Anda di halaman 1dari 78

ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM TRADISI SALAI

JIN DI DUSUN WAEPUTIH DESA LARIKE KECAMATAN


LEIHITU BARAT KABUPATEN MALUKU TENGAH

SKRIPSI

Disusun Oleh:

ANDRI UMASUGI
NIM : 170301063

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
AMBON
2021
PENGESAHAN PEMBIMBING

Hasil penelitian yang disusun oleh Andri Umasugi ini telah diperiksa dan

disetujui untuk diujikan dalam seminar hasil.

Ambon, ..................... 2021

PEMBIMBING I

Prof. Dr. Idrus Sere, M.Pd.I


NIP: 196105071994031003

Ambon, ..................... 2021

PEMBIMBING II

Nurlaila Sopamena, M.Pd


NIP: 197908132003122002

Mengetahui

Ketua Program Studi Pendidikan Agama Islam

Dr. Nursaid, M.Ag


NIP: 1937503033005011005
PERNYATAAN KEASLIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Andri Umasugi

NIM : 170301063

Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Fakultas : Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis

Nilai-nilai Pendidikan Islam Dalam Tradisi Salai Jin di Dusun Waeputih

Desa Larike Kecamatan Leihitu Barat Kabupaten Maluku Tengah” adalah

hasil karya saya sendiri dan bukan plagiasi orang lain. Apabila di kemudian hari

diketahui bahwa skripsi ini adalah hasil plagiasi, maka saya siap dikenakan sangsi

akademik.

Ambon, .............. 2021

Pembuat Pernyataan

Andri Umasugi
NIM: 170301063

iii
MOTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

“Terasa sulit ketika aku merasa harus melakukan sesuatu. Tetapi, menjadi mudah ketika aku

menginginkannya”

(ANNIE GOTTLIER)

PERSEMBAHAN

“Segala tulus dan rendah hati kupersembahkan skripsi ini kepada almarhum Ayahanda

tercinta Dumain Umasugi dan Ibunda Tercinta Saadiah Kaliki serta Kakak dan Adikku atas

segala perjuangan maupun pengorbanan yang tak terbatas yang telah disajikan kepada

penulis dengan limpahan kasih sayang dan tak lupa Almamater tercinta IAIN Ambon yang

telah mengijinkan penulis untuk menuntut ilmu”

iv
ABSTRAK

Andri Umasugi, NIM. 170301063. Dosen pembimbing I. Prof. Dr. Idrus Sere,
M.Pd.I. dan Pembimbing II. Nurlaila Sopamena, M.Pd. dengan judul “Analisis
Nilai-Nilai Pendidikan Islam Dalam Tradisi Salai Jin di Dusun Waeputih Desa
Larike Kecamatan Leihitu Barat Kabupaten Maluku Tengah”. Program Studi
Pendidkan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Institut Agama
Islam Negeri (IAIN) Ambon.
Penelitian ini bertujuan (1). Untuk mengetahui proses pelaksanaan tradisi
salai jin di Dusun Waeputih Desa Larike Kecamatan Leihitu Barat Kabupaten
Maluku Tengah (2). Untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan Islam apa saja yang
terdapat dalam tradisi salai jin di Dusun Waeputih Desa Larike Kecamatan
Leihitu Barat Kabupaten Maluku Tengah.
Metode penelitian yang di gunakan adalah metode penelitian deskriptif
kualitatif yang di maksudkan untuk memperoleh data dengan mengamati orang
dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami
bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya. Teknik pengumpulan data
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu observasi, wawancara, dokumentasi.
Teknik analisis data dimulai dengan pengumpulan data, melakukan transkripsi
diikuti dengan terjemahan bebas, melakukan analisis berdasarkan konteks dan
klasifikasi, melakukan analisis serta menginterpretasikan mengenai pandangan
hidup untuk memperoleh bahasa dan karakteristik masyarakat. Data tersebut
peneliti peroleh dari beberapa informan yaitu penutur tokoh adat, tokoh agama,
dan anak negeri yang masih aktif di dusun waeputih.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Tradisi Salai Jin adalah tradisi
warisan para leluhur yang merupakan bagian dari kehidupan masyarakat Dusun
Waeputih yang telah berlangsung secara turun temurun. Berdasarkan hasil
penelitian, pennulis mendapatkan data-data yang berkaitan dengan proses
pelaksanaan tradisi salai jin dan Nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung
dalam Tradisi salai jin di Dusun Waeputih yaitu: Proses pelaksanaan trsdisi salai
jin ini terdapat beberapa rangkain ritual yang harus dilakukan dalam proses
pelaksanaan tradisi salai jin yang diantaranya yaitu; ritual membakar kamanyiang,
ritual tidur jin, dan ritual pengobatan. Didalam permainan salai jin, ada juga
tarian-tarian yang menjadi kebiasan masyarakat Dusun Waeputih dalam
permainan salai jin seperti: tarian cakalele bangke dan tarian menari lenso. Dua
tarian ini sangat dominan dengan permainan tradisi salai jin di Dusun Waeputih.
Nialai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam tardisi salai jin adalah nilai
pendidikan Akhlak, nilai pendidikan akhlak ini penulis temukan dari hasil
pengamatan penulis berdasarkan hasil wawancara dengan informan.

Kata kunci : Nilai-nilai Pendidikan Islam Dalam Tradisi Salai Jin.

v
KATA PENGANTAR
ّٰ
َّ ‫الر ْح ّٰمن‬
‫الر ِح ْي ِم‬ َّ ‫ب ْسم الله‬
ِ ِ ِ ِ

Puji syukur kehadirat Allah SWT, tuhan semesta alam yang telah

memberikan nikmat, taufik, inayah serta hidayah-Nya kepada penulis sehingga

penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi, dengan judul “Analisis Nilai-

nilai Pendidikan Islam Dalam Tradisi Salai Jin di Dusun Waeputih Desa Larike

Kecamatan Leihitu Barat Kabupaten Maluku Tengah”

Salawat serta salam senantiasa penulis hanturkan kepada Rasulullah SAW,

beserta keluarga dan para sahabatnya yang membawa risalah islamiah, penyejuk

dan penerang hati umat kepada jalan yang di ridhai Allah Swt.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak sedikit rintangan

yang dihadapi, namun berkat dorongan, rasa tanggung jawab dan kemauan yang

kuat dari penulis serta doa yang tulus dari Ibunda Sa’adia Kaliki yang telah

memberikan inspirasi, semangat, motivasi, serta material yang demikian berarti

bagi penulis. Selain itu penulisan skripsi ini juga berkat bantuan dan dukungan

dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan

terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada :

1. Dr. Zainal Abidin Rahawarin, M.Si selaku rektor IAIN Ambon, Prof. Dr.

La Jamaa, M.Hi selaku wakil rektor bidang akademik dan pengembangan

lembaga, Dr. Husin Wattimena, S.Ag, M.Si selaku wakil rektor bidang

administrasi umum, perencanaan dan keuangan, dan Dr. Faqih Seknun,

M.Pd.I selaku wakil rektor bidang kemahasiswaan dan kerja sama.

vi
2. Dr. Ridwan Latuapo, M.Pd.I sebagai Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan IAIN Ambon, Dr. Siti Jumaeda, S.S. M.Pd.I selaku wakil dekan

bidan akademik dan pengembangan lembaga, dan Cornelia Pary, M.Pd

selaku wakil dekan bidang administrasi umum, perencanaan dan

keuangan, dan Dr. Muhajir Abd Rahman, M.Pd.I selaku wakil dekan

bidang kemahasiswaan dan kerja sama.

3. Dr. Nursaid, M.Ag dan Saddam Husein, M.Pd.I selaku ketua Program

Studi dan wakil ketua Program Studi Pendidikan Agama Islam.

4. Prof. Dr. Idrus Sere, M.Pd.I dan Nurlaila Sopamena, M.Pd selaku

pembimbing I dan pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktu

dalam memberikan bimbingan kepada penulis dalam rangka penulisan

hasil penelitian ini.

5. Dr. Abidin Wakano, M.Ag dan Mokhsin Kaliky, M.Pd.I selaku penguji I

dan penguji II yang telah banyak memberikan kritik dan saran yang

membangun sehingga membuat penulis dapat menyelesaikan hasil

penelitian ini dengan baik.

6. Para dosen, asisten dosen serta staf administrasi yang berada di lingkup

IAIN Ambon pada umumnya dan di Program Studi Pendidikan Agama

Islam yang telah memberikan segala bantuan selama penulis menuntut

ilmu di lembaga ini.

7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah

membantu baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga

penulisan hasil penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik.

vii
Akhirnya atas segala salah dan khilaf, kepada semua pihak yang sengaja

maupun tidak sengaja, penulis, mohon ketulusan hati untuk dimaafkan. Bantuan,

bimbingan, dan petunjuk yang diberikan oleh berbagai pihak, Insya Allah

mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT, Aamiin. Semoga Skripsi ini

bermanfaat bagi kita semua dan semoga Allah SWT senantiasa memberikan

petunjuk bagi kita semua.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatu.

Ambon,………..2021

Penulis :

Andri Umasugi
NIM : 170301063

viii
DAFTAR ISI

COVER
PENGESAHAN PEMBIMBING........................................................................... ii
PERNYATAAN KEASLIAN ................................................................................ iii
MOTO DAN PERSEMBAHAN ........................................................................... iv
ABSTRAK .............................................................................................................. v
KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Konteks Penelitian ...................................................................................... 1
B. Fokus Penelitian .......................................................................................... 7
C. Rumusan Masalah ....................................................................................... 7
D. Tujuan Penelitian ........................................................................................ 7
E. Manfaat Penelitian ...................................................................................... 8
F. Penelitian Terdahulu ................................................................................... 9
BAB II LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori .............................................................................................. 11
1. Pengertian Tradisi dan Budaya ........................................................... 11
a. Pengertian Tradisi ................................................................... 11
b. Pengertian Budaya .................................................................. 13
2. Nilai-nilai Pendidikan Islam ............................................................... 16
a. Nilai Aqidah ............................................................................ 16
b. Nilai Ibadah ............................................................................. 20
c. Nilai Akhlak ............................................................................ 23

BAB III METODE PENELITIAN


A. Tipe Penelitian .......................................................................................... 26
B. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................... 26
C. Subjek dan Infomasi Penelitian................................................................. 27
D. Sumber Data .............................................................................................. 27
E. Teknik Pengumpulan Data ........................................................................ 27

ix
F. Teknik Analisis Data ................................................................................. 28
G. Pengecekan Keabsahan Temuan ............................................................... 30
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Kondisi Geografis Lokasi Penelitian ........................................................ 31
B. Hasil Penelitian ......................................................................................... 34
C. Pembahasan ............................................................................................... 54
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................... 63
B. Saran .......................................................................................................... 64
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 65
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1. Pedoman Wawancara ................................................................ 68
Lampiran 2. Transkip Wawancara ................................................................ 69
Lampiran 3. Dokumentasi .............................................................................. 79
Lampiran 4. Surat Izin Penelitian .................................................................. 81

x
BAB I

PENDAHULUAN

A. Konteks Penelitian

Indonesia merupakan negara yang pluralis-multikultural (majemuk).

Masing-masing masyarakat Indonesia mempunyai latar belakang sejarah dan

kehidupan yang berbeda-beda. Tidak hanya agama, ras budaya mempunyai

banyak ragam. Dari kemajemukan tersebut mengilhami dengan sarat nilai

yang merupakan karya orisinil masyarakat Indonesia yang khas dengan

konteks kenusantaraan.1

Setiap bangsa dan suku bangsa tentunya memiliki agama sebagai

kepercayaan yang mempengaruhi manusia sebagai individu, juga sebagai

pegangan hidup. Disamping agama, kehidupan manusia juga dipengaruhi

oleh kebudayaan-kebudayaan menjadi identitas dari bangsa dan suku bangsa.

Suku tersebut memelihara dan melestarikan budaya yang ada. Kebudayaan

sebagai hasil dari cipta karsa dan rasa manusia.

Menurut William H. Haviland, kebudayaan adalah seperangkat peraturan

dan norma yang dimiliki bersama oleh para anggota masyarakat, yang jika

dilaksanakan oleh para anggotanya akan melahirkan perilaku yang dipandang

layak dan dapat diterima oleh semua masyarakat.2

Dalam masyarakat, baik yang kompleks maupun yang sederhana, ada

sejumlah nilai budaya yang satu dengan lain saling berkaitan hingga menjadi

1
Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Cet: III, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005), hlm.
98.
2
Sutan Takdir Ali Syahbana. Pengertian Budaya, https//www.seputarpengetahuan.com.id.
Dikutip pada hari senin pukul 21:27 WIT, tanggal 29 Juni 2021.

1
2

suatu sistem, dan sistem itu menjadi pedoman dari konsep-konsep ideal

dalam kebudayaan memberi pendorong yang kuat terhadap arah kehidupan

warga masyarakatnya.3 Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-

benda yang diciptakan manusia oleh manusia sebagai makhluk yang

berbudaya, dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku,

bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain. Yang

kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan

hidupan masyarakat.

Nilai adalah keyakinan yang membuat seseorang bertindak atas dasar

pilihannya. Jadi nilai adalah sesuatu yang bermanfaat dan berguna bagi

manusia sebagai acuan tingkah laku. Bagi manusia nilai dijadikan landasan,

alasan atau motivasi dalam melakukan perbuatannya. Dalam realita, nilai-

nilai itu dijabarkan dalam bentuk kaidah atau norma atau ukuran sehingga

merupakan suatu perintah, anjuran, himbauan, kebenaran, kebaikan,

keindahan dan lain sebagainya.

Ditengah derasnya arus modernisasi dan informasi yang dialami bangsa

Indonesia saat ini, persoalan pluralitas agama dan budaya menjadi

perbincangan panjang dan menarik oleh beberapa kalangan akademisi,

cendekiawan, maupun para tokoh dari berbagai agama di tanah air.

Perbincangan yang berlanjut ini merupakan realitas kegelisahan masyarakat

yang belum menemukan titik terang. Budaya yang mempunyai ciri khas yang

orisinil dari masyarakat tertentu tidak lagi dimaknai sebagai sesuatu yang

3
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Cet: 8, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1990),
hlm. 190.
3

suci. Dalam arti, masyarakat mulai meninggalkan nilai-nilai tersebut dan

berpindah pada paradigma baru akibat dari modernisasi tersebut untuk

meminimalisir hal tersebut, dibutuhkan sebuah tameng, salah satunya yaitu

dengan pendidikan.

