SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan
oleh:
NIM: 2017.01076
NIRM: 015.14.0638.17
CICALENGKA-BANDUNG
2021 M/1443 H
ABSTRAK
Wahyu Andi Saputra. (2021). Implementasi Metode Pengajaran Qira’at Sab’ah di
Pondok Pesantren Asy-Syifa Cicalengka.
Penelitian ini bertolak dari implementasi metode pengajaran qira’at sab’ah yang mana
pembelajaran qira’at sab’ah ini menggunakan metode sorogan, karena pada dasarnya
pembelajaran Al-Qur’an itu harus dengan metode talaqqi (face to face). Tujuan penelitian
ini ialah untuk mengetahui implementasi metode pengajaran Qira’at Sab’ah di pondok
pesantren Asy-Syifa, serta untuk mengetahui dampak metode pembelajaran terhadap
pemahaman santri dalam pembelajaran Qira’at Sab’ah di pondok pesantren Asy-Syifa.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik
pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara, dan menganalisis
dokumen. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa implementasi pembelajaran qira’at
sab’ah di pondok pesantren asy-syifa memiliki 2 tahapan yakni tahapan pertama pra
pengajian, dalam tahap ini santri diharuskan untuk melakukan sorogan kepada santri lama
yang ditunjuk dapat membimbing secara intens pada waktu subuh dan maghrib. Setelah
sorogan kepada santri lama (mentor) selanjutnya santri baru bisa melakukan sorogan
kepada Ustad Rijal Mushaffa. Tahapan yang kedua ialah tahapan pelaksanaan pengajian.
Ditahap ini santri yang sudah sesuai dengan kualifikasi yakni fasih membaca riwayat Hafs
dan sudah menguasai kaidah-kaidah tajwid akan talaqqi langsung kepada pimpinan yaitu
KH. Ujang Hidayat. Adapun dampak dari metode pembelajaran qira`at terhadap
pemahaman santri di pondok pesantren Asy-Syifa yakni, pertama metode sorogan dapat
mencangkup pengajaran individual, yang secara langsung kyai dapat mengetahui
kemampuan santrinya. Kedua, metode sorogan memungkinkan kyai/ustadz mengawasi,
menilai, dan membimbing secara maksimal dan dampak yang terakhir bahwa metode
sorogan dapat mendorong kedisiplinan santri dalam belajar, sehingga santri akan lebih
aktif dalam kegiatan pembelajaran.
Kata kunci: Metode sorogan, Pesantren, Qira’at sab’ah
i
LEMBAR PERSETUJUAN
IMPLEMENTASI METODE PENGAJARAN QIRA`AT SAB`AH DI PONDOK
PESANTREN ASY-SYIFA CICALENGKA BANDUNG
ii
PENGESAHAN
Skripsi berjudul “Implementasi Metode Pengajaran Qira’at Sab’ah Di Pondok
Pesantren Asy Syifa Cicalengka Bandung” telah dimusyawarahkan dalam siding
Munaqosyah Program Studi Pendidikan Agama Islam STAI Al-Falah Cicalengka Bandung
pada tanggal ….. Agustus 2021. Skripsi ini telah di terima sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Cicalengka, ………….....
Sidang Munaqosyah
Ketua Sekretaris
Anggota
Penguji I Penguji II
………………….. ……………………
iii
SURAT PERNYATAAN
iv
RIWAYAT HIDUP
v
MOTTO
“Jadilah seperti bawang, disakiti dan dipotong tapi tidak menangis.
Yang menangis justru orang yang memotong dan menyakitinya.”
vi
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan kepada keluarga terkhusus ayah almarhum dan ibu yang
selalu mendo’kan saya.
Semua guru-guruku yang telah memberikan ilmu agama, ilmu pendidikan, dan ilmu
kehidupan. Terkhusus guruku Almukarom (Alm) Drs. KH Q. Ahmad Syahid, M.Sc
Selaku pendiri pondok pesantren Al-Qur’an Al-Falah Cicalengka- Bandung.
Segenap civitas akademika kampus STAI AL-Falah, staff pengajar, karyawan dan seluruh
mahasiswa semoga tetap semangat dalam mengisi hari harinya di kampus STAI Al-Falah
Cicalengka Bandung.
Skripsi ini saya persembahkan untuk orang-orang yang sering nanya “ kapan wisuda?”dan
secara khusus saya persembahkan juga untuk pendamping hidup saya. ( kelak )
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis senantiasa panjatkan kepada ALLAH SWT yang telah
memberikan kekuatan lahir dan batin sehingga penulis mampu menyelesaikan
karya ilmiah (skripsi) ini. Solawat serta salam semoga tercurah kepada panutan
alam Nabi Muhammad SAW. Semoga kita semua mendapat syafaatnya di dunia
dan akhirat. Amin.
Skripsi ini berjudul “Implementasi Metode Pengajaran Qira’at Sab’ah di
Pondok Pesantren Asy Syifa” Disusun sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana (S1) pada program studi Pendidikan Agama Islam di
Sekolah Tinggi Agama Islam Al-falah Cicalengka Bandung.
Dalam penelitian ini penulis menyampaikan terima kasih yang tak
terhingga kepada berbagai pihak yang telah membantu penulis hingga skripsi
dapat terselesaikan, antara lain:
1. Kedua orang tua penulis, yaitu Ayahanda Alm. Matsinal dan ibunda Siti
Walnian yang telah merawat dengan kasih sayang, merawat puta-putrinya
dengan ikhlas, serta memotivasi dan mendoakan kepada penulis dalam setiap
langkahnya. Serta adik dan abang yang selalu memberikan doa serta semangat
kepada penulis dalam mengerjakan Karya Ilmiah ini.
2. Almarhum Almagfurlah Ayahanda KH. Ahmad Syahid, M.Sc. selaku
khadimul-Ma’had Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Falah dan muassis Sekolah
Tinggi Agama Islam Al-Falah Cicalengka-Bandung
3. Drs. K.H. Nanang Naisabur, M.H selaku Ketua STAI Al-Falah
Cicalengka Bandung
4. Yana Mulyana, M.Ag. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Agama
Islam di STAI Al-Falah Cicalengka Bandung
5. Bapak Drs. Hasan Bisri M.Pd.I selaku dosen pembimbing I yang penuh telaten
dan sabar dalam memberi bimbingan dan pengarahan kepada penulis
demi terselesaikannya penulisan skripsi ini.
viii
6. Bapak Zaini Hafidh M.Pd. selaku dosen pembimbing II yang telah pula
meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan dan pengarahan yang teliti
dan selalu sabar kepada penulis demi terselesaikannya penulisan skripsi ini.
7. Para seluruh pengasuh pondok pesantren Al-Qur’an Al- Falah Cicalengka
Nagreg yang selalu memberikan petuah, ilmu dan dorongan do’a kepada
penulis.
8. Ustadz atau ustadzah pondok pesantren Asy Syifa yang dengan sangat
baik menerima kedatangan penulis melakukan penelitian, membantu
memenuhi data-data yang dibutuhkan penulis terkhusus KH.Ujang hidayat
selaku pengasuh.
9. Sahabat seperjuangan, kakak kelas, dan adik kelas yang telah membantu
tersusunnya penulisan skripsi ini. Terkhusus kang Syihab yang selalu siap
membantu peneliti dalam penulisan skripsi ini.
10. A agung ( ewok ) yang meminjamkan skripsinya
11. Kobong pojok, asatidz, kobong atas yang telah memberikan semangat yang
luar biasa kepada peneliti untuk mengerjakan skripsi ini.
Semoga budi baik orang-orang yang telah membantu tersusunnya
penulisannya skripsi ini, mendapat balasan dari Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari
sempurna dan banyak kekurangan. Hal ini karena keterbatasan pengetahuan
dan kemampuan penulis, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi sempurnanya skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat dan memiliki arti sebagai sumbangan bagi dunia pendidikan dan
khususnya dalam bidang Pendidikan Agama Islam (PAI).
Bandung, 13 Agustus 2021
Penulis
ix
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK............................................................................................................. i
LEMBAR PERSETUJUAN................................................................................. ii
PENGESAHAN..................................................................................................... iii
SURAT PERNYATAAN...................................................................................... iv
RIWAYAT HIDUP............................................................................................... v
MOTTO................................................................................................................. vi
PERSEMBAHAN................................................................................................. vii
KATA PENGANTAR.......................................................................................... viii
DAFTAR ISI......................................................................................................... x
DAFTAR TABEL................................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah............................................................. 1
B. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah.............................. 3
C. Rumusan Masalah....................................................................... 4
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian................................................. 4
a. Tujuan Penelitian.................................................................. 4
b. Manfaat Penelitian................................................................ 4
E. Kajian Pustaka............................................................................ 5
F. Kerangka Pemikiran................................................................... 6
x
C. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data.............................. 25
a. Teknik Pengumpulan Data................................................... 25
b. Instrumen Pengumpulan Data............................................. 26
D. Analisis Data................................................................................ 26
a. Reduksi Data.......................................................................... 27
b. Penyajian Data....................................................................... 27
c. Menarik Kesimpulan atau Verifikasi.................................. 27
E. Uji Absah Data............................................................................. 28
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................
PEDOMAN WAWANCARA...............................................................................
LAMPIRAN-LAMPIRAN...................................................................................
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Mata Aji Pondok Pesantren Asy Syifa............................................ 34
Tabel 4.2 Data Santri Pondok Pesantren Asy Syifa........................................ 35
Tabel 4.3 Jadwal Kegiatan Pondok Pesantren Asy Syifa............................... 36
Tabel 4.4 Jadwal Mingguan Pondok Pesantren Asy Syifa............................. 37
Tabel 4.5 Jadwal Tahunan Pondok Pesantren Asy Syifa............................... 37
Tabel 4.6 Sorogan Santri Putra........................................................................ 43
Tabel 4.7 Sorogan Santri Putri......................................................................... 45
xii
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan sangat diperlukan lebih-lebih dalam kehidupan manusia saat ini, pada
akhir abad 21 yang lebih dikenal dengan era globalisasi yang ditandai dengan terjadinya
perubahan-perubahan yang serba cepat dan kompleks, baik yang menyangkut perubahan
nilai maupun struktur yang berkaitan dengan kehidupan manusia. Sehingga dapat
dikatakan pendidikan merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat,
tanpa pendidikan sangat mustahil manusia dapat hidup dan berkembang sejalan dengan
perubahan zaman. 1
Salah satu ciri khas pendidikan di Indonesia adalah adanya lembaga pendidikan
pesantren. Secara historis, pesantren telah ada dalam waktu yang relatif lama. Pesantren
adalah institusi pertama di nusantara yang mengembangkan pendidikan diniyah. 2
Salah satu pembelajaran yang menjadi ciri khas pesantren adalah pembelajaran Al-
qur’an. Al-Qur’an merupakan kalam Allah yang mengandung mukjizat yang di tururnkan
kepada nabi Muhammad saw melalu perantara malaikat jibril , yang tertulis dalam
mushaf diriwayatkan kepada kita secara mutawatir, serta bernilai ibadah bagi
pembacanya.3
1
Muhammad Nurdin, Kiat Menjadi Guru Profesional. (Jakarta: Ar-Ruzz, Media Group, 2008),
hal. 35
2
Abuddin nata, persfektif islam tentang strategi pembelajaran, ( jakarta: kencana, 2009), hal.
