PENELITIAN MANDIRI
Disusun Oleh:
Dr. H. Saifulah, MHI
KATA PENGANTAR
Puji syukur Allah Swt yang telah memberikan segala anugrah-Nya hingga penulis
bias menyelesaikan penelitian ini dengan baik.
Penelitian tentang konsepsi al-Ghozali tentang gaji guru dan konsekuensinya dalam
pendidikan moder perlu kiranya untuk dikaji lebih mendalam agar dalam praktek pendidikan
sekarang ini terarah dan tidak terjerumus salah arah lebih jauh, sehingga apa yang menjadi
tujuan pendidikan itu sendiri dapat tercapai.
Sebagai pepatah yang menyatakan tiada gading yang tak retak, maka karya tulis ini
pun tentunya tiada terbebas dari kekurangan dan kelemahan di dalamnya. Namun kami telah
berusaha meminimalkan. Untuk itu kami mohon maaf yang sebesar-besarnya dan mengharap
tegur sapa serta saran-saran penyempurnaan, agar kekurangan dan kelemahan yang ada tidak
sampai mengurangi nilai dan manfaatnya bagi perkembangan pendidikan multikultural pada
umumnya.
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ...............................................................................
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ....................................................
E.
BAB II
SEJARAH
DAN
PEMIKIRAN
AL-GHOZALI
11
TENTANG
PENDIDIKAN
A. Riwayat Hidup dan Sejarah Pemikiran al-Ghozali ............
13
13
22
23
28
29
32
32
33
37
41
43
48
54
C.
58
AL-GHOZALI
TENTANG
GAJI
GURU
DAN
BAB IV
73
73
77
80
83
85
85
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan .........................................................................
97
B. Saran-Saran .........................................................................
98
DAFTAR PUSTAKA
iv
BAB I
PENDAHULUAN
2. Konsep baru sekarang ini lebih banyak mengejar materi. Akibatnya, asal
memenuhi tugasnya secara formal guru enggan bertanggung jawab secara
moral.
3. Tujuan utama murid dalam belajar adalah untuk memperoleh ijazah dan
selanjutnya melamar pekerjaan.
4. Kurikulum pendidikan yang belum terarah dan terpadu
5. Kurang adanya suasana kasih sayang antara guru dan murid dalam
interaksi pendidikan.
6. Pendidikan agama hanya berkisar dalam ilmu kalam dan fiqih dalam arti
sempit. Maksudnya, kurang adanya penekanan dalam taffaqqoh fiddin
(penerapan agama)-nya.1
Konsep baru yang menyatakan seseorang dalam bekerja lebih banyak
mengejar materi merupakan hal yang mendasar bagi proses pendidikan,
singkatnya kegagalan dalam proses pendidikan menyebabkan manusia tidak
lagi berkedudukan sebagai manusia yang menyandang gelar paling mulia,
bahkan menjadi makhluk yang lebih rendah dibanding dengan binatang.
Hal tersebut merupakan problema hidup dan kehidupan manusia.
Menurut konsep pendidikan dalam Islam (Tarbiyah Islamiyah) bahwa pada
hakikatnya manusia sebagai khalifah Allah di alam, manusia mempunyai
potensi untuk memahami, menyadari dan kemudian merencanakan pemecahan
problema hidup dan kehidupannya.2
Drs. Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran aL-Ghozali Tentang Pendidikan, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 1998, hlm 123.
2
Drs. H. Hamdani Ihsan dan Drs. H. A. Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, Pustaka Setia,
Bandung, 1998, hlm, 20.
. Sudirman AM., Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar Pedoman Bagi Guru dan Calon
Guru, Rajawali Pers, Jakarta, 1994, hlm 2
4
Prof. Dr, Oemar Hamalik, Proses Belajar-Mengajar, Bina Aksara, Jakarta 2001, hlm 123.
Hai
orang-orang
yang
beriman,
apabila
dikatakan
kepadamu,berlapang-lapanglah dalam majlis, maka lapangkanlah,
niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apa bila
dikatakan,berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang
yang diberi ilmu beberapa derajat..... (QS. al- Mujadalah : 11) 5
Depag Ri, Terjemah al- Quranul Karim, al- Maarif, Bandung, tt, hlm 490
Drs. Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, Sinar Bru Algesindo, Bandung,
2000, hlm 15.
6
Drs. H. Hamdani Ihsan dan Drs. H. A. Fuad Ihsan, Op.Cit, hlm 96.
Depag RI, Op.Cit, hlm 109.
"
Yang disebut Khalis atau orang yang ikhlas ialah yang dalam
bekerjanya atau beramal dan semua aktivitas yang bernilai ibadah
tidak ada motivasi lain kecuali kedekatan diri kepada Allah SWT.
Jadi pada prinsipnya al-Ghozali tidak mengharamkan guru untuk
menerima upah. Bahkan, jika dikembalikan kepada pernyataan al-Ghozali dan
. Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, Juz II, Masyahadul Husaini, tt, hlm 217
. Ibid. 217
10
11
dapat tercapai. Hal inilah yang menjadi dasar pertimbangan penulis dalam
mengangkat topik ini.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, dapatlah penulis rumuskan permasalahan
yang dapat diambil dalam skripsi ini:
1. Bagaimana riwayat hidup dan sejarah pemikiran al-Ghozali?
2. Bagaimana pemikiran al-Ghozali tentang pendidikan?
3. Bagaimana konsep pemikiran al-Ghozali tentang gaji Guru konsekuensinya
terhadap pendidikan modern?
4. Bagaimana konsep dan praktek guru dalam pendidikan modern?
2. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Dengan
mengetahui
pemikiran
al-Ghozali
tentang
pendidikan
12
13
14
15
10
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran-Saran
C. Kata Penutup
DAFTAR PUSTAKA
12
BAB II
SEJARAH DAN PEMIKIRAN AL-GHOZALI TENTANG PENDIDIKAN
Tus
di
wilayah
Khurasan
yang
merupakan
kota
tempat
kelahirannya.17
Ia keturunan dan mempunyai hubungan keluarga dengan raja-raja
Saljuk yang memerintah daerah Khurasan, Jibal, Irak, Jazirah persia dan
Ahwas. Ayahnya seorang miskin yang jujur hidup dari usaha mandiri,
menenun kain bulu dan ia seringkali mengunjungi rumah alim ulama,
menuntut ilmu dan berbuat jasa pada mereka. Ia (ayah al-Ghozali) sering
berdoa kepada Allah agar di berikan anak yang pandai dan berilmu akan
16
Drs Ibnu Rusn, Pemikiran al-Ghozali Tentang Pendidikan, Cetakan Pertama 1988, Pustaka
Pelajar Offset, Yogyakarta, hlm 9.
17
DR. M. Bahri Ghazali, MA, Konsep Ilmu Menurut al-Ghazali, CV Pedoman Ilmu Jaya,
Jakarta, 2001, hlm23.
13
18
Drs. Zaenuddin, dkk, Seluk Beluk Pendidikan al-Ghozali, 1991, Bumu Aksara Jakarta
, hlm 7
19
Drs Ibnu Rusn, Op.Cit, hlm 10.