Pendidikan adalah model rekayasa sosial yang paling efektif untuk

mewujudkan generasi yang unggul dimasa depan nantinya.4 Hal ini

menunjukkan bahwa pendidikan menempati posisi yang sangat strategis

dalam membentuk manusia yang ideal dan unggul dalam segala aspek. Oleh

karena itu, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa pembentukan manusia yang

ideal dan unggul tidak dapat lepaskan dan jauh dari yang namanya

pendidikan.

Agama Islam adalah agama universal yang mengajarkan kepada umat

manusia mengenai berbagai aspek kehidupan baik kehidupan yang sifatnya

duniawi maupun yang sifatnya ukhrawi. Salah satu ajaran Islam adalah

kewajiban kepada umatnya untuk melaksanakan pendidikan, karena dengan

pendidikan manusia dapat memperoleh bekal yang baik dan terarah.5

Pendidikan Islam di Indonesia dapat berlangsung diberbagai jenis lembaga

pendidikan. Di sekolah, pasantren maupun dilingkungan masyarakat itu

sendiri, banyak diadakan pendidikan berbasis Islam.

Pendidikan Islam menjadi sangat penting karena pendidikan Islam

tersebut memiliki nilai-nilai luhur. Ada dua pembagian besar tentang bentuk-

bentuk nilai. Pertama, nilai dipandang sebagai konsep, dalam arti memberi

4
Abdul Munir Mulkhan, Paradigma Intelektual Muslim, (Cet. ke-1, Yogyakarta: Sipres,
1993), hlm. 5.
5
Zuhairini Dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hlm. 98.
4

nilai atau timbangan (to value). Kedua nilai dipandang sebagai penetapan

hukum dan penilaian (to evaluate).6 Dan nilai-nilai luhur yang disandang oleh

pendidikan Islam adalah pertama, nilai historis. Pendidikan Islam telah

menyumbangkan nilai-nilai yang sangat besar dalam kesinambungan hidup

bangsa, didalam kehidupan bermasyarakat, didalam perjuangan bangsa

Indonesia, pada saat terdapat invasi dari negara barat, pendidikan Islam tetap

survive sampai saat ini. Kedua, nilai religius. Pendidikan Islam yang telah

berkembang tentunya telah memelihara dan memperkembangkan nilai-nilai

Islam sebagai salah satu nilai religius masyarakat Indonesia. Ketiga adalah

nilai moral. Pendidikan Islam tidak dapat diragukan sebagai pusat pemelihara

dan pengembangan nilai-nilai moral yang berdasarkan agama Islam sebagai

contoh sekolah madrasah, pasantren, merupakan pusat pendidikan dan juga

merupakan benteng moral bagi mayoritas bangsa Indonesia yang memiliki

beragam tradisi atau kebudayaan.

Ajaran Islam bisa dinyatakan dengan kuat bila ajaran itu telah mentradisi

dan membudaya di tengah masyarakat Islam. Tradisi dan budaya menjadi

sangat menentukan dalam kelangsungan syiar Islam ketika tradisi dan budaya

telah menyatu dengan ajaran Islam. Karena tradisi dan budaya merupakan

darah daging dalam tubuh masyarakat, mengubah tradisi adalah sesuatu yang

sangat sulit maka suatu langkah bijak ketika tradisi dan budaya tidak

diposisikan berhadapan dengan ajaran Islam, tetapi tradisi sebagai jalan

6
Hery Noer Aly dan Munzier, Watak Pendidikan Islam, (Cet. III, Jakarta: Friska Agung
Insani, 2008), hlm. 137.
5

masuknya ajaran Islam. Misalnya tradisi salai di Dusun Waeputih Desa

Larike Kecamatan Leihitu Barat Kabupaten Maluku Tengah.

Menurut observasi awal yang dilakukan peneliti di Dusun Waeputih Desa

Larike Kecamatan Leihitu Barat Kabupaten Maluku Tengah, Dusun

Waeputih merupakan sebuah Dusun yang menganggap tradisi salai jin

sebagai suatu tradisi yang memiliki hubungan yang erat dengan agama Islam.

Tradisi salai jin ini dipercaya masyarakat Dusun Waeputih sebagai sebuah

tradisi yang harus dijalankan oleh masyarakat dan tradisi ini sangat baik

untuk selalu dilestarikan.

Mereka menganggap tradisi salai jin sangat baik dilakukan karena tradisi

ini biasanya dilakukan dengan tujuan untuk mengobati penyakit yang

dideritai oleh salah satu anggota kelurga karena pengaruh jin, namun seiring

berjalannya tradisi ini, ternyata masyarakat di Dusun Waeputih belum

mengetahui makna dan nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam

setiap proses pelaksanaan tradisi salai jin.

Tradisi salai jin adalah sebuah tarian yang berasal dari Ternate Maluku

Utara. Nama dari tarian salai jin diambil dari kata ‘Salai’ yang berarti menari

dan ‘Jin’ yang berarti makhluk Gaib. Jika diterjemahkan, maka tarian salai jin

berarti sebuah tarian yang sangat erat hubungannya dengan makhluk gaib dan

dunia gaib. Tarian ini termasuk salah satu ritual adat yang memiliki nilai

tradisi dan filosofi yang tinggi bagi masyarakat adat. Selain itu, salai jin

dianggap sebagai tarian yang mempunyai nilai magis yang digunakan untuk

berkomunikasi dengan bangsa jin. Sesuai dengan namanya tarian salai jin
6

adalah salah satu tarian ritual masyarakat Dusun Waeputih yang kental

dengan nilai sakral dan magisnya. Tradisi salai jin dilaksanakan apabila ada

salah satu anggota keluarga yang sakit, namun tak kunjung sembuh,

walaupun sudah berobat dengan menggunakan pengobatan modern, tetapi

rasa sakit yang dideritai tidak sama sekali hilang atau sembuh.

Tradisi salai jin dilaksanakan dengan tujuan agar dapat mengobati

penyakit yang tak kunjung sembuh yang dideritai oleh salah satu anggota

keluarga. Pengobatan tradisional ini menggunakan bahan-bahan alami dan

teknik yang sederhana, namun mampuh menyembuhkan suatu penyakit yang

dideritai. Proses pelaksanaan tradisi salai jin memerlukan kerjasama keluarga

yang baik dan saling membantu dalam mempersiapkan segala macam

perlengkapan-perlengkapan yang dibutuhkan dalam permainan tradisi salai

jin. Waktu pelaksanaan tradisi salai jin tergantung pada niat diadakannya

tradisi salai jin ini, jika penyakit atau masalah yang dihadapi itu berat, maka

tradisi salai jin ini dilaksanakan selama 7 hari di waktu malam pada pukul

21.00 s/d 23.00.

Pada mulanya, tarian ini tidak boleh ditarikan oleh sembarang orang.

Tarian ini hanya boleh dilakukan oleh orang-orang tertentu seperti tokoh adat

atau orang yang faham akan tarian salai jin tersebut. Penari yang akan

memulai tarian ini mereka dirasuki oleh jin atau roh halus ke dalam dirinya.

Setelah itu tampa alas kaki, mereka akan mulai secara perlahan masuk ke

arena tarian dengan tubuh yang terasa berat oleh pengaruh jin, kemudian
7

mereka melakukan gerakan-gerakan tarian ini dengan diiringan bunyi tifa,

gong, dan totobuang.7

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti

tentang “Analisis nilai-nilai pendidikan islam dalam tradisi salai jin di Dusun

Waeputih Desa Larike Kecamatan Leihitu Barat Kabupaten Maluku Tengah.

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka fokus penelitian pada

penelitian ini adalah Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam tradisi salai jin di

Dusun Waeputih Desa Larike Kecamatan Leihitu Barat Kabupaten Maluku

Tengah.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan fokus penelitian di atas, maka yang menjadi permasalahan

pokok dalam hal ini adalah:

1. Bagaimana proses pelaksanaan tradisi salai jin di Dusun Waeputih

Desa Larike Kecamatan Leihitu Barat Kabupaten Maluku Tengah?

2. Bagaimana nilai-nilai pendidikan Akhlak dalam tradisi salai jin di

Dusun Waeputih Desa Larike Kecamatan Leihitu Barat Kabupaten

Maluku Tengah?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian yang ingin

dicapai adalah:

7
Observasi awal. Wawancara dengan Mahmud Umagap, Tokoh Adat Masyarakat Dusun
Waeputih. Pada tanggal 25 November 2020.
8

1. Untuk mengetahui proses pelaksanaan tradisi salai jin di Dusun Waeputih

Desa Larike Kecamatan Leihitu Barat Kabupaten Maluku Tengah.

2. Untuk mengetahui dan memahami nilai-nilai pendidikan Akhlak pada

tradisi salai jin di Dusun Waeputih Desa Larike Kecamatan Leihitu Barat

Kabupaten Maluku Tengah.

E. Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi peneliti

yang ingin dilanjutkan atau melanjutkan penelitian ini.

b. Diharapkan dapat menambah khasanah keilmuan peneliti maupun

pembaca, sehingga dapat bermanfaat dan dapat menerapkan ilmu

keagamaan dalam kehidupan sehari-hari.

2. Secara praktis

a. Bagi pendidik, hasil penelitian ini dapat memberikan pengalaman

langsung tentang analisis nilai-nilai pendidikan islam dalam tradisi

salai di Dusun Waeputih Desa Larike Kecamatan Leihitu Barat

Kabupaten Maluku Tengah.

b. Bagi peserta didik, hasil penelitian ini dapat dijadikan motivasi

belajar mereka masing-masing agar sesuai dengan gaya belajar

mereka. Oleh karena itu penelitian ini bisa dijadikan referensi bacaan

sekaligus penelitian berikutnya.


9

F. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu merupakan bagian yang bersifat sentral. Melalui

penelitian terdahulu, seseorang dapat mengetahui secara jelas, meskipun

secara garis besar, penelitian yang akan dilakukan.

Beberapa karya-karya yang berkaitan membahas tentang tradisi dan

budaya pengobatan tradisional yang berbaur mistis seperti :

1. Skripsi yang ditulis oleh Nuril Kirom, Prodi Aqidah Filsafat Islam,

Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, UIN Sunan Ampel Surabaya 2018.

Dengan judul Praktik penanganan pengobatan tradisional K.H

Amiruddin Mu’in (Studi analisis dari sisi mistis). Skripsi ini membahas

tentang praktik penanganan pengobatan tradisional K.H Amiruddin

Mu’in. Adapun persamaan pada skripsi tersebut dengan skripsi penulis

terletak pada objek peneliti, yaitu sama-sama membahas tentang cara

kerjanya pengobatan tradisonal dari segi mistis namun perbedaanya

terletak pada subjek penelitian yaitu peneliti mengkaji tetang nilai-nilai

pendidikan islam sedangkan penelitian ini mengkaji terkai dengan

pengobatan tradisional dari sisi mistis.8

2. Skripsi yang ditulis oleh Ratu Endah Fitrah, Prodi Bahasa dan Sastra

Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara 2019.

Dengan judul Bahasa dalam ritual pengobatan tradisional kebudayaan

suku talang mamak Kecamatan Rengat Kabupaten Indagiri Hulu

Provinsi Riau. (Kajian: Antropolinguistik). Skripsi ini membahas tentang

8
Nuril Kirom. Praktik Penanganan Pengobatan Tradisional K.H. Amiruddin Mu’in: Studi
Analisis Dari Sisi Mistis, (Skripsi: Universitas Islam Negeri Sunan Ampel 2018), hlm. 56
10

bahasa dalam ritual pengobatan tradisional kebudayaan suku talang

mamak, dalam penelitian ini mengkaji tentang pengobatan tardisional

dengan mennggunakan ramuan, sesajen ritual dan mantra-mantra, namun

berbeda dengan penelitian peneliti yaitu penelitian ini tidak sampai ke

hal-hal mistis seperti penelitian yang peneliti lakukan.9

3. Skripsi yang ditulis oleh Danella Cecilia Cahyani BR Tarigan, Prodi

Sastra Cina, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara 2018.

Dengan judul Analisis miotika pada ritual pengobatan tradisional

tiongkok di Kelenteng Kera Sakti Delitua. Penelitian ini mengkaji tentang

ritual pengobatan tradisional tiongkok. Adapun persamaan pada skripsi

tersebut dengan skripsi penulis, persamaannya yaitu dengan

menggunakan benda dan alat seperti pisau, parang, tombak dan benda

lainnya seperti kain merah, namun berbeda dengan penelitian peneliti

yaitu penelitian ini tidak mengarah kepada hal mistis sedangkan

penelitian peneliti ada kaitanya dengan hal mistis atau alam gaib. 10

9
Ratu Endah Fitrah. Bahasa dalam ritual pengobatan tradisional kebudayaan suku talang
mamak Kecamatan Rengat Kabupaten Indagiri Hulu Provinsi Riau. Kajian: Antropolinguistik.
(Skripsi: Universitas Sumatra Utara, Medan 2019), hlm. 32
10
Danella Cecilia Cahyani BR Tarigan. Analisis miotika pada ritual pengobatan tradisional
tiongkok di Kelenteng Kera Sakti Delitua, (Skripsi: Universitas Sumatra Utara. Medan 2018), hlm.
49
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori

1. Pengertian tradisi dan budaya

a. Pengertian tradisi

Tradisi dipahami sebagai segala sesuatu yang turun temurun dari

nenek moyang.11 Tradisi dalam kamus antropologi sama dengan adat

istiadat yakni kebiasaan yang bersifat magis religius dari kehidupan suatu

penduduk asli yang meliputi nilai-nilai budaya, norma-norma, hukum

dan aturan-aturan yang saling berkaitan, dan kemudian menjadi suatu

sistem atau peraturan yang sudah mantap serta mencakup segala konsepsi

sistem budaya dari suatu kebudayaan untuk mengatur tindakan atau

perbuatan manusia dalam kehidupan sosial.12 Sedangkan dalam Kamus

Sosiologi, diartikan sebagai kepercayaan dengan cara turun menurun

yang dapat dipelihara.13

Tradisi merupakan pewarisan norma-norma, kaidah-kaidah, dan

kebiasaan-kebiasaan. Tradisi tersebut bukanlah suatu yang tidak dapat

diubah, tradisi justru dipadukan dengan aneka ragam perbuatan manusia

dan diangkat dalam keseluruhannya. Karena manusia yang membuat

tradisi maka manusia juga yang dapat menerimanya, menolaknya dan

11
W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1985), hlm. 1088.
12
Ariyono dan Aminuddin Sinegar, Kamus Antropologi, (Jakarta: Akademika Pressindo,
1985), hlm. 4.
13
Soekanto, Kamus Sosiologi, (Jakarta: PT Raja Gravindo Persada, 1993), hlm. 459.

