahwa cara para nabi dalam berdakwah itu satu dan

penerimaan kaum mereka hampir mirip semuanya.


54

e. Sebagai pemeberitaan Allah bahwa pada akhirnya Allah selalu

menolong para Nabi dan menghancurkan musuh-musuhnya

f. mengungkapkan janji dan ancaman

g. Menunjukkan betapa besar nikmat Tuhan yang diberikan kepada

Nabi-Nya

h. Memperingatkan Bani adam akan tipu daya dan godaan syetan

i. Menunjukkan bahwa Allah telah membuat hal-hal yang luar biasa

untuk menolong Nabi-Nya

4. Penelitian relevan

1. Penelitian yang dilakukan oleh Lailiyah, Lucki Nur (2020) Nilai-

nilai akhlak dalam kisah Uwais al- Qarni. Dari Universitas Islam

Negeri Maulana Malik Ibrahim.

Mengatakan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa:

pertama, nilai-nilai akhlak dalam kisah uwais al-Qarni meliputi:

Syukur, Tanggung jawab, Sabar, Dermawan. Kedua, relevansi

Nilai Akhlak dalam kisah Uwais al-Qarni dengan konsep

penguatan Pendidikan Karakter K.13 adalah keduanya saling

melengkapi dalam upaya mewujudkan pendidikan karakter bagi

generasi bangsa. Nilai-nilai akhlak yang terdapat dalam kisah

Uwais yang sesuai dengan PPK K.13 adalah religius yang berupa

syukur, dan nilai integritas yang meliputi tanggung jawab, sabar,

dan dermawan.
55

Penelitian ini hanya mengemukakan nilai-nilai akhlak

secara umum, tidak mengerucutkan ke orang tua, kemudian

relevansinya mengacu kepada pendidikan karakter K.13.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Komariah, Isti (2017) Nilai-nilai

Pendidikan Akhlak dalam Kisah Uwais al-Qarni (Telaah Hadits

Riwayat Muslim).

Hasil yang di peroleh dari penelitian ini adalah: kandungan

hadits riwayat Imam Muslim tentang Uwais al-Qarni, yang

meliputi berbakti kepada kedua orang tua, zuhud, syukur, qona‟ah,

sabar, wira‟I dan dermawan. Penelitian ini mengakaji tentang nilai-

nilai pendikan akhlak dalam kisah Uwais al-Qarni hasil tela‟ah dari

Hadits Riwayat Muslim, baik itu karakter Uwais yang patut di

teladani dan relevansinya berdasarkan tela‟ah hadits yang

diriwayatkan Imam Muslim.

3. Penelitian yang ingin penulis kaji adalah tentang bentuk-bentuk

pendidikan akhlak kepada orang tua, yang terdapat dalam kisah

Uwais al-Qarni Sang Penghuni Langit Kekasih Tuhan Semesta

Alam, kemudian relevansinya dengan akhlak generasi sekarang.

Dalam telaah pustaka ini penulis menegaskan bahwa belum

ada skripsi yang mengangkat masalah tentang “pendidikan akhlak

kepada orang tua dalam kisah Uwais al-Qarni sang penghuni langit

kekasih Tuhan semesta alam karya Muhammad Vandestra”. Dalam

kisah tersebut terdapat pendidikan akhlak seorang anak terhadap


56

kedua orang tuanya. Persamaan ketiga penelitian ini terletak pada

objek kajiannya, yaitu sama-sama mengkaji sebuah buku atau kitab

yang memiliki judul yang berbeda-beda. Sedangkan perbedaannya

terletak pada aspek kajiannya.


57

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan atau library

research, yaitu penelitian yang dilaksanakan dengan menggunakan

literature (kepustakaan) baik berupa buku, catatan, maupun laporan hasil

penelitian terdahulu. 56

Berdasarkan rumusan masalah dan objek yang akan diteliti tentang

akhlak anak terhadap orang tua dalam kisah uwais al-Qarni dalam “kisah

uwais al-qarni sang penghuni langit kekasih tuhan semesta alam” karya

Muhammad Vandestra. Dalam penelitian ini mengumpulkan data dan

informasi penelitian yaitu dengan mencari dan membaca serta menelaah

buku, majalah atau artikel yang berkaitan dengan permasalahan.Maka

jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah library

research atau kajian pustaka.

B. Data dan Sumber Data

1. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana dapat

diperoleh.57 Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sumber data primer dan sumber data sekunder. Adapun sumber data

tersebut sebagai berikut:

56
Muhammad Iqbal Hasan , Pokok-pokok materi metodologi penelitian, Jakarta: Ghalia
Indonesia, 2002, hal. 11.
57
Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian: suatu pendektan praktek. Jakarta: Rineka
Cipta, 2002, hal. 107.
58

a. Sumber Data Primer

Adalah data yang diambil secara langsung dari peneliti

kepada sumbernya, tanpa adanya perantara.58 Adapun sumber data

primer yang diambil dalam penelitian ini adalah buku“kisah uwais

al-qarni sang penghuni langit kekasih tuhan semesta alam” karya

Muhammad Vandestra, penerbit: Xenohikari Dragon. Pada tahun

2018.

b. Sumber Data Sekunder

Studi dokumen adalah pengumpulan data yang dicari di

dalam dokumen atau sumber pustaka. Data tersebut adalah data

sekunder yang telah ditulis atau diolah oleh orang lain . 59 Data

sekunder merupakan sumber data yang mengandung dan

melengkapi sumber-sumber data primer. Sumber data sekunder

diambil dengan cara mencari, menganalisis buku-buku, internet

dan informasi lainnya yang berkaitan dengan judul skripsi.

1. Nanang Purwanto, 2014, Pengantar Pendidikan, Yogyakarta:

Graha Ilmu.

2. M. Arifin, 1996, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di

Lingkungan Sekolah dan Keluarga,Jakarta: Bumi Aksara.

3. Abdullah Nasih Ulwan. 1992. Pendidikan Anak Menurut

Islam: Pendidikan Sosial Anak. Penerjemah: Khalilullah

58
Siswantoro, Metodologi Penelitian Sasta: Analisis Struktur Puisi. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2010, hal. 70.
59
Wirartha, I Made, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian, Skripsi dan Tesis Dilengkapi
Contoh-contoh dan Analisis Data. Yogyakarta: ANDI, 2006, hal. 36.
59

Ahmas Masjkur Hakim. Judul asli Tarbiyatul Aulad fil Islam.

Bandung: Remaja Rosda Karya Offset.

4. Wahyudi Dedi, Pengantar Akidah Akhlak dan


Pembelajarannya.
5. Oemar Hamalik, 2001, Kurikulum dan pembelajaran, Jakarta:
Bumi Aksara.
6. Anwar, Rosihon. Akhlak Tasawuf. bandung: pustaka setia.
7. Ramayulis, 2010, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia.

