Anda di halaman 1dari 12

Taqiyyudin An-Nanhany dan Hizbut Tahrir

Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas


Mata Kuliah Pemikiran Modern Dalam Islam
Dosen pengampu : Wahyudi KS, M.Pd. I

Oleh
Adib Ilyas As-Shidiqi (A2001362)

KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AL FATAH
CILEUNGSI BOGOR 2021/2022
KATA PENGANTAR

Pertama tama puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan
nikmat dan karunia-Nya kepada saya untuk menyelesaikan makalah ini dengan tepat
waktunya. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada baginda Nabi Muhammad
SAW, kepada keluarganya, para sahabatnya, tabi’in dan tabi’ahum, serta umatnya yang
senantiasa berusaha untuk mengikuti jejak mulianya.

Terima kasih penyusun ucapkan kepada dosen mata kuliah Pemikiran Modern Dalam Islam
yaitu Ustadz Wahyudi KS, M.Pd.I, Kepada teman mahasiswa yang secara langsung maupun
tidak langsung memberikan motivasi dalam pengembangan pemikiran melalui penyusunan
materi dalam makalah ini.

Penyusunan makalah ini bertujuan untuk mengembangkan ilmu dan pengetahuan saya sebagai
penyusun. Makalah ini diharapkan bisa memberikan manfaat bagi saya dan pembaca yang
memerlukan informasi yang terkandung di dalamnya serta menjadi sumbangsih dalam bidang
Penulisan Berita khusunya mengenai permasalahan yang akan saya bahas.

Akhir kata semoga Allah SWT selalu senantiasa memberikan bimbingan petunjuk dan
keistiqomahan dalam menjalankan setiap urusan kita, serta memberikan keatabahan, kekuatan
dan kesabaran kepada kita semua dalam menghadapi segala tantangan.

Cileungsi, 18 Oktober 2022

PENULIS
DAFTAR ISI

BAB I .................................................................................................................................................. 4
PENDAHULUAN .............................................................................................................................. 4
LATAR BELAKANG MASALAH ................................................................................................ 4
Rumusan Masalah ........................................................................................................................... 4
BAB II ................................................................................................................................................ 5
PEMBAHASAN ................................................................................................................................. 5
MEMBUAT TOR .......................................................................... Error! Bookmark not defined.
Pengertian TOR ............................................................................. Error! Bookmark not defined.
Poin-poin penyusunan TOR ........................................................... Error! Bookmark not defined.
Fungsi TOR.................................................................................... Error! Bookmark not defined.
MENCARI FAKTA ....................................................................... Error! Bookmark not defined.
Pengertian Fakta Berita .................................................................. Error! Bookmark not defined.
Fungsi Fakta Dalam Berita ............................................................. Error! Bookmark not defined.
MENCARI DATA ......................................................................... Error! Bookmark not defined.
Pengeertian Mencari Data .............................................................. Error! Bookmark not defined.
Cara Penggalian Data ..................................................................... Error! Bookmark not defined.
BAB III .............................................................................................. Error! Bookmark not defined.
KESIMPULAN .................................................................................. Error! Bookmark not defined.
DAFTAR PUSAKA ....................................................................... Error! Bookmark not defined.
BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH

Sekurang-kurangnya sejak abad ke-19 M., pemikiran moderen dalam Islam muncul di
kalangan para pemikir Islam yang menaruh perhatian pada kebangkitan Islam setelah
mengalami masa kemunduran dalam segala bidang sejak jatuhnya kekhilafahan bani
Abbasiyah di Baghdad pada 1258 M. akibat serangan Hulagu yang meluluhlantakan bangunan
peradaban Islam yang pada waktu itu merupakan mercusuar peradaban dunia.
Islam sebagai Agama Samawi mempunyai konsep universal, Konsep
ini meniscayakan bahwa ajaran Islam berlaku pada setiap waktu, tempat, dan semua jenis
manusia, baik bagi bangsa Arab, maupun non Arab dalam tingkat yang sama, dengan tidak
membatasi diri pada suatu bahasa, tempat, masa, atau kelompok tertentu. Dengan ungkapan
lain bahwa nilai universalisme itu tidak bisa dibatasi oleh formalisme dalam bentuk apapun.
Universalisme Islam juga memiliki makna bahwa Islam telah memberikan dasar-dasar
yang sesuai dengan perkembangan umat manusia. Namun demikian, tidak semua ajaran yang
sifatnya universal itu diformulasikan secara rinci dalam al-Qur’an dan al-Sunnah. Oleh
karenanya, diperlukan upaya untuk menginterpretasikannya agar sesuai dengan segala
tuntutan perkembangan sehingga konsep universalitas Islam yang mencakup semua bidang
kehidupan dan semua jaman dapat diwujudkan, atau diperlukan upaya rasionalisasi ajaran
Islam.
Salah satu daripada banyaknya tokoh perkembangan pemikiran modern adalah Taqiyyuddin An-
Nabhany, atau yang lebih dikenal sebagai tokoh pendiri organisasi Hizbut Tahrir.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah adalah kumpulan beberapa pokok bahasan dalam sebuah makalah, maka
dari itu berikut ini adalah beberapa masalah yang akan dibahas.