11
12

mengubahnya.14 Tradisi juga dapat dikatakan sebagai suatu kebiasaan

yang turun menurun dalam sebuah masyarakat, dengan sifatnya yang

luas, tradisi bisa meliputi segala kompleks kehidupan, sehingga tidak

mudah disisihkan dengan perincian yang tepat dan diperlakukan serupa

atau mirip, karena tradisi bukan obyek yang mati, melainkan alat yang

hidup untuk melayani manusia yang hidup pula.15

Dalam pandanagan Islam tradisi merupakan segala sesuatu yang

berupa adat, kepercayaan dan kebiasaan. Kemudian adat, kepercayaan

dan kebiasaan itu menjadi ajaran-ajaran atau paham-paham yang turun

temurun dari para pendahulu kepada generasi-generasi paska mereka

berdasarkan dari mitos-mitos yang tercipta atas manifestasi kebiasaan

yang menjadi rutinitas yang selalu dilakukan oleh klan-klan yang

tergabung dalam suatu bangsa.

Secara pasti, Tradisi lahir bersama dengan kemunculan manusia

dimuka bumi. Tradisi berevolusi menjadi budaya. Itulah sebabnya

sehingga keduanya merupakan personifikasi. Budaya adalah cara hidup

yang dipatuhi oleh anggota masyarakat atas dasar kesepakatan bersama.

Kedua kata ini merupakan keseluruhan gagasan dan karya manusia,

dalam perwujudan ide, nilai, norma, dan hukum, sehingga keduanya

merupakan dwitunggal. Dalam ajaran Islam adat kebiasaan adalah

menjadi salah satu pertimbangan para ulama dalam menentukan hukum.

14
Van Peursen, Strategi Kebudayaan, (Jakarta: Kanisus, 1976), hlm. 11.
15
Rendra, Mempertimbangkan Tradisi, (Jakarta: PT Gramedia, 1983), hlm. 3.
13

Tradisi yang dimaksud adalah dikenal dengan ‘Urf. A. Hanafi. M.A

membagi ‘Urf ke dalam dua bagian.

1. ‘Urf yang benar, yaitu adat kebiasaan yang tidak menyalahi nash-

nash, tidak melalaikan kepentingan kegiatan atau tidak membawa

keburukan.

2. ‘Urf yang salah, yaitu yang berlawanan dengan syara’ atau

berlawanan dengan hukum yang jelas karena adanya nash-nash,

maka tidak menjadi pertimbangan seorang mujtahid atau seorang

hakim.16

‘Urf yang salah merupakan kebiasaan yang berlainan dan berlawan

dengan syara’ atau membawa kepada keburukan dan melalaikan

kepentingan kebaikan seperti kebiasaan perbuatan-perbuatan yang buruk

dalam pelaksanaan upacara keagamaan dan sebagainya. Menurut dalam

buku ushul fiqih, pengertian urf yakni suatu keadaan, ucapan, perbuatan

atau ketentuan yang telah dikenal manusia dan telah menjadi tradisi

untuk melaksanakannya atau meninggalkannya. Dikalangan masyarakat,

urf ini sering disebut sebagai adat.17

b. Pengertian budaya

Menurut Koentjaraningrat, budaya berasal dari bahasa Sangsekerta

yaitu buddhayah yang berarti budi atau akal.18 Kebudayaan berhubungan

16
A. Hanafi, Ushul Fiqh Al-Ma’arif, (Bandung, 1962), hlm. 146.
17
Rachmat Syafe’i, Ilmu Ushul Fiqih, (Bandung : CV Pustaka Setia, 2010), hlm: 128.
18
Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan di Indonesia, (Jakarta:
Utama, 1992), hlm. 181.
14

dengan kreasi budi atau akal manusia. Atas dasar ini, Koentjaraningrat

mendefinisikan budaya sebagai daya budi yang berupa cipta, karsa dan

rasa, sedangkan kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa dan rasa itu.19

Ada sarjana lain yang mengupas kata budaya itu sebagai

perkembangan dari kata majemuk budi daya yang berarti daya dari budi.

Karena itu mereka membedakan antara budaya dan kebudayaan. Budaya

itu daya dari budi yang berupa cipta, karsa dan rasa sedangkan

kebudayaan merupakan hasil dari cipta, karsa, dan rasa tersebut. Dalam

kata antropologi budaya, tidak diadakan perbedaan arti antara budaya dan

kebudayaan. Disini kata budaya hanya dipakai untuk singkatan saja dari

kata kebudayaan.20

Adapun kata culture dalam bahasa Inggris yang artinya sama dengan

kebudayaan berasal dari kata latin colere yang berarti mengolah,

mengerjakan, terutama mengolah tanah atau bertani. Dari sinilah

berkembang arti culture sebagai segala daya dan aktivitas manusia untuk

mengolah dan mengubah alam.21

Dari hasil-hasil budaya manusia dapat dibagi menjadi dua macam

kebudayaan, yakni:

1. Kebudayaan jasmaniyah (kebudayaan fisik) meliputi benda-benda

ciptaan manusia, misalnya alat-alat perlengkapan hidup.

19
Ibid, hlm. 182.
20
Rohiman Notowidagdo, Ilmu Budaya Dasar Berdasarkan al-Qur’an dan Hadis, (Jakarta:
PT RajaGravido Persada, 2000), hlm. 24.
21
Ibid,.
15

2. Kemudian kebudayaan rohaniyah (nonmaterial) yaitu semua hasil

cipta manusia yang tidak bisa dilihat dan diraba, seperti religi, ilmu

pengetahuan, bahasa, dan seni.

Budaya menampakkan diri dalam pola-pola bahasa dan dalam

bentuk-bentuk kegiatan dan perilaku yang berfungsi sebagai model-

model sebagai tindakan-tindakan penyesuaian diri dan gaya komunikasi

yang memungkinkan orang-orang tinggal dalam suatu masyarakat di

suatu lingkungan geografis tertentu pada suatu tingkat perkembangan

teknis tertentu dan pada suatu saat tertentu. Budaya juga berkenaan

dengan sifat-sifat suatu objek materi yang memainkan peranan penting

dalam kehidupan sehari-hari, seperti model rumah, alat-alat yang

digunakan, transportasi dan lain-lain.22 Selain itu budaya merupakan

gaya hidup unik suatu kelompok manusia tertentu. Budaya bukanlah

sesuatu yang hanya dimiliki oleh sebagian orang dan tidak dimiliki oleh

sebagian orang lainya. Budaya dimiliki oleh seluruh manusia dan

demikian menjadi suatu faktor pemersatu.23 Budaya juga merupakan

pengetahuan yang dapat dikomunikasikan, sifat-sifat perilaku dipelajari

yang juga ada pada anggota-anggota dalam suatu kelompok sosial dan

berwujud dalam lembaga-lembaga dan artefak-artefak mereka. Dalam hal

ini setiap kelompok budaya menghasilkan jawaban-jawaban khususnya

sendiri terhadap tantangan-tantangan hidup seperti kelahiran,

22
Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi antar Budaya; Panduan
Berkomunikasi dengan Orang Berbeda Budaya, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014), hlm.
18.
23
Ibid, hlm. 56.
16

pertumbuhan, hubungan-hubugan sosial dan bahkan kematian. Ketika

orang-orang menyesuaikan diri dengan keadaan-keadaan ganjil yang

mereka temukan di bumi, kebiasaan hidup sehari-hari timbul.

Manusia menciptakan budaya tidak hanya sebagai suatu mekanisme

adaptif terhadap lingkungan biologis dan geofisik saja, tetapi juga

sebagai alat untuk memberi andil kepada evolusi sosial. Budaya memiliki

suatu tujuan. Budaya membantu untuk mengkategorikan dan

mengklasifikasikan pengalaman. Budaya membantu mendefinisikan diri,

dunia, dan tempat kita di dalamnya.24

2. Nilai-nilai pendidikan Islam

Dalam pendidikan agama Islam terdapat bermacam-macam nilai

Islam yang mendukung dalam pelaksanaan pendidikan bahkan

menjadisuatu rangkaian sistem didalamnya. Nilai tersebut menjadi

pengembangan jiwa anak sehingga dapat memberi nilai out put bagi

pendidikan yang sesuai dengan harapan masyarakat luas.

Dengan banyaknya nilai-nilai pendidikan peneliti mencoba

membatasi pembahasan dalam penulisan proposal ini dan membatasi

nilai pendidikan Islam dengan nilai aqidah, nilai ibadah dan, dan nilai

akhlak.

a. Nilai Aqidah.

Nilai aqidah merupakan landasan pokok bagi kehidupan

manusia sesuai fitrahnya, karena manusia mempunyai sifat dan

24
Stanley J. Baran, Pengantar Komunikasi MasaMelek Media dan Budaya, terj. S. Rouli
Manalu, (Jakarta: Erlangga, 2012.). hlm. 11.
17

kecendrungan untuk mengalami dan mempercayai adanya tuhan,

pendidikan aqidah ini dimulai sejak bayi dilahirkan dengan

mengumandangkan azan ketelinganya saat pertama kali yang

didengar hanya kebesaran asma Allah.

Secara etimologi aqidah adalah bentuk masdar dari

kata‟aqodaya‟qidu‟aqidatan yang berarti ikatan, simpulan,

perjanjian, kokoh. Setelah terbentuk menjadi kata aqidah berarti

perjanjian yang kuat dan teguh, dan terpatri lalu tertanam didalam

lubuk hati yang paling dalam.

Sedangkan secara terminologi, aqidah berarti credo, creed,

keyakinan hidup iman dalam arti khas, yakni pengikraran yang

bertolak dari hati. Menurut Jamil Ahaliba dalam kitab mu‟jam al-

filsafi yang dikuti Muhammad Alim dalam bukunya yang berjudul

Pendidikan Agama Islam mengartikan bahwa aqidah adalah

menghubungkan dua sudut sehingga bertemu dan bersambung

kokoh.

Karakteristik aqidah Islam bersifat murni, baik dalam isi,

maupun prosesnya, dimana hanyalah Allah yang wajid diyakini,

diakui dan disembah. keyakinan sedikitpun tidak boleh dialihkan

oleh orang lain, karena akan berakibat persekutuan (musyrik) yang

berdampak pada motivasi ibadah yang tidak sepenuhnya berdasarkan

atas panggilan Allah.


18

Aqidah dalam Islam meliputi kayakinan pada hati yang tentang

Allah sebagai Tuhan yang wajid di sembah; ucapan dalam lisan

dalam bentuk dua kalimah syahadat; dan perbuatan dan amal saleh.

Lebih lanjut, Abu A‟la Al-Maududi yang dikutip Muhammad dalam

bukunya yang berjudul Pendidikan Agama Islam, menyebutkan

pengaruh aqidah adalah sebagai berikut:

1. Menjauhkan manusia dari pandangan picik dan yang sempit.

2. Menanamkan kepercayaan terhadap diri sendiri dan tahu harga

orang lain.

3. Membentuk manusia menjadi lebih jujur dan adil.

4. Menghilangkan sifat murung dan putus asa dalam menghadapi

persoalan dan situasi.

5. Membentuk pendirian yang teguh, kesabaran, dan optimisme.

6. Menanamkan sifat kesatria, semangat, berani, dan tidak gentar

menghadapi resiko, bahkan tidak takut kepada mati.

7. Menciptakan hidup ridha dan sikap ramah.

8. Membentuk manusia menjadi patuh, taat dan disiplin

menjalankan peraturan Ilahi.

Dari beberapa penjelasan diatas tentang karakteristik aqidah

Islam tersebut, maka dapat disimpulkan tentang prinsip dan nilai

aqidah Islam adalah sebagai berikut:25 Berserah diri kepada Allah

dengan bertauhid Maksudnya adalah beribadah murni karena Allah

25
Yunahar Ilyas, Kuliah Aqidah Akhlak, (Yogyakarta, LPPI: 2013), hlm. 6.
19

dan kepada Allah semata, tidak pada yang lain-Nya (tauhid), secara

garis besar tauhid adalah meng-Esakan Allah dalam ibadah. Karena

sejatinya sesembahan itu beraneka ragam menurut ragam dan

kepercayaan masing-masing, akan tetapi orang yang bertauhid hanya

menjadikan Allah sebagi satu-satunya dan tempat meminta. Akal

pikiran tidaklah menjadi sumber aqidah, tetapi hanya berfungsi

memahami nash-nash yang terdapat dalam kedua sumber alqur‟an

dan hadits.

1. Taat dan patuh kepada Allah.

Dalam aqidah Islam tidak cukup hanya menjadi seseorang yang

bertauhid tanpa dibarengi dengan amal dan perbuatan yang

mencerminkan ketauhidan tersebut. Karena orang yang

bertauhid berarti berprinsip pula dalam melakukan.

2. Menjauhkan diri dari perbuatan syirik.

Setelah bertauhid serta taat dan patuh hanya kepada Allah secara

tidak langsung seseorang telah menjauhkan dirinya dari

perbuatan syirik, dan tidak hanya sampai disitu saja, dan akan

tetapi akan selalu menjaga diri untuk menjauhi perbuatan dan

pelaku syirik. Allah berfirman dalam al-Qur’an surah An-Nisa

ayat 48.

ٓ ُ ۡ ۡ ۡ
َّ‫إِنَّ َّٱللَّ َّلاَّيغفِ ُر َّأنَّيُشرك َّب ِ َّهِۦ َّويغفِ ُر َّماَّدون َّذَٰل ِك َّل ِمنَّيشا ُء َُّۚومن‬
ً ‫ىَّإ ۡث ًماَّع ِظ‬ ٓ ۡ ۡ ۡ
َّ ‫يُش ِركََّّب ِٱ‬
َّ٨٤َّ‫يما‬ ِ ََّٰ ‫لل َِّفقدَِّٱفتر‬
20

Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni (dosa)


karena mempersekutukan-Nya (syirik), tetapi Dia
mengampuni apa (dosa) yang selain (syirik) itu bagi siapa
yang Dia kehendaki. Barang siapa mempersekutukan
Allah, maka sungguh, dia telah berbuat dosa yang besar”.26
b. Nilai Ibadah

Secara harfiah ibadah berarti bakti manusia kepada Allah Swt,

karena didorong dan dibangkitkan oleh aqidah dan tauhid. majlis

tarjih Muhammadiyah mendefinisikan ibadah sebagai upaya

mendekatkan diri kepada Allah dengan mentaati perintah-Nya, dan

menjauhi larangan-Nya, dan mengamalkan segala yang diizinkan-

Nya.

