Dosen Pembimbing:
Prof. Dr. H. M. Hasbi Amiruddin, M.A.
Di susun oleh:
FATKHIATI
Mahasiswii Pascasarjana UIN Ar-Raniry
Raniry Banda Aceh
Prodi Pendidikan Agama Islam
NIM: 221003008
PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY
AR RANIRY
DARUSSALAM
DARUSSALAM-BANDA ACEH
2022 M/1444 H
KATA PENGANTAR
Fatkhiati
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana biografi Sayyid Sabiq?
2. Bagaimana susunan kitab Fiqih Sunnah?
3. Bagaimana kritik ulama terhadap Fiqih Sunnah?
4. Bagaimana kontribusi kitab Fiqih Sunnah dalam Islam?
2
BAB II
FIQIH SUNNAH SAYYID SABIQ
1
Abdul Aziz Dahlan (et.al), Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta : PT Ikhtiar Baru Van
Hoeve, 1997), hal. 1614.
2
Ibid.
3
Universitas Al-Azhar. Para mahasiswa Mesir itu cenderung memilih mazhab ini
karena beasiswa lebih besar dan peluang untuk menjadi pegawaipun lebih terbuka
lebar. Ini merupakan pengaruh kerajaan Turki Usmani (Ottoman), penganut
mazhab Hanafi, yang de facto menguasai Mesir hingga tahun 1914. Namun
demikian, Sayyid Sabiq mempunyai kecenderungan suka membaca dan menelaah
mazhab-mazhab lain.3
3
Ibid.
4
Indrayogi, Tokoh-Tokoh Islam, Internet: Indra‟s Multiply Site, 2004 hal. 1-2.
4
kembali menjadi anggota dewan dosen Fakultas Ushuluddin dan mengajar di
tingkat Pasca Sarjana sampai beliau wafat.5 Sejak muda, ia juga aktif berdakwah
melalui ceramah di masjid-masjid, pengajian khusus, radio dan tulisan di media
massa. Ceramahnya di radio dan tulisannya di media massa sedang dihimpun oleh
putranya, Muhammad Sayyid Sabiq, untuk dibukukan dalam bentuk kumpulan
fatwa. Beliau tetap bergabung dengan al-Jam’iyyah asy-Syar’iyyah Li al-Amilin
Fi al-Kitab Wa as-Sunnah. Pada organisasi ini, ia mendapat tugas untuk
menyampaikan khutbah Jum’at dan mengisi pengajian-pengajian. Iapun berusaha
mengembangkan organisasi tersebut, termasuk di desanya sendiri, Istanha. Ia juga
dipercayakan oleh Syekh Hasan Al-Banna (1906-1949), pendiri Ikhwanul
Muslimin (suatu organisasi gerakan Islam di Mesir) untuk mengajarkan fiqih
Islam kepada anggotanya. Bahkan karena menyinggung persoalan politik dalam
dakwahnya, ia sempat dipenjarakan bersama sejumlah ulama Mesir di masa
pemerintahan Raja Farouk (1936-1952) pada tahun 1949 dan dibebaskan 3 tahun
kemudian.6 Di desa Istanha ia mendirikan sebuah pesantren yang megah. Guru-
gurunya diangkat dan digaji oleh Universitas Al-Azhar. Karena jasanya dalam
mendirikan pesantren ini dan sekaligus penghargaan baginya sebagai putra desa,
al-Jam’iyyah asy-Syar’iyyah Li al-Amilin Fi al-Kitab Wa as-Sunnah, pengelola
pesantren, menanamkan pesantren ini Ma’had as-Sayyid Sabiq al-Azhari
(pesantren Sayyid sabiq ulama Al-Azhar). Di tingkat internasional, ia turut
berpartisipasi dalam berbagai konferensi dan diundang memberikan ceramah ke
berbagai negara di Asia, Afrika, Eropa dan Amerika.7
5
Abdul Aziz Dahlan (et.al), Ensiklopedi Hukum Islam, . . ., hal. 1614.
6
Ibid., hal. 1614-1615.
7
Ibid.
8
Ibid.