1. Bagaimana biografi Taqiyyudin An-Nabhany ?


2. Apa itu Hizbut Tahrir?
3. Apa ideologi Hizbut Tahrir?
4. Bagaimana Hizbut Tahrir sempat eksis di Indonesia?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi Taqyudin An-Nabhany


Syekh Taqiyuddin an-Nabhani (1909-1977) adalah seorang qadli (hakim), penyair,
sastrawan dan salah seorang ulama terkemuka dalam Daulah Utsmaniyyah. Nama
lengkapnya adalah Muhammad Taqiyuddin bin Ibrahim bin Musthafa bin Ismail bin
Yusuf an-Nabhani. Nama an-Nabhani dinisbahkan kepada kabilah Bani Nabhan, satu
kabilah Arab penghuni padang sahara di Palestina. Mereka bermukim di daerah Ijzim,
wilayah Haifa, Palestina Utara.

Beliau mendapat didikan ilmu dan agama di rumah dari ayah beliau sendiri, seorang
syaikh yang fāqih fī ad-din . Ayahnya adalah seorang pengajar ilmu-ilmu syariah di
Kementerian Pendidikan Palestina. Ibu beliau juga menguasai beberapa cabang ilmu
syariah, yang diperolehnya dari ayahnya, Syaikh Yusuf bin Ismail bin Yusuf an-
Nabhani. Beliau ini adalah seorang qadli (hakim), penyair, sastrawan, dan salah seorang
ulama terkemuka dalam Daulah Utsmaniyah. Mengenai Syaikh Yusuf an-Nabhani ini,
beberapa penulis biografi menyebutkan :

“(Dia adalah)Yusuf bin Ismail bin Yusuf bin Hasan bin Muhammad an Nabhani Asy
Syafi'i. Julukannya Abu al-Mahasin. Dia adalah seorang penyair, sufi, dan salah
seorang qadli yang terkemuka. Dia menangani perad ilan (qadla') di Qushbah Janin,
termasuk wilayah Nablus. Kemudian beliau berpindah ke Konstantinopel (Istambul)
dan diangka tsebagai qadhi untuk menangani peradilan di Sinjiq yang termasuk
wilayah Moshul. Dia kemudian menjabat sebagai ketua Mahkamah Jaza'di al-
Ladziqiyah, kemudian dia al-Quds. Selanjutnya dia menjabat sebagai ketua
Mahkamah Huquq di Beirut. Dia menulis banyak kitab yang jumlahnya mencapai 80
buah.”

Pertumbuhan Syaikh Taqiyuddin dalam suasana keagamaan yang kental seperti itu,
mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan kepribadian dan pandangan hidup beliau.
Beliau telah hafal al-Qur'an seluruhnya dalam usia yang amat muda, yaitu di bawah usia 13
tahun. Beliau banyak mendapat pengaruh dari kakek beliau, Syaikh Yusuf an-Nabhani, dan
menimba ilmu beliau yang luas. Syaikh Taqiyuddin juga sudah mulai mengerti masalah-
masalah politik yang penting, mengingat kakek beliau mengalami langsung peristiwa-
peristiwanya karena mempunyai hubungan erat dengan para penguasa Daulah Utsmaniyah
saat itu. Beliau banyak menarik pelajaran dari majelis-majelis dan diskusi-diskusi fiqih yang
diselenggarakan oleh kakek beliau, Syaikh Yusuf an-Nabhani.