M. Quraish Shihab dalam bukunya yang berjudul M. Quraish

Shihab Menjawab. 1001 soal keislaman yang patut anda ketahui,

menyimpulkan bahwa ada tiga jenis tentang definisi ibadah yang

dikemukakan oleh Syaikh Ja‟far subhani, yaitu “ibadah adalah

ketundukan dan ketaatan yang berbentuk lisan dan praktik yang

timbul sebagai dampak keyakinan tentang ketuhanan siapa yang

kepadanya seorang tunduk”.27 Ketentuan ibadah trmasuk salah satu

bidang ajaran Islam dimana akal manusia tidak berhak ikut campur,

malainkan hak dan otoritas milik Allah sepenuhnya. Kedudukan

manusia dalam hal ini menaati, mamatuhi, melaksanakan, dan

Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemah, (Jakarta: Syarefa Publishing 2019), hlm.
26

86.
M. Quraish Shihab, 2006, Wawasan Al-Qur’an Tentang Zikir & Do’a, (Ciputat; Lentera
27

Hati), Cet-2, hlm. 17.


21

menjalankannya dengan penuh ketudukan sebagai bukti pengabdian

dan rasa terima kasih kepadaNya.

Ibadah secara umum mencakup seluruh aspek kehidupan sesuai

dengan ketentuan Allah Swt. Ibadah dalam hal inilah yang

merupakan tugas manusia. Dalam pengertian khusus ibadah adalah

prilaku manusia yang dilakukan atas perintah Allah dan dicontohkan

oleh Rasullullah, atau disebut ritual. dengan ibadah manusia akan

mendapatkan ketenangan dan kebahagiaan didunia dan di akhirat,

akan tetapi ibadah bukan hanya sekedar kewajiban melainkan

kebutuhan bagi seorang hamba yang lemah yang tidak mempunyai

kekuatan tanpa Allah yang maha kuat.

Adapun jenis-jenis ibadah diklasifikasikan menjadi dua bagian,

yaitu:

1. Ibadah mahdhah, artinya penghambatan yang murni dan hanya

merupakan hubungan antara hamba dengan sang pengcipta

secara langsung. Ibadah bentuk ini memiliki 4 prinsip, yaitu:

a. Keberadaannya harus berdasarkan adanya dalil yang

diperintahkan.

b. Tatacaranya harus berpola kepada rasullullah.

c. Bersifat supra rasional (diatas jangkauan akal).

d. Azaznya taat.

2. Ibadah ghairuh mahdhah, artinya ibadah disamping sebagai

hubungan hamba dengan Allah dan juga merupakan hubunngan


22

atau interaksi antara hamba dengan mahkluk lainnya. Prinsip-

prinsip dalam ibadah ini ada 4, yaitu:

a. Keberadaannya didasarkan atas tidak adanya dalil yang

melarang

b. Taat pelaksanaanya tidak perlu berpola seperti Rasullullah.

c. Bersifat rasional.

d. Azaznya manfaat, selama itu bermanfaat maka selama itu

boleh dilakukan.

Didalam Islam nilai ibadah tidak hanya sebatas ritual pada hari

atau tempat-tempat tertentu saja, akan tetapi lebih luas lagi, karena

pemahaman nilai ibadah dalam Islam adalah juga mencakup segala

perbuatan dan perkataan dalam kehidupan sehari-hari yang

dikerjakan secara ikhlas semata hanya ingin mendapatkan ridha dari

Allah Swt. Menuntut ilmu, mendidik, dan membesarkan anak,

bekerja keras mencari nafkah untuk keluarga, bahkan menyingkirkan

duri dari jalananpun merupakan suatu ibadah jika perbuatan tersebut

didasari oleh perbuatan yang ikhlas dan hanyauntuk mengharap

ridho Allah.

Cakupan dan bentuk-bentuk ibadah, antara lain menuliskan,

“ibadah adalah sebutan yang mencakup segala sesuatuyang disukai

dan diridhai oleh Allah Swt. Dalam bentuk ucapan dan perbuatan

lahir dan batin, seperti sholat, puasa, haji, dan kebenarannya dalam

berucap, kebaktiannya kepada orang tua, silahturahim, dan lain-lain.


23

c. Nilai Akhlak

Secara etimologi akhlak berasal dari bahasa Arab yang berarti

perangai, tabiat, adat (yang diambil dari kata dasar khuluqun) atau

kejadian, buatan, ciptaan (diambil dari kata khalqun). adapun

pengertian akhlak secara terminologi, para ulama lebih banyak

mendefinisikan, diantaranya Imam Al-Ghazali dalam kitabnya

Ihya„ulumal-din menyatakan bahwa akhlak adalah gambaran

tingkah laku dalam jiwa yang daripadanya lahir perbuatan-perbuatan

dengan mudah tanpa memerlukan pertimbangan dan pemikiran.

Sedangkan akhlak menurut konsep Ibnu Maskawih dalam

bukunya Tahdzibul Akhlak adalah sikap yang tertanam dalam jiwa

dan mendorong untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan

pertimbangan dan pemikiran (lagi).

Akhlak adalah merupakan salah satu khazanah intelektual

muslm yang kehadirannya hingga saat ini masih semakin dirasakan.

Secara teologis dan historis akhlak tampil memandu dan mengawal

perjalanan hidup manusia agar selamat dunia akhirat.

Akhlak terbagi menjadi dua macam: yaitu akhlak mahmudah

(akhlak terpuji) dan akhlak madzmumah (akhlak tercela).

1. Akhlak mahmudah (akhlak terpuji).

Akhlak mahmudah (terpuji) amat banyak jumlahnya, namun

dilihat dari segi hubungan manusia dengan tuhan dan manusia


24

dengan manusia, akhlak terpuji tersebut dapat di bagi empat

bagian, yaitu:

a. Akhlak terhadap Allah.

Titik tolak akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan

kesadaran bahwa tiada Tuhan selain Allah Swt. Dia

memiliki sifat-sifat terpuji yang manusia tidak akan mudah

menjangkau hakikat-Nya

b. Akhlak terhadap orang tua.

Sebagai anak diwajibkan untuk patuh dan menurut terhadap

perintah orang tua dan tidak durhaka kepada mereka. Dalam

hal ini terutama kepada ibu, karena jasa seorang ibu kepada

anaknya tidak bisa dihitung dan tidak bisa ditimbang

dengan ukuran. Sampai ada pribahasa yang mengatakan

kasih ibu sepanjang jalan, kasih anak sepanjang ingatan.

c. Akhlak terhadap diri sendiri.

Selaku individu, manusia diciptakan oleh Allah Swt.

Dengan segala kelengkapan jasmaniah dan rohaniah, seperti

akal, pikiran, hati, nurani, perasaan dan kacakapan bakat

dan batin. Berakhlak baik pada diri sendiri dapat diartikan

menghargai, menghormati, menyayangi, dan menjaga diri

sendiri dengan sebaik-baiknya.


25

d. Akhlak terhadap sesama.

Manusia adalah makhluk sosial yang berkelanjutan

eksistensinya secara fungsional dan optimal banyak

bergantung kepada orang lain. Untuk itu, manusia perlu

bekerja sama dan saling tolong menolong dengan orang lain,

oleh karena itu ia perlu menciptakan nuansa yang baik anatar

yang satu dan lainnya dan berakhlak baik.

2. Akhlak madzmumah (tercela).

Yang dimaksud dengan akhlak mazdmumah (tercela) adalah

perbuatan buruk atau jelek terhadap Tuhan, sesama manusia dan

mahkluk lainnya antara lain: musyrik, munafik, kikir, boros,

suka befoya-foya dan masih banyak lagi.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan diskriptif kualitatif, yaitu

penelitian yang hasilnya berupa data deskriptif, dan yang dikumpulkan

umumnya berbentuk kata-kata, gambar-gambar dan kebanyakan bukan

angka-angka. Kalaupun ada angka-angka, sifatnya hanya sebagai penunjang.

Data dimaksud meliputi transkip wawancara, catatan data lapangan, foto-foto,

dokumen pribadi, nota, dan catatan lainnya. Termaksud di dalamnya deskripsi

mengenai tata situasi.28

Berdasarkan uraian di atas, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif

untuk dapat menghasilkan data deskriptif tentang nilai-nilai pendidikan Islam

dalam Tradisi Salai Di Dususn Waeputih Desa Larike Kecamatan Lehitu

Barat Kabupaten Maluku Tengah.

B. Waktu Dan Tempat Penelitian

1. Waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 10 Mei s/d 10 Juni 2021.

2. Tempat penelitian

Tempat penelitian dilaksanakan di Dusun Waeputih Desa Larike

Kecamatan Leihitu Barat Kabupaten Maluku Tengah.

28
Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif, (Cet. I; Bandung: CV. Pustaka Setia, 2002),
hlm. 61.

26
27

C. Subjek dan informasi penelitian

Subjek dan Informasi dalam penelitian ini merupakan tokoh adat, tokoh

agama, dan masyrakat atau anak negeri Dusun Waeputih.

D. Sumber Data

1. Data primer

Sumber data primer yaitu sumber yang didapatkan langsung dari atau

informan sebagai sumber data pada lokasi penelitian. Yaitu dengan

melakukan wawancara dan pengamatan langsung di lapangan kepada

para informan seperti:

a. Tokoh adat.

b. Tokoh agama.

c. Masyarakat atau anak Negeri

2. Data sekunder

Diketahui peneliti sumber data sekunder diperoleh dari sumber-sumber

literatur di perpustakaan yakni dari literatur yang dipelajari terkait

dengan studi perpustakaan yang mendukung penulisan, dan penelitian

yang peneliti lakukan.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah merupakan teknik yang digunakan oleh

peneliti atau metode yang diperoleh untuk melengkapi data yang dibutuhkan

sehubungan dengan penelitian ini, prosedur pengumpulan data yang

digunakan sebagai berikut:


28

1. Metode Dokumentasi

Dokumen merupakan bahan tertulis atau benda yang berkaitan dengan,

suatu peristiwa atau aktivitas tertentu. Dokumen bisa berupa rekamann

suatu peristiwa atau aktivitas tertentu. Dokumen bisa merupakan

rekaman atau dokumen tertulis arsip data base, surat-surat, rekaman,

gambar, benda-benda peninggalan yang berkaitan dengan suatu

peristiwa.29

2. Metode Observasi

Observasi adalah salah satu metode utama dalam penelitian sosial

keagamaan terutama sekali penelitian naturalisik (kualitatif). Observasi

merupakan metode pengumpulan data yang paling alamiah dan paling

banyak digunakan tidak hanya dalam dunia keilmuan, tetapi juga dalam

berbagai aktivitas kehidupan.30

3. Metode Wawancara

Wawancara atau interview yaitu alat informasi dengan cara mengajukan

sejumlah pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan pula. Ciri

utama dari interview adalah kontak langsung dengan tatap muka antara

pencari informasi (interviewer) denga sumber informasi (interview).31

F. Teknik Analisis Data

Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja

dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan

29
Imam Suprayoga Dan Tobroni, Metode Penelitian Sosial Agama,(Cet. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2003), hlm. 164.
30
Ibid, hlm 167.
31
Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Cet. IV: Jakarta Pt. Rineka Cipta, 2004),
hlm, 165.
29

yang dapat dikelola, mensistensikannya mencari dan menemukan pola,

menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan meneruskan apa

yang dapat dikemukakan pada orang lain.32 Analisis data adalah langkah-

langkah yang ditempuh peneliti dan memilah data untuk rujukan menarik

kesimpulan.33

Data kualitatif dianalisis dengan mengikuti tiga tahapan yaitu:

1. Reduksi Data

Reduksi data adalah merangkum, memilih, dan memilah data-data

yang pokok dan penting. Dengan adanya reduksi data tersebut akan

memberi gambaran jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan

tindakan selanjutanya.

2. Penyajian Data

Berdasarkan reduksi data yang ada, maka selanjutnya peneliti akan

menggambarkan, menjelaskan atau menafsirkan dan menyampaikan

dalam bentuk narasi maupun dalam presentasi yang dapat dipahami

dengan baik dan baik da benar.

3. Penyimpulan

Setelah bahan atau data yang disajikan lengkap selanjutnya peneliti

menyimpulkan secara general maupun secara spesifik dengan jelas.

32
Lexy J Moeleong, Metodologi Pendidikan Kualititaf, (Cet. XX PT Remaja Rosdakarya.
2006), hlm. 245.
33
Hamidi, Metode Penelitian Dan Teori Komunikasi, (Cet. III: Malang: UMM Press, 2010),
hlm. 6.
30

G. Pengecekan Keabsahan Temuan

Untuk menetapkan keabsahan data, diperlukan pengesahan keabsahan

temuan. Adapun teknik pengesahan temuan yang peneliti lakukan melalui

kriteria keabsahan data, yakni dengan cara:

Pertama, penyajian keabsahan data dengan ketentuan pengamatan

dilakukan dengan cara mengamati dan membaca secara cermat sumber data

penelitian, sehingga data yang diperlukan dapat didefinisikan. Selanjutnya

dapat diperoleh deskripsi-deskripsi hasil yang akurat dalam proses perincian

maupun penyajian data.

Kedua, triangulasi adalah menetapkan keabsahan data dengan cara

menghilangkan perbedaan-perbedaan kontruksi kenyataan yang ada dalam

konteks suatu studi sewaktu mengumpulkan data tentang berbagai fenomena

yang terjadi dan membandingkannya dengan berbagai sumber, metode, dan

teori.

Ketiga, penyajian data dengan kecukupan referensi dilakukan dengan

cara membaca dan menelaah sumber-sumber data serta sumber pustaka yang

relevan dengan masalah penelitian secara berulang-ulang agar diperoleh

pemahaman yang mendalam.


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Kondisi Geografis Lokasi Penelitian

1. Deskripsi Umum Tentang Lokasi Penelitian

Dusun Waeputih merupakan suatu perkampungan yang dihuni oleh

sekelompok masyarakat yang sangat kuat dalam memegang tradisi

peninggalan para leluhur. Hal ini akan terlihat jelas perbedaan bila

dibandingkan dengan masyarakat lain di luar Dusun Waeputih.

Masyarakat Dusun Waeputih hidup pada suatu tatanan yang kondisinya

dalam suasana damai dan rama lingkungan terhadap kearifan lokal yang

melekat pada diri masing-masing invidu. Secara administratif Dusun

Waeputih adalah Dusun yang berinduk pada Desa Larike Kecamatan

Leihitu Barat Kabupaten Maluku Tengah dan mempunyai batasan-

batasan wilayah tertentu yang sangat besar atau luas dengan demikian,

maka posisi atau kedudukan Dusun Waeputih adalah sebagai berikut.

a. Sebelah utara berbatasan dengan kampung Wailapia

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan kampung Lauma

c. Sebelah Timur berbatasan dengan kampung Eli

d. Sebelah barat berbatasan dengan Jazirah Lehitu.34

Masyarakat Dusun Waeputih merupakan bagian dari komunitas

besar yang berasal dari Maluku Utara, dengan sehari-hari menggunakan

34
Hasil Observasi di Dusun Waeputih pada tanggal 11 Mei 2021

31
32

bahasa melayu yang termasuk dari Negara Kesatuan Republik Indonesia

yang terletak di bagian timur Indonesia.