20
Drs. Zaenuddin, dkk, Op.Cit, hlm7-8.
14
Berkat bantuan sufi yang sederhana itu dengan sedikit harta yang
diwariskan oleh orang tuanya al-Ghazali dan saudranya memasuki
madrasah tingkat dasar (madrasah Ibtidaiyah) dengan memahami ilmuilmu dasar. Gurunya yang utama di madrasah itu adalah Yusuf Al-Nasaj,
seorang sufi yang kemudian disebut juga Imam Al-Haramain. Beliaulah
yang pertama kali meletakan dasar-dasar pemikiran sufi pada al-Ghazali.
Pertemuan dengan gurunya Imam Al-Haramain dikatakan Mohammad
Jawadi Ridha 1980;112, yang dikutip Dr. M.Bahri Ghazali, MA, adalah:
Pertemuannya dengan Imam Haramain Abu Maah al-Juwaini
berlangsung dari tahun 470 hingga wafatnya pada tahun 478 H.
Dia mempelajari darinya ilmu-ilmu fiqih, Kalam, Jadal (ilmu
berdebat), Mantiq dan hal-hal yang berkanaan tentang Falsafat, dan
pada akhirnya ia menjadi terpelajar yang menurut ukuran yang
masa itu telah menguasai ilmu-ilmu yang harus dikuasai21.
Di dalam madrasah tersebut, al-Ghozali mempelajari Ilmu Fiqh
kepada Ahmad bin Muhammad al-Razikani dan mempelajari Ilmu
Tasawuf kepada Yusuf an-Nasaj, sampai pada usia 20 tahun. Kemudian
al-Ghozali, pergi ke Jurjan dan menjadi santri Abu Nasr Ismaili.
Pada awal studinya, al-Ghozali mengalami peristiwa menarik, yang
mendorong kemajuannya dalam pendidikan. Suatu hari dalam perjalanan
pulang ke tempat asalnya, al-Ghozali dihadang oleh segerombolan
perampok. Mereka merampas semua bawaan al-Ghozali termasuk catatan
kuliahnya.
al-Ghozali
meminta
kepada
perampok
itu
agar
15
Ghozali yang ilmunya hanya tergantung pada beberapa helai kertas saja.
Tanggapan al-Ghozali terhadap peristiwa itu positif. ejekan itu digunakan
untuk mencambuk dirinya dan menajamkan ingatannya dengan menghafal
semua catatan kuliahnya selama tiga tahun.
Setelah menamatkan studi di Thus dan Jurjan, al-Ghozali
melanjutkan dan meningkatkan pendidikannya di Naisabur, dan ia
bermukim disana. Tidak berapa lama mulailah ia mengaji kepada alJuwainy, salah seorang pemuka agama yang terkenal dengan sebutan
Imam Haramain (Yusuf Al-Nasaj). Kepadanya al-Ghozali belajar Ilmu
Kalam, ilmu Ushul, Madzhab Fiqh, Retorika, Logika, Tasawuf dan
Filsafat.22 Dia telah mempelajari ajaran filsafat selama tiga tahun dan
sebagai hasilnya dia menulis sebuah kitab yang anti kepada filsafat dan
menyerangnya habis-habisan, yang dinamakan Tahafutul Falasifah yang
dalam bahasa Indonesia berarti : Kebingungan atau kacau-balaunya ahliahli filsafat. Sebenarnya menurut Dr. Sulaiman, ada 20 materi yang
dikoreksi al-Ghozali dibagi ke dalam dua kelompok, dari padanya ada tiga
hal yang menurut al-Ghozali membawa kemusyrikan yaitu :
a. Alam bersifat kekal
b. Tuhan tidak mengetahui secara terperinci apa yang terjadi di alam ini.
c. Pembangkitan jasmani tidak ada.23
Bahkan al-Ghozali sanggup bertukar fikiran dengan segala aliran
dan agama, serta menulis beberapa buku di dalam berbagai cabang ilmu
22
16
.
.
Kehausanku untuk menggali hakikat segala persoalan telah menjadi
kebiasaan semenjak aku muda belia. hal itu merupakan tabiat dan
fitrah yang telah diletakkan oleh Allah dalam kejadianku, bukan
karena usahaku.25
Al-Juwaini kemungkinan dipandang oleh al-Ghozali sebagai
Syaikh yang paling alim di Naisabur saat itu, sehingga kewafatannya
menyebabkan kesedihan yang mendalam. Tetapi akhirnya peristiwa itu
mengharuskan langkah lebih jauh, ditinggalkannya Naisabur menuju
24
25
17
Muaskar, suatu tempat atau lapangan luas yang disana didirikan barakbarak militer Nidhamul Muluk, Perdana Menteri Saljuk. Tempat itu sering
digunakan untuk tempat berkumpul para alim ulama ternama. Karena
sebelumnya keunggulan dan keagungan al-Ghozali telah dikenal oleh
Perdana
Menteri,
kehadiran
al-Ghozali
diterima
dengan
penuh
26
18
menjadi sangat masyhur dan populer dalam waktu yang relatif tidak
lama.27
Sebenarnya al-Ghozali telah menelan seluruh faham, aliran dan
filsafat. Kesenuanya itu menimbulkan pergolakan dalam otaknya sendiri,
karena tidak ada yang memberikan kepuasan batinnya, sehingga ia ragu
kepada kesanggupan akal apalagi untuk mengetahui hakekatnya.
Hanya
27
19
semenjak kecil sebelum, wafatnya al-Ghozali, karena anak inilah alGhozali digelari Abu Hamid (bapak si Hamid).28
Al-Ghozali termasuk penulis yang produktif dalam menghasilkan
karya, sebagaimana yang telah diungkapkan oleh al-Zubaidi, bahwa alGhozali diperkirakan telah menghasilkan 80 kitab dan risalah. Bahkan ada
yang menyebutkan al-Ghozali menulis hampir 100 buah kitab, meliputi
Teologi Islam, Fiqh, Tasawuf, Filsafat, Akhlaq dan Autobiografi. Namun
sayang tidak semua karya al-Ghozali tersebut sekarang ini ditemukan
dalam bentuk cetakan.
Karena lauasnya pengetahuan al-Ghozali, maka sangat sulit untuk
menentukan bidang dan spesialisasi apa yang telah digeluti oleh alGhozali. Hampir semua aspek-aspek keagamaaan dikajinya. Di perguruan
tinggi Nidhamiyah, al-Ghozali banyak mengajarkan Ilmu Fiqh versi alSyafii sebab ia pengikut madzhab Imam Syafii dalam bidang Fiqh.
Tetapi al-Ghozali juga mendalami bidang-bidang lain seperti : Filsafat,
Ilmu Kalam dan Tasawuf. Oleh karena itu menetapkan al-Ghozali sebagai
tokoh hanya dalam satu segi saja tentu sangat tidak adil. Sangat tepat
sekali gelar Hujjatul Islam ia sandang dengan pertimbangan mempunyai
keahlian multi-dimensional.
