Anda di halaman 1dari 66

PERAN HABIB AHMAD BIN HASAN VAD’AQ DALAM

PERKEMBANGAN PESANTREN AL-KHAIRAAT BEKASI 1987-2009

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora


untuk Memenuhi Syarat Mendapat Gelar Sarjana (S1) Humaniora (S.Hum)

Disusun Oleh :
Egi Zulhansah
NIM :1111022000002

PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM


FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H / 2018 M
ABSTRAK

Indonesia adalah negara dengan mayoritas berpenduduk muslim, tentunya hal


ini eratkaitannya dengan tokoh-tokoh agamawan yang telah berjasa besar dalam
islamisasi masyarakat luas. Sejak masuk dan berkembangnya islam di Indonesia atau
dahulu lebih dikenal dengan sebutan Nusantara, telah banyak membawa perubahan
besar dalam kehidupan sosial dan budaya. Dalam perkembangan Islam di Indonesia
pesantren memiliki andil besar terhadap penyebaran agama tersebut. Sejak zaman
wali songo pesantren dijadikan tempak dakwah islamiah, dari pesantren lahirlah pula
generasi generasi baru islam yang pindah ke daerah lain atau yang datang dari daerah
lain untuk menimba ilmu dan kembali lagi ke kampung halaman menyiarkan islam.
Mengenai berdiri dan berkembangnya budaya pesantren, banyak tokoh
sepakat bahwa Jawa menjadi tempat pertama kali berdirinya pesantren yaitu daerah
Gresik Jawa Timur. Sebab daerah tersebut masih daerah dari Surabaya yang termasuk
kota cosmopolitan tempat persinggahan para pedangan dan mubaligh islam dari
dunia. Sedangkan perkembangan pesantren di Jawa Barat tidak lipas dari tokoh-tokoh
seperti KH Noer Ali, belliu pergi ke Mekkah untuk menutut ilmu setelah enam tahun
di Mekkah dan pulan ke Indonesia akhirnya ia berinisiatif untuk membangun
pesantren di daerah Bekasi. Dari pesantren di Jawa Barat tepat bekasi juga mulai
berkembang.
Salah satunya adalah pesantren Al-Khairat yang sedang penulis teliti,
pesantren tersebut terletak di Bekasi Timur Rawa lumbu. Pesantren ini bediri pada
tahu 1986 oleh seorang Habib yang berasal dari daerah lain dan pada lahirnya
menetap di Bekasi. Dari hasil penelitian seteah melakukan wawacara dengan
beberapa pihak pesantren, diketahui bahwa pesantren tersebut didirikan oleh Habib
Ahmad bin Hasan Vad’aq. Berdirinya pesantren tersebut atas inisiatif habib sendiri,
dikarenakan didaerah tersebut belum ada pondok pesantren. Awal berdirinya
pesantren adalah sebidang tanah waqaf dari warga sekitar yang juga senada dengan
keinginan habib. Sejak berdirinya pesantren tersebut sampai saat ini telah mencapai
perkembangan yang cukup signifikan, dari jumlah siswa yang hanya 22 orang hingga
mencapai 400 sisswa lebih. Uniknya pesantren tersebut tetap bertahan dengan sistem
salaf dan masih tetap axis di zaman yang sudah serba modern.

Kata kunci: Pesantren, dan Pendidikan

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil Alamin. Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah
memberikan nikmat rahmat, hidayah dan taufiknya sehingga penulis bisa
menyelesaikan penulisan skripsi ini yang merupakan syarat untuk meraih gelar
sarjana dalam bidang Sejarah dan Peradaban Islam (SPI). Walaupun dalam prosesnya
penulis menyadari banyak kendala yang dihadapi. Tapi, atas idzin Allah SWT, penulis
mampu menyelesaikannya dengan penuh rasa syukur mendalam.
Shalawat dan salam semoga tercurah kepada nabi Muhammad SAW sebagai
Nabi akhir zaman, yang telah mengajak kita pada jalan kebenaran, sehingga terhindar
dari kesesatan, Nabi yang telah mengangkat kita dari kejahiliyahan hingga kita
mengenal ajaran Islam yang senantiasa dipegang teguh oleh Nabi dan para sahabat,
dan tabi’in.
Alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari
Skipsi ini dapat terselesaikan berkat bimbingan dan bantuan serta motivasi semua
pihak yang telah membantu penulis. Oleh karena itu, penulis menyampaikan
terimakasih yang tak terhingga kepada segenap pihak yang telah menbantu. Semoga
Allah SWT membalas kebaikan mereka :
1. Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Prof. Dr. Sukron Kamil, M.A. selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora.
3. Nurhasan MA,g, Ketua Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam Fakultas Adab dan
Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Solikhadus Sa’diyah, M.Pd. selaku sekretaris Jurusan Sejarah dan Peradaban
Islam yang telah dengan sabar mengurusi semua administrasi yang penulis
butuhkan
5. Dr. Hj Tati Hartimah, MA, dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya
dengan penuh kesabaran untuk membimbing penulis dari awal sampai akhirnya
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
6. Segenap jajaran dosen dan karyawan Fakultas Adab dan Humaniora, yang telah
menyediakan dan memenuhi keperluan mahasiswa.
7. Ibunda ku tercinta Ema Sunenti dan Bapak H. Gaya Sutardi tercinta, yang selalu
mendo’akan dan mendidik serta kasih sayangnya yang tidak terbatas untuk
ii
kesuksesan penulis dalam menuntut ilmu. Semoga mereka selalu dalam lindungan
Allah SWT dan semoga amal-amal baik almarhum diterima Allah SWT.
8. Kakak tercinta, Ega Gushandi dan adikku tercinta Mahesa Nugraha yang selalu
mendo’akan dan tidak pernah lelah memberikan nasehat kepada saya demi
kesuksesan menuntut ilmu. Semoga selalu dalam lindungan Allah SWT.
9. Kepada sahabat-sahabat Angga, Saiful, Maulana, Indri, Yuli Susanti, dan Kawan-
Kawan SKI Taqiyudi, Ilham S.Hum, Mulyadin S.Hum, Ahmad Fauzi, Mitra
Zalman , Yudha, Humaedi dan semuanya yang tidak dapat saya sebut satu persatu
namanya, terimakasih atas dukungan dan motivasinya.
10. Teman-teman KKN Saya Hayatih Hidayah, Dewi Aria Sandi, Mustofa, Faisal
Ramdan Mulyadi, Agus Supratman, dan teman KKN Semua yang tidak saya
sebutkan satu persatu
Terakhir penulis ucapkan terimakasih, semoga segala motivasi, dukungan dan
bantuan terhadap penulis mendapat balasan yang berlimpah dan ridha Allah SWT.
Amin Ya rabbal Alamin

Jakarta, 31 Juli 2018

Egi Zulhansah

iii
DAFTAR ISI

ABSTRAK…………………………………………………………………i
KATA PENGANTAR .................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................... 1
B. Perumusan Masalah .......................................................................... 7
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ...................................................... 7
D. Sistematika Pendahuluan ................................................................... 7
E. Metode Penelitian .............................................................................. 8
F. Tinjauan Pustaka ............................................................................... 9
G. Sistematika Penulisan……………………………………………….11
BAB II Biografi Habib Ahmad Bin Hasan Vad’aq
A. Gambaran Umum Kehidupan Islam di Kota Bekasi ………………12
B. Latar Belakang Keluarga……………………………………………16
C. Latar Belakang Pendidikan…………………………………………18
D. Amal Usaha Habib Ahmad ................................................................ 18
BAB III Profil Pondok Pesantren Al-Khairaat Bekasi
A. Sejarah Berdirinnya Pesantren Al-Khairaat ....................................... 21
B. Sistem Pembelajaran di Pesantren Al-Khairaat……...………….…..22
C. Karakteristik Pondok Pesantren Al-Khairaat…………………….....29
BAB IV Peran Habib Ahmad di Pondok Pesantren Al-Khairaat Bekasi
(1987-2009)
A. Peran Habib Ahmad di Pondok Pesantren Al-Khairaat………….....33
B. Aktivitas Belajar Mengajar di Pesantren…………………………....35
1.Unit-Unit Lembaga non Formal........………………………….......37
C. Pola Hidup Santri Di Pondok Pesantren Al-Khairaat………..……...42

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................ ..47
B. Saran……..……………………………………………………………48
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….49
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………..51

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pesantren adalah identitas pendidikan di Indonesia, hal ini dibuktikan
keberadaannya sampai sekarang tetap eksis pada duna pendidikan Indonesia.
Sejarah munculnya pondok pesantren diawali dengan berkembangan Islam di
Indonesia, sampai pada dekade ini pesantren tetap eksis meregenerasi santri.
Regenerasi inilah yang menjadikan pondok pesantren berkembang luas di
daerah-daerah di Indonesia. Sejauh penulusuran penulis, pondok pesantren di
Indonesia sudah sejak masa wali songo”,1 dan pengagasnya adalah Maulana
Malik Ibrahim
Seiring berkembangnya zaman, keberadaan pesantren memiliki peranan
penting dalam penyebaran Islam, terutama Jawa. Pada masa penjajahan
Pesantren juga sebagai motor penggerak santri untuk melakukan perlawanan
terhadap penjajahan pada masa pra kemerdekaan Indonesia. Maka dari itu,
peran pesantren dalam pembentukan karakter keislaman pemuda Indonesia
tidak bisa dikesampingkan. Dalam sistem pendidikan di Indonesia
“Cleefford Geertz menyebutkan” pondok sebagai sekolah tradisional yang
disbut dengan pesantrean. Proses pengolahan pesantren belajar-mengajar terdiri
dari seorang guru, pemimpin dan murid, murid disebut santri. Santri biasanya
tinggal di asrama yang disediakan pesantren berbentuk bilik. Para santri dapat
makan dari kyai dengan bekerja di sawah Kyai atau sumbangan masyarakat
sekitar. Umumnya pesantren terdiri dari rumah Kyai, masjid dan
pondok/asrama tempat tinggal para santri.2
Sejak awal berkembangnya pesantren sampai pada saat ini, sistem
pendidikan di dalam pesantren juga mengalami perkembangan, yaitu pesantren
kategori pertama adalah pesantren Salafiyah atau bias disebut juga pesantren
1
Marwan Saridjo, Sejarah Pondok Pesantren di Indonesia, ( Jakarta: Darma Bakti,
1982), hal. 24.
2
Clifford Geertz, Abangan, Santri, Priyai dalam Masyarkat Jawa,( Jakarta: PT Djaya
Piruss, 1981), hal. 241.
1
2

Tradisional. Pesantren ini kajiannya menggunakan literature kitab-kitab kuning


atau lebih di khususkan kepada pelajaran keislaman saja. Kategori kedua
adalah pesantren Modern, pada pesantren modern sistem belajarnya tidak
hanya berfokus pada kajian keislaman, tetapi materi pendidikan disesuaikan
dengan perkembangan dan tuntutan zaman.
Pesantren juga dipandang sebagai asset bangsa, sehingga mengundang
perhatian pemerintah untuk melalukan modernisasi (pembangunanisasi). Sejak
decade 80an, sejumlah program dimasukkan ke dalam lembaga pesantren.
Dalam kerangka pembangunan ini, satu sub-direktorat kusus yang antara lain
mengurusi peasantren dibentuk di lingkungan depertemen agama. Beberapa
depertemen yang memiliki program-program pembangunan yang bersifat
kemasyarakatan juga menmanfaatkan secara efektif. Berdirinya madrasah,
klinik dan pos kesehatan/keluaraga berencana, pusat informasi pesantren,
koperasi pesantren, balai latihan kerja pesantren, dan lain-lain. Meerupakan
pembangunan terhadap pesantren.
Sebagai basis gerakan massa tradisional, pesantrn pun diperhitingkan
dalam kalkulasi politik di indonesai. Dengan pasang surutnya sendiri. Manufer-
manufer politik yang ditampilkan Nahdlatul Ulama selalau dihubungkan
dengan kekuatan pesantren yang memiliki massa fanatik di bawah komando
Kyai. Untuk jangka waktu yang cukup panjang pesantren digambarkan dalam
wacana politik sebagai kekuatan penekan [pressure force]. Dalam beberapa
kesampatan, dengan doktrin hubbal-wathan min al-iman pesantren juga
diposisikan sebagai kekuatan pemandu [intregating force]. Ketika Negara
dihadapkan oleh Negara kesulitan kesulitan yang dilematis. Wacana politik
kontemporer kemudian menempatkan pesantren sebagai salah satu kekuatan
dalam pembentukan masyarakat-sioi [civil-sociaty].meskipun bukan satu-
satunya factor dalam perubahan politik di Indonesia, tetapi pesantren memiliki
harga tersendiri dalam pergumpulan politik nasional karena kekuatan
moral[morak-force] yang dimilikinya.
Terlepas dari beberapa aspek pesantren yang diatas, perhatian pesantren
kearah akademik Lembaga Pendidikan Tradisional ini tampaknya masih sangat
3

kurang. Kalangan pesantren sendiri pada umumnya cenderung berlomba-lomba


memperbaruhi3 sistem pendidikanya sejalan dengan politik dan kebijakan
pendidikan Islam di Indonesia. Efek langsung dari kecendurungan ini
berimplikasi pada degredasi4 pendidikan pesantren, dari level akademik ke
level tsanawiah dan bahkan ibtida‟i. dalam banyak kasus, pendidikan
pesantren seringkali disejajarkan dengan perjenjangan madrasah/sekolah.
Pesantren merupakan sebuah komoditas atau sistem pendidikan?
Pertanyaannya itu agak sulit dijawab. Karena dua eksestensi itu berada dalam
satu sosok. Sejak lama pesantren dianggap sebagai sebuah sistem pendidikan
khusus. Sampai-sampai sejumlah pakar pendidikan asing menilainya sebagai
sebuah sistem pendidikan on sekolah yang dimiliki corak tersendiri. Output
pendidikan sangat khas. Sistemati pengajarannya juga sangat khusus, dengan
jenjang pengajaran seolah tak ada batas akhirnya.(Abdurrahman Wahid,
Pesantren sebagai subturkultural pada Jurnal Pesantren dan Pembaruan,
LP3ES, Jakarta 1974). Masa depan tak diukur dengan jenjang semester maupun
tahun, tetapi sasaran capaian ilmu yang diperoleh dari Kyai, berdasar kiab-kitab
yang berhasil di –khatam –kan dan di kuasai. Karena itu, pesantren sebagai
sebuah sistem pendidikan tak mengenal istilah ijazah atau diploma sebagai
bentuk kelulusan pada anak didik.
Kredibilitas pesantren sebagai sebuah sistem pendidikan karenanya, sangat
ditentuikan oleh kreadibilitas kyai sebagai sang pengajar. Karena itu,
berdirinya sebuah pesantren tak semata-mata ditandai adanya unsur kyai, santri
dan sarana prasarana belajar mengajar. Jauh berbeda dengan mendirikan
perguruan. Ada proses panjang para ulama untuk diakui dan diterima
lingkungannya. Umumnya harus dimulai dengan adanya suatu pengakuan
lingkungan masyarakat agama(Islam), keshalihan perilaku maupun ketegasan
serta keberanian seorang ulama menghadapi segala macam gangguan yang