8. Ulil Amri Syafri, 2014, Pendidikan Karakter Berbasis Al

Quran, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

9. Aminuddin,dkk, 2006, Membangun Karakter dan Kepribadian

melalui Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Graha Ilmu.

10. Muhammad Arifuddin, 2009, Duhai Anakku. Sidoarjo:

Kelompok Masmedia Buana Pustaka.

11. Yazid Bin Abdul Qodir Jawas, 2015, Birrul Walidain: Berbakti

Kepada Kedua Orang Tua. Jakarta: Pustaka Imam Asy-

Syafi‟I.

12. Rosihan Anwar, 2010, Akhlak Tasawuf, Bandung, Pustaka

Setia.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data, merupakan cara teknis yang dilakukan

oleh seorang peneliti dalam mengumpulkan data-data penelitian.60

Teknik pengumpulan data yang dugunakan dalam penelitian ini

adalah studi dokumentasi atau bahan pustaka. Dokumen merupakan salah

satu sumber informasi yang berharga bagi peneliti untuk mengumpulkan


60
Mukhtar, Bimbingan Skripsi, Tesis Dan Artikel Ilmiah. Jakarta: Gaung Persada Press,
2007, hal. 198.
60

data kualitatif. Dokumen mencakup catatan umum dan rahasia yang

mencakup surat kabar (koran), risalah, bukti tertulis kegiatan (rapat,

diskusi, rancangan kurikulum), catatan harian tentang sejarah

perkembangan sekolah atau pendidikan, surat,brosur, pengumuman,

kliping diary, sumber-sumber yang dimuat di web site, web blog, e-mail

dan sejenisnya.61

Dalam pemanfaatan data berupa dokumen ini, ada cara yang

dilakukan yaitu penulis mengumpulkan buku-buku yang ada hubungannya

dengan pembahsan penulisan skripsi, dalam hal ini adalah buku kisah

karya Muhammad Vandestra sebagai sumber yang paling utama.

Kemudian mengidentifikasi tema-tema atau mengkategorikan sesuai

dengan pembahasan sripsi. Disusul dengan mencermati secara mendalam.

Penelitian kepustakaan ini juga dengan menganalisa terhadap sumber lain

yang berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan pembahasan,

yaitu akhlak anak terhadap orang tua.

D. Teknik Keabasahan Data

Bermacam cara pengujian kredibilitas data atau kepercayaan

terhadap data hasil penelitian kualitatif antara lain dilakukan dengan

perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian,

triangulasi, diskusi teman sejawat, analisis kasus negative dan

membercheck. 62

61
Muhammad yaumi dan Muljono Damopoli, Action Research Teori, Model Dan
Aplikasi. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2014, hal. 121.
62
Sugiono, Metodologi Penelitian Kualitatif, Kuantitatif, Dan Rnd. Bandung: Alfabeta,
2008, hal. 247.
61

Dalam memeriksa keabsahan data, peneliti menggunakan teknik

ketekunan dalam penelitian. Meningkatkan ketekunan dengan

meningkatkan pengamatan yang mendalam pada objek agar data yang

diperoleh dapat dikelompokkan sesuai kategori yang telah dibuat dengan

tepat. Untuk meningkatkan ketekunan dalam penelitian, peneliti membaca

berbagai referensi yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan,

baik buku maupun dokumentasi yang terkait dengan temuan yang diteliti.

E. Teknik Analisis Data

Analisis data harus berpijak pada pendekatan berpikir yang jelas.

Hal ini bertujuan untuk menjaga konsistensi setiap pembahasan yang

dikembangkan dengan rujukan sumber yang menjadi peganggan peneliti.

Mukhtar menyebutkan ada lima pendekatan dalam menganalisis data,

yaitu sebagai berikut:

1. Induktif, mengembangkan sebuah ide yang dikemukakan oleh pakar

2. Deduktif, menarik suatu sintesis pembahasan dari berbagai sumber.

3. Comperatif, menemukan garis pemisah perbedaan atau benang merah

kesamaan pandang dari teori yang dikemukakan

4. Deskriptif, menggambarkan, mengemukakan, atau menguraikan

berbagai data yang telah ada.


62

5. Interpretatif, menafsirkan data-data primer atau sekunder. Sehingga

membantu peneliti maupun pembaca dalam memahami sebuah teori

atau konsep.63

Menurut Krippendorf dalam Moleong content analysis merupakan

teknik penelitian yang dimanfaatkan untuk menarik kesimpulan yang

replikatif dan shahih dari data atas dasar konteksnya. Teknik ini digunakan

untuk menarik kesimpulan melalui usaha untuk menemukan karakteristik

pesan, dilakukan secara objektif dan sistematis. Komponen penting dalam

analisis kajian ini adalah adanya masalah yang akan dikonsultasikan lewat

teori. Itu sebabnya yang dilakukan dalam content analysis harus memuat

tentang nilai-nilai pesan yang jelas. 64

Komponen penting dalam analisis kajian isi ini adalah masalah

yang akan dikonsultasikan melalui teori. Sehingga yang dilakukan dalam

kajian isi (content analysis) harus memuat tentang nilai-nilai dan pesan

yang jelas.

Dalam menganalisis buku “kisah uwais al-Qarni sang penghuni

langit kekasih Tuhan semesta alam”, terlebih dahulu peneliti harus mebaca

dan mengamati teks, selanjutnya menelaah atau menganalisis bentuk-

bentuk pendidikan akhlak terhadap orang tua yang terkandung didalamnya

kemudian dideskripsikan.

63
Muthar, Bimbingan Skripsi, Tesis Dan Artikel Ilmiah. Jakarta: Gaung Persada Press,
2007, hal. 201-203.
64
Lexi J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2004), hal. 163
63

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Bentuk-Bentuk Pendidikan Akhlak Kepada Orang Tua Yang

Terkandung dalam Kisah Uwais al-Qarni

1. Berbakti kepada orang tua

Berbakti kepada orang tua termasuk amalan yang utama

dalam Islam. Makna berbakti kepada kedua orang tua yakni

berusaha membalas semua yang telah diberikan. Meskipun semua

kebaikan mereka tidak akan pernah bisa terbalas oleh seorang anak.

Berbakti kepada orang tua dapat ditunjukkan dengan mengasihi,

menyayangi dan melakukan hal-hal yang membanggakan hati

mereka.

Kedua orang tua adalah sepasang manusia yang paling

berjasa dalam kehidupan kita. Karena cinta dan kasih sayang tulus

mereka, kita mendapati kehidupan ini indah dan penuh bahagia.

Karena perjuangan keras dan jerih payah mereka, terpenuhilah

segala kebutuhan dan pendidikan kita. Kedua orang tua adalah

orang yang tidak pernah mengharapkan balasan atas segala

kebaikan yang telah mereka berikan, meskipun jasa mereka kepada

kita sangatlah besar, tidak bisa dilukiskan dengan kata dan

dijumlahkan dengan hitungan angka.