Dari uraian singkat tentang riwayat hidup al-Ghozali sebagaimana
diungkapkan diatas, dapat dipahami bahwa al-Ghozali sejak kecil telah
dibekali dengan keimanan yang tinggi, berpola hidup sederhana dan selalu
28
21
29
Husein Bahreisj, Ajaran-Ajaran Akhlak Imam Ghozali, Surabaya, al-Ikhlas, 1981, hlm 26
24
30
25
faktor pikiran lebih tampak dari pada perasaan. Di sini tampak bahwa
filsafat al-Ghozali lebih Islami dari pada filsafat-filsafat lainnya.31
Demikian pula kontradiksi pikirannya yang berhubungan dengan
Ilmu Kalam, seperti dijelaskan oleh Dr. Nurcholis Madjid : . dalam
bukunya Iljam al-Awam an Ilmu Kalam, nampak menentang Ilmu Kalam.
Tetapi bukunya yang lain yang berjudul al-Iqtishod fil Itiqod, al-Ghozali
memberi tempat kepada Ilmu Kalam al-Asyari. Dalam kitabnya yang
cemerlang Ihya Ulumiddin, al-Ghozali dengan cerdas menyuguhkan
sinkretisme kreatif dalam Islam, sambil tetap berpegang kepada Ilmu
Kalam al-Asyari.
Hal ini berarti al-Ghozali tidak memuji seluruhnya terhadap ilmu
kalam, tetapi ada yang dipuji dan ada yang dibenci. Sebagaimana ilmu
kalam yang diajarkan pada orang-orang awam, tidak akan mencapai
maksudnya
dan
bahkan
bisa
mengacaukan
pikiran
serta
dapat
memalingkan mereka dari akidah yang benar. Oleh karena itu, Dr.
Sulaiman menafsirkannya, bahwa ada kitab-kitab yang ditujukan pada
orang-orang awam/umum, dan ada pula yang khusus ditujukan kepada
orang-orang tertentu sekali dan sudah barang tentu isinya tidak akan sama.
Pengertian kaum awam dan kaum khawas tentang suatu hal, tidak
selamanya sama, tetapi sering kali berbeda menurut daya berpikir masingmasing, sehingga kaum awam membaca apa yang
31
26
32
33
27
28
8. Abu Abdullah al- Husain Bin Hasr Bin Muhammad (466-552 H), beliau
belajar fiqh pada imam al- Ghazali. Diantar karya-karya beliau adalah
minhaj al- tauhid dan tahrim al- ghibah.
5. Karya-Karya al-Ghozali
Al-Ghozali adalah seorang ahli pikir Islam yang dalam ilmunya dan
mempunyai napas panjang dalam karangan-karangannya. Puluhan buku
telah ditulisnya meliputi berbagai lapangan ilmu pengetahuan, antara lain :
ilmu Kalam, Filsafat, Fiqh, Ushul Fiqh, Tafsir, Tasawuf, Akhlak dan
Autobiografinya.
Di dalam muqaddimah kitab Ihya Ulumuddin, Dr. Badawi
Thabana, menulis hasil-hasil karya al-Ghozali yang berjumlah 47 kitab,
yang penulis susun menurut ilmu pengetahuan sebagai berikut :
a. Kelompok Filsafat dan Ilmu Kalam, yang meliputi :
1. Maqashid al- Falasifah (Tujuan Para Filosuf)
2. Tahafut al- Falasifah (Kerancuan para Filosuf)
3. Al- Iqtishod fi al-Itiqod (Moderasi dalam Aqidah)
4. Al- Munqid min al- Dhalal (Pembebas Dari Kesesatan)
5. Al- Maqashidul Asna fi Mani Asmillah al-Husna (Arti Nama-Nama
Allah Yang Hasan)
6. Faishalut Tafriqah Bainal Islam waz Zindiqah (Perbedaaan antara
Islam Dan Zindiq)
7. Al- Qishashul Mustaqim (Jalan Untuk Mengatasi Perselisihan
Pendapat)
29
8. Al-Mustadhiri (Penjelasan-Penjelasan)
9. Hujjatul Haq (Argumen Yang Benar)
10. Mufsilul Khilaf fi Ushuluddin (Memisahkan Perselisihan Dalam
Ushuluddin)
11. Al- Muntahal fi Ilmil Jidal (Tata Cara Dalam Ilmu Diskusi)
12. Al- Madhnun bin Ala Ghairi Ahlihi (Persangkaan Bukan Pada
Ahlinya)
13. Mahkun Nadlar (Metodologika)
14. Asraar Ilmiddin (Rahasia ilmu Agama)
15. Al- Arbain fi Ushuluddin (40 Masalah Ushuluddin)
16. Iljamul Awwam an ilmil Kalam (Menghalangi Orang Awam Dari
Ilmu Kalam)
17. Al- Qulul Jamil fir Raddi ala man Ghayaral Injil (Kata-Kata Yang
Baik Untuk Orang-Orang Yang Mengubah Injil)
18. Miyarul Ilmi (Timbangan Ilmu)
19. Al- Intishar ( Rahasia-Rahasia Alam)
20. Isbatun Nadlar (Pemantapan Logika)
b. Kelompok Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh, yang meliputi :
1. Al- Basith (Pembahasan Yang Mendalam)
2. Al- Wasith (Perantara)
3. Al- Wajiz (Surat-Surat Wasiat)
4. Khulashatul Mukhthashar (Intisari Ringkasan Karangan)
5. Al- Mustasyfa (Pilihan)
30
Fakhirah
fi
Kasyfi
Ulumil
Akhirah
(Mutiara
34
32
37
33
Tidaklah aku ciptakan jin dan manusia melaikan untuk
menyembahku (Qs. az-Zariat: 56 ).39
Sesuai dengan ayat di atas berarti bahwa Allah SWT menciptakan
manusia agar supaya menyembah atau mengabdi kepada-Nya, yaitu
menjalankan apa yang diperintah dan menjauhi apa yang dilarangan-Nya.
Kemudian menurut al-Ghazali tujuan pendidikan diungkapkan
dalam karya-karyanya yang dikelompokan sebagai berikut:
a. Tujuan mempelajari ilmu pengetahuan
al-Ghazali mengatakan :
38
Drs. H. Hamdani Ihsan dan Drs. H.A Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, CV Pustaka Setia,
Bandung, 1998, hlm 62.
