Anda di halaman 1dari 105

KONSEPSI AL-GHOZALI TENTANG GAJI GURU

DAN KONSEKUENSINYA DALAM PENDIDIKAN MODERN

PENELITIAN MANDIRI

Disusun Oleh:
Dr. H. Saifulah, MHI

FAKULTAS AGAMA ISLAM


UNIVERSITAS YUDHARTA PASURUAN
2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur Allah Swt yang telah memberikan segala anugrah-Nya hingga penulis
bias menyelesaikan penelitian ini dengan baik.
Penelitian tentang konsepsi al-Ghozali tentang gaji guru dan konsekuensinya dalam
pendidikan moder perlu kiranya untuk dikaji lebih mendalam agar dalam praktek pendidikan
sekarang ini terarah dan tidak terjerumus salah arah lebih jauh, sehingga apa yang menjadi
tujuan pendidikan itu sendiri dapat tercapai.
Sebagai pepatah yang menyatakan tiada gading yang tak retak, maka karya tulis ini
pun tentunya tiada terbebas dari kekurangan dan kelemahan di dalamnya. Namun kami telah
berusaha meminimalkan. Untuk itu kami mohon maaf yang sebesar-besarnya dan mengharap
tegur sapa serta saran-saran penyempurnaan, agar kekurangan dan kelemahan yang ada tidak
sampai mengurangi nilai dan manfaatnya bagi perkembangan pendidikan multikultural pada
umumnya.

ii

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ...............................................................................

DAFTAR ISI ..............................................................................................

ii

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ....................................................

B. Rumusan Masalah .............................................................

C. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian ......................................

D. Penegasan judul istilah .......................................................

E.
BAB II

Sistematika Penulisan. .......................................................

SEJARAH

DAN

PEMIKIRAN

AL-GHOZALI

11

TENTANG

PENDIDIKAN
A. Riwayat Hidup dan Sejarah Pemikiran al-Ghozali ............

13

1. Riwayat Hidup al-Ghozali ............................................

13

2. Guru Imam al- Ghozali .................................................

22

3. Sejarah Pemikiran al-Ghozali .......................................

23

4. Murid-Murid Imam al-Ghozali .....................................

28

5. Karya-Karya Imam al-Ghozali .....................................

29

B. Sejarah Pemikiran al-Ghozali Tentang Pendidikan ...........

32

1. Pengertian Pendidikan ..................................................

32

2. Tujuan Pendidikan ........................................................

33

3. Subjek Didik .................................................................

37

4. Hukum Mempelajari Ilmu ............................................

41

5. Kurikulum Pendidikan Menurut Imam al -Ghozali ......

43

6. Metode Pendidikan Menurut al-Ghozali ......................

48

7. Evaluasi Pendidikan Menurut al-Ghozali ....................

54

C.

Konsekuensi Guru Sebagai Profesi Dalam Pemikiran al-Ghozali


1. Guru Ideal dalam Pemikiran al-Ghozali .........................

58

2. Gaji Apa yang Boleh dan Tidak Boleh Menurut al-Ghozali 64


iii

BAB III KONSEP

AL-GHOZALI

TENTANG

GAJI

GURU

DAN

KONSEKUENSINYA DALAM PENDIDIKAN MODERN

BAB IV

A. Pengertian Gaji Guru .........................................................

73

1. Menurut al-Ghozali ......................................................

73

2. Menurut Para Ahli.........................................................

77

B. Pandangan Gaji Guru dalam Pendidikan Modern ..............

80

1. Pilihan antara Pendidikan dan Latihan .........................

83

2. Pilihan antara Pendidikan Elit dan Masa .....................

85

3. Pilihan antara Konserfatisme dan Pembaharuan...........

85

ANALISIS AL-GHOZALI TENTANG BOLEH TIDAKNYA GAJI


GURU
A. Analisis Pandangan Gaji Guru Dalam Pendidikan Modern .. 88
B. Analisis Pandangan Gaji Guru Dalam Pemikiran Al-Ghozali.93

BAB V

PENUTUP
A. Kesimpulan .........................................................................

97

B. Saran-Saran .........................................................................

98

DAFTAR PUSTAKA

iv

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Kualitas dan kuantitas pendidikan sampai saat ini masih tetap
merupakan suatu hal yang paling penting dalam usaha pembaharuan sistem
pendidikan, kedua masalah ini sulit ditangani secara stimulan, sebab dalam
upaya meningkatkan kualitas, masalah kuantitas terabaikan, demikian
sebaliknya. Keberhasilan dan kegagalan suatu proses pendidikan tergantung
pada hasil out-putnya, yaitu orang-orang sebagai produk pendidikan. Jika outputnya adalah orang-orang yang tidak mampu melaksanakan tugas hidupnya,
maka pendidikan tersebut mengalami kegagalan.
Dalam konteks negara-negara yang sedang berkembang, khususnya
negara Indonesia, hal ini melahirkan problem baru yaitu tumbuhnya
pengangguran-pengangguran terdidik, karena tidak adanya keseimbangan
antara penyediaan lapangan kerja dan pencari kerja.
Kalau dianalisis lebih lanjut kegagalan pendidikan dewasa ini
disebabkan prosesnya masih menghadapi beberapa masalah, yaitu:
1. Perbedaan penekanan antara pengertian pendidikan yang menekankan
aspek akhlak dan budi, dan pengertian pengajaran yang menekankan
konsumsi otak.

2. Konsep baru sekarang ini lebih banyak mengejar materi. Akibatnya, asal
memenuhi tugasnya secara formal guru enggan bertanggung jawab secara
moral.
3. Tujuan utama murid dalam belajar adalah untuk memperoleh ijazah dan
selanjutnya melamar pekerjaan.
4. Kurikulum pendidikan yang belum terarah dan terpadu
5. Kurang adanya suasana kasih sayang antara guru dan murid dalam
interaksi pendidikan.
6. Pendidikan agama hanya berkisar dalam ilmu kalam dan fiqih dalam arti
sempit. Maksudnya, kurang adanya penekanan dalam taffaqqoh fiddin
(penerapan agama)-nya.1
Konsep baru yang menyatakan seseorang dalam bekerja lebih banyak
mengejar materi merupakan hal yang mendasar bagi proses pendidikan,
singkatnya kegagalan dalam proses pendidikan menyebabkan manusia tidak
lagi berkedudukan sebagai manusia yang menyandang gelar paling mulia,
bahkan menjadi makhluk yang lebih rendah dibanding dengan binatang.
Hal tersebut merupakan problema hidup dan kehidupan manusia.
Menurut konsep pendidikan dalam Islam (Tarbiyah Islamiyah) bahwa pada
hakikatnya manusia sebagai khalifah Allah di alam, manusia mempunyai
potensi untuk memahami, menyadari dan kemudian merencanakan pemecahan
problema hidup dan kehidupannya.2

Drs. Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran aL-Ghozali Tentang Pendidikan, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 1998, hlm 123.
2
Drs. H. Hamdani Ihsan dan Drs. H. A. Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, Pustaka Setia,
Bandung, 1998, hlm, 20.

Inti daripada proses pendidikan secara formal adalah proses belajar


mengajar. Sedangkan inti dari proses pengajaran adalah siswa belajar.
Sedangkan pengajar berfungsi sebagai penyedia fasilitas sehingga siswa
mudah dan termotivasi untuk belajar3.
Guru atau pengajar dalam proses belajar mengajar atau pengajaran
memegang peranan penting, karena tanpa pendidik atau guru, pendidikan tak
dapat berlangsung. Pandangan modern seperti yang dikemukakan oleh Adams
& Dickey bahwa peran guru sesungguhnya sangat luas, meliputi:
1. Guru sebagai pengajar (teacher as instructor),
2. Guru sebagai pembimbing (teacher as counsellor),
3. Guru sebagai ilmuwan (teacher asscientist), dan
4. Guru sebagai pribadi (teacher as person).4
Dalam pendidikan Islam, pendidik memiliki arti dan peranan penting.
Hal ini disebabkan ia memiliki tanggung jawab dan menentukan arah
pendidikan. Itulah sebabnya Islam sangat menghargai dan menghormati
orang-orang yang berilmu pengetahuan dan bertugas sebagai pendidik. Islam
mengangkat derajat mereka dan memuliakan mereka melebihi orang Islam
lainnya yang tidak berilmu pengetahuan dan bukan pendidik. Allah SWT
berfirman :

. Sudirman AM., Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar Pedoman Bagi Guru dan Calon
Guru, Rajawali Pers, Jakarta, 1994, hlm 2
4
Prof. Dr, Oemar Hamalik, Proses Belajar-Mengajar, Bina Aksara, Jakarta 2001, hlm 123.




Hai
orang-orang
yang
beriman,
apabila
dikatakan
kepadamu,berlapang-lapanglah dalam majlis, maka lapangkanlah,
niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apa bila
dikatakan,berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang
yang diberi ilmu beberapa derajat..... (QS. al- Mujadalah : 11) 5

Dalam pengajaran atau proses belajar mengajar guru memegang peran


sebagai sutradara sekaligus aktor. Artinya pada gurulah tugas dan tanggung
jawab merencanakan dan melaksanakan pengajaran di sekolah.
Pendapat Peters yang dinukil Drs. Nana Sudjana menjelaskan tentang
tugas dan tanggung jawab guru, yakni :
1. Guru sebagai Pengajar
2. Guru sebagai Pembimbing dan
3. Guru sebagai Administrator Kelas.6
Terlepas dari tugas dan tanggung jawab guru, Imam al-Ghozali
seorang ahli pendidik mengemukakan tentang mulianya pekerjaan mengajar,
beliau berkata:

Depag Ri, Terjemah al- Quranul Karim, al- Maarif, Bandung, tt, hlm 490
Drs. Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, Sinar Bru Algesindo, Bandung,
2000, hlm 15.
6

Seseorang alim yang mau mengamalkan apa yang diketahuinya,


dinamakan seorang besar di semua kerajaan langit. seperti matahari
yang menerangi alam-alam yang lain, dia mempunyai cahaya dalam
dirinya, dan dia seperti minyak wangi yang mewangikan orang lain,
karena ia memang wangi. Barang siapa yang memiliki pekerjaan
mengajar, ia telah memilih pekerjaan yang besar dan penting. Maka
dari itu, hendaklah ia mengajar tingkah lakunya dan kewajibannya.7
Sedemikan tingginya penghargaan al-Ghozali tentang pekerjaan guru
menjadi rangsangan bagi para mubalig dan mereka yang melakukan pekerjaan
mengajar, sehingga muncullah sebagian guru yang mau dan ikhlas mengajar
tanpa mengharapkan imbalan materi, gaji ataupun honor.
Al-Quran juga menerangkan tentang pekerjaan guru yang mulia dan
tidak mengenal materi, Allah Berfirman:

Ingatlah ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah


diberi kitab (yaitu): Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu
kepada manusia, dan jangan kamu menyembunyikannya, lalu
mereka melemparkan janji itu ke belakang punggung mereka dan
mereka menukarnya dengan harga yang sedikit. Amatlah buruknya
tukaran yang mereka terima. (QS: al-Imran : 187).8
Dengan firman Allah SWT di atas, banyak kita lihat mereka yang
bekerja sebagai guru atau pengajar melakukannya dengan penuh kesanggupan
7
8

Drs. H. Hamdani Ihsan dan Drs. H. A. Fuad Ihsan, Op.Cit, hlm 96.
Depag RI, Op.Cit, hlm 109.

walaupun mungkin imbalannya (gaji) terbatas atau tidak seberapa jika


dibandingkan dengan pekerjaan lain yang gajinya lebih tinggi ataupun jika
dibandingkan dengan kebutuhan hidup mereka.
Al-Ghozali menyatakan hal yang bernada mencela guru yang menuntut
upah dari murid yaitu;

Hendaklah guru mengikuti jejak Rasullullah SAW, maka ia tidak


mencari upah, balasan dan terima kasih. Tetapi mengajar karena
Allah dan mencari kedekatan diri kepada Nya.
Pernyataan ini dapat diartikan bahwa guru harus ikhlas. Tetapi kriteria
ikhlas itu sendiri bukan hanya bersih dari tujuan lain selain Allah yang bersifat
lahir seperti mengajar untuk mendapatkan upah atau gaji, misalnya. Lebih dari
itu, ikhlas berhubungan dengan niat yang letaknya dalam hati, dan itu
merupakan proses panjang, sepanjang usia manusia yang sempurna (semasa
hidupnya). Sebagaimana dinyatakan dalam al-Ghozali lebih lanjut :

"
Yang disebut Khalis atau orang yang ikhlas ialah yang dalam
bekerjanya atau beramal dan semua aktivitas yang bernilai ibadah
tidak ada motivasi lain kecuali kedekatan diri kepada Allah SWT.
Jadi pada prinsipnya al-Ghozali tidak mengharamkan guru untuk
menerima upah. Bahkan, jika dikembalikan kepada pernyataan al-Ghozali dan

. Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, Juz II, Masyahadul Husaini, tt, hlm 217
. Ibid. 217

10

penilaiannya tentang profesi guru, ia dianggap yang paling agung, justru


karena tugas mengajarnya itu.11
Namun demikian, disadari bahwa dengan persoalan hidup manusia
yang semakin komplek, kebutuhan semakin tinggi dan menuntut untuk
dipenuhi, sedangkan manusianya tidak bersedia melakukan pekerjaan lain
selain yang dituju sesuai dengan awal niat pertama kali ketika masuk dalam
dunia pendidikan. Oleh sebab itu kesejahteraan guru dewasa ini perlu
ditingkatkan guna memperbaiki kualitas guru itu sendiri, baik kualitas
keilmuannya maupun kualitas hidupnya. Memang tidak dapat dipungkiri
bahwa dengan perbaikan nasib dan kesejahteraan guru akan serta merta
memperbaiki kualitas keilmuan guru. Tetapi tanpa disadari dengan
kesejahteraan yang memadai, para guru tidak dapat lebih berkonsentrasi pada
tugas-tugas profesionalisnya, karena pekerjaan guru dianggap sebagai
pekerjaan yang mudah dikerjakan dan tidak menuntut pendidikan yang tinggi.
Contohnya saja sekarang ini karena kekurangan guru, maka diangkatlah istiah
Guru Kontrak. Padahal pendidikannya hanya setingkat SMU dapat mengajar
di SLTP.
Sesuai dengan pemikiran al-Ghozali dalam hal gaji atau honor
konsekuensinya dalam pendidikan modern saat ini, perlu kiranya untuk dikaji
lebih mendalam agar dalam praktek pendidikan sekarang ini terarah dan tidak
terjerumus lebih jauh, sehingga apa yang menjadi tujuan pendidikan itu sendiri

11

Drs. Abidin Ibnu Rusn, Op.Cit, hlm 68 69.

dapat tercapai. Hal inilah yang menjadi dasar pertimbangan penulis dalam
mengangkat topik ini.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, dapatlah penulis rumuskan permasalahan
yang dapat diambil dalam skripsi ini:
1. Bagaimana riwayat hidup dan sejarah pemikiran al-Ghozali?
2. Bagaimana pemikiran al-Ghozali tentang pendidikan?
3. Bagaimana konsep pemikiran al-Ghozali tentang gaji Guru konsekuensinya
terhadap pendidikan modern?
4. Bagaimana konsep dan praktek guru dalam pendidikan modern?

C. Tujuan Penelitian dan Kegunaanya


1. Tujuan Penelitian
Untuk memperoleh hasil yang diharapkan, maka perlu di tetapkan
tujuan. Adapun yang menjadi tujuan penelitian dalam masalah ini adalah
sebagai berikut :
a. Dapat mengetahui Riwayat hidup dan Sejarah pemikiran al-Ghozali
b. Dapat mengetahui pemikiran al-Ghozali tentang pendidikan .
c. Dapat mengetahui konsep pemikiran al-Ghozali tentang gaji Guru
d. Dapat mengetahui konsep al-Ghozali implikasinya dalam dunia
pendidikan Modern.
e. Untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana pada fakultas
Tarbiyah Institut Agama Islam Yudharta Pasuruan.
8

2. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Dengan

mengetahui

pemikiran

al-Ghozali

tentang

pendidikan

khususnya masalah guru, diharapkan mampu menjawab persoalan


pendidikan dan pengajaran sekarang ini.
b. Dari hasil pengkajian ini, diharapkan dapat dijadikan bahan masukan
bagi para guru untuk dapat introspeksi terhadap pekerjaan yang
dijalankan itu.
c. Sebagai bahan kajian kepustakaan dan bahan perbandingan bagi
penelitian yang sejenis.

D. Penegasan Judul / Istilah


Agar diperolah kesatuan yang jelas dan menghindari tafsiran yang
berbeda antara penulis dan pembaca, maka perlu dirumuskan terlebih dahulu
istilah-istilah dalam judul ini :
1. Konsepsi
Suatu gagasan atau ide yang relative sempurna dan bermakna.
Atau sebuah ide yang mewakili sebuah objek yang memiliki cirri yang
sama.
2. Al-Ghozali
Al-Ghozali adalah ahli pikir ulung yang riwayat hidup dan
pendapat-pendapatnya telah banyak diungkap dan dikaji oleh para
pengarang baik dalam bahasa Arab, Inggris maupun bahasa lainnya,

termasuk bahasa Indonesia.12 Dalam hal ini adalah pemikiran beliau


tentang Pendidikan dari beberapa karyanya, antara lain Ihya Ulummidin.
3. Gaji
Upah kerja yang dibayar dalam waktu yang tetap13 dalam hal ini
adalah upah guru sebagai honor atau hasil bekerja sebagai pengajar di
sekolah.
4. Guru
Adalah orang dewasa yang bertanggung jawab memberi bimbingan
atau bantuan kepada anak didik dalam perkembangan jasmani dan
rohaninya agar mencapai kedewasaan, mampu melaksanakan tugasnya
sebagai mahluk Allah, kholifah di permukaan bumi, sebagai makhluk
sosial dan sebagai individu yang sanggup berdiri sendiri.14
5. Konsekuensi
Konsekuen adalah tidak menyimpang dari tujuan semula.15 Dalam hal ini
adalah hal-hal yang tidak menyimpang dari konsep pendidikan sekarang
ini.
6. Pendidikan modern
Pendidikan modern yang dimaksud adalah pendidikan yang mengalami
proses pembaharuan atau perbaikan sistem, yang memadukan sistem

12
13

14

15

Drs, Abidin Ibnu Rusn, Op.Cit, hlm 1.


M. Sastrapradja, Kamus istilah Pendidikan dan Umum, Usaha Nasional, Surabaya, 1981,
hlm166.
Drs, H. Hamdani Ihsan dan Drs. H.A Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, CV Pustaka
Setia, Bandung, 1998, hlm 93.
M. Sastrapradja, Op.Cit, hlm 273.

10

pendidikan yang lama dengan sitem pendidikan baru sesuai dengan


perkembangan yang ada.

E. Sistematika Penulisan Skripsi


Agar pemahaman skripsi ini lebih spesifik, terarah dan mudah
difahami, maka penulis menyusun sistematika sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Meliputi ;
Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan dan
Kegunaan, Penegasan judul/Istilah dan Sistematika Penulisan.
BAB II : SEJARAH DAN PEMIKIRAN aL-GHOZALI TENTANG
PENDIDIKAN
Meliputi;
A. Riwayat Hidup dan Sejarah Pemikiran al-Ghozali
1. Riwayat hidup
2. Guru-Guru al-Ghozali
3. Sejarah Pemikiran al-Ghozali
4. Murid-Murid al-Ghozali
5. Karya-karya al-Ghozali
B. Sejarah Pemikiran al-Ghozali tentang Pendidikan
1. Pengertian Pendidikan
2. Tujuan Pendidikan
3. Subjek Didik
11

4. Hukum Mempelajari Ilmu


5. Kurikulum Pendidikan Menurut al-Ghozali
6. Metode Pendidikan Menurut al-Ghozali
7. Evaluasi Pendidikan Menurut al-Ghozali
C. Konsekuensi Guru Sebagai Profesi Dalam Pemikiran Ghozali
1. Guru Ideal dalam Pemikiran al Ghozali
2. Gaji apa yang boleh dan tidak boleh bagi seorang guru
menurut al Ghozali.
BAB III : KONSEP aL-GHOZALI TENTANG GAJI GURU DAN
KONSEKUESINYA DALAM PENDIDIKAN MODERN.
A. Pengertian Gaji Guru
1. Menurut al-Ghozali
2. Menurut Ahli Pendidikan
B. Pandangan Gaji Guru Dalam Pendidikan Modern
BAB IV

: ANALISIS AL-GHOZALI TENTANG BOLEH TIDAKNYA


GAJI GURU
A. Analisis Pandangan Gaji Guru Dalam Pendidikan Modern
B. Analisis Pandangan Gaji Guru Dalam pemikiran al- Ghozali

BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran-Saran
C. Kata Penutup
DAFTAR PUSTAKA
12

BAB II
SEJARAH DAN PEMIKIRAN AL-GHOZALI TENTANG PENDIDIKAN

A. Riwayat Hidup dan Sejarah Pemikiran Al-Ghozali


1. Riwayat Hidup
Nama lengkapnya Abu Hamid Muhammad Ibn Muhammad Ibn
Muhammad Ibn Ahmad al-Ghozali, al-Ghozali lahir pada tahun 450 H /
1058 M di Desa Thus wilayah Khurasan (sekarang Iran) Persia. 16
Namanya terkadang diucapkan dengan al-Ghozzali (dengan dua huruf z),
artinya tukang pintal benang, karena pekerjaan al-Ghozali adalah tukang
pintal benang wol. Sedang sebutan yang lazim adalah al-Ghozali (dengan
satu huruf z) yang diambil dari nama sebuah Kota Ghazaleh di dekat
kota

Tus

di

wilayah

Khurasan

yang

merupakan

kota

tempat

kelahirannya.17
Ia keturunan dan mempunyai hubungan keluarga dengan raja-raja
Saljuk yang memerintah daerah Khurasan, Jibal, Irak, Jazirah persia dan
Ahwas. Ayahnya seorang miskin yang jujur hidup dari usaha mandiri,
menenun kain bulu dan ia seringkali mengunjungi rumah alim ulama,
menuntut ilmu dan berbuat jasa pada mereka. Ia (ayah al-Ghozali) sering
berdoa kepada Allah agar di berikan anak yang pandai dan berilmu akan

16

Drs Ibnu Rusn, Pemikiran al-Ghozali Tentang Pendidikan, Cetakan Pertama 1988, Pustaka
Pelajar Offset, Yogyakarta, hlm 9.
17
DR. M. Bahri Ghazali, MA, Konsep Ilmu Menurut al-Ghazali, CV Pedoman Ilmu Jaya,
Jakarta, 2001, hlm23.