Syaikh Taqiyyuddin sempat menimba ilmu di Universitas Al Azhar dan


menyelesaikan jenjang Tsanawiyah pada tahun 1928, setelah itu beliau melanjutkan
pendidikannya di Darul Ulum dan berhasil tamat pada tahun 1932. Di tahun yang sama beliau
menamatkan pula kuliahnya di al-Azhar asy-Syārif menurut sistem lama, dimana para
mahasiswanya dapat memilih beberapa syaikh al-Azhar dan menghadiri halaqah-halaqah
mereka mengenai bahasa Arab dan ilmu-ilmu syariah seperti fiqih, ushul fiqih, hadits, tafsir,
tauhid (ilmu kalam), dan yang sejenisnya. Dalam forum-forum halaqah ilmiah tersebut, an-
Nabhani dikenal oleh kawan-kawan dan sahabat-sahabat terdekatnya dari kalangan al-Azhar,
sebagai sosok yang mempunyai pemikiran yang genial, dengan pendapat yang kokoh,
pemahaman dan pemikiran yang mendalam, serta berkemampuan tinggi untuk meyakinkan
orang dalam perdebatan-perdebatan dan diskusi-diskusi pemikiran. Demikian juga beliau
sangatlah bersungguh-sungguh, tekun, dan bersemangat dalam memanfaatkan waktu guna
menimba ilmu dan belajar.

B. Hizbut Tahrir

Hizbut Tahrir berdiri di al-Quds Palestina pada tahun 1953. Pendirinya adalah Syaikh
Taqiyuddin al-Nabhani. Jika ditelusuri, berdirinya Hizbut Tahrir dilatari oleh dua sisi,
yaitu historis dan normatif. Secara historis, HT berdiri sebagai respon terhadap
keterpurukan umat Islam dalam waktu yang panjang. Karena sejak abad ke-19 M,
peradaban Islam berada di titik nadir. Dunia Islam terpuruk oleh dominasi penjajahan
barat. Dalam kondisi yang demikian, banyak bermunculan gerakan Islam yang telah
berusaha bangkit dan membangkitkan umat Islam dari kondisi yang demikian. Akan
tetapi, alih-alih mau menyelamatkan umat Islam, HT menilai mereka justru semakin
memperkeruh keadaan.

Gerakan-gerakan tersebut berguguran di tengah jalan, atau bahkan sebagian dari


mereka justru berafiliasi dengan pihak penjajah.
Kemunculan gerakan-gerakan tersebut tidak sampai pada titik keberhasilan, karena: (1)
berpijak pada dasar fikrah (pemikiran) yang masih umum tanpa batasan yang jelas,
sehingga muncul kekaburan dan pembiasan; (2) tidak mengetahui thariqah (metode) bagi
penerapan fikrahnya. (3) bertumpu pada orang-orang yang belum memiliki kesadaran
yang benar; (4) anggota-anggota gerakannya tidak memiliki solidaritas yang
benar dan sepaham.6
Sedangkan dari sisi normatif, berdirinya HT adalah respon dari seruan Allah Swt.:

ِّ ‫عونَ إِّلَى ٱ ۡل َخ ۡی ِّر َویَ ۡأ ُم ُرونَ ِّبٱ ۡل َم ۡع ُر‬
َ‫وف َویَ ۡن َه ۡونَ ع َِّن ٱ ۡل ُمنك َِّر َوأ ُ ۟ولَ ٰۤـ ِٕىكَ هُ ُم ٱ ۡل ُم ۡف ِّل ُحون‬ ُ ‫َو ۡلتَكُن ِّمنكُمۡ أ ُ َّمة یَ ۡد‬

Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah
orang-orang yang beruntung”. (QS. Ali imran [3]: 104). Dengan demikian, selain karena
terdorong oleh rasa kepedulian terhadap realitas yang ada, yakni kemerosotan umat Islam,
berdirinya HT juga sebagai respon dari seruan Allah Swt agar umat muslim bergerak
dalam kesatuan dakwa amar ma‟ruf nahi munkar.

HT bermaksud membangkitkan kembali umat Islam dari kemerosotannya yang parah,


membebaskan mereka dari cengkraman ide, sistem, perundang-undangan, dan hukum
sekuler, untuk kemudian bersama-sama membangun kembali daulah islamiyah di muka
bumi, sehingga urusan pemerintahan dapat dijalankan sesuai dengan tuntunan wahyu.
Dalam pandangan HT, hanya dengan sistem khilafah inilah hukum-hukum Allah dapat
ditegakkan dan syari‟at bisa dijalankan secara kaffah. Dengan khilafah, risalah Islam
dapat disebarkan ke seluruh penjuru dunia dengan dakwah dan jihad. Namun sebaliknya,
selama khilafah belum tegak, maka umat Islam tidak akan bisa menggapai asa idealitas
tersebut. HT memandang bahwa penegakan kembali sistem khilafah merupakan
kewajiban yang tidak bisa ditawar-tawar.