2. Letak dan Luas Dusun Waeputih

Dusun Waeputih adalah Dusun yang terletak di Pulau Seram Bagian

Barat dengan lingkup Kecamatan Leihitu Barat Kabupaten Maluku

Tengah dan merupakan bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pada umumnya Dusun Waeputih dengan panjang 775 Meter dan

luasnya dari permukaan pantai 80 Meter dengan jumlah KK 283 yang

100% bermayoritas Muslim.

3. Keadaan Alam dan Iklim Dusun Waeputih

Dusun Waeputih memiliki keadaan tanah yang terdiri dari tanah

bebatuan yang menyebar disepanjang dataran pesisir pantai. Sedangkan

tanah dibagian pegunungan pada umumnya berwarna hitam dan merah.

Iklim Dusun Waeputih beriklim tropis, sehingga terdapat dua musim

secara silih berganti yaitu musim panas dan usim hujan yang diselingi

oleh musim pancaroba.

4. Keadaan Penduduk Masyarakat Dusun Waeputih

Penduduk Dusun Waeputih didiami oleh mayoritas Muslim dengan

sebagian besar berasal dari Maluku Utara berdasarkan marga-marga yang

ada, masyarakat tersebut masih sangat kental dengan adat istiadat yang

turun-temurun dan melekat hingga saat ini. Berhubungan dengan

kekerabatan yang sangat erat antara penduduk yang satu dengan yang

lainnya., menimbulkan adanya rasa solidaritas terhadap sesama


33

penduduk, hal ini merupakan suatu aspek yang sangat penting dalam

menunjang kerjasama dan menjalin hubungan dalam proses kehidupan

bermasyarakat.

5. Mata Pencaharian Masyarakat Dusun Waeputih

Masyarakat Dusun Waeputih pada umumnya adalah masyarakat

petani dan nelayan, dngan luas lahanya mencakup puluhan hektar

cengkih dan pala. Dimana mata pencahariannya 90% petani, 5% nelayan,

3% pengusaha wiraswasta, 2% disektor pendidikan, olehnya itu di Dusun

Waeputih terdapat tanaman yang meliputi cengkeh, pala, dan

perkebunan.

B. Hasil Penelitian

1. Proses Pelaksanaan Tradisi Salai Jin di Dusun Waeputih Desa Larike

Kecamatan Leihitu Barat Kabupaten MalukuTengah.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis dilapangan,

maka dapat penulis deskripsikan temuan-temuan sebagai berikut:

a. Pemahaman Masyarakat Dusun Waeputih tentang tradisi salai jin

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada

informan Said Umasugi selaku masyarakat Dusun Waeputih adalah:

“Tradisi salai jin ini adalah peninggalan para leluhur kepada


masyarakat Dusun Waeputih dan kita menganggap tradisi salai jin
ini sebagai bagian dari kehidupan kita dan biasanya tradisi ini
dilaksanakan untuk mengenang kisah para leluhur dan pengobatan
kepada masyarakat, apabila ada salah satu anggota keluarga yang
sakit”.35

35
Hasil wawancara dengan Said Umasugi, Anak Negeri Dusun Waeputih. Pada tanggal 14
Mei 2021.
34

Berikut perkataan informan Rohma Umagap selaku masyarakat

adalah:

“Tradisi salai jin ini adalah tradisi peninggalan para leluhur yang
sampai sakarang ini masyarakat Dusun Waeputih masih sering
melaksankannya untuk mengenang kisah para leluhur dan juga
dilakukan untuk pengobatan kepada masyarakat”.36

Berikut perkataan informan Rakib Leka selaku tokoh Agama

Dusun Waeputih adalah:

“Tradisi salai jin ini memang sudah menjadi bagian dari kehidupan
kita, karena tradisi ini dilaksankan untuk mengenang kisah para
leluhur dan juga sering dilaksanakan untuk melakukan pengobatan
kepada masyarakat Dusun Waeputih terhadap penyakit yang
dideritai karena pengaruh jin”.37

Berikut perkataan informan Mahmud Umagap selaku tokoh

Adat Dusun Waeputih adalah:

“Tradisi salai jin ini memang sering dilaksanakan secara turun


temurun mulai dari zaman dulu hingga saat ini, namun permainan
tersebut dilakukan berdasarkan marga-marga yang ada di Dusun
Waeputih seperti marga Umagap, Umasugi, Tomagola dan Leka.
Didalam permainan tradisi salai jin ini bukan hanya untuk
mengenang kisah para leluhur saja namun tradisi ini juga dilakukan
untuk suatu pengobatan kepada salah satu anggota keluarga yang
sakit karena pengaruh jin dan juga kepada masyarakat”.38

Dari hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa tradisi

salai jin adalah tradisi peninggalan nenek moyang masyarakat Dusun

Waeputih yang secara turun-temurun masih dilestarikan dengan

tujuan untuk mengenang kisah para leluhur dan juga dilakukan

36
Hasil wawancara dengan Rohma Umagap, Anak Negeri Dusun Waeputih. Pada tanggal 15
Mei 2021.
37
Hasil wawancara dengan Rakib Leka, Tokoh Agama Masyrakat Dusun Waeputih. Pada
tanggal 16 Mei 2021.
38
Hasil wawancara dengan Mahmud Umagap, Tokoh Adat Masyarakat Dusun Waeputih.
Pada tanggal 13 Mei 2021
35

sebagai suatu pengobatan kepada anggota keluarga yang sakit karena

pengaruh jin dan masyarakat pada umumnya. Namun tradisi salai jin

ini dilakukan berdasarkan marga-marga yang ada di Dususn

Waeputih.

b. Persiapan dalam Melaksanakan Tradisi Salai Jin di Dusun Waeputih.

Sebelum masuk pada persipan dalam melaksanakan tradisi salai

jin di Dusun Waeputih, keluarga ahli rumah mengadakan kegiatan

kumpul basudara terlebih dahulu untuk membahas tentang proses

pelaksanaan tradisi sali jin di Dusun Waeputih. Bentuk kumpul

basudara dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Kumpul basudara merupakan bagian dari rasa kepedulian dan

kebersamaan terhadap keluarga dalam melaksanakan tardisi salai jin

di Dusun Waeputih.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada

informan Mahmud Umagap selaku tokoh Adat Dusun Waeputih

adalah:

“Kumpul Basudara ini juga bagian dari awal proses sebelum


pelaksanaan tradisi salai jin dilaksanakan, yang seharusnya seluruh
keluarga besar akan hadir dalam melaksanakan taradisi salai jin
tersebut, agar mereka dapat saling membantu untuk mempersiapkan
perlengkapan-perlengkapan yang perlu disediakan sebelum tradisi
ini dilaksanakan, maka sekeluarga perlu mepersiapkan berbagai
36

macam kebutuhan pokok mulai dari persediaan makanan dan


peralatan-peralatan sebelum permainan dimulai”.39

Berikut perkataan informan Rakib Leka selaku tokoh Agama

Dusun Waeputih adalah:

“Kumpul basudara ini adalah kebiasaan masyarakat Dusun Waeputih


ketika akan mau mengadakan suatu kegiatan yang menyangkut
orang banyak, entah itu kegiatan pernikahan, sunatan, potong rambut
dan lain-lain sebagainya, jadi kumpul basudara ini sangat penting
dalam kehidupan bermasyarakat”.40

Berikut perkataan yang sama oleh informan Rohma Umagap

selaku masyarakat adalah:

“Kumpul basudara itu suatu kebiasaan yang sering dilakukan oleh


masyarakat Dusun Waeputih apabila ada kegiatan yang nantinya
akan mau diadakan seperti acara pernikaha, sunatan, dan lain-lain”.41

Berikut perkataan yang sama oleh informan Said Umasugi

selaku masyarakat adalah:

“Kumpul basudara ini sudah menjadi suatu kebiasaan untuk kita


masyarakat Dusun Waeputih ketika ada perencanaan kegiatan yang
mau diadakan seperti acara pernikahan, acara sunatan, acara aqiqah
dan lain-lain”.42

Dari hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa kumpul

basudara ini juga bagian dari awal pelaksanaan sebuah kegiatan yang

menyangkut orang banyak dalam hal ini keluarga yang berperan

39
Hasil wawancara dengan Mahmud Umagap, Tokoh Adat Masyarakat Dusun Waeputih.
Pada tanggal 13 Mei 2021
40
Hasil wawancara dengan Rakib Leka, Tokoh Agama Masyrakat Dusun Waeputih. Pada
tanggal 16 Mei 2021.
41
Hasil wawancara dengan Rohma Umagap, Anak Negeri Dusun Waeputih. Pada tanggal 15
Mei 2021.
42
Hasil wawancara dengan Said Umasugi, Anak Negeri Dusun Waeputih. Pada tanggal 14
Mei 2021.
37

penting terhadap kegiatan yang akan diadakan seperti tradisi salai jin

di Dusun Waeputih.

Setelah selesai dari kegiatan kumpul basudara, maka dilanjutkan

dengan tahapan persiapan. Persiapan acara merupakan tahap awal

yang harus dilaksanakan sebelum acara dimulai, karena tanpa adanya

persiapan, maka acara yang akan dilaksanakan tidak akan berjalan

dengan lancar, begitupun halnya dalam acara tradisi salai jin di

Dusun Waeputih.

Berikut hasil wawancara dengan informan Said Umasugi selaku

masyarakat Dusun Waeputih yaitu:

“Ahli rumah yang akan melaksanakan tradisi salai jin harus


menemui ketua adat terlebih dahulu untuk memberitahukan bahwa
ahli rumah ingin melaksanakan acara tradisi salai jin tersebut”.43

Berikut perkataan yang sama oleh informan Rohma Umagap

selaku masyarakat Dusun Waeputih yaitu:

“Kelurga ahli rumah yang ingin melaksakan tradisi salai jin harus
menemui ketua adat terlebih dahulu untuk membicarakan tentang
persiapan-persiapan apa saja yang nantinya akan disediakan sebelum
pelaksanaan tradisi salai jin”.44

Berikut hasil wawancara dengan Mahmud Umagap selaku tokoh

adat Dusun Waeputih adalah:

“Sebelum pelaksanaan acara tradisi salai jin yang ingin dilaksanakan


oleh ahli rumah, terlebih dahulu ahli rumah harus menemui ketua
adat untuk membecirakan mengenai persiapan dan perlengkapa-

43
Hasil wawancara dengan Said Umasugi, Anak Negeri Dusun Waeputih. Pada tanggal 14
Mei 2021.
44
Hasil wawancara dengan Rohma Umagap, Anak Negeri Dusun Waeputih. Pada tanggal 15
Mei 2021.
38

perlengkapan apa saja yang perlu disediakan pada saat pelaksanaan


tradisi salai jin”.45

Adapun perlengkapan-perlengkapan yang perlu disiapkan

sebelum tradisi salai jin dilaksanakan yaitu seperti yang ada pada

gambar dibawah ini:

1. Gendang. 6. Pisau

2. Tifa. 7. Ikat Kepala

3. Gong. 8. Lenso

4. Totobuang. 9. Tikar Daun

5. Parang dan Salawaku 10. Mayang Pinang

Didalam persiapan sebelum tradisi salai jin dilaksanakan, ahli

rumah bersama keluarga, tetangga dan masyarakat pada umumnya

45
Hasil wawancara dengan Mahmud Umagap, Tokoh Adat Masyarakat Dusun Waeputih.
Pada tanggal 13 Mei 2021
39

mereka saling bergotong royong dalam melaksanakan persiapan

acara tradisi salai jin di Dusun Waeputih.

Berikut hasil wawancara dengan Rohma Umagap selaku

masyarakat Dusun Waeputih yaitu:

“Kami sebagai masyarakat Dusun Waeputih sangat antusias dalam


merespon persiapan acara yang akan dilaksanakan oleh ahli rumah,
biasanya dibuktikan dengan bagaimana bapak-bapak saling
bergotong royong dalam membantu persiapan ahli rumah seperti:
Mendekorasi rumah dengan menggunakan daun gemutu muda,
kemudian ada juga yang pergi mengambil kayu bakar dan lain-lain.
namun bukan hanya bapak-bapak saja yang ikut membantu tetapi
ibu-ibu juga ikut serta membantu persiapan ahli rumah seperti:
menyiapkan makanan untuk persipan acara tradisi salai jin”.46

Berikut perkataan informan Said Umasugi selaku masyarakat

Dusun Waeputih yaitu:

“Karena kita sebagai makhluk sosial dan masyarakat yang baik dan
sudah menjadi suatu kebiasaan kami di Dusun Waeputih ini, setiap
ada acara, bukan hanya tradisi salai jin saja tetapi segala macam
acara yang menyangkut orang banyak, kami selalu membantu dan
bergotong royong dalam menyiapkan keperluar ahli rumah yang
akan mengadakan sebuah acara tersebut seperti: kalau yang laki-laki
biasanya tugas mereka itu mengambil kayu bakar dan bahan-bahan
lauk pangan, sedangkan yang perempuan mereka memasak dan
menyediakan keperluan-perluan yang lainnya”.47

Dari hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa

masyarakat di Dusun Waeputih sangat antusias dan saling bergotong

royong dalam membantu keluarga ahli ruamh yang akan

melaksanakan acara, bukan hanya cara tradisi salai jin saja tetapi

setiap ada acara yang menyangkut orang banyak, maka mereka

46
Hasil wawancara dengan Rohma Umagap, Anak Negeri Dusun Waeputih. Pada tanggal 15
Mei 2021.
47
Hasil wawancara dengan Said Umasugi, Anak Negeri Dusun Waeputih. Pada tanggal 14
Mei 2021.
40

berbondong-bondong dalam menyiapkan perlengkapan yang

dibutuhkan oleh ahli rumah tersebut.

Setelah semua persiapan suda siap, maka tiba pada tahap proses

pelaksanaan tradisi salai jin di Dusun Waeputih, pelaksanaan ini

menjadi acara puncak dalam tradisi salai jin di Dusun Waeputih.