3
DR Affandi Mochtar, Membedah Diskursus Pendidikan Islam, hal. 78-79.
4
Salafi/Salafiyah suatau metode dalam ajaran agama Islam yang mengajarkan syariat
Islam murni, merujuk kepada generasi pertama Islam yaitu, Nabi Muhammad, sahabat dan
setelahnya. Salafiyah juga di sebut sebagai Salafisme, suatu pemahaman yang mengacu kepada
Ibnu Thaimiyah.
4

mengancam diri dan lingkungannya. (Chairul Anam, Pertubuhan dan


Perkembangan Nahdlatul Ulama, Jatula Sala, 1985).5
Pada rintisannya, pesantren bukan hanya menekankan misi pendidikan,
melainkan juga dakwah, justru misi yang kedua ini lebih menonjol. Lembaga
Islam tertua di Indonesia ini selalu mencari lokasi yang sekiranya dapat
menyalurkan dakwah tersebut tepat sasaran sehingga terjadi benturan antara
nilai-nilai yang di bawa dengan nilai-nilai yang telah mengakar di masyarakat
setempat.
Lazimnya, baik pesantren yang berdiri pada awal pertumbuhannya
maupun pada abad ke-19 dan ke-20 masih juga menghadapi kerawanan –
kerawanan sosial dan keagamaan pada awal perjuangnnya. Mastuhu
melaporkan bahwa pada periode awalnya pesantren berjuang melawan agama
dan kepercayaannya serba tuhan dan takhayyul, pesantren tampil membawa
agama tauhid. Pesantren melawan perbuatan maksiat seperti perkelahian,
perampokan, pelacuran, perjudian, dan sebagainnya.
Akhirnya pesantren berhasil membasmi maksiat itu, kemudian
mengubahnya menjadi masyarakat yang aman, tentram dan rajin beribadah.
Selain itu terkadang pesantren juga penyerangan penguasa dan merasa terasingi
kewibawaannya. Sebagai contoh, Raden Paku (Sunan Giri) sewaktu merintis
pondok pesantren di kedaton pernah terancam rencana pembunuhan atas
perintah Raja Majapahit (Prabu Siliwangi).
Pesantren berkambang terus sambil menghadapi rintangan demi rintanagn.
Sikap ini bukan ofenfif, melainkan tidak boleh defensive; hanya untuk
menyelematkan kehidupannya dan kelangsungan dakwah Islamiyah. Pesantren
tidak pernah memulai konfrontasi sebab orientasi utamanya adalah
melancarkan dakwah dan menanamkan pendidikan. Pada tahap berikutnya,
pesantren diterima masyarakat sebagai upaya mencerdaskan, meningkatkan
kedamaian dan membantu sio-psikis bagi mereka. Tidak mengherankan jika
pesantren kemudian menjadi kebanggaan masyarakatsekitarnya terutama yang
menjadi muslim.

5
Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, (Jakarta: INIS, 1994), hal. 60.
5

Mengenai pondok pesantren, peneliti mengkhususkan penelitian ini pada


pesantren AL-Khairat di Bekasi Jawa Barat. Pesantren ini didirikan pada tahun
1987 oleh Habib Ahmad Bin Hasan Vad‟aq di Bekasi Desa Rawa Lumbu.
Bermodalkan tanah waqaf dari warga sekitar serta bantuan warga, pesantren
dapat berdiri. Pesantren yang sudah berdiri kisaran 28 tahunan ini, masih tetap
menganut sistem tradisional atau Salafiyah pelajaran-pelajaran umum tidak
diterapkan dalam belajar mengajar.
Pondok Pesatren Al-Khairaat berdiri atas beberapa alasan; pertama, daerah
Pengasinan Rawa Lumbu-Bekasi belum adanya pondok pesantren. Kedua,
adanya tuntutan kebutuhan warga untuk mendirikan pondok Pesantren,
sehingga warga memberikan tanah wakaf. Atas dasar ini, Habib Ahmad
melalui ihtiarnya mengambil6 sikap untuk mendirikan pondok pesantren Al-
Khairaat. Keberadaan pesatren di tengah7 msyarakat sebagai pendidikan dan
dakwah islam. Pondok pesantren acuan moral bagi kehidupan masyarakat.
Sehingga masyarakat memandang pesatren sebagai lembaga yang ideal.
Fokus kajian penulis terhadap pesantren Al-Khairaat di Bekasi,
Pengasinan, Rawa Lumbu. Pesantren ini terbilang unik, sebab pada era modern
sekarang masih tetap mempertahankan metode salaf, dan tanpa mengadopsi
sistem pendidikan formal. Selain itu penulis berinisiatif untuk mengkaji
pesantren ini dilatar belakangi oleh beberapa faktor. Pertama, sejauh
penelusuran penulis belum ada peneliti yang mengkaji mengenai sejarah
pesantren Al-Khairaat Bekasi, adapun orang yang pernah mengkaji, menurut
penuturan pihak pesantren dari UIN Jakarta jurusan sosiologi, tetapi tidak
mencakup pada sejarah pesantren. Kedua, berawal dari inisiatif pribadi diri
sendiri sebagai masyarakat Bekasi, ingin menghadiahkan sebuah karya kepada
pihak pesantren semoga bermanfaat bagi masyarakat sekitar, terutama pondok
pesantren Al-Khairaat.

B. Rumusan dan Batasan Masalah

6 Manfred Ziemek, Pesantren Dalam Perubahan Sosial, (Jakarta: P3M, 1986), hal.184.
6

Dari uraian latar belakang di atas penulis akan merumuskan yang menjadi
permasalah dalam kajian skripsi ini menjadi dua pertanyaan:
1. Bagaimana sejarah berdiri dan Perkembangan pesantren Al-Khairaat?
2. Bagaimana peran Habib Ahmad Bin Hasan Van‟aq dalam perkembangan
pesantren?
Agar penelitian ini tidak meluas, maka penulis akan membatasi kajian ini
pada “Sejarah perkembangan pesantren dan peran habib dalam perkembangan
pesantren”.

C. Tujuan dan Kegunaan Pnelitian


Sesuai dengan judul dan rumusan masalah skripsi ini, maka yang menjadi
dari penelitian ini, adalah :
1. Untuk mengetahui sejarah berdiri dan berkembangnya pesantren Al-
Khairaat.
2. Untuk mengetahui peran Habib Ahmad dalam perkembangan pesantren
Al-Khairat.
Adapun yang menjadi kegunaan penelitian skripsi ini :
1. Penelitian ini dapat menambah wawasan peneliti tentang pesantren Al-
Khairaat.
2. Penelitian ini diharapkan menjadi pendorong riset lanjutan tentang
pesantren, khususnya pendidikan Islam di Indonesia.
3. Dari hasil penelitian ini diharapkan menjadi motivasi bagi peneliti
pesantren serta pesantren-pesantren yang ada di Bekasi.

D. Sistematika Pendahuluan
Clifford Geertz dalam karyanya menyebutkan, pondok adalah sekolah
tradisional yang disebut Pesantren. Umumnya yang menjadi ciri-cirinya
pondok terdiri dari seorang guru-pemimpin yang disebut Kyai dan terdiri dari
murid-murid yang disebut Santri. Para santri biasanya tinggal disebuah asrama
atau pondok yang disediakan oleh Kyai, mereka memasak dan mencuci baju
7

sendiri. Bangunan pondok terdiri dari masjid, rumah Kyai dan sederetan asrama
yang disediakan untuk para Santri.8
Sistem belajar mengajar di pondok pesantren juga dijelaskan oleh Geertz,
kegiatan belajar mengajar diadakan di masjid. Kyai membacakan kitab-kita
keagamaan bab demi bab, para santri menyimak baris demi baris.9 Sistem
pondok tidak diatur seketat mungkin, untuk para santri yang pemahaman
belajarnya sudah memadai ada yang memilih untuk menetap mengadikan ilmu,
tetapi ada yang hijrah ketempat lain atau kembali ke kampung halamannya
mereka tinggal. Untuk mereka yang hijrah dan kembali ke kampung sendiri
merepukan peng-aplikasian ilmu yang didapat dari pondok pesantren yang
telah ditimbanya.
Uraian Geertz sebagai pemaparan hingga jaman sekarang, bahwa tradisi
pesantren akan terus mengalami perkembangan ke wilayah-wilayah oleh sebab
Santri. Pesantren sebagai lembaga pendidikan keagamaan dalam masyarkat
memberikan kontribusi penting untuk keberlangsungan generasi muda Islam.
Dalam pendekatan sosiologis yang mengkaji hubungan sosial antar individu
yang satu dengan yang lain atau dengan kelompok, peran intitusi sangat
berpengaruh terhadap perkembangan suatu komunitas.10
Dalam buku Hasbullah yang menjadi tujuan terbentuknya pesantren ada dua
pokok:
1. Membimbing anak didik untuk menjadi manusia yang berkepribadian
Islam yang dengan ilmu agamanya ia sanggup menjadi mubaligh Islam dalam
masyarakat sekitar melalui ilmu dan amalnya.
2. Mendidik santri untuk mengembangkan agamanya supaya santri bisa
memberikan wadah bagi setiap muslim di Indonesia untuk generasi muda yang
beragama Muslim.

8
Clifford Geertz, Abangan, Santri, Priyai Dalam Masyarkat Jawa, (Mojokuto: Pustaka
Jaya, 1983), hal. 242.
9
Clifford Geertz, Abangan, Santri, Priyai Dalam Masyarkat Jawa, (Mojokuto: Pustaka
Jaya, 1983), hal. 242.
10
Sartono Kartodirjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, (Jakarta:
Gramedia, 1993), hal. 4.
8

3. Supaya santri dapat mengembangkan ilmu yang di berikan oleh pondok


pesantren
Mempersiapkan para santri untun menjadi orang alim dalam ilmu agama yang
diajarkan oleh kyai yang bersangkatun serta mengamalkannya dalam
masyarakat.11
Sebagai lembaga pendidikan Islam tertua, sudah tidak diragukan lagi
pesantren menjadi tempat lahirnya generasi-generasi Islam. Tentunya pesantren
memiliki peran penting dalam masyarakat untuk meningkatkan lagi kualitas
kehidupan yang lebih bermoral.

E. Metode Penelitian
Penelitian menggunakan metode sejarah, yaitu mengkonstruksi masa lalu
dari objek yang diteliti. Langkah awal adalah mencari sumber dan
mengumpulkan untuk dianalisa dan dijadikan sebagai tulisan sejarah. Untuk
memperoleh data yang otentik maka penulis menggunakan penelitian lapangan
dan teknik kepustakaan (Library Research) dengan metode :
Heuristik, pencarian sumber data, pertama tentu saja yang dicari adalah
sumber primer, ditambah dengan data sekunder yang ada di perpustakaan UIN
Jakarta dan perpustakaan lainnya yang berkaitan dengan AL–Khoirot.
Hasil penelusuran, penulis yang diperoleh sumber tertulis. Sumber-sumber
tersebut berkaitan dengan masalah yang diteliti baik berupa buku, dokumen,
biografi yang berhubungan dengan masalah ini. Data diperoleh melalaui
wawancara dengan pihak pesantren dan dari perpustakaan utama UIN Syarif
Hidayatullah, perpustakaan Pasca Sarjana, perpustakaan Fakultas Adab dan
Humainora, dan perpustakaan lain di daerah Ciputat. Sumber-sumber data
tersebut terdiri dari data wawancara dan kepustakaan yang berbentuk dokumen,
biografi pendiri.
Jenis data dibagi menjadi dua. Primer dan Sekunder. Data primer, adalah
suatu dokumen yang ditulis sendiri atau orang terdekat yang terlibat langsung

11
Hasbullah, Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996),
hal. 24.
9

sepert biografi Habib yang di tulis oleh Ustadz Amin Sholeh, data sekunder
berbentuk buku-buku yang penulis dapatkan dari perpustakaan.
Analisa data yaitu mengadakan kritik terhadap sumber data yang sudah
terkumpul. Kritik eksteren untuk mengetahui otentisitas sumber data.
Sedangkan kritik interen untuk mengetahui kredibilitas sebuah data,12 karena
setiap data diperoleh memiliki bobot nilai yang berbeda. Kritik eksteren
dilakukan untuk menguji bagian-bagian sumber dan dari penampilan
penampilannya. Selanjutnya adalah membaca secara detail setiap sumber
sejarah yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas.
Setelah berjuang keras mengumpulkan, melakukan kritik sumber dan
menganalis fakta-fakta hasil temuan tahap berikutnya adalah penyusunan
dalam bentuk tulisan sejarah, dengan merekonstruksi fakta-fakta hasil temuan
penulis. Penulisan ini secara deskriptif analisis dan sistematik yang telah
direncanakan dalam skripsi ini. Prosesnya terbagi ke beberapa tahap dari
penentuan judul, pencarian masalah dan mengumpulkan bahan-bahan hingga
melakukan proses seperti yang telah direncnakan. Mulai dari konsultasi ke
dosen pembimbing, melakukan perbaikan sehingga penulisan dalam bentuk
skripsi.

F. Tinjauan Pustaka
Mengenai penelitian, sudah semestinya berkaitan erat dengan penelitian
sebelumnya. Namun sejauh penelusuran penulis, tidak menemukan penelitan
yang khusus mengkaji pondok pesantren Al-Khairaat. Adapun karya-karya
berikut berkaitan dengan sejarah berkembangnya pendidikan Islam di
Indonesia.
1. Buku “ Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia” karya Hasbullah, buku ini
menjelaskan berkembangnya lembaga pendidikan Islam di Indonesia yang
dinilai hampir bersamaan dengan masuk dan berkembangnya Islam di
Indonesia. Dijelaskan pula tentang pereodenisasi perkembangan lembaga
pendidikan Islam dari zaman Nabi Muhammad sampai kepada masa

12
Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, (Jakarta: UI Press, 2008), hal. 59.
10

pembeharuan pendidikan Islam. Sebab pada prinsipnya pendidikan adalah


lebaga yang bertanggung jawab dalam menyelamatkan generasi muda dari
kesesatan.
2. Buku “ Sejarah Pendidikan Islam” karya Zuhairini dkk, buku menjelaskan
tentang studi pendidikan Islam, pertumbuhan dan perkembangannya. Dibagian
terkahir ia menjelaskan pertumbuhan pendidikan Islam di yang menyangkut
tokoh-tokohnya, sistem da nisi dari pendidikan Islam di Indonesia. Ia menutup
karyanya ini dengan pengambaran anatara pendidikan Islam dan Pendidikan
Nasional.
3. Buku “ Pesantren Madrasah Sekolah – Pendidikan Islam Dalam Kurun
Modern” Karya Karel A. Steenbrink. Buku merepakan karya disertasi Karel di
Universitas Katolik Nijmegen, Belanda, Jurusan Studi Agama Islam. Karel
berbicara tentang situasi pendidikan sebelum Abad ke-20 yang meliputi asala
sistem pendidikan da nasal asul pesantren. Selanjutnya dijelaskan mengenai
tokoh-tokoh pesantren seperti kiyai dan pemikirannya dalam pesantren, serta
perubahan dalam sistem kurikulum dan silabus pelajaran. Dari sini ia
mengambarkan tinjauan historis dari zaman Kolonial Belanda Hingga zaman
Kemerdekaan Indonesia.
4. Abdul Munir Mulkhan berpendapat bahwa pesantren berasal dari kata
santri,yaitu istilah yang digunakan bagi orang-orang yang menuntut ilmu
agama di lembaga pendidikan Islam di jawa. Kata santri sendiri mempunyai
arti luas dan sempit, santri adalah murid atau satu sekolah agama yang disebut
pondok atau pesantren. Oleh sebab itu kata pesantren diambil dari kata santri
berarti tempat tinggal santri. Dalam arti luas dan umum santri adalah penduduk
Jawa yang masuk Islam secara benar, melakukan sholat, pergi ke Masjid dan
melakukan kegiatan lainnya.13
5. Mujamil Qomar menyatakan bahwa pondok Pesantren merupakan
lembaga pembinaan moral, lembaga dakwah yang paling popular sebagai

13
Zuhairi Misrawi, Hadratussayaikh Hasyim Asy’ari Moderasi, Keutamaan dan
Kebangsaan(Jakarta:Kompas 2010), 223
11

Instansi Pendidikan Islam yang mengalami proses romantika kehidupan dalam


menghadapi tantangan internal dan ekternal.