Syaikh Abdul Qadim Zallum, sebagaimana dikutip Media Umat menegaskan bahwa:
“Mengangkat seorang khalifah adalah wajib atas kaum muslimin seluruhnya di segala
penjuru dunia. Melaksanakan kewajiban ini adalah perkara yang pasti, tidak ada pilihan
di dalamnya dan tiada toleransi dalam urusannya.
Kelalaian dalam melaksanakan kewajiban ini termasuk sebesar-besarnya maksiat yang
(pelakunya) akan diazab oleh Allah dengan azab yang sepedih-sepedihnya”

C. Ideologi Hizbut Tahrir

Sejauh penelusuran, dari sudut pandang ideologi sebenarnya tidak ada yang berbeda antara
HT dengan kebanyakan organisasi keagamaan lainnya, seperti NU, Muhammadiyah, Persis
dan lain-lain. Mereka menegaskan bahwa ideologinya adalah Islam. Demikian pula dengan
HT. Bahkan Islam menjadi harga mati bagi organisasi yang didirikan oleh Taqiyuddin al-
Nabhani ini. Hal ini tampak pada visi, misi dan beberapa tulisan yang menegaskan bahwa HT
berideologi Islam. Dalam kitab Nidzām al-Islām sebagai kitab pertama Syaikh Taqiyuddin al
Nabhani mengklasifikasi ideologi yang ada di dunia. Menurutnya, jika ditelusuri, ideologi
yang ada di dunia hanya ada tiga, yaitu Kapitalisme, Sosialisme (Komunisme), dan Islam.
Kapitalisme tegak atas dasar pemisahan agama dengan kehidupan (sekularisme). Ideologi ini
berpendapat bahwa manusia berhak membuat peraturan hidupnya, sehingga lahirlah ide
demokrasi dan juga kapitalis.

Adapun Sosialisme (komunisme) memandang bahwa alam semesta, manusia, dan hidup
adalah materi. Materi inilah yang menjadi asal dari segala sesuatu. Melalui perkembangan dan
evolusi, materi benda-benda lainnya menjadi ada. Di balik alam materi tidak ada alam lainnya.
Kedua ideologi ini berbeda dengan Islam. Sebagai ideologi, Islam memandang bahwa di balik
alam semesta, manusia dan hidup, terdapat pencipta dari semuanya, yaitu Allah Swt. Dengan
demikian, asas ideologi ini adalah keyakinan terhadap adanya Allah Swt, dan ideologi inilah
yang dipegang dan diyakini oleh seluruh umat Islam, termasuk Hizbut Tahrir. Namun begitu,
Muhammad Idrus Ramli memiliki pandangan yang berbeda. Menurut aktivis NU ini, HT
menganut beberapa ideologi yang tidak sama dengan ahl al-sunnah wa al-jamā‟ah. Dalam
bukunya “Hizbut Tahrir dalam Sorotan” ia menyimpulkan beberapa ideologi tersebut, yaitu:

1. Mengadopsi ideologi Mu‟tazilah

Menurut Idrus Ramli, HT memiliki pandangan yang sama dengan Mu‟tazilah terutama dalam
pengingkaran terhadap qadha‟ dan qadar. Kesimpulan ini disarikan dari pernyataan Syaikh
Taqiyuddin al-Nabhani. Dalam bukunya, pendiri HT ini menulis: “Semua perbuatan ikhtiyārī
manusia ini, tidak ada hubungannya dengan qadha‟. Begitu juga sebaliknya, karena manusia
lah yang melakukan semuanya dengan kemauan dan pilihannya. Oleh karena itu, perbuatan-
perbuatan manusia yang bersifat ikhtiyārīyah ini tidak termasuk dalam kategori qadha‟”. Di
samping itu, Idrus Ramli juga menguatkan kesimpulannya dengan pernyataan al-Nabhani
yang menyatakan bahwa: “jadi, dikaitkannya pemberian pahala dengan petunjuk dan siksa
dengan kesesatan menunjukkan bahwa hidayah (petunjuk) dan dhalāl (kesesatan) keduanya
berasal dari perbuatan manusia, bukan dari Allah.”