135
3 Dr. H. Abdul Majid, praktikum qiro`at:keanehan (Jakarta: AMZAH) hal. 2
1
2
Al- Qura’nul Karim adalah mukjizat islam yang kekal dan mukjizatnya selalu di perkuat
oleh kemajuan ilmu pengetahuan. 4 Dan Ilmu Qiraat ialah salah satu ilmu yang
membicarakan atau membahas mengenai kalimat-kalimat Al-qur’an dan cara pengucapan
kalimat tersebut seperti mad, qasar, imalah, tashil dan sebagainya yang diperkenalkan oleh
pembawa-pembawanya.5
Bangsa arab sejak dahulu mempunyai lahjah ( dialek) yang beragam maka jangan aneh
ketika kalian mendengar bacaan Al – qur’an yang berbeda beda, namun bahasa quraisy
mempunyai kelebihan dan keistimewaan tersendiri, sebagaima di jelaskan di dalam Al-
qur’an di dalam surat yusuf ayat : 2
4
Manna khalil al qattan, studi ilmu – ilmu al-qur’an (Bogor : Litera AntarNusa, 2015 hal 1)
5
Dr. Muhammad Salim Muhaisin, Al-Muhazzab Fil Qiraah Al-A’syar, Maktabah AlAzhar
Qaherah, hlm. 5
6
Khalil Al Qhattan, studi-studi ilmu ilmu alqur’an (Bogor: litera antar nusa, 2016) hal. 249
3
sampai Rasulullah. 2) harus cocok dengan rasm utsmani. 3) harus cocok dengan kaidah
tata bahasa Arab. 7
Salah satu Pondok Pesantren Al-Qur’an di daerah Jawa Barat yaitu Pondok Pesantren
Al-Qur’an Asy-syifa, yang dimana Pondok Pesantren tersebut juga mengadakan program
pembelajaran qiro’atu sab’ah, yang dimana pengajian tersebut dengan 2 metode yaitu
metode sorogan dan bandongan. Pengajian qiroat sabah di bilang menjadi sebuah salah satu
program unggulan di pondok pesntren tersebut, karena metode yang di gunakan di bilang
cukup efekif bagi pengajian qiro’at tersebut.
Penelitian yang di telah di lakukan oleh Ainul Mardiah bahwa metode yang dipakai
yaitu dengan menggunakan metode sorogan, metode yang di gunakan di ma’had tersebut
memberi efektif bagi penerapan pengajaran qiro’at sab’ah.
Penelitian yang dilakukan oleh Asep Suhendar bahwa metode yang beliau pakai adalah
metode hapalan. Dengan menggunakan metode hapalan, ini merangsang anak-anak untuk
lebih semangat lagi dalam pembelajaran ilmu Qiraat dan ini juga sebagai tolak ukur
seberapa sukses metode ini dalam evaluasi pembelajarn Qiraat.
Mempelajari ilmu qiro’at tidaklah mudsh seperti membalikan telapak tangan, maka
tidak heran jika di indonesia hanya sedikit lembaga-lembaga pendidikan islam yang
didalamnya terdapat program pembelajaran qiro’at sab’ah.
Melihat dari latar belakang di atas peniliti ingin mengetahui lebih lanjut bagaimana
penerapan pembelajaran qiroat sabah di Pondok Pesantren Al-Qur’an Asy-syifa. Berangkat
dari hal tersebut peniliti mengangkat judul “iImplementasi Metode Pengajaran
Qiro’atussab’ah di Pondok Pesantren Al-Qur’an Asy-syifa Cicalengka Bandung”
7
Fathoni dan Zamawi, kaidah qiro’at tujuh, ISIQ Jakarta; jakarta 1991 hal.4
4
juga adanya identifikasi masalah. Maka dari itu dapat di identifikasikan beberapa
permaslahan antara lain :
1. Bahwa para santri belum memahami terkait proses pembelajaran Qira’at Sab’ah.
2. Bahwa para santri belum seluruhnya memahami Qawa’id Fars dan Qawa’id Ushul.
Untuk menghindari pembahsan yang melebar, maka penulis memfokuskan masalah
pada pembahasan implementasi metode pengajaran qiro’at sab’ah.
C. Rumusan Masalah
Penulis merumuskan masalahnya sebagai berikut :
c) Bagi mahasiswa
Sebagai sarana yang bisa dibaca dan bisa menjadi sumber rujukan untuk
memperoleh informasi yang terkait dengan ilmu ilmu qiro’at, sehingga dapat
mengembangkan ilmu pengetahuan yang sebelumnya sudah ada.
E. Kajian Pustaka
Kajian pustaka merupakan kajian mengenai penelitian-penelitian terdahulu. Penelitian
ini mengenai konsep ilmu-ilmu qiro’at. Berdasarkan penelusuran hasil penelitian yang ada
di temukan beberapa skripsi yang relevan dengan penelitian ini di antaraya adalah :
1. Skripsi dari Binti Alfiah adalah salah satu mahasiswi STAIN Ponorogo tahun 2015
dengan judul Implementasi pembalajaran Qiraat Sab’ah di dalam membaca Al-
Quran di Pondok Pesantren Tahfizul Qur’an (PPTQ) Alhasan Patihan Wetan
Babadan Ponorogo, dalam skripsi memabahas tentang penting nya belajar ilmu
Qiraat demi tercapai nya cara bacan yang baik dan benar. Karena dengan belajar
Qiraat kita bisa belajar juga ilmu-ilmu yang menunjang dalam fan ilmu tersebut.
Menggunakan metode tahsin. Karena metode ini sangat berperan penting untu
menunjang kesuksesan dalam pembelajaran Al-Qur’an maupun ilmu Qiraat.
2. Skripsi dari Ainul Mardiyah salah satu mahasiswi UIN Ar-Raniry Darussalam
Banda Aceh tahun 2019 dengan judul penerapan pembacaan Al-Qur’an dengan
Qira’at Sab’ahpada ma’had tahfidz negri pahang malaysia, judul ini menggunakan
penelitian lapang yang bersifat deskrtiptif kualitatif. Hasil penelitian skiripsi ini
menunjukan bahwa metode metode yang di gunakan di ma’had tersebut memberi
efektif bagi penerapan pengajaran qiro’at sab’ah. Yaitu dengan menggunakan
metode sorogan, wetonan dan ceramah.
3. Skripsi dari Muhammad Syukry Wafi salah satu mahasiswa UIN Sumatera Utama
Medan tahun 2018 dengan judul Penerapan Qiro’at Tujuh di Darul Qur’an Malasya
jadi hasil penelitian skripsi ini adalah lebih memfokuskan pada penerapan ilmu
qiro’at dan mewajibkan semua mahasiswa menghafal alqur’an pada waktu yang
6
9
E. Mulyasa, Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Jakarta, Bumi Aksara, 2013,
hal. 56
10
Peter Salim, et-al, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Jakarta: Modern English, 1991, hal.
1126.
11
Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Kalam Mulya, 2001, Cet. ke-3, hal.
107
12
Diunduh https://www.dosenpendidikan.co.id/pengajaran-adalah/. Pada tanggal 19 Agustus 2021
Pukul 22:05
8
walaupun pada intinya nnti pesantren tetap berada pada fungsinya yang asli, yang selalu
dipelihara di tengah tengah perubahan yang deras. Bahkan karena menyadari arus
perubahan yang kerap kali tak terkendali itulah, pihak luar justru melihat keunikannya
sebagai wilayah sosial yang mengandung kekuatan resitensi terhadap dampak
modernisasi.13
Implementasi
Metode
Pengajaran
KAJIAN TEORI
A. Konsep Pondok Pesantren
a. Pengertian Pondok Pesantren
Pesantren adalah sebuah lembaga pendidikan dan penyiaran agama islam, itulah
identitas pesantren pada awal perkembangannya. Sekarang setelah terjadi banyak
perubahan di masyarakat, sebagai akibat pengaruhnya, definisi di atas tidak lagi
memdai walaupun pada intinya nnti pesantren tetap berada pada fungsinya yang asli,
yang selalu dipelihara di tengah tengah perubahan yang deras. Bahkan karena
menyadari arus perubahan yang kerap kali tak terkendali itulah, pihak luar justru
melihat keunikannya sebagai wilayah sosial yang mengandung kekuatan resitensi
terhadap dampak modernisasi. 14
Pesantren adalah asrama tempat santri belajar mengaji pesantren sering disebut juga
sebagai “Pondok Pesantren” berasal dari kata “santri” menurut kamus bahasa
Indonesia, kata ini mempunyai 2 pengertian yaitu; 1) Orang yang beribadah dengan
sungguh-sungguh orang saleh, 2) Orang yang mendalami pengajiannya dalam Agama
Islam dengan berguru ketempat yang jauh. 15
Nurchalish Madjid pernah menegaskan, pesantren ialah artefak peradaban
Indonesia yang dibangun sebagai institusi pendidikan keagamaan bercorak tradisional,
unik dan indigenous.16 Mastuhu memberikan pengertian dari segi terminologis adalah
sebuah lembaga pendidikan Islam tradidisional yang mempelajari, memahami,
menghayati dan mengamalkan ajaran Agama Islam dengan menekankan pentingnya
moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari.17
14
Zamaksyari Dhofier, tradisi pesantren (Jakarta: LP3S, 1994) hal. 18
15
Team Penyusunan Kamus Besar, (Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia,
1990), h. 677
16
Amir Haedari dkk, Masa Depan Pesantren Dalam Tantangan Modernitas dan Tantangan
Komplesitas Global, (Jakarta: IRP Press, 2004), hal. 3
17
Hasby Indra, Pesantren dan Transformasi Dalam Tantangan Moderenitas dan Tantangan
Komlesitas Global. Jakarta: IRP Press, 2004), hal. 3
8
9
Berdasarkan uraian tersebut jelas bahwa dari segi etimologi pondok pesantren
merupakan satu lembaga kuno yang mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan agama.
Ada sisi kesamaan (secara bahasa) antara pesantren yang ada dalam sejarah Hindu
dengan pesantren yang lahir belakangan. Antara keduanya memiliki kesamaan prinsip
pengajaran ilmu agama yang dilakukan dalam bentuk asrama
Pesantren sekarang ini merupakan lembaga pendidikan Islam yang memiliki ciri
khas tersendiri. Lembaga pesantren ini sebagai lembaga Islam tertua dalam sejarah
Indonesia yang memiliki peran besar dalam proses keberlanjutan pendidikan nasional.
