Anda di halaman 1dari 15

ANALISA KAJIAN FILOLOGI DAN KODIKOLOGI MANUSKRIP AL QUR’AN

MUHAMMAD IRSAD KOLEKSI MUSEUM SONOBUDOYO YOGYAKARTA

Aida Mushbirotuz Zahro


IAT UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
19105030040@student.uin-suka.ac.id

Riska Rizqiani
IAT UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
19105030050@student.uin-suka.ac.id

Khoirul Anwar
IAT UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
19105030120@student.uin-suka.ac.id

Raden Gusti Mahesa Nurhakim Hartono


IAT UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
19105030116@student.uin-suka.ac.id

Pradika Yoga Pratama


IAT UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
19105031006@student.uin-suka.ac.id

Abstrak

Artikel ini membahas mengenai Kajian Filologi dan Kodikologi terhadap manuskrip Al-
Qur’an Muhammad Irsad koleksi museum Sonobudoyo sebagai objek kajiannya. Kajian filologi
sendiri merupakan ilmu yang mengkaji tentang perkembangan budaya suatu daerah, yang
didalamnya mencakup aspek seni, bahasa, sastra, dan lain-lain, melalui hasil budaya kuno, yang
selanjutnya ditelaah, diteliti, dipahami dan kemudian ditafsirkan. Adapun kodikologi adalah ilmu
mengenai naskah-naskah dan fokus penelitianya adalah sejarah naskah, sejarah koleksi naskah,
tempat penyalinan dan penulisan naskah (scriptorium), tempat penyimpanan naskah, penyusunan
katalog, penggunaan naskah, dll. Seringkali naskah sebagai objek kajian filologi maupun
kodikologi disamakan dengan teks. Dalam ilmu filologi perlu pembeda diantara keduanya.
naskah (manuskrip) adalah benda yang berwujud buku, tumpukan kertas atau bahan lain yang
dijadikan satu. Sedangkan teks adalah tulisan yang ada dalam naskah. Melalui telaah
kepustakaan, tulisan ini fokus terhadap analisa fisik naskah (manuskrip) Al Qur’an dan
mengupas konstruksi karakteristik melalui media data yang menggunakan kajian filologi untuk
proses pembedahan naskah. Terdapat beberapa karakteristik yang menjadi ciri khas manuskrip
tersebut, diantaranya iluminasinya sederhana dan beberapa catatan keterangan Al-Qur’an
berbahasa Jawa yang ditulis menggunakan Arab pegon. Penggunaan tanda waqaf, syakl, tanda
tajwid, dan symbol-simbol juga tergolong sangat sederhana menunjukkan bahwa masa itu belum
banyak penyalinan mushfaf Al-Qur’an di Indonesia.

Kata Kunci: Filologi; Kodikologi; dan Manuskrip Al Qur’an

Pendahuluan

Al-Quran adalah kitab suci umat Islam sekaligus menjadi pedoman hidup. Al-Quran
menjadi sumber utama ajaran Islam karena didalamnya banyak dimuat syariat serta aturan-aturan
dari Allah swt. Al-Quran juga menjadi simbol Agama Islam yang mana ini merupakan fakta
sosial sehingga keberadaannya sangat sakral dan sudah menjadi keniscayaan bagi seorang
muslim untuk memiliki salinannya. Tidak hanya itu, al-Quran juga dipelajari, dibaca, dihafalkan
hingga muncul tradisi penyalinan untuk menjaga eksistensinya.1 Tradisi menghafal, membaca
menafsirkan serta menyalin al-Quran perlahan menjadi budaya masyarakat Indonesia pada masa
awal masuknya Islam. Namun berbeda dengan tradisi membaca dan menghafal, tradisi menulis
dan menyalin hanya dilakukan oleh kalangan tertentu yang memiliki kapasitas keilmuan bahasa
Arab dan kaidahnya seperti para ulama, ustadz dan cendikiawan muslim. Sejak itulah tradisi tulis
menulis serta penyalinan al-Quran berkembang.2