39
Depag RI, Al-Quran dan Terjemahannya, CV Alwaah, Semarang 1989, hlm 598
34
/
Apabila engkau mengadakan penyelidikan/ penalaran
terhadap ilmu pengetahuan, maka engkau akan melihat
kelezatan padanya, oleh karena itu tujuan mempelajari ilmu
pengetahuan adalah karena ilmu pengetahuan itu sendiri.40
Dari perkataan al-Ghazali di atas dikatakan bahwa penelitian,
penalaran dan pengkajian tentang ilmu pengetahuan mengandung
kelezatan spiritual yang akan menumbuhkan roh ilmiah. Dengan
demikian al-Ghazali sangat menganjurkan kepada para pelajar agar
menjadi orang yang cerdas, pandai berpikir, dapat menggunakan akal
pikirannya dengan baik dan optimal. Tujuan pendidikan menurut alGhazali ini masih mempunyai relevansinya dengan dunia pendidikan
modern, karena dalam mengembangkan ilmu dan teknologi manusia
berlomba-lomba mencari pengetahuan tanpa ada batasnya, dan kita
pun merasakan hasilnya di abad XXI ini.
b. Tujuan pembentukan akhlak
Sejarah pemikiran al-Ghazali yang paling banyak mendapat
perhatian, pengkajian dan penelitian adalah lapangan ilmu akhlak,
karena sangat berkaitan dengan perilaku manusia, sehingga hampir di
setiap karya-karyanya berhubungan dengan akhlak dan pembentukan
budi pekerti.
Dalam kitab Mizanul Amal yang dikutip Drs.Zainudin,dkk; alGhazali mengatakan:
40
Al-Ghozali terjemahan Asrorudin, Ihya Ulummudin Juz 1, Toha Putra, Semarang, tt,
hlm 9
35
Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak
yang mulia (HR; Ahmad) 42
c. Tujuan mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat
al-Ghazali mengatakan :
.
sungguh engkau mengetahui bahwa hasil ilmu pengetahuan
adalah mendekatkan diri kepada tuhan pencipta alam,
menghubungkan diri dan berhampiran dengan ketinggian
malaikat, demikian itu di akhirat. Adapun di dunia adalah
kemuliaan, kebesaran, pengaruh pemerintahan bagi pimpinan
negara dan penghormatan menurut kebiasaannya. 43
Dengan demikan tujuan pendidikan menurut al-Ghazali adalah
menuju kebahagiaan dunia dan akhirat, kebaikan di dunia berarti hasil
pengetahuan yang didapatkan di dunia akan membawa kemuliaan dan
41
36
kebesaran bagi agama, nusa dan bangsa. Sedangkan bagi akhirat dapat
dijadikan perlindungan bagi dirinya terhadap siksa neraka dan
mendapat balasan atas segala hal yang diridloi oleh Allah SWT.
3. Subjek Didik
a. Pandangan tentang Manusia
Dalam
perjalanan
hidupnya,
umat
manusia
senantiasa
akan
pertimbangan
memperoleh
secara
ilmu
lahiriah.
pengetahuan
Dengan
sebagai
budinya,
orang
bahan
akan
44
Drs. H. Hamdani Ihsan dan Drs. H.A Fuad Ihsan, Op.Cit, hlm 23
37
dan
sebagainya.
Demikan
pula
manusia
juga
membutuhkan
Hak guru atas muridnya lebih agung dibanding hak orang tua
terhadap anaknya. Karena orang tua hanya penyebab adanya
anak sekarang di alam fana dan guru penyebab hidupnya yang
kekal.45
Dari pernyataan al-Ghazali di atas dapat dimengerti bahwa
guru merupakan subjek dalam pendidikan dan sangat dibutuhkan
dalam proses pendewasaan anak sehingga menjadi manusia sempurna.
Seorang siswa yang belajar tanpa ada bimbingan dari guru bisa jadi
dalam belajarnya tidak mendapatkan apa-apa karena ilmu yang
dipelajari tidak sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Namun
jika ada guru, ia dapat mengarahkan murid ilmu apa yang dapat
dipelajari.
45
38
Hendaklah murid mendahulukan kesucian batin dari kerendahan
budi dan sifat-sifat tercela seperti marah, hawa nafsu, dengki,
busuk hati, takabur ujub dan sebagainya. 46
46
39
.
Akhirnya nyatalah kepadaku bahwa arti ilmu atau tahu yang
sesungguhnya itu adalah tersingkapnya sesuatu dengan jelas
sehingga tak ada lagi ruangan untuk ragu-ragu, tak mungkin
salah atau keliru, tak ada di hati tempat untuk itu. Keamanan
dari bahaya salah atau keliru itu harus diperkuat dengan
keyakinan sedemikian rupa sehingga andaikata disangkal oleh
seseorang yang sakti, yang misalnya dapat mengubah batu
menjadi emas atau mengubah tongkat menjadi ular, namun
demikian itu tak akan menimbulkan ragu-ragu sedikitpun juga
terhadap keyakinan tersebut.47
Jadi Menurut al-Ghozali, bahwa ilmu pengetahuan dapat
menjadikan manusia terhindar dari keraguan, kesesatan atau kesalahan
dalam mencapai kebenaran yang hakiki. Dalam mencapai ilmu
pengetahuan mengalami proses yang panjang dan kemudian disebut
dengan istilah pendidikan. Ketika kita mengetahui bahwa itu benar,
47
40
Artinya : Belajar dan menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap
muslim dan muslimat.
Artinya : Tuntutlah ilmu pengetahuan itu sejak dari buaian sampai ke
liang lahat.
41
b.
fardlu ain (dibebankan pada setiap muslim) ialah ilmu agama dengan
48
Drs. H. Hamdani Ihsan dan Drs. H.A Fuad Ihsan, Op.Cit, hlm35.
42
49
43
50
Drs. H. Hamdani Ihsan dan Drs. H.A Fuad Ihsan, Op.Cit, hlm 131.
Prof. Dr. Nasution, MA, Pengembangan Kurikulum, Bandung, PT Citra Aditya Bakti, 1993,
hlm 11.
51
44
52
Dr. Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, Sinar Baru Algensindo, Bandung,
2000, hlm 3
53
Dr. Zuhairini, dkk, Metodik Khusus Pendidikan Agama, Biro Ilmiyah FT IAIN S. Ampel,
Malang, 1983. hlm58.
45
pemikiran
tentang
kurikulum,
pendidikan
dilakukan secara bertahap dan sesuai dengan perkembangan anak, alGhazali mengutip sebuah hadist;
Seorang anak pada tujuh hari dari kelahirannya disembelih hewan
akikah dan diberi nama yang baik serta dijaga kesehatannya.
Ketika telah berusia 6 tahun, didiklah ia. Ketika berusia 9 tahun,
latihlah ia hidup mandiri, dipisahkan dari tempat tidur orang
tuanya. Ketika telah berusia 13 tahun, berilah sangsi bila ia
meninggalkan shalat. Setelah itu terlepaslah tanggung jawab orang
tua
terhadap
segala
dihadapannya,
aku
perbuatan
telah
anaknya,
mendidikmu,
seraya
berkata
mengajarmu,
46
periodesasi
perkembangan
anak
berdasarkan
48
57
49
.
Datangnya kembali keyakinan itu tidaklah dengan cara
penyusunan pembuktian atau mengemukakan berbagai dalil yang
tersusun rapi dan apik akan tetapi berkat cahaya Allah yang telah
Allah letakan di dadaku. Cahaya itu sendiri merupakan kuncinya
kebanyakan orang yang telah memiliki ilmu marifat58
Dari pernyataan al-Ghozali tersebut dapat dikatakan bahwa
kebenaran ilmu pengetahuan bukan hanya dengan cara penyusunan
pembuktian atau mengemukakan teori-teori yang pasti, akan tetapi
didasarkan pada keyakinan berkat petunjuk Allah SWT, sehingga alGhozali mengemukakan teori mencari ilmu dengan sumber muamalah
(Basariah /Insaniyah) dan sumber Mukasyafah (ilahiyah).