KH. Abdurrahman Wahid, mendefinisikan pesantren secara teknis, pesantren adalah
tempat di mana santri tinggal. 18
Definisi di atas menunjukkan betapa pentingnya pesantren sebagai sebuah totalitas
lingkungan pendidikan dalam makna dan nuansanya secara menyeluruh. Pesantren bisa
juga dikatakan sebagai laboratorium kehidupan, tempat para santri belajar hidup dan
bermasyarakat dalam berbagai segi dan aspeknya.
b. Jenis-jenis pondok pesantren
Pondok pesantren mempunyai jenis-jenis yang berbeda namun memiliki satu tujuan
yang sama. Secara faktual, pesantren dapat dipolakan pada dua jenis, yaitu berdasarkan
bangunan fisik dan berdasarkan kurikulum.
Berdasarkan kurikulum atau sistem pendidikan yang dipakai, pesantren mempunyai
tiga jenis, yaitu:
1) Pesantren Tradisional (salāf)
Pesantren ini masih mempertahankan bentuk aslinya dengan mengajarkan kitab
yang ditulis oleh ulama abad ke-15 dengan menggunakan bahasa Arab. Pola
pengajarannya dengan menerapkan sistem halaqah atau mangaji tudang yang
dilaksanakan di masjid. Hakikat dari sistem pengajaran halaqah ini adalah
penghapalan yang titik akhirnya dari segi metodologi cenderung kepada terciptanya
santri yang menerima dan memiliki ilmu. 19 Artinya ilmu tidak berkembang ke arah
18
Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi; Esai-esai Pesantren (Cet. I; Yogyakarta: KIS,
2001), hal. 17.
19
Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, (Jakarat: INIS, 1994), h. 157
10
paripurnanya ilmu itu, melainkan hanya terbatas pada apa yang diberikan kyai.
Kurikulum sepenuhnya ditentukan oleh para kyai pengasuh pondok.
2) Pesantren Modern (khalaf atau asri)
Pesantren ini merupakan pengembangan tipe pesantren karena orientasi
belajarnya cenderung mengadopsi seluruh sistem belajar klasikal dan meninggalkan
sistem belajar tradisional. Penerapan sistem belajar modern ini terutama tampak
pada penggunaan kelas belajar baik dalam bentuk madrasah maupun sekolah.
Kurikulum yang dipakai adalah kurikulum nasional. 20 Kedudukan para kyai sebagai
koordinator pelaksana proses pembelajaran dan sebagai pengajar di kelas.
Perbedaannya dengan sekolah dan madrasah terletak pada porsi pendidikan agama
Islam dan bahasa Arab lebih menonjol sebagai kurikulum lokal.
3) Pesantren Komprehensif.
Jenis pesantren ini merupakan sistem pendidikan dan pengajaran gabungan
antara tradisional dan modern. Pendidikan diterapkan dengan pengajaran kitab
kuning dengan metode sorongan, bandongan dan wetonan yang biasanya diajarkan
pada malam hari sesudah salat Magrib dan sesudah salat Subuh. Proses
pembelajaran sistem klasikal dilaksanakan pada pagi sampai siang hari seperti di
madrasah/sekolah pada umumnya.
Ketiga jenis pesantren tersebut memberikan gambaran bahwa pesantren merupakan
lembaga pendidikan Islam yang berjalan dan berkembang sesuai dengan tuntutan
zaman. Dimensi kegiatan sistem pendidikan dilaksanakan oleh pesantren bermuara
pada sasaran utama yaitu perubahan baik secara individual maupun kolektif. Perubahan
itu berwujud pada peningkatan persepsi terhadap agama, ilmu pengetahuan dan
teknologi. Santri juga dibekali dengan pengalaman dan keterampilan dalam rangka
meningkatkan sumber daya manusia.
20
M. Bahri Ghazali, Pendidikan Pesantren Berwawasan Lingkungan: Kasus Pondok Pesantren
An- Nuqayah Guluk-Guluk Sumenep, Madura (Cet. I; Jakarta: Pedoman Ilmu, 2001), hal.14
11
21
Yasmadi, modernisasi pesantren, (Jakarta: Ciputat Press), hal. 87
12
22
Sa’id Aqiel Siradj, dkk. Pesantren Masa Depan. (Cirebon:Pustaka Hidayah, 2004). 280
23
DEPAG RI, pondok pesantren dan madrasah (Jakarta; Dirjen Kelembagaan Agama
Islam,2003),39
13
2. Metode sorogan
Sorogan berasal dari kata sorog (bahasa jawa) yang berarti menyodorkan,
sebab setiap santri menyodorkan kitabnya dihadapan kyai, atau pembantunya
(badal, asisten kyai). 26 Sistem sorogan ini termasuk belajar secara individual,
dimana seorang santri berhadapan dengan seorang guru, dan terjadi interaksi saling
mengenal di antara keduanya.
Metode sorogan adalah “santri satu persatu secara bergiliran
menghadap kyai dengan membawa kitab tertentu. Kyai membacakan beberapa
baris dari kitab itu dan maknanya, kemudian santri mengulangi bacaan kyainya.”27
Husein Muhammad menambahkan “murid membaca sedangkan guru
mendengarkan sambil memberi catatan, komentar, atau bimbingan bila diperlukan.
Dalam metode ini, dialog murid dan guru tidak terjadi.”28 Sistem sorogan ini
24
Endang Turmudi, Perselingkuhan Kiai dan Kekuasaan, (Yogyakarta:LKiS, 2004),hal. 36.
25
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren Studi tentang Pandangan Hidup Kiai,
(Jakarta:LP3ES,1994)hal. 176
26
DEPAG RI, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah, 38.
27
Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Van Hoeve. 2000), 336.
28
Sa’id Aqiel Siradj, dkk. Pesantren Masa Depan,281.
14
terbukti sangat efektif sebagai taraf pertama bagi seorang murid yang bercita-cita
menjadi alim.
Sistem ini memungkinkan seorang guru mengawasi, menilai dan membimbing
secara maksimal kemampuan seorang santri dalam menguasai materi
pembelajaran. Sorogan merupakan kegiatan pembelajaran bagi para santri yang
lebih menitik beratkan pada pengembangan kemampuan perorangan (individual),
dibawah bimbingan seorang kyai atau ustadz. Pelaksanaannya santri yang banyak
itu datang bersama, kemudian mereka antri menunggu gilirannya masing-masing,
sambil mempelajari materi yang akan di sorogan. Dengan sistem pengajaran
secara sorogan ini memungkinkan hubungan kyai dengan santri sangat dekat,
sebab kyai dapat mengenal kemampuan pribadi santri secara satu satu persatu.
Kitab yang disorogkan kepada kyai oleh santri yang satu dengan santri yang lain
tidak harus sama.
c. Metode evaluasi
Evaluasi adalah penilaian atas tugas, kewajiban, dan pekerjaan. Cara ini
dilakukan setelah kajian kitab selesai dibacakan atau disampaikan. Di masa
lalu cara ini disebut imtihan, yakni suatu pengujian santri melalui munaqasyah
oleh para guru atau kiai-ulama di hadapan forum terbuka. Selesai munaqasyah,
ditentukanlah kelulusan.29
d. Metode hafalan
Metode hafalan ialah kegiatan belajar santri dengan cara menghafal suatu
teks tertentu di bawah bimbingan dan pengawasan kyai/ ustadz. 30 Para santri
diberi tugas untuk mengahafal bacaan-bacaan dalam jangka waktu tertentu.
Hafalan yang dimiliki santri ini kemudian dihapalkan dihadapan kyai/ ustadz
secara periodik atau insidental tergantung kepada petunjuk kyai/ ustadz yang
bersangkutan.
29
Sa’id Aqiel Siradj, dkk, Pesantren Masa Depan 284.
30
DEPAG RI, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah, 46.
15
Pendekatan tertentu atau metode adalah suatu cara yang sistematis yang digunakan
untuk mencapai tujuan. Di Indonesia terdapat bermacam- macam metode membaca
Al-Qur‟an sebagaimana yang telah dikumpulkan oleh LITBANG pada tahun 1994,
diantaranya adalah Metode Baghdadiyyah, Metode Hattaiyyah di Riau, Metode Al-
Barqi di Surabaya, Metode Qira‟ati di Semarang, Metode Iqra‟ di Yogyakarta,
31
Arip Widodo, Mahbub Nuryadien dan Ahmad Yani, Metode Pembelajaran
Membaca Al-Qur‟an Anak Usia 7-13 Tahun…, Jurnal Al Tarbawi Al Haditsah Volume 1
No 2 ISSN 2407-6805, hal.20
16
Metode AlBanjari di Banjarmasin dan masih banyak lagi metode lainnya yang
diterapkan di Indonesia.32
1. Metode Bagdadiyyah
Kaidah ini merupakan kaedah yang paling lama dan meluas digunakan
di seluruh dunia. Ia dipercayai berasal dari Baghdad, . Kaedah ini juga dikenal dengan
kaedah sebutan “eja” atau latih tubi, tidak diketahui pasti siapa pengasasnya.
Cara mengajarkannya dimulai dengan mengenalkan huruf-huruf hijaiyah,
kemudian tanda-tanda bacanya dengan dieja/diurai secara pelan. Setelah menguasai
barulah diajarkan membaca QS.Al-Fatihah, An-Nas, Al- Falaq, Al-Ikhlas, dan
seterusnya. Setelah selesai Juz „Amma, maka dimulai membaca Al-Qur‟an pada
mushaf, dimulai juz pertama sampai tamat. Dari waktu ke waktu, dari generasi ke
generasi, pengajian anak-anak terus menyebar dalam jumlah besar merata di seluruh
pelosok tanah air. Berkat pengajian anak-anaklah maka kemudian umat Islam, dari
generasi ke generasi berikutnya, mampu membaca Al-Qur‟an dan mengetahui dasar-
dasar keislaman.
2. Pembelajaran Qiroati
Awal mula pendidikan Al-Qur‟an di Indonesia masih menggunakan sistem
pengajian yang berada di mushola/langgar, masjid, dan bahkan di rumah- rumah
Sebagian besar metode yang diterapkan yakni dengan menggunakan turutan yang
didalamnya berisi Al-Qur‟an juz 30 yang dilengkapi dengan petunjuk membaca Al-
Qur‟an. Metode ini merupakan metode yang disusun oleh ulama‟ Baghdad, seiring
berjalannya waktu khususnya anak-anak mulai enggan mengaji dengan menggunakan
turutan, karena dianggap kurang praktis dan efisien, terutama bagi mereka yang ingin
bisa membaca Al-Qur‟an lebih cepat dan praktis.33
32
Muhammad Aman Ma‟mun, Kajian Pembelajaran Baca…, Annaba: Jurnal Pendidikan
Islam Volume 4 No. 1 Maret 2018, hal.57.