Museum Sonobudoyo merupakan salah satu museum terbesar di Yogyakarta. Museum ini
dibawahi langsung oleh Dinas Kebudayaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta serta memiliki
fungsi dalam mengelola koleksi benda bersejarah yang memiliki nilai tradisi dan kultur budaya
serta keilmuan di masa lampau. Selain itu, museum ini memiliki tugas berupa merawat, meneliti,
mengedukasi, melayani kegiatan pustaka kebudayaan, dan menyajikan benda-benda koleksi
1
Karel A. Steenbrink, Pesantren Madrasah Sekolah, Pendidikan Islam Dalam Kurun Modern (Jakarta: LP3ES, 1991).
2
Ali Akbar, “Oman Fathurahman Dkk., Filologi Dan Islam Indonesia,“ Dalam Khazanah Mushaf Kuno Nusantara
(Jakarta: Puslitbang Lektur Keagamaan Balitbang Kemenag RI, 2010).
kepada umum untuk tujuan edukasi kultural khususnya mengenai kultur dan budaya Yogyakarta.
Museum ini memiliki barang koleksi yang menggambarkan kultur budaya dan peradaban
manusia dari zaman batu kuno (pra aksara) hingga zaman hindu buda serta munculnya Islam di
tanah Jawa. Peradaban Islam digambarkan dengan adanya temuan manuskrip teks kesusatraan
Islam dan juga mushaf al-Quran, prasasti, serta corak dalam penokohan wayang. Museum ini
memiliki beberapa koleksi manuskrip al-Quran yang kurang lebih berjumlah enam buah
diantaranya adalah mushaf al-Quran Muhammad Irsad yang menjadi fokus kajian kami dalam
penelitian ini.

Kajian terhadap manuskrip al-Quran sangatlah penting untuk diperhatikan, karena dengan
mengkaji manuskrip kita dapat mendapatkan informasi secara utuh mengenai keadaan sosial
budaya dan kegamaan suatu masyarakat pada masa lampau dalam periode tertentu.3 Dalam
kajian ini kami mencoba untuk sedikit menguak salah satu manuskrip al-Quran koleksi museum
Sonobudoyo yaitu mushaf al-Quran Muhammad Irsad. Dalam kajian ini kami menggunakan
beberapa perangkat keilmuan yaitu filologi dan juga kodikologi. Kajian filologi sendiri
merupakan ilmu yang mengkaji tentang perkembangan budaya suatu daerah, yang didalamnya
mencakup aspek seni, bahasa, sastra, dan lain-lain, melalui hasil budaya kuno, yang selanjutnya
ditelaah, diteliti, dipahami dan kemudian ditafsirkan.4 Adapun kodikologi adalah ilmu mengenai
naskah-naskah dan fokus penelitianya adalah sejarah naskah, sejarah koleksi naskah, tempat
penyalinan dan penulisan naskah (scriptorium), tempat penyimpanan naskah, penyusunan
katalog, penggunaan naskah, dll.5 Kajian terhadap manuskrip Muhammad Irsad ini lebih
mengarah pada kajian terhadap ciri fisik dan karakteristiknya. Namun kami tidak hanya sekedar
mengkaji manuskrip al-Quran Muhammad Irsad dari segi fisik dengan keilmuan Kodikologi,
namun juga mengkaji karakteristik serta kecenderungannya dari segi rasm, tanda tajwid, simbol-
simbol, koreksi bacaan, susunan dan tambahan-tambahan lainnya yang diharapkan dapat
meyumbangkan pustaka untuk penelitian lebih lanjut lagi terhadap manuskrip al-Quran
khususnya untuk manuskrip al-Quran di Yogyakarta yaitu koleksi museum Sonobudoyo.

3
Siti Baroroh Baried, Pengantar Filologi (Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1985).
4
A Rokhmansyah, TEORI FILOLOGI (EDISI REVISI) (Fakultas Ilmu Budaya Universitas Mulawarman, 2018),
https://books.google.co.id/books?id=_tBmDwAAQBAJ.
5
M H Dra. Nurhayati Harahap, Filologi Nusantara: Pengantar Ke Arah Penelitian Filologi (Prenada Media, 2021),
https://books.google.co.id/books?id=sMI0EAAAQBAJ.
Manuskrip Al-Quran Muhammad Irsad Koleksi Museum Sonobudoyo sebagai Al-Quran
Pojok atau Mushaf Hafalan