5
2. Anasir Al-Quwwah Fi Al-Islam (Unsur-Unsur Dinamika Dalam Islam);
3. Al-‘Aqa’id Al-Islamiyah (Akidah Islam);
4. Ar-Riddah (Kemurtadan);
5. As-Salah Wa At-Thaharah Wa Al-Wudu’ (Shalat, Bersuci dan
Berwudhu);
6. As-Siyam (Puasa);
7. Baqah Az-Zahr (Karangan Bunga);
8. Da’wah Al-Islam (Dakwah Islam);
9. Fiqh As-Sunnah (Fiqh Berdasarkan Sunnah Nabi)
10. Islamuna (Keislaman Kita)
11. Khasa’is Asy-Syariah Al-Islamiyah Wa Mumayyizatuha
(Keistimewaan dan Ciri Syari’at Islam)
12. Manasik Al-Hajj Wa Al-Umrah (Manasik Haji dan Umrah)
13. Maqalat Islamiyah (Artikel-Artikel Islam)
14. Masadir At-Tasyri’ Al-Islami (Sumber-Sumber Syari’at Islam)
15. Taqalid Yajib ‘An Tazul Munkarat Al-Afrah (Adat Kebiasaan: Wajib
Menghilangkan Berbagai Kemungkaran Sukaria).
Sebagian dari buku-buku ini telah diterjemahkan dalam bahasa asing,
termasuk bahasa Indonesia. Namun, yang paling populer di antaranya adalah
Fiqih Sunnah. Buku ini telah dicetak ulang oleh berbagai percetakan di Mesir,
Arab Saudi dan Libanon. Buku ini juga diterjemahkan ke dalam bahasa dunia,
seperti Inggris, Perancis, Urdu, Turki, Swawahili dan Indonesia. Fiqih Sunnah
adalah buku yang pertama beliau tulis, yang dimulai pada tahun 1940. 15 Juz
pertama pada kitab ini merupakan risalah dalam ukuran kecil dan hanya memuat
Fiqh Thaharah. Pada muqadimahnya, diberi sambutan oleh Syekh Imam Hasan
Al-Banna yang memuji Manhaj (metode) Sayyid Sabiq dalam penulisan, cara
penyajian yang bagus dan upayanya agar orang mencintai bukunya. Setelah itu,
Sayyid Sabiq menulis dan dalam waktu tertentu ia mengeluarkan juz yang sama
ukurannya dengan yang pertama sebagai kelanjutan dari buku sebelumnya hingga
akhirnya diterbitkan 14 juz. Kemudian menjadi 3 juz besar. Beliau terus
6
mengarang bukunya itu hingga mencapai selama 20 tahun seperti yang dituturkan
salah seorang muridnya, Syekh Yusuf Al-Qardhawi.
9
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Jilid IV, diterjemahkan oleh Nor Hasanuddin, (Jakarta:
Pena Pundi Aksara, 2007), hal. vii-xxvii.
7
yang bersifat lokal, akan tetapi ajaran Islam merupakan ajaran universal yang
mencakup seluruh umat manusia hingga hari kiamat. Di antara argumentasi yang
membuktikan akan universalitas ajaran Islam adalah sebagai berikut:10
1. Tidak terdapat permasalahan yang sulit untuk diyakini atau sukar untuk
dilaksanakan;
2. Permasalahan yang tidak terkait oleh perubahan tempat dan waktu, seperti
masalah akidah dan ibadah, maka diterangkan dengan sempurna dan
secara terperinci. Adapun permasalahan yang mengalami perubahan yang
disebabkan perbedaan situasi dan kondisi, misalnya hal-hal yang
menyangkut soal peradaban, urusan-urusan politik dan peperangan, maka
diterangkan secara global agar dapat mengikuti kepentingan manusia pada
setiap waktu dan tempat;
3. Seluruh ajaran Islam bertujuan untuk menjaga kepentingan agama, jiwa,
akal, keturunan, dan harta.
Kemudian beliau juga menjelaskan tujuan risalah Islam, yaitu
membersihkan dan menyucikan jiwa, dengan cara mengenal Allah serta beribadah
kepada-Nya. Di samping itu juga untuk mengukuhkan hubungan antara manusia
serta menegakkannya atas dasar kasih saying, persamaan dan keadilan, sehingga
dengan demikian tercapailah kebahagiaan manusia di dunia maupun di akhirat.
Tasyri’ Islam juga dijelaskan pada bagian mukaddimah kitab ini secara ringkas.
Baru kemudian beliau memulai kitabnya dari bab Thaharah.
Sebagaimana namanya Fiqih Sunnah, Sayyid Sabiq sering
mengemukakan hukum fiqihnya terlebih dahulu, baru kemudian beliau kuatkan
dengan dalilnya baik dari al-Qur’an maupun dari as-Sunnah. Seperti dalam bab
Thaharah, Sayyid Sabiq sebutkan macam-macam air, setelah itu beliau sebutkan
dalil naqlinya.