33
Muhaimain, Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam, (Bandung; Nuansa,2003), hal. 113
17
3. Pembelajaran iqro’
Metode iqro‟ adalah suatu metode membaca Al-Qur‟an yang menekankan
langsung pada latihan membaca. Adapun buku panduan iqro‟ terdiri dari 6 jilid
dimulai dari tingkat yang sederhana, tahap demi tahap sampai pada tingkatan yang
sempurna. Metode iqro‟ ini dalam prakteknya tidak membutuhkan alat yang
bermacam-macam, karena ditekankan pada bacaannya (membaca huruf Al-Qur‟an
dengan fasih). Bacaan langsung tanpa dieja. Artinya diperkenalkan nama-nama huruf
hijaiyah dengan cara belajar siswa aktif (CBSA) dan lebih bersifat individual.
c. Evaluasi Pembelajaran Pondok Pesantren
34
Menurut Wand dan Brown, dalam Faturrhaman dan M. Sobry Sutikno, 2007.
Evaluasi adalah suatu tindakan atau proses untuk menentukan niali dari suatu tindakan
atau proses untuk menentukan nilai dari sesuatu. Bahwa evaluasi adalah kegiatan
mengumpulkan data seluas-luasnya dan sedalam-dalamnya mengenai kapabilitas siswa
guna mengetahui sebab akibat dan hasil belajar siswa guna mendorong atau
mengembangkan kemampuan belajar.
Aspek evaluasi merupakan aspek penting yang berguna untuk mengukur dan
menilai seberapa jauh tujuan pembelajaran telah tercapai atau hingga mana terdapat
kemajuan belajar siswa, dan bagaimana tingkat keberhasilan sesuai dengan tujuan
pembelajaran tersebut. Apakah tujuan yang telah dirumuskan dapat dicapai atau tidak,
apakah materi yang telah diberikan dapat dikuasai atau tidak, dan apakah penggunaan
metode dan alat pembelajaran tepat atay tidak.
C. Konsep Ilmu Qira’at Sab’ah
a. Pengertian Qira’at Sab’ah
Qira’at secara bahasa adalah masdar ( kata jadian ) dari fi’il artinya bacaan, yaitu:
وقرأنا.، وقراءة، قرأ، يقرأ، قرأ
قرأArtinya membaca dan قراءةartinya bacaan, maka segala bentuk bacaan bisa di
sebut Qira’at, septi kalimat ;
34
M. Sobry Sutikno, belajar dan pembelajaran . (Bandung : prespect 2008) hal. 42
18
Tetapi yang dimaksud bacaan adalah cara – cara baca dalam membaca Al-Qur’an,
seperti yang tercantum dalam kamus Al- Munjid;
َك ْي ِفيَّةُ اَ ْلق َِرا َء ِة: اَ ْلق َِرا َءةُ ( مصدر) ج قراءات
Artinya : القراءةadalah masdar nya, jama’nya قراءاتyaitu cara baca.35
Qira’at menurut istilah adalah :
ُ اْلئِ َّم ِة ا ْل ُق َّراءِ َمذْهَبًا يُ َخا
َ ِلف
غ ْي َره ُ رآن يَ ْذه
َ ْ ََب ِب ِه ِا َمام مِ ن ِ فى ا ْل ُق
ِ ق ِ َم ْذهَب مِ نْ َم َذا ِه
ِ ب ال ُّن ْط
Artinya : Qira’at adalah suatu aliran pembacaan Al-Qur’an yang di pelopori oleh
imam – imam Qora’at dengan aliran- aliran yang berbeda dengan yang lainnya. 36
Setiap orang yang mempelajari Ilmu Qiraat, tak lepas dari Qiraatnya, artinya bahwa
setelah orang itu mempelajari Ilmu Qiraat, ia praktekan ilmu tersebut dengan Qiraatnya,
dan sebaik-baiknya ber-musyafahah dengan orang yang ahli dalam bidang itu, sebab
praktek Qiraat untuk mencari ketepatannya tak lepas dari belajar secara musyafahah
35
Hasan Bisri, Mengenal Ilmu Qira’at, ( Yogyakarta: Diandra Kreatif, 2015), hal. 21.
36
Mannaal-Qathan, Mabahits Fi Ulum Al-Qur’an, Al- Asyr Al- Hadits, Riyadh, 1973, hal. 170
37
Hasan Bisri, Mengenal Ilmu Qira’at, ( Bandung: Diandra Kreatif, 2015), hal. 21.
38
Ibid,hal 25
19
dengan orang yang ahli dalam bidang tersebut, maka disinilah perbedaan ilmu qiraat
dan Qiraat.
Ilmu Qiraat adalah ilmu yang mempelajari Qiraat, seperti bagaimana mim jama’ itu
dibaca sukun, shilah dan dhammah. Dan siapakah yang membaca wajah baca tersebut
di atas, ini adalah pembahasan Imu Qiraat. Tetapi bagaimana cara baca mim jama’
sukun, shilah dan dhammah, ini adalah pembahasan Qiraat, karena Qiraat adalah cara
baca yang di sanadkan kepada imu Qiraat.
Dengan demikian, orang yang belajar Qiraat mesti harus menegetahui terlebih
dahulu ilmunya, supaya jika terdapat kesalahan dalam baca, bisa kembali kepada kaidah
yang berlaku.
b. Jenis – jenis Qira’at sab’ah
Sebagian ulama mengklarifikasikan macam-macam Qiraat, lalu mereka
menjadikannya enam macam, diantaranya:
1. Qiraat Mutawatir, yaitu Qiraat yang dinukil oelh sejumlah orang yang tidak
mungkin bersepakat dlam kedustaan dari orang-orang yang seperti mereka
hingga ke akhir sanad, dan ini yang dominan dalam Qiraat.
2. Qiraat Masyhur, yaitu qiraat yang shahih namun tidak samapi kepada tingkatan
mutawatir, sesuai dengan kaidah rasm, terkenal di kalangan imam Qurra, dan
mereka tidak menganggapnya keliru atau ganjil. Dan para ulama menyebutkan
bahwa Qiraat jenis ini boleh diamalkan bacaannya.
3. Qiraat Ahad, yaitu yang sanadnya shahih, namun menyelisihi kaidah bahasa
arab, atau tidak terkenalnya sebagaimana terkenalnnya Qiraat yang disebutkan.
Dan ini tidak bisa diamalkan bacaannya.
4. Qiraat Syadz yaitu Qiraat yang tidak shahih sanadnya dan terdapat beberapa nila
dusta dari sang perwai, dan Qiraat ini sama sekali tidak boleh diamalkan.
5. Qiraat Maudlu, yaitu Qiraat yang tidak ada bahkan tidak jelas asal usulnya.39
39
Manna Khalil Al-Qathan, studi ilmu al-qu’an (bogor, litera antarnusa, 2016) hal 245-246
20
Sebagian ulama menyebutkan bahwa Qiraat itu ada yang mutawwatir, ahad dab
syadz. Menurut mereka, Qiraat mutawwatir ialah Qiraat yang tujuh. Adapun manhaj –
manhaj Qira’at Sab’ah sebagai berikut :
1. Imam Nafi’
Imam nafi’ adalah Nafi’ bin Abdurrahman bin Abi Nua’im, nama sebutannya
Abu Rawaim, ada yang menyebutnya ‘Abdul Hasan da nada yang menyebutnya
juga Abu Abdirrahman. Imam nafi’ orangnya pendek, warna kulitnya hitam, sangat
hitam dan asalnya dari Asbihan, ahlaknya baik. Beliau lahir pada tahun 70 H. dan
wafat tahun 169 H. Qira’atnya dikenal dengan qira’at Ahli Madinah. Diantara
perawinya yang paling masyhur ada dua, yaitu Qalun dan Warsy. 40
1) Imam Qalun
Nama lengkapnya adalah Isa ibn Mina (120-220 H). ia diberi julukan yang
akhirnya menjadi nama tenar Qalun karena keindahan baca’annya. Ia belajar
qira’at langsung kepada Imam Nafi’. 41
2) Imam warsy
Nama lengkap adalah Usman ibn Said al-Mishri (110-197 H). Ia lahir dan
tinggal di Mesir. Kemudian ia pergi belajar qira’at kepada nafi’ Madinah pada
tahun 155 sampai benar-benar mampu menguasainya. 42
2. Imam Ibnu Katsir Al-Makki
Imam Ibnu Katsir adalah Abdullah bin Katsir bin Amr bin Zadan bin Fairuz
Hurmuzi. Nama sebutannya adalah Abu Ma’bad. Dan ada yang menyebutkannya
Ad-Dari, yaitu dinisbatkan kepada bani Abdiddar. Sebagian mereka mengatakan
di sebut dengan Ad-Dari, karena orangnya wangi. Beliau lahir di Makkah dan
wafat pada tahun 120 H. di Makkah. Diantara perawinya yang paling masyhur ada
dua, yaitu Al- Bazzy dan Qunbul.43
40
Hasan Bisri, Mengenal Ilmu Qira’at, ( Bandung: Diandra Kreatif, 2015), hal. 51.
41
Ahmad Fatoni, kaidah Qira’at Tujuh, ISIQ, Jakarta, 1991, hal.10
42
Ibid, hal. 11
43
Hasan Bisri, Mengenal Ilmu Qira’at, ( Bandung: Diandra Kreatif, 2015), hal. 52.
21
1) Al-Bazzi
Nama lengkapnya Muhammad ibn Muhammad ibn „Abdillah ibn Abi
Bazzah al-Makki. ia lahir tahun 170 H dan wafat 250 H. Ia membaca dari
Ikrimah, Ikrimah dari Syabal, Syabal dari Ibn Katsir. 44
2) Qunbul
Nama lengkapnya adalah Muhammad ibn Abdur Rahman al-Makkî. Ia lahir
tahun 195 H dan wafat tahun 291 H. Ia mendapatkan qiraat dari Abu al-Hasan
Ahmad al-Qawwas, al-Qawwas dari Abu Ikhrit, Abu Ikhrit dari Syabal, Syabal
dari Ibn Katsîr.45
3. Imam Abu Amr bin Ala Al-Basri
Imam Abu Amr bin Ala Al-Basri adalah zabban bin Ala bin Amar bin Uryan
bin Abdillah bin Husain bin Harits bin Jalhamah, nasabnya selesai kepada Adnan.
Beliau lahir di Makkah pada tahun 70 H. dan ada yang berpendapat pada tahun 68
H. Dan wafat di Kuffah pada tahun 154 H. dan perawinya yang paling masyhur
adalah Hafash Ad-Duri dan As-Susi.46
1) Al-Dûrî
Nama lengkapnya Hafsh ibn „Amir al-Dûrî(w.246 H)
2) Al- Sûsî
Nama lengkapnya adalah Abu Syu‟ayb Shalih ibn Ziyad al-Sûsî (w.261 H).
