Anda di halaman 1dari 31

STUDI ISLAM DENGAN PENDEKATAN KALAM

Makalah

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Terstruktur


Mata Kuliah : Pendekatan Studi Islam
Dosen Pengampu : Dr. Hajam, M.Ag

Disusun Oleh :
Kokom Komariyah (2286050003)
Khusnul Khotimah (2286050018)

EKONOMI SYARIAH A-1


PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SYEKH NURJATI
CIREBON
2022
KATA PENGANTAR

‫بسم ا هلل ا لر حمن ا لر حيم‬

‫ا لسال م عليكم و ر حمة ا هلل و بر كا ته‬

Puji syukur marilah kita panjatkan kehadirat ilahi robbi yang mana telah memberikan
kepada kita semua nikmat iman wal islam serta nikmat sehat wal’afiat, dan karena nikmat-
Nya tersebut kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Studi Islam dengan
Pendekatan Kalam” dengan tepat pada waktunya.
Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan nabi besar
Muhammad Saw, kepada keluluarganya, sahabatnya serta tak lupa kepada kita semua selaku
umatnya sampai akhir zaman, aamiin ya robbal alamiin...

Pembuatan makalah ini disusun guna melengkapi salah satu tugas terstruktur mata
kuliah Pendekatan Studi Islam. Selain itu makalah ini dibuat berdasarkan sumber-sumber
yang patut untuk dijadikan bahan dalam pembelajaran. Dalam penyusunan makalah ini
kami menyadari betul bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak
kekurangan dan kesalahan . Oleh karena itu diharapkan agar mendapat saran dan kritik demi
perbaikan makalah ini.

Tidak lupa pula kami mengucapkan banyak terimakasih kepada :

1. Dr. Hajam, M.Ag, selaku dosen pengampu mata kuliah Pendekatan Studi Islam.
2. Orang tua yang telah mensuport perkuliahan kami.
3. Kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan makalah ini.

Semoga dengan adanya makalah ini bisa bermanfaat, khususnya bagi kami selaku
penyusun dan umumnya bagi pembaca sekalian.

‫و ا لسال م عليكم ور حمة ا هلل و بر كا ته‬

Cirebon, September 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang Masalah 1


B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan Penulisan 2
D. Metode Penulisan 2

BAB II PEMBAHASAN 3

A. Sejarah Ilmu Kalam 3


B. Pendekatan Teologis 5
C. Paradigma Kalam Moderat 11
D. Aliran Kalam Islam 13
E. Aliran Kalam di Luar Islam 15
F. Tren Pemikiran Kalam Kotemporer 22

BAB IV PENUTUP 27

A. Kesimpulan 27
B. Saran 27

DAFTAR PUSTAKA 28

iii
1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam sejarah perkembangan pemikiran Islam, Ilmu kalam lahir lebih
belakangan dibanding ilmu keislaman lainnya, seperti ilmu hadis dan ilmu fikih.
Ilmu kalam tidak lahir secara spontan, melainkan telah melalui proses dan
melintasi kurun waktu yang cukup panjang, didahului oleh munculnya berbagai
persoalan kalam secara parsial. Setiap suatu persoalan kalam muncul, pastilah
muncul pula pendapat yang berbeda bahkan salaing bertentangan, yang pada
akhirnya melahirkan aliran. Sehingga aliran kalam pun mendahului lahirnya ilmu
kalam itu sendiri.
Persoalan kalam bukan yang pertama muncul di dunia Islam sepeninggal
Rasulullah SAW, dan bukan pula sebagai hasil perenungan langsung terhadap
masalah-masalah teologis yang termuat dalam sistem akidah Islam. Bermuara
dari kemelut politik yang kemudian merambat ke masalah kalam.
Masalah kalam atau teologi muncul di dunia Islam bermula dan bermuara
dari fenomena politik. Sejak kaun khawarij menggunakan term kafir terhadap
lawan politik mereka, persoalan politik sudah berubah menjadi persoalan kalam.
Term kafir ini kemudian lebih dominan dihubungkan dengan pelaku dosa besar,
dan sejak itu satu per satu tema kalam bermunculan dan melahirkan berbagai
paham serta aliran di dunia Islam. 1
Dalam memahami agama banyak pendekatan yang dilakukan. Hal demikian
perlu dilakukan, karena pendekatan tersebut kehadiran agama secara fungsional
dapat dirasakan oleh penganutnya. Adapun yang dimaksud dengan pendekatan
disini adalah cara pandang atau paradigm yang terdapat dalam suatu bidang ilmu
yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama. Pentingnya kajian
pendekatan kalam akan dibahas dan dipahami melalui makalah in, karena disetiap
agama memiliki sikap-sikap keberagaman, yang sering kita jumpai bahwa
diantara semua agama terdapat klaim-klaim kebenaran dan keselamatan masing-
masing, yang menganggap agama yang mereka anut dan pahami adalah agama
yang benar.

1
Suryan A. Jamrah, Studi Ilmu Kalam, (Jakarta: PRENAMEDIA GROUP, 2015), hlm. 1-14
2

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah dalam


penulisan makalah ini sebagai berikut:
1. Bagaimana sejarah ilmu kalam?
2. Bagaimana pendekatan teologis?
3. Bagaimana paradigma kalam moderat?
4. Bagaimana aliran kalam Islam dan di luar Islam?
5. Bagaimana tren pemikiran kalam kontemporer?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan permasalahan yang ada maka penulisan makalah ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui dan memahami sejarah ilmu kalam.
2. Mengetahui dan memahami macam-macam pendekatan teologis.
3. Mengetahui dan memahami paradigma kalam moderat.
4. Mengetahui dan memahami aliran kalam Islam dan di luar Islam.
5. Mengetahui dan memahami tren pemikiran kalam kontemporer.

D. Metode Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini, penulis melakukan studi kepustakaan (library
Research) dengan merujuk kepada sumber-sumber berupa buku yang dianjurkan
oleh dosen pengampu mata kuliah Pendekatan Studi Islam.
3

BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Ilmu Kalam
Sejarah awal munculnya Ilmu Kalam adalah sejak wafatnya Nabi
Muhammad SAW, yang kala itu muncullah persoalan di kalangan umat Islam
mengenai siapa yang hendak menjadi pengganti Nabi (Khalifatul Rasul). Hal
tersebut kemudian diatasi dengan diangkatnya Abu Bakar As-Shiddiq sebagai
khalifah. Setelah Beliau wafat, kekhalifahan dipimpin oleh Umar bin Khattab
yang pada kala itu umat Islam tampak tegar dalam mengalami ekspansi seperti
kejazirahan dari Arabian, Palestina, Syiria, sebagian wilayah Persia, hingga
Romawi dan Mesir.
Setelah masa kekhalifahan Umar bin Khattab berakhir, maka
diangkatkan Utsman bin Affan menjadi khalifah pengganti Umar. Utsman ini
masih termasuk dalam golongan Quraisy yang kaya raya, keluarganya juga
terdiri dari orang-orang Aristokrat Makkah yang memiliki pengalaman dagang
dan pengetahuan administrasi. Pengetahuan itu dimanfaatkan dalam
memimpin administrasi di daerah-daerah yang ada di luar semenanjung
Arabiah. Namun sayangnya, pada masa tersebut justru cenderung terjadi
nepotisme sehingga terjadilah ketidakstabilan di kalangan umat Islam. Bahkan
banyak sekali penentang yang tidak setuju pada kepemimpinan Utsman,
hingga akhirnya Beliau tewas terbunuh oleh pemberontak dari Kufah, Basrah,
dan Mesir.
Setelah Utsman wafat, maka Ali Abi Thalib terpilih sebagai calon
khalifah selanjutnya. Namun, Beliau langsung mendapatkan tantangan dari
pemuka-pemuka lainnya yang juga ingin menjadi khalifah, sebut saja ada
Thalhah, Zubair, dan Aisyah. Peristiwa tersebut dikenal dengan Perang Jamal.
Kemudian, ada juga tantangan yang datang dari Muawiyah bin Abi Sufyan
yang kala itu ingin menjadi khalifah dan menuntut Ali supaya menghukum
para pembunuh-pembunuh dari Utsman. Atas adanya peristiwa-peristiwa itu
muncullah Teologi mengenai asal muasal sejarah keberadaan Ilmu Kalam. 2
Pada masa Nabi Muhammad SAW, keberadaan Ilmu Kalam ini
memang sudah ada tetapi belum dikenal dengan istilah demikian. Baru dikenal