13

tetapi belum sempat ia menikmati doanya ia meninggal ketika putra


idamannya masih usia anak-anak.18
Sekalipun ayah al-Ghozali adalah seorang buta huruf dan miskin,
beliau memperhatikan masalah pendidikan anaknya. Sebelum meninggal
dunia, ia berwasiat kepada seorang sahabatnya yang sufi ( Yusuf AlNasaj) agar memberikan pendidikan kepada kedua anaknya, Ahmad dan
al-Ghazali,19 sambil mengungkapkan kalimat yang bernada penyesalan :
Nasib yang sangat malang, saya ingin supaya kemalangan saya dapat
ditebus oleh kedua anakku ini, peliharalah mereka dan habiskanlah harta
warisanku untuk mengajar mereka. Akan tetapi yang menjadi modal
utamanya adalah kasih sayang ibu yang selalu menjadi pendorong moril
bagi mereka untuk belajar terus. Setelah harta peninggalan ayahnya habis
terpakai, tidaklah mungkin bagi sang sufi itu untuk memberi nafkah
kepada mereka berdua, sang sufi( Yusuf Al-Nasaj) pun berkata :
Ketahuilah bahwa saya telah membelanjakan bagi kalian, seluruh
peninggalan harta ayahmu. Saya seorang miskin dan bersahaya dalam
hidupku. Saya kira hal terbaik adalah kalian masuk ke dalam sebuah
madrasah sebagai murid. Dengan ini kalian akan mendapat makan untuk
kelangsungan hidupmu. Kedua anak tersebut berlaku demikian dan ini
menjadi sebab dari kebahagiaan dan tercapainya cita-cita luhur mereka.20

18

Drs. Zaenuddin, dkk, Seluk Beluk Pendidikan al-Ghozali, 1991, Bumu Aksara Jakarta
, hlm 7
19
Drs Ibnu Rusn, Op.Cit, hlm 10.
20
Drs. Zaenuddin, dkk, Op.Cit, hlm7-8.

14

Berkat bantuan sufi yang sederhana itu dengan sedikit harta yang
diwariskan oleh orang tuanya al-Ghazali dan saudranya memasuki
madrasah tingkat dasar (madrasah Ibtidaiyah) dengan memahami ilmuilmu dasar. Gurunya yang utama di madrasah itu adalah Yusuf Al-Nasaj,
seorang sufi yang kemudian disebut juga Imam Al-Haramain. Beliaulah
yang pertama kali meletakan dasar-dasar pemikiran sufi pada al-Ghazali.
Pertemuan dengan gurunya Imam Al-Haramain dikatakan Mohammad
Jawadi Ridha 1980;112, yang dikutip Dr. M.Bahri Ghazali, MA, adalah:
Pertemuannya dengan Imam Haramain Abu Maah al-Juwaini
berlangsung dari tahun 470 hingga wafatnya pada tahun 478 H.
Dia mempelajari darinya ilmu-ilmu fiqih, Kalam, Jadal (ilmu
berdebat), Mantiq dan hal-hal yang berkanaan tentang Falsafat, dan
pada akhirnya ia menjadi terpelajar yang menurut ukuran yang
masa itu telah menguasai ilmu-ilmu yang harus dikuasai21.
Di dalam madrasah tersebut, al-Ghozali mempelajari Ilmu Fiqh
kepada Ahmad bin Muhammad al-Razikani dan mempelajari Ilmu
Tasawuf kepada Yusuf an-Nasaj, sampai pada usia 20 tahun. Kemudian
al-Ghozali, pergi ke Jurjan dan menjadi santri Abu Nasr Ismaili.
Pada awal studinya, al-Ghozali mengalami peristiwa menarik, yang
mendorong kemajuannya dalam pendidikan. Suatu hari dalam perjalanan
pulang ke tempat asalnya, al-Ghozali dihadang oleh segerombolan
perampok. Mereka merampas semua bawaan al-Ghozali termasuk catatan
kuliahnya.

al-Ghozali

meminta

kepada

perampok

itu

agar

mengembalikannya, yang baginya sangat bernilai. Kepala perampok itu


malah menertawakan dan mengejeknya, sebagai penghinaan terhadap al21

DR. M. Bahri Ghazali, MA, Op.Cit, hlm 24.

15

Ghozali yang ilmunya hanya tergantung pada beberapa helai kertas saja.
Tanggapan al-Ghozali terhadap peristiwa itu positif. ejekan itu digunakan
untuk mencambuk dirinya dan menajamkan ingatannya dengan menghafal
semua catatan kuliahnya selama tiga tahun.
Setelah menamatkan studi di Thus dan Jurjan, al-Ghozali
melanjutkan dan meningkatkan pendidikannya di Naisabur, dan ia
bermukim disana. Tidak berapa lama mulailah ia mengaji kepada alJuwainy, salah seorang pemuka agama yang terkenal dengan sebutan
Imam Haramain (Yusuf Al-Nasaj). Kepadanya al-Ghozali belajar Ilmu
Kalam, ilmu Ushul, Madzhab Fiqh, Retorika, Logika, Tasawuf dan
Filsafat.22 Dia telah mempelajari ajaran filsafat selama tiga tahun dan
sebagai hasilnya dia menulis sebuah kitab yang anti kepada filsafat dan
menyerangnya habis-habisan, yang dinamakan Tahafutul Falasifah yang
dalam bahasa Indonesia berarti : Kebingungan atau kacau-balaunya ahliahli filsafat. Sebenarnya menurut Dr. Sulaiman, ada 20 materi yang
dikoreksi al-Ghozali dibagi ke dalam dua kelompok, dari padanya ada tiga
hal yang menurut al-Ghozali membawa kemusyrikan yaitu :
a. Alam bersifat kekal
b. Tuhan tidak mengetahui secara terperinci apa yang terjadi di alam ini.
c. Pembangkitan jasmani tidak ada.23
Bahkan al-Ghozali sanggup bertukar fikiran dengan segala aliran
dan agama, serta menulis beberapa buku di dalam berbagai cabang ilmu
22

Drs Abidin Ibnu Rusn, Op.Cit., hlm 11


Dr Sulaiman Dunia, Tahafutul Falasifah Lil Umamil Ghazali, Darul Maarif, Mesir, 1972, hlm
86-87
23

16

pengetahuan, sehingga keahliannya itu diakui dapat mengimbangi gurunya


yang sangat dihormatinya.24 Dalam usianya yang baru mencapai 28 tahun,
al-Ghozali telah menggemparkan kaum sarjana dan ulama dengan
kecakapannya yang luar biasa. Di Naisabur ia telah menghidupkan paham
Skeptisme yang dianut oleh para sarjana Eropa pada masa berikutnya.
al-Ghozali sejak kecilnya dikenal sebagai anak pecinta ilmu
pengetahuan dan penggandrung mencari kebenaran yang hakiki, sekalipun
diterpa duka cita, dilanda derita beraneka rupa dan nestapa serta lamun
sengsara.
Kehausan al-Ghozali akan ilmu pengetahuan sudah tampak sejak
intelektualnya berkembang. Ia cenderung untuk mengetahui, memahami
dan mendalami masalah-masalah yang hakiki. Hal ini dilukiskan dalam
kitab sejarah perkembangan pemikiran. al-Ghozali berkata :






.
.
Kehausanku untuk menggali hakikat segala persoalan telah menjadi
kebiasaan semenjak aku muda belia. hal itu merupakan tabiat dan
fitrah yang telah diletakkan oleh Allah dalam kejadianku, bukan
karena usahaku.25
Al-Juwaini kemungkinan dipandang oleh al-Ghozali sebagai
Syaikh yang paling alim di Naisabur saat itu, sehingga kewafatannya
menyebabkan kesedihan yang mendalam. Tetapi akhirnya peristiwa itu
mengharuskan langkah lebih jauh, ditinggalkannya Naisabur menuju
24
25

Drs Zaenuddin dkk, Op.Cit., hlm 8


Ibid, hlm 9

17

Muaskar, suatu tempat atau lapangan luas yang disana didirikan barakbarak militer Nidhamul Muluk, Perdana Menteri Saljuk. Tempat itu sering
digunakan untuk tempat berkumpul para alim ulama ternama. Karena
sebelumnya keunggulan dan keagungan al-Ghozali telah dikenal oleh
Perdana

Menteri,

kehadiran

al-Ghozali

diterima

dengan

penuh

kehormatan. Ternyata benar setelah beberapa kali al-Ghozali berdebat


dengan para ulama disana, mereka tidak segan-segan mengakui
keunggulan ilmu al-Ghozali karena berkali-kali argumentasinya tidak
dapat dipatahkan. Sejak

itulah al-Ghozali dikenal dimana-mana.

Kemudian pada tahun 1091 M/484 H, al-Ghozali diangkat menjadi ustadz


(dosen) pada Universitas Nidhamiyah Baghdad. Atas prestasinya yang
kian meningkat, pada usia 34 tahun, al-Ghozali diangkat menjadi
pemimpin (rektor) pada universitas tersebut. Selama menjadi rektor, alGhozali banyak menulis kitab yang meliputi berbagai bidang seperti :
Fiqh, Ilmu Kalam dan kitab-kitab sanggahan terhadap aliran-aliran
kebatinan, Ismailiyah dan Filsafat.26
Para mahasiswa sangat gemar dengan kuliah-kuliah yang
disampaikan al-Ghozali oleh karena begitu dalam dan luas ilmu yang ia
miliki. Para mahasiswa dan sarjana yang tidak kurang jumlahnya 300
sampai 500 orang seringkali terpukau pada kuliah-kuliah yang
disampaikan, bahkan para ulama dan masyarakat pun mengikuti
perkembangan pemikiran dan pandangannya, sehingga tidak heran jika ia

26

Drs Abidin Ibnu Rusn, Op.Cit., hlm 12

18

menjadi sangat masyhur dan populer dalam waktu yang relatif tidak
lama.27
Sebenarnya al-Ghozali telah menelan seluruh faham, aliran dan
filsafat. Kesenuanya itu menimbulkan pergolakan dalam otaknya sendiri,
karena tidak ada yang memberikan kepuasan batinnya, sehingga ia ragu
kepada kesanggupan akal apalagi untuk mengetahui hakekatnya.
Hanya

4 tahun al-Ghozali menjadi Rektor di Universitas

Nidhamiyah Baghdad, setelah itu ia mengalami krisis rohani, krisis


keraguan yang meliputi aqidah dan semua jenis marifat. Secara diamdiam al-Ghozali meninggalkan Baghdad menuju Syam, agar tidak ada
yang menghalangi kepergiannya baik dari penguasa (khalifah) maupun
sahabat dosen se-universitasnya, al-Ghozali berdalih akan pergi ke
Mekkah untuk melaksanakan ibadah haji. Dengan demikian amanlah dari
tuduhan bahwa kepergiannya untuk mencari pangkat yang lebih tinggi di
Syam. Pekerjaan mengajar ditinggalkan dan mulailah al-Ghozali hidup
jauh dari lingkungan manusia, zuhud yang ia tempuh.
Setelah hampir dua tahun, al-Ghozali menjadi hamba Allah yang
betul-betul mampu mengendalikan hawa nafsunya. Ia menghabiskan
waktunya untuk berkhalwat, ibadah dan itikaf di sebuah masjid di
Damaskus, berdzikir sepanjang hari di menara. Untuk melanjutkan
taqarrubnya kepada Allah, al-Ghozali pindah ke Baitul Maqdis dan dari
sinilah al-Ghozali baru tergerak hatinya untuk memenuhi panggilan Allah

27

Drs Zaenuddin dkk, Op.Cit., hlm 9

19

menjalankan ibadah haji. Dengan segera ia pergi ke Mekkah, Madinah dan


setelah ziarah ke makam Rasulullah SAW, serta makam Nabi Ibrahim AS,
ditinggalkanlah kedua kota menuju Hijaz.
Setelah melanglang buana antara Syam Baitulmaqdis Hijaz, selama
kurang lebih sepuluh tahun, atas desakan Fakhrul Muluk, pada tahun 499
H/1106 Universitas Nidhamiyah Baghdad, al-Ghozali kembali ke Naisabur
untuk melanjutkan kegiatannya mengajar di Universitas Nidhamiyah
Baghdad. Kali ini ia tampil sebagai tokoh pendidikan yang benar-benar
mewarisi dan mengarifi ajaran Rasulullah SAW. Kitab pertama disusun
setelah kembali ke Universitas Nidhamiyah ialah al-Munqidz Min alDhalal. Fakhrul Muluk merasa gembira atas kembalinya al-Ghozali
mengajar di universitas terbesar di kota itu.
Tidak diketahui secara pasti berapa lama al-Ghozali memberikan
kuliah di Nidhamiyah setelah sembuh dari krisis rohani. Tidak lama
setelah Fakhrul Muluk mati terbunuh pada tahun 500 H/1107 M, alGhozali kembali ke tempat asalnya di Thus. Ia menghabiskan sisa
umurnya untuk membaca al-Quran dan Hadits serta mengajar. Di
samping rumahnya, didirikan madrasah untuk para santri yang mengaji
dan sebagai tempat berkhalwat para sufi. Pada hari Senin, tanggal 14
Jumaditssaniyah tahun 505 H/ 18 Desember 1111 M, al-Ghozali pulang
kehadirat Allah dalam usia 55 tahun dihadapan adiknya, Abu Ahmadi
Mujiduddin. Al-Ghozali meninggalkna tiga orang anak perempuannya,
sedang anak laki-lakinya yang bernama Hamid telah meninggal dunia
20

semenjak kecil sebelum, wafatnya al-Ghozali, karena anak inilah alGhozali digelari Abu Hamid (bapak si Hamid).28
Al-Ghozali termasuk penulis yang produktif dalam menghasilkan
karya, sebagaimana yang telah diungkapkan oleh al-Zubaidi, bahwa alGhozali diperkirakan telah menghasilkan 80 kitab dan risalah. Bahkan ada
yang menyebutkan al-Ghozali menulis hampir 100 buah kitab, meliputi
Teologi Islam, Fiqh, Tasawuf, Filsafat, Akhlaq dan Autobiografi. Namun
sayang tidak semua karya al-Ghozali tersebut sekarang ini ditemukan
dalam bentuk cetakan.
Karena lauasnya pengetahuan al-Ghozali, maka sangat sulit untuk
menentukan bidang dan spesialisasi apa yang telah digeluti oleh alGhozali. Hampir semua aspek-aspek keagamaaan dikajinya. Di perguruan
tinggi Nidhamiyah, al-Ghozali banyak mengajarkan Ilmu Fiqh versi alSyafii sebab ia pengikut madzhab Imam Syafii dalam bidang Fiqh.
Tetapi al-Ghozali juga mendalami bidang-bidang lain seperti : Filsafat,
Ilmu Kalam dan Tasawuf. Oleh karena itu menetapkan al-Ghozali sebagai
tokoh hanya dalam satu segi saja tentu sangat tidak adil. Sangat tepat
sekali gelar Hujjatul Islam ia sandang dengan pertimbangan mempunyai
keahlian multi-dimensional.
Dari uraian singkat tentang riwayat hidup al-Ghozali sebagaimana
diungkapkan diatas, dapat dipahami bahwa al-Ghozali sejak kecil telah
dibekali dengan keimanan yang tinggi, berpola hidup sederhana dan selalu

28

Drs Zaenuddin dkk, Op.Cit., hlm 10

21

tabah dalam menghadapi masalah dan berbagai kesulitan dalam hidupnya.


Disamping itu berkat kecerdasannya ia dapat mengembangkan potensi
yang dimilikinya dengan bimbingan para ulama yang mempunyai ilmu
pengetahuan yang tinggi dan wawasan yang luas. Jadi tidak diragukan lagi
jika al-Ghozali menguasai berbagai cabang ilmu, sehingga ia memadukan
seluruh pengetahuannya dalam melihat suatu masalah.
2. Guru-Guru Imam Ghozali
Perjalanan imam Ghazali dalam memulai pendidikannya di
wilayah kelahirannya. Kepada ayahnya beliau belajar al-Quran dan dasardasar ilmu keagamaan ynag lain, di lanjutkan Beliau mempelajari ajaran
pokok Islam (al-Quran dan sunnah Nabi). Diantara kitab-kitab hadist
yang beliau pelajari, antara lain :
a. Shahih Bukhori, beliau belajar dari Abu Sahl Muhammad bin
Abdullah al- Hafshi
b. Sunan Abi Daud, beliau belajar dari al- Hakim Abu al- Fath al- Hakimi
c. Maulid an- Nabi, beliau belajar pada dari Abu Abdillah Muhammad
bin Ahmad al- Khawari
d. Shahih al- Bukhari dan Shahih al- Muslim, beliau belajar dari Abu alFatyan Umar Al- Ruasai.
e. Beliau untuk belajar fiqh pada imam Kharamain, beliau dalam belajar
bersungguh-sungguh sampai mahir dalam madzhab, khilaf (perbedaan
pendapat), perdebatan, mantik, membaca hikmah, dan falsafah, imam
Kharamain menyikapinya sebagai lautan yang luas.
22

f. Antara tahun 465-470 H. Imam al-Ghazali belajar fiqih dan ilmu-ilmu


dasar yang lain dari Ahmad al-Radzaski di Thus,
g. Antara tahun 465-470 H. Imam al-Ghazali belajar fiqih dan ilmu-ilmu
dasar dari Abu Nasral Ismailli di Jurjan.
h. Beliau mengaji ulang pelajaran dari Jurjan sambil belajar tasawuf
kepada Yusuf al- Nassaj (487 H). pada tahun itu imam al-Ghazali
berkenalan dengan al-Juwaini dan memperoleh ilmu kalam dan
mantiq.
i. Di Naisabur imam al- Ghazali sempat belajar tasawuf kepada Abu Ali
al- Faldl Ibn Muhammad Ibn Ali al- Farmadi (477 H/1084 M).
3. Sejarah Pemikiran al-Ghozali
Diantara jalan pemikiran al-Ghozali yang menarik perhatian pada
umumnya adalah hasil tulisannya yang berjudul Ihya Ulumuddin, yang
tersebar luas di dunia Islam hingga dewasa ini. Al-Ghozali dalam hal
tersebut mengajak kepada pembaca untuk hidup dengan kesucian lahirbatin serta diterangkannya keutamaan berakhlak yang baik dan beribadah,
dengan disertai ayat-ayat al-Quran, Hadist-Hadist dan cerita-cerita. alGhozali pada setiap tulisannya memiliki daya khayal yang tinggi yang
akan menerima pujian dari para pembacannya. Misalnya dalam kitab
Minhajul Abidin mengumpamakan orang-orang yang lemah jiwanya itu
seperti keledai yang berada dalam kandangnya atau ayam yang berada
dalam kurungannya. Binatang-binatang tersebut melihat kepada tuannya
dengan tidak ada usaha buat melepaskan dirinya karena lemah jiwanya,
23

dan tidak berhasil mengikuti tugas-tugas berat karena kemauannya telah


putus dengan tidak ada tujuan kearah perkara yang mulia.
Ternyata tulisan-tulisan al-Ghozali dalam Ihya, Arbain dan
Minhaj telah memiliki keterangan-keterangan lengkap tentang perlunya
manusia mencintai Allah, cinta kepada peribadatan dan takut pada
larangan Allah. Adanya hal-hal yang berlebihan dari penulisannya akan
merupakan satu pengaruh besar kepada para pembacannya kecuali jika
mau ditelitinya dengan cermat.
Adapun kitab Ihya Ulumuddin adalah merupakan kitab tasawuf
yang isinya tentang ilmu-limu ke-Islaman yang perlu diamalkan oleh
kaum Muslimin. Sedangkan tujuan kitab tersebut adalah untuk memupuk
kebahagian hati dan itulah kitab al-Ghozali yang utama tentang Akhlak.29
Kemudian apa yang menarik perhatian dalam sejarah hidupnya
adalah kedahagaan terhadap segala pengetahuan serta keinginannya untuk
mencari keyakinan dan mencari hakikat kebenaran segala sesuatu yang
tidak pernah puas. Pengalaman pengembaran intelektual dan spiritualnya
berpindah-pindah dari Ilmu Kalam ke Ilmu Filsafat, kemudian ke dunia
batiniah dan akhirnya membawanya ke Tasawuf. Inilah sebabnya untuk
memahami kejelasan pola pemikiran dan corak hidupnya, sering
mengalami kesulitan sebagaiaman dinyatakan A. Hanafi, M. : Oleh itu
pikiran-pikiran al-Ghozali telah mengalami perkembangan semasa
hidupnya dan penuh keguncangan batin sehingga suka di ketahui corak