Peneliti melakukan wawancara kepada informan Mahmud Umagap

selaku tokoh adat di Dusun Waeputih yaitu:

“Proses pelaksanaan trsdisi salai jin ini terdapat beberapa rangkain


ritual yang harus dilakukan dalam proses pelaksanaan tradisi salai jin
yang diantaranya yaitu; ritual membakar kamanyiang, ritual tidur jin,
dan ritual pengobatan. Didalam permainan salai jin, ada juga tarian-
tarian yang menjadi kebiasan kita dalam permainan salai jin seperti:
tarian cakalele bangke dan tarian menari lenso. Dua tarian ini sangat
dominan dengan permainan tradisi salai jin di Dusun Waeputih”.48

Berikut wawancara dengan Rakib Leka selaku tokoh Agama di

Dusun Waeputih yaitu

“Pelaksanaan tradisi salai jin ini biasanya dilakukan selama tujuh


hari dan diadakan pada malam hari mulai dari pukul 21.00 s/d
23.00”.49

c. Pelaksanaan Tradisi Salai Jin di Dusun Waeputih

Didalam proses pelaksanaan tradisi salai jin di Dusun Waeputih

terdapat dua tahapan yang wajib dilakukan dalam tradisi salai jin di

Dusun Waeputih yaitu:

48
Hasil wawancara dengan Mahmud Umagap, Tokoh Adat Masyarakat Dusun Waeputih.
Pada tanggal 13 Mei 2021
49
Hasil wawancara dengan Rakib Leka, Tokoh Agama Masyrakat Dusun Waeputih. Pada
tanggal 16 Mei 2021.
41

1. Membakar Kamanyiang

Membakar kamanyiang adalah tahapan ritual dalam tradisi

salai jin di Dusun Waeputih, namun sebelum membakar

kamanyiang, tokoh adat meminta satu orang dari keluarga yang

melaksanakan tradisi tersebut untuk membakar tempurung

kelapa yang sudah kering, kemudian tempurung yang sudah

terbakar hingga menjadi barah api itu diambil barahnya dan

diletakan dalam wadah atau tempat khusus yang menurut

masyarakat Dusun Waeputih mengenalnya dengan sebutan

Madapahang. Setelah barah api diletakan pada Madapahang,

barulah tokoh adat memulai ritual tersebut.

Adapun makna yang terkandung dalam membakar

Kamanyiang Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan

peneliti kepada informan Mahmud Umagap selaku tokoh adat

Dusun Waeputih adalah:

“Makna dari membakar kamanyiang adalah untuk


menyampaikan amanat atau sebuah pesan kepada makhluk gaib
yaitu jin agar tidak mengganggu para penari disaat tradisi salai
jin ini dilaksanakan. Ada juga makna lain dari membakar
kamanyiang yaitu untuk menyampaikan amanat atau sebuah
42

pesan kepada Allah Swt untuk meminta perlindungan kepada


masyrakat Dusun Waeputih dari segala gangguan jin”.50

Berikut perkataan informan Rakib Leka selaku tokoh

Agama Dusun Waeputih adalah:

“Membakar kamanyiang dalam pelaksanaan tradisi salai jin ini


tujuannya untuk menyampaikan pesan kepada jin agar tidak
mengganggu penari pada saat permainan tarian salai jin
dimulai”.51

Berikut perkataan informan Said Umasugi selaku

masyarakat Dusun Waeputih adalah:

“Membakar kamanyiang ini bagian dari kewaspadaan sebelum


tarian salai jin ini ditarikan oleh para penari, namun membakar
kamanyiang ini sudah menjadi riual adat semenjak dari nenek
moyang kita, jadi membakar kamanyiang sangat penting dalam
tarian salai jin”.52

Dari hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa

kamanyiang adalah benda yang digunakan sebagai alat untuk

menyampaikan amanat atau sebuah pesan kepada mahkluk gaib

yaitu jin agar tidak mengganggu para penari disaat tradisi salai

jin ini ditariakn dan meminta perlindungan kepada Allah Swt

untuk melindungi masyarakat Dusun Waeputih dari segala

gangguan jin.

50
Hasil wawancara dengan Mahmud Umagap, Tokoh Adat Masyarakat Dusun Waeputih.
Pada tanggal 13 Mei 2021
51
Hasil wawancara dengan Rakib Leka, Tokoh Agama Masyrakat Dusun Waeputih. Pada
tanggal 16 Mei 2021.
52
Hasil wawancara dengan Said Umasugi, Anak Negeri Dusun Waeputih. Pada tanggal 14
Mei 2021.
43

2. Tidur Jin

Tidur Jin adalah tahapan ritual setelah membakar

Kamanyiang untuk melakukan suatu perjalanan menuju ke alam

ghaib dengan tujuan untuk melihat perlengkapan-perlengkapan

yang belum dipersiapkan dan menentukan hari dan waktu

pelaksanaan tradisi tersebut, kemudian sebelum melakukan tidur

jin, tokoh adat meminta satu orang daripada para penari untuk

menemaninya melaksanakan tidur jin selama 5 sampai 10 menit.

Setelah tidur jin selesai dan mereka kembali sadar dari tidurnya,

barulah tokoh adat memerintahkan para penari yang lainnya

untuk memasuki arena tarian dengan diiringi bunyi tifa, gong,

totobuang, dan gendang.

Adapun makna yang terkandung dalam tidur jin

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada

informan Mahmud Umagap selaku tokoh adat Dusun Waeputih

adalah:

“Makna dari tidur jin ini adalah suatu perjalanan menuju ke


alam gaib untuk melihat sejauh mana perlengkapan-
44

perlengkapan apa saja yang belum dipersiapkan oleh keluarga


yang melaksanakan tradisi tersebut”.53

Berikut perkataan informan Said Umasugi selaku

masyarakat Dusun Waeputih adalah:

“Maknanya itu untuk melakukan suatu perjalanan ke alam ghaib


agar bisa melihat segala macam perlengkapan-perlengkapan dan
keperluan-keperluan apa saja yang secara tidak sengaja belum
disiapkan oleh keluarga yang melaksanakan tardisi salai jin
ini”.54

Berikut perkataan informan Rohma Umagap selaku

masyarakat Dusun Waeputih adalah:

“Maknanya yaitu untuk melakukan suatu perjalanan menuju ke


alam ghaib dengan tujuan agar dapat melihat susunan segala
macam bentuk perlengkapan apa saja yang belum disiapkan oleh
keluarga yang mengadakan tardisi salai jin”.55

Setelah selesai Proses Pelaksanaan Ritual tidur jin, maka

dilanjukan dengan proses rutual pengobatan.

Proses pelaksanaan ritual pengobatan dalam tradisi salai jin

yaitu, Tokoh adat memerintahkan salah satu anggota keluarga

untuk mengantarkan si pasien yang sedang sakit agar masuk ke

arena permainan salai jin, lalu kemudian salah satu anggota

keluarga mengambil bahan-bahan alami yang sudah

dipersiapkan sebelumnya. lalu diserahkan kepada salah satu

penari salai jin dan dibantu oleh tokoh adat untuk melakukan

53
Hasil wawancara dengan Mahmud Umagap, Tokoh Adat Masyarakat Dusun Waeputih.
Pada tanggal 13 Mei 2021
54
Hasil wawancara dengan Said Umasugi, Anak Negeri Dusun Waeputih. Pada tanggal 14
Mei 2021.
55
Hasil wawancara dengan Rohma Umagap, Anak Negeri Dusun Waeputih. Pada tanggal 15
Mei 2021.
45

pengobatan tersebut. Pengobatan ini dilakukan setiap malam

hari pada saat permainan salain jin ini dilaksakan sampai si

pasien dinyatakan sembuh dari penyakit yang dideritainya.

Proses ritual pengobatan ini juga dilakukan kepada

masyarakat Dusun Waputih yang hadir pada saat permainan

salai jin ini dilaksanakan, namun dibutuhkan kesediaan daripada

masyarakat Dusun Waeputih untuk ikut membantu menyiapkan

perlengkapan-pelengkapan yang dibutuhkan dalam permainan

salai jin tersebut.

Ritual pengobatan yang dilakukan kepada anggota keluarga

dan masyarakat Dusun Waeputih pada saat melaksanakan tradisi

salai jin dengan menggunakan bahan-bahan alami seperti yang

ada pada gambar di bawah ini :

1. Daun Sirih 3. Buah Pinang

2. Kapur 4. Air Putih

Empat bahan yang digunakan untuk pengobatan tersebut

memiliki manfaat untuk kesehatan.


46

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti

kepada informan Mahmud Umagap selaku tokoh adat Dusun

Waeputih adalah:

“Daun sirih, pinang, kapur dan air putih adalah bahan-bahan


alami yang biasanya digunakan oleh para leluhur untuk
mengobati segala macam penyakit karena pengaruh jin yang
dialami oleh masyarakat Dusun Waeputih, seperti sakit kepala,
sakit perut, sakit gigi, demam, bisol, dan lain-lain. Oleh karena
itu disetiap ada pelaksanaan tradisi salai jin, maka masyrakat
Dusun Waeputih berbondong-bondong mereka datang untuk
meminta diobati oleh para penari salai jin”.56

Berikut perkataan informan Said Umasugi selaku

masyarakat Dusun Waeputih adalah:

“Bahan-bahan yang digunakan untuk pengobatan seperti daun


sirih, pinang, kapur dan air putih ini mampu menyembuhkan
penyakit yang asalnya dari pengaruh jin, namun pengobatan ini
harus dilakukan setiap kali dalam permainan salai jin agar
penyakit yang dideritai dapat sembuh dengan sempurnah”.57

Berikut perkataan informan Rohma Umagap selaku

masyarakat Dusun Waeputih adalah:

“Dalam proses pengobatan pada saat melaksanakan tradisi salai


jin ini terdapat bahan-bahan alami seperti daun sirih, buah
pinang, kapur makan dan air putih yang digunakan oleh para
leluhur kita untuk mengobati penyakit yang memang asal-
muasalnya karena dari pengaruh jin”.58

Berikut perkataan informan Rakib Leka selaku tokoh

Agama Dusun Waeputih adalah:

56
Hasil wawancara dengan Mahmud Umagap, Tokoh Adat Masyarakat Dusun Waeputih.
Pada tanggal 13 Mei 2021
57
Hasil wawancara dengan Said Umasugi, Anak Negeri Dusun Waeputih. Pada tanggal 14
Mei 2021.
58
Hasil wawancara dengan Rohma Umagap, Anak Negeri Dusun Waeputih. Pada tanggal 15
Mei 2021.
47

“Proses pengobatan tradisional yang dilakukan pada saat


melaksanakan tradisi salai jin ini, biasanya para leluhur kita
mereka menggunakan bahan-bahan alami seperti daun sirih,
buah pinang, kapur, dan air putih, empat bahan ini sudah
menjadi bahan yang pavorit untuk kita dalam mengobati
penyakit yang berasal dari gangguan jin”.59

Dari hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa

bahan-bahan alami seperti daun sirih, pinang, kapur dan air

putih memiliki manfaat bagi kesehatan manusia yang digunakan

oleh para leluhur untuk mengobati segala macam penyakit yang

dialami oleh masyarakat Dusun Waeputih.

Setelah proses pelaksanaan ritual pengobatan selesai, maka

dilanjutkan lagi dengan tarian-tarian yang menjadi kebiasaan

secara turun temurun oleh nenek moyang kepada masyarakat

Dusun Waeputih.

Berikut penjelasan mengenai bentuk tarian dalam tradisi

salai jin di Dusun Waeputuh yaitu:

3. Tarian Cakalele Bangke.

59
Hasil wawancara dengan Rakib Leka, Tokoh Agama Masyrakat Dusun Waeputih. Pada
tanggal 16 Mei 2021.
48

Tarian Cakalele Bangke adalah bentuk aktrasi seni yang

melambangkan, rasa keberanian dan keperkasaan. Tarian

cakalele bangke merupakan tari perang yang secara umum

mempunyai jumlah penari sebanyak 5 orang dalam permainan

salai jin.

Adapun makna yang terkandung dalam tarian cakalele

bangke Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti

kepada informan Mahmud Umagap selaku tokoh adat Dusun

Waeputih yaitu adalah:

“Makna dari tarian cakalele bangke adalah, untuk mengenang


kisah perjuangan para leluhur dimasa lalu, pada masa itu mereka
pergi berperang melawan para penjajahan, kemudian didalam
peperangan itu mereka telah berhasil mengalahkan para
penjajahan, dan kemudian mereka kembali pulang dengan
selamat dan bersuka ria atas kemenangan yang mereka
perjuangkan”.60

Berikut perkataan informan Said Umasugi selaku

masyarakat Dusun Waeputih adalah:

“Maknanya yaitu untuk mengenang kisah perjuangan para


leluhur yang telah memenagkan peperangan melawan
penjajahan pada masa itu”.61

Berikut perkataan informan Rohma Umagap selaku

masyarakat Dusun Waeputih adalah:

“Maknanya adalah sebagai bentuk untuk mengenang kisah para


leluhur kita yang pada masa itu mereka berjuang untuk melawan
para penjajahan”.62

60
Hasil wawancara dengan Mahmud Umagap, Tokoh Adat Masyarakat Dusun Waeputih.
Pada tanggal 13 Mei 2021
61
Hasil wawancara dengan Said Umasugi, Anak Negeri Dusun Waeputih. Pada tanggal 14
Mei 2021.
49

Dari hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa

tarian cakalele bangke adalah tarian yang dilakukan pada saat

pelaksanaan tradisi salai jin di Dusun Waeputih dengan tujuan

untuk mengenang sebuah kisah yang terjadi pada masa lalu

tentang perjuangangan para leluhur melawan para penjajahan,

dengan merayakan kemenagan itu, tarian cakalele bangke

menjadi salah satu bentuk tarian yang identik dengan kisah

perjuangan para leluhur sebagai tanda dari kebahagiaan mereka.

4. Tarian Menari Lenso.

Tarian Menari Lenso merupakan tarian tradisional Provinsi

Maluku yang mengalami pengaruh dari kebudayaan asing.

Pengaruh tersebut datang dari Portugis yang datang ke Maluku

untuk melakukan penjajahan. Tarian Lenso di ambil dari bahasa

Portugis yang artinya sapu tangan. Sapu tangan menjadi properti

utama dari tarian menari Lenso.

62
Hasil wawancara dengan Rohma Umagap, Anak Negeri Dusun Waeputih. Pada tanggal 15
Mei 2021.
50

Setelah Portugis meninggalkan Maluku, Belanda datang dan

menjajah Maluku karena rempah-rempahnya. Dalam masa

pemerintahan Belanda, tarian Lenso berkembang sangat cepat.

Hal ini karena tarian Lenso selalu ditarikan oleh masyarakat

Maluku disetiap perayaan hari-hari besar nasional dan pada saat

ada pesta rakyat.