2
https://www.gramedia.com/literasi/ilmu-kalam/ (diakses pada tanggal 20 September
2022 pukul 02.00 WIB)
4

pada masa berikutnya, tepatnya setelah ilmu-ilmu keIslaman lainnya muncul


satu persatu. Terutama ketika orang-orang telah banyak membicarakan
mengenai kepercayaan alam gaib (metafisika). Dari adanya peristiwa-
peristiwa politis dan historis yang terjadi di masa lalu itulah, menumbuhkan
faktor penyebab munculnya Ilmu Kalam, yakni:

Faktor Internal

1) Keberadaan Al-Quran selain mengajak kaum-Nya untuk mempercayai


kenabian dan hal-hal yang berhubungan dengan hal tersebut,
menyinggung pula adanya golongan-golongan dan agama-agama yang ada
di masa Nabi Muhammad SAW. Al-Quran tidak membenarkan
kepercayaan mereka dan membantahnya dengan alasan-alasan sebagai
berikut:
 Sebagai golongan yang mengingkari agama dan keberadaan Tuhan,
serta mengatakan juga bahwa merekalah yang menyebabkan
kebinasaan dan kerusakan, sebagaimana disebutkan dalam Q.S Al-
Jatsiyah ayat 24.
 Sebagai golongan-golongan syirik, sebagaimana disebutkan dalam Q.S
Al-Maidah ayat 116.
 Sebagai golongan-golongan kafir, sebagaimana disebutkan dalam Q.S
Al-Isra’ ayat 94.
 Sebagai golongan-golongan munafik, sebagaimana disebutkan dalam
Q.S Ali Imran ayat 154.
2) Adanya nas-nas yang kelihatannya saling bertentangan, sehingga
datanglah orang-orang yang mengumpulkan ayat tersebut dan mem-
filsafatnya.

Faktor Eksternal
1) Banyak di antara pemeluk-pemeluk agama Islam, yang dulunya
beragama Yahudi, Masehi, dan lainnya. Setelah mereka “tenang” dari
tekanan, mulailah mereka mengkaji kembali akidah-akidah agama
mereka dan mengembangannya ke dalam Islam.
2) Golongan Islam yang ada pada zaman dulu, terutama golongan
Mu’tazilah memusatkan perhatiannya untuk penyiaran Islam dan
5

membantah alasan bahwa mereka memusuhi Islam, dengan cara


mengetahui secara sebaik-baiknya akidah-akidah mereka.
3) Para Mutakallimin hendak mengimbangi lawan-lawannya menggunakan
filsafat, sehingga mereka mempelajari logika dan filsafat.
Ilmu Kalam disebut-sebut sebagai ilmu yang dapat berdiri sendiri pada masa
Daulah Dani Abbasiyah, terutama pada kala kepemimpinan khalifah al-
Makmun, yang dipelopori oleh dua orang tokoh Islam yakni Abu Hasan al-
Asy’ari dan al-Maturidi.

B. Pendekatan Teologis
1. Pengertian
Teologi berasal dari kata “ology” dan “theos” dan dijadikan Bahasa
Indonesia maka menjadi teologi. “ology” berakar dari kata Greek yang
kemudian menjadi “logos” berarti “percakapan”, “pengkajian” dan
“penelitian”. Tujuan yang terpenting penelitian adalah logos itu sendiri dari
pada benda-benda yang menjadi subjeknya. Sedangkan theos dalam bahasa
greek berarti “Tuhan” dan atau sesuatu yang berkenaan dengan Tuhan. Jadi
Teologi dalam bahasa greek adalah penelitian secara rasional segala sesuatu
yang berkenaan dengan ke-Tuhanan. Jadi, Teologi merupakan salah satu
cabang filsafat yang mempelajari pengetahuan tentang hakekat Tuhan serta
keberadaan-Nya.
Pendekatan teologis dalam penelitian agama yang dimaksud disini
adalah pembahasan materi tentang ekisistensi Tuhan. Tidak ada arti sederhana
dan monolitik untuk mendefinisikan kata theologi, theologi telah ada sejak
bangsa Sumeria yang mulai menjadi perkataan dalam istilah yunani yaitu
theologia dan istilah ini mengacu pada tuhan-tuhan atau tuhan, theologi bukan
merupakan hak prioritas suatu komunitas tertentu namun theologi merupakan
bagian dari pendidikan yang umum. Dalam sejarahnya theologi mengacu pada
sebuah candi yang dipersembahkan untuk dewa atau tuhan bangsa romawi
dan yunani saat itu yang kemudian dalam perkembangannya theologi dapat
disimpulkan sebagai ilmu yang selalu berkaitan dengan ketuhanan atau
transedensi baik secara mitologis, filosofis maupun dogmatis, kesimpulan
yang kedua meskipun theologi memiliki banyak nuansa, namun doktrin tetap
6

menjadi elemen yang signifikan dalam memaknainya dan kesimpulan yang


ketiga adalah theologi sesungguhnya adalah sebuah aktifitas yang muncul dari
keimanan dan penafsiran atas keimanan. 3
Pendekatan teologi merupakan pendekatan yang cenderung normatif
dan subjektif terhadap agama. Pendekatan ini umumnya dilakukan dari dan
oleh suatu penganut agama dalam upaya menyelidiki agama lain. Pendekatan
ini sering juga disebut dengan metode tekstual, atau pendekatan kitabi. Sebab
itu, metode ini seringkali menampakkan sifatnya yang apologetis dan
deduktif. Sebab misal, Thomas Aquinas, seorang filosof dan teolog besar
pada abad pertengahan, mengajarkan pada umat kristiani bahwa semua agama
di luar Kristen adalah palsu. Demikian juga martin luther, di abad XVI
mengajarkan bahwa Agama Yahudi, Islam, dan Roma Katolik adalah agama-
agama palsu.
Di dunia Islam, hal yang sama juga terjadi. Ali ibn Hazm (994-1064)
merupakan tokoh Islam pertama yang secara jelas dan panjang lebar tentang
ta’rif yang ada di dalam Bibel. Hazm berpendapat bahwa kitab suci Kristen
telah dipalsukan oleh umat Kristen sendiri dan orang-orang Yahudi. Ia
menunjukkan 78 tempat di dalam kitab perjanjian baru yang berisi ayat-ayat
yang saling bertentangan antara satu dan lainnya. Hal ini merupakan sebuah
kemustahilan dalam kitab suci yang berasal dari wahyu ilahi. 4 Contoh lain,
pada abad modern Muhammad Abduh (1848-1905) melakukan kajian serupa.
Di dalam majalah Al-Jamiah ia menyanggah sebuah artikel yang ditulis oleh
sarjana Kristen. Abduh menyatakan bahwa apa yang ditulis oleh penulis
Kristen tersebut tentang Islam adalah suatu kecerobohan karena menuduh
Islam tanpa bukti-bukti ilmiah. Selanjutnya ia justru menyatakan bahwa
ajaran Kristen yang ada sekarang lebih mengutamakan hal-hal luar biasa dan
keanehan-keanehan, kekuasaan kepada kepala agama, meninggalkan dunia,
iman kepada hal-hal yang tidak masuk akal, menentang ilmu pengetahuan,
dan sebagainya.5
Untuk memahami theologi-theologi tertentu dan dari agama tertentu,
menggunakan pendekatan theologis dalam memahami theologi agama lain
3
Harun Nasution, Teologi Islam (Ilmu Kalam), (Jakarta: UI Press, 1978), cet. I, hlm. 32.
4
Zakiah Daradjat, dkk. Perbandingan Agama (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hlm. 74-75.
5
Syarif Hidayatullah, Studi Agama Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2011),
hlm. 104
7

sangatlah sulit sekali karena kita harus berusaha untuk memahami dan
melepaskan atau menanggalkan posisi subjektifitas sebagai peneliti agar dapat
memahami objek yang diteliti dan berempati pada pandangan dunia lain
(objek penelitian) dan bisa memposisikan diri sebagai bagian dari objek
penelitian tersebut sehingga dapat memahami keimanan konseptual atau
theologi mereka. 6
2. Macam-Macam Pendekatan Teologis
Ada tiga macam pendekatan Theologis yang kami rangkum dalam makalah
ini yaitu pendekatan theologis normatif, pendekatan theologis-dialogis dan
pendekatan theologis-konvergensi, adapun penjelasan mengenai ketiga
pendekatan theologis tersebut adalah sebagai berikut:
a. Pendekatan Teologi Normatif
Pendekatan teologi normatif dalam memahami agama secara
harfiah dapat diartikan sebagai upaya memahami agama dengan
menggunakan ilmu ketuhanan yang bertolak dari suatu keyakinan dalam
wujud empirik dari suatu agama yang dianggap sebagai yang paling benar
dibandingkan dengan yang lainnya. Amin Abdullah mengatakan, bahwa
teologi sebagaimana kita ketahui tidak bisa pasti mengacu kepada agama
tertentu. Loyalitas terhadap kelompok sendiri, komitmen dan dedikasi
yang tinggi serta penggunakanaan bahasa yang bersifat subjektif, yakni
bahasa sebagai pelaku bukan sebagai pengamat adalah merupakan ciri
yang melekat pada bentuk pemikiran teologi (Nata, 1998:28). Karena sifat
dasarnya yang partikularistik, maka dengan mudah kita dapat menemukan
teologi Kristen Katolik, teologi Kristen Protestan dan lain-lain.
Jika diteliti lebih mendalam lagi, dalam intern umat beragama
tertentu pun masih dijumpai berbagai paham atau sekte keagamaan.
Menurut informasi yang diberikan The Encyclopedia of American
Religion, bahwa di Amerika Serikat saja terdapat 1200 sekte keagamaan.
Salah satu di antaranya adalah sekte Davidian yang pada bulan April 1993
pemimpin sekte tersebut bersama 80 pengikutnya fanatiknya melakukan
bunuh diri masal setelah berselisih dengan kekuasaan pemerintah Amerika
Serikat (Nata, 1998:29). Dalam Islam sendiri secara tradisional, dapat