29

Husein Bahreisj, Ajaran-Ajaran Akhlak Imam Ghozali, Surabaya, al-Ikhlas, 1981, hlm 26

24

pemikirannya, seperti terlihat dari sikapnya terhadap filusuf-filusuf dan


terhadap aliran-aliran akidah pada masanya.
Kontradiksi-kontradiksi pemikirannya memang banyak kita jumpai
dalam berbagai kitabnya, karena dipengaruhi oleh perkembangan
pikirannya sejak muda sekali. Di satu pihak ia dikenal sebagai penulis
buku polemis, Tahafutul Falasifah, untuk mendemonstrasikan kepalsuan
para filusuf beserta doktrin-doktrin mereka. Tetapi pada waktu yang sama
ia juga menulis kitab atau buku dalam ilmu logika Aristoteles (al-Mantiq
al Aristi), lalu menulis kitab Miyarul Ilmi (Metrik Ilmu Pengetahuan), ia
membela ilmu warisan Aristoteles itu dan ia menerangkan berbagai segi
kegunaannya.30
Sebagian orang menganggap bahwa al-Ghozali bukan filosof tetapi
semata-mata adalah ahli Tasawuf, dengan alasan-alasan karena al-Ghozali
ber argumen dari filosof Yunani maupun filosof Islam. Anggapan yang
demikian kiranya kurang tepat, mengingat bahwa seluruh karya al-Ghozali
dalam kitab-kitabnya merupakan karya filsafat dengan argumen yang
benar-benar filosofis yang beliau sesuaikan dengan prinsip-prinsip agama
Islam.
Apa yang dinamakan Tasawuf al-Ghozali sebenarnya mempunyai
ciri khas. Beda dengan mistik atau tasawuf pada umumnya yang hanya
mengutamakan rasa dari pada pikiran, tasawuf al-Ghozali pada umumnya

30

Drs Zaenuddin dkk, Op.Cit., hlm 17

25

faktor pikiran lebih tampak dari pada perasaan. Di sini tampak bahwa
filsafat al-Ghozali lebih Islami dari pada filsafat-filsafat lainnya.31
Demikian pula kontradiksi pikirannya yang berhubungan dengan
Ilmu Kalam, seperti dijelaskan oleh Dr. Nurcholis Madjid : . dalam
bukunya Iljam al-Awam an Ilmu Kalam, nampak menentang Ilmu Kalam.
Tetapi bukunya yang lain yang berjudul al-Iqtishod fil Itiqod, al-Ghozali
memberi tempat kepada Ilmu Kalam al-Asyari. Dalam kitabnya yang
cemerlang Ihya Ulumiddin, al-Ghozali dengan cerdas menyuguhkan
sinkretisme kreatif dalam Islam, sambil tetap berpegang kepada Ilmu
Kalam al-Asyari.
Hal ini berarti al-Ghozali tidak memuji seluruhnya terhadap ilmu
kalam, tetapi ada yang dipuji dan ada yang dibenci. Sebagaimana ilmu
kalam yang diajarkan pada orang-orang awam, tidak akan mencapai
maksudnya

dan

bahkan

bisa

mengacaukan

pikiran

serta

dapat

memalingkan mereka dari akidah yang benar. Oleh karena itu, Dr.
Sulaiman menafsirkannya, bahwa ada kitab-kitab yang ditujukan pada
orang-orang awam/umum, dan ada pula yang khusus ditujukan kepada
orang-orang tertentu sekali dan sudah barang tentu isinya tidak akan sama.
Pengertian kaum awam dan kaum khawas tentang suatu hal, tidak
selamanya sama, tetapi sering kali berbeda menurut daya berpikir masingmasing, sehingga kaum awam membaca apa yang

tersurat sedang kaum

khawas membaca apa yang tersirat.

31

Drs. A. Chairil Basori, Filsafat, Semarang, Duta Grafika, 1987, halaman 72

26

Disamping itu kontradiksi pikiran al-Ghozali juga sangat di


pengaruhi oleh perkembangan pemikirannya, seperti apa yang dikatakan
oleh Dr. Zaki Mubarak, yaitu : Perbedaan tersebut disebabkan
perkembangan pemikiran al-Ghozali mulai dari seorang murid biasa,
kemudian menjadi murid yang cemerlang namanya, meningkat menjadi
guru bahkan guru yang benar-benar kenamaan. Akhirnya mejadi kritikus
yang sangat kuat, menguasai dan menyingkap bermacam-macam
pendapat, kemudian menjadi pengarang besar yang membanjiri dunia
dengan pembahasan-pembahasan dan buku-bukunya.32
Dengan demikian jelaslah bahwa karya-karya al-Ghozali yang
ditulis pada masa mudanya yang masih kuat pengaruh logikanya sangat
berbeda dengan karya-karya yang ditulis pada akhir usianya (tua) karena
masih terlalu dalam pengaruh tasawufnya.
Namun demikian pemikirannya masih ditandai oleh pikiran yang
jernih, wawasan yang luas, pembahasan yang mendalam, penyelidikan
yang teliti, kekuatan yang sama sekali tidak berpengaruh hal-hal yang
bersifat rendah, kemampuan menganalisa masalah mana yang melampaui
batas dan sistem, berani dan pantang mundur menghadapi tantangan
zaman, serta mampu menjelaskan kebenaran dan memisahkan kebenaran
dari segala hal yang menodainya sepanjang sejarah perjalanan Islam.33

32
33

Drs. Zaenuddin dkk, Op.Cit., hlm18


Ibid, hlm 19

27

4. Murid-Murid Imam al- Ghazali


Imam al- Ghazali mempunyai banyak murid, karena beliau mengajar
di madrasah nidzhamiyah di Naisabur, diantara murid-murid beliau adalah :
1. Abu Thahir Ibrahim Ibn Muthahir al-Syebbak al-Jurjani (513 H).
2. Abu Fath Ahmad Bin Ali Bin Muhammad Bin Burhan (474-518 H),
semula beliau bermadzhab Hambali, kemudian setelah beliau belajar
kepada imam Ghazali, beliau bermadzhab Syafii. Diantara karya-karya
beliau al Ausath, al Wajiz, dan al Wushul.
3. Abu Thalib, Abdul Karim Bin Ali Bin Abi Tholib al- Razi (522 H),
beliau mampu menghafal kitab Ihya Ulumuddin karya imam Ghazali.
Disamping itu beliau juga mempelajari fiqh kepada imam al Ghazali.
4. Abu Hasan al Jamal al Islam, Ali Bin Musalem Bin Muhammad
Assalami (w.541 H). Karyanya Ahkam al- Khanatsi.
5. Abu Mansur Said Bin Muhammad Umar (462-539 H), beliau belajar
fiqh pada imam al- Ghazali sehingga menjadi ulama besar di Baghdad.
6. Abu al- Hasan Saad al- Khaer Bin Muhammad Bin Sahl al- Anshari alMaghribi al- Andalusi (541 H). beliau belajar fiqh pada imam Ghozali di
Baghdad.
7. Abu Said Muhammad Bin Yahya Bin Mansur al- Naisabur (476-584 H),
beliau belajar fiqh pada imam al- Ghazali, diantara karya-karya beliau
adalah al mukhit fi sarh al- wasith fi masail, al- khilaf.

28

8. Abu Abdullah al- Husain Bin Hasr Bin Muhammad (466-552 H), beliau
belajar fiqh pada imam al- Ghazali. Diantar karya-karya beliau adalah
minhaj al- tauhid dan tahrim al- ghibah.
5. Karya-Karya al-Ghozali
Al-Ghozali adalah seorang ahli pikir Islam yang dalam ilmunya dan
mempunyai napas panjang dalam karangan-karangannya. Puluhan buku
telah ditulisnya meliputi berbagai lapangan ilmu pengetahuan, antara lain :
ilmu Kalam, Filsafat, Fiqh, Ushul Fiqh, Tafsir, Tasawuf, Akhlak dan
Autobiografinya.
Di dalam muqaddimah kitab Ihya Ulumuddin, Dr. Badawi
Thabana, menulis hasil-hasil karya al-Ghozali yang berjumlah 47 kitab,
yang penulis susun menurut ilmu pengetahuan sebagai berikut :
a. Kelompok Filsafat dan Ilmu Kalam, yang meliputi :
1. Maqashid al- Falasifah (Tujuan Para Filosuf)
2. Tahafut al- Falasifah (Kerancuan para Filosuf)
3. Al- Iqtishod fi al-Itiqod (Moderasi dalam Aqidah)
4. Al- Munqid min al- Dhalal (Pembebas Dari Kesesatan)
5. Al- Maqashidul Asna fi Mani Asmillah al-Husna (Arti Nama-Nama
Allah Yang Hasan)
6. Faishalut Tafriqah Bainal Islam waz Zindiqah (Perbedaaan antara
Islam Dan Zindiq)
7. Al- Qishashul Mustaqim (Jalan Untuk Mengatasi Perselisihan
Pendapat)
29

8. Al-Mustadhiri (Penjelasan-Penjelasan)
9. Hujjatul Haq (Argumen Yang Benar)
10. Mufsilul Khilaf fi Ushuluddin (Memisahkan Perselisihan Dalam
Ushuluddin)
11. Al- Muntahal fi Ilmil Jidal (Tata Cara Dalam Ilmu Diskusi)
12. Al- Madhnun bin Ala Ghairi Ahlihi (Persangkaan Bukan Pada
Ahlinya)
13. Mahkun Nadlar (Metodologika)
14. Asraar Ilmiddin (Rahasia ilmu Agama)
15. Al- Arbain fi Ushuluddin (40 Masalah Ushuluddin)
16. Iljamul Awwam an ilmil Kalam (Menghalangi Orang Awam Dari
Ilmu Kalam)
17. Al- Qulul Jamil fir Raddi ala man Ghayaral Injil (Kata-Kata Yang
Baik Untuk Orang-Orang Yang Mengubah Injil)
18. Miyarul Ilmi (Timbangan Ilmu)
19. Al- Intishar ( Rahasia-Rahasia Alam)
20. Isbatun Nadlar (Pemantapan Logika)
b. Kelompok Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh, yang meliputi :
1. Al- Basith (Pembahasan Yang Mendalam)
2. Al- Wasith (Perantara)
3. Al- Wajiz (Surat-Surat Wasiat)
4. Khulashatul Mukhthashar (Intisari Ringkasan Karangan)
5. Al- Mustasyfa (Pilihan)
30

6. Al- Mankhul (Adat Kebiasaan)


7. Syifakhul Alil fi Qiyas wat Talil (Penyembuh Yang Baik Dalam
Qiyas Dan Talil)
8. Adz-Dzariah ila Makarimis Syariah (Jalan Kepada Kemuliaan
Syariah)
c. Kelompok Ilmu Akhlak dan Ilmu Tasawuf, yang meliputi :
1. Ihya Ulumuddin (Menghidupkan Kembali Ilmu-Ilmu Agama)
2. Mizanul Amal (Timbangan Amal)
3. Kimiyaus Saadah (Kimia Kebahagiaan)
4. Misykatul Anwar (Relung-Relung Cahaya)
5. Minhajul Abidin (Pedoman Beribadah)
6. Ad-Dararul

Fakhirah

fi

Kasyfi

Ulumil

Akhirah

(Mutiara

Menyingkap Ilmu Akhirat)


7. Al-Ainis fil Wahdah (Lembut-Lembut Dalam Kesatuan)
8. Al-Qurbah Ilallahi Azza Wa Jalla (Mendekatkan Diri Kepada
Allah)
9. Akhlah al-Abrar Wan najat minal Asrar (Ahlak yang Luhur Dan
Menyelamatkan Dari Keburukan)
10. Bidayatul Hidayah ( Permulaan Mencapai Petunjuk)
11. Al- Mabadi wal Ghayyah (Permulaan Dan Tujuan)
12. Talbis al-Iblis (Tipu daya Iblis)
13. Nashihat al- Mulk (Nasihat Untuk Raja-Raja)
14. Al-Ulum al- Laduniyyah (Ilmu-Ilmu Laduni)
31

15. Al-Risalah al- Qudsiyah (Risalah Suci)


16. Al-Makhadz (Tempat Pengambilan)
17. Al- Amali (Kemuliaan)
d. Kelompok Ilmu Tafsir yang meliputi :
1. Yaquutut TaWil fi Tafsirit Tanzil (Metodologi Tawil Di Dalam
Tafsir yang Diturunkan); terdiri dari 40 jilid.
2. Jawahir Quran (Rahasia Yang Terkandung Dalam al-Quran)34

B. Sejarah Pemikiran Al-Ghozali Tentang Pendidikan


1. Pengertian Pendidikan
Pendidikan adalah perubahan tingkah laku pada diri seseorang
dalam bentuk pengelolaannya, pemahamannya, sikap dan tingkah laku
ketrampilannya, kecakapannya, kemampuannya dan sebagainya. 35
Pengertian pendidikan menurut Marimba, yang dikutip Ahmad
Tafsir adalah :
Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh
pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik
menuju terbentuknya kepribadian yang utama.36
Dari kedua definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan
dapat diartikan sebagai suatu kiprah manusia yang bersifat komunikatif
antara manusia dewasa dengan anak secara sadar dalam rangka membantu
perkembangan potensi yang dimilikinya agar terbentuk kejiwaan yang

34

Drs. Zaenuddin dkk, Op.Cit., hlm 19 21.


. Nana Sudjana, Dasar-dasar Prestasi Belajar Mengajar, Rajawali Pers, Jakarta, 1989, hlm 28
36
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Prespektif Islam, PT Rosdakarya, Bandung, 2000, hlm
24
35

32

integral antara jasmani dan rohani, yakni keintegralan segala aspek


kepribadian (manusia sempurna).
Pengertian pendidikan pada umumnya memiliki beberapa unsur,
yaitu : usaha, guru, murid, dasar dan tujuan. Menurut al-Ghazali tidak
dijelaskan apa yang dimaksud dengan pendidikan, sekalipun al-Ihya
Ulumiddin dianggap sebagai kitab intisari pemikirannya yang paling
komplit. Hal ini dapat dipahami karena al-Ghazali belum sampai
membahas ilmu pendidikan. Namun dalam pengertian lebih lanjut,
menurut Drs Abidin Ibnu Rusn, pendidikan adalah proses memanusiakan
manusia sejak masa kejadiannya sampai akhir hayatnya melalui berbagai
ilmu pengetahuan yang disampaikan dalam bentuk pengajaran secara
bertahap, di mana proses pengajaran itu menjadi tanggung jawab orang tua
dan masyarakat menuju pendekatan diri kepada Allah SWT sehingga
menjadi manusia sempurna.37
Dengan demikian pendidikan menurut al-Ghazali berlangsung
mulai dari lahir hingga akhir kehidupannya, dengan berbagai aspek ilmu
pengetahuan yang disampaikan melalui pengajaran dan yang menjadi
tanggung jawabnya adalah keluarga (orang tua) dan masyarakat.
2. Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan merupakan bagian yang diharapkan dalam
proses pendidikan dan berlangsung sepanjang kehidupan manusia, sesuai
dengan arti dari pendidikan itu sendiri yaitu menuju manusia sempurna.

37

Drs Abidin Ibnu Rusn, Op.Cit., hlm54.

33

Kemudian dalam setiap usaha pencapaian tujuan pendidikan, John


S. Brubacher dalam bukunya Modern Philosophies of Education
mengemukakan bahwa tujuan pendidikan mencakup tiga fungsi penting,
yang bersifat normatif, yaitu :
a. Tujuan pendidikan memberikan arah pada proses yang edukatif
b. Tujuan pendidikan tidak selalu memberi arah pada pendidikan tetapi
harus mendorong atau memberikan motivasi yang baik.
c. Tujuan pendidikan mempunyai fungsi untuk memberikan pedoman
atau menyediakan kriteria-kriteria dalam menilai proses pendidikan.38
Dalam Islam tujuan pendidikan terdapat dalam al-Quran surat AdZariat ayat 56, yang berbunyi;



Tidaklah aku ciptakan jin dan manusia melaikan untuk
menyembahku (Qs. az-Zariat: 56 ).39
Sesuai dengan ayat di atas berarti bahwa Allah SWT menciptakan
manusia agar supaya menyembah atau mengabdi kepada-Nya, yaitu
menjalankan apa yang diperintah dan menjauhi apa yang dilarangan-Nya.
Kemudian menurut al-Ghazali tujuan pendidikan diungkapkan
dalam karya-karyanya yang dikelompokan sebagai berikut:
a. Tujuan mempelajari ilmu pengetahuan
al-Ghazali mengatakan :
38

Drs. H. Hamdani Ihsan dan Drs. H.A Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, CV Pustaka Setia,
Bandung, 1998, hlm 62.
39
Depag RI, Al-Quran dan Terjemahannya, CV Alwaah, Semarang 1989, hlm 598

34


/




Apabila engkau mengadakan penyelidikan/ penalaran
terhadap ilmu pengetahuan, maka engkau akan melihat
kelezatan padanya, oleh karena itu tujuan mempelajari ilmu
pengetahuan adalah karena ilmu pengetahuan itu sendiri.40
Dari perkataan al-Ghazali di atas dikatakan bahwa penelitian,
penalaran dan pengkajian tentang ilmu pengetahuan mengandung
kelezatan spiritual yang akan menumbuhkan roh ilmiah. Dengan
demikian al-Ghazali sangat menganjurkan kepada para pelajar agar
menjadi orang yang cerdas, pandai berpikir, dapat menggunakan akal
pikirannya dengan baik dan optimal. Tujuan pendidikan menurut alGhazali ini masih mempunyai relevansinya dengan dunia pendidikan
modern, karena dalam mengembangkan ilmu dan teknologi manusia
berlomba-lomba mencari pengetahuan tanpa ada batasnya, dan kita
pun merasakan hasilnya di abad XXI ini.
b. Tujuan pembentukan akhlak
Sejarah pemikiran al-Ghazali yang paling banyak mendapat
perhatian, pengkajian dan penelitian adalah lapangan ilmu akhlak,
karena sangat berkaitan dengan perilaku manusia, sehingga hampir di
setiap karya-karyanya berhubungan dengan akhlak dan pembentukan
budi pekerti.
Dalam kitab Mizanul Amal yang dikutip Drs.Zainudin,dkk; alGhazali mengatakan:
40

Al-Ghozali terjemahan Asrorudin, Ihya Ulummudin Juz 1, Toha Putra, Semarang, tt,

hlm 9

35

Tujuan murid dalam mempelajari segala ilmu pengetahuan


pada masa sekarang, adalah kesempurnaan dan keutamaan
jiwanya.41
Dari sinilah diketahui bahwa manusia dalam mempelajari ilmu
pengetahuan yang utama adalah penanaman akhlak, oleh karena itu
Nabi Muhammad SAW diperintahkan untuk menyempurnakan akhlak
dengan sabdanya:


Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak
yang mulia (HR; Ahmad) 42
c. Tujuan mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat
al-Ghazali mengatakan :



.


sungguh engkau mengetahui bahwa hasil ilmu pengetahuan
adalah mendekatkan diri kepada tuhan pencipta alam,
menghubungkan diri dan berhampiran dengan ketinggian
malaikat, demikian itu di akhirat. Adapun di dunia adalah
kemuliaan, kebesaran, pengaruh pemerintahan bagi pimpinan
negara dan penghormatan menurut kebiasaannya. 43
Dengan demikan tujuan pendidikan menurut al-Ghazali adalah
menuju kebahagiaan dunia dan akhirat, kebaikan di dunia berarti hasil
pengetahuan yang didapatkan di dunia akan membawa kemuliaan dan
41

Drs. Zaenuddin dkk, Op.Cit, hlm 44.