G. Sistematika Penulisan
BAB I Pendahuluan Berisi tentang Latar Belakang Masalah, Perumusan
Masalah, Tujuan Kegunaan Penelitian, Kajian Teori, Metodologi Penelitian,
Sistimatika Penulisan
BAB II Biografi Habib Ahmad Bab ini berisikan Gambaran Umum
Kehidupan Ummat Islam dibekasi, Latar Belakang Keluarga Habib Ahmad,
Latar Belakang Pendidikan Habib Ahmad
BAB III Profil Pondok Pesantren Al-khairat Bekasi Bab ini berisikan Pendiri
Pondok Pesantren Al-Khairaat, Sistem Pembelajaran, Karakteristik Pesantren
Al-Khairaat Bekasi
BAB IV Perkembangan pesantren Al-Khairat di Bekasi Bab ini berisikan,
Peran Habib Ahmad, Unit-Uinit Lembaga Non Formal, Pola Hidup Santri di
Pondok Pesantren Al-khairaat
BAB V Penutup Bab ini berisikan tentang Kesimpulan dan Saran
BAB II
BIOGRAFI HABIB AHMAD BIN HASAN VAD’AQ

A. Gambaran Umum Kehidupan Umat Islam di Bekasi


Berbicara tentang Kehidupan Umat Islam di Bekasi memang cukup rumit,
dikarenakan tidak adanya catatan-catatan atau sumber-sumber tertulis
sebagaimana kawasan-kawasan lain di Indonesia mengenai kegiatan Islamisasi
di daerah ini. Namun Sejarawan menganggap bahwa perkembangan atau
penyebaran Islam di Bekasi tidak terlepas dari keberhasilan ekspedisi militer
Fatahillah (Faletehan dalam versi Belanda) dan pasukannya dalam
menaklukkan kota Sunda Kelapa pada tanggal 22 Juni 1527, yang kemudian
diubah menjadi Jayakarta (kota kemenangan). Kemenangan pasukan Fatahillah
inilah yang kemudian membuka ruang bagi perkembangan agama Islam di
wilayah Kerajaan Pajajaran, termasuk ke wilayah Bekasi. 14 Dikatakan bahwa
pada saat penaklukkan Sunda Kelapa, Fatahillah juga mengikutsertakan
adiknya Ratu Zainab dan juga Pangeran Surasa (Cirebon) untuk berdakwah di
kawasan ini hingga pedalaman Sunda yang pada saat itu masyarakatnya masih
beragama Hindu.15 Kegiatan ini terus berlangsung, dan pada tahun 1530 agama
Islam terus tersebar hingga Cirebon dan Sumedang.

Pada saat Banten di bawah kekuasaan Panembahan Yusuf tahun 1579,


penyebaran Islam mengalami perkembangan yang pesat hingga ke pelosok
Jawa Barat, yang hingga akhirnya mengakibatkan jatuhnya Kerajaan
Padjajaran Hindu–Budha yang terakhir di Jawa Barat.16 Faktor yang
mempengaruhi pesatnya perkembangan Islam pada waktu itu dikarenakan

14
Andi Sopandi, Perkembangan Sejarah dan Budaya Bekasi, (Bekasi: Dinas Pemuda,
Olahraga, Kebudayaan dan Kepariwisataan Pemerintah Kota Bekasi, 2009), hal. 18. Lihat pula:
Uka Tjandrasasmita, Sejarah perkembangan Kota Jakarta, Jakarta: Dinas Museum dan
Pemugaran, 2000, hal. 14, Ridwan Saidi, Profil Orang Betawi: Asal Muasal, Kebudayaan, dan
Adat Istiadatnya, Jakarta, Gunara Kata, hal. 1997, hal. 130.
15
R.Z. Leirissa, Sunda Kelapa Sebagai Bandar Jalur Sutra: Kumpulan Makalah Diskusi,
(Jakarta: Direktorat Jenderal Kebudayaan, 1995, hal. 88.
16
Siti Masitoh, Posisi Hukum Waris Adat dan Hukum Waris Islam dalam Masyarakat
(Studi Tentang Pelaksanaan Hukum Kewarisan Ditengah-tengah Masyarakat Muslim Bekasi),
Tesis Magister Hukum Universitas Indonesia (UI) Tahun 1998, hal. 85.
12
13

banyaknya pedagang muslim maupun Mubaligh baik yang berasal dari Arabia,
India, Persia maupun di Semenanjung Melayu yang datang dan ikut
berkontribusi dalam kegiatan Islamisasi di kawasan ini. Hal ini mengakibatkan
tumbuhnya Jayakarta sebagai kota dagang maupun kota Islam.17

Sementara itu, Bekasi yang merupakan daerah yang terletak diantara


daerah-daerah tersebut di atas telah dipengaruhi agama Islam, bahkan tumbuh
menjadi tempat penyebaran Islam. Terkait dengan penyebar Islam di Bekasi ini
terdapat beberapa sumber. Berdasarkan hasil penelitian Masitoh
mengungkapkan bahwa di sebelah selatan Bekasi tepatnya di Desa Jati
Keramat, Kecamatan Pondok Gede dikenal tokoh penyebar Islam bernama KH.
Kondang dan juga Embah Banjur di Kampung Kebantenan, yang merupakan
seorang prajurit Kesultanan Banten yang juga penyebar Islam di kawasan
Bekasi.18

Hasil penelitian Masitoh inipun diperkuat oleh pernyataan dari


Poerbatjaraka (seorang ahli bahasa sanskerta dan Jawa kuno), bahwa pada
tahun 1527-1530 rombongan kerabat kerajaan Banten yang dipimpin oleh
Syekh Syarifudin yang kemudian dikenal sebagai Mbah Kandong, yang
merupakan keturunan (anak) Pangeran Sageri/Sogiri yang memiliki garis
keturunan Syekh Sunan Gunung Djati,tiba dan menetap di Jati Kramat Jatiasih,
Mbah Kandong wafat dan dimakamkan di kawasan yang sekarang berlokasi di
Jati Kramat, Kecamatan Jatiasih dan ada juga keturunan pangeran Sageri, R.H.
Sholeh yang menetap di kampung Ceger Jaka setia Bekasi Selatan.
RH. Sholeh memilik anak yg bernama RH. Umar yang lebih dikenal
masyarakat sebagai Mbah Guru Keneng. Hingga saat ini keturunan kerajaan
Banten tersebar di wilayah Jatiasih dan sekitarnya, mereka yg bergelar Raden
biasa dipanggil dengan sebutan "Aca". Bukti yang memperkuat penelitian
Masitoh maupun Poerbatjaraka di atas bahwa pada saat itu Bekasi telah

17
Nina Herlina Lubis, Banten dalam Pergumulan Sejarah: Sultan, Ulama, Jawara,
(Banten: LP3ES, 2004), hal. 86.
18
Siti Masitoh, Posisi Hukum Waris Adat dan Hukum Waris Islam dalam Masyarakat:
(Suatu Studi Tentang Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam di Tengah-tengah Masyarakat Muslim
Bekasi), Tesis Universitas Indonesia, hal. 86.
14

menjadi tempat penyebaran agama Islam adalah didapatinya bukti peninggalan


arkeologis berupa tiang-tiang dan puing-ping Masjid tua yang terdapat di Rawa
Belacan Desa Pantai sederhana, Kecamatan Muara Gembong. Selain itu,
disekitarnya terdapat banyak makam yang diperkirakan bahwa makam-makam
tersebut adalah makam-makam orang Bugis dengan didapatinya batu nisan
yang bersimbolkan layar/perahu.19
Setelah jatuhnya kota Jayakarta ke tangan VOC dibawah pimpinan
Gubernur Jenderal Jan Pieterzoon Coen pada tanggal 31 Mei 1619, masyarakat
Jayakarta yang mayoritas beragama Islam termasuk para Mubaligh kemudian
ikut tergusur ataupun sengaja melakukan perpindahan ke daerah lain maupun
daerah pinggiran Jayakarta (saat itu telah berubah nama menjadi Batavia)
seperti ke Kampung Melayu, Kampung Jatinegara Kaum, Pulogadung, Angke,
termasuk beberapa lainnya berpindah ke beberapa kawasan yang sekarang
masuk dalam kawasan Bekasi. Meskipun kadipaten Jayakarta tetap ada di
Batavia, tetapi keratonnya ikut dipindahkan lagi kearah selatan, atau lebih
tepatnya disekitar Jatinegara Kaum. Dari daerah-daerah inilah mereka terus
menyiarkan agama Islam sembari menyusun kekuatan untuk melawan VOC.20

Sementara itu, anak pangeran Jayakarta, Pangeran Senopati, diperintahkan


untuk membangun pertahanan di kawasan pesisir dan dipedalaman serta
menyebarkan syiar Islam. Pangeran Senopati dan pengikutnya menyusuri ke
berbagai tempat, mulai dari pantai utara Jawa yang melewati daerah
Cabangbungin, Batujaya, Pebayuran, Rangas Bandung, Lemahabang, Pasir
Kunci hingga sampai kawasan hutan jati yang kini dikenal sebagai Kecatan
Cibarusah di Kabupaten Bekasi. Di tempat itulah kemudian Pangeran Senopati
dan pengikutnya menetap dan menyebarkan Islam di Cibarusah.

Hingga saat ini kita masih bisa menyaksikan Masjid Al-Mujahidin di


kampung babakan Cibarusah (KBC) yang dibangun pada tahun 1937. Masjid
ini juga telah menjadi bukti konsistensi laskar Hisbullah menentang

19
Husein Kamali, Sejarah/Kebudayaan dan Permasalahan Daerah dalam Kabupaten
Bekasi, (Bekasi:____,1980), hal. 3.
20
Andi Sopandi, Perkembangan Sejarah dan Budaya Bekasi, hal. 168-169.
15

Kolonialisme Belanda maupun Jepang.21 Di kampung tersebut, keturunan


Pangeran Senopati dan bangsawan yang pergi bersamanya masih ada dan tetap
menggunakan gelar bangsawan hingga kini. Makam pangeran Senopati berada
di kampung babakan Cibarusah dan dikenal dengan sebutan makam Mbah
Uyut Sena.

Di tahun 1890, di pusat kota Bekasi, di bangun sebuah Masjid Agung Al


Barkah di sebuah tanah waqaf Haji Barun, selluas 3000 m2 yang terletak di
jalan Veteran (Alun-Alun kota Bekasi).22 Kemudian pada tahun 1915 Raden
Latif dan Raden Kahfi yang berasal dari Sukaraja Cileungsi kabupaten Bogor
mendirikan Masjid Syiarul Islam, deket dengan Stasuin Lemahabang, sebagai
tempat penyebaran agama Islam di Lemah Abang. Tidak jauh juga dengan
Stasiun kereta, terdapat bangunan Masjid di Tambun yang kini dikenal sebagai
Masjid At-Taqwa. Lalu Masjid Al-Arif yang posisinya tidak jauh dari Stasiun
Bekasi. Kedua Masjid itu tidak tau kapan berdirinya, tetapi pada peta buatan
Belanda di tahun 1915, keduanya sudah ada. Penyebaran Islam pun semakin
marak setelahnya. Apalagi setelah sejumlah masyarakat yang pulang menimba
ilmu di Mekah atau di pondok pesantren. Inilah yang disebut era keempat.
Misalnya saja hadirnya Guru Marzuki bin Mirshod (1877-1934) awal abad 20
di Cipinang Muara yang merupakan alumnus Makkah. Seorang ulama yang
dijuluki sebagai "Gurunya Ulama Betawi." Sebab dari dia, banyak ulama
Betawi, termasuk yang asal Bekasi yang belajar agama.

Kemudian dari mereka membuat perguruan sendiri dimana mereka tinggal.


Dalam satu keterangan ada sekitar 41 ulama Betawi terkemuka bahkan lebih.
Di antaranya adalah KH. Abdullah Syafi`i (pendiri perguruan Asy-
Syafi‟iyyah), KH. Thohir Rohili (pendiri perguruan Ath-Thahiriyyah), KH.
Noer Alie (pendiri perguruan At-Taqwa, Bekasi), KH. Hasbiyallah (pendiri

21
Dikutip dari http://www.cibarusah.com/2012/12/masjid-al-mujahidin-kampung-
babakan.html dan http://artikel.masjidku.id/articles-item.php?id=264, (diakses pada tanggal 21
Juni 2018, pukul 08:08 WIB)
22
Dikutip//http://simas.kemenag.go.id/index.php/profil/masjid/535/,
http://duniamasjid.islamic-center.or.id/529/masjid-agung-al-barkah/,
http://jakarta.tribunnews.com/2018/05/23/mengungkap-sejarah-masjid-agung-al-barkah-yang-
berdiri-di-alun-alun-bekasi (diakses pada 21 Juni 2018, pukul 08:16)
16

perguruan Al-Wathoniyah, Klender), KH Ahmad Zayadi Muhajir (pendiri


perguruan Az-Ziyadah), KH. Mahmud (pendiri Yayasan Perguruan Islam Al
Mamur/Yapima, Cikarang), KH. Muchtar Thabrani (pendiri YPI An Nur,
Bekasi), dan KH. Muhammad Tambih Kranji Bekasi.23