Menurut Idrus, pernyataan ini mengarah pada dua kesimpulan. Pertama, perbuatan ikhtiyārī
manusia terlepas dari kontrol qadha‟ dan qadar. Kedua, hidayah dan kesesatan bukan dari
Allah, tapi merupakan perbuatan manusia sendiri. Namun menurut Yahya Abdurrahman,
tuduhan bahwa HT mengadopsi ide Mu‟tazilah (new Mu‟tazilah) adalah sangat keliru dan
menyesatkan. Tuduhan semacam ini bisa jadi lahir karena kebodohan tentang Mu‟tazilah dan
HT itu sendiri. Jika kesimpulan ini muncul karena sama-sama menggunakan akal. Maka
pertama, kesimpulan ini hanya pada soal mantik. Kedua, dengan adanya perbedaan antara HT
dan Mu‟tazilah dalam memandang akal, maka tuduhan itu otomatis runtuh.
2. Mengkafirkan

Menurut Idrus Ramli, HT telah mengkafirkan kaum muslimin, ketika mereka tidak
mendukung visi dan misi HT dalam usaha menegakkan khilafah. Ia merumuskan
kesimpulan ini didasarkan pada tulisan pendiri HT; SyaikhTaqiyuddin al-Nabhani
sebagaimana dikutip olehnya yang menyatakan bahwa “Berdiam diri dari usaha mendirikan
(mengangkat) seorang khalifah bagi kaum muslimin adalah tindakan dosa yang sangat
besar.Karena hal tersebut berarti berdiam diri dari melaksanakan salah satu kewajiban paling
penting. Di mana eksistensi Islam dalam kancah kehidupan tergantung pada adanya
khalifah”.

Idrus Ramli memandang bahwa pernyataan al-Nabhani di atas sangat tendensius. Tidak
objektif dan berlebih-lebihan. Ia menyimpulkan bahwa al-Nabhani telah menyatakan bahwa
semua orang di muka bumi ini adalah kafir selama khilafah tidak ditegakkan

D. Hizbut Tahrir Di Indonesia

Masuknya Hizbut Tahrir ke Indonesia pada tahun 1983 yang dibawa oleh Abdurrahman al-Baghdadi
yang merupakan anggota Hizbut Tahrir dari Yordania, yang merupakan hasil perluasan wilayah oleh
Hizbut Tahrir pusat di Yordania. Hizbut Tahrir resmi melakukan dakwah terbuka di Indonesia
semenjak diselenggarakannya konferensi internasional di Istora Senayan yang dihadiri
tokoh-tokoh Islam lainnya. Meskipun Hizbut Tahrir dirancang sebagai organisasi politik,
namun ia tidak mendaftarkan diri secara formal sebagai parpol yang ikut dalam pemilu.
Sebab menurut aktivitasnya, dalam situasi sekarang ini banyaknya partai Islam justru
membingungkan umat Islam. Oleh karena itu partai ini tidak mengikuti jejak partai lain yang
berdasarkan Islam untuk ikut andil dalam pemilu dan kemudian dapat menjadi anggota
legislatif.

Ada 3 tahapan dakwah yang diterapkan oleh Hizbut Tahrir. Pertama, tahapan pembinaan dan
pengkaderan yang dilaksanakan untuk membentuk kader-kader yang mempercayai
pemikiran dan metode Hizbut Tahrir. Kedua, tahapan berinteraksi dengan umat yang
bertujuan agar umat ikut memikul kewajiban dakwah Islam, hingga umat menjadikan Islam
sebagai permasalahan utamanya, agar umat berjuang untuk mewujudkannya dalam realitas
kehidupan. Ketiga, tahapan penerimaan kekuasaan yang dilaksanakan untuk menerapkan
Islam secara menyeluruh dan mengemban risalah Islam ke seluruh dunia.

Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dalam situsnya menyebut perkembangan dakwah HTI
tumbuh secara pasti. Awalnya HTI hanya ada satu kota dengan belasan kader. Lalu tahun
1990 hingga 2000 HTI sudah berkembang ke seluruh Indonesia. Sekarang, di pertengahan
10 tahun ketiga, dakwah HTI sudah tersebar di 33 provinsi, di lebih 300 kota dan kabupaten.
Bahkan sebagiannya telah merambah jauh hingga ke pelosok.

HTI juga pernah menggelar Konferensi Khilafah Internasional (KKI) 2007 pada 12 Agustus
di Gelora Bung Karno. KKI dihadiri oleh 100 ribu perserta dan dianggap sebagai konferensi
luar biasa karena banyaknya peserta dan tema yang diusungnya cukup provokatif yakni
"Saatnya Khilafah Memimpin Dunia".