Al-Quran adalah kitab suci sekaligus menjadi kitab pedoman umat muslim diseluruh
dunia. Tidak hanya itu, al-Quran juga merupakan simbol agama Islam yang memiliki nilai
religius dan disakralkan. Keberadaannya selalu dijaga baik dengan cara disalin menggunakan
tulisan dan cetak, juga dijaga secara lisan dengan cara dihafalkan lafafznya beserta tata letak,
ayat, surah, halaman yang mengacu pada mushaf al-Quran itu sendiri. Para ulama al-Quran dan
khuffadz memiliki peran penting dalam menjaga kelestarian dan kemurnian al-Quran. Berkat
mereka pula umat Islam masih bisa membaca, mentadaburi, menikmati indahnya lafadz wahyu-
wahyu Allah itu. Sejarah awal penulisan al-Quran dimulai dengan cara tradisional yaitu dengan
cara tulis tangan manual tanpa bantuan mesin ncetak modern.6 Tentunya penulisan al-Quran
sudah mulai sejak awal masuknya Islam di Nusantara yaitu pada sekitar abad 13 Masehi sejak
awal berdirinya kerajaan corak Islam di pesisir Samudra Pasai, Aceh, Demak dan Sumatera.
Penulisan itu banyak terjadi di berbagai daerah di Nusantara diantaranya adalah Aceh, Demak,
Yogyakarta, Cirebon, Banten, Banjarnegara, Surakarta, Madura, Lombok serta daerah lainnya.
Penulisan manual ini menghasilkan manuskrip-manuskrip al-Quran yang hingga sekarang
menjadi koleksi dan khazanah sejarah sekaligus keilmuan yang layak untuk dikaji. Proses
penulisan tangan ini setidaknya berlangsung hingga awal abad 19 Masehi. Sedangkan p ada abad
20 mulai terjadi penurunan dikarenakan pada masa ini merupakan masa transisi dari penulisan
manual menuju penulisan modern menggunakan mesin cetak.7

Mengenai penulisan mushaf di Indonesia terus mengalami perkembangan mulai dari segi
tanda baca, jumlah baris, rasm dan sebagainya.8 Menanggapi hal ini maka para ulama bersepakat
untuk menetapkan mushaf standar sebagai acuan sehingga tidak terjadi penyelewengan dan agar
terjaganya orisinalitas al-Quran.9 Dalam MUSKER (musyawarah kerja) ulama al-Quran
Indonesia setidaknya dari tahun 1974 hingga 1984 telah disepakati sekurang-kurangnya tiga jenis
6
Arizki Widianingrum, MusHaf Hafalan Di Indonesia (Jakarta, 2017).
7
Ibid.
8
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, Perkembangan Mushaf
Terjemah Dan Tafsir Al Qur’an Di Indonesia, n.d.
9
Muhammad Shihib dkk, Profil Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an Dan Badan Litbang Dan Diklat Kementrian
Agama RI (Jakarta, 2013).
al-Quran dari segi penulisannya yang dibakukan yaitu diantaranya adalah mushaf Utsmani,
mushaf Bahriyah dan mushaf Braille.10

Yang menjadi fokus kami adalah mushaf jenis Bahriyah atau dikenal juga dengan mushaf
hafalan atau al-Quran pojok karena manuskrip al-Quran Muhammad Irsad yang kami kaji adalah
termasuk jenis Bahriyah atau mushaf hafalan. Nama Bahriyah ini sendiri mengacu pada nama
percetakan milik angkatan laut Turki Utsmani yaitu matba’ah Bahriyah sehingga Al-Quran
hasil cetakannya dikenal sebagai mushaf Bahriyah.11 Mushaf Bahriyah popular di Indonesia
dikarenakan mushaf ini unik dan berbeda
dengan mushaf pada umumnya. Keunikan
dalam mushaf ini adalah pada setiap pojok
halaman disertakan lafadz awal ayat dari
halaman setelahnya sehingga mushaf ini juga
dikenal sebagai al-Quran pojok. Jika ditinjau
dari segi fungsinya, mushaf ini tentunya
ditujukan untuk mempermudah para khuffadz
dalam menghafalkan al-Quran. Pojok halaman
yang dibubuhkan lafadz awal ayat itu sangat
membantu seseorang dalam menerka ayat selanjutnya. Mushaf Bahriyah yang menjadi acuan
penulisan mushaf hafalan di Indonesia. Ditetapkannya mushaf Bahriyah sebagai mushaf standar
tidak lepas dari peran KH.Damanhuri yang mengusulkannya dalam forum musyawarah kerja
ulama al-Quran pada tahun 1974.

10
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an Gedung Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal, Sejarah Penulisan Mushaf Al-
Qur’an Standar Indonesia, n.d.
11
Ali Akbar, “Khazanah Mushaf al-Qur’an Nusantara” diakses pada 12 April 2012,
dari quran-nusantara.blogspot.com>2012/04.
*Potret halaman manuskrip Muhammad Irsad koleksi museum Sonobudoyo Yogyakarta
tahun penyalinan 1885-1895 M(kiri) dan mushaf Bahriyah cetakan Matba’ah Bahriyah
Turki tahun 1974 M (kanan) yang sama-sama menggunakan sistem penulisan ayat pojok
sebagai mushaf hafalan.