B. Latar Belakang Keluarga


Beliau dilahirkan pada tanggal 16 juni tahun 1937M 1356H di Pamekasan
Madura. Ayah beliau Al-Habib Hasan Vad'aq adalah seorang yang shaleh kaya
dan dermawan, sangat memperhatikan pendidikan anak-anaknya. Dari sepuluh
anak beliau lima diantaranya laki-laki, semua terpelajar baik umum atau
agama. Sehingga mereka semua menjadi anak-anak yang berbakti pada kedua
orang tuanya.
Kebetulan Al-Habib Ahmad adalah salah satu dari anak beliau yang
meneruskan sekolah umum sambil belajar pada ayahya tentang dasar-dasar
ilmu agama. Beliau meneruskan sekolah sampai kuliah di salah satu perguruan
tinggi di kota Solo dan menikah dengan seorang wanita sholihah putri dari al-
marhum Al-Habib Abubakar Al-Jufri.
Beliau sangat aktif dalam kegiatan sosial dan kegiatan dakwah. Beliau
mempunyai prinsip yang matang yang tidak dapat di tawar-tawar lagi yaitu Al-
Quran adalah dustur, undang-undang dari Allah yang harus dipakai bukan
hanya untuk dibaca. Sambil belajar pada tokoh-tokoh di zamannya beliau
bergabung dengan organisasi kepemudaan untuk menegakkan syariah di negeri
ini. Hingga sering kali beliau mendapat ancaman kekrasan fisik bahkan
ancaman pembunuhan oleh orang-orang dan penguasa yang tidak sejalan
dengannya. Akan tetapi beliau tidak gentar dan takut. Beliau istiqomah dalam
perjuangan untuk meneruskan misi suci Nabi Muhammad SAW.
Pada tahun 1975 M beliau pergi ke Makkah untuk menyelamatkan diri dari
kejaran penguasa di masa itu, karena beliau tidak mau tunduk dengan peraturan
pemerintah yang menentang peraturan Allah swt, sambil bekerja dan belajar
23
Endang Hasanudin, Sejarah Lemah Kini Pupus Terhapus, Kota Perjuangan Antara
Karawang- Bekasi, 2015, hal. 26-28.
17

beliau mengambil berkah pada para ulama disana seperti Mufti Syafi'i al-Habib
Hasan bin Muhammad Vad'aq, al-Imam Muhammad „Alawi al-Maliki, Syekh
Ismail al-Yamani, al-Habib Abdul Qodir as-Segaf dan lain-lain. Beliau juga
berkumpul bersama Habib Hasan bin Abdullah asy-Syathiri dan Habib
Muhammad Al-Haddar di rubath sadah di Makkah al-Mukarromah, semoga
Allah merahmati mereka semua.
Beliau sangat tawadlu' pada ulama dan penuntut ilmu, baik yang muda
maupun tua, tidak peduli dengan penghormatan atau celaan orang, almarhum
sering berpesan pada anak dan para santri menukil sebuah hadits Rasulullah
saw yang artinya :”Jadilah orang yang alim, pelajar, pendengar dan pencinta
ilmu, dan jangan jadi yang kelima niscaya kamu akan binasa”. Lalu beliau
berkata," saya hanya pendengar dan pencinta ilmu agar saya tidak celaka."
Beliau tidak malu untuk bertanya pada siapapun tentang masalah yang tidak
diketahui atau ingin memastikan suatu hukum, tidak ada istilah gengsi
termasuk pada murid sekalipun. Tetapi beliau tidak bisa mentoleril orang yang
bermain-main pada hukum Allah-siapa pun dia, sebesar apapun pengaruhnya,
sebanyak apapun pengikutnya.24
Pada tahun 1987 beliau menerima waqaf tanah dari Haji Qosim, seorang
yang muhibbin dan tulus, untuk dibangun pondok pesantren, di waktu itu
beliau tidak mempunyai uang sama sekali, tetapi setelah istikhoroh dan
mendapat isyarah yang baik dari Nabi Muhammad saw melalui mimpi, beliau
bertekad bulat mendirikan ponpes Al-Khairat bersama saudara-saudara seiman
yang kebanyakan mereka bukan orang-orang kaya, dengan bermodal uang dua
ribu rupiah yang ada di kantongnya beliau membeli benang untuk mengukur
dan mematok tanah, agar pemberi wakaf semangat dan mengira akan cepat
dimulai pembangunan pondok pesantren. Beliau mengangkut sendiri semen
dan besi dengan mengendarai sepeda motor tua hingga Alhamdulillah
terbangunlah pondok pesantren yang beliau beri nama Al-Khairat.

24
Munakib/biografi Habib Ahmad Bin Hasan Vad‟aq yang ditulis anak beliau Habib
Muhammad bin Ahmad (Hasil wawancara di lapangan).
18

C. Latar Belakang Pendidikan


Latar Belakang pendidikan Habib Ahmad Habib Ahmad dilahirkan dengan
latar belakang keluarga yang religius beliau lahir di tengah keluarga yang cinta
kepada ilmu baik ilmu agama maupun ilmu umum pendidikan yang ditempuh
dimulai mengenal ilmu agama waktu kecil dari orang tua sendiri yaitu Al
Habib Hasan padat kemudian belajar ilmu umum di samping belajar ilmu
agama Ahmad menempuh ilmu pendidikan yang berkaitan dengan ilmu umum
di mulai dari pendidikan dasar setingkat SD kemudian setingkat SLTP SMA
dan dilanjutkan di perguruan tinggi beliau kuliah di Unnes Solo gue juga
pernah belajar di IKJ Jakarta beliau menekuni banyak bidang terutama
konstruksi bangunan kelistrikan atau instalasi listrik dan elektro di samping
beliau menekuni dunia seni dan teater beliau sangat tekun dan asik dengan
dunia politik beliau aktif di pergerakan Pemuda ataupun keormasan.
Dari pengalaman kehidupan yang beliau jalani maka diperoleh ilmu ilmu
baik yang berhubungan dengan ilmu agama ataupun ilmu umum beliau
mengajarkan ilmu-ilmu itu kepada umat dan rakyat agar mereka pintar cerdas
terampil dan religious.

D. Amal Sholeh Habib Ahmad


Habib Ahmad mempunyai amal usaha yang meliputi tulisan kemudian
dalam bentuk bangunan fisik pembangunan Pesantren, beliau juga suka
membangun Masajid (Masjid dan Musholla) karya tulis yang Habib Ahmad
temukan adalah ada beberapa tulisan beliau sering kali menulis puisi-puisi
setiap keresahan terhadap persoalan-persoalan keumatan dan keagamaan yang
menerima atau yang dialami kaum muslimin. Semacam keresahan dalam arti
kepedulian besar persoalan itu, terutama kemunduran kaum muslimin dalam
bidang pemikiran moral.
Beliau berkeinginan agar bagaimana manusia ini memahami hukum Allah
yang penuh keadilan dan yang penuh kemanusiaan apa saja yang diajarkan
agama islam banyak berhubungan dan berkeyakinan yang benar sesuai realita
fakta kehidupan berbicara tentang masalah hukum agama, begitu pula dengan
19

tata nilai atau yang kita kenal dengan moral atau akhlak itu bagian-bagian yang
ada dalam agama islam. Beliau menyaksikan ada kemunduran kaum muslimin,
maka beliau punya kepedulian besar terhadap persoalan-persoalan ini. Hasil
pemikiran dituangkan dalam bentuk puisi-puisi ada juga buku tapi tidak sempat
tertulis.
Namun dari hubungan para assatidz dengan Habib Ahmad beliau punya
rencana besar kalau beliau masih ada waktu, usia dan kesempatan ia yakin ada
buku-buku besar yang beliau tuliskan karena kapasitas pemikiran Habib
Ahmad itu luar biasa. Beliau mengikuti pemikiran-pemikiran dalam bidang
politik dan agama dan banyak ide-ide besar yang diutarakan kepada muridnya
dan generasi muslimin. Ide-ide dalam pemikiran politik Habib Ahmad
seringkali mengenalkan kepada temannya siapa itu Haqel dan Qarmar, tokoh-
tokoh komunis dan sosialis yang ada di Indonesia.25
Demikian pula tokoh-tokoh kemerdekaan dan para ulama. Misalnya KH.
Agus Salim dan para tokoh kemerdekaan baik itu ulama maupun cendikiawan
tokoh kebangsaan itu diuraikkan kepada masyarakat dengan kronologis yang
fasih dan para generasi muda waktu itu tertarik menyukainya sehingga
masyarakat tertarik untuk mempelajari sejarah dan poltitk dan perkembangan
keindonesiaan dari sisi kebangsaan itu dari sisi tulisan karya beliau lainnya
beliau meliputi bentuk bangunan fisik pembangunan madrasah dan pesantren
dan juga beliau juga suka membangun Masjid dan Musholla hampir 2500 se
Indonesia Habib Ahmad juga sering membangun Masjid di Kupang NTT (Nusa
Tenggara Timur) beliau juga berkumpul dengan petani dan orang kecil
bagaimana perjuangan Habib Ahmad itu luar biasa.
Demikian pula di Kalimantan tepatnya di kota samarinda dan di Irian
beliau juga membangun di Sulawesi terutama di daerah Palu, Sumatra dan
pulau jawa khususnya di jawa barat, jawa timur, dan jawa tengah. Termasuk
Madura, banyak Masjid-Masjid yang di bangun oleh Habib Ahmad ada
beberapa Madrasah yang di bangun oleh Beliau terutama Pondok Pesantren Al-

25
Wawancara Ustad Amin Sholeh pada Sabtu tanggal 7 juli 2018 Pukul 10:30
20

Khairaat ada pula di purwodadi dan sampai sekarang masih berjalan da nada
satu lagi di Madura. Sedangkan beberapa sekolah lainnya tidak tercatat dan
tertulis.
Karena sifatnya bantuan misalkan para assatid, dan guru-guru, Kyai dan
Ulama yang datang kepada Habib untuk dibangunkan Pesantren dan Musholla
disamping itu juga Habib Ahmad membantu hal-hal yang berkaitan dengan
kesehteraan guru-guru, assatid, dan para Ulama. Beliau juga seringkali
menyumbangan mobil dan uang-uangnya dan menyumbangkan ide-ide
pemikirannya buat kepentingan Muslimin.
Habib Ahmad orangnya amat sosial dermawan suka sekali membantu
orang-orang miskin buka rok anak-anak hitam dan armalah atau dikenal dengan
istilah para janda sering sekali beliau membantu orang berupa kusen kusen
tiang kayu buat buat rumah memberi modal kepada orang yang berminat jualan
membeli kitab kitab atau buku buku yang diperlukan oleh para santri
menikahkan anak-anak muda yang sudah usia nikah praktek penyembuhan
berupa thibbun Nabawi atau kedokteran yang diajarkan oleh Nabi Muhammad
Shallallahu
21

BAB III
PROFIL PONDOK PESANTREN Al-KHAIRAAT BEKASI

A. Sejarah Berdirinnya Pesantren Al-Khairaat


Sejarah berdirinya pesantren alkhairaat pesantren alkhairaat berdiri pada tahun
1987 Pesantren ini permulaan pembangunannya sekitar 1985-1986 operasional
pendidikan dimulai pada tahun 1987 murid waktu itu sejumlah 22 murid dibagi
menjadi dua aljabar dan Azhar Al Kubar ada 12 anak sisanya asigor Al khobar
maksudnya adalah murid-murid dari anak-anak yang besar asigor murid-murid yang
kecil sebenarnya bibit pertama berdirinya pesantren alkhoirot di mulai pembangunan
mushola di Cakung Allahu yarham Habib Ahmad mengajar di mushola kecil di
Cakung anak-anak ngaji itu kemudian dipindah ke pesantren alkhoirot setelah selesai
dan sempurna pembangunannya.
Guru yang mengajar di pesantren Al khairaat kala itu para asatid Tamatan dari
pesantren lokal yang bernama Ustadz Akhyar dari Madura Mohon maaf saya dari
Pasuruan kemudian Ustadz hasil dari Purwokerto saya sendiri Amin Saleh dari Pati
kemudian sebagian Habaib yang tinggal di kota Bekasi dibawah kepemimpinan
sebagai Direktur waktu itu atau kepala pondok pesantren waktu itu yaitu Al Akhyar
Habib Ahmad bin Ahmad Fathi sendiri pada tahun 1987 akhir Alhamdulillah Habib
Hamid nagib bin Muhammad bin Syekh Abubakar berkenan setelah istikharah
mohon petunjuk dan isyarat dari Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam maka
Habib Hamid nagib berkenan mengajar sekaligus menjadi mudir pondok pesantren
al-khairat. 26
Dari hasil istikharah itu, murid-murid berdatangan terutama dari Madura
kemudian disusul dari Palembang dengan jumlah yang banyak dan besar di samping
murid-murid lokal yang ada di sekitar kampung Pengasinan Rawalumbu Bekasi.
Pada tahun-tahun berikutnya Pondok Pesantren Al Khairat mengalami pembangunan
sarana dan prasarana dan fasilitas dengan mudah dan lancar Allah mudahkan
sehingga 3 lantai gedung sempurna kemudian ada masjid ditanami Masjid Al

26
Wawancara dengan Ust. Amin Sholeh 15/7/2018 Pukul 13:00 Ust Amin Sholeh adalah
orang yang sangat dekat dengan Habib Ahmad bin Hasan Vad‟aq.
22

Hasanain dan Pondok Putri Pondok Putri waktu itu kurang lebih ada sekitar 10 lokal
sekalian Aula dan Pondok Putra kurang lebih ada 12 lokal sekalian aula untuk
pondok1.
Perkembangan Pesantren Al Khairat dari sisi fisik yang berupa bangunan
dimulai dengan gedung Pondok Putra kemudian Pondok Putri pada tahun 1986 dan
sekarang sudah meliputi meliputi masjid Aula ruang kelas Taman koperasi dapur
kamar mandi dan lain-lain dari sisi kesiswaan yang semula pada tahun 1987 ada 22
siswa kini pada tahun 2018 jumlah siswa sekitar 450 Pondok Putra dan Pondok Putri.
Adapun guru-gurunya pada mulanya ada beberapa Guru Habib Ahmad sendiri
selaku pendiri pondok kemudian Ustadz hasil dari Purwokerto Ustadz Akhyar dari
Pasuruan Sayyid Alwi Barok lebah dari Pati Ustad amin dari Pati dan beberapa guru
yang tinggal di sekitar kota Bekasi perkembangan selanjutnya ketika sudah ada
Pondok Putri guru-guru meliputi ustadz dan ustadzah maka dicarilah guru pengajar
dari beberapa pesantren dari Jawa Timur dari Sidogiri dari Langitan dari Jombang
Gresik dan lain-lain dengan tenaga pengajar yang tidak kurang dari 27 pengajar
bahkan tenaga pengajar lulusan luar negeri dari Makkah Al Mukarramah dari
Madinah dan dari Yaman mereka alumni Pesantren besar dari teman-teman direktur
Pondok Pesantren Al Khairat yaitu Habib Hamid nagib bin Syekh Abubakar kini
jumlah pengajar kurang lebih ada 34 ustadz dan ustadzah. 27
Habib Ahmad juga menyediakan kitab-kitab untuk para santri beliau juga
menyediakan AL-qur‟an untuk belajar santri,beliau juga membantu uqoro wal dan
kaum dhuafa, para santri terbiasa belajar kitab-kitab yang diberikan Habib Ahmad
untuk membaca dan menulis santri-santri belajar dengan tekun dan giat

B. Sistem Pembelajaran di Pesantren

Berikut ini beberapa metode pembelajaran yang menjadi ciri utama


pembelajaran di pesantren salafiyah:
1. Metode Sorogan
Pembelajaran dengan sistem sorogan biasanya diselenggarakan pada ruang
tertentu. Ada tempat duduk Kyai atau ustadz, di depannya ada meja pendek untuk
27
Munakib Habib Ahmad yang ditulis oleh anak beliau Habib Muhammad bin Ahmad
23

meletakkan kitab bagi santri yang menghadap. Setelah Kyai atau ustadz
membacakan teks dalam kitab kemudian santri mengulanginya. Sedangkan santri-
sanri lain, baik yang mengaji kitab yang sama ataupun berbeda duduk agak jauh
sambil mendengarkan apa yang diajarkan oleh Kyai atau ustadz sekaligus
mempersiapkan diri menunggu giliran dipanggil.
Inti metode sorogan adalah berlangsungnya proses belajar mengajar secara
face to face antara Kyai dan santri. Keunggulan metode ini adalah Kyai secara pasti
mengetahui kualitas anak didiknya, bagi santri yang IQ nya tinggi akan cepat
menyelesaikan pelajaran, mendapatkan penjelasan yang pasti dari seorang Kyai.
Kelemahannya adalah metode ini membutuhkan waktu yang sangat banyak. 28
Meskipun sorogan ini dianggap statis, tetapi bukan berarti tidak menerima
inovasi. Malah menurut Suyoto, metode ini sebenarnya konsekuensi daripada
layanan yang ingin diberikan kepada santri. Berbagai usaha dewasa ini dalam
berinovasi dilakukan justru mengarah kepada layanan secara indivual kepada anak
didik. Metode sorogan justru mengutamakan kematangan dan perhatian serta
kecakapan seseorang.
Mastuhu memandang bahwa sorogan adalah metode mengajar secara
indivividual langsung dan intensif. Dari segi ilmu pendidikan, metode ini adalah
metode yang modern karena antara Kyai dan santri saling mengenal secara erat. Kyai
menguasai benar materi yang seharusnya diajarkan, begitu pula santri juga belajar
dan membuat persiapan sebelumnya. Metode sorogan dilakukan secara bebas (tidak
ada paksaan), dan bebas dari hambatan formalitas.
2. Metode Wetonan/ Bandongan
Wetonan istilah ini berasal dari kata wektu (bahasa jawa) yang berarti
waktu, sebab pengajian tersebut diberikan pada waktu-waktu tertentu, yaitu
sebelum dan atau sesudah melakukan shalat fardhu. Metode wetonan ini
merupakan metode kuliah, dimana para santri mengikuti pelajaran dengan duduk
di sekeliling Kyai yang menerangkan pelajaran secara kuliah, santri menyimak