Kedudukan orang tua sangat mulia, bahkan di mata Allah

sekalipun. Islam sendiri mengajarkan kepada setiap pemeluknya


64

untuk selalu berbakti kepada kedua orang tua. Bahkan, tinggi dan

mulianya kedudukan kedua orang tua di hadapan-Nya, sehingga

Allah senantiasa menyandingkan perintah ibadah dengan kewajiban

berbakti kepada kedua orang tua.

Adapun landasan berbakti kepada kedua orang tua

diantaranya ayat al-Qur‟an:



     

  

    

      

          

          

Artinya: dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari


Bani Israil (yaitu): janganlah kamu menyembah selain
Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum
kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta
ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia,
dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. kemudian kamu
tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada
kamu, dan kamu selalu berpaling.(Q.S. al-Baqarah 83)

Dari ayat di atas dapat disimpulkan bahwa orang tua

memiliki kedudukan yang sangat tinggi, sehingga berbakti kepada

kedua orang tua adalah kewajiban. Di bawah ini beberapa pribadi

Uwais al-Qarni yang mencerminkan kebaktiannya terhadap orang

tuanya:
65

“Seorang pribadi shaleh seperti ini sebetulnya dapat


melihat Rasulullah saw dan meraih kedudukan sebagai
seorang sahabat beliau. Apakah yang menghalanginya
untuk berjumpa dengan Rasulullah saw sehingga ia tidak
dapat meraih tujuan luhur, yakni menjadi sahabat rasul?
Penghalang itu adalah birrul walidain”. “Ia tekun
mengurusi dan patuh kepada mereka”.65

“Uwais rahimahullah mempunyai seorang ibu yang


kepadanya ia berkhidmat dan berbakti sehingga ia tidak
memiliki kesempatan berjumpa Rasul saw.” 66.

“Ia tidak peduli kepada selain ibunya”.67

“Ternyata Uwais bin Amir adalah seorang anak yang


sangat berbakti kepada ibunya. Ia senantiasa menjaga dan
merawat ibunya yang telah renta dengan penuh kesabaran
dan kasih sayang”. “Ia selalu menggendong ibunya
kemanapun ia pergi”. “Bahkan ia pernah menggendong
ibunya dari Yaman menuju Mekkah untuk menunaikan
haji”.68

“Apalagi beliau perlu menjaga ibunya. Jika beliau pergi


siapa pula yang akan melihat ibunya.69

Banyak ayat al-Qur‟an yang menjelaskan betapa pentingnya

berbakti kepada orang tua. Sehingga Allah selalu menyandingkan

antara beribadah dengan berbakti kepada orang tua. Bahkan salah

satu kunci kesuksesan seseorang dalam hidupnya adalah berbakti

kepada orang tua.

Tidak hanya al-Qur‟an yang menyebutkan untuk berbakti

kepada orang tua, hadits sebagai sumber hukum Islam yang ke dua

65
Mahmud, Azhari Ahmad. Potret 28 Tokoh Tabi‟in. Jakarta: Rabbani Press, 2001, hal,
133
66
Ibid, hal, 133
67
Ibid, hal, 137
68
El-Sutha, Saiful Hadi, Mau Sukses? Bebakti Pada Orang Tua!. Jakarta: Penerbit
Erlangga, 2009, hal, 13
69
Muhammad Vandestra, Kisah Kehidupan Uwais AL-Qarni Sang Penghuni Langit
Kekasih Tuhan Semesta Alam, Xenohikari Dragon, 2018, hal. 8
66

pun menerangkan bahwa berbakti kepada kedua orang tua adalah

sebuah kewajiban anak. Sebuah hadits yang di riwayatkan oleh

Imam Bukhari yang artinya:

Dari Al-Mughirah bin Syu‟ban r.a. ia berkata, Nabi Saw


telah bersabda: “ Sungguh Allah ta‟ala mengharamkan
kalian durhaka kepada ibu, menolak kewajiban, meminta
yang bukan haknya dan mengubur hidup-hidup anak
perempuan. Allah juga membenci orang yang banyak
bicara, banyak pertanyaan dan menyia-nyiakan harta.”
(H.R.Bukhari).

2. Menaati perintah orang tua

Menaati perintah orang tua termasuk dalam bentuk

pendidikan akhlak anak terhadap orang tuanya. Menaati berarti

menerima apa saja yang menjadi perintah orang tua, selama yang

diperintahkan itu termasuk dalam kebaikan bukan kemaksiatan.

Orang tua yang baik pasti akan mengarahkan anaknya pada

kebaikan pula melalui perintahnya. Dalam kisah “Uwais al-Qarni”

terdapat kutipan mengenai ketaatan terhadap orang tua di antaranya

sebagai berikut:

”Sang ibu, walaupun telah uzur, merasa terharu ketika


mendengar permohonan anaknya. Beliau memahami
perasaan Uwais dan berkata, “Pergilah wahai anakku!”
Temuilah Nabi dirumahnya.” Dan bila telah berjumpa,
segeralah engkau kembali pulang.”70

“Dalam hatinya bergolak perasaan ingin menunggu


kedatangan Nabi saw dari medan perang. Tapi, beliau
teringat akan pesan ibunya sudah tua dan senantiasa dalam

70
Muhammad Vandestra, Kisah Kehidupan Uwais AL-Qarni Sang Penghuni Langit
Kekasih Tuhan Semesta Alam, Xenohikari Dragon, 2018, hal. 9
67

keadaan tidak sehat itu, agar ia cepat pulang ke Yaman,


“Engkau harus lekas pulang.”71

”Disebabkan ketaatan kepada ibunya itu telah


mengalahkan suara hati untuk menunggu Nabi saw.”72
“Nabi Muhammad saw menjelaskan bahwa Uwais al-Qarni
adalah anak yang taat kepada ibunya.”73

“Mendengar perkataan Rasulullah saw, Sayyidatina Aisyah


r.a., memang benar sebelum ini ada seseorang telah datang
mencari Rasulullah saw tetapi orang itu segera pulang ke
Yaman, karena teringat akan ibunya yang sudah tua dan
sakit sehinggakan beliau bimbang meninggalkan ibunya
terlalu lama.”74

Dari kisah Uwais al-Qarni di atas tampak menunjukkan

beberapa pendidikan akhlak. Akhlak anak terhadap orang tua yang

tergolong dalam menaati perintah orang tua. Pada kalimat tersebut

Uwais al-Qarni menunjukkan sikap taatnya kepada orang tua.

Ketika Ibunya meminta Uwais untuk bersegera pulang ketika sudah

bertemu dengan Nabi, namun belum saja dia sempat untuk bertemu

dengan Baginda saw dikarenakan Baginda saw masih berada di

medan perang, disebabkan ketaatannya kepada ibunya itu telah

mengalahkan suara hati untuk menunggu Nabi saw.