Penerbit Menara Kudus ternyata mengadopsi sistem penulisan al-Quran Bahriyah Turki
untuk mempermudah para santrinya dalam menghafalkan al-Quran. Cetakan pertama al-Quran
pojok milik Menara kudus yaitu pada tahun 1974.12 Menurut keterangan yang kami dapatkan
bahwa mushaf Bahriyah Turki yang menjadi inspirasi dan acuan mushaf hafalan di Indonesia
merupakan cetakan tahun 1974 Masehi di Turki. Sedangkan manuskrip al-Quran Muhammad
Irsad yang kami temukan koleksi museum Sonobudoyo telah ditulis jauh sebelum mushaf
Bahriyah ini dicetak. Mushaf Muhammad Irsad koleski museum Sonobudoyo Yogyakarta yang
kami temukan diperkirakan ditulis pada tahun 1885 – 1895 karena kertas yang digunakan pada
mushaf terdapat cap-air tahun produksi 1884 Masehi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
keberadaan mushaf Muhammad Irsad sebagai al-Quran pojok atau mushaf hafalan jauh lebih
dahulu ada sebelum mushaf Bahriyah Turki. Namun, kendati demikian nama mushaf Bahriyah
tetap dijadikan sebagai istilah untuk menamai mushaf hafalan atau mushaf pojok di Indonesia.
Mungkin ini terjadi karena kurang tereksposnya manuskrip Muhammad Irsad ini atau karena
kurang diminatinya mushaf pojok model itu pada abad 18. Sedangkan mushaf Bahriyah Turki
yang dicetak 84 tahun setelahnya malah mendapat apresiasi dan menjadi rujukan penulisan
12
Harun ar-Rasyid dkk, Pedoman Pembinaan Tahfidzul Qur‘An, n.d.
mushaf bahkan menjadi mushaf standar untuk hafalan di Indonesia pada MUSKER ulama al-
Quran tahun 1974 hingga 1984.

Manuskrip al-Quran Muhammad Irsad dan Mushaf Bahriyah Turki keduanya memiliki
kecenderungan yang sama yaitu sama-sama menggunakan rasm Imla’i walau pada mushaf
Bahriyah ada beberapa ayat yang telah masyhur ditulis dengan rasm Utsmani. Sehingga mushaf
Bahriyah juga disebut rasm “Utsmani asasi”

*kutipan kalimat as-shalat dan maalik pada manuskrip al-Quran Muhammad Irsad menandakan
bahwa ayat tersebut ditulis dengan rasm Imla’i

Demikianlah ulasan singkat mengenai manuskrip al-Quran Muhammad Irsad Yogyakarta


sebagai mushaf hafalan dan disandingkan dengan mushaf hafalan Bahriyah sebagai mushaf
standar hafalan di Indonesia dan mushaf pojok terbitan Menara Kudus.