Kedua perowi diatas mendapatkan qiraat Abu „Amr dari Abi Muhammad
Yahya ibn al-Mubarak(w.202 H) yang lebih dikenal dengan nama al-Yazidî.47
4. Imam Abdullah bin Amir Asy-Syami (Ibnu Amir)
Imam Abdullah bin Amir Asy-Syami adalah Abdillah bin Amir bin Yzid bin
Tamim bin Rabi’ah bin Amir Al-yahshabi. Nama sebutannya Abu Imran. Beliau
lahir pada tahun 21 H. dan ada yang berpendapat pada tahun 8 H. beliau wafat di
44
Ahmad Fatoni, kaidah Qira’at Tujuh, ISIQ, Jakarta, 1991, hal.12
45
Ibid, hal.13
46
Hasan Bisri, Mengenal Ilmu Qira’at, ( Bandung: Diandra Kreatif, 2015), hal.54
47
Ahmad Fatoni, kaidah Qira’at Tujuh, ISIQ, Jakarta, 1991, hal. 10
22
Damasyiq pada hari Asyura pada tahun 118 H. dan perawinya yang paling masyhur
adalah Hisyam dan Ibnu Dzakwan. 48
1) Hisyâm
Nama lengkapnya Hisyâm ibn Muhammad ibn Ammar al-Dimasyqî. Ia
lahir tahun 153 H dan wafat 245 H di Damaskus. Adapun sanad qiraat nya dari
Irak ibn Khâlid al-Mizzi, al-Mizzi dari Yahya ibn Harits al- Zimari, dan al-
Zimari dari Ibn „Amir.49
2) Ibn Dzakwân
Nama lengkap Abdullah ibn Muhammad ibn Ibn Dzakwân al-Dimasyqî .
Ia lahir tahun 173 H dan wafat di Damaskus pada tahun 242 H. sanadnya qiraat
dari Ayyub ibn Tamîm, Ayyub dari Yahya ibn Harits al-Zimari, dan al-Zimari
dari Ibn „Amir.50
5. Imam Ashim Al-Kufi
Imam Ashim adalah Ashim bin Abin Najud Al-Kufi, dan yang berpendapat
bahwa bapaknya adalah Abdullah, nama sebutannya adalah Abun Nujud. Nama
ibu Ashim adalah Bahlah, maka ada yang menyebutnya Ashim bin Bahlah, dan
nama sebutannya juga adalah Abu Bakar. Beliau wafat akhir tahun 127 H. di Kufah
dan dua perawinya adalah Hafash dan Syu’bah.51
1) Hafsh
Nama lengkapnya adalah Abu Amir Hafsh ibn Sulaiman al-Mughiroh. Ia
lahir tahun 90 H dan wafat tahun 180 H. al-Quran yang beredar di Indonesia
adalah menurut Imam Hafsh.
2) Syu’bah
Nama lengkapnya adalah Abu Bakr Syu’bah ibn ‘Iyasy. Ia lahir tahun 95 H
dan wafat 193 H di Kuffah. Kedua perowi ini mendapatkan sanad qiraat
langsung dari Âsyim.
48
Hasan Bisri, Mengenal Ilmu Qira’at, ( Bandung: Diandra Kreatif, 2015), hal.55
49
Ahmad Fatoni, kaidah Qira’at Tujuh, ISIQ, Jakarta, 1991,hal. 8
50
Ahmad Fatoni, kaidah Qira’at Tujuh, ISIQ, Jakarta, 1991,hal.9
51
Hasan Bisri, Mengenal Ilmu Qira’at, ( Bandung: Diandra Kreatif, 2015), hal.55
23
52
Hasan Bisri, Mengenal Ilmu Qira’at, ( Bandung: Diandra Kreatif, 2015), hal.56
53
Ibid, hal. 57
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian dan Metode Penelitian
Sebagai langkah sistematis untuk membahas tentang “Implemantasi metode pengajaran
Qiro’atussab’ah di Pondok Pesantren Al-Qur’an Asy syifa”. peneliti akan menggunakan
jenis penelitian kualitatif. Penulis menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode
Deskriptif.
Penelitian ini berfokus pada proses dan pengalaman yang spesifik, relasi antarmanusia
dan perhatian pada kejadian-kejadian yang khusus. Penggunaan jenis dan pendekatan
tersebut sesuai dengan kejadian permasalahan penelitian yang bersifat kualitatif., jadi pada
hakikatnya penelitian kualitatif bekerja dan berproses sebagaimana layaknya studi kasus
dengan penelitian kualitatif lainnya. Adalah kawasan dan ruang lingkup fokus
penelitiannya.
Penulis menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif, dalam hal ini
penulis terlibat langsung di lapangan untuk memperoleh data secara alami. Namun pada
tahap analisis teori penulis juga menggunakan metode kepustakaan, yaitu suatu teknik
pengumpulan data yang bersifat teoritis tentang suatu yang berkaitan dengan suatu masalah.
Penggunaan metode dan pendekatan tersebut sesuai dengan kejadian permasalahan
penelitian yang bersifat kualitatif.
54
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung Penerbit PT Remaja Rosdakarya
Offset, 2007 hal: 4.
24
25
a. Lokasi Penelitian
Penentuan lokasi penelitian merupakan salah satu langkah penting dalam penelitian
lapangan, dalam penelitian ini penulis menentukan tempat penelitian di Pondok
Pesantren Asy-Syifa, Ds. Panenjoan RT 02/05, Kec. Cicalengka, dengan alasan sebagai
berikut : Pertama, pesantren tersebut sudah lama berdiri sehingga banyak data yang
akan diperoleh. Kedua, pesantren ini merupakan pesantren salafiyah dari sekian banyak
pesantren salafi di wilayah cicalengka, yang masih tetap menjaga tradisi-tradisi nya.
Ketiga, adanya hal menarik yang akan diteliti terkait dengan persoalan metode metode
dalam pembelajaran qiro’at tersebut dan dapat bermanfaat untuk pengembangan ilmu
pendidikan Islam, serta adanya izin dari pihak pimpinan Pondok Pesantren kepada
penulis untuk melakukan penelitian.
b. Key Informan
Disamping lokasi penelitian, sumber data ini juga mencakup key informan yang
diharapkan dapat memberikan keterangan tentang situasi dan kondisi pondok pesantren
Asy Syifa secara akurat dengan mewawancarai Pimpinan Pesantren sebagai key
informan., ustadz/ustadzah, santri, alumni, dan masyarakat dilingkungan pondok
pesantren, atau bisa disebut sebagai snow boll process. Santri putra dan santri putri,
Ustadz dan Ustadzah, alumni-alumni serta masyarakat sekitar pesantren serta dokumen-
dokumen pesantren yang bisa memberikan informasi serta gambaran tentang kajian dari
penelitian
terhadap objek yang di teliti, yang bertujuan untuk memperoleh informasi data
yang objektif.55 tentang Pondok Pesantren Asy Syifa
b) Teknik Wawancara, teknik ini digunakan untuk mengetahui secara jelas
keadaan yang sebenarnya yaitu dengan cara mengadakan wawancara dengan
berbagai sumber yang dapat memberikan informas tentang gambaran umum
atau data mengenai kondisi objektif pondok pesantren Asy Syifa
c) Teknik menganalisis dokumen atau melalui teknik ini penulis mempelajari dan
mengumpulkan data yang dijadikan bahan penelitian dilapangan dan sebagai
bahan tambahan.
b. Instrumen Pengumpulan Data
a) Catatan Lapangan Penelitian
Catatan lapangan adalah catatn yang berisi coretan, kata-kata kunci, frasa,
pokok-pokok isi pembicaraan maupun pengamatan, mungkin gambar, sketsa, dll.
Catatan lapangan berguna berguna sebagai alat perantara dengan apa yang dilihat,
diraba, dicium dengan catatan sebenarnya dalam bentuk catatan lapangan.
b) Kamera
Kamera digunakan dalam penelitian sebagai unsure penunjang penelitian,
dimana kamera digunakan sebagai alat dokumentasi visual dan penangkap moment-
moment pending yang menunjang selama penelitian dan berguna dalam penelitian,
bisa dengan kameran Handphone maupun kamera digital.
c) Alat Perekam
Alat perekam digunakan dalam penelitian sebagai pemyimpan data audio
selama penelitian, data audio bisa berupa percakapan-percakapan penting dengan
obyek penelitian dan sumber-sumber lainnya yang mendukung selama penelitian.
D. Analisis Data
Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis data kualitatif. analisi
data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,
mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,
55
Buchari lapau, Metode Penelitian Kesehatan,( jakarta, pustaka obor indonesia 2013) , hal 78.
27
mensistesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang dapat diceritakan
kepada orang lain. 56 Analisis yang digunakan dalam penelitian ini ialah analisis deskriptif
kualitatif. Analisi deskriptif kualitatif merupakan suatu teknik yang menggambarkan,
menguraikan dan menginterpretasikan arti data-data yang terkumpul dengan memberi
perhatian dan merekam sebanyak mungkin aspek situasi yang diobservasi, sehingga
memperoleh gambaran umum dan menyeluruh tentang keadaan yang sebenarnya. Analisi
data ini terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yaitu:
a. Reduksi Data
Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data yang muncul dari catatan-catatan
tertulis di lapangan. Reduksi data berlangsung terus menerus selama penelitian
berlangsung. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil observasi dan
wawancara peneliti dengan subyek penelitian. Data yang diperoleh dari wawancara ada
tiga tahap, yaitu:
1) Tahap perencanaan
2) Tahap pelaksanaan
3) Tahap evaluasi
b. Penyajian Data
Penyajian data adalah sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan 57 Penyajian data
berbentuk teks naratif berisi informasi data-data dari hasil observasi, wawancara serta
dokumentasi tentang Implementasi Kegiatan pembelajara qira’at sab’ah di pondok
pesantren asy syifa.
c. Menarik Kesimpulan/Verifikasi
Langkah terakhir analisis data kualitatif adalah penarikan kesimpulan dari data-data
yang ada dengan bukti yang valid dan konsisten agar kesimpulan yang diperoleh sesuai
56
Mulyana, D. penelitian kualitatif, (2003). 183
57
Syahrum, S. Pd. Metodologi Penelitian Kualitatif, (Ciptapustaka Media, Bandung, 2012), hal
144.
28
dengan rumusan masalah sejak awal. Proses verifikasi dalam hal ini adalah tinjauan
ulang terhadap catatan lapangan, tukar pikiran dengan teman sejawat untuk
mengembangkan “kesepakatan intersubjektifitas”. Jadi setiap makna budaya yang
muncul diuji kebenarannya, kekokohannya dan kecocokannya yakni merupakan
validitasnya.
Tegasnya, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi
merupakan suatu jalin-jemalin pada saat sebelum, selama dan sesudah pengumpulan
data dalam bentuk yang umum disebut analisis.