28
Ali, A. Mukti. Beberapa Persoalan Agama Dewasa Ini. Jakarta: Rajawali Press, 1987.
24

kitab masing-masing dan membuat catatan padanya. Istilah wetonan ini di Jawa
Barat disebut dengan bandongan.
Pelaksanaan metode ini yaitu: Kyai membaca, menerjemahkan,
menerangkan dan seringkali mengulas teks-teks kitab berbahasa Arab tanpa
harakat (gundul). Santri dengan memegang kitab yang sama, masing-masing
melakukan pendhabitan harakat kata langsung di bawah kata yang dimaksud agar
dapat membantu memahami teks.
Metode bandongan atau weton adalah sistem pengajaran secara kolektif
yang dilakukan di pesantren. Disebut weton karena berlangsungnya pengajian itu
merupakan inisiatif Kyai sendiri, baik dalam menentukan tempat, waktu, terutama
kitabnya. Disebut bandongan karena pengajian diberikan secara kelompok yang
diikuti oleh seluruh santri. Kelompok santri yang duduk mengitari Kyai dalam
pengajian itu disebut halaqoh. Prosesnya adalah Kyai membaca kitab dan santri
mendengarkan, menyimak bacaan Kyai, mencatat terjemahan serta keterangan
Kyai pada kitab atau biasa disebut ngesahi atau njenggoti. 29
H. Abdullah Syukri Zarkasyi, memberikan definisi tentang metode
bandongan, yaitu: “Di mana Kyai membaca kitab dalam waktu tertentu, santri
membawa kitab yang sama, mendengarkan dan menyimak bacaan Kyai”.
Sedangkan Nurcholis Madjid memberikan definisi tentang metode weton.
Menurutnya, “weton adalah pengajian yang inisiatifnya berasal dari Kyai sendiri,
baik dalam menentukan tempat, waktu maupun lebih-lebih lagi kitabnya”.
Senada dengan hal di atas, Hasbullah mendefinisikan tentang metode
wetonan, menurutnya:
Metode wetonan adalah metode yang di dalamnya terdapat seorang Kyai yang
membaca kitab dalam waktu tertentu, sedangkan santrinya membawa kitab yang
sama, lalu santri mendengarkan dan menyimak bacaan Kyai. Metode ini dapat
dikatakan sebagai proses belajar mengaji secara kolektif. Zamakhsyari Dhofier
juga memberikan definisi tentang metode bandongan, menurutnya:

29
Dhofier, Zamakhsyari. Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kyai. Jakarta:
LP3S, 1985.
25

Dalam sistem ini sekelompok murid (antara 5 sampai 500) mendengarkan


seorang guru yang membaca, menerjemahkan, menerangkan dan seringkali
mengulas buku-buku Islam dalam bahasa Arab. Setiap murid memperhatikan
bukunya sendiri dan membuat catatan-catatan (baik arti maupun keterangan)
tentang kata-kata atau buah pikiran yang sulit.
Dari beberapa definisi diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa model
pembelajaran bandongan sama dengan metode wetonan maupun halaqah. Dalam
model pembelajaran ini, santri secara kolektif mendengarkan dan mencatat uraian
yang disampaikan oleh Kyai, dengan menggunakan bahasa daerah setempat,
dilaksanakan pada waktu-waktu tertentu, materi (kitab) dan tempat sepenuhnya
ditentukan oleh Kyai. Keunggulan metode ini adalah lebih cepat dan praktis
sedangkan kelemahannya metode ini dianggap tradisional. Biasanya metode ini
masih digunakan pada pondok-pondok pesantren salaf. 30
3. Metode Musyawarah/ Bahtsul Masa'il
Metode musyawarah atau dalam istilah lain bahtsul masa'il merupakan
metode pembelajaran yang lebih mirip dengan metode diskusi atau seminar.
Beberapa orang santri dengan jumlah tertentu membentuk halaqah yang dipimpin
langsung oleh Kyai atau ustadz, atau mungkin juga senior, untuk membahas atau
mengkaji suatu persoalan yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam
pelaksanaannya, para santri dengan bebas mengajukan pertanyaan-pertanyaan
atau pendapatnya.
Kegiatan penilaian oleh Kyai atau ustadz dilakukan selama kegiatan
musyawarah berlangsung. Hal-hal yang menjadi perhatiannya adalah kualitas
jawaban yang diberikan oleh peserta yang meliputi kelogisan jawaban, ketepatan
dan kevalidan referensi yang disebutkan, serta bahasa yang disampaikan dapat
mudah difahami oleh santri yang lain. Hal lain yang dinilai adalah pemahaman
terhadap teks bacaan, juga kebenaran dan ketepatan peserta dalam membaca dan
menyimpulkan isi teks yang menjadi persoalan atau teks yang menjadi rujukan.

30
Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam/ Direktorat Pendidikan Keagamaan dan
Pondok Pesantren. Profil Pondok Pesantren Muaddalah. Depag RI, 2004.
26

4. Metode Pengajian Pasaran


Metode pengajian pasaran adalah kegiatan belajar para santri melalui
pengkajian materi (kitab) tertentu pada seorang Kyai/ ustadz yang dilakukan oleh
sekelompok santri dalam kegiatan yang terus menerus selama tenggang waktu
tertentu. Pada umumnya dilakukan pada bulan Ramadhan selama setengah bulan,
dua puluh hari atau terkadang satu bulan penuh tergantung pada besarnya kitab
yang dikaji.
Metode ini lebih mirip dengan metode bandongan, tetapi pada metode ini
target utamanya adalah selesainya kitab yang dipelajari. Jadi, dalam metode ini
yang menjadi titik beratnya terletak pada pembacaan bukan pada pemahaman
sebagaimana pada metode bandongan. 31
5. Metode Hapalan (Muhafazhah)
Metode hapalan ialah kegiatan belajar santri dengan cara menghapal suatu
teks tertentu di bawah bimbingan dan pengawasan Kyai/ustadz. Para santri diberi
tugas untuk menghapal bacaan-bacaan dalam jangka waktu tertentu. Hapalan yang
dimiliki santri ini kemudian dihapalkan di hadapan Kyai/ustadz secara periodik
atau insidental tergantung kepada petunjuk Kyai/ustadz yang bersangkutan.
Materi pelajaran dengan metode hapalan umumnya berkenaan dengan Al Qur‟an,
nazham-nazham nahwu, sharaf, tajwid ataupun teks-teks nahwu, sharaf dan fiqih.
6. Metode Demonstrasi/ Praktek Ibadah
Metode ini adalah cara pembelajaran yang dilakukan dengan meperagakan
(mendemonstrasikan) suatu keterampilan dalam hal pelaksanaan ibadah tertentu
yang dilakukan perorangan maupun kelompok di bawah petunjuk dan bimbingan
Kyai/ustadz. dengan kegiatan sebagai berikut:
Para santri mendapatkan penjelasan/ teori tentang tata cara pelaksanaan ibadah
yang akan dipraktekkan sampai mereka betul-betul memahaminya.
Para santri berdasarkan bimbingan para Kyai/ ustadz mempersiapkan segala
peralatan dan perlengkapan yang diperlukan untuk kegiatan praktek. Setelah

31
Siberman, Mel. Active Learning 101 Strategies to Teach Any Subject, Terj. H. Sardjuli
dkk. Yogyakarta: Yappendis, 1996.
27

menentukan waktu dan tempat, para santri berkumpul untuk menerima


penjelasan singkat berkenaan dengan urutan kegiatan yang akan dilakukan
serta pemberian tugas kepada para santri berkenaan dengan pelaksanaan
praktek. 32
Para santri secara bergiliran/ bergantian memperagakan pelaksanaan
praktek ibadah tertentu dengan dibimbing dan diarahkan oleh Kyai/ ustadz
sampai benar-benar sesuai kaifiat (tata cara pelaksanaan ibadah sesungguhnya).
Setelah selesai kegiatan praktek ibadah para santri diberi kesempatan
menanyakan hal-hal yang dipandang perlu selama berlangsung kegiatan.
7.Metode Muhawarah
Muhawarah adalah suatu kegiatan berlatih dengan bahasa Arab yang
diwajibkan oleh pesantren kepada para santri selama mereka tinggal di pondok.
Beberapa pesantren, latihan muhawarah atau muhadasah tidak diwajibkan
setiap hari, akan tetapi hanya satu kali atau dua kali dalam seminggu yang
digabungkan dengan latihan muhadhoroh atau khitobah, yang tujuannya
melatih keterampilan anak didik berpidato.
8. Metode Mudzakarah
Mudzakarah merupakan suatu pertemuan ilmiah yang secara spesifik
membahas masalah diniyah seperti ibadah dan aqidah serta masalah agama
pada umumnya. Dalam mudzakarah tersebut dapat dibedakan atas dua tingkat
kegiatan:
Mudzakarah diselenggarakan oleh sesama santri untuk membahas suatu
masalah dengan tujuan melatih para santri agar terlatih dalam memecahkan
persoalan dengan mempergunakan kitab-kitab yang tersedia. Salah seorang
santri ditunjuk sebagai juru bicara untuk menyampaikan kesimpulan dari
masalah yang didiskusikan.
Mudzakarah yang dipimpin oleh Kyai, dimana hasil mudzakarah para
santri diajukan untuk dibahas dan dinilai seperti dalam suatu seminar. Biasanya

32
Arifin, Imron. Kepemimpinan Kyai, Kasus Pondok Pesantren Tebuireng. Malang:
Kalimasyahada Press, 1993.
28

lebih banyak berisi Tanya jawab dan hampir seluruhnya diselenggarakan dalam
bahasa Arab.
Dalam upaya pengembangan model pembelajaran di pesantren, yang
menjadi pertimbangan bukan upaya untuk mengganti metode sorogan menjadi
model perkuliahan sebagaimana sistem pendidikan modern, melainkan
merenovasi sorogan menjadi soroganyang mutakhir (gaya baru). Dimaksudkan
sorogan yang mutakhir ini sebagaimana praktik dosen-dosen selama ini. Mereka
mengajar kuliah dengan model sorogan. Mahasiswa diberi tugas satu persatu pada
waktu tatap muka yang terjadual, setelah membaca diadakan pembahasan dengan
cara berdialog dan berdiskusi sampai mendapatkan pemahaman yang jelas pada
pokok bahasan.
Sejalan dengan itu, tampaknya perlu dikembangkan di pesantren model
sorogan gaya mutakhir ini sebagai upaya pengembangan model pengajaran. Sudah
barang tentu akan lebih lengkap apabila beberapa usulan metode sebagai alternatif
perlu dipertimbangkan, seperti metode ceramah, kelompok kerja, tanya-jawab,
diskusi, demonstrasi, eksperimen, widya wisata, dan simulasi.
Metode pembelajaran yang lebih baik ialah mempergunakan kegiatan
murid-murid sendiri secara efektif dalam kelas, merencanakan dan melaksanakan
kegiatan-kegiatan sedemikian rupa secara kontinu dan juga melalui kerja
kelompok. Hal tersebut senada dengan ucapan Confusius dalam Mel Siberman
Apa yang saya dengar, saya lupa
Apa yang saya lihat, saya ingat
Apa yang saya lakukan, saya faham
Pola pengembangan pembelajaran yang disebutkan di atas, dapat dituangkan
ke dalam metode pembelajaran yang digunakan sewaktu mengajar. Adapun
metode-metode tersebut adalah sebagai berikut:
1. Metode Pembelajaran Terbimbing
Dalam teknik ini, guru menanyakan satu atau lebih pertanyaan untuk
membuka pengetahuan mata pelajaran atau mendapatkan hipotesis atau
kesimpulan mereka dan kemudian memilahnya kedalam kategori- kategori.
Metode pembelajaran terbimbing merupakan perubahan dari ceramah secara
29

langsung dan memungkinkan santri mempelajari apa yang telah diketahui dan
dipahami sebelum membuat poin-poin pengajaran. Metode ini sangat berguna
ketika mengajarkan konsep-konsep abstrak.
2. Metode Mengajar Teman Sebaya
Beberapa ahli percaya bahwa satu mata pelajaran benar-benar dikuasai hanya
apabila seorang peserta didik mampu mengajarkan pada peserta lain. Mengajar
teman sebaya memberikan kesempatan pada peserta didik mempelajari sesuatu
dengan baik pada waktu yang sama, ia menjadi narasumber bagi yang lain.
Adapun langkah-langkah metode mengajar teman sebaya ini, adalah:
- Memulai dengan memberikan kisi-kisi atau bahan pelajaran kepada santri
- Menyuruh santri untuk mempelajarinya atau mendiskusikannya sejenak
- Menunjuk perwakilan dari santri untuk maju ke depan
- Menyuruh perwakilan santri tersebut untuk mengajarkan (menerangkan) materi
yang telah didiskusikan atau dipelajari.
C. Karakteritik Pondok Pesantren Al-khairaat
Karakteristik atau ciri-ciri umum pondok pesantren
a. Adanya kiai
b. Adanya santri
c. Adanya masjid
d. Adanya pondok atau asrama
Sedangkan ciri-ciri khusus pondok pesantren adalah isi kurikulum yang
dibuat terfokus pada ilmu-ilmu agama, misalnya ilmu sintaksis Arab,
morfologi arab,hukum islam, tafsir Hadis, tafsir Al-Qur‟an dan lain-lain.
Dalam penjelasan lain juga dijelaskan tentang ciri-ciri pesantren dan juga
pendidikan yang ada didalamnya, maka ciri-cirinya adalah
a. Adanya hubungan akrab antar santri dengan kiainya.
b. Adanya kepatuhan santri kepada kiai.
c. Hidup hemat dan sederhana benar-benar diwujudkan dalam lingkungan
pesantren.
d. Kemandirian sangat terasa dipesantren.
30

e. Jiwa tolong-menolong dan suasana persaudaraan sangat mewarnai


pergaulan di pesantren.
f. Disiplin sangat dianjurkan.
g. Keprihatinan untuk mencapai tujuan mulia. Hal ini sebagai akibat kebiasaan
puasa sunat, zikir, dan i‟tikaf, shalat tahajud dan lain-lain.
h. Pemberian ijazah, yaitu pencantuman nama dalam satu daftar rantai
pengalihan pengetahuan yang diberikan kepada santri-santri yang berprestasi.
Ciri-ciri diatas menggambarkan pendidikan pesantren dalam bentuknya
yang masih murni (tradisional). Adapun penampilan pendidikan pesantren
sekarang yang lebih beragam merupakan akibat dinamika dan kemajuan zaman
telah mendorong terjadinya perubahan terus-menerus, sehingga lembaga tersebut
melakukan berbagai adopsi dan adaptasi sedemikian rupa. Tetapi pada masa
sekarang ini, pondok pesantren kini mulai menampakan eksistensinya sebagai
lembaga pendidikan islam yang mumpuni, yaitu didalamnya didirikan sekolah,
baik formal maupun non formal.33
Dengan adanya tranformasi, baik kultur, sistem dan nilai yang ada di
pondok pesantren, maka kini pondok pesantren yang dikenal dengan salafiyah
(kuno) kini telah berubah menjadi khalafiyah (modern). Transformasi tersebut
sebagai jawaban atas kritik-kritik yang diberikan pada pesantren dalam arus
transformasi ini, sehingga dalam sistem dan kultur pesantren terjadi perubahan
yang drastis, misalnya
1. Perubahan sistem pengajaran dari perseorangan atau sorogan menjadi
sistem klasikal yang kemudian kita kenal dengan istilah madrasah (sekolah).
2. Pemberian pengetahuan umum disamping masih mempertahankan
pengetahuan agama dan bahasa arab.
3. Bertambahnya komponen pendidikan pondok pesantren, misalnya
keterampilan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan masyarakat, kesenian
yang islami.