Deskripsi Naskah
Pada bagian ini, penulis akan mendeskripsikan dan menjelaskan beberapa aspek fisik
mengenai naskah manuskrip al-Qur`an. Aspek ini termasuk dalam ilmu kodikologi yang
mempelajari tentang seluk beluk naskah manuskrip al-Qur`an yang meliputi penyimpanan
naskah, ukuran naskah, jumlah halaman, bahasa, penulis atau penyalin, bahan atau alas, warna
tinta, kondisi naskah, jumlah baris per halaman, penomoran halaman, dan iluminasi.
Naskah-naskah manuskrip kuno di Indonesia ada yang disimpan di museum, perpustakaan,
tempat ibadah, maupun perorangan yang biasanya diwariskan secara turun temurun kepada ahli
waris yang berhak atas naskah tersebut. Naskah yang penulis teliti adalah naskah salinan al-
Qur`an yang disimpan dan dirawat di Museum Sonobudoyo yang terletak di Jl. Trikora 6,
Yogyakarta, Indonesia. Di museum ini, ada banyak manuskrip kuno yang disimpan dan dirawat
dengan baik. Manuskrip yang penulis teliti disimpan dengan kode PB F.1 608 Bhs Arab Aks
Arab Prosa Rol 87 No. 1. Naskah manuskrip ini merupakan kitab suci al-Qur`an lengkap tiga
puluh juz. Namun setelah penulis teliti lebih lanjut, penulis menemukan fakta bahwa ternyata ada
bagian halaman al-Qur`an yang hilang, yaitu halaman yang memuat Q.S al-Falaq dan an-Naas.
Setiap halaman naskah ini memiliki bingkai yang terdiri dari tiga garis berwarna merah dan
hitam. Pada beberapa halaman, bingkai sederhana ini dikembangkan dan dihias dengan floral
warna-warni dan motif-motif geometris. Nilai seninya memang tidak terlalu tinggi, bentuknya
bersahaja, kaku dan tidak bergairah. Namun, hiasan ini cukup menonjol dan menarik karena
hanya ada di beberapa halaman tertentu serta menambahkan kesan cerah karena hiasannya
berwarna-warni.
Berdasarkan buku “Katalog Induk Naskah-Naskah Museum Sonobudoyo Yogyakarta”,
penulis mendapat informasi yang akurat mengenai manuskrip ini. Naskah manuskrip mushaf al-
Qur`an ini memiliki ukuran sampul 21x33 cm dan ukuran halaman 20,5x32,5 cm. Manuskrip ini
terdiri dari 613 halaman, baik halaman yang dibiarkan kosong maupun yang ditulisi. Jumlah 613
ini terdiri dari 609 halaman berisi tulisan ayat-ayat al-Qur`an dan 4 halaman kosong. Jumlah
halaman dihitung oleh pihak museum secara manual karena tidak ada penomoran halaman yang
ditulis oleh penyalin. Mushaf ini ditulis dengan memperhatikan kaidah al-Qur’an pojok yang
secara konsisten terdiri dari 15 baris dan selalu memperhatikan setiap sudut ayat sehingga jumlah
halaman dalam setiap juznya selalu sama atau konsisten.
Naskah ini masih dalam keadaan baik dan utuh serta masih dapat dilihat dan dibaca dengan
jelas, baik warna tulisan maupun hiasannya. Hanya saja, kertasnya agak tipis dengan sebagian
besarnya sudah berwarna agak kekuningan, bahkan ada juga yang sudah kecokelatan. Ada
beberapa halaman yang mengalami kerusakan kecil karena dimakan rengat dan ada juga yang
robek, namun disambungkan lagi dengan isolasi sehingga tulisannya masih dapat dibaca dengan
jelas. Naskah ini ditulis dengan tinta hitam dengan rubrikasi serta catatan dengan tinta merah.
Naskah ini merupakan naskah salinan dari naskah aslinya di Saudi Arabia yang ditulis sekitar
abad ke-7. Tidak ditemukan keterangan khusus mengenai penyalinan ini, namun dari jenis kertas
yang digunakan ber-cap air yang mengandung tahun produksi tahun 1884. Dalam keterangan
lebih lanjut, ditemukan perisai bermahkota dengan gambar terompet (hunting horn) didalamnya,
dibawah perisai terdapat kaligrafi, tulisan miring, 4 huruf yang berkaitan yang membentuk paraf
G, N, L, J., serta counter mark SUPERFINE yang berangka tahun 1884. Maka, penyalinan
naskah ini diperkirakan terlaksana sekitar tahun 1885 hingga tahun 1895. Sementara itu, pada
halaman 606 ditemukan tulisan nama “Muhammad Irsad” yang tidak diketahui siapa. Bisa jadi,
beliau adalah pemilik naskah ini atau justru orang yang melakukan penyalinan.

Karakteristik Naskah

Penelitian karakteristik manuskrip ini menjadi salah satu ciri khas kajian filologi terhadap
naskah-naskah kuno, termasuk dalam hal ini yaitu mushaf al-Qur’an. Beberapa karakteristik
yang dijelaskan pada bagian ini terdiri dari rasm, syakl, tanda waqaf, tanda tajwid, serta simbol-
simbol tertentu yang digunakan dalam penulisan mushaf untuk mempermudah para pembaca
dalam melihat karakteristik yang ada pada manuskrip mushaf al-Qur’an ini.

Rasm

Rasm yang digunakan dalam kaidah penulisan teks manuskrip mushaf al-Qur’an salinan
Muhammad Irsad ini menggunakan kaidah penulisan rasm imla’i. Penggunaan rasm pada
penyalinan mushaf ini menegaskan keberadaan mushaf diperkirakan sudah ada pada abad ke-19,
karena pada abad ke-18 dan awal abad ke-19, kaidah penulisan al-Qur’an cenderung
menggunakan pola penulisan rasm imla’i bukan rasm usmani.13

Syakl

Penggunaan tanda baca di dalam al-Qur’an ini sama seperti tanda baca yang ada pada

mushaf al-Qur’an yang lain. Tanda baca dalam al-Qur’an salinan ini adalah fathah ( ), kasrah (
), dhammah ( ), fathatain ( ), kasratain ( ), dhammatain ( ), tasydid ( ), fathah

berdiri ( ), fathah bergelombang ( ), dan sukun ( ).