Adapun makna yang terkandung dalam Tarian Menari

Lenso Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti

kepada informan Mahmud Umagap selaku tokoh adat Dusun

Waeputih yaitu adalah:

“Makna dari tarian menari lenso itu seperti diibaratkan sebagai


suatu penghormatan atau hiburan kepada para pejuang yang
telah memenangkan peperangan melawan penjajahan”.63

Berikut perkataan informan Said Umasugi selaku

masyarakat Dusun Waeputih adalah:

“Maknanya adalah sebagai bentuk rasa kebahagiaan terhadap


kemenangan yang diperjuangkan oleh para leluhur kita yang
telah berjuang untuk mengusir para penjajahan”.64

Berikut perkataan informan Rohma Umagap selaku

masyarakat Dusun Waeputih adalah:

“Maknanya yaitu sebagai bentuk dari rasa penuh kebahagiaan,


karna para leluhur kita telah berjuang melawan para penjajahan
dan berhasil memenangkan peperangan itu”.65

63
Hasil wawancara dengan Mahmud Umagap, Tokoh Adat Masyarakat Dusun Waeputih.
Pada tanggal 13 Mei 2021
64
Hasil wawancara dengan Said Umasugi, Anak Negeri Dusun Waeputih. Pada tanggal 14
Mei 2021.
65
Hasil wawancara dengan Rohma Umagap, Anak Negeri Dusun Waeputih. Pada tanggal 15
Mei 2021.
51

Dari hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa

tarian menari lenso adalah tarian yang dilakukan pada saat

pelaksanaan tradisi salai jin di Dusun Waeputih bertujuan untuk

mengenang sebuah kisah para leluhur yang menjadi kebiasaan

para leluhur untuk menghibur para pejuang yang telah

memenagkan sebuah peperangan melawan penjajahan dan tarian

menari lenso biasanya ditarikan oleh para leluhur untuk

merayakan kemenangan tersebut.

d. Penutupan Acara Tradisi Salai Jin di Dusun Waeputih

Pada penutupan acara tradisi salai jin, biasanya masyarakat

mengenalnya dengan sebutan Sidobu. Sidobu ini adalah acara akhir

penutupan daripada pelaksanaan tradisi salai jin di Dusun Waeputih.

Berikut hasil wawancara dengan informan Said Umasugi selaku

masyarakat di Dusun Waeputih yaitu:

“Di acara penutupan atau Sidobu ini, biasanya kita tetangga dan pada
umumnya masyarakat berpartisipasi dalam membantu ahli rumah
yang mengadakan tradisi salai jin ini untuk sama-sama kita
membersihkan halaman rumah dan mengatur kembali perabotan
rumah tangga daripada si ahli rumah ini”.66

Berikut perkataan yang sama oleh informan Rohma Umagap

selaku masyarakat di Dusun Waeputiah yaitu:

“Setelah pelaksanaan tradisi salai jin selesai, lalu kemudian masuk


pada acara penutupan atau Sidobu ini, biasanya bapak-bapak dari
keluarga ahli rumah maupun tetangga dan pada umumnya
masyarakat Dusun Waeputih mereka bersama-sama melakukan

66
Hasil wawancara dengan Said Umasugi, Anak Negeri Dusun Waeputih. Pada tanggal 14
Mei 2021.
52

bersih-bersih di seputar halaman ahli rumah yang mengadakan


tradisi salai jin tersebut, setelah itu ada juga para ibu-ibu yang selalu
setia menyiapkan makanan atau jamuan kepada bapak-bapak dan
anak-anak remaja di Dusun Waeputih”.67

Dari hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa

meskipun sudah masuk pada acara penutupan atau Sidobu dari tradisi

salai jin ini tetapi masyarakat Dusun Waeputih masih antusias dalam

acara penutupan tersebut, ini dibuktikan pada saat kaum bapak-

bapak dan ibu-ibu mereka membantu membereskan, membersihkan,

dan mengembalikan barang-barang kepada pemiliknya yang dipakai

pada saat mengadakan tradisi salai jin. Hal tersebut berjuan untuk

membantu meringankan pekerjaan ahli rumah serta menjaga

hubungan tali silaturahmi.

2. Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Tradisi Salai Jin di Dusun Waeputih

Desa Larike Kecamatan Leihitu Barat Kabupaten Maluku Tengah.

Setelah peneliti melakukan wawancara dengan informan, peneliti

tidak menemukan data yang jelas mengenai nilai-nilai pendidikan islam

yang terkandung dalam tradisi salai jin di Dusun Waeputih. Namun dapat

peneliti amati dari hasil wawancara dengan informan mulai dari tahapan

persiapan dalam melaksanakan tradisi salai jin, sampai dengan proses

pelaksanaan tradisi salai jin, hingga sapai dengan acara penutupan atau

Sidobu dalam tradisi salai jin di Dusun Waeputih.

67
Hasil wawancara dengan Rohma Umagap, Anak Negeri Dusun Waeputih. Pada tanggal 15
Mei 2021.
53

Dari hasil pengamatan tersebut ternyata peneliti menemukan nilai-

nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam tradisi salai jin.

Pengamatan ini peneliti lakukan berdasarkan hasil dari wawancara

dengan informan, mulai dari tahapan persiapan dalam melaksanakan

tradisi salai jin, sampai dengan proses pelaksanaan tradisi salai jin,

hingga sapai dengan acara penutupan atau Sidobu dalam tradisi salai jin

Berikut peneliti melakukan wawancara dengan informan Mahmud

Umagap selaku tokoh adat Dusun Waeputi, untuk menanyakan langsung

tentang bentuk nilai-nilai pendidikan islam dalam tradisi salai jin yaitu:

“Saya sendiri belum mengetahui secara pasti tentang bentuk nilai-nilai


pendidikan islam yang terdapat dalam tradisi salai jin ini, namun saya
berharap kepada andri umasugi selaku peneliti untuk dapat mengamati
mulai dari proses pelaksanaan tardisi salai jin hingga selesai, karena
tradisi ini dilestarikan cukup lama dan kita yang melaksanakannya hanya
mengikuti apa yang pernah diajarkan oleh orang tua-tua kita dan tradisi
salai jin ini sebagai warisan yang ditinggalkan kepada kita masyarakat
Dusun Waeputih, saya rasa andri umasugi ini bisa menemukan secara
jelas tentang nilai-nilai pendidikan islam yang terdapat dalam tradisi salai
jin melalui penelitian ini”.68

Berikut perkataan yang sama oleh informan Said Umasugi selaku

masyarakat Dusun Waeputih yaitu:

“Kalau untuk nilai-nilai pendidikan islam sama sekali saya belum tau
nilai-nilai pendidikan islam apa saja yang terdapat dalam tradisi salai jin,
karna saya selaku masyarakat hanya mengikuti apa yang diajarkan oleh
orang tua-tua kita. Karna tradisi salai jin ini sangat bermanfaat bagi kita
masyarak Dusun Waeputih ketika kita dihadapi oleh masalah-masalah
yang sulit seperti kita dilanda penyakit karena pengaruh jin, maka tradisi
salai jin ini menjadi penolong untuk kita dalam menyelesaikan masalah-
masalah tersebut”.69

68
Hasil wawancara dengan Mahmud Umagap, Tokoh Adat Masyarakat Dusun Waeputih.
Pada tanggal 13 Mei 2021.
69
Hasil wawancara dengan Said Umasugi, Anak Negeri Dusun Waeputih. Pada tanggal 14
Mei 2021.
54

Berikut perkataan informan Rohma Umagap selaku masyarakat

Dusun Waeputih yaitu:

“Setahu saya tradisi salai jin ini hanyalah warisan para leluhur kepada
kita masyarakat Dusun Waeputih, namun saya sendiri belum tau bentuk
nilai-nilai pendidikan islam apa saja yang terkandung dalam tradisi salai
jin”.70

Berikut perkataan informan Rakib Leka selaku tokoh Agama Dusun

Waeputih yaitu:

“Didalam pelaksanaan tradisi salai jin saya belum tau pasti tentang nilai-
nilai pendidikan islam yang terkandung dalam tradisi salai jin, saya
sebagai bagian dari masyarakat pada umumnya, hanya mengikuti apa
yang diajarka oleh orang tua-tua kita, karna tradisi salai jin ini adalah
warisan para leluhur yang ditinggalkan kepada kita masyarakat Dusun
Waeputi untuk digunakan pada hal-hal kebaikan, seperti pengobatan
kepada masyarakat yang sakit karena pengaruh jin”.71

Dari hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa masyarakat

Dusun Waeputih yang telah menerima warisan para leluhur berupa tradisi

salai jin, namun mereka belum tau pasti tentang nilai-nilai pendidikan

islam apa saja yang terkandung dalam tradisi salai jin. Maka peneliti

mengambil suatu kesimpulan untuk peneliti melihat kembali pada hasil

wawancara dengan informan di Dusun Waeputih Desa Larike Kecamatan

Leihitu Barat Kabupaten Maluku Tengah.

C. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis dilapangan, dengan

mengimput semua data-data dari hasil wawancara, observasi dan dokumentasi

70
Hasil wawancara dengan Rohma Umagap, Anak Negeri Dusun Waeputih. Pada tanggal 15
Mei 2021.
71
Hasil wawancara dengan Rakib Leka, Tokoh Agama Masyrakat Dusun Waeputih. Pada
tanggal 16 Mei 2021.
55

yang dilakukan dalam jangka waktu selama kurang lebih 1 bulan, terhitung

mulai dari tanggal 10 Mei s/d 10 Juni 2021. Maka melalui penelitian tersebut

penulis menangkap bahwa, didalam tradisi salai jin terdapat nilai-nilai

pendidikan akhlak mulai dari tahapan persiapan, proses pelaksanaan dan

acara penutupan atau Sidobu dalam tradisi salai jin di Dusun Waeputih Desa

Larike Kecamatan Leihitu Barat Kabupaten Maluku Tengah.

Adapun nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung didalam tradisi

salai jin di Dusun Waeputih, mulai dari persiapan, pelaksanaan hingga

penutupan terdiri dari: Nilai akhlak kepada Allah SWT, akhlak kepada

keluarga, akhlak kepada tetangga dan akhlak kepada masyarakat luas, lebih

jelasnya penulis uraikan sebagai berikut :

1. Persiapan dalam Melaksanakan Tradisi Salai Jin di Dusun Waeputih

Pada acara persiapan berdasarkan hasil wawancara dan observasi

yang sudah dilakukan penulis, maka terdapat beberapa nilai-nilai

pendidikan akhlak yang terkandung di dalam tradisi salai jin di Dusun

Waeputih. Hal ini dibuktikan dari hasil pengamatan pada saat penulis

melakukan wawancara kepada narasumber serta obsevasi yang dilakukan

langsung oleh penulis di Dusun Waeputih Desa Larike Kecamatan

Leihitu Barat Kabupaten Maluku Tengah.

Pada saat persiapan dalam melaksanakan tradisi salai jin di Dusun

Waeputih, masyarakat sangat antusias dalam membantu ahli rumah

mempersiapkan keperluan untuk melaksanakan tradisi salai jin berupa:

Gotong-royong dalam membantu persiapan ahli rumah mendekorasi


56

rumah, kemudian ada juga yang pergi mengambil kayu bakar dan lain-

lain. Namun bukan hanya bapak-bapak saja yang ikut membantu tetapi

ibu-ibu juga ikut serta membantu persiapan ahli rumah seperti:

menyiapkan makanan untuk persipan acara tradisi salai jin. Hal demikian

menurut pandangan peneliti merupakan bentuk akhlak kepada sesama

manusia karena terdapat rasa kepedulian dan tolong menolong kepada

sesama manusia yang sedang membutuhkan bantuan karena tradisi salai

jin ini sangat membutuhkan bantuan daripada keluarga dekat, tetangga,

dan pada umumnya masyrakat.

Dalam hal tolong menolong Allah SWT telah menjelaskan dalam Al-

Qur’an surah Al-Maidah ayat 2 yaitu:

Artinya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan


dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa
dan permisuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah
sangat berat siksa-Nya”. (Q.S: Al-Maidah ayat 2).72

Dari ayat tersebut bahwa Allah menegaskan kepada kita agar terus

melakukan hal tolong-menolong dalam mengerjakan kebajikan tanpa

pandang bulu dan jangan tolong-menolong dalam mengerjakan

pelanggaran karena sesungguhnya siksa Allah amat berat, jika sudah

demikan maka bukan hanya menjaga akhlak kepada manusia tetapi lebih

72
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Syarefa Publishing 2019),
hlm. 106.
57

mengerjakan hal semacam itu merupaka suatu ibadah yang sudah jelas

akan menjaga akhlak kita kepada Allah.

Kemudian sesuai dengan teori pada acara persiapan ini terdapat

akhlak kepada tetangga. Tetangga mempunyai hak-hak dalam syariat

Islam, hal ini tidak lain adalah untuk memperkuat ikatan komunitas

masyarakat muslim. Oleh karena itu, setiap manusia juga harus berbuat

dan berakhlak baik terhadap tetangga. Berdasarkan teori tersebut maka

pada acara persiapan ini akhlak kepada tetangga juga harus dijaga.

Karena tetangga juga terlibat dalam mempersiapkan pelaksanaan acara.

Selain akhlak kepada tetangga pada acara persiapan ini juga terdapat

akhlak kepada masyrakat luas.

Akhlak terhadap masyarakat luas. Disini yang penting adalah

perhatian serta peranan dan bantuan yang dapat diberikan kepada

masyarakat. Akhlak terhadap masyarakat menyangkut bagaimana

menjalin ukhwah, menghindarkan diri dari perpecahan serta saling

bermusuhan.

Dengan demikian pada tahap persiapan ini, penulis mengamati dari

hasil wawancara daripada informan, terdapat nilai akhlak kepada sesama

manusia berupa akhlak kepada tetangga dan masyrakat serta terdapat

juga akhlak kepada Allah, pernyataan tersebut sesuai dengan hasil

wawancara, observasi serta menggabungkannya dengan teori yang sudah

ada.
58

2. Pelaksanaan Tradisi Salai Jin di Dusun Waeputih

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang sudah dilakukan

penulis pada pelaksanaan tradisi salai jin di Dusun Waeputih. Penulis

temukan beberapa nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung di

dalam tradisi salai jin. Hala ini dibuktikan dari hasil pengamatan pada

saat penulis melakukan wawancara kepada narasumber serta obsevasi

yang dilakukan langsung oleh penulis di Dusun Waeputih Desa larike

Kecamatan Leihitu Barat Kabupaten Maluku Tengah.

Pada pelaksanaan tradisi salai jin di Dusun Waeputih terdapat

beberapa nilai pendidikan akhlak yaitu:

a. Akhlak kepada Allah

Berdasarkan pengamatan dari hasil wawancara pada penelitian

yang dilakukan penulis di Dusun Waeputih dalam pelaksanaan

tradisi salai jin, penulis mengetahui bahwa ternyata masyarakat

Dusun Waeputih tetap menjaga akhlak mereka kepada Allah SWT

dalam melaksanakan tradisi salai jin, hal demikian dibuktikan

melalui hasil dari penelitian tersebut. Sehingga dapat penulis

mendeskripsikan nilai-nilai akhlak kepada Allah SWT sebagai

berikut:

1. Tauhid

Dalam pelaksanaan tradisi salai jin di Dusun Waeputih.