33
Ivor K. Davies,Pengelolaan Belajar: Seri Pustaka Teknologi Pendidikan No.8 (Jakarta:
Rajwali Pers, 1986),h.35-36
31

4. Lulusan pondok pesantren diberikan syahadah (ijazah) sebagai tanda tamat


dari pesantren tersebut dan ada sebagian syahadah tertentu yang nilainya sama
dengan ijazah negeri
Seiring dengan laju perkembangan masyarakat maka pendidikan pesantren
baik tempat, bentuk, hingga substansi telah jauh mengalami perubahan.
Pesantren tak lagi sesederhana seperti apa yang digambarkan seseorang, akan
tetapi pesantren dapat mengalami perubahan sesuai dengan pertumbuhan dan
perkembangan zaman.
Menurut Yacub ada beberapa pembagian tipologi pondok pesantren yaitu :
· Pesantren Salafi yaitu pesantren yang tetap mempertahankan pelajaran
dengan kitab-kitab klasik dan tanpa diberikan pengetahuan umum. Model
pengajarannyapun sebagaimana yang lazim diterapkan dalam pesantren salaf
yaitu dengan metode sorogan dan weton. Pesantren Khalafi yaitu pesantren
yang menerapkan sistem pengajaran klasikal (madrasi) memberikan ilmu
umum dan ilmu agama serta juga memberikan pendidikan keterampilan.
Pesantren Kilat yaitu pesantren yang berbentuk semacam training dalam
waktu relatif singkat dan biasa dilaksanakan pada waktu libur sekolah.
Pesantren ini menitik beratkan pada keterampilan ibadah dan kepemimpinan.
Sedangkan santri terdiri dari siswa sekolah yang dipandang perlu mengikuti
kegiatan keagamaan dipesantren kilat. 34
Pesantren terintegrasi yaitu pesantren yang lebih menekankan pada
pendidikan vocasional atau kejuruan sebagaimana balai latihan kerja di
Departemen Tenaga Kerja dengan program yang terintegrasi. Sedangkan
santri mayoritas berasal dari kalangan anak putus sekolah atau para pencari
kerja. Sedangkan menurut Mas‟ud dkk ada beberapa tipologi atau model
pondok pesantren yaitu Pesantren yang mempertahankan kemurnian identitas
asli sebagai tempat mendalami ilmu-ilmu agama (tafaqquh fiddin) bagi para
santrinya. Semua materi yang diajarkan dipesantren ini sepenuhnya bersifat
keagamaan yang bersumber dari kitab-kitab berbahasa arab (kitab kuning)

34
Harjanto,Perencanaan pengajaran: Komponen MKDK Materi Disesuaikan dengan
Silabi Kurikulum Nasional IAIN(Jakarta:rineka Cipta, 2005
32

yang ditulis oleh para ulama‟ abad pertengahan. Pesantren model ini masih
banyak kita jumpai hingga sekarang seperti pesantren Lirboyo di Kediri Jawa
Timur beberapa pesantren di daerah Sarang Kabupaten Rembang Jawa tengah
dan lain-lain.
Pesantren yang memasukkan materi-materi umum dalam pengajaran namun
dengan kurikulum yang disusun sendiri menurut kebutuhan dan tak mengikuti
kurikulum yang ditetapkan pemerintah secara nasional sehingga ijazah yang
dikeluarkan tak mendapatkan pengakuan dari pemerintah sebagai ijazah
formal.
 Pesantren yang menyelenggarakan pendidikan umum di dalam baik berbentuk
madrasah (sekolah umum berciri khas Islam di dalam naungan DEPAG)
maupun sekolah (sekolah umum di bawah DEPDIKNAS) dalam berbagai
jenjang bahkan ada yang sampai Perguruan Tinggi yang tak hanya meliputi
fakultas-fakultas keagamaan meliankan juga fakultas-fakultas umum.
Contohnya adalah Pesantren Tebu Ireng di Jombang Jawa Timur.
 Pesantren yang merupakan asrama pelajar Islam dimana para santri belajar
disekolah-sekolah atau perguruan-perguruan tinggi diluarnya. Pendidikan
agama dipesantren model ini diberikan diluar jam-jam sekolah sehingga bisa
diikuti oleh semua santrinya. Diperkirakan pesantren model inilah yang
terbanyak jumlahnya
33

BAB IV
PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN AL-KHAIRAAT BEKASI

A. Peran Habib Ahmad Dalam Perkembangan Pesantren


Berbicara Pesatren Al Khairat dalam perkembangannya dari masa ke masa
telah banyak membentuk generasi islami yang baik. Tentunya hal tersebut tidak
lepas dari peran besar Habib Ahmad bin Hasan Van‟aq, baik dalam hal keilmuan
atau fasilitas tempat, beliu juga memperhatikan kesejahteraan bagi para guru-guru
yang pengajar. Berkat jasa beliulah pondok pesantren Al-Khairat ini bisa berdiri,
menjadi tempat untuk membentuk karakter satri yang islami.
Dengan tanpa khawatir akan nasib kesejahteraan mereka para Ustadz
diperhatikan kebutuhan pokok mereka bahkan ada yang dinikahkan dianjurkan
untuk melanjutkan studi ke luar negeri ada tenaga administratif tukang kebun
teknisi itu semua atas peran besar Habib Ahmad anak-anak Santri yang tidak
mampu tidak luput dari perhatian beliau yang tidak mampu membeli kitab-kitab
diberikan oleh Beliau yang tidak punya uang untuk kebutuhan sehari-hari seperti
sabun mandi sikat odol sabun cuci tidak jarang dibantu oleh Habib Ahmad orang
Santri dan guru-guru belajar dengan semangat yang luar biasa itupun tidak lepas
dari jasa Habib Ahmad.
Dalam hal ini Habib menyedikan dan melengkapi kitab-kita yang
dibutuhan para santri, terutama santri kalangan dhuafa. Selain itu beliu juga aktiv
dalam membantu kegiatan belajar mengajar di pesantren, dengan ini proses belajar
mengajar akan tetap kondusif dibawah bimbingan habib.35 Disamping itu
menambah semangat belajar santri, atas dasar daya tarik karisma beliu. Kenyataan
bahwa beliu adalah orang yang sangat perduli terhadap kelangsungan masa depan
para dhuafa. Dia sangat dermawan di kalangan orang-orang yang mencintai Habib
Ahmad.
Berawal dari sebidang tanah waqaf dari Haji Qosim kepada Habi Ahmad
untuk Pondok Pesantren yang kemudian beliu bangun sebuah pondok pesantren

35
. Wawancara dengan Ust Amin Sholeh 29/7 15.28. Ust Amin Sholeh adalah orang yang
sangat dekat dengan Habib Ahmad bin Hasan Vad’aq.
34

Al-Khairat. Awal pertama kali dibangun gedung dua lantai dilengkapi kamar
mandi dengan halaman saja. Haji Qosim juga mengikhlaskan sebagian tanah milik
lagi untuk dibangun perumahan guru beserta para asatidz.
Pada tahun 1987 beliu membangun 12 lokal tempat fasilitas belajar
mengajar, seperti gedung sekolah untuk kegiatan belajar. Tahun 1990 didirikan
masjid dan pondok putri. Tahun 1993 ditambah local untuk belajar siswa dan
juga penambahan local belajar mengajar khusus bagi santri-santri putri sehingga
kegiatan belajarnya bisa dilaksanakan ditempat tersebut. Baru pada tahun 2000-
an dibangun fasilitas untuk pesantren seperti halaman tempat bermain santri,
ruang pelatihan, disediakan dapur untuk para dan perbaikan sanitasi toilet dan
tempat mandi. Selain dibuatkan juga pembuangan sampah.36
Pesantren juga memberikat tempat untuk para alumni yang ingin
berkontribusi. Salah satunya adalah menjadi tenga pengajar di pesantren dengan
bembantu kegiatan belajar yang ada. Selain itu ada yang dibidang staf tata usaha
atau bantuan teknis seperti sound system serta membantu akomudasi seperti
membantu pembelian buku-buku beserta kitab-kita. Ada yang mengabdi di
masyarakat atas anjuran dan utusan dari pesantren Al-Khairat.
Pada dasarnya pesantren Al-Khairat ini diperuntukan bagi kaum dhuafa
dari kalangan orang tidak mampu, keseluruhan santri tidak dibebani oleh
pesantren, pesantren menangung semuanya. Namun seiring pekembangannya wali
murid dari kalangan menengah keatas yang juga juga ikut andil dalam membantu
pembiayaan belajar mengajar. Meski pada awalnya tenaga pengajar mengabdi
dengan ikhlas dalam proses mengajar, berkat para dermawan semua kebutuhan
pondok terpenuhi. Strategi yang memperlihatkan Pondok Pesantren Al-Khairaat
Bekasi tidak memiliki strategi khusus untuk mempertahankan perkembangan
zaman, hanya saja ada beberapa faktor hal ini menyebabkan Pesantren Al-
Khairaat masih eksis hingga kini sementara banyak pesantren di Kota Bekasi yang
terdaftar di Kementerian Agama kurang lebih ada 93 pesantren tidak satupun yang
bertahan dengan metode lama kecuali Pesantren Al hanifiyyah yang ada di
Jatiasih dan Pesantren Al Khairat yang ada di Pengasinan Rawalumbu.

36
. Wawancara dengan Ust Amin Sholeh tanggal 15 Agustustus pukul 13:00
35

Pertama dari sisi model atau kepala sekolah kepala sekolah beliau berasal dari
Palembang dengan latar belakang pendidikan yang dimulai dari pesantren Ar
Riyadh yang ada di Palembang Kemudian beliau melanjutkan studi ke masjid Al
Mukarromah di bawah bimbingan Sayyid struktur Muhammad Alwi al-maliki
tentu saja Beliau memiliki banyak teman dan jaringan yang luas teman-teman
yang tersebar di nusantara Malaysia Brunei dan beberapa negara Asia Tenggara
menjadikan faktor tersendiri yang menjadikan Pesantren Al Khairat ada magnet
yang menarik anak-anak kaum muslimin untuk belajar di pesantren Al Khairat
yang kedua metode pembelajaran dengan cara lama yaitu mempelajari agama
ilmu-ilmu agama murni tentu ini beresiko di tengah-tengah zaman yang
menuntut agar generasi muda mudi muslim menyesuaikan tuntutan zaman
terutama berkaitan tentang persoalan administrasi birokrasi dan jenjang
pendidikan formal.
Kondisi ini memaksa pesantren alkhoirot untuk segera menyesuaikan tuntutan
zaman maka pesantren alkhoirot di samping memberikan pembelajaran ilmu-
ilmu agama juga memberikan pembekalan ilmu-ilmu umum dengan cara
mendaftarkan diri kepada pendidikan formal atau informal yang kita kenal
dengan wajar Dikdas kewajiban belajar pendidikan dasar 9 tahun terlepas dari
perjalanan wajar Dikdas yang semula Mandiri kemudian digabungkan dengan
PKBM dan untuk dewasa ini terlepas lagi setiap Pesantren punya hak untuk
menyelenggarakan wajar Dikdas secara mandiri dan penyelenggaran ujiannya
tidak mesti harus berbarengan atau bergabung dengan PKBM yang ketiga
Harisma guru guru-guru yang mengajar di Pesantren Al Khairat yang notabene
lulusan Timur Tengah.37
B. Aktivitas Belajar Mengajar Pesantren Khairat
Aktivitas belajar mengajar di Pesantren Al Khairat santri Al Khairat bangun
pagi pukul 03.30 pagi mereka mandi kemudian sholat tahajud berdoa dan baca
wirid dilanjutkan salat Subuh di masjid kemudian baca wirid-wirid aurat dan
Hizib membaca Alquran dan ta'lim pagi Kemudian istirahat makan pagi
Kemudian persiapkan buku-buku dan kitab-kitab untuk belajar dari jam 07.30

37
Wawancara bersama Ustad Amin Sholeh Minggu tanggal 21 Juli 2018 Pukul 11:00
36

sampai jam 11.30 waktu istirahat jam 09.15 menit kemudian jam 09.45 masuk lagi
menjelang sholat dzuhur para santri istirahat dan bersiap-siap mendirikan salat
zuhur setelah sholat dhuhur anak-anak makan siang kemudian istirahat jam 03.00
sore siap-siap salat ashar Setelah sholat Ashar belajar sore Hingga pukul 05.00
sore istirahat sebentar kemudian siap-siap salat magrib setelah salat magrib baca
Alquran dilanjutkan baca wirid kemudian dilanjutkan sholat Isya sehabis sholat
isya anak-anak makan malam
Sehabis makan malam muzakaroh yaitu mengulang pelajaran jam 10.00
malam tidur dilakukan tiap hari kecuali hari Jumat pada hari Jumat para santri
libur namun ada kegiatan sorenya pengajian Roha (membaca kitab). Mengenai
kitab-kita yang dijadikan rujunkan belajar santri, berikut sebagian kitab yang
digunakan : Usul Fiqih, Mustholahul Hadis, tafsir, Nahwu, Qowaidul Fiqihah,
Tajwid yang meliputi Hidayatus Shibyan, Jazariah, Tuhhfatul Ahfal. Balaghoh
yang meliputi Qowadul Lughotil Arabiah dan Qismol Balaghoh. 38
Habib Ahmad juga Menyediakan dan melengkapi kitab-kitab Habib
Ahmad membantu proses mengajar dengan menyediakan dan melengkapi kitab-
kitab yang diperlukan oleh para santri, beliau membeli kitab-kitab diperuntukan
oleh para santri terutama dari kalangan ukoro Wal masakin hitam dan dhuafa
kitab-kitab ini dibagi gratis cuma Cuma. Membangun tempat belajar pada tahun
1900 87 pembangunan gedung dan fasilitas yang dipergunakan untuk belajar
relatif mencukupi kurang lebih ada 12 lokal pada tahun 1993 beliau membangun
dan menambah lokal untuk belajar siswa demikian pula penambahan lokal untuk
santri-santri Putri para santri belajar di ruang ruang tersebut Namun ada juga
pembelajaran diselenggarakan di masjid dan di aula.
Mendatangkan tenaga pengajar profesional dari beberapa pesantren
yang ada di Jawa Tengah dan Jawa Timur misalnya dari pesantren Langitan
Tuban dari Pesantren Sidogiri Pasuruan dari pesantren Ploso Jawa Timur Kediri
ada juga dari pesantren sarang dan dari pesantren Pati para asatid mengajar di
pesantren Al-Khairaat dengan sungguh-sungguh.