Tanda Waqaf

Di dalam mushaf al-Qur’an ini, hanya ditemukan satu tanda waqaf yang jelas maknanya
sejauh peneliti temu, yaitu ( ) sebagai waqaf muthlaq. Tanda waqaf ini biasanya berada
bersamaan dengan simbol akhir ayat ( )

Tanda Tajwid
13
Zaenal Arifin, “Kajian Ilmu Rasm Usmani Dalam Mushaf Indonesia” (Suhuf, 2013).
Sebagaimana yang sering kita lihat di berbagai mushaf al-Qur’an saat ini bahwa ada
banyak tanda tajwid di dalamnya yang berfungsi untuk mempermudah pembaca mengetahui
hukum tajwid yang terdapat dalam sebuah bacaan. Begitu pula dengan mushaf al-Qur’an salinan
Muhammad Irsad ini, walaupun terhitung sangat sedikit dan tidak banyak seperti mushaf zaman
sekarang yang sudah melewati pentashihan dari tahun ke tahun. Beberapa tanda tajwid yang
ditemukan tersebut ialah:

No Simbol Tajwid
.
1 Ikhfa

2 Mad Wajib Muttasil


3 Mad Jaiz Munfashil
4 Iqlab
5 Izhar

Simbol-Simbol

Dalam mushaf salinan ini terdapat beberapa simbol tertentu yang digunakan untuk
menandakan sesuatu. Berikut adalah simbol-simbol yang ditemukan oleh peneliti:

No. Simbol Deskripsi


1 Simbol lingkaran merah kecil sebagai tanda akhir ayat
2 Tanda awal suatu surah. Terletak di tepi halaman.

3 Tanda tengah al-Qur’an di dalam Q.S. al-Kahf ayat 19.


Terletak di tepi halaman.

4 Simbol ruku’. Digambarkan dengan huruf ‘ain atau


ornamen bunga di tepi halaman.
5 Tanda mulainya juz baru. Terletak di tepi halaman.

6 Tanda ayat sajdah. Terletak di tepi halaman.


Selain simbol-simbol yang disebutkan pada tabel di atas, terdapat satu catatan yang
tertulis dalam naskah mushaf al-Qur’an ini, tepatnya pada surah at-Taubah:

Gambar 1. Coretan di halaman Surah at-Taubah

Catatan tersebut ditulis dengan aksara Arab pegon 14 yang berarti “tegese ora nganggo
bismillah kersane qaul mu’tamad” atau dalam bahasa Indonesia berarti kurang lebih “(surah ini)
tidak menggunakan bismillah menurut pendapat yang mu’tamad”. Selain catatan arab pegon
yang tertulis di atas halaman surah, di sisi kanan halaman juga tertulis lafadz ta’awudz.

Diskusi

15
Al-Qur’an al-Karim ini merupakan manuskrip tulisan tangan (handscript). Sebagaimana
keterangan yang ditambahkan oleh pihak penyunting, pada halaman 606 terdapat nama Muhammad
Irsad, sehingga membuka kemungkinan berspekulasi bahwa nama tersebut merupakan pemilik atau
penyalin aI-Qur’an. Ukuran cover sesuai databook ditengarai 21cm x 33cm dan ukuran mushaf 20,5 x
32,5 cm. Berdasarkan hitungan real lembaran manuskrip, total jumlah halaman sebanyak 607 halaman.
14
Kata "Pegon" menurut Kromoprawirto berasal dari kata jawa "Pego" artinya ora lumrah anggone ngucapake (tidak
lazim melafalkan). Hal ini adalah karena secara fisik, wujud tulisan pegon adalah tulisan arab, tetapi bunyinya
mengikuti sitem tulisan Jawa Hanacaraka. Abjad Pegon jumlahnya memang bukan dua puluh delapan seperti huruf
arab melainkan dua puluh, sama dengan jumlah dan urutan huruf Jawa, hanacaraka. Oleh karena itu, urutan huruf
Pegon sepadan dengan dentawyanjana jawa. Lihat Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran Badan Litbang dan Diklat,
Depag RI.. Suhuf (Jurnal Kajian Alquran dan Kebudayaan. (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran Badan
Litbang dan Diklat, 2009). hal. 273. Diambil dari M K Anwar, Khazanah Mufasir Nusantara (Program Studi Ilmu al
Qur’an dan Tafsir, 2020), https://books.google.co.id/books?id=bE_2DwAAQBAJ.
15
Basin Ismaun, Katalog Museum Sonobudoyo MSB/130hlm. 2 (Yogyakarta: 1988)
Berbeda dengan databook yang menginformasikan jumlah halaman manuskrip al-Qur’an al-Karm sekitar
635 halaman. Tidak ditemukan adanya watermark dalam seluruh Iembaran mushaf. Warna yang digunakan
dalam mushaf secara keseluruhan adalah hitam, ungu, merah, dan kuning. Teks ayat menggunakan warna
hitam, begitu juga dengan diakritikalnya. Warna tinta pada setiap ayat-ayat relatif lebih tebal,
dibandingkan harakatnya yang tampak sangat tipis. Manuskrip al-Qur’an menggunakan rasm imla’i.
Penulisan dalam manuskrip tersebut juga memiliki kemiripan dengan manuskrip al-Qur'an Kudus.