Sumber muamalah dentik dengan pengertian basyariah, yaitu
sumber ilmu diusahakan oleh manusia berdasarkan kekuatan rekayasanya,
sehingga dari hasil
50
larangan Allah SWT sendiri serta termasuk juga masalah mengetahui diri
dan dzat Tuhan (metafisik) yang menurut al-Ghozali tidak bisa lewat
akal.60
a. Metodik Khusus Pendidikan Agama
Metodik khusus adalah suatu metode yang dikhususkan di
dalam sesuatu mata pelajaran.61 Dalam hubungannya dengan
pendidikan menurut al-Ghazali adalah metode yang di khususkan pada
pendidikan agama (Islam).
Menurut al-Ghazali pada prinsipnya metode pendidikan agama
dimulai dengan hafalan dan pemahaman, kemudian dilanjutkan dengan
keyakinan dan pembenaran, setelah itu penegakkan dalil-dalil dan
keterangan yang menunjang penguatan akidah. Yang demikian ini
merupakan pantulan dari sikap hidupnya yang sufi dan tekun
beribadah. Dari pengalaman pribadinya, al-Ghazali menemukan cara
untuk mencegah manusia dari karaguan terhadap persoalan agama
ialah keimanan terhadap Allah, menerima dengan jiwa yang jernih dan
akidah
yang
pasti
mengkokohkannya
pada
dengan
usia
sedini
argumentasi
mungkin.
yang
Kemudian
didasarkan
atas
60
51
ketuhanan
yang berperan
sebagai
fundamen
dalam
kehidupannya.
b. Metodik Khusus Pendidikan Akhlak
Al-Ghazali mendefinisikan akhlak sebagai berikut:
Akhlak adalah suatu sikap yang mengakar dalam jiwa yang
darinya lahir berbagai perbuatan dengan mudah dan gampang,
tanpa perlu pemikiran dan pertimbangan. Jika sikap itu darinya
lahir perbuatan yang baik dan terpuji, baik dari segi akal
maupun syara, maka ia disebut akhlak yang baik. Jika yang
lahir darinya perbuatan tercela, maka sikap tersebut disebut
akhlak buruk.64
63
64
Drs. H. Hamdani Ihsan dan Drs. H.A Fuad Ihsan, Op.Cit, hlm 237.
Drs Abidin Ibnu Rusn, Op.Cit., hlm 78
52
65
53
66
Depag RI, Al-Quran dan Terjemahannya, CV Alwaah, Semarang 1989, hlm 598
Drs Abidin Ibnu Rusn, Op.Cit., hlm 106.
68
. Abdurrachman Abror, Op.Cit, hlm 164
67
54
mengetahui
tingkat
efektifitas
dari
metode-metode
69
55
2) Untuk
mencari
dan
menemukan
faktor-faktor
penyebab
70
. Prof. Drs Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Rajawali Pers, Jakarta, 1998, hlm
16 - 17
71
Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, Juz IV, Masyahadul Husaini, tt, hlm 391.
72
Depag RI, Al-Quran dan Terjemahannya, 1989, hlm 598
56
73
74
Hadari Nawawi, Administrasi Pendidikan, CV Haji Masagung, Jakarta, 1989, hlm 54.
Drs Abidin Ibnu Rusn, Op.Cit., hlm 115.
57
Profesionalisme Guru
Dewasa ini ada asumsi dalam masyarakat bahwa seseorang
dalam bekerja dituntut sebagai seorang pekerja yang profesional.
sedemikian besar opini masyarakat ini, menimbulkan kesan yang
buruk dalam melaksanakan pekerjaannya. Tidak jarang seseorang
dengan mudah mengatakan bahwa yang penting harus profesional.
Tapi ketika ditanyakan kepadanya tentang apa yang dimaksud dengan
profesional, ia tidak dapat memberikan jawaban yang jelas.
Patutkah disalahkan penggunaan istilah yang tidak jelas itu?
Tidak, karena istilah profesional bukan monopoli kalangan tertentu.
Namun secara sosiologis ada aspek positifnya di belakang gejala itu,
yaitu refleksi dari adanya tuntutan yang makin besar dalam
masyarakat akan proses hasil kerja yang bermutu, penuh tanggung
jawab, bukan sekedar asal dilakoni.
Kerancuan pengertian yang terjadi dalam masyarakat, selain
mencerminkan tuntutan akan mutu kerja, sesungguhnya juga refleksi
dari kekaburan konsep yang berlaku selama ini. Misalnya kita simak.
58
profesional.
Yang dimaksud
dengan
pendidikan
dengan
profesi,
profesional,
profesionalisasi
dan
59
yang tidak dilatih atau disiapkan itu. Profesional menunjuk pada dua
hal. Pertama penampilan seseorang yang sesuai dengan tuntutan yang
seharusnya, misalnya, Dia sangat profesional. Tapi bisa juga
menunjuk pada orangnya, Dia seorang profesional, misalnya
dokter, insinyur dan lain-lain. Profesionalisme juga mengacu kepada
sikap dan komitmen anggota profesi untuk bekerja berdasarkan
standar yang tinggi dan kode etik profesinya..
Dari serangkaian diskusi diketahui bahwa ternyata seluk beluk
profesi tidaklah sederhana, bahkan mulai konsep dasar tentang profesi
tidaklah sederhana, bahkan mulai konsep tertentu mensyaratkan
anggotanya layak disebut profesional manakala pendidikannnya
sarjana ke atas (misalnya kedokteran dan hukum). Dalam profesi lain
hal ini tidak penting.77
Hal yang menarik adalah, kata profesional rupanya bukan
hanya digunakan untuk pekerjaan yang telah dakui sebagai suatu
profesi, melainkan pada hampir setiap pekerjaan. Muncul ungkapan
misalnya penjahat profesional, sopir profesional, hingga tukang ojek
profesional. Dalam bahasa awam, segala pekerjaan (vacation)
kemudian disebut profesional jika cara kerjanya baik, cekatan, dan
hasilnya
memuaskan.
Dengan
hasil
kejanya
itu
seseorang
77
Dedi Supriadi, Mengangkat Citra dan Martabat Guru, Adicita Karya Nusa, Solo, 2001, hlm
95.
60
sedang
dan
rendah.
Tinggi
rendahnya
pengakuan
. Muhammad Uzaer Usman, Menjadi Guru Profesional, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung,
1990, hlm. 4
79
. Drs Abidin Ibnu Rusn, Op.Cit., hlm 76
80
Drs Abidin Ibnu Rusn, Op.Cit., hlm 76
61
2. Tugas kedua
3. Tugas ketiga
4. Tugas keempat
5. Tugas kelima
//
Belas kasihan dan sayang atas murid-murid dan
mengalirkan/melarikan
mereka
dengan
pelarian/aliran seperti anaknya.
