Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH ULUMUL QUR’AN

ILMU QIRA’AH

Dosen Pengampu :

Yusnida Wati Hasibun, M.Pd

Di susun oleh :

1. Anto Purnomo (222713010043)


2. Pariadi Hartono (222713010046)
3. Rifka Nur Fadillah (222713010062)
4. Winarno (222713010047)
5. Wardi Nabil
6. Aan Saputra (222713010065)

FAKULTAS SYARI'AH/HUKUM

JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAMI (AHWAL AL SYAKHSHIYAH)

IAI AN-NUR LAMPUNG

T.P 2022\2023

1
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb
Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kemampuan
sehingga makalah yang berjudul “Ilmu Qira’ah” ini dapat diselesaikan.
Shalawat serta salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad Saw, para
sahabatnya, keluarganya, dan sekalian umatnya hingga akhir zaman.
Dengan segala kemampuan kami yang terbatas, makalah ini mencoba menjelaskan tentang
Ilmu Qira’ah. Namun demikian, apabila dalam makalah ini dijumpai kekurangan dan
kesalahan baik dalam pengetikan maupun isi nya, maka kami dengan senang hati menerima
kritik dan saran dari para pembaca.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati, kami menghaturkan ucapan terima kasih setinggi-
tingginya kepada dosen pembimbing Ulumul Qur’an dan semua mahasisiwa yang
membacanya. Semoga makalah yang sederhana ini bisa bermanfaat untuk kita semua. Amin
yaa rabbal alamin.

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................

DAFTAR ISI............................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................

a. Pengertian Qira’ah, Qurra’ dan Sejarahnya


b. Syarat-syarat Diterimanya Qira’ah
c. Macam-macam Qira’atil Qur’an
d. Pendapat Ulama tentang Qira’ah
e. Manfaat Berpedoman pada Qira’ah Shahihah

BAB
III .....................................................................................................................

KESIMPULAN.........................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................

3
BAB I
PENDAHULUAN

Membaca Al-Quran merupakan salah satu ibadah yang sangat dianjurkan untuk dikerjakan
seorang Muslim agar mendapatkan ganjaran dari Allah SWT. Karena Al-Quran menggunakan
bahasa Arab, untuk membacanya dengan benar umat muslim harus mempelajari bahasa
Arab dengan baik dan benar. Membaca Al-Quran memiliki ilmunya sendiri, mulai dari
bagaimana pengucapan setiap huruf hingga cara menafsirkan sebuah ayat. Ilmu yang
mempelajari cara membaca Al-Quran yang baik disebut dengan qira’ah.
Dalam bahasa Arab ada banyak ragam bahasa meskipun tetap berinduk pada bahasa Arab.
Akibat dari hal itu adalah munculnya beraneka ragam qiraat dalam melafazhkan Al-Qur’an.
Perbedaan qiraat ini telah dimulai sejak zaman Nabi SAW sendiri. Hal ini jelas terungkap
dalam banyak hadits shahih. Jadi, Nabi SAW memang mengizinkan perbedaan qiraat itu,
agar tidak memberatkan para sahabat pada satu pilihan saja.
Ilmu qiraat semakin maju sejajar dengan ilmu-ilmu lain disebabkan perkembangan dunia
pada umumnya dan dunia Islam khususnya . Ilmu-ilmu yang dulunya diwarisi secara mulut
ke mulut mulai dibukukan untuk menjadi kajian bagi generasi mendatang. begitu juga ilmu
qiraat mulai ditulis dan dibukukan. Sejarah mencatat Abu Ubaid Al-Qasim bin Salam, Abu
Khatim As-Sajistani, Abu Jaafar At-Tabari dan Ismail Al-Qadhi termasuk diantara para ulama
qiraat yang mula-mula merintis pembukuan ilmu Qiraat Al-Quran.