E. Uji Absah Data
Keabsahan data merupakan konsep penting yang diperbaruhi dari konsep kesahihan dan
tehnik keabsahan data yang memenfaatkan sesuatu yang lain. diluar data itu untuk
keperluan atau sebagai bandingan terhadap data itu 58 Teknik trianggulasi sumber: berarti
membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh
melalui waktu dan alat yang berdeda. Hal itu dapat dicapai dengan jalan:
a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.
b. Membandingkan apa yang dikatan orang depan umum dengan apa yang dikatakan
secara pribadi.
c. Kecukupan referensi, dilakukan dengan cara mengumpulkan data sebanyak-
banyaknya terkait dengan setting dan fokus penelitian. Melengkapinya dengan cara
menanyakan langsung kepada pimpinan pondok pesantren, serta mencari informasi
dari sumber lain.
d. Pengecekan anggota, dilakukan dengan cara memeriksa dan melaporkan data hasil
penelitian kepada sumbernya (pimpinan pondok pesantren), guna menyamakan
persepsi antara peneliti dengan pihak sumber yang diteliti.
e. Triangulasi, yaitu dengan pengecekan hasil wawancara dan pengamatan kepada
sumber yang berbeda serta membandingkan data hasil penelitian dokumen dengan
58
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif,( Bandung, Penerbit PT Remaja Rosdakarya
Offset, 2007). hal 330.
29
pengamatan serta dengan melalui wawancara. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi
dis informasi dalam melakukan penelitian.
f. Membandingkan keadaan dan persepektif seseorang dengan berbagai pendapat dan
pandangan orang.
g. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
a. Latar Alamiah Tempat Penelitian
a) Sejarah pondok pesantren
Pondok pesantren Asy-Syifa pertama kali di dirikan sekitar tahun 1970-an
dengan pendiri pertamanya adalah KH. Hasanuddin bin Alhafi. Pada awal di
dirikannya pesantren ini santrinya hanya berjumlah beberapa orang saja yang di
dominasi oleh santri-santri yang ada di sekitaran pesantren atau yang lebih dikenal
dengan santri kalong. Dan pada saat sekarang pesantren Asy-Syifa di pimpin oleh
KH. Ujang Hidayat.
Lambat laun pesantren ini semakin berkembang dengan pesat, yang di tandai
dengan mulai berdatangan santri-santri yang berasal dari luar daerah yang be rtujuan
untuk menimba ilmu di pesantren ini.
Pada awal di dirikannya pesantren ini amat sangat sederhana yang mana bangunan
pesantren ini hanya berupa surau kecil yang kobong-kobongnya hanya terbuat dari
bambu yang hanya alakadarnya saja, hanya sekedar tempat istirahat para santri.
Namun pada sekitar tahun 1980 pesantren ini mulai merenovasi bangunannya
dengan yang lebih layak dengan menggunakan material yang lebih kuat, dan di
tandai dengan pembuatan kobong-kobong yang lebih permanen.
Pesantren ini bergerak pada kajian Al-Qur’an yang mana di pesantren ini di
bahas tentang keilmuan Al-Quran secara mendalam, baik dari sisi tajwid, mujawad
maupun qiraat-qiraat nya. Yang menjadi ciri khas pesantren ini adalah pengajian
Qiraat Sab’ah, yang mana disiplin ilmu ini mengkaji pembacaan Al-Quran dari
berbagai Imam dan Ahli-ahli Qiraat yang masyhur.
Qiraat Sab’ah atau yang lebih dikenal dengan qiraat tujuh, terdiri dari
berbagai Imam dan riwayat yang tentunya antara satu imam dan riwayat terdapat
perbedaan yang tentunya menjadi sebuah khazanah keilmuan islam. Imam Qiraat
Sab’ah antara lain:
30
31
59 KH. Ujang Hidayat, pimpinan pesantren Asy-Syifa, wawancara tanggal 17 juli 2021
33
Tabel 4. 1
Mata Aji Pondok Pesantren
NO KITAB NAMA KITAB
1 Tauhid Tijân ad-Daruri
1. Safinah an-Naja
2. Al-Bajuri
2 Fiqh
3. I’anah
4. Fathul Mu’in
3 Tafsir 5. Tukilan
Tafsir Fiqh
Jalâlain
1. Hadist Arbain
2. Adzkar
4 Hadist
5 Tasawuf 3.
1. Burdah
Ubudiah
2. Riyadh As-Sholihin
1. Jurumiah
2. ‘Imrity
6 Nahwu
3. Alfiyah ibn Malik
1. Kailani Nahwu
4. Tukilan
2. Fahtul Khabir
7 Sharaf
3. Tasrifan
4. Yaqulu
1. Fathul Athfal
5. Tukilan Sharaf
2. Jazariyah
8 Tajwid
3. Al-Burhan
4. Nihayah Qaul al-Mufid
9 Ahlak 5. Hidayatul
1. Akhlak li Mustafid
al-Banin
6.
2. Mustolah
Akhlak liTjwid
al-Banat
3. Wasoya Abai lil Abnai
4. Ayyuhal Walad
10 Qira’at Al-mukarrar
( sumber : Dokumen pondok pesantren Asy-Syifa )
35
Tabel 4.3
Jadwal Kegiatan Harian Santri Pondok Pesantren Asy-Syifa
NO JAM KEGIATAN
16 21.30 jazariyyah
Pengajian kitab nihayatul qoulul mufid dan
jazariyyah
( sumber : dokumen pondok pesantren Asy- Syifa )
37
Tabel 4.4
Kegiatan Mingguan Santri Pondok Pesantren Asy-Syifa
NO WAKTU KEGIATAN
pendiri ponpes
2 Jum’at pagi Jumsih (jum’at bersih), olahraga ( futsal)
a. Masjid
b. Komplek pondokan bagi santri putra dan putri, 10 kobong putra dan 13
kobong putri.
c. Empat buah rumah Kyai yaitu rumah KH. Ujang Hidayat, KH M. Syan
Abdul Khaliq, Ustadz Rijal Mushaffa dan rumah Ustadzah Fadlah.
d. Kantor di komplek putra dan putri.
e. Tiga Aula sebagai tempat pembelajaran
f. Tempat MCK bagi santri putra dan putri
g. Dapur umum bagi santri putra dan putri
h. Tempat menjemur pakaian
i. Tempat menjemur pakaian
j. Tempat olah raga (Lapangan Futsal Lugina)
k. Meja belajar bagi santri.
Sarana dan prasarana yang terdapat di pesantren semua nya ditujukan
untuk kesejahteraan santri dan memfasilitasi santri itu sendiri. Sarana dan alat
pendidikan di pesantren Asy-Syifa masih sangat tradisional guna mendukung
pembelajaran, namun hal itu tidak mengahalangi untuk tetap melakukan
pembelajaran seoptimal mungkin.
g) Fungsi Pesantren
Bersanguktan dengan pesantren Asy-Syifa mengenai fungsi pesantren Asy-
Syifa itu sendiri antara lain:
a. Pesantren sebagai lembaga pendidikan
Sejak zaman dahulu pesantren di dirikan adalah sebagai sebuah lembaga
pendidikan dan pesantren juga di yakini merupakan tempat lembaga pendidikan
yang merupakan cirri khas Indonesia dan tentunya lembaga pendidikan tertua.
39
60 KH. Ujang Hidayat, pimpinan pesantren Asy-Syifa, wawancara tanggal 17 juli 2021
41
61
Ustad Rijal, Dewan Pengasuh, wawancara tanggal 20 juli 2021.
42
Fasih yang dimaksud adalah ketepatan menyebut setiap huruf dalam al-
qur’an. Dan ciri orang fasih dalam membaca al-qur’an yaitu dalam
membaca al-quran tidak terbata-bata, tartil dan sesuai dengan kaidah
tajwidnya.
Adapun langkah-langkah membaca al-qur’an dengan fasih adalah
dengan mengenal huruf hijaiyah, tanpa mengenal huruf hijaiyah santri akan
mengalami kesulitan bahkan tidak akan mampu membaca al-qur’an dengan
baik dan bnar. Kemudian santri harus menguasai kaidah dan hukum bacaan
baik dalam segi makhroj, sifat,waqof ibtida’ dan kaidah tajwidnya.
Jadi, santri harus bisa menguasai tingkat kefasihan dalam membaca al-
qur’an riwayat hafs agar tidak terbata-bata ketika membacakan perubahan
lapadz riwayat dan imam yang lainnya.
b) Mempelajarai kaidah-kaidah tajwid
Tujuan mempelajari ilmu tajwid adalah memelihara bacaan Al-Qur’an
dari kesalahan dan perubahan serta memelihara lisan dari kesalahan
membaca.
Manfaat mempelajari ilmu tajwid yang utama adalah menghindari
kesalahan dan perubahan makna saat membaca ayat-ayat Al-Qur’an. Karena
kesalahan dalam pembacaan harakat atau huruf, bisa menyebabkan
perubahan arti yang fatal.
Tajwid merupakan penghias bacaan, yaitu dengan memberikan hak-hak,
urutan dan tingkatan yang benar kepada setiap hurup, dan mengembalikan
setiap huruf pada tempat keluarnyadan pada asalnya, dan membenarkan
lapadznya dan memperindah pelafalannya pada setiap konteks
menyempurnakan bentuknya tanpa berlebihan dan tanpa meremehkan.
Dengan demikian wajib hukumnya membaca al-qur’an dengan
tajwidnya meskipun hukum mempeajari ilmu tajwid itu fardu kifayah akan
tetapi penerapan ilmu tajwid dalam dalam membaca al-qur’an itu fardu ain,
dalam hal ini wajib dalam menerapkan ilmu tajwid terhadap bacaan al-
43
qur’an dalam kadar yang bisa menghindari seseorang dari kesalahan makna
dalam bacaannya.
b. Pelaksanaan pengajian
Pelaksanaan pengajian qiro’at di pesantren asy-syifa yaitu dengan
menggunakan metode sorogan, metode sorogan adalah sebuah sistem belajar
dimana para santri maju satu persatu untuk membacakan dan menyetorkan
bacaan qira’atnya di hadapan guru atau kyaikarna pada dasarnya pengajian
alqu’an itu harus talaqqi (face to face).
Talaqqi merupakan metode belajar al-qur’an yang mensyaratkan
perjumpaan secara lansung antara murid dengan guru. Talaqqi juga
mensyaratkan gerak mulut murid harus mengikuti gerak mulut yang di contokan
guru.
Pelaksanaan pengajian Qira’at di pesantren Asy-Syifa dilaksanakan pada
jam 07:30 pagi dan untuk santriwati dilaksanakan pada jam 19:30 malam.
Dalam pengajian Qira’at Sab’ahini ada 2 cara diantaranya:
a) Bertanya kepada santri lama
Dalam hal ini santri untuk bisa melengkapi ciri perubahan-perubahan
lafadz qira’at diantaranya menyontek perubahan-perubahan lafadz kepada
santri yang sudah mengkaji Qira’at tersebut agar mempunyai ciri perubahan
lafadz ( Qaidah Ushul dan Farsy) ketika hendak melakukan sorogan ke
Akang sepuh.
b) Sima’an Qira’at Tahunan
Kegiatan sima’an ini berlangsung secara periodik, dan biasanya
dilaksanakan pada setiap bulan ramadhan, dalam hal ini pihak pondok
pesantren mengadakan pengajian kilatan khusus Al-Qur’an, salah satunya
yaitu pengajian Qira’at Sab’ah, jadi santri mendengarkan baca’an dan
menandai bacaan qira’at yang dibacakan oleh akang sepuh yang berkaitan
dengan qaidah ushul dan farsy yang bertujuan untuk memudahkan pengajian
sorogan yang dilaksanakan pada setiap hari. Namun dalam pengajian Qira’at
44
Sab’ah ini tidak semua qira’at di kaji, akan tetapi hanya satu imam atau satu
riwayat.