Sayyid Sabiq lebih cenderung menjauhi perdebatan madzhab yang
panjang, dan menyebutkan ikhtilaf di antara para Ulama pada hal-hal yang
10
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Jilid I, diterjemahkan oleh Nor Hasanuddin, (Jakarta:
Pena Pundi Aksara, 2007), hal. 1-2.
8
memang perlu disebutkan saja. Tujuan beliau adalah mempermudah bagi para
pembaca untuk memahami kitabnya. Kitab beliau ini juga tidak berafiliasi kepada
satu Madzhab tertentu.
Kitab Fiqih Sunnah ini juga tak lepas dari kritik dari ulama lain, karena
memang masing-masing ulama berijtihad yang sangat mungkin hasil ijtihad itu
berbeda satu sama lain. Syekh Muhammad Nashiruddin al-Albani merupakan
pihak yang menilai baik terhadap Sayyid Sabiq. Beliau menilai bahwa hasil karya
Sayyid Sabiq telah memenuhi kebutuhan perpustakaan Islam akan Fiqih Sunnah
yang dikaitkan dengan mazhab fiqih. Syekh al-Albani juga merekomendasikan
kitab Fiqih Sunnah di berbagai kalangan agar senantiasa banyak dibaca. Oleh
karena itu, mayoritas kalangan intelektual yang belum memiliki komitmen pada
mazhab tertentu atau fanatik terhadapnya sangat antusias membaca kitab
tersebut.11 Di samping itu terdapat pula kitab yang mengkritik kitab Fiqih Sunnah
adalah kitab “Tamamu al-Minnah fi al-Ta’liq ‘ala Fiqhi al-Sunnah”
karya Muhammad Nashiruddin al-Albani (w. 1999 M). Inti dari kritik dalam kitab
Tamamu al-Minnah ini, boleh disimpulkan menjadi dua tema besar:12
1. Berkenaan dengan hadits yang dipakai berasal dari buku para ulama
terdahulu. Sayyid Sabiq tidak men-tahqiq atau memilahnya lebih jauh,
karena berprinsip pada kaidah “Setiap ilmu yang diambil dari ahlinya bisa
diterima”. Sebagai contoh Syaikh al-Albani berbeda pendapat dengan
Syaikh Sayyid Sabiq dalam hadits tentang kewajiban zakat perdagangan.
Menurut Syaikh al-Albani hadits tersebut dhaif;
11
Luthfi Abdu Robbihi, “Antara Kitab Fiqih Sunnah dan Shahih Fiqih Sunnah”,
https://rumahfiqih.com/fikrah-18-antara-kitab-fiqih-sunnah-dan-shahih-fiqih-sunnah.html (Selasa,
13 Desember 2022, 11.00)
12
Abu Syahmin, “Fiqh al-Sunnah”, http://abusyahmin.blogspot.com/2013/03/fiqh-al-
sunnah.html (Selasa, 13 Desember 2022, 14.02)
9
2. Perbedaan sumber fiqih antara keduanya. Syaikh al-Albani cenderung
mengikuti makna tersurat (zhahir al-nash) dari teks hukum, sedangkan
Syaikh Sayyid Sabiq lebih dekat pada maqashid nash (tujuan makna nash).
Syaikh al -Albani tidak segan berbeda pendapat dengan jumhur ulama
terdahulu, seperti dalam pengharaman emas bagi wanita, sedangkan Syaikh
Sayyid Sabiq biasanya menghormati pendapat jumhur ulama.
Sebagian ulama menilai Sayyid Sabiq bukan termasuk ulama yang tidak
bermazhab, karena beliau tidak pernah mencela mazhab-mazhab fiqh tertentu
yang berbeda pendapat dengan beliau. Kemudian, pada kalangan lain juga
terdapat pendapat yang mengkritik bahwa Sayyid Sabiq sebagai orang yang
terlalu bebas dan tidak memberikan fiqih perbandingan sebagaimana mestinya
dalam mendiskusikan dalil-dalil naqli dan aqli. Selain itu, mereka juga meilai
bahwa pemaparan Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqih Sunnah tidak memberikan
perbandingan ilmiah serta tidak mencantumkan dalil yang lebih rajih berdasarkan
ilmu. Akan tetapi, penilaian-penilaian tersebut disanggah oleh ulama lain dengan
mengatakan bahwa dalam mengarang kitab tersebut, Sayyid Sabiq tidak
menuliskannya untuk kalangan para ulama, tetapi ditujukan kepada mayoritas
kaum pelajar. Dengan alasan tersebut, Sayyid Sabiq hanya menjelaskan materi-
materi fiqih dengan kemasan yang mudah dan praktis, baik dari sisi format
maupun isinya.