Al-Quran Muhammad Irsad dalam penulisan ayat, diakritikal, dan tanda baca ayat
menggunakan tinta hitam. Di dalam penulisannya terdapat perbedaan intensitas warna antara ayat
dengan harakat, disini terdapat indikasi bahwasanya ayat ditulis terlebih dahulu daripada harakatnya.
Ini disebabkan karena warna tinta dalam penulisan ayat lebih tebal dibandingkan tulisan harakatnya.
Selain itu warna hitam pada teks tidak beraturan, Sebagian terlihat hitam pekat dan sebagian lagi
tidak, dalam hal ini besar dugaannya pena yang digunakan adalah pena celup dengan mata pena
berjenis G-pen. Margin yang terdapat pada mushaf berbentuk diagonal bersegi empat. Karakter garis
sangat tipis dan lurus, mengindikasikan bahwa pembuatan margin ini menggunakan alat bantu
semacam penggaris.

Detail

Teks ditranskripsi dengan 15 garis per halaman, pada tiap halaman dibuat margin dengan
bentuk garis lurus sempurna. Terdapat tiga garis margin di dalam naskah yakni margin luar dengan
satu garis hitam serta margin dengan dalam dengan dua garis merah. Di dalam mushaf ini juga belum
menggunakan metode penomoran ayat , akan tetapi menggunakn titik besar berwarna merah untuk
menandai tiap ayatnya. Selain itu tanda maqra sebagai tanda batas baca ayat dimushaf ini tertulis
secara konsisten pada berbagai halaman dengan menggunakan symbol huruf ain berwarna merah.

Tidak semua lembar yang ada di mushaf ini memiliki iluminasi. Hanya ada tiga bagian yang
beriluminasi, yakni awal surah al-Fatihah, tengah surah al-Kahfi, serta akhir surah al-Kafirun hingga
surah al-Ikhlas. Iluminasi yang terdapat pada manuskrip mushaf ini tidak konsisten , dalam artian
bahwa tidak disemua lembar terdapat iluminasi. Iluminasi yang digunakan yakni geometris kawung
dengan bermotif flora, dengan dilengkapi oleh jalinan yang sekilas tampak seperti sulur. Kesan yang
mendalam tergambar dalam geometris kawung yang memiliki arti harapan agar manusia selalu ingat
akan asal usulnya. Kalangan pejabat pada zaman dahulu menggunakan motif kawung ini dianggap
sebagai pribadi yang mampu mengendalikan hawa nafsu serta mampu menjaga hati Nurani dari noda.
Motif kawung ini sudah ada sejak zaman kerajaan Hindu di Jawa. 16 Dibuktikan dengan arca
Kertarajasa (raja pertama Kerajaan Majapahit) yang memakai sebuah kain yang dihiasi dengan motif
kain. Hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan besar proses penulisan manuskrip ini mendapat andil
ataupun ditulis oleh orang Jawa.

Kesimpulan

Manuskrip Al-Qur’an Muhamad Irsad koleksi museum Sonobudaya merupakan salah


satu mushaf Al Qur’an jenis Bahriyyah atau yang biasa dikenal dengan mushaf hafalan atau Al-
Qur’an Pojok. Penamaan tersebut sesuai dengan segi fungsinya yang memang ditujukan untuk
mempermudah para penghafal Al-Qur’an untuk mendeteksi letak suatu ayat. Al-Qur’an Pojok
sendiri juga menunjukkan keunikan yang dimiliki mushaf tersebut yang mana pada setiap bagian
pojok halaman bagian atas kanan disertakan lafadz awal ayat, dan bagian pojok kiri bawah
menunjukkan lafadz akhir ayat. Penulisan Al-Qur’an Bahriyyah di Indonesia sendiri diilhami
dari sitem penulisan Al-Qur’an Bahriyyah Turki untuk mempermudah para santri dalam
menghafal Al-Qur’an. Manuskrip Al Qur’an Muhammad Irsad ini masih dalam keadaan baik dan
utuh serta masih dapat dilihat dan dibaca dengan jelas. Keadaan nya juga lengkap tiga puluh juz,
hanya saja peneliti menemukan halaman yang hilang, yakni halaman yang memuat surah Al-
Falaq dan surah An-Naas.