.
--
" "
Mengikuti dengan orang yang mempunyai syara
Nabi SAW. jangan mencari atas faedah-faedahnya
ilmu itu upah dan jangan bermaksud dengannya
balasan dan jangan terima kasih, tetapi mengajar
untuk dimuliakan Allah Taala dan mencari
kedekatan dengan-Nya.
Tidak menyeru, mengajak dari nasehat yang baik
murid-murid itu sesuatu.
/
Dan dia dari pekerjaan/kepandaian mengajar yang
halus, menegur siswa dari akhlak yang jelek
dengan jalan menyindir apabila mungkin dan
tidak nyata dengan jalan kasih sayang tidak
dengan jalan mencela.
81
Drs. Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran AL-Ghozali Tentang Pendidikan, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 1998, hlm 123
62
Orang yang menanggung dengan sebagian ilmuilmu seyogyanya tidak menjelekkan dalam jiwa
murid ilmu-ilmu yang di belakangnya seperti guru
bahasa ketika mengira jelek ilmu fiqh.
6. Tugas keenam
Mencukupkan terhadap murid atas kemampuan
pemahamnnya.
7. Tugas ketujuh
Murid yang pendek, kurang seyogyanya
disampaikan kepadanya yang jelas yang sesuai
dengannya.
8. Tugas kedelapan
Hendaknya guru itu orang yang beramal dengan
ilmunya.82
Oleh sebab itu guru merupakan salah satu faktor yang paling
menentukan keberhasilan proses belajar mengajar dalam kelas, maka
guru tidak saja menduduki fungsinya sebagai orang dewasa yang
bertugas profesional memindahkan ilmu pengetahuan (transfer of
knowlegde)
atau
penyalur
ilmu
pengetahuan
(transmiter
of
knowlegde) yang dia kuasai kepada anak didik, melainkan lebih dari
itu, ia menjadi pemimpin, pendidik di dalam maupun diluar sekolah.83
Sesuai dengan perkembangan kemajuan zaman, guru telah
ditempatkan dalam suatu situasi yang menurut berbagai pembaharuan
dan penyesuaian diri secara menyeluruh, baik yang menyangkut
pengetahuan, kemampuan dalam melaksanakan pendidikan dan
pengajaran maupun ketrampilan yang sesuai dengan perkembangan
82
. Imam Al Ghozali, Ihya Ulumaddin, Juz I, Darul Ikhyail Kutubil Arabiyah, Mesir, tt., hlm 5558
83
. Zakiyah Darodjat, Op Cit, hlm 40.
63
64
Hai
orang-orang
yang
beriman,
apabila
dikatakan
kepadamu,berlapang-lapanglah dalam majlis, maka lapangkanlah,
niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apa bila
dikatakan,berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orangorang yang diberi ilmu beberapa derajat..... (QS. al- Mujadalah :
11) 84
Kemudian al-Ghozali menyatakan bahwa pentingnya pekerjaan
mengajar dengan mempergunakan dalil akal. Beliau berkata :
Mulia tidaknya pekerjaan pekerjaan itu diukur dengan apa yang
dikerjakan. Pandai emas lebih mulia dari penyamak kulit, karena tukang
emas mengolah emas satu logam yang amat mulia, dan penyamak
mengolah kulit kerbau.
.
.
.
Guru mengolah manusia dianggap makhluk yang paling muloia
dari seluruh makhluk Allah. Oleh karenanya pekerjaan mengajar
amat mulia, karena mengolah manusia tersbut. Bukan itu seja
keutamaannya, guru mengolah bagian yang mulia dari diantara
anggota-anggota manusia. Yaitu akal dan jiwa dalam rangka
menyempurnakan, memurnikan dan membawannya mendekati
Allah semesta.85
Pandangan al-Ghozali dalam bidang mengajar ini sangat
berpengaruh terhadap para mubaligh serta merangsang mereka
84
85
. , Terjemah al- Quranul Karim, al- Maarif, Bandung, tt, hlm 490
. Drs Abidin Ibnu Rusn, Op.Cit., hlm 78
65
Dalam
kaitan
ini
al-Mawardi
mengatakan,
bahwa
86
M. Sastrapradja, Kamus istilah Pendidikan dan Umum, Usaha Nasional, Surabaya, 1981,
hlm166.
87
Dr. H. Abbudin Nata, MA. Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, Seri Kajian Filsafat
Pendidikan Islam, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000, hlm 55.
66
riya. Sedangkan dari segi istilah berarti pembersihan hati dari segala
dorongan yang dapat mengeruhkannya. 88
Makna keikhlasan seorang guru dalam mendidik adalah
kesadaran dan pentingnya tugas, sehingga dengan kesadaran tersebut ia
akan terdorong untuk mencapai hasil yang maksimal. Keikhlasan
inilah yang akan menentukan keberhasilan tugasnya sehari-hari, tanpa
merasakannya sebagai suatu beban, melainkan sebaliknya justru akan
merasa bahagia, penuh harapan dan motivasi, karena dari tugas
mengajar dan mendidiknya itu, ia kelak akan mendapatkan pahala
yang setimpal dari Allah SWT. Keikhlasan ini ada kaitannya dengan
motivasi seseorang. Diketahui bahwa guru yang mengajar ada yang
karena motif ekonomi, memenuhi harapan orang tua, dorongan teman
atau mengharapkan status dan penghormatan serta lainnya.
Mengenai Ikhlas al-Ghozali mengatakan:
. ()
.
88
89
Ibid, hlm 51
. Drs Abidin Ibnu Rusn, Op.Cit., hlm 98
67
" "
Yang disebut Khalis atau orang yang ikhlas ialah yang
dalam bekerjanya atau beramal dan semua aktivitas yang
bernilai ibadah tidak ada motivasi lain kecuali kedekatan diri
kepada Allah SWT.90
Jadi pada prinsipnya al-Ghozali tidak mengharamkan guru
untuk menerima upah. Bahkan, jika dikembalikan kepada pernyataan
al-Ghozali dan penilaiannya tentang profesi guru, ia dianggap yang
paling agung, justru karena tugas mengajarnya itu. 91
Al-Ghozali berpendapat bahwa:
-
90
91
semuanya
memperhatikan
68
kaum
muslimin.
Tidak
kesimpulan
al-Ghozali,
dalam
hal
92
69
Dan ingatlah ketika Allah mengambil janji dari orang-orang
yang telah diberi kitab (yaitu): Hendaklah kamu menerangkan
isi kitab itu kepada manusia, dan jangan kamu
menyembunyikannya, lalu mereka melemparekan janji itu ke
belakang punggung mereka dan mereka menukarnya dengan
harga yang sedikit. Amatlah buruknya tukaran yang mereka
terima. (QS: al-Imran : 187).93
Dari beberapa alasan boleh tidaknya gaji bagi guru, maka dapat
disimpulkan bahwa gaji guru yang dibenarkan al-Ghozali adalah
mereka yang benar-benar bekerja dengan ikhlas, diberi imbalan atau
gaji dengan dasar bahwa ia benar-benar telah melakukan pekerjaan
sesuai dengan keahliannya.