6
KR Media pada link https://catatan-ustadz.blogspot.com/2015/09/pendekatan-
teologis.html?m=1 (diakses pada tanggal 20 September 2022 pukul 02.00 WIB)
8

dijumpai teologi Mu’tazilah, Asy’ariyah dan teologi Maturidiyah. Dan


sebelumnya terdapat pula teologi yang bernama Khawarij dan Murji’ah
(Nasution, 1978:32).
Dari pemikiran di atas, dapat diketahui bahwa pendekatan teologi
dalam pemahaman keagamaan adalah pendekatan yang menekankan pada
bentuk formal atau simbol-simbol keagamaan yang masing-masing
mengklaim dirinya sebagai yang paling benar, sedangkan yang lainnya
sebagai yang salah. Aliran teologi yang satu begitu yakin dan fanatik
bahwa pahamnya yang benar sedangkan paham lainnya salah, sehingga
memandang bahwa orang lain keliru, sesat, kafir, murtad dan lain-lain.
Demikian pula paham yang dituduh sesat dan kafir itu pun menuduh
kepada lawannya sebagai yang sesat dan kafir. Dalam keadaan demikian,
maka terjadilah proses saling mengkafirkan, saling menyalahkan, tidak
terbuka dialog atau saling menghargai, yang ada hanya ketertutupan
sehingga yang terjadi adalah pemisahan dan pengkotak-kotakan ummat,
tidak ada kerja sama dan kepedulian sosial. Model pendekatan teologi ini
menjadikan agama buta terhadap masalaha-masalah sosial dan cenderung
menjadi lambang atau identitas yang tidak memiliki arti.
Sikap eksklusif dalam memandang perbedaan dan pluralitas agama
sebagaimana tersebut di atas, tidak hanya merugikan bagi agama lain,
tetapi juga merugikan diri sendiri karena sikap semacam itu sesungguhnya
mempersempit masuknya kebenaran-kebenaran baru yang bisa membuat
hidup ini lebih lapang dan lebih kaya dengan nuansa. Kita tidak bisa
menghindari bahwa perkembangannya, sebuah agama mengalami derivasi
atau penyimpangan dalam hal doktrin dan prakteknya, tetapi arogansi
teologi yang selalu memandang agama lain sebagai agama yang sesat
sehingga harus dilakukan pertobatan dan jika tidak, berarti masuk neraka,
hal ini merupakan sikap yang janganjangan malah menjauhkan diri dari
substansi sikap keberagamaan yang serba kasih dan santun dalam
mengajak kepada jalan kebenaran (Hidayat, 1995:9). Untuk itu,
9

diperlukan paradigma baru yang lebih memungkinkan hubungan dialogis


dapat dilakukan.7

b. Pendekatan Teologi Dialogis


Pendekatan teologis–dialogis seperti yang telah dijelaskan ialah
mengkaji agama tertentu dengan mempergunakan perspektif agama lain.
Model pendekatan ini, banyak digunakan oleh orientalis dalam mengkaji
Islam.
Seorang Islamolog Barat, Hans Kung, seperti yang disinyalir oleh
M. Natsir Mahmud, dalam berbagai tulisannya dalam pengkajian Islam
menggunakan pendekatan teologis-dialogis, yakni bertolak dari perspektif
teologi Kristen. Kung menyajikan pandangan-pandangan teologi Kristen
dalam melihat eksistensi Islam, mulai dari pandangan teologis yang intern
sampai pandangan yang toleran, yang saling mengakui eksistensi agama
masing-masing agama.
Dalam melengkapi komentarnya, pertanyaan teologis yang diajukan
Kung adalah, bahwa apakah Islam merupakan jalan keselamatan?
pertanyaan ini menjadi titik tolak untuk melihat apakah Islam sebuah
agama yang menyelematkan penganutnya bila dilihat dari teologi Kristen.
Kung mengemukakan pandangan beberapa teolog Kristen, misalnya,
Origan, yang mengeluarkan pernyataan yang terkenal dengan Ekstra
Gelesiam Nulla Sulus, artinya tidak ada keselamatan di luar gereja.
Selain itu, pendekatan teologis dialogis juga digunakan oleh W.
Montgomery Watt. Hakikat dialog menurut Watt, sebagai upaya untuk
saling mengubah pandangan antar penganut agama dan saling terbuka
dalam belajar satu sama lain. Dalam hal ini Watt bermaksud
menghilangkan sikap merendahkan agama seseorang oleh penganut
agama yang lain serta menghilangkan ajaran yang bersifar apologis dari
masing-masing agama. 8

7
Muhtadin Dg. Mustafa, REORIENTASI TEOLOGI ISLAM DALAM KONTEKS PLURALISME
BERAGAMA Jurnal Hunafa Vol. 3 No. 2, Juni 2006:129-140
8
KR Media pada link https://catatan-ustadz.blogspot.com/2015/09/pendekatan-
teologis.html?m=1 (diakses pada tanggal 20 September 2022 pukul 02.00 WIB)
10

c. Pendekatan Teologi Konvergensi


Kata “konvergensi” berasal dari kata “converge” yang berarti
bertemu, berkumpul atau berjumpa. Selanjutnya kata ini menjadi
“convergence” yang berasrti tindakan bertemu, bersatu di satu tempat,
pemusatan pandangan mata ke suatu tempat yang amat dekat (Echols,
1994:145), atau menuju ke suatu titik pertemuan atau memusat
(Depdikbud, 1995:249). Dengan demikian yang dimaksud pendekatan
teologi konvergensi di sini adalah upaya untuk memahami agamadengan
melihat intisari persamaan atau titik temu dari masing-masing agama
untuk dapat diintegrasikan.
Melalui pendekatan konvergensi, kita ingin menyatukan unsur
esensial dalam agama-agama sehingga tidak tampak lagi perbedaan yang
prinsipil. Dalam kondisi demikian, agama dan penganutnya dapat
dipersatukan dalam konsep teologi universal dan umatnya dapat
dipersatukan dalam satu umat beragama.
Berkenaan dengan pendekatan teologi konvergensi ini, Wilfred
Contwell Smith menghendaki agar penganut agama-agama dapat
menyatu, bukan hanya dalam dunia praktis tetapi juga dalam pandangan
teologisnya. Sehubungan dengan hal tersebut, Smith mencoba membuat
pertanyaan di mana letak titik temu keyakinan agama-agama itu untuk
mencapai sebuah konvergensi agama. Oleh sebab itu, Smith membedakan
antara “faith” (iman) dengan “belief” (kepercayaan). Di dalam faith
agama-agama dapat disatukan, sedang dalam belief tidak dapat disatukan.
Belief seringkali normatif dan intoleran. Belief bersifat historik yang
mungkin secara konseptual berbada dari satu generasi ke generasi yang
lain (Almound, 1983:335).
Dalam belief (kepercayaan) itulah penganut agama berbedabeda
dan dari perbedaan itu akan menghasilkan konflik. Sebaliknya dalam faith
umat beragama dapat menyatu. Jadi orang bisa berbeda dalam belief tetapi
menyatu dalam faith (iman).
Sebagai contoh dalam masyarakat Islam terdapat berbagai aliran
teologis maupun aliran fikhi. Mereka mungkin menganut paham
Mu’tazilah, Asyariyah atau Maturidiyah dan mengikuti imam Syafi’i atau
Hanbal. Belief mereka berbeda yang memungkinkan sikap keagamaan
11

yang berbeda pula, tetapi mereka satu dalam faith, yaitu tetap mengakui
Allah sebagai Tuhan yang Satu dan Muhammad adalah Rasul Allah.
Dalam Belief dan respon keagamaan yang berbeda tetapi hakekat menyatu
dalam faith, yaitu mengakui adanya Tuhan sebagai Sang Pencipta.
Dari ketiga pendekatan teologi tersebut, yang paling akurat
dipergunakan menurut analisis penulis adalah pendekatan teologis
konvergensi. Penulis melihat bahwa dengan menggunakan pendekatan
konvergensi dalam melakukan penelitian terhadap agama-agama, maka
dengan sendirinya akan tercakup nilai-nilai normatif dan dialogis. 9