3. Menghormati dan bersikap santun kepada orang tua

Menghormati dan bersikap santun kepada orang tua harus

ditunjukkan oleh seorang anak dalam setiap keadaan. Beberapa

bentuk sikap menghormati dan santun kepada orang tua seperti

mencium punggung tangan orang tua diiringi dengan kelembutan.

71
Ibid, ha.l 10
72
Ibid, hal. 10
73
Ibid, hal. 10
74
Ibid, hal. 10-11
68

Hal ini juga tertuang pada dalam kisah “Uwais al-Qarni Sang

Penghuni Langit Kekasih Tuhan Semesta Alam” karya Muhammad

Vandestra yaitu sebagai berikut:

“Dengan perasaan gembira yang amat sangat, Uwais


berkemas untuk berangkat dan sebelum pergi, beliau
menyiapkan keperluan ibunya yang akan ditinggalkan serta
berpesan kepada tetangganya agar dapat menemani ibunya
sepanjang kepergian beliau.”75

“Sesudah mencium tangan ibunya yang tercinta,


berangkatlah Uwais menuju ke Madinah yang jaraknya
sekitar empat ratus kilometer dari Yaman.”76

Bersikap santun terhadap orang tua dapat dilihat dari

tingkah laku yang paling sederhana, yaitu dengan mencium tangan

orang tua ketika akan berpergian. Hal ini juga dilakukan oleh

Uwais al-Qarni seperti pada kisah di atas. Hal kecil yang dilakukan

terhadap oang tua akan menjadi besar karena kedudukan mereka.

Kesopanan seorang anak akan membuat orang tua ridha.

Dalam kisah “Uwais al-Qarni sang penghuni langit kekasih

Tuhan semesta Alam”, tampak dalam kisah menampilkan beberapa

pendidikan akhlak anak terhadap orang tua yang termasuk dalam

perbuatan santun dan hormat terhadap orang tua. Sikap santun yang

ditunjukkan oleh Uwais al-Qarni ini yaitu dengan mencium

punggung tangan ibunya tercinta.

75
Ibid, hal. 9
76
Ibid, hal. 9
69

4. Memuliakan orang tua

Kedua orang tua ibu dan bapak merupakan sosok manusia

yang harus dimuliakan. Memuliakan kedua orang tua dapat

dikatakan dengan memandang orang tua dengan penuh cinta dan

memperlakukannya dengan baik. Karena orang tua mempunyai hak

menerima perlakuan baik dari anaknya. Seorang anak memuliakan

orang tua ketika dimanapun berada. Memuliakan orang tua

tercantum dalam kisah “Uwais al-Qarni sang penghuni langit

kekasih Tuhan semesta alam” karya Muhammad Vandestra.

Berikut adalah kutipan dari kisah tersebut:

“Dengan perasaan gembira yang amat sangat, Uwais


berkemas untuk berangkat dan sebelum pergi, beliau
menyiapkan keperluan ibunya yang akan ditinggalkan serta
berpesan kepada tetangganya agar dapat menemani ibunya
sepanjang kepergian beliau.”77

“Sesudah mencium tangan ibunya yang tercinta,


berangkatlah Uwais menuju ke Madinah yang jaraknya
sekitar empat ratus kilometer dari Yaman.78

Dalam hatinya bergolak perasaan ingin menunggu


kedatangan Nabi saw dari medan perang. Tapi, beliau
teringat akan pesan ibunya sudah tua dan senantiasa dalam
keadaan tidak sehat itu, agar ia cepat pulang ke Yaman,
Engkau harus lekas pulang. Disebabkan ketaatan kepada
ibunya itu telah mengalahkan suara hati untuk menunggu
Nabi saw. 79

Sepulang dari perang, Nabi saw langsung bertanya tentang


kedatangan orang yang meencarinya. Nabi Muhammad saw
menjelaskan bahwa Uwais al-Qarni adalah anak yang taat

77
Ibid, hal. 9
78
Ibid, hal. 9
79
Ibid, hal.10
70

kepada ibunya. Beliau adalah penghuni langit (sangat


terkenal di langit).”80

Mendengar perkataan Rasulullah saw, Sayyidatina Aisyah


r.a., memang benar sebelum ini ada seseorang telah datang
mencari Rasulullah saw tetapi orang itu segera pulang ke
Yaman, karena teringat akan ibunya yang sudah tua dan
sakit sehinggakan beliau bimbang meninggalkan ibunya
terlalu lama.81

Uwais al-Qarni menjadi sebuah narasi betapa Rasulullah

mewasiatkan kepada kita untuk menyayangi ibu. Seorang fakir dari

Yaman yang tidak pernah berjumpa dengan Rasulullah. Namanya

tidak pernah disebut dikalangan para sahabat. Namun, sosoknya

dikagumi bahkan oleh Nabi. Amalnya memang tidak main-main,

Uwais amat patuh dan hormat kepada ibunya yang sakit dan

lumpuh.

Kisah lain dari Uwais, yakni keteguhannya untuk

memenuhi permintaan ibunya untuk pergi haji. Padahal, keluarga

mereka sedang dalam kesulitan ekonomi, ide Uwais muncul, dia

harus melatih fisiknya dengan mengendong seekor lembu setiap

hari. Logika sederhana Uwais, ketika fisiknya kuat, maka dia akan

mampu mengendong ibunya untuk pergi berhaji.

Diapun mulai menabung bahan makanan sebagai bekal

perjalanan untuk ibunya. Hingga musim haji tiba, berangkatlah ibu

yang lumpuh itu untuk menunaikan ibadah rukun Islam yang

kelima lewat punggung anaknya.

80
Ibid, hal. 10
81
Ibid, hal 10-11
71

5. Mendoakan orang tua

Do‟a merupakan permohonan kepada Allah yang disertai

kerendahan hati untuk mendapatkan kebaikan. Seorang anak yang

berakhlak baik terhadap orang tuanya merupakan anak yang sholeh

atau sholehah. Anak yang sholeh dan sholehah adalah anak yang

selalu mendoakan kedua orang tuanya, baik ketika mereka hidup

maupun ketika mereka telah meninggal dunia. Do‟a anak yang

soleh termasuk dalam amal yang terus mengalir dan disukai oleh

Allah. Mendoakan orang tua merupakan salah satu cara seorang

anak untuk membalas jasa orang tua yang telah merawat dan

membesarkan anaknya. Salah satu contoh do‟a yang terdapat dalam

Al Qur‟an terdapat pada surat Nuh ayat 28 yang berbunyi:

        

        

…   

Artinya : “Ya Tuhanku, ampunilah aku, ibu bapakku dan


siapapun yang memasuki dengan beriman dan semua orang
yang beriman laki-laki dan perempuan”.82

Dalam al-Quran, Allah juga memberikan bukti bahwa

seorang anak berdoa memohon ampunan dari Allah untuk dirinya

sendiri maupun orang tua yaitu ibu dan bapaknya. Memohon

ampunan atas segala dosa yang diperbuat ini juga dicontohkan

dalam kisah “Uwais al-Qarni”.