Drs. H. Hamdani Ihsan dan Drs. H.A Fuad Ihsan, Op.Cit, hlm 39.
43
Drs. Zaenuddin dkk, Op.Cit, hlm 46.
42

36

kebesaran bagi agama, nusa dan bangsa. Sedangkan bagi akhirat dapat
dijadikan perlindungan bagi dirinya terhadap siksa neraka dan
mendapat balasan atas segala hal yang diridloi oleh Allah SWT.
3. Subjek Didik
a. Pandangan tentang Manusia
Dalam

perjalanan

hidupnya,

umat

manusia

senantiasa

dihadapkan kepada pengalaman-pengalaman peristiwa alamiah yang


ada di sekitarnya. Pengalaman-pengalaman lahir ini merupakan sejarah
hidupnya yang mengesankan dan menghidupkan serta menjadi
pengalaman batinnya sebagai alat pendorong untuk mengadakan
perubahan-perubahan bagi kepentingan hidup dan kehidupannya.
Sejak dilahirkan, umat manusia telah diwarisi intuisi beragama
dan intuisi serba ingin tahu. Dalam perkembangannya kedua intuisi ini
kadang-kadang menimbulkan benturan-benturan antara pikiran dan
perasaan yang mengakibatkan timbulnya pertentangan batin. Adapaun
wujud dari kedua intuisi ini adalah akal dan budi. Dengan akalnya,
orang

akan

pertimbangan

memperoleh
secara

ilmu

lahiriah.

pengetahuan

Dengan

sebagai

budinya,

orang

bahan
akan

memperoleh dasar pertimbangan yang mempunyai latar belakang


kebaikan dan kebajikan walaupun kadang-kadang tanpa pengartian.44
Oleh karena itu kehidupan di dunia, manusia memerlukan
sarana, dan prasarana, manusia memerlukan makan, minum, pakaian

44

Drs. H. Hamdani Ihsan dan Drs. H.A Fuad Ihsan, Op.Cit, hlm 23

37

dan

sebagainya.

Demikan

pula

manusia

juga

membutuhkan

ketenangan jiwa, batin, kemasyarakatan dan sebagainya. Oleh karena


itu manusia tidak dapat memenuhi kebutuhan tersebut tanpa bantuan
manusia lain. Manusia perlu mendapat bimbingan untuk dapat hidup
berdampingan dengan masyarakat.
Manusia yang bergantung disebut murid, dan yang menjadi
tempat bergantung disebut guru yang kemudian keduanya diberi nama
subjek didik
Al-Ghazali berkata:
.





Hak guru atas muridnya lebih agung dibanding hak orang tua
terhadap anaknya. Karena orang tua hanya penyebab adanya
anak sekarang di alam fana dan guru penyebab hidupnya yang
kekal.45
Dari pernyataan al-Ghazali di atas dapat dimengerti bahwa
guru merupakan subjek dalam pendidikan dan sangat dibutuhkan
dalam proses pendewasaan anak sehingga menjadi manusia sempurna.
Seorang siswa yang belajar tanpa ada bimbingan dari guru bisa jadi
dalam belajarnya tidak mendapatkan apa-apa karena ilmu yang
dipelajari tidak sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Namun
jika ada guru, ia dapat mengarahkan murid ilmu apa yang dapat
dipelajari.

45

. Drs Abidin Ibnu Rusn, Op.Cit., hlm 76

38

Sedangkan subjek pendidikan selanjutnya adalah murid,


sebagai tokoh utama dalam proses belajar. Seorang siswa akan berhasil
dalam belajarnya apabila ia mampu memahami bahwa belajar pada
hakikatnya adalah proses jiwa, bukan proses fisik. Karena itulah,
hakikat belajar itu sendiri sulit diketahui, kita hanya mengetahui
gejalanya saja. Oleh karena hal belajar inilah al-Ghazali menyarankan,
agar murid sebagai langkah pertama dalam belajarnya untuk
mensucikan jiwa dari perilaku buruk, sifat-sifat tercela, dan budi
pekerti yang rendah seperti marah, dengki, hasud, ujub, takabur, riya
dan lain-lain. Al-Ghazali berkata;



Hendaklah murid mendahulukan kesucian batin dari kerendahan
budi dan sifat-sifat tercela seperti marah, hawa nafsu, dengki,
busuk hati, takabur ujub dan sebagainya. 46

Dari sini kita dapat mengetahui bahwa seorang murid dalam


kegiatan belajarnya supaya menjauhkan diri dari sifat-sifat tercela dan
perbuatan maksiat, dengan begitu ia akan memperoleh manfaat dan
hasilnya yang merupakan tujuan belajar itu sendiri yaitu mencapai
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat
b. Pandangan tentang Ilmu Pengetahuan

46

. Drs Abidin Ibnu Rusn, Op.Cit., hlm 78

39

Ketika kita telah mengetahui bahwa Manusia memerlukan


bantuan orang lain untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, selanjutnya
bagaimana ilmu pengetahuan itu dapat dinikmati manfaatnya bagi
manusia.
Al-Ghozali telah menentapkan definisi tentang apa yang
disebut pengetahuan yang pasti, ia menyebutkan :




.




Akhirnya nyatalah kepadaku bahwa arti ilmu atau tahu yang
sesungguhnya itu adalah tersingkapnya sesuatu dengan jelas
sehingga tak ada lagi ruangan untuk ragu-ragu, tak mungkin
salah atau keliru, tak ada di hati tempat untuk itu. Keamanan
dari bahaya salah atau keliru itu harus diperkuat dengan
keyakinan sedemikian rupa sehingga andaikata disangkal oleh
seseorang yang sakti, yang misalnya dapat mengubah batu
menjadi emas atau mengubah tongkat menjadi ular, namun
demikian itu tak akan menimbulkan ragu-ragu sedikitpun juga
terhadap keyakinan tersebut.47
Jadi Menurut al-Ghozali, bahwa ilmu pengetahuan dapat
menjadikan manusia terhindar dari keraguan, kesesatan atau kesalahan
dalam mencapai kebenaran yang hakiki. Dalam mencapai ilmu
pengetahuan mengalami proses yang panjang dan kemudian disebut
dengan istilah pendidikan. Ketika kita mengetahui bahwa itu benar,
47

Drs. Zaenuddin dkk, Op.Cit, hlm 29.

40

maka dapat dibuktikan dengan pengetahuan yang di dapat dari hasil


pendidikan yang mendalam.
Dari pendangan al-Ghozali tentang Manusia dan ilmu
pengetahuan, pada hakekatnya manusia diciptakan untuk saling
mengisi satu sama lain. Manusia sebagai subjek didik dapat
menerapkan dalam kehidupan bermasyarakat yaitu Pendidikan.
4. Hukum Mempelajari Ilmu
Dalam Islam ilmu merupakan bagian integral bagi setiap manusia
dan termasuk bagian dari Iman. Karena itu ilmu sangat penting bagi
kehidupan manusia, karena ketika seseorang menjalankan suatu amal atas
dasar ilmu, maka seseorang itu akan mengetahui makna dan hikmah dari
ajaran yang dilaksanakannya.
Oleh karena itu al-Quran telah mengajak dan mengajarkan keada
seluruh umat manusia untuk berfikir, menggunakan akal sesuai dengan
fungsinya guna mencapai pengetahuan yang benar. Selain itu, Allah telah
menugaskan Rasulullah untuk mengajarkan ilmu kepada umat manusia.
Manusia berkewajiban mencari ilmu pengetahuan sebagai modal hidup
dan kehidupannya. Rasulllah SAW bersabda;


Artinya : Belajar dan menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap
muslim dan muslimat.


Artinya : Tuntutlah ilmu pengetahuan itu sejak dari buaian sampai ke
liang lahat.
41

Artinya : Carilah ilmu pengetahuan itu walaupun ilmu itu berada di


negri Cina.48
Dari hadits inilah al-Ghozali mengangkat satu hukum bagi setiap
muslim untuk menuntut ilmu. Kata Faridhatun diberinya makna yang
lebih luwes dan sangat sesuai dengan fitrah manusia yang beraneka ragam
tingkat kemampuannya itu. Sebagaimana al-Ghozali sendiri akan
terbatasnya daya tangkap panca indera dan daya serap akal manusia, bukan
seperti para filosof yang seolah-olah memaksanakan manusia dengan
banyak memberikan porsi dan peran terhadap akal manusia. Oleh karena
itu para filosof muslim sanggup menerapkan kata faridihatun dengan
makna kewajiban yang mutlak dilakukan. Dari sikap itu akan muncul
permasalahan yang sangat pelit dan rumit sekali yakni akan berdosalah
orang-orang yang tidak mempunyai suatu kemampuan untuk menuntut
ilmu yang bermacam-macam jumlahya itu.
Dengan pertimbangan kemampuan dan bakat seseoranglah, maka
al-Ghozali memberikan pengertian kata Faridhatun dengan dua
ketetntuan hukum di dalam mempelajari setiap ilmu (mata pelajaran):
a.

Ilmu yang Fardlu ain untuk menuntutnya.

b.

Ilmu yang kewjiban menuntutnya itu berupa fardlu kifayah.


Menurut al-Ghozali bahwa ilmu yang hukum mempelajarinya

fardlu ain (dibebankan pada setiap muslim) ialah ilmu agama dengan

48

Drs. H. Hamdani Ihsan dan Drs. H.A Fuad Ihsan, Op.Cit, hlm35.

42

segala cabangnya, yang dimulai dengan al-Quran kemudian ilmu ibadah


dasar seperti hal ikhwal sehat, puasa, zakat dan sebagainya.
Sedang ilmu yang hukum mempelajarinya fardlu kifayah yaitu
satu ilmu yang diperlukan dalam rangka menegakkan urusan dunia
seperti ilmu kedokteran, karena pentingnya ilmu itu dalam pemeliharaan
kesehatan tubuh manusia. Ilmu hitung, karena pentingnya ilmu itu baik
muamalah, jual beli dan lain-lain. Pengetahuan-pengetahuan tersebut
yang apabila dalam suatu negara/dareah tidak ada seorangpun yang
mengetahuinya niscaya semua warga negara/ daerah tersebut berdosa.
Tetapi apabila ada seorang saja yang menegakkannya, maka kewajiban
anggota-anggota lain dari negara/daerah tersebut gugur. 49
Dengan demikian persepsi al-Ghozali tentang hukum mempelajari
ilmu terdiri dari dua konsep, yaitu fardhu ain (wajib) bagi setiap muslim
yang mempelajari ilmu Agama yakni al-Quran, ilmu ibadah dasar atau
ilmu-ilmu agama yang digunakan sebagai cara mengamalkan ajaran Islam
yang diwajibkan. Sedangkan konsep Fardlu Kifayah, yaitu kewajiban yang
dilakukan oleh satu orang atau sebagian dalam urusan dunia pada suatu
daerah, jika tidak ada yang dapat menjalankannya maka berdosalah semua
orang dalam suatu daerah tersebut. Contohnya adalah ilmu kedokteran,
ilmu hitung, pertanian, pertenunan, politik dan lain-lain.

49

Drs. Zaenuddin dkk, Op.Cit, hlm 96 98.

43

5. Kurikulum Pendidikan Menurut al-Ghozali


Kurikulum merupakan hal yang banyak dibicarakan dalam proses
pendidikan. Istilah kurikulum berasal dari bahasa latin curriculum semula
berarti a running course, or race cours, especially achariot race course
dan terdapat pula dalam bahasa Perancis courier artinya, to run berlari.
Kemudian istilah itu digunakan untu sejumlah courses atau mata pelajaran
yang harus ditempuh untuk mencapai suatu gelar atau ijazah.50
Selanjutnya istilah kurikulum mengalami perkembangan dan
tafsiran yang beragam. Akan tetapi pada dasarnya mempunyai aspek
kesamaan. Dalam istilah tradisional, kurikulum diartikan sebagai mata
pelajaran yang diajarkan di sekolah. Hal inilah yang menjadi kurikulum
sangat berpengaruh dalam dunia pendidikan khususnya di Indonesia.
Dalam perkembangan di bidang pendidikan, menimbulkan istilah
baru yang di ungkapkan oleh ahli pendidikan, seperti ;
J Galen Syalor dan William M. Alexander dalam buku mereka
Curruculum Planing for Better theaching and Learning
menjelaskan arti kurikulum sebagai berikut, The curriculum is the
total of schols efforts to inluence learning, whether in the
classroom, on the the playground or out of the school. Jadi segala
usaha sekolah untuk mempengaruhi anak belajar, apakah dalam
ruangan kelas, di halaman sekolah atu di luar sekolah termasuk
kurikulum. Kurikulum juga meliputi kegiatan ekstrakurikuler.51
Menurut D. Tanner, L. Tanner, dalam bukunya Curriculum
Development theory into Pratice, yang dikutip Dr. Nana sudjana dikatakan
bahwa :

50

Drs. H. Hamdani Ihsan dan Drs. H.A Fuad Ihsan, Op.Cit, hlm 131.
Prof. Dr. Nasution, MA, Pengembangan Kurikulum, Bandung, PT Citra Aditya Bakti, 1993,
hlm 11.
51

44

Kurikulum adalah niat, pedoman, rencana sedangkan pengajaran


adalah pelaksanaan untuk mencapai niat, atau rencana tersebut.
Menurut Beauchamp kurikulum adalah dokumen yang disusun
untuk digunakan sebagai dasar dalam merencanakan pengajaran.52
Dari dua definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian
kurikulum dalam proses pendidikan diartikan sebagai suatu hal yang
direncanakan atau dibuat sekolah dalam kegiatan belajar mengajar agar
dapat mempengaruhi anak dalam belajar, sehingga tercapailah tujuan
pengajaran.
Berdasarkan konsepsi baru, definisi kurikulum dapat ditetapkan
sebagai berikut : Kurikulum adalah semua pengetahuan, kegiatankegiatan atau pengalaman belajar yang diatur sistematis, yang diterima
anak untuk mencapai tujuan.53
Walaupun kurikulum sama, namun tiap murid bereaksi
menurut cara-cara tersendiri. Apa yang dipelajari murid, apa yang
diaktualisasikannya dari kegiatan atau pengalaman yang sama, tidak
sama. Actual kurikulum bagi setiap anak tidak sama walaupun
potential kurikulumnya sama.
Dalam kaitannya dengan pengertian kurikulum, al-Ghazali
mendasarkan pemikirannya bahwa kurikulum pendidikan harus
disusun dan selanjutnya disampaikan kepada murid sesuai dengan
pertumbuhan dan perkembangan psikisnya. Tegasnya, pelajaran harus

52

Dr. Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, Sinar Baru Algensindo, Bandung,
2000, hlm 3
53
Dr. Zuhairini, dkk, Metodik Khusus Pendidikan Agama, Biro Ilmiyah FT IAIN S. Ampel,
Malang, 1983. hlm58.

45

disampaikan secara bertahap, dengan memperhatikan teori, hukum dan


periodesasi perkembangan anak.54
Berdasarkan

pemikiran

tentang

kurikulum,

pendidikan

dilakukan secara bertahap dan sesuai dengan perkembangan anak, alGhazali mengutip sebuah hadist;
Seorang anak pada tujuh hari dari kelahirannya disembelih hewan
akikah dan diberi nama yang baik serta dijaga kesehatannya.
Ketika telah berusia 6 tahun, didiklah ia. Ketika berusia 9 tahun,
latihlah ia hidup mandiri, dipisahkan dari tempat tidur orang
tuanya. Ketika telah berusia 13 tahun, berilah sangsi bila ia
meninggalkan shalat. Setelah itu terlepaslah tanggung jawab orang
tua

terhadap

segala

dihadapannya,

aku

perbuatan
telah

anaknya,
mendidikmu,

seraya

berkata

mengajarmu,

menikahkanmu, maka aku mohon perlindungan kepada Allah dari


fitnahmu di dunia maupun di akhirat.55
Dengan demikan al-Ghazali memberikan pedoman atau cara-cara
dalam proses belajar mengajar yang dirumuskan dalam suatu bentuk
kurikulum secara didaktis sebagai berikut:
a. Pertama, usia 16 adalah batas minimal bagi orang tua untuk mendidik,
membimbing dan membina anak agar dapat mandiri. Adapun batas
maksimalnya dapat disesuaikan dengan kemampuan dan keberadaan
orang tua. Tanggung jawab terhadap pendidikan anak yang
54
55

Drs Abidin Ibnu Rusn, Op.Cit., hlm 90.


Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, Juz II, Masyahadul Husaini, tt, hlm 217.

46

diamanatkan Allah hanya sampai usia 16 tahun. Perhatian orang tua


terhadap anak dalam usia selanjutnya adalah tugas kemanusiaan dan
bukan tugas kebutuhan. Artinya, kalau anak tidak shalih, orang tua
sudah tidak lagi di tuntut di hadapan Allah.
b. Kedua,anak pada hakikatnya sudah dapat dilepas oleh orang tua, dan
sebenarnya anak tidak boleh lagi menggantungkan diri kepada orang
tua terutama dalam penghidupan dirinya sendiri, juga pendidikan
selanjutnya harus selfstanding.
c. Ketiga, karena agama anak sudah matang, jiwanya telah stabil,dan
akidahnya telah mantap, maka untuk mengembangkan ilmu yang
diminatinya guna mencapai profesi dapat dimanfaatkan untuk
menggali potensi alam. Mengembangkan dan memanfaatkan sebaikbaiknya untuk kepentingan manusia,tanpa terikat dengan negara Islam.
Sedangkan

periodesasi

perkembangan

anak

berdasarkan

psikologis dalam kaitannya dengan kurikulum pendidikan al-Ghazali


berkata:

) (

.)
(


.
) ( ..
.
.
Maka sewajarnya didahulukan kepada anak-anak pada awal
pertumbuhannya supaya (materi keilmuan) dihafalkan dengan
baik, kemudian senantiasa terbukalah pengertiannya nanti
sedikit demi sedikit sewaktu dia telah besar (matang
intelektualnya). Jadi permulaannya dengan menghafal,
47

kemdian memahami, menyakini dan membenarkan. Dan


demikian termasuk hal yang berhasil pada anak-anak, dengan
tidak memerlukan dalil ....jalan menguatkan dan
menetapkannya (akidah), tidaklah dengan cara bedebat dan
berilmu kalam. Tetapi dengan memperbanyak pembacaan alQuran serta tafsirannya, membaca hadis dan pengertiannya.
Dan mengerjakan dengan sungguh-sungguh segala macam
ibadah.56
Dari apa yang diungkapkan al-Ghazali tentang kurikulum
pendidikan, jelaslah bahwa orang tua dalam mendidik anaknya dengan
cara bertahap, sesuai dengan perkembangan anak dan sesuai dengan
ajaran Islam. Seperti diberi nama yang baik, diajarkan bahasa halus, di
masukkan sekolah yang baik. Pendidikan yang dilaksanakan di rumah
tangga (orang tua) sangat berpengaruh terhadap sikap anak-anaknya.
Secara kodrati, anak memerlukan pendidikan atau bimbingan dari
orang dewasa. Dasar kodrati ini dapa di mengerti dari kebutuhankebutuhan dasar yang di miliki oleh setiap anak yang hidup di dunia
ini.
6. Metode Pendidikan Menurut al-Ghozali
Metode merupakan sutu hal yang sangat penting dalam mencapai
tujuan pendidikan, karena merupakan sarana mengaplikasikan kurikulum
pendidikan yang telah di rencanakan sedemikian sehingga proses belajar
dan mengajar dapat berjalan lancar efektif dan efesien.
Dalam proses pendidikan islam, metode dapat dikatakan tepat guna
bila mengandung nilai-nilai intrinsik dan ekstrinsik sejalan dengan materi
pelajaran dan secara fungsional dapat dipakai untuk merealisasikan nilai56

Drs Abidin Ibnu Rusn, Op.Cit., hlm95 - 96.

48

nilai ideal yang terkandung dalam tujuan pendidikan Islam. Antara


metode, kurikulum dan tujuan pendidikan Islam mengandung relevansi
(keterkaitan) ideal dan operasional dalam proses kependidikan.57
Dalam hubungannya dengan ketiga aspek tersebut di atas, maka
timbulah pola pemikiran tentang model-model proses belajar mengajar
dimana suatu metode yang diterapkan oleh guru dalam menggerakan
kegiatan belajar memberi corak hubungan tertentu. Sehubungan dengan
kurikulum yang diberikan al-Ghazali secara bertahap, maka dalam
hubungan atau relevansi antara metode, kurikulum dan tujuan pendidikan
Islam melahirkan metodik khusus pendidikan menurut al-Ghazali dan
tampak bahwa beliau menekankan pendidikan agama dan akhlak.
Pada prinsipnya hakekat ilmu menurut al-Ghozali adalah satu yaitu
ilmu itu meruangkan milik Allah SWT, sedang manusia diberi hak untuk
mencari dan mengembangkannya, artinya pengembangannya tergantung
kepada kemampuan manusia. Dari kemampuan manusia tersebut
menjadikan ilmu itu tidak bisa dicapai tanpa dibantu oleh pemiliknya,
manusia memerlukan bantuan Allah SWT, karena ia adalah kebenaran
sendiri yang tidak ada keraguan di dalamnya :
Karena kebenaran inilah al-Ghozali menemukan metode atau cara
untuk dapat mencapai teori kebenaran berkat petunjuk Allah SWT. Di
dalam kitab riwayat hidupnya al-Mungkidz Min al Dlalal al-Ghozali
mengutarakan tentang upaya memperoleh keyakinan akan kebenaran itu.