Peneliti menangkap bahwa, tidak ada nilai yang melenceng dari

ketauhidan kepada Allah SWT, karena dalam pelaksanaannya


59

masyarakat berpegang erat dan berkeyakinan kuat kepada Allah

SWT. Hal ini dilihat pada hasil wawancara dengan informan

Mahmud Umagap selaku tokoh adat Dusun Waeputih.

Dalam Pelaksanaan tradisi salai jin, dilakukan tanpa ada

unsur kemusyrikan seperti adanya sesajen ataupun menyembah

kepada selain Allah SWT. Sesuai dengan Firman Allah SWT:

Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni (dosa)


karena mempersekutukan-Nya (syirik), dan Dia
mengampuni apa (dosa) yang selain (syirik) itu, bagi
siapa yang dikehendaki. Barang siapa
mempersekutukan Allah, Maka sungguh dia telah
berbuat dosa yang besar”. (Q.S. An-Nisa Ayat 48).73

Hal demikian yang membuat peneliti menyatakan bahwa

pelaksanaan tradisi salai jin di Dusun Waeputih memiliki nilai

Tauhid.

2. Tawakal

Pelaksanaan tradisi salai jin ini juga merupakan suatu bentuk

ketawakalan keluarga yang melaksanakan tradisi salai jin ini

denga harapan kepada Allah SWT agar si pasien dapat sembuh

dari penyakit yang dideritainya. Karena dalam pelaksanaan

73
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Syarefa Publishing 2019),
hlm. 86.
60

tradisi salai jin ini keluarga menyerahkan segala urusannya

hanya kepada Allah SWT.

3. Bersyukur

Setelah melakukan kajian yang mendalam, berjalannya tradisi

salai jin ini sampai sekarang tidak semata-mata hanya bertujuan

untuk menjaga dan melestarikan tradisi yang sudah lama agar

tidak pudar, namun lebih dari itu pelaksanaan tradisi salai jin ini

dilakukan atas dasar ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT

yang telah memberikan perlindungan kepada penari agar tidak

diganggu oleh jin disaat melaksanakan tradisi salai jin dan

kesembuhan kepada si pasien atas penyakit yang dideritainta

karena pengaruh jin. Sesuai dengan firman Allah SWT:

Artinya: “Maka ingatlah kepada-Ku, Akupun akan ingat (pula)


kepadamu. Bersyurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu
ingkar kepada-Ku”. (Q.S. Al-Baqarah Ayat 152).74

Hal demikian merupakan akhlak kepada Allah SWT dalam

bentuk bersyukur dengan menyebut nama Allah SWT atas apa

yang telah diberikan oleh Allah SWT.

Dari uraian diatas maka penulis menarik kesimpulan bahwa

dalam pelaksanaan tradisi salai jin di Dusun Waeputih, memiliki

nilai-nilai akhlak kepada Allah SWT seperti: Tauhid, Tawakal,

dan Bersyukur.

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Syarefa Publishing 2019),
74

hlm.
61

b. Akhlak kepada Keluarga

Dalam pelaksanaan tradisi salai jin, keluarga sangat berperan

paling utama dalam membantu terlaksananya tradisi salai jin di

Dusun Waeputih, karena keluarga termasuk orang yang memiliki

hubungan paling erat dengan ahli rumah. Hal ini dibuktikan setelah

penulis melakukan wawancara, observasi dan dokumentasi, kepada

pihak keluarga yang membantu terlaksananya tradisi tersebut mulai

dari persiapan, pelaksanaan dan penutupan.

Berdasarkan teori yang ada, akhlak kepada keluarga merupakan

akhlak yang dimulai dari akhlak kepada orang tua, berbuat baik

seperti yang tertera pada surat Luqman ayat 14. Begitu juga adanya

kewajiban orang tua kepada anak, merawat, mendidik, memberi

makan, pakaian, rumah, dan lainnya. Sehingga dapat dimaknai

bahwa keluarga merupakan bagian terpenting yang harus dijaga

karena keluarga merupakan orang yang turut adil dalam kehidupan

kita.

c. Akhlak kepada Tetangga

Pada pelaksanaan tradisi salai jin di Dusun Waeputih penulis

menangkap bahwa, tetangga merupakan orang yang ikut berperan

penting dalam membantu mensukseskan tradisi salai jin. Sama

halnya dengan keluarga, tetangga juga ikut serta membantu

terlaksananya, mulai dari persiapan, pelaksanaan dan penutupan.


62

Berdasarkan teori yang ada dalam syariat Islam, tetangga

mempunyai hak-hak, hal ini tidak lain adalah untuk memperkuat

ikatan komunitas masyarakat muslim. Hal itu diwujudkan dalam

bentuk tolong menolong dan rasa peduli kepada tetangga. Dengan

cara menjaga silaturahmi serta tolong menolong jika tetangga

membutuhkan bantuan. Oleh karena itu, setiap manusia juga harus

berbuat dan berakhlak baik terhadap tetangga.

d. Akhlak kepada Masyarakat Luas

Pada saat pelaksanaan tradisi salai jin, penulis menemukan

adanya akhlak kepada masyarakat luas. Hal ini dibuktikan dari hasil

pengamatan dalam melaksanakan wawancara dengan informan,

bahwa kedatangan para ibu-ibu dan bapak-bapak bertujuan untuk

menjalin tali silaturahmi serta ikut dalam menyiapkan segala

perlengkapan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan tradisi salai jin,

adanya rasa menghormati keluarga ahli rumah menyiapkan berbagai

macam jamuan kepada masyarakat yang datang untuk membantu

keluarga ahli rumah dalam pelaksanaan tradisi salai jin di Dusun

Waeputih.

3. Penutupan atau Sidobu Tradisi Salai Jin di Dusun Waeputih

Berdasarkan pengamatan dari hasil wawancara dalam penelitian

yang sudah dilakukan di Dusun Waeputih, ternyata tradisi salai jin

memiliki nilai akhlak kepada alam semesta. Hal demikian terlihat setelah

terlaksananya tradisi sala jin ini, sampah yang berserakan dibersihkan

agar lingkungan tetap sehat dan tidak tercemar. Demikian menurut


63

sebuah teori manusia ditugaskan oleh Allah SWT untuk menjadi khalifah

(wakil) dibumi dengan diberikan kemampuan untuk menjaga dan

mengolah alam semesta. Membersihkan lingkungan merupakan suatu

bentuk menjaga serta mengeola alam semesta agar lingkungan alam

sekitar menjadi bersih terpelihara. Dari sebuah hadits disebutkan:

Artinya: “Diriwayatkan dari Sa‟ad bin Abi Waqas dari bapaknya, dari
Rasulullah saw: Sesungguhnya Allah SWT itu suci yang
menyukai hal-hal yang suci, Dia Maha Bersih yang menyukai
kebersihan, Dia Maha mulia yang menyukai kemuliaan, Dia
Maha Indah yang menyukai keindahan, karena itu bersihkanlah
tempat-tempatmu” (HR. Tirmizi).75

Bukan hanya itu pada acara penutupan juga terdapat nilai akhlak

kepada manusia karena dalam pelaksanaannya tetangga dan keluarga

bersama-sama membereskan kembali alat-alat yang terpakai serta

bersama-sama membersihkan lingkungan hal demikian sesuai dengan

beberapa teori yang sudah diungkapakan pada halaman-halaman

sebelumnya.

75
Lihat di https://www.popbela.com/career/inspiration/niken-ari/hadist-tentang-kebersihan.
Dikutip pada hari minggu pukul 14:57 WIT, tanggal 26 September 2021.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis yang telah dilkukan terhadap penelitian ini, penulis

dapat menyimpulkan bahwa:

Tradisi salai jin ini, baik untuk dilakukan karena mengandung nilai

pendidikan akhlak mulai dari persiapan, pelaksanaan, hingga penutupan atau

Sidobu. Nilai pendidikan akhlak tersebut berupa akhlak kepada Allah, akhlak

kepada keluarga, akhlak kepada tetangga dan akhlak kepada masyarakat pada

umumnya.

Pelaksanaannya pun tidak mengandung unsur syirik berupa menyembah

kepada selain Allah, akan tetapi pelaksanaan tradisi salai jin ini bentuk dari

ungkapan rasa syukur kepada Allah yang telah memberikan perlindungan dan

kesembuhan terhadap penyakit yang dideritai oleh si pasien dan masyarakat

pada umumnya karena pengaruh jin. Meskipun masyarakat belum

mengetahui secara pasti tentang nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam

tradisi salai jin di Dusun Waeputih. Namun harapan baik kepada Allah agar si

pasien dapat sembuh dari penyakit yang dideritainya karena pengaruh jin.

Pada pelaksanaan tradisi salai jin ini, ternyata dapat meningkatkan ikatan

tali silaturahmi antar sesama manusia karena dalam melaksakannya tradisi

salai jin ini, masyarakat, tetangga dan keluarga ikut bersama-sama bergotong

royong untuk menyukseskan pelaksanaan tradisi salai jin ini hingga selesai.

Dengan segala rangkaian pelaksanaan tradisi salai jin tersebut, mulai dari

64
65

persiapan, pelaksanaan hingga penutupan atau Sidobu, semuanya berjalan

dengan baik dan memiliki harapan yang baik kepada Allah yang bernilai

Ibadah.

B. Saran

Berdasrkan penelitian yang sudah penulis lakukan, maka sebagai suatu

bentuk dan kepedulian terhadap tradisi ini, penulis akan mengemukakan

beberapa saran yang sekiranya dapat bermanfaat bagi masyarakat dan para

peniliti yang ingin mengkaji tradisi ini lebih dalam.

Adapun saran-saran dari penulis yaitu :

1. Penulis berharap khususnya kepada masyarakat Dusun Waeputih agar

tetap menjaga kelestarian tradisi tersebut dengan menjalankan proses

pelaksanaan tradisi salai jin dengan benar dan dapat memahami makna

dari setiap tarian yang ada. Karena dengan dijaganya kelestarian tradisi

ini maka masyarakat dari negeri tetangga juga akan memahami

kebudayaan sehingga akan timbul rasa saling menghormati akan

kebudayaan masing-masing.

2. Diharapkan peran pemerintah dalam pemberdayaan tradisi ini agar

masyarakat Indonesia dapat menghargai dan memberikan kontribusi

positif bagi bermacam-macam tradisi dan budaya yang Indonesia miliki.

3. Diharapkan kepada peneliti yang ingin meneliti tentang tradisi salai jin di

Dusun Waeputih agar dapat mengkaji lebih jauh lagi agar di dapatkannya

informasi yang lebih banyak mengenai tradisi ini dan sebagai bahan

referensi penelitian selanjutnya.


66

DAFTAR PUSTAKA

Baran. J Stanley, Pengantar Komunikasi MasaMelek Media dan Budaya, terj. S.

Rouli Manalu, Jakarta: Erlangga, 2012.

Dkk. Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2004.

Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemah, Jakarta: Syarefa Publishing

2019.

Danim. Sudarwan, Menjadi Peneliti Kualitatif, Cet. I; Bandung: CV. Pustaka

Setia, 2002.

Fitrah Endah. Ratu, Bahasa dalam ritual pengobatan tradisional kebudayaan

suku talang mamak Kecamatan Rengat Kabupaten Indagiri Hulu Provinsi

Riau. Kajian: Antropolinguistik. Skripsi: Universitas Sumatra Utara, Medan

2019.

Hanafi, Ushul Fiqh Al-Ma’arif, Bandung, 1962.

Hamidi, Metode Penelitian Dan Teori Komunikasi, Cet. III: Malang: UMM Press,

2010.

https://www.popbela.com/career/inspiration/niken-ari/hadist-tentang-kebersihan.

Dikutip pada hari minggu pukul 14:57 WIT, tanggal 26 September 2021.

Ilyas. Yunahar, Kuliah Aqidah Akhlak, Yogyakarta, LPPI: 2013.

Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Cet: 8, Jakarta: PT Rineka Cipta,

1990.

Kirom. Nuril. Praktik Penanganan Pengobatan Tradisional K.H. Amiruddin

Mu’in: Studi Analisis Dari Sisi Mistis, Skripsi: Universitas Islam Negeri

Sunan Ampel 2018.


67

Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan di Indonesia,

Jakarta: Utama, 1992.

Mulkhan Munir. Abdul, Paradigma Intelektual Muslim, Cet. ke-1, Yogyakarta:

Sipres, 1993.

Munzier. Aly Noer. Hery, Watak Pendidikan Islam, Cet. III, Jakarta: Friska

Agung Insani, 2008.

Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, Cet. IV: Jakarta Pt. Rineka Cipta,

2004.

Moeleong J. Lexy, Metodologi Pendidikan Kualititaf, Cet. XX PT Remaja

Rosdakarya. 2006.

Nata. Abudin, Filsafat Pendidikan Islam, Cet: III, Jakarta: Gaya Media Pratama,

2005.

Notowidagdo. Rohiman, Ilmu Budaya Dasar Berdasarkan al-Qur’an dan Hadis,

Jakarta: PT RajaGravido Persada, 2000.

Peursen. Van, Strategi Kebudayaan, Jakarta: Kanisus, 1976.

Rendra, Mempertimbangkan Tradisi, Jakarta: PT Gramedia, 1983.

Rakhmat.Jalaluddin. Mulyana. Deddy, Komunikasi antar Budaya; Panduan

Berkomunikasi dengan Orang Berbeda Budaya, Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2014.

Syahbana Ali. Takdir Sutan, Pengertian Budaya,

https//www.seputarpengetahuan.com.id. Dikutip pada hari senin pukul 21:27

WIT, tanggal 29 Juni 2021.


68

Sinegar. Aminuddin. Ariyono, Kamus Antropologi, Jakarta: Akademika

Pressindo, 1985.

Soekanto, Kamus Sosiologi, Jakarta: PT Raja Gravindo Persada, 1993.

Syafe’i. Rachmat, Ilmu Ushul Fiqih, Bandung: CV Pustaka Setia, 2010.

Shihab. M. Quraish, Wawasan Al-Qur’an Tentang Zikir & Do’a, (Ciputat; Lentera

Hati, 2006.

Tarigan BR Cahyani Ceccilia .Danella, Analisis miotika pada ritual pengobatan

tradisional tiongkok di Kelenteng Kera Sakti Delitua, Skripsi: Universitas

Sumatra Utara. Medan 2018.

Tobroni. Suprayoga. Imam, Metode Penelitian Sosial Agama, Cet. Bandung: PT

Remaja Rosdakarya, 2003.

W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: PN Balai Pustaka, 1985.

Anda mungkin juga menyukai