82
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, Jakarta: PT, Syigma Exemedia
Arkanleema, 2009, hal, 571.
72

“Sesampainya di depan ka‟bah, Uwais kemudian


memanjatkan doa yang di tujukan untuk ibunya.”Ya Allah,
ampunilah semua dosa ibuku,” pinta Uwais. Sang ibu yang
keheranan kemudian bertanya, Bagaimana dengan
dosamu?, Dengan terampuninya dosa ibu, maka ibu akan
masuk surga. Cukuplah ridha dari ibu yang menghantarkan
ku ke surga.”

6. Memanggil orang tua dengan sopan

Setiap manusia dalam komunitas sosial memiliki ragam

bahasa yang berbeda. Namun, pada dasarnya setiap manusia

menghendaki budi bahasa yang baik dan tutur kata yang lembut.

Memanggil orang tua dengan sopan maksudnya memanggil dengan

lemah lembut dan tidak menyebutkan nama terangnya serta tidak

bersuara keras atau membentak. Berikut adalah kutipan yang

terdapat dalam kisah “Uwais al-Qarni”.

“Sesampainya di depan ka‟bah, Uwais kemudian


memanjatkan doa yang di tujukan untuk ibunya.”

”Ya Allah, ampunilah semua dosa ibuku,” pinta Uwais.”


“Sang ibu yang keheranan kemudian bertanya, Bagaimana
dengan dosamu?”

“Dengan terampuninya dosa ibu, maka ibu akan masuk


surga. Cukuplah ridha dari ibu yang menghantarkan ku ke
surga.”

“Beliau tidak terkenal di bumi tetapi sangat terkenal di


langit.Pemuda ini jika bersumpah demi Allah pasti
terkabul.”83

“sepanjang hidupnya, beliau melakukan puasa di siang


hari dan bermunajat di malam hari.”84

83
Muhammad Vandestra, op. cit.,hal. 5
84
Ibid, hal. 6
73

“Akhirnya khalifah Umar dan Ali memohon agar Uwais


berkenan mendoakan untuk mereka.”85

“Khalifah berkata: Kami datang kesini untuk memohon doa


dan istigfar dari tuan,”86

“Uwais al-Qarni akhirnya mengangkat kedua belah


tangannya lalu berdoa dan membacakan istighfar.”87
“Ya, jawab kami. Orang itu pun melaksanakan sholat dua
rakaat di atas air, lalu berdoa.”88

Seperti yang ditunjukkan dalam kisah “Uwais al-Qarni”

bahwa Uwais al-Qarni memanggil orang tuanya denga kata ibu.

Ketika ia berbicara kepada orang tuanya juga dengan nada yang

halus tidak kasar. Dari gambaran di atas, menyampaikan

pendidikan akhlak yang baik. Anak sudah seharusnya merespon

atau bertanya kepada orang tuanya dengan panggilan dan perkataan

yang sopan.

7. Berkata dengan perkataan yang baik terhadap orang tua

Berkata yang baik maksudnya adalah perkataan yang

mudah dipahami orang tua yang bukan menjelek-jelekkan orang

lain, tidak kasar dan mengerti dengan keadaan atau situasi yang

ada. Apa yang disampaikan anak yang dikeluarkan dari mulut dan

lidahnya sesuai dengan kebenaran. Sehingga dengan berkata

dengan yang baik dan benar, orang tua akan menaruh

kepercayaannya kepada anak tersebut. Ketika seorang anak merasa

bersalah, bersegeralah untuk meminta maaf dengan kata-kata yang

85
Ibid, hal. 12
86
Ibid, hal. 13
87
Ibid, hal. 13
88
Ibid, hal. 14
74

baik. Kisah “Uwais al-Qarni” juga menuangkan kata-kata yang

baik seperti berikut:

“Akhirnya, pada suatu hari Uwais mendekati ibunya,


mengeluarkan isi hatinya dan memohon izin kepada ibunya
agar diperkenankan pergi menziarahi Nabi saw di
Madinah.”89

“Sang ibu, walaupun telah uzur, merasa terharu ketika


mendengar permohonan anaknya.”90

Beliau memahami perasaan Uwais dan berkata, pergilah


wahai anakku! Temuilah Nabi dirumahnya. Dan bila telah
berjumpa, segeralah engkau kembali pulang.91

“Berpesan kepada tetangganya agar dapat menemani


ibunya sepanjang kepergian beliau.”92

“Dengan terampuninya dosa ibu, maka ibu akan masuk


surga. Cukuplah ridha dari ibu yang menghantarkan ku ke
surga.”

Dalam kisah “Uwais al-Qarni”, menampilkan konsep

pendidikan akhlak tentang perkataan yang baik kepada orang tua.

Kutipan di atas menunjukkan pesan pendidikan akhlak kepada

pembaca, yaitu seorang anak sudah sewajarnya berbuat dan berkata

baik terhadap orang tuanya. Uwais tidak perlu bertindak kasar

untuk menyakinkan Uminya, bahkan saking lembutnya tutur

katanya ibunya sampai terharu mendengar permohonan Uwais.

8. Membantu orang tua

Membantu atau menolong orang tua artinya memberikan

dorongan melalui tenaga maupun jasa kepada orang tua supaya

89
Ibid, hal. 9
90
Ibid, hal. 9
91
Ibid, hal. 9
92
Ibid. hal. 9
75

mencapai keberhasilan. Bantuan dari seorang anak semakin terasa

dibutuhkan ketika orang tua semakin lanjut usia. Secara fisik orang

tua mengalami penurunan, sehingga perlu adanya bantuan. Namun,

membantu kedua orang tua tidak hanya menunggu ketika orang tua

telah usia lanjut. Ketika orang tua masih mampu, tidak ada

salahnya seorang anak membantunya.

Orang tua merupakan perantara hadirnya seorang anak.

Akhlak yang ditunjukkan oleh seorang anak terhadap orang tuanya

adalah dengan peka terhadap kesibukan orang tuanya. Ketika orang

tua melakukan kegiatan tertentu, anak harus menjadi pendukung

utama dalam memberikan bantuan. kisah “Uwais al-Qarni”

memberikan contoh membantu orang tua dalam hal pekerjaan.