57

Ibid, hlm 163.

49


.

Datangnya kembali keyakinan itu tidaklah dengan cara
penyusunan pembuktian atau mengemukakan berbagai dalil yang
tersusun rapi dan apik akan tetapi berkat cahaya Allah yang telah
Allah letakan di dadaku. Cahaya itu sendiri merupakan kuncinya
kebanyakan orang yang telah memiliki ilmu marifat58
Dari pernyataan al-Ghozali tersebut dapat dikatakan bahwa
kebenaran ilmu pengetahuan bukan hanya dengan cara penyusunan
pembuktian atau mengemukakan teori-teori yang pasti, akan tetapi
didasarkan pada keyakinan berkat petunjuk Allah SWT, sehingga alGhozali mengemukakan teori mencari ilmu dengan sumber muamalah
(Basariah /Insaniyah) dan sumber Mukasyafah (ilahiyah).
Sumber muamalah dentik dengan pengertian basyariah, yaitu
sumber ilmu diusahakan oleh manusia berdasarkan kekuatan rekayasanya,
sehingga dari hasil

upayanya itu mampu terbentuk suatu ilmu

pengetahuan. Atas dasar bukti empirik manusia sebagai sumber


munculnya ilmu pengetahuan.59
Sedangkan sumber Mukasyafah identik dengan sumber ilahiyah
yaitu sumber yang tidak bisa dicapai melalui kemampuan diri manusia,
melainkan harus dengan informasi Allah melalui petunjuknya baik
langsung (ilham yang dibisikan pada hati manusia) maupun kitab suci
yang yang diturunkan lewat Rasul-Nya. Pengetahuan yang diperoleh lewat
sumber ini adalah tentang rahasia ibadah yang diperintahkan maupun
58
59

Dr. M. Bahri Ghazali, MA, Op.Cit, hlm 79 80.


Ibid, hlm 82.

50

larangan Allah SWT sendiri serta termasuk juga masalah mengetahui diri
dan dzat Tuhan (metafisik) yang menurut al-Ghozali tidak bisa lewat
akal.60
a. Metodik Khusus Pendidikan Agama
Metodik khusus adalah suatu metode yang dikhususkan di
dalam sesuatu mata pelajaran.61 Dalam hubungannya dengan
pendidikan menurut al-Ghazali adalah metode yang di khususkan pada
pendidikan agama (Islam).
Menurut al-Ghazali pada prinsipnya metode pendidikan agama
dimulai dengan hafalan dan pemahaman, kemudian dilanjutkan dengan
keyakinan dan pembenaran, setelah itu penegakkan dalil-dalil dan
keterangan yang menunjang penguatan akidah. Yang demikian ini
merupakan pantulan dari sikap hidupnya yang sufi dan tekun
beribadah. Dari pengalaman pribadinya, al-Ghazali menemukan cara
untuk mencegah manusia dari karaguan terhadap persoalan agama
ialah keimanan terhadap Allah, menerima dengan jiwa yang jernih dan
akidah

yang

pasti

mengkokohkannya

pada

dengan

usia

sedini

argumentasi

mungkin.
yang

Kemudian

didasarkan

atas

pengkajian dan penafsiran al-Quran dan hadis-hadis secara mendalam


disertai dengan tekun beribadah, bukan melalui ilmu kalam atau
lainnya yang bersumber pada akal.62

60

Ibid, hlm 84.


Abu Ahmadi, Metodik Khusus PendidikanAgama, Armico, Bandung, 1986, hlm 13.
62
Drs Abidin Ibnu Rusn, Op.Cit., hlm 98.
61

51

Al-Ghazali menganjurkan tentang asas pendidikan keimanan


ini agar diberikan kepada anak-anak sejak dini, yakni;
) (
.



.

Ketahuilah, bahwa apa yang telah kami sebutkan itu
mengenai penjelasan akidah (keyakinan) maka sebaiknya
didahulukan kepada anak-anak pada awal pertumbuhannya.
Supaya dihafalkan dengan baik, kemudian senantyiasalah
terbuka pengertiannya nanti sedikit demi sedikit sewaktu dia
telah besar. Jadi, permulaannya dengan menghafal, lalu
memahami,
kemudian
beritikad,
mempercayai
dan
membenarkan dan yang berhasil pada anak-anak, tanpa
memerlukan bukti.63
Dari sini jelaslah metode pendidikan agama yang pertama kali
ditanamkan pada anak didik adalah keimanan, terutama akidah
mempercayai keesaan tuhan. Dengan begitu dalam jiwa anak terdapat
perasaan

ketuhanan

yang berperan

sebagai

fundamen

dalam

kehidupannya.
b. Metodik Khusus Pendidikan Akhlak
Al-Ghazali mendefinisikan akhlak sebagai berikut:
Akhlak adalah suatu sikap yang mengakar dalam jiwa yang
darinya lahir berbagai perbuatan dengan mudah dan gampang,
tanpa perlu pemikiran dan pertimbangan. Jika sikap itu darinya
lahir perbuatan yang baik dan terpuji, baik dari segi akal
maupun syara, maka ia disebut akhlak yang baik. Jika yang
lahir darinya perbuatan tercela, maka sikap tersebut disebut
akhlak buruk.64

63
64

Drs. H. Hamdani Ihsan dan Drs. H.A Fuad Ihsan, Op.Cit, hlm 237.
Drs Abidin Ibnu Rusn, Op.Cit., hlm 78

52

Berangkat dari pengertian pendidikan dan akhlak yang telah


disebutkan, maka pendidikan apapun menurut al-Ghazali, harus
mengarah kepada pembentukan akhlak yang mulia.
Menurut al-Ghazali, ciri-ciri manusia yang ber akhlak adalah ;
banyak malu, sedikit menyakiti orang, banyak perbaikan, lidah banyak
yang benar, sedikit bicara banyak kerja, sedikit terperosok kepada halhal yang tidak perlu, berbuat baik, menyambung silaturrahim, lemah
lembut, penyabar, banyak berterima kasih, rela kepada yang ada, dapat
mengendalikan diri ketika marah, kasih sayang, dapat menjaga diri dan
murah hati kepada fakir miskin, tidak mengutuk orang, tidak kikir,
tidak tergesa-gesa dalam pekerjaan, tidak pendengki, tidak kikir, tidak
penghasud, manis muka bagus lidah, cinta pada jalan Allah benci dan
marah karena Allah.65
Sesuai dengan metode pendidikan yang diterapkan al-Ghazali
di atas dapat memberikan nilai penuh yaitu penanaman Iman dan
Akhlak. Tanpa iman atau agama seseorang tidak mengenal tuhan,
akibatnya dalam kehidupannya tidak dibatasi. Sedangkan dengan
penanaman akhlak manusia dapat membekali diri dengan sikap-sikap
yang terpuji.

65

Drs Abidin Ibnu Rusn, Op.Cit., hlm 99-100.

53

7. Evaluasi Pendidikan Menurut al-Ghozali


a. Pengertian Evaluasi
Pengertian Evaluasi pendidikan menurut al-Ghazali diambil
dari ayat al-Quran dalam surat al-Hasyr ayat 18, yaitu:

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah


dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang
diperbuatnya untuk hari esok (akhirat) (QS. Al-Hasyr:18).66
Berdasarkan ayat di atas, pengertian evaluasi dapat dijelaskan
dengan memperhatikan kata , yang berasal dari kata -
kata tersebut sepadan dengan kata : = menimbang;
= memikirkan; = memperkirakan dan kata =
membandingkan.67
Pengertian evaluasi pendidikan menurut al-Ghazali di atas
memberikan arti bahwa hasil dari proses pendidikan di ukur dengan
menimbang, memikirkan dan membandingkan antara hasil yang sudah
didapatkan sebelumnya dengan hasil yang baru diperoleh sehingga
mencapai tujuan pendidikan itu sendiri.
Pengertian evaluasi lebih lanjut adalah kemampuan untuk
membentuk pendapat yng mengadung penilian atas suatu pernyataan,
konsep, situasi dan sebagainya berdasarkan suatau kriteria tertentu.68
Kemudian bagaimana kriteria keberhasilan suatu proses pendidikan

66

Depag RI, Al-Quran dan Terjemahannya, CV Alwaah, Semarang 1989, hlm 598
Drs Abidin Ibnu Rusn, Op.Cit., hlm 106.
68
. Abdurrachman Abror, Op.Cit, hlm 164
67

54

itu. Berikut ini adalah aspek-aspek yang berhubungan dengan evaluasi


pendidikan yang meliputi; Tujuan evaluasi, Subjek dan Obyek
Evaluasi, dan waktu mengadakan evaluasi.
b. Tujuan Evaluasi
Tujuan evaluasi pendidikan menurut Harjanto adalah untuk
mendapatkan data pembuktian yang akan mengukur sampai di mana
tingkat kemampuan dan keberhasilan peserta didik dalam mencapai
tujuan kurikuler/pengajaran.69
Tujuan evaluasi dalam bidang pendidikan menurut Anas
Sudjiono, dibedakan dengan tujuan umum dan khusus.
Tujuan umumnya meliputi :
a. Untuk menghimpun bahan-bahan keterangan yang akan dijadikan
sebagai bukti taraf perkembangan atau taraf kemajuan yang
dialami oleh peserta didik, setelah mengikuti proses pembelajaran
dalam jangka waktu tertentu.
b. Untuk

mengetahui

tingkat

efektifitas

dari

metode-metode

pengajaran yang telah dipergunakan dalam proses pembelajaran


selama jangka waktu tertentu.
Tujuan Khusus meliputi:
1) Untuk merangsang kegiatan peserta didik dalam menempuh
program pendidikan.

69

. Harjanto, Op Cit, hlm 277

55

2) Untuk

mencari

dan

menemukan

faktor-faktor

penyebab

keberhasilan dan ketidak berhasilan dalam mengikuti program


pendidikan.70
Kemudian menurut al-Ghazali tujuan evaluasi secara umum di
ambil dari Hadist Nabi yang kemudian dikutip sebagai berikut:
jika kau telah merencanakan suatu pekerjaan atau suatu
program kerja, maka pikirkanlah akibat atau hasil akhirnya.
Jika kemungkinan benar (menguntungkan) maka teruskan, tapi
jika kemungkinan sesat (merugikan) maka hentikan rencana
itu.71
Dengan demikian menurut al-Ghazali bahwa setiap rencana
yang akan kita lakukan, harus mempunyai dasar dan pertimbangan
yang matang, apakah rencana itu membawa kebaikan atau sebaliknya
akan berakibat buruk.
Tujuan ini sejalan dengan firman Allah yang mengisyaratkan
kita dalam menempuh kehidupan, yaitu dengan bekal Agama (Islam),
Allah berfirman;


Barang siapa yang berpegang teguh kepada agama Allah,
Islam sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang
lurus (QS. al-Hasyr:18).72

70

. Prof. Drs Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Rajawali Pers, Jakarta, 1998, hlm
16 - 17
71
Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, Juz IV, Masyahadul Husaini, tt, hlm 391.
72
Depag RI, Al-Quran dan Terjemahannya, 1989, hlm 598

56

Dengan berpijak pada sumber di atas, adalah pedoman bagi kita


dalam kehidupan dan merupakan tujuan evaluasi pendidikan menurut
Islam.
c. Subyek dan Obyek Evaluasi Pendidikan
Subyek evaluasi pendidikan ialah orang yang terlibat dalam
proses kependidikan, meliputi; pimpinan lembaga, subyek didik, wali
murid dan seluruh tenaga administrasi.73
d. Waktu Mengadakan Evaluasi
Nabi Muhammad SAW bersabda:
Seyogyanya bagi orang yang berakal mempunyai empat
bagian waktu dan satu bagian waktu darinya digunakan untuk
mengevaluasi dirinya.
Hadis ini menunjukan tentang waktu evaluasi diri. Dalam
kaitannya dengan pendidikan, bahwa aktivitas kependidikan dalam
satuan waktu yang telah ditentukan secara periodik, seperempat dari
satuan waktu tersebut untuk mengadakan evaluasi. 74
Dari pembahasan mengenai evaluasi pendidikan di atas dapat
disimpulkan bahwa pendidikan pada dasarnya merupakan tujuan hidup
manusia sebagai bagian yang tak terpisahkan untuk mencapai derajat
sebagai manusia sempurna. Oleh karena itu dalam proses pendidikan
perlu adanya evaluasi sebagai bentuk persiapan diri dalam menghadapi
suatu kegiatan pendidikan. al-Ghazali sebagai tokoh pendidikan Islam

73
74

Hadari Nawawi, Administrasi Pendidikan, CV Haji Masagung, Jakarta, 1989, hlm 54.
Drs Abidin Ibnu Rusn, Op.Cit., hlm 115.

57

memberikan arti bahwa evaluasi pendidikan sangat menentukan tujuan


pendidikan itu sendiri.

C. Konsekuensi Guru Sebagai Profesi Dalam Pemikiran Al- Ghozali


1. Guru Ideal dalam Pemikiran al- Ghozali
a.

Profesionalisme Guru
Dewasa ini ada asumsi dalam masyarakat bahwa seseorang
dalam bekerja dituntut sebagai seorang pekerja yang profesional.
sedemikian besar opini masyarakat ini, menimbulkan kesan yang
buruk dalam melaksanakan pekerjaannya. Tidak jarang seseorang
dengan mudah mengatakan bahwa yang penting harus profesional.
Tapi ketika ditanyakan kepadanya tentang apa yang dimaksud dengan
profesional, ia tidak dapat memberikan jawaban yang jelas.
Patutkah disalahkan penggunaan istilah yang tidak jelas itu?
Tidak, karena istilah profesional bukan monopoli kalangan tertentu.
Namun secara sosiologis ada aspek positifnya di belakang gejala itu,
yaitu refleksi dari adanya tuntutan yang makin besar dalam
masyarakat akan proses hasil kerja yang bermutu, penuh tanggung
jawab, bukan sekedar asal dilakoni.
Kerancuan pengertian yang terjadi dalam masyarakat, selain
mencerminkan tuntutan akan mutu kerja, sesungguhnya juga refleksi
dari kekaburan konsep yang berlaku selama ini. Misalnya kita simak.

58

Undang-undang No. 27/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional


(UUSPN). Pasal 17 menyatakan:
Pendidikan tinggi terdiri atas pendidikan akademik dan
pendidikan

profesional.

Yang dimaksud

dengan

pendidikan

akademik adalah pendidikan yang sebagian besar porsinya ditujukan


untuk penguasaan dan pengembangan ilmu dengan bobot ketrampilan
yang lebih sedikit. Pendidikan akademik adalah progam gelar
(Sarjana/S-1, Magiter/S-2, Doktor/S-3) yang diselenggarakan oleh
sekolah tinggi, institut, dan universitas.75
Diskusi tentang profesional melibatkan beberapa istilah yang
berkaitan

dengan

profesi,

profesional,

profesionalisasi

dan

profesionalisme. Secara etimologis profesionalisme berasal dari kata


profesion yang berarti pekerjaan, pencaharian dan sebagainya dan
sebagai kata benda berarti orang yang mempunyai keahlian sebagai
dokter, guru, hakim dan sebagainya. Dengan kata lain pekerjaan yang
bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan
oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan
yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak dapat memperoleh
pekerjaan lain.76.
Profesi menunjuk pada suatu pekerjaan atau jabatan yang
menuntut keahlian, tanggungjawab dan kesetiaan terhadap profesi.
Suatu profesi secara teori tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang
75

Undang-Undang No.2/1989, tentang Sistem Pendidikan Nasional.


Dr. Nana Sudjana, , Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, Sinar Baru Algesindo, Bandung,
2000, hlm 30.
76

59

yang tidak dilatih atau disiapkan itu. Profesional menunjuk pada dua
hal. Pertama penampilan seseorang yang sesuai dengan tuntutan yang
seharusnya, misalnya, Dia sangat profesional. Tapi bisa juga
menunjuk pada orangnya, Dia seorang profesional, misalnya
dokter, insinyur dan lain-lain. Profesionalisme juga mengacu kepada
sikap dan komitmen anggota profesi untuk bekerja berdasarkan
standar yang tinggi dan kode etik profesinya..
Dari serangkaian diskusi diketahui bahwa ternyata seluk beluk
profesi tidaklah sederhana, bahkan mulai konsep dasar tentang profesi
tidaklah sederhana, bahkan mulai konsep tertentu mensyaratkan
anggotanya layak disebut profesional manakala pendidikannnya
sarjana ke atas (misalnya kedokteran dan hukum). Dalam profesi lain
hal ini tidak penting.77
Hal yang menarik adalah, kata profesional rupanya bukan
hanya digunakan untuk pekerjaan yang telah dakui sebagai suatu
profesi, melainkan pada hampir setiap pekerjaan. Muncul ungkapan
misalnya penjahat profesional, sopir profesional, hingga tukang ojek
profesional. Dalam bahasa awam, segala pekerjaan (vacation)
kemudian disebut profesional jika cara kerjanya baik, cekatan, dan
hasilnya

memuaskan.

Dengan

hasil

kejanya

itu

seseorang

mendapatkan uang atau bentuk imbalan lainnya.

77

Dedi Supriadi, Mengangkat Citra dan Martabat Guru, Adicita Karya Nusa, Solo, 2001, hlm
95.

60

Secara terminologi terdapat beberapa definisi mengenai


profesionalisme. Profesionalisme yang berasal dari kata profesional
berarti juga :
a vocation an which profesional knowlegde of some departement a
learning science is used applications to the or in the practice of an
art found it 78
Profesionalisme dalam hal ini menunjukkan pada derajat
penampilan seorang guru sebagai profesional atau penampilan
seorang guru sebagai suatu profesi. Ada yang profesionalismenya
tinggi,

sedang

dan

rendah.

Tinggi

rendahnya

pengakuan

profesionalisme sangt tergantung kepada keahlian dan tingkat


pendidikan yang di tempuhnya.
Sehubungan dengan uraian di atas, al-Ghozali berkata:
.
.


Makhluk yang paling mulia di muka bumi ialah manusia.
Sedangkan yang paling mulia penampilannya ialah kalbunya.
Guru atau pengajar selalu menyempurnakan, mengagungkan
dan mensucikan kalbu itu itu serta menuntunnya untuk dekat
kepada Allah ...79
Beliau juga berkata:
.




.





Seorang yang berilmu kemudian bekerja dengan ilmunya
itu, dialah yang dinamakan orang besar di bawah kolong
langit ini. Ia bagai matahari yang mencahayai orang lain,
sedangkan ia sendiripun bercahaya. Ibarat minyak kasturi
yang baunya dinikmati orang lain, ia sendiripun harum...80
78

. Muhammad Uzaer Usman, Menjadi Guru Profesional, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung,
1990, hlm. 4
79
. Drs Abidin Ibnu Rusn, Op.Cit., hlm 76
80
Drs Abidin Ibnu Rusn, Op.Cit., hlm 76

61

Dari kedua pernyataan al-Ghozali di atas, dapat dipahami


bahwa profesi keguruan merupakan profesi yang paling mulia dan
paling agung dibanding dengan profesi yang lain. Dengan profesinya
seorang guru menjadi perantara antara manusia dengan Penciptanya,
Allah SWT. Kalau kita renungkan, tugas guru adalah seperti tugas
para utusan Allah SWT.81
Al- Ghozali dalam Ihya Ulumaddin berpendapat bahwa tugas
pokok guru antara lain :
1. Tugas pertama

2. Tugas kedua

3. Tugas ketiga

4. Tugas keempat

5. Tugas kelima



//
Belas kasihan dan sayang atas murid-murid dan
mengalirkan/melarikan
mereka
dengan
pelarian/aliran seperti anaknya.

.

--

" "


Mengikuti dengan orang yang mempunyai syara
Nabi SAW. jangan mencari atas faedah-faedahnya
ilmu itu upah dan jangan bermaksud dengannya
balasan dan jangan terima kasih, tetapi mengajar
untuk dimuliakan Allah Taala dan mencari
kedekatan dengan-Nya.

Tidak menyeru, mengajak dari nasehat yang baik
murid-murid itu sesuatu.
/


Dan dia dari pekerjaan/kepandaian mengajar yang
halus, menegur siswa dari akhlak yang jelek
dengan jalan menyindir apabila mungkin dan
tidak nyata dengan jalan kasih sayang tidak
dengan jalan mencela.