Yusuf al-Qardhawi juga mengakui akan keutamaan kitab Fiqih Sunnah.
Menurut pendapatnya, kitab tersebut memberikan pengaruh besar untuk
keberagamaan umat Islam, terutama pada bab shalat dan bersuci. Pada bagian
tersebut, Sayyid Sabiq menggunakan dalil-dalil al-Qur’an dan as-Sunnah secara
langsung. Dalam perjalanannya sebagai seorang ulama, Sayyid Sabiq juga
mendapatkan beberapa penghargaan dalam bidang dakwah, di antaranya adalah
pemberian Surat Penghargaan Tertingi bagi Ulama (Nut al-Intiyaz min at-
Tabaqah al-Ula) dan penghargaan atas sumbangan beliau di bidang fiqih dan
kajian Islam, yaitu berupa anugerah hadiah internasional Raja Faisal oleh yayasan
10
Raja Faisal di Riyad Saudi Arabia pada tahun 1414 H/1994 M. Penghargaan yang
tidak kalah hebatnya yang diterima oleh beliau adalah Peringkat Penghargaan
Mesir yang dianugerahkan oleh Presiden Republik Arab Mesir, Mohammad Husni
Mubarak pada 5 Maret 1988.
13
Zulfikar, Kontribusi Kitab Fiqih Sunnah Sayyid Sabiq Dalam Dinamika Hukum
Islam, (Banda Aceh: PeNA, 2013), hal. 42.
11
hukum Islam, serta paham-paham non-Islam yang datang dari dunia Barat dan
Timur.14
Kitab fenomenal karya Sayyid Sabiq ini mampu menjawab berbagai
persoalan yang sedang dihadapi oleh umat Islam. Sikap fanatisme mazhab yang
terjadi di kalangan umat Islam pada era Sayyid Sabiq dan era-era sebelumnya
menyebabkan umat Islam kehilangan petunjuk al-Qur’an dan as-Sunnah. Umat
Islam ketika itu meyakini bahwa pintu ijtihad telah tertutup, sehingga syari’at
diposisikan sebagai pendapat fuqaha (ahli fiqih), sedangkan pendapat fuqaha
diposisikan sebagai syariat. Akhirnya, pemahaman mereka yang demikian itu
membuat mereka memandang pendapat yang berseberangan dengan pendapat
fuqaha sebagai ahli bid’ah, perkataannya tidak dapat dipercaya dan fatwanya tidak
dapat diterima.15
Kemudian, kitab Fiqih Sunnah mampu membuka dan membangun cara
berpikir umat Islam terhadap paham beragama, setelah sekian lama umat Islam
berada dalam keterpurukan dan kejumudan dalam berpikir, akhirnya pikiran yang
semula jumud itu dapat didongkrak dengan penjelasan-penjelasan Sayyid Sabiq
dalam kitab Fiqih Sunnah. Sikap jumud yang terjadi di kalangan umat Islam itu
merupakan efek negatif dari adanya sikap fanatisme mazhab. Bukti adanya sikap
jumud itu diutarakan oleh Sayyid Sabiq, bahwa pada suatu ketika, Abu Zar’ah
bertanya kepada gurunya, al-Bulqani tentang alasan yang menyebabkan Syekh
Taqiyuddin as-Subki enggan berijtihad, padahal beliau sudah memiliki syarat
yang memadai untuk berijitihad. Lalu, al-Bulqani hanya terdiam. Kemudian, Abu
Zur’ah mengatakan bahwa keengganan untuk melakukan ijtihad itu dilakukan
untuk mempertahankan profesi dan kedudukan yang telah ditentukan kepada para
fuqaha untuk berada pada empat koridor mazhab saja. Sedangkan pihak yang
berada di luar koridor tersebut akan dianggap bid’ah dan pendapatnya tidak akan
diterima.
14
Ibid., hal. 43.
15
Ibid., hal. 77.