Tabel 4.6
Daftar Sorogan Santri Putra
NO NAMA RIWAYAT
1. Yusuf Syu’bah
2. Apip Warsy
3. Aripin Ibnu katsir
4. Gingin Warsy
5. Dinar Warsy
6. Mukhlis Ibnu katsir
7. Ismu Hafs
8. Sajid Warsy
9. Harub Qolun
10. Rijal Warsy
11. Indra Warsy
12. Aguh Warsy
13. Denhan Warsy
14. Sbirin Qolun
15. Wahyu Warsy
16. Hasyim Warsy
17. Nurdin Warsy
18. Azmil Warsy
19. Muhyi Qolun
20. Zalle Ibnu katsir
21. Jejen Qalun
22. Iman Hafs
23. Denis Warsy
45
Tabel 4.7
Daftar Sorogan Santri Putri
NO NAMA RIWAYAT
1. Isma Hafs
2. Nyai Hafs
3. Eva Hafs
4. Indi Hafs
5. Wafa Hafs
6. Imas Hafs
7. Lu’lu Hafs
8. Ita Hafs
9. Endah Hafs
10. Salma Hafs
11. Tita Warsy
12. Firda Warsy
13. Yunita Hafs
14. Syifa Qolun
15. Puput Warsy
16. Imas Hafs
17. Hani Warsy
46
62 KH. Ujang Hidayat, pimpinan pesantren Asy-Syifa, wawancara tanggal 20 juli 2021
48
B. Pembahasan
Pada pesantren salafiyah tidak dikenal kurikulum dalam pengertian seperti kurikulum
pada pendidikan formal. Kurikulum pada pesantren salafiyah disebut manhaj, yang dapat
diartikan sebagai arah pembelajaran tertentu. Manhaj pada pondok pesantren salafiyah ini
tidak dalam bentuk jabaran silabus, tetapi berupa funun kitab-kitab yang diajarkan pada para
santri. Dalam pembelajaran yang diberikan kepada santri, pondok pesantren menggunakan
manhaj dalam bentuk jenis-jenis kitab tertentu dalam cabang ilmu tertentu. Kompetensi
standar bagi tamatan pondok pesantren adalah kemampuan menguasai dalam memahami,
menghayati, mengamalkan dan mengajarkan isi kitab tertentu yang telah ditetapkan.63
kyai dengan membawa kitab tertentu. Kyai membacakan beberapa baris dari kitab itu dan
maknanya, kemudian santri mengulangi bacaan kyainya.” 67 Husein Muhammad
menambahkan “murid membaca sedangkan guru mendengarkan sambil memberi catatan,
komentar, atau bimbingan bila diperlukan. Dalam metode ini, dialog murid dan guru tidak
terjadi.”68
Dari definisi di atas peneliti menyimpulkan bahwa metode sorogan adalah suatu metode
pembelajaran dilingkungan pesantren dimana para santri menghadap secara langsung
kepada kyai atau ustad untuk membaca, menghafal dan menjelaskan pembelajaran
sebelumnya
b. Implementasi metode pengajaran Qira’at Sab’ah di Pondok Pesantren
Asy-Syifa
Pesantren ini bergerak pada kajian Al-Qur’an yang mana di pesantren ini di bahas
tentang keilmuan Al-Quran secara mendalam, baik dari sisi tajwid, mujawad maupun
qiraat-qiraat nya. Yang menjadi ciri khas pesantren ini adalah pengajian Qiraat Sab’ah,
yang mana disiplin ilmu ini mengkaji pembacaan Al-Quran dari berbagai Imam dan Ahli-
ahli Qira’at yang masyhur.
Qiraat Sab’ah atau yang lebih dikenal dengan qira’at tujuh, terdiri dari berbagai
Imam dan riwayat yang tentunya antara satu imam dan riwayat terdapat perbedaan yang
tentunya menjadi sebuah khazanah keilmuan islam. Imam Qira’at Sab’ah antara lain:
a) Imam Nafi dengan riwayat Wars dan Qalun
b) Imam Ibnu Katsir dengan riwayat Bazi dan Qunbul
c) Imam Abu Amr dengan riwayat Durri dan Susi
d) Imam Ibnu Amir dengan riwayat Hisyam dan ibnu Daqwan
e) Imam Asyim dengan riwayat Syu’bah dan Hafs
f) Imam Hamzah dengan riwayat Khalaf dan Khalad
g) Imam Qisya’i denga riwayat Abu Harist dan Duuri Qisya’i.
Muhammad Mahmud Abdullah mendefinisikan:
67
Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Van Hoeve. 2000), 336.
68
Sa’id Aqiel Siradj, dkk. Pesantren Masa Depan,281.
50
اع
ِ الس َم
ِ ْث ِ ب هللاِ تَعَا َلى َو ْا ْخت ََِلفُ ُه ْم فِى اَحْ َوا ِل ال ُّن ْط
ُ ق بِ ِه مِ نْ َحي ِ ق ال َّناقِ ِليْنَ ِل ِكتَا ُ ِع ْل ُم يُع َْر
َ ف بِ ِه اتِ َفا
Artinya:’’Ilmu Qiraat adalah ilmu untuk mengetahui ittifaq orang yang mengambil
Qiraat terhadap kitab Allah swt. Dan untuk mengetahui perbedaan pendapat merek
dalam hal membaca Al-Qur’an dari segi pendengaran”69
Ilmu Qira’at adalah ilmu yang mempelajari Qira’at, seperti bagaimana mim jama’
itu dibaca sukun, shilah dan dhammah. Dan siapakah yang membaca wajah baca tersebut
di atas, ini adalah pembahasan Imu Qira’at. Tetapi bagaimana cara baca mim jama’
sukun, shilah dan dhammah, ini adalah pembahasan Qira’at, karena Qira’at adalah cara
baca yang di sanadkan kepada imu Qira’at.
Dengan demikian, orang yang belajar Qiraat mesti harus menegetahui terlebih
dahulu ilmunya, supaya jika terdapat kesalahan dalam baca, bisa kembali kepada kaidah
yang berlaku.
Pembelajaran tentang ilmu Qiraat ini dilakukan dengan system sorogan, karena
belajar Al-Qur’an harus talaqi atau secara langsung berhadapan dengan guru agar bisa
secara langsung mengetahui kekurangan dalam segi pembacaan maupun kelemahan
dalam makharijul huruf maupun sifatul hurufnya. Disamping belajar tentang ilmu-ilmu
Al-Qur’an disini juga dikaji tentang kajian kitab kuning yang mengkaji tentang
keilmuan lain, seperti nahwu, sharaf, tauhid, fiqh, akhlak, tafsir dan hadist yang
tentunya antara setiap keilmuan tersebut dipelajari secara sistematis.
69
Hasan Bisri, Mengenal Ilmu Qira’at, ( Bandung: Diandra Kreatif, 2015), h. 21.
51
giliran untuk mengikuti sorogan qira’at. Kegiatan ini dilakukan secara terus menerus,
dan kegiatan ini merupakan kegiatan wajib dan penyempurna di pondok pesantren Asy-
Syifa.
Kegiatan pengajian Qira’at Sab’ahdi pondok pesantren Asy-Syifa ini dilaksanakan
dengan metode sorogan, karena pada dasarnya pengajian alqu’an itu harus talaqqi (face
to face). Metode pembelajaran didefinisikan sebagai cara yang digunakan guru dalam
menjalankan fungsinya, yang merupakan alat untuk mencapai tujuan pembelajaran. 70
Metode sorogan adalah “santri satu persatu secara bergiliran menghadap
kyai dengan membawa kitab tertentu. Kyai membacakan beberapa baris dari kitab itu
dan maknanya, kemudian santri mengulangi bacaan kyainya.” 71 Husein Muhammad
menambahkan “murid membaca sedangkan guru mendengarkan sambil memberi
catatan, komentar, atau bimbingan bila diperlukan. Dalam metode ini, dialog murid dan
guru tidak terjadi.”72 Sistem sorogan ini terbukti sangat efektif sebagai taraf pertama
bagi seorang murid yang bercita-cita menjadi alim.
Metode sorogan adalah metode spesifik karena murid harus berhadapan dengan guru
untuk mengkaji suatu kitab dan guru mengarahkan murid tersebut. Banyak pondok
pesantren yang mempertahankan atau menggunakan metode sorogan, karena banyak
manfaat dan faedah yang mendorong para santri untuk lebih giat dalam mengkaji dan
memahami kitab-kitab atau pun Al-Qur’an yang mempunyai nilai tinggi dalam
kehidupan manusia. Metode ini membutuhkan ketekunan, kesabaran, ketaatan,
kedisiplinan tinggi dari santri.
Metode ini dala dunia modern dapat disamakan dengan istilah tutorship atau
mentorship.73 Tekhnik penyampaian materi dalam metode sorogan adalah sekelompok
santri satu persatu secara bergantian menghadap kyai, mereka masing-masing membawa
kitab yang akan dipelajari, kemudian disodorkan kepada kyai.
70
Hamzah B.Uno, model pembelajaran ( Jakarta: PT.Bumi Aksara, 2007) hal.2
71
Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Van Hoeve. 2000), 336.
72
Sa’id Aqiel Siradj, dkk. Pesantren Masa Depan,281.
73
Ridwan Nasie, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal, ( Yogyakarta : Pustaka Belajar,
2005), hal. 112
52
Pelaksanaan metode sorogan ini, antara kyai harus sama sama aktif. Karna ketika
pengajaran sedang berlangsung terjadi inter raksi belajar mengajar dengan tatap muka
adapun manfaat metode sorogan, santri lebih mudah berdialog secara langsung dengan
Ustad, Santri lebih cepat mengerti dalam mengkaji Kitab Kitab, dan santri lebih
memahami dan mengenang kitab yang di pelajari dan bersifat aktif. 74
Menurut Abdullah Aly, dalam bukunya menjelaskan metode sorogan adalah
pembelajaran kitab secara individual , diamana setiap santri menghadap kepada kyai
untuk membaca, menjelaskan atau mengahaflakan pembelajaran yang di berikan
sebelumnya.75
Dalam hal ini peniliti menjelaskan langkah-langkah pelaksanaan metode sorogan
pengajian Qira’at Sab’ah di pesantren Asy-Syifa, diantaranya:
a. Santri berkumpul di tempat pengajian sesuai dengan waktu yang di tentukan
dan masing-masing santri membawa Al-Qur’an
b. Santri yang mendapatkan giliran menghadap langsung tatap muka kepada
kyai dia akan membuka kajian yang akan dikaji dan meletakan Al-Qur’an
diatas meja kecil di hadapannya.
c. Santri membaca Al-Qur’an dihadapan kyai dan ketika ada bacaan yang salah
kyai langsung mengoreksinya.