HTI juga sering terlibat dalam berbagai aksi. Misalnya pada 5 Februari 2017 HTI
mengadakan aksi bela ulama dengan tema ‘Aksi Umat Peduli Jakarta’ yang dihadiri ribuan
orang di Patung Kuda, Monas, Jakarta. Pada 4 April 2017 HTI menggelar aksi long march
bertema “Khilafah Kewajiban Syar’i, Jalan Kebangkitan Ummat" di Surabaya. Aksi ini
dibubarkan polisi karena tak memiliki izin. HTI juga banyak menuai kontra. Sejumlah massa
melakukan demo menolak HTI dan meminta HTI dibubarkan. Alasannya mereka menolak
gagasan khilafah yang dianggap bertentangan dengan Pancasila dan mengancam NKRI

Tanggal 19 Juli 2017 pemerintah Indonesia mencabut status badan hukum ormas Hizbut
Tahrir Indonesia, dengan demikian Hizbut Tahrir Indonesia resmi dibubarkan. Pencabutan
dilakukan sebagai tindak lanjut Perppu No. 2 Tahun 2017 yang mengubah UU No. 17 Tahun
2013 tentang organisasi kemasyarakatan. Tiga Alasan pemerintah membubarkan Hizbut
Tahrir Indonesia:

1. Sebagai ormas berbadan hukum, HTI tidak melaksanakan peran positif untuk mengambil
bagian dalam proses pembangunan guna mencapai tujuan nasional.

2. Kegiatan yang dilaksanakan HTI terindikasi kuat telah bertentangan dengan tujuan, azas,
dan ciri yang berdasarkan pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
sebagaimana yang diatur UU No. 17 Tahun 2013 tentang ormas.

3. Aktifitas yang dilakukan HTI dinilai telah menimbulkan benturan di masyarakat yang
dapat mengancam keamanan dan ketertiban masyarakat serta membahayakan keutuhan
NKRI.126

Dengan ketiga alasan tersebut pemerintah membubarkan HTI, Direktur Muslim Moderate
Society Zuhairi Miswari menilai secara jelas HTI menganggap kelompok yang tidak
menyetujui konsep khillafah adalah kelompok yang melanggar nilai-nilai Islam. HTI kerap
memandang Negara yang tidak menerapkan syariat Islam merupakan Negara kafir.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Syekh Taqiyuddin an-Nabhani (1909-1977) adalah seorang qadli (hakim),
penyair, sastrawan dan salah seorang ulama terkemuka dalam Daulah
Utsmaniyyah.
2. Hizbut Tahrir berdiri di al-Quds Palestina pada tahun 1953. Pendirinya adalah
Syaikh Taqiyuddin al-Nabhani. Jika ditelusuri, berdirinya Hizbut Tahrir dilatari
oleh dua sisi, yaitu historis dan normatif
3. Sejauh penelusuran, dari sudut pandang ideologi sebenarnya tidak ada yang
berbeda antara HT dengan kebanyakan organisasi keagamaan lainnya, seperti
NU, Muhammadiyah, Persis dan lain-lain. Mereka menegaskan bahwa
ideologinya adalah Islam.
4. Masuknya Hizbut Tahrir ke Indonesia pada tahun 1983 yang dibawa oleh
Abdurrahman al-Baghdadi yang merupakan anggota Hizbut Tahrir dari
Yordania, yang merupakan hasil perluasan wilayah oleh Hizbut Tahrir pusat di
Yordania. Hizbut
Daftar Pustaka

Abdurrahman, Yahya. “Hizbut Tahrir Menjawab Tuduhan Miring”, dalam


Majalah al-Wa‟ie, Maret 2005

Al-Nabhani, Taqiyudin al-Nabhani. 1991. Syakhshiyah Islam (Kepribadian


Islam) Jilid I. Bogor: Pustaka Thariqul Izzah.
https://www.google.com/amp/s/m.kumparan.com/amp/kumparannews/sejarah-hizbut-tahrir-di-
indonesia

https://tirto.id/sejarah-kemunculan-hti-hingga-akhirnya-dibubarkan-coiC

https://jurnal.dpr.go.id/index.php/aspirasi/article/view/1282 -
:~:text=Hizbut%20Tahrir%20Indonesia%20(HTI)%20merupakan,pada%20level%20politik%20dan%2
0kemasyarakatan

http://repository.radenintan.ac.id/4065/

Anda mungkin juga menyukai