C. Paradigma Kalam Moderat


Secara umum paradigma dapat diartikan sebagai seperangkat kepercayaan
atau keyakinan dasar yang menentukan seseorang dalam berpikir, dan bertindak
dalam kehidupan sehari-hari10, termasuk dalam ber-teologi. Paradigma moderat
dalam hal ini semakna dengan wasathiyah. Kata ini berasal dari wasath, artinya
sesuatu yang ada di tengah. Dalam Mufradat al-Fazh al-Qur‟an, Raghib al-
Isfahani (w. 502 H) menyebutkan wasath adalah sesuatu yang memiliki dua belah
ujung yang ukurannya sebanding. Fakhruddin Al-Razi (w. 606 H) menyebutkan
ada beberapa makna yang satu sama lain saling berdekatan dan saling
melengkapi, yaitu: adil, pilihan, terbaik, dan berada di tengah-tengah dalam artian
tidak ifrâth (berlebih-lebihan hingga mengada-adakan yang baru dalam agama)
dan tafrîth (mengurang-ngurangi ajaran agama).
Dalam kajian Kalam, paradigma wasathiyah dapat dirujuk pada term Ahl
Sunnah wa al-Jam‟ah. Oleh karena itu, dalam tulisan ini akan dijelaskan apa itu
Ahl Sunnah wa al-Jama‟ah. Ditinjau dari metodologi yang dipakai, ahl sunnah
wa al-Jama‟ah, sebagaimana penjelasan Amal Fathullah, terbagi dua yaitu: Salaf
dan Kholaf. Pembagian ini bukan berdasarkan tahun, tetapi dilihat dari
metodologi yang dipakai dalam memahami teks-teks keagamaan (nash).
Perlu dipertegas bahwa istilah ahl sunnah wa al-jama‟ah di sini dijelaskan
sebagai kerangka pikir atau framework, bukan mengindikasikan satu golongan
atau kelompok tertentu. Istilah ini secara sederhana mengandung penyandaran

9
Muhtadin Dg. Mustafa, REORIENTASI TEOLOGI ISLAM DALAM KONTEKS PLURALISME
BERAGAMA Jurnal Hunafa Vol. 3 No. 2, Juni 2006:129-140
12

pada dua hal, yaitu al-Sunnah dan al-Jama‟ah. al-sunnah adalah segala yang
dinisbatkan kepada Nabi Muhammad Saw, baik berupa perkataan, perbuatan,
persetujuan, maupun sifat fisik (khalqiyah) dan non-fisik (khuluqiyah). Tercakup
juga di dalamnya sunnah khulafa‟ al-Rasyidin, didasarkan pada pernyataan Nabi:
Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Ahmad bin Basyir bin Dzakwan
Ad Dimasyqi berkata, telah menceritakan kepada kami Al Walid bin Muslim
berkata, telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Al 'Ala` berkata, telah
menceritakan kepadaku Yahya bin Abi Al Mutha' ia berkata; aku mendengar
'Irbadl bin Sariyah berkata; "Pada suatu hari Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam berdiri di tengah-tengah kami. Beliau memberi nasihat yang sangat
menyentuh, membuat hati menjadi gemetar, dan airmata berlinangan. Lalu
dikatakan; "Wahai Rasulullah, engkau telah memberikan nasihat kepada kami
satu nasihat perpisahan, maka berilah kami satu wasiyat." Beliau bersabda: "
Hendaklah kalian bertakwa kepada Allah, mendengar dan taat meski kepada
seorang budak Habasyi. Dan sepeninggalku nanti, kalian akan melihat
perselisihan yang sangat dahsyat, maka hendaklah kalian berpegang dengan
sunnahku dan sunnah para khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk. Gigitlah
sunnah itu dengan gigi geraham, dan jangan sampai kalian mengikuti perkara-
perkara yang dibuat-buat, karena sesungguhnya semua bid'ah itu adalah sesat."
(H.R. Ibn Majah) 10

Sementara al-jam’ah merujuk pada hadits ‘alaykum bi al-jam’ah wa


iyyakum wa al-furqoh, berpeganglah pada jama‘ah dan jangan berpecah belah.
Menurut ulama syara‘, al-jam’ah adalah ahl al-ilmi wa al-‘aqd, yaitu ulama yang
otoritatif pada tiap masa. Dengan demikian, yang termasuk ahlu al-sunnah wa al-
jama‟ah adalah mereka yang pemahaman dan pengamalan agamanya didasarkan
pada pemahaman dan pengamalan para Sahabat, dan kemudian sebagaimana yang
dipahami dan diamalkan oleh generasi kemudian secara berkelanjutan yang
bersandar pada mata rantai keilmuan (sanad) yang tidak terputus dan sampai pada
Nabi SAW, baik dalam pandangan dan pemahaman (madzahib) maupun metode
memahami (manahijal-Fahm wa al-Istinbat). Yang penting untuk ditekankan dalam
hal ini adalah prinsip-prinsip interaksi intelektual dan kebudayaan dalam

10
Hadits.id pada link https://www.hadits.id/l/Bk_bM1IRGYG
13

mengadopsi dan mengadapsi hal-hal baru yang ditemui terutama oleh tiga generasi
pertama.11

D. Aliran Kalam Islam

Aliran kalam-Islam yang dimaksud di sini adalah aliran-aliran dalam


Islam yang berselisih pada masalah-masalah keyakinan (al-i‟tiqod). Posisi
mereka masih digolongkan sebagai Islam, oleh karena itulah disebut al-firoq al-
Islamiyah. Ulama-ulama terdahulu, sebagaimana laporan Syaikh Ramadhan al-
Buthi (1929-2013 M), tidak pernah menghukumi mereka sebagai kafir, keluar
dari agama Islam. Perselisihan mereka berada pada wilayah haqq dan bathil,
tingkat benar dan salah yang merujuk pada perselisihan yang bersifat ijtihadiyah
pada masalah aqidah. Oleh karena itu, penilaian terhadap mereka hanya berada
pada ―keluar dari majority mainstream (al-jama‟ah) dan paradigma moderat
(i‟tidal).
Aliran kalam-Islam sebagaimana dimaksud dapat dikategorikan pada dua
kelompok. Pertama, politis (al-firoq al-siyasiyah), disebut demikian sebab faktor
utama yang menjadi pemicu munculnya aliran adalah masalah kepemimpinan
(khilafah). Apakah boleh ada dua pemimpin tertinggi (khalifah) dalam satu
periode ataukah wajib satu? Apakah pemimpin itu harus dari Quraisy? apakah
harus dari ahli bait atau keluarga Nabi? Apakah pemimpin itu harus ma‘shum?—
adalah pertanyaan-pertanyaan penting terkait kepemimpinan (khilafah). Dalam
hal ini terdapat dua aliran, yaitu: Syiah dan Khawarij. Kedua, kalam murni (al-
firoq al-i‟tiqodiyah), disebut demikian sebab fokus bahasan dalam aliran adalah
masalah-masalahkalam (umurul i‟tiqod) seperti Iman, takdir, shifat Allah,
perbuatan manusia dan lain sebagainya. Aliran ini terdiri dari aliran induk
(ra‟isah nisbiyan) dan anak-cabang (fari‟yah shagirah). Abdul Qhahir al-
Baghdadi (w. 429 H/ 1037 M) merinci seluruhnya baik induk dan anak-
cabangnya mencapai 70 aliran. Dalam hal ini, penulis hanya berfokus pada dua
aliran induk, yang dianggap paling besar memberikan pengaruh dalam sejarah
kalam-Islam, yaitu Mu‘tazilah dan Murji‘ah.