4
BAB II
PEMBAHASAN
a. Pengertian Qira’ah, Qurra’ dan Sejarahnya

Secara etimologi, kata qira’ah seakar dengan kata al-Quran, yaitu akar kata dari kata qara’a
yang berarti membaca. Qira’ah merupakan bentuk masdar dari kata qara’a, yaitu artinya
bacaan.
Sedangkan secara terminologi, terdapat berbagai ungkapan atau redaksi yang dikemukakan
oleh para ulama, sehubungan dengan pengertian qira’ah ini ditetapkan berdasarkan sanad-
sanadnya sampai kepada rasulullah. Periode qurra’(ahli atau imam qira’ah) yang
mengajarkan bacaan al-Quran kepada orang-orang menurut cara mereka masing-masing
dengan berpedoman kepada masa para sahabat. Maka ada beberapa definisi yang
diberikan para ulama diantaranya sebagai berikut :
Menurut Az-Zarkasyi: “Qira’ah adalah perbedaan perbedaan (cara mengucapkan) lafadz-
lafadz al-Quran, baik menyangkut huruf-hurufnya atau cara pengucapan huruf-huruf
tersebut,seperti takhfif (meringankan) tastqil (memberatkan),dan atau yang lainnya
Menurut Al-Qasthalani: “Suatu ilmu yang mempelajari hal-hal yang disepakati atau
diperselisihkan ulama yang menyangkut persoalan lughat,I’rab,itsbat,fashl, dan washal yang
kesemuanya diperoleh secara periwayatan.
Kapan dan dimana dimulai qira’at para ulama memiliki pandangan berbeda. Pendapat
pertama mengatakan bahwa Qira’at mulai diturunkan di Makkah bersamaan dengan
turunnya Alquran. Alasannya adalah bahwa sebagian besar surat-surat Alquran adalah
Makkiyah di mana terdapat juga di dalamnya qira’at sebagaimana yang terdapat pada surat-
surat Madaniyah (baca: perbedaan makkiyah dan madaniyah). Hal ini menunjukkan bahwa
qira’at itu sudah mulai diturunkan sejak di Makkah.

Sedang pendapat yang kedua, Qira’at mulai diturunkan di Madinah sesudah peristiwa
Hijrah, dimana orang-orang yang masuk Islam sudah banyak dan saling berbeda ungkapan
bahasa Arab dan dialeknya. Perbedaan pandangan diatas hanya berkisar seputar tempat,
namun keduanya sepakat tentang waktu bahwa awal munculnya qira’at terjadi pada masa
Nabi Muhammad saw. Walaupun pada saat itu qira’at bukan merupakan disiplin ilmu, hanya
saja baru dipelajari pada masa sahabat hingga saat ini.
Pada masa sahabat yakni masa Usman bin Affan, mushab ditulis sengaja tidak diberi titik
dan harakat, sehingga kalimat-kalimatnya dapat menampung lebih dari satu qira’at yang
berbeda. sehingga mushaf Usmani mencakup ahruf sab’ah dan berbagai qira’at yang ada.
Disamping itu perbedaan-perbedaan dialek dalam melafazkan Alquran sebenarnya bersifat
alami dan tidak bisa dihindari.

5
Para sahabat yang ahli qira’at antara lain adalah: Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Ubay
bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Ibn Mas’ud, Abu al-Darda’, dan Abu Musa al-‘Asy’ari. Para sahabat
kemudian menyebar ke seluruh pelosok negeri Islam dengan membawa qira’at masing-
masing. Hal ini menyebabkan berbeda-beda juga ketika Tabi’in mengambil qiraat dari para
sahabat. Demikian halnya dengan Tabiit-tabi’in yang berbeda-beda dalam mengambil qira’at
dari para Tabi’in.
Qurra' adalah jama' dari qari', yang artinya orang yang membaca, Secara istilah yaitu
seorang ulama atau imam yang terkenal mempunyai madzhab tertentu dalam suatu qira'ah
yang mutawatir (bermakna banyak, terkenal atau umum). Qurra' bisa juga diartikan secara
mudah sebagai para imam qira'at.

b. Syarat-syarat Diterimanya Qira’ah

Para ulama menetapkan tiga syarat sah dan diterimanya qiroat yaitu:
1. Setiap qira’at yang sesuai dengan bahasa Arab walaupun dari satu segi.
Makna mutawatir sendiri adalah : Sesuatu yang diriwayatkan oleh sejumlah besar orang
dimana mustahil bagi mereka untuk bersatu padu dalam kedustaan.
Banyak ulama menegaskan pentingnya syarat pertama ini, sebab yang kita bicarakan adalah
Al-Quran, sehingga syarat satu ini harus benar-benar diperhatikan. Allah Swt sendiri telah
menegaskan dalam Al-Quran bahwa Dia sendiri yang bertanggung jawab atas penjagaannya.
Dan derajat paling tinggi dalam hal penjagaan adalah dengan sanad yang mutawatir.
2. Tidak menyelisihi Rasm Utsmani
Mushaf yang ada ditangan kita semua adalah merupakan jerih payah para sahabat di zaman
Khalifah Utsman bin Affan rhodiyallohu ‘anhum. Dimana mushaf tersebut ditulis dengan
sedemikian rupa sehingga seluruh Qiroat yang belum di mansukh saat Al’ Ardhotul Akhiroh
bisa terkandung dalam mushaf tersebut. Oleh sebab itu tak heran jika para ulama
bersepakat bahwa mushaf Utsmani merupakan salah satu standar untuk sebuah Qiroat yg
Maqbulah.
3. Sahih Sanadnya.