Karakteristik yang dimiliki manuskrip ini cukup sederhana, namun tetap memiliki unsur
keindahan yang membedakanya dengan manuskrip mushaf-mushaf yang lain. Di halaman
tertentu terdapat hiasan bingkai yang diperkaya dengan hiasan flora warna-warni dan motif-motif
geometris. Rasm yang digunakan adalah rasm imla’i. Hal ini menunjukkan bahwa penulisan
manuskrip ini sekitar abad 18-19 an, karena pada abad ini kaidah penulisan Al-Qur’an cenderung
memakai rasm imla’I, bukan usmani. Syakl atau tanda baca yang ada sama seperti syakl pada Al
Qur’an umumnya. Tanda waqaf yang ditemukan hanyalah waqaf muthlaq yang biasanya berada
dengan symbol akhir ayat. Sedangkan tanda tajwid dilambangkan dengan huruf hijaiyah seperti
ikhfa’ dilambangkan dengan huruf fa’, idzhar dilambangkan dengan huruf dho’, dan iqlab
16
Sri Murtono dkk, Seni Budaya Dan Keterampilan (Yudhistira Ghalia Indonesia, n.d.),
https://books.google.co.id/books?id=Ve8QjmoJU2sC.
dengan huruf mim. Ditemukan juga simbol-simbol sebagai tanda seperti tanda awal surah, tanda
akhir ayat, tanda ruku’, tanda tengah Al-Qur’an dan tanda sajdah. Peneliti beranggapan bahwa
penulisan manuskrip ini juga terdapat andil orang Jawa dalam proses penulisanya. Dapat
dibuktikan dengan adanya catatan keterangan ayat Al-Qur’an, seperti di surah at-taubah yang
menggunakan Bahasa Jawa dan ditulis dengan tulisan Arab Pegon. Selain itu, iluminasinya pun
menggunakan rmotif flora dan geometris kawung dimana motif kawung biasa digunakan oleh
masyarakat Hindu di Jawa yang memiliki arti harapan agar manusia selalu ingat akan asal
usulnya

Daftar Pustaka

Akbar, Ali. “Oman Fathurahman Dkk., Filologi Dan Islam Indonesia,“ Dalam Khazanah
Mushaf Kuno Nusantara. Jakarta: Puslitbang Lektur Keagamaan Balitbang Kemenag RI,
2010.

Anwar, M K. Khazanah Mufasir Nusantara. Program Studi Ilmu al Qur’an dan Tafsir, 2020.
https://books.google.co.id/books?id=bE_2DwAAQBAJ.

ar-Rasyid dkk, Harun. Pedoman Pembinaan Tahfidzul Qur‘An, n.d.

Arifin, Zaenal. “Kajian Ilmu Rasm Usmani Dalam Mushaf Indonesia.” Suhuf, 2013.

Baried, Siti Baroroh. Pengantar Filologi. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985.

Dra. Nurhayati Harahap, M H. Filologi Nusantara: Pengantar Ke Arah Penelitian Filologi.


Prenada Media, 2021. https://books.google.co.id/books?id=sMI0EAAAQBAJ.

Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an Gedung Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal. Sejarah
Penulisan Mushaf Al-Qur’an Standar Indonesia, n.d.

Murtono dkk, Sri. Seni Budaya Dan Keterampilan. Yudhistira Ghalia Indonesia, n.d.
https://books.google.co.id/books?id=Ve8QjmoJU2sC.

RI, Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama.
Perkembangan Mushaf Terjemah Dan Tafsir Al Qur’an Di Indonesia, n.d.

Rokhmansyah, A. TEORI FILOLOGI (EDISI REVISI). Fakultas Ilmu Budaya Universitas


Mulawarman, 2018. https://books.google.co.id/books?id=_tBmDwAAQBAJ.

Shihib dkk, Muhammad. Profil Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an Dan Badan Litbang Dan
Diklat Kementrian Agama RI. Jakarta, 2013.

Steenbrink, Karel A. Pesantren Madrasah Sekolah, Pendidikan Islam Dalam Kurun Modern.
Jakarta: LP3ES, 1991.

Widianingrum, Arizki. Mu ṣ Haf Hafalan Di Indonesia. Jakarta, 2017.

Anda mungkin juga menyukai