Berikut adalah kutipan dari kisah tersebut:

Pemuda dari Yaman ini telah lama menjadi yatim, tidak


mempunyai saudara mara kecuali hanya ibunya yang telah
tua dan lumpuh. Untuk menyara kehidupan sehari-hari,
Uwais bekerja sebagai pengembala kambing.93

Upah yang diterimanya hanya cukup untuk kehidupan


harian bersama ibunya.94

Jika ada uang lebihan, beliau akan membantu tetangganya


yang hidup miskin dan serba kekurangan seperti
keadaannya.95

“Apalagi beliau perlu menjaga ibunya.”Jika beliau pergi,


siapa pula yang akan melihat ibunya.”96

93
Ibid, hal. 7
94
Ibid, hal. 7
95
Ibid, hal. 7
96
Ibid, hal. 8
76

“Uwais berkemas untuk berangkat pergi, beliau


menyiapkan keperluan ibunya yang akan ditinggalkan serta
berpesan kepada tetangganya agar dapat menemani ibunya
sepanjang kepergian beliau.”97

Pada kisah “Uwais al-Qarni” menuangkan beberapa

pendidikan akhlak yang termasuk dalam membantu kegiatan orang

tua. Penggalan di atas menampilkan kegiatan Uwais al-Qarni

adalah bekerja sebagai pengembala kambing. Uwais sebagai anak

yang sangat menyayangi orang tuanya, ia membantu dalam

memenuhi kebutuhan keluarganya dan juga beliau membantu

tetangganya yang hidup miskin seperti dirinya.

Pada akhirnya bentuk bakti anak yang ditunjukkan kepada

kedua orang tuanya akan menghasilkan sebuah prestasi atau

kesuksesan pada anak tersebut. Pada kisah Uwais al-Qarni tampak

bahwa Uwais menjadi anak yang sukses dalam berkarir dan

membahagiakan orang tuanya. Uwais selalu membantu orang

tuanya dalam segala hal termasuk memenuhi kebutuhan sehari-hari

buat dirinya, ibunya dan tetangganya.

B. Relevansi Pendidikan Akhlak dalam Kisah Uwais Al-Qarni

terhadap Konteks Kehidupan Generasi Sekarang

Pendidikan akhlak selalu memiliki relevansi dalam dunia

pendidikan baik pendidikan normal maupun non formal karena akhlak

adalah hal terpenting dalam kehidupan manusia. Akhlak mencakup

segala pengertian tingkah, laku, tabi‟at, karakter manusia yang baik

97
Ibid, hal. 9
77

maupun buruk dalam hubungannya dengan sang khaliq atau sesama

makhluk.

Diantara pendidikan akhlak yang berkaitan erat dengan kehidupan

generasi sekarang dari kisah Uwais al-Qarni hadits riwayat Imam

Muslim, antara lain dapat penulis uraikan sebagai berikut:

1. Berbakti kepada Orang Tua

Hadits yang berkaitan dengan akhlak kepada orang tua yang

artinya.” Bukhari Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a, ia

berkata, “ seseorang pernah datang kepada Rasulullah saw, lalu

berkata: ” Wahai Rasulullah siapakah orang yang paling berhak

untuk aku pergauli dengan baik? Beliau menjawab : “Ibumu.‟

orang tersebut bertanya: “ lalu siapa lagi? Beliau menjawab: „

Ibumu.‟ orang tersebut bertanya: “ lalu siapa lagi? Beliau

menjawab: “ Ibumu.‟ orang tersebut bertanya: “ lalu siapa lagi?

Beliau menjawab: “Bapakmu.98

Dari hadits di atas dapat disimpulkan bahwa orang tua

memiliki kedudukan yang sangat tinggi. Terutama Ibu, sebagai

seorang yang telah melahirkan sekaligus mendidik. Sehingga

“Birrul walidain” wajib kita lakukan. Yaitu berbuat baik atau

berbakti kepada ibu bapak kita masing-masing, dan hal itu

98
Nawawi, Imam, Ringkasan Riyadhus shalihin, Bandung: Irsyad Baitus-salam, 2006,
hal, 339.
78

hendaknya dalam prioritas yang pertama daripada berbuat baik

kepada lain-lain orang (di luar Nabi Muhammad saw).99

2. Menaati perintah orang tua

Jika orang tua memerintahkan sesuatu hal kepada kita, yang

mana hal tersebut dapat kita jalankan, maka janganlah menolak

atau menunda-nunda jika kita memang tidak memilki udzur dalam

perkara tersebut. Orang tua melayani kita sejak kita lahir, sejak

masih bayi hingga dewasa dengan penuh kesabaran dan kasih

sayang . sungguh tidak pantas ketika tiba saatnya orang tua kita

memerintahkan kita untuk melakukan suatu perkara yang sanggup

kita kerjakan, namun kita mencari-cari alasan untuk mengelak dari

perintah tersebut.

Menghormati dan menghargai kepada orang tua bersikap

sopan kepada kedua orang tua. Dalam agama Islam hormat kepada

orang tua disebut birrul walidain. Hormat kepada orang tua sangat

di wajibkan dalam Islam.

Jadi menaati perintah orang tua yang dicontohkan oleh

Uwais al-Qarni sangat penting untuk diterapkan dalam kehidupan

saat ini Menghormati dan bersikap santun kepada orang tua.

3. Menghormati dan bersikap santun kepada orang tua

Tidak sekedar ucapan yang lemah lembut saja yang harus

kita jaga, namun juga disertai dengan sikap sopan dan santun

99
Tatapangarsa, Humaidi, Akhlak Yang Mulia, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1980, hal, 96.
79

terhadap orang tua. Semisal kita mengucapkan salam ketika pulang,

tidak sekedar seperti orang masuk pasar. Terlebih lagi kita harus

menjauhi sikap kurang ajar kepada orang tua.

Bersikap santun terhadap orang tua juga dapat dilihat dari

tingkah laku yang paling sederhana, yaitu dengan mencium tangan

orang tua ketika akan berpergian. Hal ini lah yang dilakukan oleh

Uwais al-Qarni kepada ibunya ketika dia akan bepergian ke

Mekkah untuk menemui Nabi saw.

Maka akhlak menghormati dan sopan santun ini sangat

relevan dengan keadaan akhlak generasi sekarang, dikarenakan

banyak di antara mereka yang tidak lagi hormat dan santun kepada

orang tuanya.

Oleh karena itu, pendidikan menghormati dan sikap sopan

santun kepada orang tua sangat di perlukan untuk membentuk

akhlak mereka agar sesuai dengan perintah Allah swt menjadi

manusia yang berakhlak.

4. Memuliakan orang tua

Memuliakan kedua orang tua dapat dikatakan dengan

memandang orang tua dengan penuh cinta dan memperlakukannya

dengan baik. Karena orang tua mempunyai hak menerima

perlakuan baik dari anaknya.

Untuk memuliakan orang tua anak dapat memberikan

hadiah kepada orang tuanya. Hadiah tidak haruslah yang mahal,


80

namun yang penting dapat menyenangkan orang tua kita. Misalnya

saja untuk ibu beri hadiah berupa jilbab yang syar‟i, atau kepada

bapak hadiahkan sarung yang bagus, Allah memberikan kita

kemudahan dalam rezeki yang berlebih, maka tentulah betapa

oaring tua akan merasa begitu dimuliakan anaknya.