81

Drs. Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran AL-Ghozali Tentang Pendidikan, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 1998, hlm 123

62

Orang yang menanggung dengan sebagian ilmuilmu seyogyanya tidak menjelekkan dalam jiwa
murid ilmu-ilmu yang di belakangnya seperti guru
bahasa ketika mengira jelek ilmu fiqh.
6. Tugas keenam

Mencukupkan terhadap murid atas kemampuan
pemahamnnya.
7. Tugas ketujuh



Murid yang pendek, kurang seyogyanya
disampaikan kepadanya yang jelas yang sesuai
dengannya.
8. Tugas kedelapan

Hendaknya guru itu orang yang beramal dengan
ilmunya.82

Oleh sebab itu guru merupakan salah satu faktor yang paling
menentukan keberhasilan proses belajar mengajar dalam kelas, maka
guru tidak saja menduduki fungsinya sebagai orang dewasa yang
bertugas profesional memindahkan ilmu pengetahuan (transfer of
knowlegde)

atau

penyalur

ilmu

pengetahuan

(transmiter

of

knowlegde) yang dia kuasai kepada anak didik, melainkan lebih dari
itu, ia menjadi pemimpin, pendidik di dalam maupun diluar sekolah.83
Sesuai dengan perkembangan kemajuan zaman, guru telah
ditempatkan dalam suatu situasi yang menurut berbagai pembaharuan
dan penyesuaian diri secara menyeluruh, baik yang menyangkut
pengetahuan, kemampuan dalam melaksanakan pendidikan dan
pengajaran maupun ketrampilan yang sesuai dengan perkembangan

82

. Imam Al Ghozali, Ihya Ulumaddin, Juz I, Darul Ikhyail Kutubil Arabiyah, Mesir, tt., hlm 5558
83
. Zakiyah Darodjat, Op Cit, hlm 40.

63

dan perubahan situasi kondisi yang melingkupinya. Selain itu faktor


dalam (kepribadian) guru sendiri harus semakin mantap dan
meyakinkan, supaya kehadirannya sebagai seorang pendidik benarbenar dapat memenuhi harapan.
Begitu besar tantangan yang dihadapi oleh seorang guru pada
pendidikan modern seperti sekarang ini, memunculkan konsepkonsep pemikiran baru guna membekali guru sebagai pekerja
profesional.
2. Gaji apa yang boleh dan tidak boleh bagi seorang guru menurut alGhozali.
Seseorang yang telah menerima jabatan sebagai guru berarti ia
telah menerima sebuah tanggung jawab yang besar. Sebab dia merupakan
tumpuan harapan masyarakat untuk mendidik, membimbing dan mengajar
putra putri mereka agar kelak menjadi orang yang berguna dalam
masyarakat dan dapat memikul tanggung jawab sebagai warga negara
yang baik.
Guru harus mampu menanamkan rasa senang mencari ilmu
(belajar) dan mampu menanamkan bahwa mencari ilmu (belajar) itu
menjadi wajib hukumnya dan mulia sifatnya. Hal itu sebagaimana
ditegaskan dalam ayat sebagai berikut :

64




Hai
orang-orang
yang
beriman,
apabila
dikatakan
kepadamu,berlapang-lapanglah dalam majlis, maka lapangkanlah,
niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apa bila
dikatakan,berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orangorang yang diberi ilmu beberapa derajat..... (QS. al- Mujadalah :
11) 84
Kemudian al-Ghozali menyatakan bahwa pentingnya pekerjaan
mengajar dengan mempergunakan dalil akal. Beliau berkata :
Mulia tidaknya pekerjaan pekerjaan itu diukur dengan apa yang
dikerjakan. Pandai emas lebih mulia dari penyamak kulit, karena tukang
emas mengolah emas satu logam yang amat mulia, dan penyamak
mengolah kulit kerbau.
.


.

.

Guru mengolah manusia dianggap makhluk yang paling muloia
dari seluruh makhluk Allah. Oleh karenanya pekerjaan mengajar
amat mulia, karena mengolah manusia tersbut. Bukan itu seja
keutamaannya, guru mengolah bagian yang mulia dari diantara
anggota-anggota manusia. Yaitu akal dan jiwa dalam rangka
menyempurnakan, memurnikan dan membawannya mendekati
Allah semesta.85
Pandangan al-Ghozali dalam bidang mengajar ini sangat
berpengaruh terhadap para mubaligh serta merangsang mereka
84
85

. , Terjemah al- Quranul Karim, al- Maarif, Bandung, tt, hlm 490
. Drs Abidin Ibnu Rusn, Op.Cit., hlm 78

65

melakukan pekerjaan mengajar. Oleh karena itu memunculkan


pendapat mengenai gaji yang diterima guru (pengajar).
Gaji guru merupakan bagian dari bentuk kesejahteraan guru
yaitu Upah kerja yang dibayar dalam waktu yang tetap86 dalam hal ini
adalah upah guru sebagai honor atau hasil bekerja sebagai pengajar di
sekolah. Persoalan yang terjadi dewasa ini adalah peningkatan mutu
pendidikan yang berakar pada persoalan gaji guru.
Imam al-Mawardi mengatakan bahwa mengajar dan mendidik
merupakan aktivitas keilmuan, sementara ilmu itu sendiri mempunyai
nilai dan kedudukan yang tinggi, yang tidak dapat disejajarkan dengan
materi.

Dalam

kaitan

ini

al-Mawardi

mengatakan,

bahwa

sesungguhnya ilmu adalah puncak segala kenikmatan dan pemuas


segala keinginan. Siapa yang mempunyai niat ikhlas dalam ilmu, maka
ia tidak akan mengharap mendapatkan balasan dari ilmu itu. Maka dari
itu Imam al-Mawardi melarang seseorang mengajar dan mendidik atas
dasar motif ekonomi.87
Penyataan tersebut memperlihatkan dengan jelas bahwa almawardi menghendaki agar seorang guru benar-benar ikhlas dalam
melaksanakan tugasnya. Secara harfiah Ikhlas berarti menghindari

86

M. Sastrapradja, Kamus istilah Pendidikan dan Umum, Usaha Nasional, Surabaya, 1981,
hlm166.
87
Dr. H. Abbudin Nata, MA. Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, Seri Kajian Filsafat
Pendidikan Islam, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000, hlm 55.

66

riya. Sedangkan dari segi istilah berarti pembersihan hati dari segala
dorongan yang dapat mengeruhkannya. 88
Makna keikhlasan seorang guru dalam mendidik adalah
kesadaran dan pentingnya tugas, sehingga dengan kesadaran tersebut ia
akan terdorong untuk mencapai hasil yang maksimal. Keikhlasan
inilah yang akan menentukan keberhasilan tugasnya sehari-hari, tanpa
merasakannya sebagai suatu beban, melainkan sebaliknya justru akan
merasa bahagia, penuh harapan dan motivasi, karena dari tugas
mengajar dan mendidiknya itu, ia kelak akan mendapatkan pahala
yang setimpal dari Allah SWT. Keikhlasan ini ada kaitannya dengan
motivasi seseorang. Diketahui bahwa guru yang mengajar ada yang
karena motif ekonomi, memenuhi harapan orang tua, dorongan teman
atau mengharapkan status dan penghormatan serta lainnya.
Mengenai Ikhlas al-Ghozali mengatakan:

. ()





.

Lihatlah kesudahan agama ditangan orang-orang


yang
menngatkan bahwa mereka bermaksud mendekatkan diri kepada
Tuhan (Allah) oleh sebab mereka memiliki ilmu fiqh dan kalam
serta mengajarkan dua ilmu itu dan lain-lainnya lagi. Mereka
menghabiskan harta serta pangkat serta menanggung kehinaan
untuk melayani Sultan-sultan untuk mencari pembagian makanan.
Alangkah hinanya seorang alim yang rela menerima kedudukan
seperti ini.89

88
89

Ibid, hlm 51
. Drs Abidin Ibnu Rusn, Op.Cit., hlm 98

67

Pernyataan ini dapat diartikan bahwa guru harus ikhlas. Tetapi


kriteria ikhlas itu sendiri bukan hanya bersih dari tujuan lain selain
Allah yang bersifat lahir seperti mengajar untuk mendapatkan upah
atau gaji, misalnya. Lebih dari itu, ikhlas berhubungan dengan niat
yang letaknya dalam hati, dan itu merupakan proses panjang,
sepanjang usia manusia yang sempurna. Sebagaimana dinyatakan
dalam al-Ghozali lebih lanjut :





" "
Yang disebut Khalis atau orang yang ikhlas ialah yang
dalam bekerjanya atau beramal dan semua aktivitas yang
bernilai ibadah tidak ada motivasi lain kecuali kedekatan diri
kepada Allah SWT.90
Jadi pada prinsipnya al-Ghozali tidak mengharamkan guru
untuk menerima upah. Bahkan, jika dikembalikan kepada pernyataan
al-Ghozali dan penilaiannya tentang profesi guru, ia dianggap yang
paling agung, justru karena tugas mengajarnya itu. 91
Al-Ghozali berpendapat bahwa:
-

Al-Quran diajarkan karena Allah, jadi tidaklah patut digaji orang


(guru) yang mengajarkannya. Ini adalah alasan agama yang
menuntut para guru menunaikan tugas dan kewajibannya (bekerja)
di jalan Allah.

Pemimpin-pemimpin kaum muslimin pada masa awal kebangkitan


Islam,

90
91

semuanya

memperhatikan

. Drs Abidin Ibnu Rusn, Op.Cit., hlm 81


Drs. Abidin Ibnu Rusn, Op.Cit, hlm 68 69.

68

kaum

muslimin.

Tidak

kedengaran bahwa mereka mengkhususkan para guru untuk


mengajar anak-anak mereka di surau-surau (kitab) dan mengambil
harta Allah untuk menggaji guru-guru tersebut.
Sesungguhnya,

kesimpulan

al-Ghozali,

dalam

hal

mengharamkan gaji guru, dapat dipahami secara tersirat bahwa, gaji


yang tercela (diharamkan) sebagai di kecam al-Ghozali itu, adalah
apabila al-Quran (ilmu-ilmu yang lain) dijadikan sebagai alat untuk
mencari rizeki, menumpuk kekayaan, bahkan satu-satunya tujuan
mengajar (dari seorang guru) hanya untuk mencari nafkah dan
mencukupi segala kebutuhan rumah tangganya.
Al-Ghozali menyatakan hal yang bernada mencela guru yang
menuntut upah dari murid yaitu;

"
"

.

Hendaklah guru mengikuti jejak Rasullullah SAW, maka ia
tidak mencari upah, balasan dan terima kasih. Tetapi mengajar
karena Allah dan mencari kedekatan diri kepada Nya.92
Dari beberapa pernyataan al-Ghozali di atas, maka dapat
dikatakan bahwa Gaji yang tidak dibenarkan adalah pekerjaan guru
dijadikan alat satu-satunya mencari rezeki, tidak ikhlas dalam bekerja,
selalu mengharapkan imbalan yang tinggi, tidak dilandasi dengan niat
beribadah, serta dalam bekerja tidak sesuai dengan ajaran-ajaran Islam.

92

. Drs Abidin Ibnu Rusn, Op.Cit., hlm 78

69

Sedangkan gaji yang diterima dan dibenarkan al-Ghozali yakni,


jika pekerjaan mengajar itu adalah ibadah, mengikuti petunjuk
Rosullullah SAW, yang mengajar ilmu hanya karena Allah SWT, guru
dapat menerima upah karena sesuai dengan pekerjaannya, agar hatinya
terlepas dari beban Maisyah (kehidupan) dan agar ia khusyu guna
menyebarkan ilmu dan mencari pahala akhirat.
Al-Quran juga menerangkan tentang pekerjaan guru yang
mulia dan tidak mengenal materi, Allah Berfirman:




Dan ingatlah ketika Allah mengambil janji dari orang-orang
yang telah diberi kitab (yaitu): Hendaklah kamu menerangkan
isi kitab itu kepada manusia, dan jangan kamu
menyembunyikannya, lalu mereka melemparekan janji itu ke
belakang punggung mereka dan mereka menukarnya dengan
harga yang sedikit. Amatlah buruknya tukaran yang mereka
terima. (QS: al-Imran : 187).93
Dari beberapa alasan boleh tidaknya gaji bagi guru, maka dapat
disimpulkan bahwa gaji guru yang dibenarkan al-Ghozali adalah
mereka yang benar-benar bekerja dengan ikhlas, diberi imbalan atau
gaji dengan dasar bahwa ia benar-benar telah melakukan pekerjaan
sesuai dengan keahliannya.
Dari beberapa pernyataan al-Ghozali di atas, maka dapat
dikatakan bahwa Gaji yang tidak dibenarkan adalah pekerjaan guru

93

Depag RI, Op.Cit, hlm 109.

70

dijadikan alat satu-satunya mencari rezeki, tidak ikhlas dalam bekerja,


selalu mengharapkan imbalan yang tinggi, tidak dilandasi dengan niat
beribadah, serta dalam bekerja tidak sesuai dengan ajaran-ajaran Islam.
Sedangkan gaji yang diterima dan dibenarkan al-Ghozali yakni,
jika pekerjaan mengajar itu adalah ibadah, mengikuti petunjuk
Rosullullah SAW, yang mengajar ilmu hanya karena Allah SWT, guru
dapat menerima upah karena sesuai dengan pekerjaannya, agar hatinya
terlepas dari beban Maisyah (kehidupan) dan agar ia khusyu guna
menyebarkan ilmu dan mencari pahala akhirat.
Imam al-Mawardi mengatakan bahwa mengajar dan mendidik
merupakan aktivitas keilmuan, sementara ilmu itu sendiri mempunyai
nilai dan kedudukan yang tinggi, yang tidak dapat disejajarkan dengan
materi.

Dalam

kaitan

ini

al-Mawardi

mengatakan,

bahwa

sesungguhnya ilmu adalah puncak segala kenikmatan dan pemuas


segala keinginan. Siapa yang mempunyai niat ikhlas dalam ilmu, maka
ia tidak akan mengharap mendapatkan balasan dari ilmu itu. Maka dari
itu Imam al-Mawardi melarang seseorang mengajar dan mendidik atas
dasar motif ekonomi.94
Penyataan tersebut memperlihatkan dengan jelas bahwa almawardi menghendaki agar seorang guru benar-benar ikhlas dalam
melaksanakan tugasnya. Secara harfiah Ikhlas berarti menghindari

94

Dr. H. Abbudin Nata, MA. Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, Seri Kajian Filsafat
Pendidikan Islam, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000, hlm 55.

71

riya. Sedangkan dari segi istilah berarti pembersihan hati dari segala
dorongan yang dapat mengeruhkannya. 95
Makna keikhlasan seorang guru dalam mendidik adalah
kesadaran dan pentingnya tugas, sehingga dengan kesadaran tersebut ia
akan terdorong untuk mencapai hasil yang maksimal. Keikhlasan
inilah yang akan menentukan keberhasilan tugasnya sehari-hari, tanpa
merasakannya sebagai suatu beban, melainkan sebaliknya justru akan
merasa bahagia, penuh harapan dan motivasi, karena dari tugas
mengajar dan mendidiknya itu, ia kelak akan mendapatkan pahala
yang setimpal dari Allah SWT. Keikhlasan ini ada kaitannya dengan
motivasi seseorang. Diketahui bahwa guru yang mengajar ada yang
karena motif ekonomi, memenuhi harapan orang tua, dorongan teman
atau mengharapkan status dan penghormatan serta lainnya.

95

Ibid, hlm 51

72

BAB III
KONSEPSI AL-GHOZALI TENTANG GAJI GURU DAN
KONSEKUENSINYA DALAM PENDIDIKAN MODERN

D. Pengertian Gaji Guru


1. Menurut al-Ghozali
Membicarakan

pemikiran

seorang

tokoh

seantiasa

harus

dihubungkan dengan keadaan yang mengitarinya, sebab al-Ghazali adalah


bagian integral dari sejarah pemikiran Islam secara keseluruhan. Oleh
karena itu situasi dan kondisi yang berkembang ikut menentukan
perkembangan arah pemikirannya.
Sebuah pengertian adalah netral artinya, pengertian itu tidak dapat
dibenarkan juga tidak dapat disalahkan sebelum dihubungkan dengan
sebuah penilaian. Isi sebuah penilaian bergantung pada unsur-unsur yang
membentuk pengertian itu. Pengertian yang jelas tentang sesuatu ialah
pengertian yang dapat dibedakan oleh pikiran dengan pengertian lainnya,
dan seluruh unsur yang termuat dalam pengertian tersebut tidak
mengandung kontradiksi.96
Sekalipun Ihya Ulumuddin merupakan kitab intisari pemikiran alGhazali yang paling komplit, di sana belum dirumuskan pengertian gaji
atau upah secara lebar. Menurut al-Ghozali gaji adalah bagian dari hasil

96

Winarno Surakhmad, Paper Skripsi Thesis Disertasi, Tarsito Bandung, 1988, hlm 13-14.

73

yang diterima oleh seseorang yang bekerja sesuai dengan bidang


pekerjaannya dan dengan dasar ikhlas.
Kemudian pengertian pendidik (guru) tidak terlepas dari kata
pendidikan. Umumnya, kata pendidikan dibedakan dari kata pengajaran,
sehingga muncul kata pendidik dan pengajar.
al-Ghozali berkata:
.
.


Makhluk yang paling mulia di muka bumi ialah manusia.
Sedangkan yang paling mulia penampilannya ialah kalbunya.
Guru atau pengajar selalu menyempurnakan, mengagungkan dan
mensucikan kalbu itu itu serta menuntunnya untuk dekat kepada
Alloh ...97
Beliau juga berkata:


.



Seorang yang berilmu kemudian bekerja dengan ilmunya itu,
dialah yang dinamakan orang besar di bawah kolong langit ini. Ia
bagaikan matahari yang mencahayai orang lain, sedangkan ia
sendiri bercahaya. Ibarat minyak kasturi yang baunya dinikmati
orang lain, ia sendiri harum...98
Beliau berkata lagi :
.





Hak guru atas muridnya lebih agung dibanding hak orang tua
terhadap anaknya. Karena orang tua hanya penyebab adanya anak
sekarang di alam fana dan guru penyebab hidupnya yang kekal.99
97

. Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, Juz II, Masyahadul Husaini, tt, hlm 217
. Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, Juz II, Masyahadul Husaini, tt, hlm 217
99
Al-Ghozali terjemahan Asrorudin, Op.Cit, hlm 30
98

74

Dari pernyataan al-Ghazali di atas dapat dimengerti bahwa guru


merupakan subjek dalam pendidikan dan sangat dibutuhkan dalam proses
pendewasaan anak sehingga menjadi manusia sempurna. Seorang siswa
yang belajar tanpa ada bimbingan dari guru bisa jadi dalam belajarnya
tidak mendapatkan apa-apa karena ilmu yang dipelajari tidak sesuai
dengan kemampuan yang dimilikinya. Namun jika ada guru, ia dapat
mengarahkan murid ilmu apa yang dapat dipelajari.
Dari beberapa pernyataan al-Ghozali di atas, dapat dipahami bahwa
profesi keguruan merupakan profesi yang paling mulia dan paling agung
dibanding dengan profesi yang lain. Dengan profesinya seorang guru
menjadi perantara antara manusia dengan Penciptanya, Alloh SWT. Kalau
kita renungkan, tugas guru adalah seperti tugas para utusan Alloh SWT.100
Sedemikan tingginya penghargaan al-Ghozali tentang pekerjaan
guru menjadi rangsangan bagi para mubalig dan mereka yang melakukan
pekerjaan mengajar, sehingga muncullah sebagian guru yang mau dan
ikhlas mengajar tanpa mengharapkan imbalan materi, gaji ataupun honor.
Al-Quran juga menerangkan tentang pekerjaan guru yang mulia
dan tidak mengenal materi, Allah Berfirman:

100

Drs. Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran AL-Ghozali Tentang Pendidikan, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 1998, hlm 123

75

Dan ingatlah ketika Allah mengambil janji dari orang-orang


yang telah diberi kitab (yaitu): Hendaklah kamu menerangkan isi
kitab itu kepada manusia, dan jangan kamu menyembunyikannya,
lalu mereka melemparekan janji itu ke belakang punggung mereka
dan mereka menukarnya dengan harga yang sedikit. Amatlah
buruknya takaran yang mereka terima. (QS: al-Imran : 187).101
Dengan dasar pandangan al-Ghozali tentang guru di atas, maka
dapat dimengerti bahwa gaji guru adalah hasil yang diterima oleh
seseorang dengan ikhlas karena telah bekerja dengan memberikan ilmunya
kepada orang yang belum mengetahuinya, baik di sekolah, di rumah atau
di tempat pendidikan lainnya.
Pengertian ikhlas yang dimaksud bukan hanya bersih dari tujuan
lain selain Allah yang bersifat lahir seperti mengajar untuk mendapatkan
upah atau gaji, misalnya akan tetapi lebih dari itu, ikhlas berhubungan
dengan niat yang letaknya dalam hati, dan itu merupakan proses panjang,
sepanjang usia manusia yang sempurna. Sebagaimana dinyatakan dalam
al-Ghozali lebih lanjut :






"
Yang disebut Khalis atau orang yang ikhlas ialah yang dalam
bekerjanya atau beramal dan semua aktivitas yang bernilai
ibadah tidak ada motivasi lain kecuali kedekatan diri kepada
Allah SWT.102
Jadi pada prinsipnya al-Ghozali tidak mengharamkan guru untuk
menerima upah. Bahkan, jika dikembalikan kepada pernyataan al-Ghozali

101
102

Depag RI, Op.Cit, hlm 109.


. Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, Juz II, Masyahadul Husaini, tt, hlm 217

76

dan penilaiannya tentang profesi guru, ia dianggap yang paling agung,


justru karena tugas mengajarnya itu.103
2. Menurut Para Ahli
Gaji guru merupakan bagian dari bentuk kesejahteraan guru yaitu
Upah kerja yang dibayar dalam waktu yang tetap 104 dalam hal ini adalah
upah guru sebagai honor atau hasil bekerja sebagai pengajar di sekolah.
Persoalan yang terjadi dewasa ini adalah peningkatan mutu pendidikan
yang berakar pada persoalan gaji guru.
Imam al-Mawardi mengatakan bahwa mengajar dan mendidik
merupakan aktivitas keilmuan, sementara ilmu itu sendiri mempunyai nilai
dan kedudukan yang tinggi, yang tidak dapat disejajarkan dengan materi.
Dalam kaitan ini al-Mawardi mengatakan, bahwa sesungguhnya
ilmu adalah puncak segala kenikmatan dan pemuas segala keinginan.
Siapa yang mempunyai niat ikhlas dalam ilmu, maka ia tidak akan
mengharap mendapatkan balasan dari ilmu itu. Maka dari itu Imam alMawardi melarang seseorang mengajar dan mendidik atas dasar motif
ekonomi.105
Penyataan tersebut memperlihatkan dengan jelas bahwa almawardi menghendaki agar seorang guru benar-benar ikhlas dalam
melaksanakan tugasnya. Secara harfiah Ikhlas berarti menghindari riya.
103

Drs. Abidin Ibnu Rusn, Op.Cit, Halaman 68 69.


M. Sastrapradja, Kamus istilah Pendidikan dan Umum, Usaha Nasional, Surabaya, 1981, hlm
166.
105
Dr. H. Abbudin Nata, MA. Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, Seri Kajian Filsafat
Pendidikan Islam, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000, hlm 55.
104

77

Sedangkan dari segi istilah berarti pembersihan hati dari segala dorongan
yang dapat mengeruhkannya. 106
Makna keikhlasan seorang guru dalam mendidik adalah kesadaran
dan pentingnya tugas, sehingga dengan kesadaran tersebut ia akan
terdorong untuk mencapai hasil yang maksimal. Keikhlasan inilah yang
akan menentukan keberhasilan tugasnya sehari-hari, tanpa merasakannya
sebagai suatu beban, melainkan sebaliknya justru akan merasa bahagia,
penuh harapan dan motivasi, karena dari tugas mengajar dan mendidiknya
itu, ia kelak akan mendapatkan pahala yang setimpal dari Allah SWT.
Keikhlasan ini ada kaitannya dengan motivasi seseorang. Diketahui
behawa guru yang mengajar ada yang karena motif ekonomi, memenuhi
harapan orang tua, dorongan teman atau mengharapkan status dan
penghormatan serta lainnya.
Di negara manapun, guru diakui sebagai suatu profesi. Guru
diagungkan, disanjung, dikagumi karena perannya yang sangat penting.
Namun peran ini, menurut Gerstner dkk, akan berubah di masa depan,
yakni abad ke-21. perubahan berpusat pada pola relasi antara guru dengan
lingkungannya; dengan sesama guru, dengan siswa, dengan orang tua,
dengan kepala sekolah, dengan teknologi, dan dengan karirnya sendiri.
Guru akan lebih tampil tidak lagi sebagai pengajar (teacher) seperti
menonjol fungsinya selama ini, melainkan sebagai pelatihm konselor,
manajer belajar, partisipan, pemimpin, dan pelajar.

106

Ibid, hlml 51

78

Sebagai pelatih (coach), guru masa depan akan berperan ibarat


pelatih olah raga. Sebagai konselor, guru akan menjadi sahabat siswa,
teladan dalam pribadi yang mengundang rasa hormat dan keakraban dari
siswa. Sebagai manajer belajar, guru akan bertindak ibarat manajer
perusahaan. Ia membimbing siswanya belajar, mengambil prakarsa,
mengeluarkan ide-ide terbaik yang dimilikinya. Namun di pihak lain, ia
merupakan bagian dari siswa, ikut belajar bersama mereka sebagai
pelajar guru juga belajar dari teman seprofesinya melalui model team
teaching yang juga sudah kita kenal.107
Tugas berat yang diemban guru pada masa sekarang dan masa
yang akan datang memang tak terbantahkan, namun ironisnya tantangan
ini tidak diimbangi oleh usaha-usaha yang membuat guru dapat
memainkan fungsinya yang banyak itu. Sebutlah dua hal mendasar; yakni
gaji dan pengembangan profesi. Dua hal ini yang dipercayai sebagai faktor
penentu kepuasan seseorang dalam bekerja. Mengenai gaji, besar kecilnya
gaji dan peluang untuk mengembangkan karir merupakan salah satu
indikasi dari prestise suatu profesi di mata masyarakat.
Mengutip ungkapan Ibnu Khaldun dalam bukunya; Mukaddimah;
..beberapa ahli fiqih dan sarjana agama, dan para ahli agama,
mencapai suatu reputasi yang bagus.Prasangka baik saja terhadap
mereka, maka rakyat pun percaya, bahwa ketika orang-orang
tersebut memberi mereka hadiah-hadiah, mereka membantu
Tuhan. Karenanya rakyat secara ikhlas membantu mereka di dalam
persoalan duniawi mereka , serta bekerja demi kepentingan mereka,
Akibatnya mereka cepat kaya dan hidup baik sekali, meskipun
107

Ibid hlm 334.

79

tanpa harta yang di capai terkecuali dari nilai kerja yang di peroleh
melalui bantuan orang lain. Dan Allah memberi rezeki orang yang
di kehendakin-Nya, tanpa perhitungan.108.
Dari beberapa pendapat ahli di atas, pada hakekatnya mereka
sepakat bahwa gaji guru adalah hasil yang diperoleh dari bekerja
menyampaikan ilmu dengan dasar ikhlas (rela) dan sesuai dengan
tugas dan tanggung jawabnya baik di sekolah, atau di tempat-tempat
pendidikan lainnya.

E. Pandangan Gaji Guru Dalam Pendidikan Modern


Pendidikan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan
manusia, karena Pendidikan merupakan suatu usaha untuk menguatkan
kualitas manusia yang berlangsung seumur hidup, dengan berpedoman pada
pendidikan, maka manusia akan dapat maju dan berkembang untuk mencapai
karangka fikir yang lebih sempurna seperti yang telah di cantumkan dalam
undang-undang Republik Indonesia No. 2 Tahun 1989 tentang sistem
pendidikan nasional menegaskan bahwa :
Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berakarkan pada
kebudayaan bangsa Indonesia dan yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang dasar 1945.109
Sebagai warga negara Indonesia yang patuh akan hukum yang ada,
haruslah tetap mengindahkan aturanaturan yang berlaku jadi dengan
demikian bisa di katakan bahwa pendidikan merupakan alat ataupun media
untuk membentuk diri manusia satu bimbingan seperti yang di katakan oleh
108
109

Ibnu khaldun, Mukaddimah, Pustaka Firdaus, Jakarta, 2000, hlm 459-460


. Undang-Undang RI No. 2 th.1989, tentang Sistem Pendidikan Nasional, hlm 3

80

Dr. M.J Lengveld bahwa pendidikan merupakan bimbingan dan bantuan


rokhani bagi yang memerlukan.110 Jadi ketika sesorang masih membutuhkan
pendidikan maka baru bisa dikatakan sebuah sistem pendidikan berjalan.
Dalam pengertian lain disebutkan bahwa Pendidikan adalah usaha
yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis untuk mendorong membantu
dan membimbing seseorang untuk mengembangkankan segala potensi serta
mengubah diri sendiri dari kualitas yang satu kekualitas yang lebih tinggi. 111
Hal ini menunjukan bahwa pendidikan dapat membentuk sikap dan
tingkah laku lebih peka dengan situasi dengan ilmu pengetahuan yang pernah
dihadapinya. Soerjono Soekanto, mengatakan :
Pendidikan pada hakekatnya adalah suatu proses dimana terjadi
otoidentifikasi yaitu kita mengenal identitas kita sendiri sebagai
bangsa, pengendalian diri ini tidak sebatas pada sekedar pengetahuan
kan tetapi harus merubahkan otoaktifitas dimana bangsa ini menjadi
dasar dan bergerak hidup menghayati dan melakukan cita-cita dasar
kebangsaan .112
Dengan hal tersebut di atas pada hakekatnya menyatakan bahwa
pendidikan dapat membawa seseorang tanggap dan melakukan aktifitas
masyarakat dalam usaha untuk belajar lebih dalam akan pendidikan. Dengan
dasar ini pendidikan memerlukan proses yang panjang dan melelahkan.
Pendidikan tidak cukup hanya pada di dalam rumah, atau di sekolah akan
tetapi lebih luas dari itu, pendidikan berlangsung seumur hidup.

110

. Prof. Dr. Sutari Imam Barnadib, Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis, Andi Offset,
Yogyakarta, 1976, hlm 25
111
. Dra. I. L. Pasaribu dan Drs. B. Simanjuntak, Proses Belajar Mengajar, Tarsito, Bandung,
1983, hlm 3
112
. Prof. Dr. Soerjono Soekanto, SH., MA., Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta, PT. Raja
Grafindo Persada, 1990, hlm 335

81

Sekolah merupakan lembaga formal bagi berlangsungnya kegiatan


pendidikan.113 Sekolah sangat memungkinkan bagi seseorang untuk
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan-kemampuan lain melalui
kegiatan belajar mengajar. Sekolah sangat besar pengaruhnya terhadap
kegiatan belajar dan hasil yang dicapai siswa. Baik buruknya kondisi sekolah
berpengaruh besar terhadap baik buruknya kelangsungan kegiatan belajar dan
hasil yang dicapai. Beberapa hal yang berkaitan dengan kondisi sekolah yang
mempengaruhi belajar siswa antara lain meliputi faktor kurikulum, suasana
sekolah, kualitas guru, sarana dan prasarana, perpustakaan sekolah, disiplin
sekolah, letak sekolah, kebersihan, keindahan, kerapian, ketertiban dan
kenyamanan sekolah.114
Oleh karena itu pendidikan yang berlangsung di sekolah merupakan
hal yang tepat dalam menciptakan output pendidikan, khususnya di sekolah
dasar. Sehingga pendidikan di sekolah dasar sebagai jembatan dalam
menentukan strategi peningkatan mutu pendidikan
Dalam pengertian lebih lanjut dikatakan bahwa fungsi pendidikan di
sekolah ada dua macam, yakni memberantas kebodohan, dan memberantas
salah pengertian. Secara positif, kedua fungsi terseut dapat dirumuskan
sebagai berikut. Pertama menolong anak untuk menjadi melek huruf dan
mengembangkan kemampuan-kemampuan intelektualnya dan yang kedua
mengembangkan pengertian yang luas tentang manusia lain yang berbeda
kebudayaan dan interestnya.
10.

Dra. I. L. Pasaribu dan Drs. B. Simanjuntak, Op.Cit, hlm 26


Slameto, Op. Cit., hlm 64

114

82

Gillin dan Gillin berbendapat bahwa fungsi pendidikan sekolah ialah


penyesuaian diri anak dan stabilitas masyarakat.115
Dari kenyataan tersebut sekolah sebagai institusi pendidikan formal
yang menempatkan posisi strategis dalam mengelola dan mengatur kehidupan
masyarakat. Pendidikan sekolah berperanan ganda terhadap masyarakat. Bagi
kebanyakan anak, pendidikan sekolah berperanan mempertahankan status quo.
Disamping itu, bagi sebagian anak pendidikan sekolah merupakan jalan bagi
mobilitas sosial ke atas.
Broom dan Selznick mengemukakan tiga pola pertentangan pendapat
mengenai tujuan pendidikan sekolah, yaitu : (1) pilihan antara pendidikan dan
pelatihan, (2) pilihan antara pedidikan dan golongan elite dan pendidikan
untuk massa, (3) pilhan antara konservatisme dan pembaruan.
1. Pilihan antara pendidikan dan latihan
Perbedaan antara pendidikan dan latihan telah dikemukakan oleh
Socrates pada abad V sebelum masehi. Masalah itu tetap menjadi pokok
perdebatan hingga dewasa ini. Ada tiga pandangan yang mempengaruhi
pemikiran pada zaman Yunani kuno mengenai pengetahuan dan
pendidikan. Pertama, pendidkan bertujuan mengembangkan kemampuan
berpikir, tidak sekedar menyampaikan informasi. Kedua, pendidikan
bertujuan mengejar kebajikan dan bukannnya memberikan ketrampilan
teknik. Ketiga, pendidikan bertujuan mengejar kebenaran berdasarkan akal
dan bukannya sekedar memberikan pendapat atau pengetahuan praktek.

115

St. Vembrianto, Sosiologi Pendidikan, Grasindo, Jakarta, 1993, hlm 74.

83

Dua ribu tahun kemudian, dalam bukunya yang berjudul Emile, seorang
ahli filsafat sosial yang bernama Jean-Jacques Rousseu (1712-1778)
mengemukakan pandangannya tentang pendidikan yang tidak bersifat
intelektualistik melainkan yang lebih berpusat pada pribadi anak dan lebih
berorientasi pada pengalaman. Beliau berpendapat, bahwa pendidikan
seharusnya menerima keunikan dan nilai individu sebagai kenyataan, dan
menciptakan situasi yang memungkinkan berkembanganya potensi-potensi
individu dan memberi kesempatan kepadanya untuk belajar dari
pengalaman. Rousseu berpendapat,

bahwa ketrampilan praktek dapat

menunjang pendidikan, tidak sebagai latihan yang sempit melainkan


sebagai sumber bagi perkembangan moral.
Dalam abad ini seorang ahli filsafat Amerika yang bernama Jhon
Dewey (1859-1952) lebih menegaskan lagi pandangan Rousseu mengenai
pendidikan sebagai rekonstruksi pengalaman. Dewey yakin bahwa
kebajikan itu dapat diajarkan, namun beliau lebih menekankan peranan
aktif individu dan kebutuhan untuk mengembangkan kemerdekaan dan
otonomi individu. Cita-cita itu hanya dapat dicapai apabila dapat
menciptakan lingkungan yang demokratik.
Pertentangan pendapat mengenai pilihan antara pendidikan dan
latihan itu meliputi semua tingkat pendidikan. Pada tingkat pendidikan
dasar, pertentangan pendapat itu menampak dalam pilihan antara
perkembangan anak atau 3Rsebagai ; pada pendidikan tinggi antara
pendidikan kemanusiaan dan pendidikan umum atau spesialisasi
84

profesional. Dewey berpendapat bahwa dikhotomi antara pendidikan dan


latihan itu dapat diatasi apabila didalam mempelajari pengetahuan praktek
anak dirangsang untuk menjelajahi ruang lingkup perkembangan intelek
yang diperolehnya dari berbagai macam mata pelajaran.
2. Pilihan antara pendidikan elite dan massa
Secara historik, pertentangan pendapat antara pendidikan dan
latihan merupakan suatu aspek dari usaha golongan yang mempunyai
status sosial yang tinggi untuk mempertahankan prestisenya. Pedidikan
diperuntukkan bagi golongan elite (kaum lterati, gentlemen) sedangkan
latihan diperuntukkan bagi rakyat jelata.
Kemajuan teknologi dan meluasnya cita-cita demokrasi telah
mengakibatkan pemerataan pendidikan dikalangan penduduk. Tidak dapat
diasangkal lagi bahwa tenaga kerja yang melek-huruf sangat diperlukan
dalam kehidupan ekonomi modern, demikian pula partisipasi rakyat dalam
pemerintahan menuntut perlunya pemerataan pendidikan.
Dengan adanya pendidikan massa itu pertanyaan yang timbul ialah
apakah pemerataan pendidikan itu tidak berakibat merosotnya mutu
pendidikan. Pertanyaan itu tetap merupakan masalah yang belum
mendapatkan pemecahannya yang memuaskan.
3. Pilihan antara konservatisme dan pembaharuan
Sekolah sebagai institusi dalam masyarakat tidak luput dari
pengaruh-pengaruh konservatif dalam masyarakat. Pihak yang ingin
mempertahankan adat istiadat dan sistem nilai budaya yang lama berusaha
85

menggunakan sekolah sebagai tempat untuk mendidik generasi mengenai


cara hidup yang lama. Tetapi sekolah juga merupakan wahana yang
potensial untuk mengadakan perubahan sosial. Murid-murid sebagai
generasi baru merupakan persemaian yang baik bagi berkembangnya
gagasan-gagasan

baru.

Pilihan

antara

faham

konservatisme

dan

pembaharuan tetap merupakan pokok pertentangan pendapat hingga kini.


Pada umumnya masyarakat mempertahankan pengawasan yang ketat
terhadap sistem pendidikan pada umumnya dan hanya memberikan
kebebasan kepada institusi-institusi tertentu sebagai pusat inovasi sosial. 116
Dengan gagasan-gagasan mengenai pola pertentangan pendidikan
di atas membuktikan bahwa pendidikan sekarang ini berada pada apa yang
disebut dengan istilah pendidikan modern yakni

pendidikan yang

mengalami proses pembaharuan atau perbaikan sistem, yang memadukan


sistem pendidikan yang lama dengan sistem pendidikan baru sesuai
dengan perkembangan yang ada. Pilihan antara faham konservatisme dan
pembaharuan tetap merupakan pokok pertentangan pendapat hingga kini.
Pada umumnya masyarakat mempertahankan pengawasan yang ketat
terhadap sistem pendidikan pada umumnya dan hanya memberikan
kebebasan kepada institusi-institusi tertentu sebagai pusat inovasi sosial. 117
Dengan gagasan-gagasan mengenai pola pertentangan pendidikan di
atas membuktikan bahwa pendidikan sekarang ini berada pada apa yang
disebut dengan istilah pendidikan modern yakni pendidikan yang mengalami
116
117

Ibid hlm 79-81.


Ibid hlm 79-81.

86

proses pembaharuan atau perbaikan sistem, yang memadukan sistem


pendidikan yang lama dengan sistem pendidikan baru sesuai dengan
perkembangan yang ada.

87

BAB IV
ANALISIS AL-GHOZALI TENTANG
BOLEH TIDAKNYA GAJI GURU

C. Analisis Pandangan Gaji Guru Dalam Pendidikan Modern


Gaji guru merupakan bagian dari bentuk kesejahteraan guru yaitu
Upah kerja yang dibayar dalam waktu yang tetap 118 dalam hal ini adalah upah
guru sebagai honor atau hasil bekerja sebagai pengajar di sekolah. Persoalan
yang terjadi dewasa ini adalah peningkatan mutu pendidikan yang berakar
pada persoalan gaji guru.
Upaya peningkatan mutu merupakan salah satu prioritas pendidikan
modern sekarang ini, khususnya pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah, diantaranya adalah peningkatan atau perbaikan kesejahteraan guru.
Meskipun Arif Rachman dalam wawancaranya dengan republika (1
Mei 2000) menyatakan bahwa perbaikan kesejahteran guru bukan satusatunya variabel yang dapat memperbaiki kinerja guru, tetapi diakui juga
bahwa salah satu masalah pendidikan dewasa ini (dan juga ke depan) adalah
masalah kualitas guru itu sendiri, baik kualitas keilmuanya maupun kualitas
hidupnya. Memang tidak dapat diyakini bahwa dengan perbaikan guru akan
serta merta memperbaiki kualitas keilmuan guru. Tetapi dengan kesejahteraan
yang memadai, setidaknya para guru akan dapat lebih berkonsentrasi pada

118

M. Sastrapradja, Kamus istilah Pendidikan dan Umum, Usaha Nasional, Surabaya, 1981, hlm
166.

88

tugas-tugas profesionalnya dan lebih berkesempatan untuk mendapatkan akses


ke sumber-sumber informasi penunjang yang diperlukannya. 119
Berbicara mengenai kesejahteraan guru, berarti memperbaiki atau
menaikan gaji guru. Berikut ini adalah pegertian gaji guru hubungannya
dengan pekerjaan sebagai guru.
a. Gaji dan Motivasi guru
Kualitas keilmuan Guru menjadi pusat perhatian karena sangat
besar terhadap perananya dalam setiap usaha peningkatan mutu, kemudian
bagaimana dengan motivasi guru? Ini merupakan faktor yang sangat
penting namun sering kurang diperhatikan.
Motivasi berkaitan erat dengan kesejahteraan, kondisi kerja,
kesempatan untuk pengembangan karier, dan pelayanan tambahan
terhadap guru. Untuk yang terakhir, dari beberapa negara dilaporkan
bahwa keterlambatan gaji merupakan faktor penentu utama terhadap
motivasi guru. Di sejumlah negara lainnya, rendahnya gaji guru
merupakan penyebab utama tingginya angka bolos kerja karena mencari
penghasilan tambahan atau cukup uang untuk memenuhi kebutuhan
minimal sekalipun.
Dengan bercermin pada pengalaman negara-negara maju, maka
dilihat daris segi pelakunya, pemicu (trigger) utama dari mutu pendidikan
adalah kesejahteraan guru. Kesejahteraan meliputi aspek materiil. Yang

119

Prof. Drs. Suyanto, M. Ed, Ph.D dan Drs. M.S Abbas, M.Si, Wajah dan Dinamika Pendidikan
Anak Bangsa, Adicita, Yogyakarta, 2001, hlm 147.