12
Di sisi lain, terjadinya fenomena kejumudan berpikir tersebut juga
memberikan dampak yang baik, yaitu munculnya kitab-kitab fiqih mazhab, mulai
dari matan beserta syarahnya. Kemudian, penulisan kitab berdasarkan mazhabnya
tersebut menjadi sebuah tradisi atau ciri yang melekat pada kitab-kitab tersebut,
sehingga dikenal dengan sebutan kitab klasik (al-kitabah al-qaimah) atau kitab
kuning. Atas adanya situasi dan kondisi itulah, maka terbentuk pola pikir Sayyid
Sabiq untuk menuliskan kitab Fiqih Sunnah dengan tujuan untuk mencairkan
kembali kebekuan atau kejumudan berpikir umat Islam tentang hukum Islam
dengan kembali merujuk kepada al-Qur’an dan Sunnah. Dengan keberanian Sayid
Sabiq dalam mencairkan kejumudan berpikir umat Islam ketika itu, melalui kitab
Fiqh as-Sunnah, beliau mencoba mengajak umat Islam untuk berijtihad, karena
pintu ijtihad masih terbuka sangat lebar.16
Sayyid Sabiq sebagai tokoh pembaharu umat Islam mencoba untuk
membuktikan universalitas ajaran agama Islam. Dalam rangka membuktikan
universalitas ajaran Islam tersebut, Sayyid Sabiq memaparkan kerangka
berpikirnya yang merupakan argumen yang sangat logis berdasarkan al-Quran dan
as-Sunnah. Argumen pertama, beliau menyatakan bahwa dalam ajaran Islam tidak
ada sesuatu yang sulit diyakini atau berat untuk dilaksanakan. Kemudian, pada
argumen kedua, beliau menyatakan bahwa ajaran Islam tidak berubah waktu dan
tempat, seperti ajaran tentang akidah dan ibadah yang diuraikan dalam penjelasan
yang detail menggunakan naṣ-naṣ al-Qur’an dan as-Sunnah. Selanjutnya, pada
argumen ketiga, beliau menyatakan bahwa setiap ajaran Islam bertujuan untuk
menjaga agama, jiwa, akal, keturunan dan harta benda.
16
Ibid., hal. 80-81.
13
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan pada bab sebelumnya, dapat diambil beberapa
kesimpulan, antara lain sebagai berikut:
1. Nama lengkap Sayyid Sabiq adalah Sayyid Sabiq Muhammad at-Tihamiy.
Beliau adalah ulama kontemporer Mesir yang memiliki reputasi
Internasional dalam bidang Fiqih dan dakwah Islam, terutama lewat karya
monumentalnya Fiqih Sunnah (fiqih berdasarkan sunnah Nabi).
2. Dalam kitab berbahasa Arab, fiqih sunnah memiliki 3 jilid. Dan untuk
versi terjemahan Indonesia terdapat 4 jilid yang bisa dipelajari. Dalam
setiap jilid dijelaskan tentang hukum-hukum fiqih yang berdasarkan dalil
dari al-Qur’an dan sunnah serta kesepakatan atau ijma’ ulama kaum
muslim.
3. Kitab Fiqih Sunnah ini juga tak lepas dari kritik dari ulama lain, karena
memang masing-masing ulama berijtihad yang sangat mungkin hasil
ijtihad itu berbeda satu sama lain. Syekh Muhammad Nashiruddin al-
Albani merupakan pihak yang menilai baik terhadap Sayyid Sabiq. Beliau
menilai bahwa hasil karya Sayyid Sabiq telah memenuhi kebutuhan
perpustakaan Islam akan Fiqih Sunnah yang dikaitkan dengan mazhab
fiqih. Yusuf al-Qardhawi juga mengakui akan keutamaan kitab Fiqih
Sunnah. Menurut pendapatnya, kitab tersebut memberikan pengaruh besar
untuk keberagamaan umat Islam, terutama pada bab shalat dan bersuci.
Pada bagian tersebut, Sayyid Sabiq menggunakan dalil-dalil al-Qur’an dan
as-Sunnah secara langsung.
4. Kitab Fiqih Sunnah mampu membuka dan membangun cara berpikir umat
Islam terhadap paham beragama, setelah sekian lama umat Islam berada
dalam keterpurukan dan kejumudan dalam berpikir, akhirnya pikiran yang
14
semula jumud itu dapat didongkrak dengan penjelasan-penjelasan Sayyid
Sabiq dalam kitab Fiqih Sunnah.
15
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Abdul Aziz Dahlan . 1997. Ensiklopedi Hukum Islam. Jakarta: PT Ikhtiar Baru
Van Hoeve.
Sayyid Sabiq. 2007. Fiqih Sunnah Jilid I. Diterjemahkan oleh Nor Hasanuddin.
Jakarta: Pena Pundi Aksara.
Sayyid Sabiq. 2007. Fiqih Sunnah Jilid IV. Diterjemahkan oleh Nor Hasanuddin.
Jakarta: Pena Pundi Aksara.
Zulfikar. 2013. Kontribusi Kitab Fiqih Sunnah Sayyid Sabiq dalam Dinamika
Hukum Islam. Banda Aceh: PeNA.
Sumber lain:
16