Imam Ibnul Jazari rohimahulloh berkata : “Adapun Qiroat yang memenuhi 3 syarat tersebut
adalaha Qiroah ‘Asyroh yang telah disepakati oleh kaum muslimin keshahihannya, dimana
Qiroat tersebut diwariskan dari para pendahulu kepada generasi setelahnya hingga zaman
ini. Oleh karenanya antara satu qiroat dengan yg lain memiliki tingkatan yang sama, yaitu
bahwa semuanya merupakan Al-Quran yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
shollallohu ‘alaihi wasallam“.
Ibn al-Juzuri berpendapat bahwa syarat-syarat tersebut harus ada dalam sebuah Qiro’ah.
Menurutnya, jika ketiga syarat itu terpenuhi dalam sebuah qiro’ah, maka qiro’ah tersebut

6
dianggap mutawattir, benar dan sesuai dengan tujuh qari’. Jika hanya syarat yang pertama
dan ketiga yang terdapat dalam sebuah qiro’ah tanpa adanya kecocokan dengan penulisan
al-Qur’an, qiro’ah tersebut dianggap qiro’ah syadzah, sebagaimana pendapatnya Abu
Darda’, Umar, Ibnu Mas’ud, dan yang lainnya. Menurut mereka, bacaan-bacaan tersebut
dianggap qiro’ah syadzah karena dianggap tidak sesuai dengan pola penulisan al-Qur’an
yang disepakati oleh para ulama. Oleh karena itu, qiro’ah syadzah tidak boleh dibaca di
dalam atau di luar sholat.
Jika di dalam suatu bacaann hanya terdapat dua syarat yang pertama dan kedua, bacaan
tersebut dianggap lemah dan syadz. Jika suatu qiro’ah tidak ada sanadnya, qiro’ah tersebut
tidak dianggap syadz tetapi dianggap qiro’ah buatan dan dihukumi kafir bagi bagi siapa saja
yang sengaja melakukannya. Walaupun qiro’ah tersebut sesuai dengan arti atau pola
penulisan al-Qur’an atau pun alah satunya.

c. Macam-macam Qira’atil Qur’an

Ibn al-Jazari, sebagaimana dinukil oleh al-Suyuti, menyatakan bahwa qira’at dari segi sanad
dapat dibagi menjadi 6 (enam) macam, yaitu :
1. Qira’at Mutawatir
Qira’at Mutawatir adalah qira’at yang diriwayatkan oleh orang banyak dari banyak orang
yang tidak mungkin terjadi kesepakatan diantara mereka untuk berbuat kebohongan.
Contoh untuk qira’at mutawatir ini ialah qira’at yang telah disepakati jalan perawiannya dari
imam Qiraat Sab’ah
2. Q ira’at Masyhur
Qira’at Masyhur adalah qira’at yang sanadnya bersambung sampai kepada Rasulullah SAW.
diriwayatkan oleh beberapa orang yang adil dan kuat hafalannya, serta qira’at -nya sesuai
dengan salah satu rasam Usmani; baik qira’at itu dari para imam qira’at sab’ah, atau imam
Qiraat’asyarah ataupun imam-imam lain yang dapat diterima qira’at -nya dan dikenal di
kalangan ahli qira’at bahwa qira’at itu tidak salah dan tidak syadz, hanya saja derajatnya
tidak sampai kepada derajat Mutawatir
Misalnya ialah qira’at yang diperselisihkan perawiannya dari imam qira’at Sab’ah, dimana
sebagian ulama mengatakan bahwa qira’at itu dirawikan dari salah satu imam qira’at Sab’ah
dan sebagian lagi mengatakan bukan dari mereka.
Dua macam qira’at di atas, qira’at Mutawatir dan qira’at Masyhur, dipakai untuk membaca
al-Qur’an, baik dalam shalat maupun diluar shalat, dan wajib meyakini ke-Qur’an-annya
serta tidak boleh mengingkarinya sedikitpun.
3. Qira’at Ahad