38
. Wawancara dengan Ust Amin Sholeh tanggal 7 Juli 2018 Pukul 11:00
37

Materi pendidikan atau yang lebih dikenal dengan kurikulum merupakan


seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran
yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran dalam
mencapai tujuan pendidikan Materi pendidikan pesantren ditentukan oleh pondok
pesantren itu sendiri, oleh karenanya isi dan tujuan materi pesantren ini harus
dinamis, fleksibel, terbuka dan sesuai dengan perkembangan zaman serta
kebutuhan masyarakat.
Sebagai bagian dari pendidikan, pesantren mempunyai watak utama
yaitu sebagai lembaga pendidikan yang memiliki kekhasan tersendiri. Salah satu
ciri utama pesantren adalah adanya pengajaran kitab kuning sebagai
kurikulumnya. Kitab kuning dapat dikatakan menempati posisi yang istimewa
dalam tubuh kurikulum di pesantren.
Ditinjau dari segi materi, secara umum isi kitab kuning yang dijadikan
rujukan sebagai kurikulum pesantren dapat dikelompokkan menjadi dua.
Pertama, kelompok ajaran dasar sebagaimana terdapat pada al-Qur‟an dan al-
Hadits serta ajaran dari penafsiran ulama terhadap keduanya. Kedua, kelompok
kitab kuning yang tidak termasuk dalam ajaran agama Islam akan tetapi kajian
yang masuk kedalam Islam sebagai hasil dari perkembangan Islam dalam
sejarah. 39
Bagi pesantren, kitab kuning sangatlah penting untuk menfasilitasi
proses pemahaman keagamaan yang mendalam sehingga mampu merumuskan
penjelasan yang segar tetapi tidak berlawanan dengan sejarah mengenai ajaran
Islam, al-Qur‟an, dan Hadits Nabi. Kitab kuning yang dijadikan referensi
kurikulum begi kalangan pesantren adalah referensi yang kandungannya sudah
tidak perlu dipertanyakan lagi.
1. Unit-unit lembaga non Formal
Pertama adalah majelis taklim mempunyai kedudukan penting di tengah
masyarakat muslim Indonesia antara lain sebagai wadah untuk membina
mengembangkan kehidupan beragama dalam rangka membentuk masyarakat
yang bertakwa kepada Allah Swt. Taman rekreasi rohaniah, Wadah silaturahmi

39
Wawancara dengan Ustad Amin Sholeh Pada Minggu 15 Agustus 2018 Pukul 11:00
38

yang menghidupsuburkan syiar Islam, Media penyampaian gagasan-gagasan


yang bermanfaat bagi pembangunan umat dan bangsa.
jama‟ahnya pasif, dan ceramah-ceramah khusus, yaitu pengajar dan
jama‟ah sama-sama aktif dlam bentuk diskusi; (b) metode halaqah, yaitu
pengajar membacakan kitab tertentu, sementara jama‟ah mendengarkan; (c)
metode campuran Ditinjau dari kelompok sosial dan dasar pengikat jama‟ahnya,
majelis taklim dapat dikelompokkan dalam beberapa macam : majelis taklim
yang pesertanya terdiri dari jenis tertentu seperti kaum bapak, kaum ibu, remaja
dan campuran (tua, muda,pria dan wanita) ;majelis taklim yang diselenggarakan
oleh lembaga-lembaga sosial keagamaan, kelompok penduduk disuatu daerah,
istansi dan organisasi tertentu.40
Metode penyajian majelis taklim dapat dikategorikan menjadi: (a) Metode
ceramah, terdiri dari ceramah umum, yakni pengajar /ustad/kiai bertindak aktif
memberikan pengajaran sementara, yakni melaksanakan berbagai metode sesuai
kebutuhan.
Materi yang dipelajari dalam majelis taklim mencakup; pembacaan al-
qur‟an serta tajwidnya, tafsir bersama ulum al-qur‟an, hadis dan mustalah-nya,
fikih dan usul fikih, tauhid, akhlaq, ditambah lagi dengan materi-materi yang
dibutuhkan para jama‟ah misalnya masalah penanggulangan kenakalan pada
anak, masalah undang-undang perkawinan, dan lain-lain. Majelis taklim
dikalangan masyarakat betawi biasanya memakai buku-buku berbahasa Arab
atau bahasa Arab Melayu seperti tafsir jalalain, nail al-authar, dan lain-lain.
Pada majelis-majelis taklim lain dipakai juga kitab-kitab yang berbahasa
Indonesia sebagai pegangan, misalnya fikih Islam karangan Sulaiman Rasyid
dan beberapa buku terjemahan.
Remaja Mesjid
Remaja mesjid adalah suatu organisasi kepemudaan yang diadakan di
setiap mesjid yaitu semua muslim yang sudah akil balig yang berkediaman di

40
Haidar Putra Daulay,Pendidikan Islam: Dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia
(Jakarta:Kencana, 2005),h.38
39

sekitar mesjid. Dalam praktek, organisasi ini diisi oleh sekumpulan orang.
Biasanya disebut pengurus yang memiliki tugas dan tanggung jawab masing-
masing. Dengan demikian pengaturan hubungan antara pengurus dan pembagian
tugas antara mereka berjalan dengan baik dan efektif. Tetapi tentu saja
organisasi tersebut bukanlah statis melainkan dinamis berkembang sesuai
dengan ruang dan waktunya.41
Remaja mesjid adalah merupakan organisasi mesjid dengan demikian
berarti sebuah badan yang terdiri dari para pengurus mesjid yang mengelola dan
mengurus mesjid. Organisasi mesjid ini sangat penting keberadaannya untuk
memaksimalkan fungsi mesjid baik sebagai tempat ibadah maupun sosial
kemasyarakatan. Untuk mewujudkan organisasi mesjid yang baik tentu saja
harus didukung oleh:
Tenaga manusia.
Pengurus yang terampil
Modal atau dana yang cukup
Alat dan sarana penunjang
Sikap mental dari anggotanya
Hal ini mengisyaratkan bahwa struktur organisasinya betul-betul harus
ditata sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kebutuhan dan kondisi yang ada.
Dalam tingkat sosial yang sederhana organisasi harus dibuat sederhana.
Sementara dalam tataran sosial yang kompleks maka organisasi pun harus disusun
sesuai keadaannya. Mesjid merupakan salah satu sarana dakwah yang sangat
penting, karena itu keberadaan remaja mesjid juga dianggap penting. Remaja
mesjidlah yang menggerakkan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat bagi
masyarakat sekitar dan memberdayakan pemuda-pemuda setempat. Organisasi
remaja mesjid berusaha membumikan bilai-nilai ideal ajaran agama. Ini berarti
yang mereka rasakan sebagai nilai-nilai ideal ajaran agama ke dalam kehidupan
nyata sebagai upaya penyelesaian persoalan-persoalan kemasyarakatan.

41
Nata, Abuddin, Dkk. Ensiklopedi Islam Edisi Revisi, vol 1. Jakarta : PT. Ictiar Baru Van
Hoeve, 1999.
40

Ada beberapa kegiatan yang biasanya dilaksanakan oleh remaja mesjid,


semisal ceramah agama, pelatihan leadership, training motivation dan lain
sebagainya. Mereka juga tak jarang menghandle acara-acara keagamaan seperti
peringatan maulid dan Isra Mi‟raj Nabi Besar Muhammad saw, peringatan satu
Muharram dan kegiatan nuzul al-Qur‟an pada Bulan Suci Ramadhan. Dengan
demikian remaja mesjid termasuk lembaga pendidikan non formal yang banyak
memberikan kontribusi bagi pendidikan Islam.
Pesantren Kilat Pengertian
Pesantren kilat (sanlat) yang dimaksudkan di sini adalah kegiatan yang biasa
dilakukan pada waktu hari libur sekolah yang seringnya diadakan pada bulan
puasa dan, diisi dengan berbagai bentuk kegiatan keagamaan seperti, buka
bersama, pengajian dan diskusi agama atau kitab-kitab tertentu, shalat tarawih
berjama‟ah, tadarus al-qur‟an dan pendalamannya, dan lain sebagainya. Jelasnya,
kegiatan ini merupakan bentuk kegiatan intensif yang dilakukan dalam jangka
tertentu yang diikuti secara penuh oleh peserta didik selama 24 jam atau sebagian
waktu saja dengan maksud melatih mereka untuk menghidupkan hari-hari dan
malam-malam bulan Ramadhan dengan kegiatan-kegiatan ibadah. Yang pasti
bahwa kegiatan yang dijalankan di sini ada mencontoh apa yang dilakukan di
pesantren-pesantren pada uumnya baik yang bersifat salaf maupun yang modern.
42

Memberi pemahaman yang menyeluruh tentang pentingnya menghidupkan


hari-hari dan malam-malam Ramadhan dengan kegiatan-kegiatan positif (ibadah).
Meningkatkan amal ibadah peserta didik dan guru atau yang lainnya pada bulam
Ramadhan yang arahnya mendorong pembentukan kepribadian peserta didik baik
secara rohani maupun jasmani dengan melakukan penghayatan terhadap ibadah
puasa dan amal-amal ibadah yang ia kerjakan. Pesantren yang bersifat salaf

42
Syaiful Sagala,manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan:Membuka
rungan kreativitas, inovasi dan perdayaan potensi sekolah dalam sistem otonomi
sekolah(Bandung:ALPABETA, 2006),h.48
41

umumnya mengedepankan proses belajar mengajar dengan menggunakan ilmu


agama yang diajarkan oleh para Kyai dan ulama.
Memberikan pemahaman yang mendalam kepada para peserta didik
tentang ajaran agama dan bagaimana mengaplikasikannya dalam kehidupan
sehari-hari. Meningkatkan syi‟ar Islam baik untuk tujuan persuasif rekruitmen
peserta didik dalam partisipasi kegiatan keagamaan maupun untuk tujuan
pembangunan opini dan citra positif nan semarak dalam bulan puasa. Mengisi
waktu luang dengan lebih memakai dan memperdalam iman dan takwa.bentuk
kegiatan dan pelaksanaannnya
Pada dasarnya kegiatan pesantren kilat memerlukan inprovisasi dari setiap
penyelenggaranya dengan menyesuaikan kebutuhan peserta didik yang
mengikutinya. Kegiatan pesantren kilat (sanlat) ini bisa diselenggarakan denga
dua model, yaitu dengan mengasramakan para peserta agar dapat mengikuti
kegiatan selama 24 jam, atau sebagian waktu saja sehingga peserta didik tidak
perlu diasramakan. Akan tetapi sekedar gambaran berikut ini dijabarkan
beberapa bentuk dan pelaksanakan kegiatan yang bisa diselenggarakan untuk
mengisi program pesantren kilat (sanlat), di antaranya Kegiatan rutin di bulan
ramadhan dilakukan secara berjama‟ah antara lain shalat lima waktu; shalat
tarawih; tadarus al-qur‟an buka puasa bersama dan sahur bersama. 43
Kuliah atau ceramah agama menjelang atau setelah shalat tarawih; dan
setelah shalat subuh. Tadarus al-qur‟an dilakukan secara terencana dan terjadwal
sedemikian rupa dengan melibatkan seluruh peserta pesantren kilat. Yang efektif
biasanya dilakukan setelah shalat tarawih. Pengkajian agama, bisa diisi dengan
tafsir al-qur‟an pengajian kitab-kitab kuning (klasik) ataupun modren dibidang
akidah, akhlaq, fikih dan lainnya, dengan narasumber tertentu atau guru.
Kegiatan ini dilakukan pada pagi hari setelah peserta didik menyelesaikan tugas-
tugas individualnya.Dialog mengenai pengalaman-pengalaman keagamaan yang
didapat selama mengikuti kegiatan pesantren kilat. Kegiatan ini bisa
dialokasikan jadwalnya secara fleksibel sesuai dengan kebutuhan yang ada.

43
Prof. Dr. H. Abuddin Nata, MA, kapita selekta pendidikan islam (bandung: ANGKASA,
2003), hlm.115.
42

Kedua adalah qiratul qutub(kutub Maksudnya membaca kitab-kitab dalam


hal ini yang dibaca adalah kitab Assyifa yang ditulis oleh Syekh Kholid
kemudian kitab Riyadus Sholihin yang ditulis oleh Imam an-nawawi kemudian
kitab Al Manhaj jus sawi yang dibajak yang ditulis oleh Al Habib Zein bin
Ibrahim bin Smith dan kitab yang lain setiap hari Jumat dan Kamis,
Ketiga Rohah,( yaitu pengajian umum bagi semua Santri dibagi dua santri
laki dan santri perempuan keempat daurah yaitu pengajian atau dirosah
Islamiyah yang diselenggarakan sewaktu-waktu baik para bagi para santri
ataupun masyarakat umum biasanya daerah ini mendatangkan narasumber dari
para ulama dari luar negeri misalnya dari Madinah atau dari Yaman).
Lembaga non Formal di Pesantren Al-Khairaat Bekasi Meliputi program
wajar Dikdas 9 tahun yang dikenal dengan PPS ketika wajar Dikdas PPS se-
indonesia digelindingkan oleh pemerintah pusat dan peresmian nya
dilaksanakan di Pesantren Al Khairat diresmikan oleh Bapak Menteri Agama
tolchah Hasan namun dalam perjalanan selanjutnya program wajar Dikdas 9
tahun di BPS diubah dengan digabungkan pendidikan yang diselenggarakan
oleh pesantren dengan PKBM Kemudian pada tahun ajaran 2011-2012 sekarang
kembali diadakan program wajar Dikdas untuk pesantren.
C. Pola Hidup Santri Al-Khairaat Bekasi
Dalam pola hidup Pondok Pesantren Al-Khairaat Bekasi yang terpenting
bukanlah pelajaran, melainkan juga jiwanya. Pondok Pesantren sangat
memperlihatkan pembinaan kepribadian melalui penanaman akhlak dalam
tingkah laku. Pesantren merupakan tempat hidup bersam santri untuk belajar
bersosalisasi dengan kehidupan orang lain, melatih kemandirian, menumbuhkan
sikap gotong royang dan kebersamaan meskipun daerah yang berbeda-beda.
Pondok pesantren adalah sebuah kehidupan yang unik sebagaimana dapat
disimpulkan dari lahiriahnya. Pondok pesantren adalah sebuah kompleks dengan
lokasi yang umumnya terpisah dari kehidupan sekitarnya.
Dalam komleks itu berdiri beberapa buah bangunan: rumah kediaman
pengasuh(di daerah bahasa Jawa disebut Kyai, di daerah Sunda sisebut
anjengan, dan di Madura disebut nun atau bendara singkat ra), sebuah surau atau
43

Masjid tempat pengajaran yang diberikan ( bahasa Arab madrasah, yang juga
terlebih sering mengandung konotasi sekolah), dan asrama para tempat tinggal
para siswa pesantren (santri).
Dalam konteks ini diperlukan dikaji sejauh mana nilai-nilai di beberapa
tradisi yang berkembang di pesantren yang terkait dengan etika santri di
pesantren untuk diaktualkan dalam masyarakat. Dalam banyak hal, gaya hidup
tidak berubah dari waktu ke waktu, lebih mengedepankan aspek kesederhanaan,
meskipun kehidupan di luar memberikan standar hidup yang berbeda.
Gaya hidup pesantren cinderung askestis, (pertapaan). Seluruh pola hidup
santri di pondok pesantren didasarkan pada nilai-nilai yang di jiwai oleh suasan
yang dapat dirangkum dalam panca indra santri lima hidup santri itu adalah
A. Sikap Hormat dan Ta‟dzim
Sikap hormat atau Ta‟dzim dan kepatuhan mutlak kepada Kyai
adalah salah satu nilai pertama yang ditamkan pada setiap santri.
Kepatuhan itu di perluas lagi, sehingga mecakup kehormatan kepada
para ulama sebelumnya dan ulama yang mengarang kitab-kitab yang
dipelajari. Kepatuhan ini, bagi pengamat luar, tampak lebih penting
dari pada menguasi ilmu, tetapi bagi Kyai hal itu merupakan bagian
integral dari ilmu yang akan dikuasi. Hasyim Asyari, foincdigfather
NU, dikenal sebagi pengagum tafsir Muhammad „Abduh, namun ia
sanrtinya tidak suka membaca kitab tafsir tersebut. Keberatannya
bukan termasuk rasionalisme Abduh tetapi terhadap ulama Tradisional.
44