Dari beberapa pernyataan al-Ghozali di atas, maka dapat
dikatakan bahwa Gaji yang tidak dibenarkan adalah pekerjaan guru
93
70
Dalam
kaitan
ini
al-Mawardi
mengatakan,
bahwa
94
Dr. H. Abbudin Nata, MA. Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, Seri Kajian Filsafat
Pendidikan Islam, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000, hlm 55.
71
riya. Sedangkan dari segi istilah berarti pembersihan hati dari segala
dorongan yang dapat mengeruhkannya. 95
Makna keikhlasan seorang guru dalam mendidik adalah
kesadaran dan pentingnya tugas, sehingga dengan kesadaran tersebut ia
akan terdorong untuk mencapai hasil yang maksimal. Keikhlasan
inilah yang akan menentukan keberhasilan tugasnya sehari-hari, tanpa
merasakannya sebagai suatu beban, melainkan sebaliknya justru akan
merasa bahagia, penuh harapan dan motivasi, karena dari tugas
mengajar dan mendidiknya itu, ia kelak akan mendapatkan pahala
yang setimpal dari Allah SWT. Keikhlasan ini ada kaitannya dengan
motivasi seseorang. Diketahui bahwa guru yang mengajar ada yang
karena motif ekonomi, memenuhi harapan orang tua, dorongan teman
atau mengharapkan status dan penghormatan serta lainnya.
95
Ibid, hlm 51
72
BAB III
KONSEPSI AL-GHOZALI TENTANG GAJI GURU DAN
KONSEKUENSINYA DALAM PENDIDIKAN MODERN
pemikiran
seorang
tokoh
seantiasa
harus
96
Winarno Surakhmad, Paper Skripsi Thesis Disertasi, Tarsito Bandung, 1988, hlm 13-14.
73
.
Seorang yang berilmu kemudian bekerja dengan ilmunya itu,
dialah yang dinamakan orang besar di bawah kolong langit ini. Ia
bagaikan matahari yang mencahayai orang lain, sedangkan ia
sendiri bercahaya. Ibarat minyak kasturi yang baunya dinikmati
orang lain, ia sendiri harum...98
Beliau berkata lagi :
.
Hak guru atas muridnya lebih agung dibanding hak orang tua
terhadap anaknya. Karena orang tua hanya penyebab adanya anak
sekarang di alam fana dan guru penyebab hidupnya yang kekal.99
97
. Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, Juz II, Masyahadul Husaini, tt, hlm 217
. Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, Juz II, Masyahadul Husaini, tt, hlm 217
99
Al-Ghozali terjemahan Asrorudin, Op.Cit, hlm 30
98
74
100
Drs. Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran AL-Ghozali Tentang Pendidikan, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 1998, hlm 123
75
101
102
76
77
Sedangkan dari segi istilah berarti pembersihan hati dari segala dorongan
yang dapat mengeruhkannya. 106
Makna keikhlasan seorang guru dalam mendidik adalah kesadaran
dan pentingnya tugas, sehingga dengan kesadaran tersebut ia akan
terdorong untuk mencapai hasil yang maksimal. Keikhlasan inilah yang
akan menentukan keberhasilan tugasnya sehari-hari, tanpa merasakannya
sebagai suatu beban, melainkan sebaliknya justru akan merasa bahagia,
penuh harapan dan motivasi, karena dari tugas mengajar dan mendidiknya
itu, ia kelak akan mendapatkan pahala yang setimpal dari Allah SWT.
Keikhlasan ini ada kaitannya dengan motivasi seseorang. Diketahui
behawa guru yang mengajar ada yang karena motif ekonomi, memenuhi
harapan orang tua, dorongan teman atau mengharapkan status dan
penghormatan serta lainnya.
Di negara manapun, guru diakui sebagai suatu profesi. Guru
diagungkan, disanjung, dikagumi karena perannya yang sangat penting.
Namun peran ini, menurut Gerstner dkk, akan berubah di masa depan,
yakni abad ke-21. perubahan berpusat pada pola relasi antara guru dengan
lingkungannya; dengan sesama guru, dengan siswa, dengan orang tua,
dengan kepala sekolah, dengan teknologi, dan dengan karirnya sendiri.
Guru akan lebih tampil tidak lagi sebagai pengajar (teacher) seperti
menonjol fungsinya selama ini, melainkan sebagai pelatihm konselor,
manajer belajar, partisipan, pemimpin, dan pelajar.
106
Ibid, hlml 51
78
79
tanpa harta yang di capai terkecuali dari nilai kerja yang di peroleh
melalui bantuan orang lain. Dan Allah memberi rezeki orang yang
di kehendakin-Nya, tanpa perhitungan.108.
Dari beberapa pendapat ahli di atas, pada hakekatnya mereka
sepakat bahwa gaji guru adalah hasil yang diperoleh dari bekerja
menyampaikan ilmu dengan dasar ikhlas (rela) dan sesuai dengan
tugas dan tanggung jawabnya baik di sekolah, atau di tempat-tempat
pendidikan lainnya.
80
110
. Prof. Dr. Sutari Imam Barnadib, Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis, Andi Offset,
Yogyakarta, 1976, hlm 25
111
. Dra. I. L. Pasaribu dan Drs. B. Simanjuntak, Proses Belajar Mengajar, Tarsito, Bandung,
1983, hlm 3
112
. Prof. Dr. Soerjono Soekanto, SH., MA., Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta, PT. Raja
Grafindo Persada, 1990, hlm 335
81
114
82
115
83
Dua ribu tahun kemudian, dalam bukunya yang berjudul Emile, seorang
ahli filsafat sosial yang bernama Jean-Jacques Rousseu (1712-1778)
mengemukakan pandangannya tentang pendidikan yang tidak bersifat
intelektualistik melainkan yang lebih berpusat pada pribadi anak dan lebih
berorientasi pada pengalaman. Beliau berpendapat, bahwa pendidikan
seharusnya menerima keunikan dan nilai individu sebagai kenyataan, dan
menciptakan situasi yang memungkinkan berkembanganya potensi-potensi
individu dan memberi kesempatan kepadanya untuk belajar dari
pengalaman. Rousseu berpendapat,
baru.
Pilihan
antara
faham
konservatisme
dan
pendidikan yang
86
87
BAB IV
ANALISIS AL-GHOZALI TENTANG
BOLEH TIDAKNYA GAJI GURU
118
M. Sastrapradja, Kamus istilah Pendidikan dan Umum, Usaha Nasional, Surabaya, 1981, hlm
166.
88
119
Prof. Drs. Suyanto, M. Ed, Ph.D dan Drs. M.S Abbas, M.Si, Wajah dan Dinamika Pendidikan
Anak Bangsa, Adicita, Yogyakarta, 2001, hlm 147.
89
ada
intervensi
lain
terhadap
pengembangan
kemampuan,
90
1)
2)
3)
Jika gaji PNS tidak dinaikan, maka PNS akan mencari penghasilan
tambahan di luar gaji resminya yang malah mengakibatkan tugas
utamanya terabaikan.