11
Ryandi, Buku Ajar Ilmu Kalam, 2020, Fakultas Ushuludin dan Studi Islam, Universitas
Islam Negeri Sumatera Utara
14

Aliran
No Teologi Doktrin Sejarah Keterangan
Islam
1 Syiah Salah satu diantara aqidah Aliran
syiah yang paling berbahaya Syiah diperkirakan Aliran Kalam-
adalah doktrin taqiyah. muncul pada akhir Politis (al-
Taqiyah dalam ajaran syiah pemerintahan firoq al-
adalah upaya berbohong Khalifah Utsman siyasiyah)
dalam rangka bin Affan (644-
menyembunyikan jati diri 656). Selain itu,
ketika dalam kondisi Syiah ada pendapat yang
minoritas. Baik untuk tujuan menyatakan bahwa
menjaga diri dari gangguan Syiah muncul
luar atau untuk ketika pecah
menimbulkan kesamaran di Perang Siffin (657)
tengah masyarakat tentag antara Ali bin Abi
hakekat syiah atau untuk Thalib dan
menyudutkan lawan syiah. Muawiyah bin Abu
Sufyan, pendiri
Dinasti Umayyah.
2 Khawarij Bahwa orang berbuat dosa Pengikut Ali r.a,
besar adalah kafir dan wajib yang memisahkan Aliran Kalam-
di bunuh. diri karena tidak Politis (al-
setuju adanya firoq al-
perdamaian antara siyasiyah)
Ali dan Muawiyah
saat perang shiffin.
3 Mu’tazilah Orang yang berbuat dosa Pendirinya adalah
besar bukan kafir tetapi Abu Huzdaifah Aliran Kalam
bukan pula mukmin. Namun Washil bin ‘Atha Murni (al-
mereka terletak di antara Al-Ghazali. Timbul firoq al-
dua posisi kafir dan pada zaman I’tiqodiyah)
mukmin. khalifah Abdul
Malik bin Marwan
dan anaknya
Hisyam Ibnu Abdul
Malik. Dinamakan
golongan
mu’tazillah karena
Washil
memisahkan diri
dari gurunya yang
bernama Al-Hasan
Al-Bishry karena
berbeda pendapat
tentang masalah
orang Islam yang
melakukan maksiat
15

dan dosa besar,


yang mati sebelum
bertaubat.
4 Murji’ah Penangguhan vonis Mula-mula muncul
hukuman atas perbuatan di Damaskus pada Aliran Kalam
seseorang sampai di akhir abad pertama Murni (al-
pengadilan Allah SWT hijriah. Golongan firoq al-
kelak. Jadi, mereka tak ini yang I’tiqodiyah)
mengkafirkan seorang menjauhkan diri
Muslim yang berdosa besar, dari golongan
sebab yang berhak Syi’ah dan
menjatuhkan hukuman golongan Khawarij.
terhadap seorang pelaku
dosa hanyalah Allah SWT.
sehingga seorang Muslim,
sekalipun berdosa besar,
dalam kelompok ini tetap
diakui sebagai Muslim dan
punya harapan untuk
bertobat.

E. Aliran Kalam di Luar Islam

Aliran kalam—di luar Islam yang dimaksud di sini adalah aliran-aliran


kalam yang dapat dihukumi sebagai kufur, keluar dari Islam. Sebab, ajaran-
ajarannya secara prinsip telah keluar dari rukun Iman dan Islam atau al-ma‟lum
min al-din bi al-darurah, sesuatu yang sudah diketahui kepastiannya dalam
agama. Ajaran-ajaran mereka sejatinya telah membentuk agama baru. Dalam hal
ini akan dibahas al-Babiyah dan al-Bahaiyah, dan Ahmadiyah. Selain keduanya,
dikaji juga sekilas tentang freemasonry. Ini penting, sebab syubhat-syubhat kalam
yang terjadi dalam dunia Islam, sedikit banyak juga dipengaruhi oleh gerakan
tersebut.

1. Al-Babiyah dan al-Bahaiyah


Al-Babiyah dan Bahaiyah adalah gerakan yang berakar dari sekte Syi‘ah
Syaikhiyah, didirikan tahun 1260 H/ 1488 M, dibawah naungan penjajah
Rusia, Zionis Yahudi, dan Inggris, bertujuan untuk mendekonstruksi aqidah
Islam dan persatuan Muslimin untuk kepentingan politik.
Gerakan ini didirikan oleh Mirza ‗Aliy Muhammd Ridha al-Syirazi (al-
Syirazi) (1230-1266 H/ 1819-1850 M). Perjalanan intelektualnya dimulai saat
berumur 6 tahun di bawah asuhan seorang elit Syi‘ah Syaikhiyah, kemudian
sempat terhenti dan fokus berdagang. Di umur 17 tahun, ia kembali belajar,
16

dan banyak mengkaji karya-karya sufi, khususnya masalah simbol, dan


membiasakan diri pada amal-amal bathiniyah. Pada tahun 1259 berangkat ke
Baghdad, dan belajar dengan salah seorang elit Syi‘ah Syaikhiyah bernama
Kadhzim al-Rasyata. Kesungguhan al-Syirazi ternyata diperhatikan oleh
seorang intelejen Rusia bernama Kinazad Groki, dan seorang Syi‘ah bernama
Isa al-Nukrani, yang mengabarkan kepada orang-orang bahwa al-Syirazi,
adalah al-Mahdi al-Muntazar, dan al-Bab, pintu yang mengantarkan manusia
kepada hakikat ketuhanan (haqiqah ilahiyah) setelah wafatnya Rasyata. Tepat
pada malam ke-lima Jumadal Ula tahun 1260 H/ 23 Maret 1844 M, setelah
wafatnya Rasyata (w. 1259 M), Syirazi menyatakan dirinya sebagai al-
Bab,Nabi sebagaimana Musa, Isa dan Muhammad, bahkan baginya, ia lebih
baik dari mereka.
Murid-murid Rasyatapun percaya, dan banyak dari kalangan awam yang
mengikuti. Pada tahun 1261, ia ditangkap dan menyatakan taubat di Masjid al-
Wakil, setelah diketahui murid-muridnya banyak membuat kerusakan,
membunuh dan mengkafirkan orang-orang Muslim di luar mereka. Pada tahun
1266 H, ia kembali lagi dan menyatakan dirinya sebagai inkarnasi Tuhan.
Tetapi setelah didebat oleh para Ulama setempat, ia menyatakan bertaubat, dan
akan kembali ke jalan yang benar. Ulama setempat telah mengetahui bahwa itu
hanyalah alibi sebagaimana sebelumnya, al-Syrazi kemudian dieksekusi mati.
Pada tahun 1817, al-Bab, digantikan oleh Mirza Husain ‗Aliy atau dikenal
dengan Bahaullah, dan didepan murid-muridnya ia mengaku dirinya adalah
penerus al-bab, utusan Tuhan, dimana Tuhan berinkarnasi padanya. Oleh
karena itu ajaran ini disebut al-Babiyah dan al-Bahaiyah, merujuk pada gelar
para petinggi awalnya.
Adapun ajaran-ajaran kalam al-Babiyah dan al-Bahaiyah adalah sebagai
berikut:
1) Meyakini bahwa al-bab atau al-Syirazi adalah pencipta, yang mencipta
segala sesuatu dengan kalimatnya, dan sebagai awal dari adanya segala
sesuatu.
2) Mengakui konsep inkarnasi (hulul), penyatuan (ittihad) dan reinkarnasi
(al-Tanasukh). Alam bagi mereka adalah kekal, dan keni‘matan ganjaran
pahala dan hukuman dosa hanya bersifat ruhaniy, dalam artian hanya
berada pada wilayah imajinasi (khayal).
17

3) Mengkultuskan angka 19, jumlah bulan adalah 19, dan dalam satu bulan
terdapat 19 hari.
4) Mengakui kenabian Budha, Konfusius, Brahma dan ahli-ahli hikmah
lainnya dari India, China dan Persia kuno.
5) Sepakat dengan keyakinan Yahudi dan Kristen bahwa Isa al-Masih
disalib.
6) Menta‘wilkan al-Qur‘an dengan ta‟wilat bathiniyah agar sesuai dengan
ajaran mereka.
7) Mengingkari mu‘jizat para Nabi, eksistensi malaikat dan Jin, surga dan
neraka.
8) Mengharamkan Hijab bagi wanita, menghalalkan mut‘ah. Harta dan
wanita adalah milik bersama, mirip dengan slogan sosialis-komunis.
9) Mena‘wilkan hari kiamat dengan munculnya imam mereka Baha‘.
Adapun kiblat mereka adalah Akka di Palestina, sebagai ganti dari
Masjidil Haram.
10) Tidak ada sholat Jama‘ah kecuali hanya pada shalat mayyit—dengan 6
takbir dengan ucapan takbir ―Allah Abha‖.
11) Berpuasa pada bulan ke-19 dari bulan bahaiy, wajib tidak makan dan
minum dari terbit fajar sampai terbenamnya matahari.
12) Mengharamkan jihad dalam konsepsi Islam, mengangkat senjata melawan
musuh hanya boleh dilakukan jika itu untuk kepentingan penjajah.
13) Mengingkari Muhammad sebagai Nabi terakhir, dan menyatakan akan
kontinuitas wahyu. Mereka telah membuat kitab yang bertentangan
dengan al-Qur‘an baik dari aspek bahasa dan susuanannya.
14) Berhaji bukan ke Makkah, tetapi Akka Palestina, tempat dimana
Bahaullah disemayamkan.
Pengikut bahaiyah mayoritas berada di Iran, sebagian dari mereka juga
ada di negeri-negeri Arab lainnya seperti Irak, Suriah, Lebanon dan Palestina,
di negara yang terakhir inilah markas mereka berada dibawah naungan Zionis
Yahudi. Mereka juga mempunyai pengikut di Mesir, namun pemerintah Mesir
membubarkan mereka dengan keputusan presiden no. 263 tahun 1960 M.
Mereka juga mempunyai beberapa cabang di Afrika: di Ethiopia, Adis Ababa,
Kampala Uganda, Lusaka Zambia, di kota terakhir ini dilangsungkan
muktamar tahunan mereka, dari 23 Mei sampi 13 Juni 1989 M. Aliran ini juga
18