7
Qira’at Ahad adalah qiraat yang sanadnya bersih dari cacat tetapi menyalahi rasam
Utsamani dan tidak sesuai dengan kaidah bahasa Arab. Juga tidak terkenal di kalangan imam
qiraat.
Qira’at Ahad ini tidak boleh dipakai untuk membaca al-Qur’an dan tidak wajib meyakininya
sebagai al-Qur’an.
4. Q ira’at Syazah
Qira’at Syazah adalah qira’at yang cacat sanadnya dan tidak bersambung sampai kepada
Rasulullah SAW. Hukum Qiraat Syazah ini tidak boleh dibaca di dalam maupun di luar
sholat.
qira’at Syazah dibagi lagi dalam 5 (lima) macam, sebagai berikut :
a. Ahad, yaitu qira’at yang sanadnya sahih tetapi tidak sampai mutawatir dan menyalahi
rasam Usmani atau kaidah bahasa Arab.
b. Syaz, yaitu qira’at yang tidak mempunyai salah satu dari rukun yang tiga.
c. Mudraj, yaitu qira’at yang ditambah dengan kalimat lain yang merupakan tafsirnya.
d. Maudu’, yaitu qira’at yang dinisbahkan kepada orang yang mengatakannya
(mengajarkannya) tanpa mempunyai asal usul riwayat qiraat sama sekali.
e. Masyhur, yaitu qira’at yang sanadnya shahih tetapi tidak mencapai derajat mutawatir
serta sesuai dengan kaidah tata bahasa Arab dan Rasam Usmani.

d. Pendapat Ulama tentang Qira’ah

1. Ibnu Qutaybah,berpendapat dalam qira’at dapat ditemukan tujuh segi yaitu :


 Perbedaan dalam segi I’rab kata,yang tidak menghilangkan bentuk dan maknanya.
 Perbedaan yang terdapat pada segi I’rab kata pada harakatnya,yang dapat menimbulkan
perubahan makna,tetapi bentuk tulisannya tetap.
 Perbedaan yang terjadi pada huruf kata,bukan pada segi I’rabnya,yang dapat
menimbulkan perubahan makna,tetapi bentuk tulisannya tetap.
 Perbedaan yang sering terjadi pada kata yang dapat menimbulkan perubahan bentuk
tulisan,tetapi maknanya tetap.
 Perbedaan yang terjadi pada kata,yang dapat menimbulkan perubahan makna dan
bentuk tulisannya.
 Perbedaan yangterjadi karena taqdim dan ta’khir (mendahulukan dan mengakhirkan
kata)
 Perbedaan yang terjadi karena terdapat tambahan dan kekurangan.
2. Ibnu Qutaybah,dalam qira’ah perbedaan itu ada dua macam,yaitu perbedaan karena
perubahan dan perbedaan karena pertentangan,perbedaan pertentangan tidak dibolehkan
dan didalam Al-qur’an tidak ditemukan sedikitpun.

8
3. Ath Thabariy berpendapat setelah ‘Utsman bin Affan,amiril mu’minin,melihat adanya
perselisihan antara kaum muslimin mengenai bacaan Al-Quran. Kaum muslimin benar-benar
melaksanakan dan mentaati apa yang dikehendaki ‘Utsman untuk meninggalkan qira'at
dengan “sab’atu ahrub”, demi kepentingan mereka dan generasi mendatang. Akhirnya
hilanglah tujuh huruf itu,dan terhapuslah bekas-bekasnya.
Tujuh huruf adalah adalah tujuh bahasa yang berbeda-beda yang dimiliki semua bangsa
Arab, dan setiap hufuf itu dimiliki suku yang terkenal.

e. Manfaat Berpedoman pada Qira’ah Shahihah

1. Memudahkan untuk membaca Al-qur’an.


2. Mengetahui bacaan-bacaan yang mutawatir.
3. Tejauhi dari qira’at yang menyimpang.
4. Mengetahui bukti kemukjizatan Al-Qur’an dan kepadatan makna.

9
BAB III

KESIMPULAN
Perbedaan pembacaan atau pelafalan kitab suci Al-Quran bukan berarti tidak sesuai dengan
Al-Quran itu sendiri, karena perbedaan itulah timbul yang namanya Ilmu Qiraat Al-Quran,
tidak semua orang dapat membuat perbedaan bacaan tersebut. Ada syarat-syarat tertentu
yang harus dipenuhi terlebih dahulu. Ada 7 imam yang dapat kita anut pembacaannya
diantaranya Ibnu Katsir dari Makkah, Nafi’ dari Madman, Ashim dari Kufah, Hamzah dari
Kufah, Al-Kisa’i dari Kufah, Abu Amr bin al- ‘Ala’ dari Basrah, Ibnu ‘Amir. Dalam perbedaan
pembacaan Al-Quran tentunya akan menjadikan perbedaan dalam penafsiran, tetapi bukan
berarti bentuk penyelewengan Al-Quran.

10
DAFTAR PUSTAKA
https://youth-ambassador.blogspot.com/2014/01/ilmu-qiraatil-quran.html

http://www.gudangmakalah.site/2018/12/makalah-lengkap-ilmu-qiraat-al-quran.html

https://udhadotme.wordpress.com

http://repository.uin-suska.ac.id ›

https://wartalombok.pikiran-rakyat.com/khazanah/pr-1071935232

https://www.scribd.com

https://tafsiralquran.id

11

Anda mungkin juga menyukai