4)
Dengan besar gaji seperti itu pun, karena jumlah PNS yang besar,
anggaran belanja negara yang dialokasikan untuk gaji sudah lebih dari
sepertiga (37%) dari anggaran rutin.
pendidikan.
Tingginya
anggaran
pendidikan
memungkinkan
jawabannya,
karena
studi
yang
dilakukan,
tingkat
Dr. Dedi Supriadi, Mengangkat Citra dan Martabat Guru, Adicita Karya Nusa. Yogyakarta,
1999, hlm 42-46.
92
tindakan-tindakan
negatif
seperti
kejahatan,
pencurian,
peningkatan kualitas guru sebagai aktor pendidikan. Khususnya konsep alGhozali tetang gaji guru.
Sebagai seorang Muslim yang taat, kita mengetahui bahwa
mengajarkan ilmu merupakan kewajiban bagi setiap orang alim (berilmu),
maka seorang guru tidak boleh menuntut upah atas jerih payahnya
mengajarnya itu. Seorang guru harus meniru Rasulullah SAW, yang
mengajarkan ilmu hanya karena Allah, sehingga dengan mengajar Itu ia dapat
mendekatkan dirinya kepada Allah SWT. Demikian pula seorang guru tidak
dibenarkan minta dikasihani oleh muridnya, melainkan sebaliknya ia harus
berterima kasih kepada muridnya atau memberi imbalan kepada muridnya
apabila ia berhasil membina mental. Murid telah memberi peluang kepada
guru untuk dekat pada Allah SWT. Namun hal ini bisa terjadi jika antara guru
dan murid berada dalam satu tempat, ilmu yang diajarkan terbatas pada ilmuilmu yang sederhana, tanpa memerlukan tempat khusus, sarana dan
lainsebagainya. Namun jika guru yang mengajarkan harus datang dari tempat
yang jauh, segala saran yang mendukung pengajarannya harus dibeli dengan
dana yang besar, serta faktor-faktor lainnya harus diupayakan dengan dana
yang tidak sedikit, maka akan sulit dilakukan kegiatan pengajarannya apabila
gurunya diberikan imbalan kesejahteraan yang memadai.
Al-Ghozali
telah
mempertegaskan
bahwa
gaji
yang
tercela
(diharamkan) sebagai di kecam al-Ghozali itu, adalah apabila al-Quran (ilmuilmu yang lain) dijadikan sebagai alat untuk mencari rizeki, menumpuk
94
"
Yang disebut Khalis atau orang yang ikhlas ialah yang dalam
bekerjanya atau beramal dan semua aktivitas yang bernilai ibadah
tidak ada motivasi lain kecuali kedekatan diri kepada Allah SWT. 122
Jadi pada prinsipnya al-Ghozali tidak mengharamkan guru untuk
menerima upah. Bahkan, jika dikembalikan kepada pernyataan al-Ghozali dan
penilaiannya tentang profesi guru, ia dianggap yang paling agung, justru
karena tugas mengajarnya itu.123
121
. Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, Juz II, Masyahadul Husaini, tt, hlm 288
. Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, Juz II, Masyahadul Husaini, tt, hlm 217
123
Drs. Abidin Ibnu Rusn, Op.Cit, hlm 68 69.
122
95
96
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil studi literatur dan analisis mengenai konsep alGhozali tentang gaji guru implikasinya terhadap dunia pendidikan modern,
dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Pendidikan adalah proses memanusiakan manusia sejak masa kejadiannya
sampai akhir hayatnya melalui berbagai ilmu pengetahuan yang
disampaikan dalam bentuk pengajaran secara bertahap, di mana proses
pengajaran itu menjadi tanggung jawab orang tua dan masyarakat menuju
pendekatan diri kepada Allah sehingga menjadi manusia sempurna atau
dengan istilah Insan Kamil.
2. Pemikiran al-Ghozali tentang gaji guru telah ditegaskan bahwa bahwa Gaji
yang tidak dibenarkan adalah pekerjaan guru dijadikan alat satu-satunya
mencari rezeki, tidak ikhlas dalam bekerja, selalu mengharapkan imbalan
yang tinggi, tidak dilandasi dengan niat beribadah, serta dalam bekerja
tidak sesuai dengan ajaran-ajaran Islam. Sedangkan Gaji yang diterima
dan dibenarkan al-Ghozali yakni, jika pekerjaan mengajar itu adalah
ibadah, mengikuti petunjuk Rosullullah SAW, yang mengajar ilmu hanya
karena Allah SWT, guru dapat menerima upah karena sesuai dengan
pekerjaannya, agar hatinya terlepas dari beban Maisyah (kehidupan) dan
agar ia khusyu guna menyebarkan ilmu dan mencari pahala akhirat.
97
B. Saran-saran
Sesuai dengan analisa dan bebarapa kesimpulan yang penulis
paparkan, saran yang mungkin dapat dijadikan renungan dan bagian kajian
lebih mendalam kaitannya dengan Gaji guru dan praktek pendidikan adalah:
1. Kepada Pemerintah
-
98
2. Kepada Guru
-
99
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Tafsir, 2000. Ilmu Pendidikan Dalam Prespektif Islam, PT Rosdakarya, Bandung.
Al-Ghazali, terjemahan Asrorudin, _____
Al-Ghazali, _____
Mesir.
M. Bahri Ghazali, MA, 2001. Konsep Ilmu Menurut Al-Ghazali, CV Pedoman
Ilmu
Jaya, Jakarta.
M. Sastrapradja, 1981. Kamus istilah Pendidikan dan Umum, Usaha Nasional, Surabaya.
Muhammad Uzaer Usman, 1990. Menjadi Guru Profesional, PT. Remaja Rosdakarya,
Bandung.
Nana Sudjana, 2000. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, Sinar Baru Algesindo,
Bandung.
Nasution, MA, 1993. Pengembangan Kurikulum, Bandung, PT Citra Aditya Bakti.
Pasaribu dan Drs. B. Simanjuntak, 1983. Proses Belajar Mengajar, Tarsito, Bandung.
Soerjono Soekanto, SH., MA, 1990 . Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta, PT. Raja
Grafindo Persada.
Sutari Imam Barnadib, 1976 . Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis, Andi Offset,
Yogyakarta.
Suyanto, M. Ed, Ph.D dan Drs. M.S Abbas, M.Si, 2001. Wajah dan Dinamika Pendidikan
Anak Bangsa, Adicita, Yogyakarta.
Undang-Undang RI, No. 2 th.1989. tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Vembrianto, 1993. Sosiologi Pendidikan, Grasindo, Jakarta.
Winarno Surakhmad, 1988. Paper Skripsi Thesis Disertasi, Tarsito Bandung.
Zaenuddin, dkk, 1991. Seluk Beluk Pendidikan Al-Ghozali, Bumi Aksara Jakarta.
Zuhairini, dkk, 1983. Metodik Khusus Pendidikan Agama, Biro Ilmiyah FT IAIN S. Ampel,
Malang.