mempunyai cabang di Karachi Pakistan. Di Eropa: London, Wina dan


Frankfrut terdapat cabang-cabang mereka, di Sidney Australia juga ada.
Di Amerika, tepatnya di Chichago terdapat tempat ibadah terbesar
milik mereka, di kalangan mereka dikenal dengan Musyriq al-Adzkar, dari sini
majalah Najm al-Gharb diterbitkan. Mereka juga mempunyai perkumpulan-
perkumpulan besar di kota-kota besar Amerika seperti Los Angles, Brooklyn,
New York. Di Amerika sendiri terdapat kurang lebih enam ratus organisasi
Baha`i dengan dua juta anggota. Lebih jauh, aliran ini juga berhasil
menyusupkan orang-orangnya di PBB, mereka mempunyai wakil di markas
PBB di Jenewa, mereka mempunyai orang di badan sosial dan ekonomi PBB
dan di Unicef, duta PBB untuk Afrika adalah orang mereka.

2. Ahmadiyah
Ahmadiyah adalah gerakan yang muncul tahun 1900-an sebagai strategi
penjajah Inggris di India, untuk menjauhkan ummat Islam dari agama mereka
dan melemahkan semangat jihad mereka. Sehingga tidak ada orang yang
melawan penjajahan atas nama Islam. Gerakan ini disuarakan melalui majalah
al-Adyan, ditulis dengan bahasa Inggris.
Ahmadiyah sebagai nama aliran merujuk pada pendirinya, yaitu Mirza
Ghulam Ahmad. Nama aslinya adalah Ghulam Ahmad, sedangkan ―Mirza‖
merupakan gelar istimewa yang menunjukkan tingkat sosial tertentu, yaitu
keturunan kerajaan (Islam) Moghul yang pernah berjaya di India abad 16.
Mirza Ghulam Ahmad lahir pada hari Jum‘at tanggal 13 Februari 1835 M
bertepatan dengan 14 Syawal 1250 H di sebuah rumah miliki Ghulam Murtaza
di Desa Qadian, 57 km sebelah timur kota Lahore atau 24 km jarak dari kota
Amritsar di Provinsi Punjab, India. Ghulam Ahmad banyak menulis artikel
dan buku, kurang lebih 50-an, diantaranya adalah: Izalah al-Awham, I‟jaz
Ahmadiy, Barahin Ahmadiyah, Anwar al-Islam, I‟jaz al-Masih, al-Tabligh,
dan Tajalliyat Ilahiyah.
Diantara tokoh-tokoh penting Ahmadiyah selain Ghulam Ahmad adalah:
1) Nuruddin: khalifah pertama Ahmadiyah, dan yang menyatakan pertama kali
Inggris sebagai pemimpin tertinggi. Di antara karyanya adalah: Fashl al-
Khitab. 2) Muhammad Ali dan rekannya Kamaluddin. Pemimpin ahmadiyah
di Lahore. Mereka adalah juru bicara Ahmadiyah, dan penerjemah harfiyah
19

pertama al-Qur‘an ke dalam bahasa Inggris. Diantara karya Muhammad Ali


adalah: Haqiqah al-Ikhtilaf, al-Nubuwawh fi al-Islam, dan al-Din al-Islamiy.
Adapun di antara karya-karya Kamaluddin adalah: al-Mitsal al-A‟la fi al-
Anbiya‟. 3) Muhammad Shadiq, mufti Ahmadiyah, diantara karyanya: Khatim
al-Nabiyyin. 4) Basyir Ahmad bin al-Ghulam, diantara karyanya: Sirah al-
Mahdi, Kalimah al-Fashl. 5) Mahmud Ahmad bin al-Ghulam, khalifah kedua,
diantara karyanya adalah: Anwar al-Khilafah, Tuhfah al-Muluk, Haqiqah al-
Nubuwwah. 6) terpilihnya Dzafrallah Khan al-Qadyaniy sebagai menteri luar
negeri Pakistan, memberikan pengaruh yang sangat signifikan, menjadikan
Punjab sebagai pusat Ahmadiyah.
Ajaran-ajaran kalam Ahmadiyah meliputi hal-hal sebagai berikut:
1) Ghulam Ahmad pada awalnya dikenal sebagai penda‘wah, setelah memiliki
pengikut yang banyak, ia kemudian mendaku sebagai pembaharu
(mujaddid) yang mendapat ilham dari Allah, kemudian secara berangsur-
angsur menyatakan dirinya sebagai al-Mahdi al-Muntazhar, dan al-Masih
al-Mau‘ud, bahkan diakhir ia mengaku sebagai Nabi yang derajat
kenabiannya lebih tinggi dari Nabi Muhammad Saw.
2) Meyakini bahwa Tuhan juga berpuasa, sholat, tidur, bangun, menulis, pernah
salah, dan juga berhubungan badan.

3) Meyakini bahwa Tuhan mereka adalah orang Inggris karena ia berbicara


kepada Ghulam Ahmad menggunakan bahasa Inggris.

4) Meyakini bahwa pengutusan Nabi akan terus berjalan, dalam artian Nabi
Muhammad bukanlah penutup para Nabi. Pertimbangan mengutus Nabi adalah
asas kebutuhan. Ghulam Ahmad adalah Nabi yang paling utama dari seluruh
Nabi.

5) Meyakini bahwa Jibril a.s turun menyampaikan wahyu kepada Ghulam


Ahmad, dan wahyu tersebut seperti al-Qur‘an.

6) Menyatakan bahwa tidak ada al-Qur‘an kecuali dari Ghulam sebagai al-
Masih al-Mau‟ud, tidak ada hadits kecuali di bawah pengajarannya, dan tidak
ada Nabi kecual dibawah kendalinya.

7) Meyakini bahwa kitab mereka adalah munazzal, disebut al-Kitab al-Mubin,


dan bukan al-Qur‘an.
20

8) Meyakini bahwa mereka adalah pengikut agama dan syari‘at baru, maka
pengikut Ahmadiyah yang bertemu langsung dengan Ghulam Ahmad, mereka
seperti sahabat di masa Nabi.

9) Meyakini bahwa Qadyan seperti Makkah dan Madinah, bahkan lebih mulia
dari keduanya. Qadyan adalah tanah haram, kiblat sekaligus tempat berhaji.

10) Menyerukan untuk menghilangkan konsep Jihad dalam Islam, dan mentaati
secara absolut penjajah Inggris di India sebagai kekuasaan yang sah.

11) Orang-orang di luar Ahmadiyah disebut Kafir, maka tidak boleh seorang
Ahmadiyah menikahi orang di luar Ahmadiyah.

12) Menghalalkan khomar, opium, ganja dan zat-zat adiktif lainnya.


Mayoritas Ahmadiyah tinggal di India dan Pakistan, sebahagian di Israil,
dan dunia Arab. Penyebaran Ahmadiyah saat ini banyak dilakukan di daerah
Afrika, dan negara-negara Barat. Tercatat di Afrika terdapat 5000 misionaris
Ahmadiyah yang diutus di sana. Aliran ini di bawah naungan pemerintah Inggris.
Banyak cara yang dilakukan oleh Ahmadiyah, termasuk melalui pendekatan
akademis melalui akademisi, insinyur dan dokter. Terdapat juga salurah TV
Ahmadiyah di Inggris.