Begitu juga dengan akhlak yang di gambarkan dalam kisah

Uwais al-Qarni dalam hal memuliakan orang tuanya, maka sangat

relevan kiranya akhlak memuliakan orang tua ini di terapkan dalam

kehidupan generasi sekarang.

5. Mendoakan orang tua

Bagi kaum Muslimin yang mana kedua orang tua atau salah

satu diantaranya telah tiada, bahwasanya do‟a dari anak yang

sholeh begitu luar biasa memberi manfaat bagi orang tua yang telah

meninggal. Telah banyak hadits yang menerangkan tentang

bagaimana kebaikan yang akan didapatkan orang tua di kehidupan

setelah mati tatkala memiliki anak-anak yang mau mendoakan

mereka. Dan shaleh maupun sholehah itu harus diperjuangkan

dengan cara taat kepada Allah swt dan mengikuti tuntunan Rasul-

Nya, Nabi Muhammad saw. Sebaliknya anak-anak yang tidak mau

taat kepada perintah Allah dan sebaliknya gemar berbuat dosa

akibat meninggalkan sholat, berbuat maksiat, tidak mau belajar

ilmu agama dan hal-hal yang dibenci Allah serta Rasul-Nya, maka
81

sang anak hanya akan memberikan beban berat yang harus

dipertanggung jawabkan orang tuanya di yaumul akhirat.

Mendoakan orang tua sangat relevan dengan keadaan para

generasi muda sekarang. Oleh karena itu, akhlak untuk senantiasa

mendoakan orang tua sangat perlu diterapkan sejak dini apalagi

terhadap generasi sekarang, untuk membentuk akhlak mereka

kepada orang tua agar sesuai dengan perintah Allah, karena

mendoakan orang tua merupakan salah satu cara seorang anak

untuk membalas jasa orang tua yang telah merawat dan

membesarkan anaknya.

6. Memanggil orang tua dengan sopan

Memanggil orang tua dengan sopan maksudnya memanggil

dengan lemah lembut dan tidak menyebutkan nama terangnya serta

tidak bersuara keras atau membentak. Uwais al-Qarni dalam hal ini

perlu dijadikan teladan, sikapnya sebagai seorang anak senantiasa

menjaga sopan santun kepada orang tuanya.

Generasi milenial sekarang harus dibiasakan untuk

menerapkan nilai-nilai akhlak kepada orang tua. Termasuk dalam

hal memanggil orang tuanya dengan lemah lembut dam sopan.

Ketika ia berbicara kepada orang tuanya juga dengan nada yang

halus tidak kasar.

7. Berkata dengan perkataan yang baik terhadap orang tua


82

Jagalah setiap tutur kata kita sebagai anak agar senantiasa

lemah lembut tatkala berbicara kepada orang tua. Jauhi ucapan-

ucapan bernada tinggi, apalagi kata-kata kasar. kepada pimpinan

atau bos saja kita bisa berusaha santun meskipun terkadang hanya

basa-basi, seharusnya kita pun bisa bertutur lemah lembut kepada

orang tua. Kadang kita temui anak yang berkata kepada orang

tuanya dengan cara berteriak-teriak.

Berkata yang baik maksudnya adalah perkataan yang

mudah dipahami orang tua yang bukan menjelek-jelekkan orang

lain, tidak kasar dan mengerti dengan keadaan atau situasi yang

ada.

Sehingga sikap anak terhadap orang tua seperti ini sangat

penting untuk di terapkan sejak dini untuk membentuk akhlak yang

baik kepada orang tua.

8. Membantu orang tua

Banyak diantara kita yang tidak menyadari sebenarnya ada

berbagai rutinitas orang tua, terutamanya ibu yang sebenarnya

cukup melelahkan, namun atas dasar tanggung jawab sebagai orang

tua, perkara-perkara rutinitas dalam keseharian itu tidak

menjadikan mereka berkeluh kesah. Maka tidak ada salahnya bagi

kita untuk membantu meringankan beban orang tua tersebut,

seperti halnya membantu mencuci piring, menyapu halaman,

mengepel lantai, membersihkan rumah dan semisalnya. Meskipun


83

kita tidak setiap hari membantu meringankan pekerjaan-pekerjaan

tersebut, tapi niscaya itu akan membuat orang tua merasa bahagia.

Oleh karena sikap anak dalam mebantu orang tua sangat

relevan jika ditanamkan untuk generasi sekarang, karena masih

banyaknya ditemukan, anak yang enggan untuk membantu orang

tuanya, bahkan sekalipun orang tuanya meminta tolong terkadang

diatara mereka ada yang bersikap acuh bahkan mengabaikannya,

jangankan membantu orang tuanya, mereka lebih cenderung untuk

berhura-hura dan bermalas-malasan.


84

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah melakukan pembahasan dan menganalisis dapat penulis

simpulkan pendidikan akhlak dalam kisah Uwais al-Qarni Sang Penghuni

Langit Kekasih Tuhan Semesta alam karya Muhammad Vandestra adanya

ajaran yang dapat membentuk kepribadian anak agar berperilaku baik

terhadap orang tuanya. Sehingga patut untuk dijadikan teladan maupun

panutan dalam bertingkah laku kepada orang tua adalah sebagai berikut:

1. Pendidikan akhlak anak terhadap orang tua ditunjukkan dengan

berakhlak baik yaitu dalam bentuk berbakti terhadap orang tua,

menaati perintah orang tua, menghormati dan bersikap santun kepada

orang tua, memuliakan orang tua, mendoakan orang tua, memanggil

orang tua dengan sopan, berkata dengan perkataan yang baik terhadap

orang tua serta membantu orang tua.

2. Buku kisah yang membahas tentang Uwais al-Qarni sangat relevan

terbukti bahwa nilai-nilai akhlak terhadap orang tua yang terdapat

dalam kisah ini menjadi tombak utama untuk memperbaiki akhlak

remaja terhadap orang tua yang mulai tidak beraturan. Hanya saja

permasalahan yang dihadapi semakin kompleks, namun pendidikan

akhlak bersifat dinamis sehingga akan tetap relevan meskipun dalam

kisah telah berbeda zaman dengan sekarang.


85

B. Saran

Setelah peneliti melakukan analisis dan pembahasan secara

menyeluruh tentang pendidikan Akhlak anak terhadap orang tua dalam

kisah Uwais al-Qarni “Dalam Kisah Uwais Al-Qarni Sang Penghuni

Langit Kekasih Tuhan Semesta Alam” Karya Muhammad Vandestra maka

peneliti memberikan saran sebagai berikut:

1. Sebagai seorang anak dalam kehidupan sehari-hari diharapkan mampu

menerapkan pendidikan akhlak yang baik terhadap kedua orang tua

yang masih hidup maupun yang sudah meninggal.