Dari definisi di atas peneliti menyimpulkan bahwa metode sorogan adalah suatu
metode pembelajaran dilingkungan pesantren dimana para santri menghadap secara
langsung kepada kyai atau ustad untuk membaca, menghafal dan menjelaskan
pembelajaran sebelumnya.
c. Dampak metode pembelajaran terhadap pemahaman santri dalam
pembelajaran Qira’at Sab’ah di Pondok Pesantrean Asy-Syifa.
Salah satu kesulitan membaca Al-Qur’an bagi anak-anak adalah ayat- ayatnya
terdapat kalimat yang dibaca panjang-panjang sehingga mengakibatkan kurang
74
Ridwan Nasie, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal, ( Yogyakarta : Pustaka Belajar,
2005), hal. 137
75
Abdullah Aly, Pendidikan Islam Multikultural di Peantren ( Yogyakarta: Pustaka Belajar,
2011) hal. 165
53
lancar, bahkan tidak fasih dalam membaca. Kesulitan tersebut diakibatkan karena
pada tingkat dasar bahkan menengah belum sepenuhnya memahami ilmu tajwid, dan
biasanya paaara guru mengajarkan di atas juga banyak dialami oleh anak didik
yang masih duduk di bangku tingkat dasar dan menengah pertama. Maka bagi guru
perlu menggunakan metode pembelajaran dengan menggunakan berbagai metode yang
tepat dan efektif serta efisien dalam mengajarkan membaca Al-Qur’an. Metode
Pembelajaran sendiri adalah sebuah cara yang dipakai oleh seorang pendidik dalam
mengadakan hubungan dengan seorang siswa pada saat berlangsungnya proses
pengajaran.76
Rendahnya motivasi siswa dalam belajar Al-Qur’an masih merupakan salah
satu penyebab rendahnya mutu pendidikan terutama dalam kemampuan membaca
Al-Qur’an. Salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan membaca Al-Qur’an
adalah dengan penggunaan metode yang sesuai yang dapat dilakukan oleh guru/ustadz
pengajar Al-Qur’an dalam kelas. Dalam mendidik agama pada siswa jenjang
pendidikan diperlukan pendekatan tertentu, di antaranya melalui pendekatan
keagamaan.
Pendekatan tertentu atau metode adalah suatu cara yang sistematis yang digunakan
untuk mencapai tujuan. Di Indonesia terdapat bermacam- macam metode membaca Al-
Qur’an sebagaimana yang telah dikumpulkan oleh LITBANG pada tahun 1994,
diantaranya adalah Metode Baghdadiyyah, Metode Hattaiyyah di Riau, Metode Al-
Barqi di Surabaya, Metode Qira‟ati di Semarang, Metode Iqra‟ di Yogyakarta,
Metode AlBanjari di Banjarmasin dan masih banyak lagi metode lainnya yang
diterapkan di Indonesia.77
Berdasarkan hasil penelitian bahwa metode pembelajaran Qira’at Sab’ah yang
diterapkan di pondok pesantren Asy-Syifa yakni menggunakan metode sorogan. Adapun
76
Arip Widodo, Mahbub Nuryadien dan Ahmad Yani, Metode Pembelajaran
Membaca Al-Qur‟an Anak Usia 7-13 Tahun…, Jurnal Al Tarbawi Al Haditsah Volume 1
No 2 ISSN 2407-6805, hal.20
77
Muhammad Aman Ma‟mun, Kajian Pembelajaran Baca…, Annaba: Jurnal Pendidikan
Islam Volume 4 No. 1 Maret 2018, hal.57.
54
dampak positif metode pembelajaran Qira’at Sab’ah terhadap pemahaman santri yakni
menggunakan metode sorogan yang mana metode ini mencakup pengajaran secara
individual sehingga kyaidapat secara langsung mengetahui kemampuan para santrinya.
selain itu metode sorogan juga memungkinkan pengajar untuk
mengawasi,membimbing,dan menilai secara maksimal, lalu metode sorogan juga dapat
mendorong kedisiplinan santri dalam pembelajaran qira’at. 78
Disamping dampak positif tentu tak dapat dipungkiri ada dampak negatifnya dsri
metode pembelajaran qira’at yang diterapkan di pondok pesantren Asy-Syifa, antara lain
kurangnya kualitas serta kuantits pengajaran dalam menyampaikan materi-materi
tentang qira’at sab’ah, selain itu prasarana yang kurang memadai sehingga berdampak
kepada kurang maksimalnya pembelajaran Qira’at Sab’ah ini, dan dampak negative
yang terakhir adalah penggunaan metode pembelajaran Qira’at Sab’ah yang seharusnya
tidak hanya terfokus pada satu metode saja, agar tidak menimbulkan kebosanan kepada
para santri.
78 KH. Ujang Hidayat, pimpinan pesantren Asy-Syifa, wawancara tanggal 20 juli 2021
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
a. Simpulan
Metode yang digunakan dalam pengajaran qira’at sab’ah di Asy Syifa adalah metode
sorogan. Dimana secara umum metode ini diartikan dengan seorang santri menyetorkan
bacaannya dihadapan guru yang kemudian apabila ada kesalahan dalam bacaannya maka
akan ditegur oleh guru
Kegiatan pengajian qira`at di pondok pesantren Asy-Syifa memiliki beberapa tahapan-
tahapan yang wajib ditempuh dan hanya beberapa santri saja yang sudah terkualifikasi
untuk mengikuti pengajian qir`at sab`ah. Tahapan pertama yakni pra pengajian, dalam
tahap ini santri diharuskan untuk melakukan sorogan kepada santri lama yang ditunjuk atau
dipercaya dapat membimbing secara intens pada waktu subuh dan maghrib. Setelah
sorogan kepada santri lama (mentor) selanjutnya santri baru bisa melakukan sorogan
kepada Ustad Rijal Mushaffa. Tahapan yang kedua ialah tahapan pelaksanaan pengajian.
Ditahap ini santri yang sudah sesuai dengan kualifikasi yakni fasih membaca riwayat Hafs
dan sudah menguasai kaidah-kaidah tajwid akan talaqqi langsung kepada pimpinan yaitu
KH. Ujang Hidayat.
Ada beberapa dampak dari metode pembelajaran qira`at terhadap pemahaman santri di
pondok pesantren ASy-Syifa yakni, pertama metode sorogan dapat mencangkup
pengajaran individual, yang secara langsung kyai dapat mengetahui kemampuan santrinya.
Kedua, metode sorogan memungkinkan kyai/ustadz mengawasi, menilai, dan membimbing
secara maksimal dan dampak yang terakhir ialah metode sorogan dapat mendorong
kedisiplinan santri dalam belajar, sehingga santri akan lebih aktif dalam kegiatan
pembelajaran.
b. Saran
Berdasarkan hasil pembahasan yang telah peneliti paparkan, maka peneliti memberi
saran yang diharapkan dapat berguna bagi setiap pengelola pesantren, pendidik dan pada
umunya santri. Adapun sarannya sebagai berikut:
55
a. Pimpinan pondok pesantren
Kyai tentunya menjadi faktor penentu keberhasilan pembelajaran metode pengajaran
qira`at sab`ah di pondok pesantren Asy-Syifa. Oleh karena itu kyai diharapkan dapat
menggunakan metode-metode lain atau metode kombinasi yang merangsang kembali
santrinya agar terus mempelajari ilmu-ilmu Al-Qur`an khsusnya dalam bidang qira`at.
Serta membuat strategi-strategi dalam pembelajaran qira`at sab`ah ini agar misi pondok
pesantren As-Syifa sebagai wadah pembelajaran Al-Qur`an dapat terus dipertahankan dan
dapat berkembang.
b. Santri
Agar dapat terus mengembangkan pengetahuannya santri diharap terus belajar
khususnya dalam bidang ilmu qira`at sab`ah, serta sesering mungkin melakukan sorogan
agar bacaan setiap imam qira`at kalian kuasai, serta makhorijul, tajwid dan sifatul huruf
kalian benar dalam pengucapannya.
c. Peneliti Selanjutnya
Disadari masih terdapat kekurangan baik segi isi maupun metodologi dalam penelitian
ini, diharapkan peneliti selanjutnya mendeskripsikan lebih rinci berkaitan dengan
bagaimana dampak pembelajaran qira’at sab’ah di pondok pesantren dengan menggunakan
metode sorogan agar kajian berkaitan dengan qira’at sab’ah maupun pendalaman metode
sorogan dapat lebih di perdalam dan lebih variatif.
56
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qattan, M. K. (2015). Studi Ilmu-ilmu Al-Qur`an. Bogor: Litera Antar Nusa.
Aly, A. (2011). Pendidikan Islam Multukultural Pesantren. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Arif Widodo, M. d. (n.d.). Metode Pembelajaran Membaca Al-Qur'an Anak Usia 7-13
tahun. At-Tarbawi Al Haditsah Volume 1, 20.
Bisri, H. (2015). Mengenal Ilmu Qira'at. Bandung: Diandra Kreatif.
Mulyana, D ( 2003 ). Penelitian Kualitatif
Dhofier, Zamakhsyari. (1994). tradisi pesantren. jakarta: LP3S.
Khaedari, Amir (2004). Masa Depan Pesantren Dalam Tantangan Modernitas. Jakarta:
IRP Press.
Ambari, Hasan (2000), Ensiklopedi Islam.. Jakarta: Van Hoeve.
Fathoni, A. (1991). kaidah qira'at tujuh. jakarta: ISIQ.
Ghazali, M. B. (2001). Pendidikan Pesantren Berwawasan LIngkungan. Jakarta:
Pedoman Ilmu.
Indra, H. (2004). Pesantren dan Transformasi dalam tantangan modernitas . jakarta: IRP
Press.
Khan, D. H. (2007). Praktikum Qira`at. Jakarta: Amzah.
Lapau, B. (2013). Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: pustaka obor indonesia.
Ma'mun, M. A. (2018). kajian pembelajaran baca al-qur'an . pendidikan islam volume 4,
57.
Mastuhu. (1994). Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren. Jakarta: INIS.
Moleong, L. J. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya Offset.
Muhaimin. (2003). arah baru pengembangan pendidikan islam . Bandung: Nuansa.
Muhaisin, D. M. (n.d.). Al-muhazzab fil qira'ah al-asyar. maktabah al-azhar qaherah.
Nasie, R. (2005). Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal. Yogyakarta: Pustaka
Belajar.
Natta, A. (2009). Perspektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana.
Nurdin, M. (2008). Kiat Menjadi Guru Profesional. Jakarta: Ar-Ruzz Media Grup.
RI DEPAG. (2003). Pondok Pesantren dan Madrasah. Jakarta: `Dirjen Kelembagaan
Agama.
Ramayulis,(2001) Metodologi Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Kalam Mulya
Salim Peter, (1991) et-al, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Jakarta: Modern English,