3. Freemasonry
Freemasonry adalah gerakan Yahudi internasional, sekaligus merupakan
gerakan rahasia paling besar dan berpengaruh di seluruh dunia. Secara
etimologi freemasonry terdiri dari free, mason, dan ry. Free berarti bebas,
tidak terikat oleh apapun; Mason, berarti pekerjaan pada umumnya, dan juga
pekerjaan membangun rumah batu; Ry, menunjukkan jabatan atau pekerjaan.
Maka secara literal, freemasonry itu adalah perkumpulan para pembangun
yang bebas, dengan pengertian bahwa mereka tidak terikat oleh ikatan apapun.
Secara historis, gerakan freemasonry pertama kali didirikan oleh Raja
Herodus Agripa (w. 44 M) raja Romawi dengan bantuan petinggi-petinggi dari
bangsa Yahudi. Pada awal pendiriannya, gerakan ini telah melakukan makar,
intelejensi, dan teror, oleh karena itu mereka membuat kode, simbol atau
rumus-rumus untuk menjaga kerahasiaan di antara mereka, dan memberikan
teror kepada yang lain. Pada periode kedua, gerakan freemason mendirikan
21

Grand Lodge of Englad, di Inggris, tepatnya di tahun 1717. Hingga abad 20-
an, Freemasonry telah banyak mempengaruhi kehidupan sosial, politik,
ekonomi, budaya bahkan cara beragama masyarakat dunia.
Menurut laporan Z.A. Maulani, tujuan freemasonry adalah membangun
―satu pemerintahan dunia‖ (E Pluribus Unum), dan ―Tata Dunia Baru‖
(Novus Ordo Seclorum). Amerika Serikat adalah corong utama dalam
mencapai tujuan tersebut melalui satu sistem moneter yang berada di dalam
kendali mereka. Adapun diantara ajaran kalam Freemasonry adalah: 1)
Mengingkari eksistensi Allah, para rasul, kitab-kitabNya, dan hal-hal yang
metafisis (al-ghaybiyat); 2) Membolehkan sex bebas, homo maupun hetero.
Adapun agenda freemason untuk mewujudkan sebuah tatanan dunia baru:
1. Penghancuran identitas nasional. Globalisasi yang diwacanakan oleh Barat
dewasa ini sejatinya diarahkan pada fragmentasi bangsa-bangsa (the end of
nation states) melalui perekayasaan berbagai konflik berdasarkan identitas
etnik, agama, budaya, dan kedaerahan, yang akan memecah belah negara-
negara nasional yang ada.

2. Technotronic, yaitu kontrol pemikiran dengan cara pengusaan public


opinion melalui media-massa. Penelitian-penelitan ilmiah akan ditekan untuk
kepentingan mereka.

3. Pembentukan kultus baru bagi anak muda, melalui grup musik rock dan lain
sebagainya.

4. Menekan penyebaran agama, khususnya Islam. Maka diciptkan iklim yang


akan mendorong perang terhadap negara-negara Islam yang mendukung
gerakan fundamentalisme Islam, seraya melakukan sekularisasi melalui
intelektual mereka yang dididik di Barat. Di Indonesia kelompok ini menyebut
dirinya sebagai Islam Liberal.

5. Mengekspor gagasan teologi pembebasan, yaitu upaya berteologi secara


kontekstual, dengan pendekatan hermeneutik.

6. Penguasaan ekonomi-politik dunia, dengan cara mengambli alih kontrol


kebijakan luar-negeri. Hal itu telah berhasil mereka lakukan melalui peran the
Council for Foreign Relations (CFR) yang berkedudukan di Washington, DC,
dengan corong mereka majalah The Foreign Affairs. Freemason memberikan
22

dukungan penuh kepada lembaga supranasional seperti PBB, IMF, World


Bank, the Bank of International Settlements, Mahkamah Dunia, dan sejauh
mungkin membuat lembaga lokal tidak lagi berfungsi efektif, dengan cara
berangsur-angsur melangkahi mereka, atau membawa persoalan mereka ke
PBB. Gerakan Freemason merasa perlu menginfiltrasi semua pemerintahan
yang ada di dunia, dan dari dalam bekerja untuk menghancurkan integritas
kedaulatan negara yang bersangkutan.

F. Tren Pemikiran Kalam Kotemporer

Tren pemikiran-kalam kontemporer di sini merujuk pada aliran pemikiran


yang berkembang dewasa ini. Disebut pemikiran-kalam, karena cara pandang
keduanya juga menyentuh wilayah agama, dan metafisik. Materialisme dipilih
dalam bahasan ini karena basis dari lahirnya pemikiran sosialis-komunis Marx,
yang pernah masuk dalam percaturan politik Indonesia. Sementara sekularisme,
merupakan gerakan yang berdampak pada pola keberagamaan yang liberal.
Keduanya merupakan ideologi trans-nasional, dan saat ini telah menjadi tren
pemikiran beberapa elit intelektual di Indonesia. Untuk itu, penting diketahui
bagaimana sebenarnya kedua aliran tersebut, dari segi kemunculannya dan
pokok-pokok fikirannya. Penolakan keduanya terhadap agama dan hal-hal yang
bersifat metafisis, menjadikan keduanya dalam perspektif kalam-Islam, sebagai
ideologi yang menyimpang dan dokonstruktif jika dipakai sebagai kerangka fikir
dalam beragama.

1. Materialisme
Materialism, sebagaimana diungkap oleh George J. Stack, adalah:
Arti bebasnya: cara pandang yang menyatakan bahwa seluruh entitas dan
proses terdiri dari—atau dapat direduksi—menjadi materi, kekuatan materi
atau proses yang bersifat fisik. Setiap peristiwa dan fakta pada dasarnya
berasal dari materi, atau gerakan material yang dinamis. Secara umum, hakikat
dari materialisme itu adalah menolak realitas spiritual, kesadaran, fikiran, atau
kejiwaan sebagai sesuatu yang secara ontologis terpisah dari perubahan atau
proses yang bersifat materi. Oleh karena penolakannya terhadap realitas
spiritual, materialisme sejalan dengan ateisme atau agnostisisme (pandangan
bahwa Tuhan dan hal-hal spiritual tidak dapat diketahui).
23

Dalam sejarah pemikiran, materialisme dapat dilacak pada Ancient


Greek Atomism, yang diurai secara teoretis dan sistematis oleh Democritos
(abad ke-4 SM). Baginya, yang benar-benar ada hanyalah materi. Materi
terdiri dari unsur-unsur kecil dan terpisah yang tidak dapat diurai
‗uncuttable‘, inilah yang disebut atom. Unsur-unsur tersebut bergerak pada
ruang kosong atau disebut ‗void‘. Atom-atom hanya berbeda pada bentuk
dan isinya, dan seluruh perubahan materi terjadi akibat pergerakan atom.
Atom adalah entitas paling dasar yang tidak dapat hancur. Dengan
pemahaman yang demikian, Democritos menyatakan bahwa sesuatu disebut
atau disepakati sebagai panas, dingin, manis, pahit atau berwarna, disebabkan
oleh pergeseran atom.
Ancient Greek Atomism sebagaimana dijelaskan, kemudian dijadikan
sebagai landasan dalam pengembangan sains modern di Barat (abad 17-akhir
19), disebut Newtonian-Cartesian. Ini adalah paradigma sains (scientific
paradigm) yang melihat alam sebagai mesin yang besar. Dalam perspektif
ini, ilmu, kehidupan, kesadaran, manusia, dan intelektual dipandang sebagai
hasil yang bersifat aksidental dari kesatuan materi. Lebih jauh lagi, manusia
secara esensial dipandang tidak lebih sebagai objek material—tidak lebih
dari hewan yang tinggi tingkatannya, atau sebagai mesin yang berfikir secara
logis. Lingkup manusia hanyalah sebatas permukaan kulit yang terlihat, dan
kesadaran dilihat hanya sebagai hasil dari proses berfikir organ yang disebut
otak. ....Berpijak pada model yang materialistik ini, kesadaran manusia,
intelektual, etika, seni, agama dan ilmu itu sendiri dilihat sebagai hasil proses
yang bersifat materi yang terjadi di dalam otak.
2. Sekularisme