Nilai-nilai etika atau moral yang ditekankan di Pondok Pesantren


meliputi: pesaudaraan, keikhlasan, kesedarhanaan kemandirian. Di
samping itu juga, pesantren juga menanamkan kepada santrinya
tentang kesalehan komitmen atau lima rukun Islam: Syahadat
(keimanan), Shalat (lima waktu sehari), zakat (pemberian), Puasa
(selama bulan Ramadhan), dan Haji (ziarah ke Mekkah bagi yang
mampu). Guru-guru di pondok pesantren menekankan kepad santrinya

44
Abdurahman Wahid, Menggerakan esa-esa Pesantren,(Yogyakarta Lkis, 2001),hal 8
44

agama dan moralitas. Pendidikan etika atau moral dalam pengertian


sikap yang baik perlu pengalaman sehingga pesantren berusaha
menciptakan lingkungan tempat moral keagamaan dapat dipelajari dan
dapat pula dipraktikan. Biasanya, para santri mempelajari marolitas
saat menghaji dan kemudian diberi kesempatan untuk memprtakkan di
sela-sela aktivitas di pesantren.
B. Parsaudaraan
Sebagai contoh, sholat lima waktu sehari adalah kewajiban
dalam Islam. Namun kadang tidak menekankan berjama‟ah.
Bagaimanapun, dianggap sebagai cara yang lebih baik dalam sholat
dan pada umumnya diwajibkan oleh para pengasuh pondok pesantren.
Sebuah pesantren yang tidak mewajibkan sholat berjama‟ah dianggap
bukan lagi pesantren yang sebenarnya. 45
Para Kyai, biasanya mengatakan bahwa praktik jama‟ah ini
mengajarkan persaudaraan dan kebersamaan, yaitu nilai-nilai yang
harus ditambahkan dalam masyarakat Islam. Jika jama‟ah sekali dalam
sholat jum‟at akan membentuk masyarakat yang solid, maka jama‟ah
tiap hari akan memperkuat tali pesaudaraan. Di samping itu sholat
jama‟ah juga mendidik model kepemimpinan (imam) memuat
kesalahan, mereka akan mengingatkannya sambil berkata
“subhanallah”(segala puji bagi Allah), bukan protes, melaikan sebuah
peringatan. Di sisi lain jika iman kentut sehingga batal wudhunya, ia
berhenti dan memberikan kesampatan orang lain untuk mengambil alih
imam shalat. Dengan begitu sholat tidak batal, tetap berlangsung dan
kekompakan jama‟ah tetapi terlindungi, dalam konteks politis, hal ini
mendorong sinergi hubungan antara yang yang mepimpin dan
dipimpin
C. Keikhlasan dan Kesedarhanaan

45
Royal Alan Lukens-Bull, Jihad ala pesantren di mata antrolog Amerika (Yogyakarta,
Grama Media:2004),hal 73
45

Nilai seperti ikhlas dan kesederhanaan diajarkan spontan dan hidup


dalam kebersamaan.di kebanyakan pondok pesantren, santri tidur di
atas lantai dalam satu ruangan yang dapat menampung delapan puluh
santri-santri.sebuah kamar yang dirasa cocok untuk satu dan dua orang,
ternyata di huni oleh enam samapi delapan orang semakin popular
pesantren, semakin banyak yang dihuni orang. Menu yang dimakan
hanya sekedar nasi dan sayur-sayuran lebih jauh. Meskipun ada
pengakuan hak milik pribadi, dalam praktiknya, hak itu milik umum.
Barang-barang yang sepele, seperti sandal dipaki secara bebas. Untuk
barang yang lain, jika tidak dipakai akan dipinjamkan bila diminta.
Santri yang menolak aka nada sanksi sosial dari kawan-kawannya.
Sebab, santri yang tidak ikut dengan kebiasaan seperti ini akan
mendapatkan ejekan ataupun peringatan keras akan pentingnya
persaudraan Islam (ukhuwah Islamiah).
D. Nilai Kemandirian
Nilai kemandirian diajarkan dengan santri mengurusi sendiri
kebutuhan-kebutuhan dasarnya. Ide esensial dari kemandirian sering di
plesetkan, akar kata mandirian adalah kepanjangan dari “mandi
sendiri”. Prinsip yang termuat dalam kemandirian adalah bahwa
mengurus diri sendiri tanpa harus dilayani dan tidak menggantungkan
kepada orang lain adalah merupakan nilai yang sangat penting. Di
pesantren tradisional, mandiri terinfestasikan dalam memasak, para
santri memasak untuk diri sendiri atau setidaknya kelompok kecil. Saat
ini, selain kehilangan banyak waktu mengaji, banyak pesantren yang
memahami sistem cafaterioz. Meskipun begitu, santri masih banyak
memiliki kesampatan belajar kemandirian dengan cara mencuci
sendiri, menyetrika, dan menjaga kamar masing-masing.
E. Nilai Keteladanan
Untuk menerapkan nilai-nilai tersebut intruksi kepada santri
harus dibarengi pula dengan contoh yang baik. Untuk mengajar
santrinya sholat jama‟ah, seorang Kyai harus atau menjaga imam
46

shalat. Karena Kyai dianggap sebagai warasatul anbiya”, maka Kyai


menjadi teladan bagi santrinya sehingga pesantren tidak saja mendidik
pengetahuan agama, tetapi juga moral beliau akan bisa memberikan
contoh pola hidup Islami. Jika ia tidak memberikan contoh seperti itu,
pendidik pesantren hanyalah instruksi (pangajaran saja) dan bukan
pendidikan sejati. Beberapa pimpinan pesantren ada yang terlibat
dalam dunia politik sehingga mereka jarang ada yang berada di
pondok.
F. Tasawuf merupakan Inti dari Pesantren
Tasawuf (mitisisme) adalah inti pendidikan moral. Dia
menjelaskan bahwa dalam Islam dikenal adanya “segitiga” pokok-
pokok ilmu tauhid fikih, (hukum Islam), dan taswuf, masing-masing
ilmu yang berkontribusi yang berbeda. Tauhid mengatur dasar-dasar
keimanan, karena iman saja tidak cukup dengan ucapan sehingga
memerlukan amal untuk mempertahankannya. Maka fikih melengkapi
kaum yang beriman dengan petunjuk-petunjuk tentang bagaiman cara
hidup secara benar, dan taawuf berperan dalam menanamkan niali-nilai
moral dan etika. Inti taswuf adalah mempelajari moral dan etika.
Penggabungan taswuf dan sufisme mungkin bisa dilacak dengan
pengaruh yang kuat dari pemikir Islam, iman Al-Ghazali dikenal
sebagai materalismenya yang tenang dan sederhana yang mampu
mengebangkan teologi dan tasawuf serta dikenal dengan karya dan
etikanya. Banyak pesantren mengakiatkan mitisme dan etikanya
dengan karya-karya Al-Ghazali.
47

BAB V

Penutup

KESIMPULAN
Kesimpulan ini didasarkan pada jawaban penulis terhadap tiga pertanyaan
diawal penulisan skripsi ini, yaitu. Pertama, penulis ingin mengetahui bagaimana
kondisi masyarakat Pengasinan Rawalumbu, khususnya umat Islam, pada masa
sebelum berdirinya Pondok Pesantren Al-Khairaat Bekasi, kedua, penulis ingin
mengetahui bagaimana sejarah berdirinya Pondok Pesantren Al-Khairaat, ketiga,
penulis ingin mengetahui kontribusi Pondok Pesantren Al-Khairaat terhadap
Masyarakat Pengasinan Rawalumbu, maka penulis memperoleh kesimpulan
sebagai berikut:
Kondisi masyarakat Pengasinan Rawalumbu sebelum berdirinya Pondok
Pesantren Al-Khairaat, berada dalam keterbelakangan moral. Meskipun
penduduknya seratus persen Islam, akan tetapi mereka tidak rutin menjalankan
shalat lima waktu, berjamaah dimasjid, mengadakan pengajian Al-qur‟an, dan
tidak rutin mengadakan sunnah-sunnah lainnya yang telah diperintahkan dalam
agama Islam.
Kondisi masyarakat Pengasinan Rawalumbu sebelum berdirinya Pondok
Pesantren Al-Khairaat, berada dalam keterbelakangan moral. Meskipun
penduduknya seratus persen Islam, tetapi mereka tidak rutin menjalankan shalat
lima waktu, berjamaah dimasjid, mengadakan pengajian Al-qur‟an, dan tidak
rutin mengadakan sunnah-sunnah lainnya yang telah diperintahkan dalam agama
Islam. Kondisi ini berubah ketika Habib Ahmad Bin Hasan Vad‟aq, yang
dianggap sesepuh (orang yang dituakan) oleh masyarakat sekitar Pengasinan
Rawalumbu, untuk bersama-sama mendirikan sebuah pondok pesantren yang
diberi nama. Al-Khairaat diambil dari nama pendirinya Habib Ahmad bin Hasan
Vad‟aq, yang artinya menerangi. Tujuan didirikannya pondok pesantren ini
adalah untuk menerangi masyarakat Pengasinan Rawalumbu dengan konsep
48

Taqwa (Menjalankan perintah Allah SWT, dan menjauhi larangan-Nya).Pondok


Pesantren Al-Khairaat sejak saat itu dipakai sebagai lembaga dakwah
Islam.Kegiatannya meliputi; Shalat berjamaah, Pengajian rutin Harian,
Mingguan, Bulanan, dengan Kitab Kuning dan Al-qur‟an sebagai sumbernya.

B. Saran-saran
Dari kesimpulan diatas, maka penulis memberikan tiga jenis saran untuk
melengkapi penelitian ini, yaitu sebagai berikut: pertama, para kyai dan pengasuh
pesantren agar mulai membuka diri dengan wawasan luar yang positif untuk
memajukan lembaga yang diasuhnya. Budaya dan praktek feodal hendaknya
dihilangkan dan diganti dengan budaya demokratis yang egaliter dengan tetap
menjaga perilaku etis dan religius.Kedua, literatur pesantren hendaknya di
tambah dengan memasukan literatur-literatur lain yang lebih variatif dan maju,
meski literatur klasik tetap dipertahankan. Kajian kitab klasik sebaiknya
memakai metodelogi dan analisa kritis sehingga kajiannya akan lebih konstruktif
dan dinamis. Ketiga, perlu ada perubahan pada pola manajemen pesantren,
dimana selama ini cenderung tertutup dan sentralistis untuk dirubah agar lebih
terbuka, transparan dan profesional. Ketiga saran ini akan menjadi pemicu bagi
penulis untuk melanjutkan study tentang pondok pesantren ke strata dua. Semoga
hasil penelitian skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
49

Daftar Pustaka
A. Sumber Buku

Abdurarahman Wahid, Bunga Rampai Pesantren, (Jakarta CV. Dharma Bakti)


Affandi Mochtar, Membedah Diskursus pendidikan Islam (Islam Jakarta 2001)
Ali Anwar, KH. NOER Ali, Kemandirian Ulama Pejuang (Bekasi: Yayasan At-
Taqwa) 2006
Andi Sopandi, Perkembangan Sejarah dan Budaya Bekasi (Bekasi: Dinas
Pemuda, Olahraga, Kebudayaan dan Kepariwisataan Pemerintah Kota
Bekasi, 2009)
Clifford Geertz, Abangan, Santri, Priyai dalam masyarkat Jawa. (Jakarta : PT
Djaya)
Dawan Raharjo, Pesantren dan Pembaruan, (Jakarta, LP3ES, 1974)
Endang Hasanudin. Sejarah Lemah kini pupus terhapus, Kota perjuangan antara
Karawang- Bekasi, 2015
Hasbullah, Sejarah pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada, 1996)
Jalaluddin, Kapita Selekta Pendidikan, Jakarta: Kalam Mulia 1990
Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah. (Jakarta : UI Press, 2008)
Manfred Ziemek, Pesantren dalam Perubahan sosial (Jakarta PT Jaya Bhakti
1990)
Marwan Saridjo, Sejarah Pondok Pesantren di Indonesia. (Jakarta : Darma Bakti,
1982)
Muhammd Muhajirin, Sejarah Perjalanan Hidup Syekh Muhajirin Amsar Ad-
Dary (Bekasi: An-Nida Al-Islamy, 2007)
Mujamil Qomar, Pesantren dalam Tranformasi Metodologi menuju Demokrasi
Institusi: (PT Gelora Aksara Pratama 2002)
R.Z. Leirissa, Sunda Kelapa Sebagai Bandar Jalur Sutra: Kumpulan Makalah
Diskusi, (Jakarta: Direktorat Jenderal Kebudayaan, 1995)
Ridwan Saidi, Profil Orang Betawi: Asal Muasal, Kebudayaan, dan Adat
Istiadatnya (Jakarta, Gunara Kata, hal. 1997)
Sartono Kartodirjo, Sejarah Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi, (Jakarta :
Gramedia, 1993)
50

Siti Masitoh, Posisi Hukum Waris Adat dan Hukum Waris Islam dalam
Masyarakat (Studi Tentang Pelaksanaan Hukum Kewarisan Ditengah-
tengah Masyarakat Muslim Bekasi), Tesis Magister Hukum Universitas
Indonesia (UI) Tahun 1998
Zubaini Hasbibullah Asy‟ari: Moralitas Pendidikan Pesantren (PT Kurnia Kalam
Semesta, 1996)

B. Sumber Internet
Diaksesmelalui:https://megapolitan.kompas.com/read/2015/11/22/09433191/KH.
Noer.Ali.Belut. Karawang.yang.Ditolak.sebagai.Pahlawan.Era.Soeharto
(diakses pada tanggal 21 Juni 2018, pukul 08:36 WIB).
https://www.pahlawanindonesia.com/biografi-pahlawan-nasional-kh-noer-alie/
https://www.eramuslim.com/berita/tahukah-anda/kh-noer-ali-penjaga-benteng-
islam-bernama-bekasi.htm
51

LAMPIRAN

Gambar Yayasan Pondok Pesantren Al-Khairaat Bekasi (Tampak depan)


52

Gambar Pesantren Yayasan Pondok Pesantren Al-Khairaat(tampak dalam)


53

Gambar Pesantren Yayasan Pondok Pesantren Al-Khairaat(tampak samping Kanan)


54

Gambar Pesantren Yayasan Pondok Pesantren Al-Khairaat(tampak samping Kiri)


55

Kegiaatan Santri Pondok Pesantren Al-Khairaat Bekasi


56

Gambar : Penulis dan Nara sumber Ustadz Amin Soleh


57

Foto Habib Ahmad bin Hasan Van‟aq

Beliu adalah pendiri pesantren Alkhairat, foto ini penulis ambil dari ruang para pengurus
pesantren sewaktu berkunjung untuk wawancara
58

Foto ini diambil dari kediaman ustadz Amin Sholeh sewaktu wawacara untuk mengambil
data terakhir dari beliu.

Anda mungkin juga menyukai