89

non materiil misalnya kemudahan naik pangkat, suasana kerja,


perlindungan hukum dll. Pemerintah telah berbuat banyak untuk mengatasi
kedua hal itu, misalnya melalui fungsionalisasi jabatan guru, kenaikan
gaji, pemberian tunjangan beras dan insentif lainnya mesikipun jumlahnya
masih (sering dianggap) kecil.
b. Gaji Dan Kinerja Pegawai /Guru
Ada dua pertanyaan bernada skeptis yang timbul selama ini.
Pertama, kalau memang gaji guru naik, apakah mutu pendidikan akar naik
juga? Kedua, berapa batas kelayakan tingkat kesejahteraan guru ?
Terhadap pertanyaan pertama, logikanya adalah kalau ada batas
ketidak wajaran, maka meskipun relatif bagi setiap orang mestinya ada
juga batas kewajaran gaji, yaitu jika gaji dapat memenuhi kebutuhan hidup
yang layak kebutuhan dasar seluruh anggota keluarga.
Telah lama disadari bahwa imbalan, terutama gaji, adalah salah
satu faktor penentu kinerja pegawai termasuk guru, meskipun tidak selalu
otomatis bahwa peningkatan gaji berkorelasi dengan peningkatan kinerja
tanpa

ada

intervensi

lain

terhadap

pengembangan

kemampuan,

pembenahan lingkungan kerja dan peluang untuk pengembangan karir.


Namun, karena jumlahnya yang besar. Setiap usaha meningkatkan gaji
PNS selalu timbul persoalan dan bahkan dilema. Sedikitnya ada empat isu
tentang hubungan antara gaji pegawai negeri (termasuk guru) dan
kinerjanya.

90

1)

Peningkatan gaji tanpa diikuti oleh peningkatan kinerja pegawai


adalah pemborosan.

2)

Kenaikan gaji PNS selalu dikuti oleh meningkatnya harang dan


menjadi penyebab inflasi.

3)

Jika gaji PNS tidak dinaikan, maka PNS akan mencari penghasilan
tambahan di luar gaji resminya yang malah mengakibatkan tugas
utamanya terabaikan.

4)

Dengan besar gaji seperti itu pun, karena jumlah PNS yang besar,
anggaran belanja negara yang dialokasikan untuk gaji sudah lebih dari
sepertiga (37%) dari anggaran rutin.

c. Piihan sepenuh hati


Isu dan dilema yang dikemukakan di atas banyak benarnya. Namun
di pihak lain, perlunya penghargaan kepada guru melalui peningkatan
kesejahteraannya tidak tanpa dasar juga.
Berdasarkan bukti-bukti yang ada, UNDP dalam laporannya yang
berjudul Human Development Report 1996, menyimpulkan bahwa tidak,
ada pembangunan yang dapat berkelanjutan dengan mengabaikan salah
satu diantaranya (pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pengembangan
sumber daya manusia yang cepat). Artinya, keduanya harus berjalan
seimbang dan seiring, untuk menjamin keberlangsungan keduanya.
Karena alasan tersebut, banyak negara berani mengalokasikan
sekitar seperempat atau bahkan lebih anggarannya untuk sekotor
91

pendidikan.

Tingginya

anggaran

pendidikan

memungkinkan

ditingkatkannya kesejahteraan guru. Jadi cukup alasan untuk mengatakan


bahwa upaya meningkatkan kesejahteraan guru secara materiil bukan lagi
pilihan yang setengah hati, melainkan merupakan pilihan yang sepenuh
hati. 120
Mengapa tema-tema kesejahteraan guru dalam arti luas meliputi
gaji, tunjangan dan rasa aman dalam menjalankan tugas perlu lebih kita
kedepankan?

jawabannya,

karena

studi

yang

dilakukan,

tingkat

kesejahteraan merupakan penentu yang amat penting bagi kinerja guru


dalam menjalankan tugasnya.
Sebagai contoh seorang guru golongan III/c dengan gaji sekitar Rp
400.000 perbulan ditanya bagaimana penggunaanya. Setelah dipotong iniitu, ia terima Rp.300.000. lalu ia rinci biaya hidup keluarganya setiap
bulan. Makan sekian, biaya sekolah anak sekian, ongkos ke sekolah
sekian, langganan koran sekian, cicilan rumah sekian, dan seterusnya
sampailah pada jumlah Rp. 600.000,-. Sang penanya penasaran; dari mana
sisanya? Itu sih urusan saya!
Dengan fenomena guru tersebut dapat diambil suatu kesimpulan
bahwa, dengan kebutuhan hidup yang semakin komplek, gaji guru tidak cukup
satu bulan, menjadikan dalih bagi guru, bagaimana cara agar segala kebutuhan
guru dapat teratasi, dengan berbagai macam cara. Mereka yang tidak
mempunyai pekerjaan tambahan menjadikan pendidikan sebagai alat untuk
120

Dr. Dedi Supriadi, Mengangkat Citra dan Martabat Guru, Adicita Karya Nusa. Yogyakarta,
1999, hlm 42-46.

92

memuaskan kebutuhan, tanpa didasari dengan keihlasan apalagi teringat akan


Tuhan. Sedangkan manusia tersebut tidak bersedia melakukan pekerjaan lain
selain yang dituju sesuai dengan awal niat pertama kali ketika masuk dalam
dunia pendidikan. Akibatnya, membudayalah suap menyuap. Bagi mereka
yang tidak mampu menyuap, timbul niat jahat yang tidak terkendalikan,
muncullah

tindakan-tindakan

negatif

seperti

kejahatan,

pencurian,

penodongan, perampokan, pembunuhan, dan lain-lain, demi menutupi


kebutuhan hidup.
Sesuai dengan fenomena yang ada, bagaimana kiranya guru dapat
menempatkan gaji sebagai bagian dari pekerjaan seorang guru? Bukan tidak
mungkin gaji yang diperolehnya akan serta merta menjadikan persoalan yang
tidak akan habis-habisnya, selagi manusia dapat mengembalikan statusnya
sebagai fitrah (suci) sesuai dengan bayi yang baru keluar dari perut ibu.,
sebagai manusia beriman dan ingat akan kewajiban-kewajibannya.
Dengan dasar ini, maka gaji guru dalam pendidikan modern sekarang
perlu mendapat pengkajian lebih dalam dan disesuaikan dengan keadaan
lingkungan pendidikan berlangsung, sehingga segala pesoalan penerapan gaji
guru dapat dterealisasikan dengan baik dan tidak menimbulkan persoalan yang
baru.

D. Analisis Pandangan Gaji Guru Dalam pemikiran Al Ghozali


Konsep yang telah dibangun al-Ghozali sebagai ahli pendidikan pada
bagian sebelumnya, merupakan bagian pemikiran strategis dalam membantu
93

peningkatan kualitas guru sebagai aktor pendidikan. Khususnya konsep alGhozali tetang gaji guru.
Sebagai seorang Muslim yang taat, kita mengetahui bahwa
mengajarkan ilmu merupakan kewajiban bagi setiap orang alim (berilmu),
maka seorang guru tidak boleh menuntut upah atas jerih payahnya
mengajarnya itu. Seorang guru harus meniru Rasulullah SAW, yang
mengajarkan ilmu hanya karena Allah, sehingga dengan mengajar Itu ia dapat
mendekatkan dirinya kepada Allah SWT. Demikian pula seorang guru tidak
dibenarkan minta dikasihani oleh muridnya, melainkan sebaliknya ia harus
berterima kasih kepada muridnya atau memberi imbalan kepada muridnya
apabila ia berhasil membina mental. Murid telah memberi peluang kepada
guru untuk dekat pada Allah SWT. Namun hal ini bisa terjadi jika antara guru
dan murid berada dalam satu tempat, ilmu yang diajarkan terbatas pada ilmuilmu yang sederhana, tanpa memerlukan tempat khusus, sarana dan
lainsebagainya. Namun jika guru yang mengajarkan harus datang dari tempat
yang jauh, segala saran yang mendukung pengajarannya harus dibeli dengan
dana yang besar, serta faktor-faktor lainnya harus diupayakan dengan dana
yang tidak sedikit, maka akan sulit dilakukan kegiatan pengajarannya apabila
gurunya diberikan imbalan kesejahteraan yang memadai.
Al-Ghozali

telah

mempertegaskan

bahwa

gaji

yang

tercela

(diharamkan) sebagai di kecam al-Ghozali itu, adalah apabila al-Quran (ilmuilmu yang lain) dijadikan sebagai alat untuk mencari rizeki, menumpuk

94

kekayaan, bahkan satu-satunya tujuan mengajar (dari seorang guru) hanya


untuk mencari nafkah dan mencukupi segala kebutuhan rumah tangganya.
Al-Ghozali menyatakan hal yang bernada mencela guru yang menuntut
upah dari murid yaitu;
. " "

Hendaklah guru mengikuti jejak Rasullullah SAW, maka ia tidak
mencari upah, balasan dan terima kasih. Tetapi mengajar karena Allah
dan mencari kedekatan diri kepada Nya.121
Pernyataan ini dapat diartikan bahwa guru harus ikhlas. Tetapi kriteria
ikhlas itu sendiri bukan hanya bersih dari tujuan lain selain Allah yang bersifat
lahir seperti mengajar untuk mendapatkan upah atau gaji, misalnya. Lebih dari
itu, ikhlas berhubungan dengan niat yang letaknya dalam hati, dan itu
merupakan proses panjang, sepanjang usia manusia yang sempurna.
Sebagaimana dinyatakan dalam al-Ghozali lebih lanjut :






"
Yang disebut Khalis atau orang yang ikhlas ialah yang dalam
bekerjanya atau beramal dan semua aktivitas yang bernilai ibadah
tidak ada motivasi lain kecuali kedekatan diri kepada Allah SWT. 122
Jadi pada prinsipnya al-Ghozali tidak mengharamkan guru untuk
menerima upah. Bahkan, jika dikembalikan kepada pernyataan al-Ghozali dan
penilaiannya tentang profesi guru, ia dianggap yang paling agung, justru
karena tugas mengajarnya itu.123

121

. Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, Juz II, Masyahadul Husaini, tt, hlm 288
. Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, Juz II, Masyahadul Husaini, tt, hlm 217
123
Drs. Abidin Ibnu Rusn, Op.Cit, hlm 68 69.
122

95

Kesimpulan al-Ghozali, dalam hal mengharamkan gaji guru, dapat


dipahami secara tersirat bahwa, gaji yang tercela (diharamkan) sebagai di
kecam al-Ghozali itu, adalah apabila al-Quran (ilmu-ilmu yang lain)
dijadikan sebagai alat untuk mencari rizeki, menumpuk kekayaan, bahkan
satu-satunya tujuan mengajar (dari seorang guru) hanya untuk mencari nafkah
dan mencukupi segala kebutuhan rumah tangganya.
Seorang guru yang diperbolehkan menerima upah atau gaji adalah
sesuai dengan kebutuhannya, agar hatinya terlepas dari beban Maisyah
(kehidupan) dan agar ia Khusyu dalam melakukan nasyrul ilmu guna
menyebarkan ilmu dan mencari pahala akhirat. Adaupun menerima gaji hal itu
hanya mempermudah ungkapan saja. Susah dan jerih payah mengajarkan alQuran kepada seseorang adalah bukan kewajiban dirinya. Boleh saja dia
taqarrub kepada Allah dengan amalan ini dan boleh juga menerima upah
atasnya, meskipun ini fadhu kifayah atas dirinya, seperti halnya pula
mendoakan mayat dan menguburkannya.
Sedangkan Gaji yang tidak dibenarkan menurut al-Ghozali adalah
pekerjaan guru dijadikan alat satu-satunya mencari rezeki, tidak ikhlas dalam
bekerja, selalu mengharapkan imbalan yang tinggi, tidak dilandasi dengan niat
beribadah, serta dalam bekerja tidak sesuai dengan ajaran-ajaran Islam.

96

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil studi literatur dan analisis mengenai konsep alGhozali tentang gaji guru implikasinya terhadap dunia pendidikan modern,
dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Pendidikan adalah proses memanusiakan manusia sejak masa kejadiannya
sampai akhir hayatnya melalui berbagai ilmu pengetahuan yang
disampaikan dalam bentuk pengajaran secara bertahap, di mana proses
pengajaran itu menjadi tanggung jawab orang tua dan masyarakat menuju
pendekatan diri kepada Allah sehingga menjadi manusia sempurna atau
dengan istilah Insan Kamil.
2. Pemikiran al-Ghozali tentang gaji guru telah ditegaskan bahwa bahwa Gaji
yang tidak dibenarkan adalah pekerjaan guru dijadikan alat satu-satunya
mencari rezeki, tidak ikhlas dalam bekerja, selalu mengharapkan imbalan
yang tinggi, tidak dilandasi dengan niat beribadah, serta dalam bekerja
tidak sesuai dengan ajaran-ajaran Islam. Sedangkan Gaji yang diterima
dan dibenarkan al-Ghozali yakni, jika pekerjaan mengajar itu adalah
ibadah, mengikuti petunjuk Rosullullah SAW, yang mengajar ilmu hanya
karena Allah SWT, guru dapat menerima upah karena sesuai dengan
pekerjaannya, agar hatinya terlepas dari beban Maisyah (kehidupan) dan
agar ia khusyu guna menyebarkan ilmu dan mencari pahala akhirat.
97

3. Dengan konsepsi pemikiran al-Ghozali di atas, menjadikan dasar mengapa


gaji guru tidak diperkenankan? Sebab dalam praktek pendidikan modern
sekarang ini seorang guru dituntut untuk dapat melaksanakan tugas
keprofesionalannya, di sisi lain guru juga dituntut untuk dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya sedangkan porsi kebutuhan hidup dengan gaji yang
diperolehnya tidak seimbang, sehingga menjadikan guru serampangan
dalam memenuhi kebutuhannya, segala bentuk proyek pendidikan
dimakannya, Apalagi manusia produk pendidikan dewasa ini lebih
cenderung mencari kerja dibanding bekerja.
4. Yang diterapkan oleh imam Ghozali adalah tentang gaji guru dijadikan
alat satu-satunya mencari rizki, tidak ikhlas dalam bekerja, selalu
mengharapkan imbalan yang tinggi, tidak dilandasi dengan niat beribadah
kepada Allah SWT.

B. Saran-saran
Sesuai dengan analisa dan bebarapa kesimpulan yang penulis
paparkan, saran yang mungkin dapat dijadikan renungan dan bagian kajian
lebih mendalam kaitannya dengan Gaji guru dan praktek pendidikan adalah:
1. Kepada Pemerintah
-

Hendaknya dapat memberikan keputusan yang bijaksana terhadap


persoalan yang dihadapi dalam pendidikan dewasa ini.

98

Membuat keputusan yang jelas terhadap konsep pendidikan, sehingga


proses pendidikan atau pengajarn dapat berlangsung dengan baik tanpa
ada hambatan yang disebabkan keputusan yang berganti-ganti

Usaha kesejahteraan guru masih perlu diperhatikan, khususnya bagi


guru-guru di daerah-daerah, dan tidak mengutamakan kepentingankepentingan golongan atau orang yang dianggap teman.

2. Kepada Guru
-

Guru harus memiliki sikap profesionalisme dalam melaksanakan tugas


sebagai pengajar/pendidik.

Segala bentuk praktek pedidikan yang tidak sesuai dengan ajaran


Islam, perlu dibenahkan dan guru harus mampu bersikap sesuai fitrah
manusia sebenarnya.

Guru diharapkan mampu menerapkan kesatuan antara ilmu (kognitif),


hal (afektif) dan amal (psikomotorik).

3. Kepada Dunia Pendidikan


-

Konsep pemikiran yang telah banyak dibangun al-Ghozali, hendaknya


menjadi acuan dalam setiap bentuk pembaharuan pendidikan.

Mengembalikan sistem pendidikan Islam sebagai suatu sistem yang


memperhatikan fitrah manusia secara utuh.

99

DAFTAR PUSTAKA

A. Chairil Basori, 1987. Filsafat, Semarang, Duta Grafika.


Abidin Ibnu Rusn, 1988. Pemikiran Al-Ghozali Tentang Pendidikan, Cetakan Pertama,
Pustaka Pelajar Offset, Yogyakarta.
Abu Ahmadi, 1986.

Metodik Khusus PendidikanAgama, Armico, Bandung.

Ahmad Tafsir, 2000. Ilmu Pendidikan Dalam Prespektif Islam, PT Rosdakarya, Bandung.
Al-Ghazali, terjemahan Asrorudin, _____
Al-Ghazali, _____

Ihya Ulummudin Juz 1, Toha Putra, Semarang.

Ihya Ulumiddin, Juz IV, Masyahadul Husaini.

Anas Sudijono, 1998. Pengantar Evaluasi Pendidikan, Rajawali Pers, Jakarta.


Dedi Supriadi, 1999. Mengangkat Citra dan Martabat Guru, Adicita Karya Nusa.
Yogyakarta.
Dedi Supriadi, 2001. Mengangkat Citra dan Martabat Guru, Adicita Karya Nusa, Solo.
Depag RI, 1989. Al-Quran dan Terjemahannya, CV Alwaah, Semarang.
Dr Sulaiman Dunia, 1972. Tahafutul Falasifah Lil Umamil Ghazali, Darul Maarif, Mesir.
H. Abbudin Nata, MA, 2000. Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, Seri Kajian
Filsafat Pendidikan Islam, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
H. Hamdani Ihsan dan Drs. H. A. Fuad Ihsan, 1998. Filsafat Pendidikan Islam, Pustaka
Setia, Bandung.
Hadari Nawawi, 1989 . Administrasi Pendidikan, CV Haji Masagung, Jakarta.
Husein Bahreisj, 1981 . Ajaran-Ajaran Akhlak Imam Ghozali, Surabaya, al-Ikhlas.
Ibnu khaldun, 2000. Mukaddimah, Pustaka Firdaus, Jakarta.
Imam Al Ghozali, ____

Ihya Ulumaddin, Juz I, Darul Ikhyail Kutubil Arabiyah,

Mesir.
M. Bahri Ghazali, MA, 2001. Konsep Ilmu Menurut Al-Ghazali, CV Pedoman

Ilmu

Jaya, Jakarta.
M. Sastrapradja, 1981. Kamus istilah Pendidikan dan Umum, Usaha Nasional, Surabaya.
Muhammad Uzaer Usman, 1990. Menjadi Guru Profesional, PT. Remaja Rosdakarya,
Bandung.
Nana Sudjana, 2000. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, Sinar Baru Algesindo,
Bandung.
Nasution, MA, 1993. Pengembangan Kurikulum, Bandung, PT Citra Aditya Bakti.
Pasaribu dan Drs. B. Simanjuntak, 1983. Proses Belajar Mengajar, Tarsito, Bandung.

Soerjono Soekanto, SH., MA, 1990 . Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta, PT. Raja
Grafindo Persada.
Sutari Imam Barnadib, 1976 . Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis, Andi Offset,
Yogyakarta.
Suyanto, M. Ed, Ph.D dan Drs. M.S Abbas, M.Si, 2001. Wajah dan Dinamika Pendidikan
Anak Bangsa, Adicita, Yogyakarta.
Undang-Undang RI, No. 2 th.1989. tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Vembrianto, 1993. Sosiologi Pendidikan, Grasindo, Jakarta.
Winarno Surakhmad, 1988. Paper Skripsi Thesis Disertasi, Tarsito Bandung.
Zaenuddin, dkk, 1991. Seluk Beluk Pendidikan Al-Ghozali, Bumi Aksara Jakarta.
Zuhairini, dkk, 1983. Metodik Khusus Pendidikan Agama, Biro Ilmiyah FT IAIN S. Ampel,
Malang.

Anda mungkin juga menyukai