Istilah sekularisme berasal dari sekular dalam bahasa latin saeculum,


memiliki dua konotasi makna yaitu waktu (time) dan tempat (location). Waktu
merujuk pada saat ini, sekarang; sementara tempat merujuk pada dunia atau
keduniawaan. Sekularisme secara sederhana dapat diartikan sebagai ideologi
yang membebaskan nalar dan bahasa manusia dari kontrol agama dan
metafisika (...the deliverance of man first from religious and then from
metaphysical control over his reason and his language). Ini artinya cara
24

pandang manusia terhadap realitas dilepaskan dari hal yang bersifat relijius
dan metafisis.
Secara historis, ideologi sekuler lahir dari tradisi Barat-Kristen, bahkan
Leewuen sebagaimana dikutip oleh Adian, menuliskan bahwa sekuler adalah
hadiah Kristen kepada dunia (christianity‟s gift to the world). Setidaknya ada
tiga faktor munculnya sekularisme:
1) Trauma sejarah Kristen
Abad pertengahan (medieval age) yang sering disebut sebagai abad
kegelapan (dark age) merujuk pada dominasi Kristen katolik terhadap
masyarakat Barat baik dalam pemerintahan dan politik. Zaman ini dimulai
ketika imperium Romawi Barat runtuh tahun 476 M dan berakhir pada
akhir abad 15, yang kemudian digantikan Gereja Kristen sebagai institusi
dominan dalam masyarakat Kristen. Gereja Kristen pada saat itu
mengklaim bahwa dirinya sebagai wakil Tuhan yang sah dalam mengatur
kehidupan masyarakat baik dari aspek ekonomi, politik dan lain
sebagainya. Sistem pemerintahan ini lazim disebut teokrasi.
Dalam mempertahankan hegemoninya, Gereja membentuk institusi
INQUISISI, dengan membuat ruang-ruang penyiksaan kepada orang-orang
yang melawan kekuasaan Gereja atau heresy. Masyarakat Kristen harus
dipaksa mengkonsepsikan pastur gereja sebagai infallible (tidak pernah
salah). Kekuasaan yang absolut tersebut, telah melahirkan banyak
penyimpangan dan penyelewengan, yang pada akhirnya menimbulkan
pemberontakan intelektual yang menghasilkan persepsi kolektif bahwa
perlu pemisahan politik Negara dengan agama atau lazim disebut
sekularisasi.
2) Problem Teks Bibel
Hal ini terkait dengan otentisitas bibel dan penafsiran yang
terkandung di dalamnya. Terkait otentisitas, semisal dalam Hebrew Bibel
atau perjanjian lama, Richard Elliot Friedman, sebagaimana dikutip oleh
Adian, menulis: it is a strange fact that we have never known with
certainty who produced the that has played a central role in our
civilization. Keraguan ini dilihat dari sistem perujukan yang tidak jelas,
seperti dalam dugaan bahwa The Book of Torah atau The Five Book of
25

Moses, ditulis oleh Moses; Book of Lamentation yang ditulis oleh Nabi
Jeremiah; dan separuh Mazmur yang ditulis oleh King David.
Begitu juga dalam perjanjian baru, Bruce A Metzger, sebagaimana
dikutip oleh Adian, menjelaskan bahwa ada dua problem yang selalu
dihadapi oleh penafsir bibel: 1) tidak adanya dokumen bibel yang original,
dan 2) bahan-bahan yang ada pun sekarang ini bermacam-macam, berbeda
antara satu dengan yang lain. Dalam penelitiannya, Metzger menemukan
sekitar 5000 manuskrip teks bibel bahasa Yunani (Greek), yang
diasumsikan sebagai bahasa asal perjanjian baru.
3) Problem teologi Kristen
Teologi Kristen memandang Tuhan yang Tunggal sebagai
Tritunggal/ Trinitas (The Holy Trinity), artinya adalah Allah Bapa, Putra
(Yesus), dan Roh Kudus. Dalam sejarah, konsep teologi ini tidaklah
disusun pada masa Yesus, tetapi ratusan tahun setelahnya, yaitu pada
Konsili Nicea pada tahun 325 M yang diadakan oleh Kaisar Constantine
(penganut paganisme-menyembah Dewa matahari). Sehingga keputusan
dalam konsili diduga mirip pagan.71 Peresmian doktrin berdampak pada
keputusan bahwa pandangan diluar ketetapan konsili dianggap sesat.
Padahal tidak ada Kitab Suci yang dikutip untuk mendukung keputusan
mereka di Nicea. Dalam kondisi yang demikian, akal dan filsafat pada
abad pertengahan tidaklah boleh digunakan untuk mengkritisi doktrin-
doktrin kepercayaan Kristen, tetapi digunakan untuk mengklarifikasi,
menjelaskan dan menunjangnya.
Selain doktrin tersebut, ajaran-ajaran Kristen juga memuat hal-hal
yang bertentangan dengan pekembangan ilmu pengetahuan. Ini dapat
dilihat dari benturan para ilmuwan seperti Galileo Gelilei (1546-1642),
Nicolaus Copernicus (1473-1543) dan Giordano Bruno—dengan
penguasa Gereja, yang pada akhirnya mengantarkan mereka pada
hukuman mati oleh pihak Gereja.
Ketiga problem di atas menjadi anomali yang menimbulkan krisis
kepercayaan terhadap dominasi agama (Kristen Katolik), yang pada
akhirnya menghasilkan ideologi sekuler.
26

Adapun pokok-pokok an dari sekularisme adalah:


1) Disenchanment of nature, yaitu mengosongkan alam dari
penyandaran agama dan metafisika. Artinya, agama tidak lagi dijadikan
cara pandang (worldview) dalam mengelola alam, atau memanfaatkan
sumber daya alam. Ini berdampak pada kebebasan dalam
mengeksploitasi alam, sesuai kebutuhan dan rencana manusia, demi
kemajuan dan perubahan sejarah kepada fase yang disebut oleh August
Comte (1798-1857) sebagai tahap positif, dimana pengetahuan manusia
didasarkan oleh fakta-fakta saintifik, tidak lagi kalam ataupun metafisis.
Dalam hal ini, alam hanyalah realitas materil, non-metafisis.

2) Desacralization of politics, yaitu menghilangkan sakralitas politik.


Artinya, agama tidak perlu mencampuri urusan politik, kekuasaan
pemerintahan, karena hadirnya agama dalam politik hanya akan
menghambat perubahan, dan cenderung represif. Maka, seorang yang
berfikir sekuler akan menolak penerapan hukum-hukum agama, atau
dalam konteks Islam ―syari‘at‖ dalam kehidupan politik dan bernegara.

3) Deconsecration of values, yaitu pemberian makna sementara dan


relatif terhadap sistem nilai, termasuk agama. Dalam hal ini, kebenaran
bersifat relatif, artinya tidak ada kebenaran absolut. Lebih jauh, agama
bagi sekularis adalah fenomena sosial dan budaya (cultural and
social phenomenon), artinya ia lahir dari manusia, maka nilai-nilai yang
diwujudkan bersifat relatif. 12

12
ibid
27

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Teologi dapat disimpulkan sebagai ilmu yang selalu berkaitan dengan ketuhanan
atau transedensi baik secara mitologis, filosofis maupun dogmatis, selain itu teologi
juga memiliki banyak nuansa, namun doktrin tetap menjadi elemen yang signifikan
dalam memaknainya dan teologi sesungguhnya adalah sebuah aktifitas yang muncul
dari keimanan dan penafsiran atas keimanan. Jadi pendekatan teologis adalah sebuah
pisau analisis untuk memahami konsep ketuhanan dalam agama tertentu yang
hendak dijadikan sebagai objek penelitian, menggunakan pendekan teologis ini
sangatlah susah karena untuk memahami konsep theologi agama lain seorang
peneliti diharapkan mampu untuk melepaskan pendapatnya yang subjektif agar
dapat memehami betul konsep teologi objek penelitiannya.
2. Ada tiga macam pendekatan teologis yaitu pendekatan theologis normatif,
pendekatan teologis dialogis dan pendekatan teologis konvergensi yang telah
dijelaskan di atas.
3. Sejarah perkembangan ilmu teologi ini, meliputi tiga unsur pokok : Tuhan, manusia,
dan alam. Dalam Islam teologi sering disebut sebagai ilmu kalam yang
kemunculannya berkembang atas faktor-faktor internal dan eksternal.
4. Saat kita mengkaji pemahaman, doktrin atau ajaran yang mereka anut maka ini
disebut dalam perspektif normatif. Sedangkan saat kita mengkaji kenapa
pemahaman ini muncul, apa yang melandasinya, kapan dan dimana maka ini disebut
dalam perspektif historis.

B. Saran

Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh
dari sempurna. Banyak terdapat kekurangan untuk itu mohon kiranya para pembaca
sekalian dapat memberikan kritik dan saran yang membangun guna perbaikan di masa
yang akan datang.
28

DAFTAR PUSTAKA

Jamrah, Suryan A.Studi Ilmu Kalam, (Jaka rta: PRENAMEDIA GROUP, 2015)

Nasution, Harun, Teologi Islam (Ilmu Kalam), (Jakarta: UI Press, 1978)

Daradjat, Zakiah, dkk. Perbandingan Agama (Jakarta: Bumi Aksara, 1996)

Hidayatullah, Syarif, Studi Agama Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2011)

Mustafa, Muhtadin Dg, REORIENTASI TEOLOGI ISLAM DALAM KONTEKS


PLURALISME BERAGAMA Jurnal Hunafa Vol. 3 No. 2, Juni 2006

KR Media pada link https://catatan-ustadz.blogspot.com/2015/09/pendekatan-


teologis.html?m=1 (diakses pada tanggal 20 September 2022 pukul 02.00 WIB)

https://www.gramedia.com/literasi/ilmu-kalam/ (diakses pada tanggal 20 September 2022


pukul 02.00 WIB)

Hadits.id pada link https://www.hadits.id/l/Bk_bM1IRGYG

Anda mungkin juga menyukai