2. Diharapkan orang tua, guru, mahasiswa, remaja dan seluruh

masyarakat pada umumnya, dapat mengambil hikmah dari sebuah

cerita di dalam buku kisah khususnya buku kisah “Uwais Al-Qarni

Sang Penghuni Langit Kekasih Tuhan Semesta Alam Karya

Muhammad Vandestra” yang telah dibaca sehingga memiliki tameng

yang kuat ketika menghadapi masalah, khususnya masalah dalam

dunia pendidikan akhlak.

3. Para remaja sebaiknya berpikir dulu sebelum melakukan sebuah

tindakan dan lebih baiknya lagi lebih terbuka kepada orang tua agar

mendapatkan ridhanya.
86

DAFTAR PUSTAKA

Abdulrahman, Jamal, 2004, Pendidikan ala kanjeng nabi Yogyakarta: Mitra


Pustaka.

Adisusilo, J.R, Sutarjo. 2012. Pembelajaran Nilai – Karakter Konstruktivisme dan


VCT Sebagai Inovasi Pendekatan Pembelajaran Afektif. Jakarta: PT Raja
Grafindo.

Ali, M. Hasan, 2003, Kumpulan tulisan M. Ali Hasan, Jakarta: Prenada Media.

______, 2003 Mengamalkan Sunnah Rasulullah,Jakarta: Prenada Media.

„Ali, Syaikh, Ahmad al-Jurjawi, 2003, Hikmah Dibalik Hukum Islam,Jakarta:

Amri, Mustqim, Ulil,Syafri, 2014, Pendidikan Karakter Berbasis Al Quran,


Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Aminuddin,dkk, 2006, Membangun Karakter dan Kepribadian melalui


Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Graha Ilmu.

A. Mustofa, 1997, Akhlak Tasawuf , Bandung: Pustaka Setia.

Arifin, M, 1996, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di Lingkungan


Sekolah dan Keluarga,Jakarta: Bumi Aksara

Arifuddin, Muhammad, 2009, Duhai Anakku. Sidoarjo: Kelompok Masmedia


Buana Pustaka.

Arikunto, Suharsini, 2002, Prosedur Penelitian: suatu pendektan praktek. Jakarta:


Rineka Cipta.

Aziz, Abdul ibn Fauzan ibn Shalih al-Fauzan, 2007, Fiqih Sosial; Tuntunan dan
Etika Hidup Bermasyarakat,Jakarta: Tim Qisthi Press.

Bahri, Syaiful, 2004, Pola Komunikasi Orang Tua Dan Anak Dalam Keluarga,
Jakarta, Pt Rineka Cipta.

Bin, Yazid, Abdul Qodir Jawas, 2015, Birrul Walidain: Berbakti Kepada Kedua
Orang Tua. Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi‟I.

Damanhuri, 2014Akhlak Perspektif Tasawuf Syeikh Abdrrauf As-Singkili. Jakarta:


Lectura Press.

Daud, M. Ali, 1998, Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
87

Daradzat, Dzakiah, 1993, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, Jakarta
: CV. Ruhama.

Dedi, Wahyudi, Pengantar Akidah Akhlak dan Pembelajarannya

Departemen Agama Republik Indonesia. 2009. Al Quran dan Terjemahannya.


Bandung: PT. Sygma Examedia Arkanleema.

Djalal, Abdul, 2008, Ulumul Qur‟an,Surabaya: Dunia Ilmu.

El-Sutha, Saiful Hadi. 2009, Mau Sukses? Bebakti Pada Orang Tua!. Jakarta:
Penerbit Erlangga.

Hamida, Abu, 2009, Super Berkah Buah Manis Berbakti Kepada Ibu Bapak
Bandung: Pustaka Hidayah.

Hamalik, Oemar, 2001, Kurikulum dan pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara.

https://www.lampung77.com/2-kasus-anak-bunuh-orang-tua-kandung-yang-
menggegerkan-di-lampung/

Ilyas, Yunahar, 2006, Kuliah Akhlak, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.

I Made, Wirartha, 2006, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian, Skripsi dan Tesis
Dilengkapi Contoh-contoh dan Analisis Data. Yogyakarta: ANDI.

Iqbal, Muhammad, Hasan, 2002, Pokok-pokok materi metodologi penelitian,


Jakarta: Ghalia Indonesia.

Jauhar, Hatta, 2009, “Urgensi Kisah-Kisah dalam Al-Qur‟an al-Karim bagi


proses Pembelajaran PAI pada MI/SD,” dalam Jurnal Al-Bidayah PGMI,
Volume II.

Jurnal Potensia, 2017, PG-PAUD FKIP UNIB, Vol. 2 No. 1.

Manna‟ Khalil al-Qaththan dalam Usman, 2009, Ilmu Tafsir, Yogyakarta: Teras.

______, 2000, Mabahith fi Ulum Al-qur‟an. T.k.t: Maktabah Wahbah.

Mansur, 2005, Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Islam, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.

Mukhtar. 2007, Bimbingan Skripsi, Tesis Dan Artikel Ilmiah. Jakarta: Gaung
Persada Press.

Munawir, Fajrul dkk. 2005, Al-Quran, Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan
Kalijaga.
88

Moleong, Lexi J, Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi (Bandung:


Remaja Rosdakarya, 2004

Nasih, Abdullah Ulwan. 1992. Pendidikan Anak Menurut Islam: Pendidikan


Sosial Anak. Penerjemah: Khalilullah Ahmas Masjkur Hakim. Judul asli
Tarbiyatul Aulad fil Islam. Bandung: Remaja Rosda Karya Offset

Purwanto, Nanang, Pengantar Pendidikan, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2014.

Qutb, Sayyid, 2001, Petunjuk Jalan, terj: Abdul Hayyie al-Kattani, cet, 1, Jakarta:
Gema Insani Press.

Ranchman, Fauzi. 2012, Islamic Relationship. Bandung: Erlangga.

Rosihon, Anwar, Akhlak Tasawuf. bandung: pustaka setia

Shihab, 2014, Birrul Walidain: Wawasan al-Qur‟an tentang Bakti Kepada Ibu
Bapak, Tanggerang: Lentara Hati.

Siswantoro, 2010 Metodologi Penelitian Sasta: Analisis Struktur Puisi.


Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sugiono, 2008, Metodologi Penelitian Kualitatif, Kuantitatif, Dan Rnd. Bandung:


Alfabeta.

Ummu, Tatik Hanan, 2006, Akhlak Islami Si Buah Hati. Solo: Pustaka Arafah.

Yaumi, Muhammad dan Muljono Damopoli, 2014, Action Research Teori, Model
Dan Aplikasi. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.

Yunus, Mahmud, Kamus Arab-Indonesia

Zuhri, MOH, Dipl. TAFL dkk, 1992, Tarjamah Sunan At Tirmidzi JILID 3. CV.
ASY SYIFA „-SEMARANG

Anda mungkin juga menyukai