Anda di halaman 1dari 15

IMAM SYAFI’I

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


pada Mata Kuliah Perbandingan Madzhab

Di Susun Oleh :

1. Himatul Aliah 191210208


2. Khabib Choiriah 191210209

Program Studi S.I Pendidikan Agama Islam

FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM MA’ARIF NU
METRO LAMPUNG
1444 H/ 2022 M

i
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur yang kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan hidayah untuk berpikir sehingga dapat menyelesaikan makalah pada
mata kuliah Perbandingan Madzhab.
Dalam penulisan ini kami tulis dalam bentuk sederhana, sekali mengingat
keterbatasan yang ada pada diri penulis sehingga semua yang ditulis masih sangat
jauh dari sempurna.
Atas jasanya semoga Allah SWT memberikan imbalan dan tertulisnya
laporan observasi ini dapat bermanfaat dan kami minta ma’af sebelumnya kepada
Dosen, apabila ini masih belum mencapai sempurna kami sangat berharap atas
kritik dan saran-saran nya yang sifatnya membangun tentunya.

Metro, November 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................i

KATA PENGANTAR......................................................................................ii

DAFTAR ISI....................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah.................................................................1

B. Rumusan Masalah...........................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

A. Biografi Imam Syafi’I dan Sosial Politiknya..................................2

B. Metodologi dan Sumber Pengambilan Hukum menurut Imam

Syafi’i.............................................................................................6

C. Peta Penyebaran Madzhabnya........................................................9

BAB III KESIMPULAN..................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................12

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Fiqh sangat luas pembahasannya baik dalam menentukan hukum
maupun dalam praktek kesehariannya. Di dalam menentukan hukum banyak
terjadi perbedaan-perbedaan pendapat para fuqaha, perbedaan tersebut
menimbulkan perbandingan hasil ijtihad mereka. Perbandingan hasil ijtihad
para fuqaha tersebut dikenal dengan nama perbandingan mazhab.
Perbandingan mazhab merupakan pendapat-pendapat para mujtahid
dalam menentukan berbagai masalah. Perbandingan mazahab memuat hal-hal
yang bertalian tentang kedudukan ijtihad dalam islam yang didalamnya juga
terdapat kajian-kajian tentang sebab-sebab timbulnya perbedaan pendapat
tentang hukum Islam dan hikmah serta implikasinya dalam kehidupan
bermasyarakat. Adapun dalam makalah ini akan memfokuskan pada madzhab
imam Syafi’i.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Biografi Imam Syafi’I dan Sosial Politiknya?
2. Bagaimana Metodologi dan Sumber Pengambilan Hukum menurut Imam
Syafi’i?
3. Bagaimana Peta Penyebaran Madzhabnya?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi Imam Syafi’I dan Sosial Politiknya


Al-Imam Asy Syafi’iyah ialah; Imam Abu Abdillah bin Muhammad
bin Idris bin Abbas bin syafi’i bin sa’ib bin Ubaidillah bin Abdu Yazid bin
Hasyim bin Abdul Muththalib bin Manaf bin qushai Al quraisy Al Mutthallabi
Asy-syafi’i Al Hijaj Al Makki, anak paman Rasulullah, yang nasabnya
bertemu dengan beliau pada Abdu Manaf. Beliau lahir di Ghaza pada tahun
150 H. Imam syafi’i wafat dimesir pada tahun 204 H (819 M).
Imam Syafi’i tumbuh besar sebagai anak yatim dalam pengasuhan
ibunya, hidup serba kekurangan. Dimasa kecilnya, imam Syafi’i sudah
berguru kepada para ulama dan menulis ilmu yang diperolehnya pada tulang
dan benda lainnya.
Imam Syafi’i dalam asuhan ibunya ia dibekali pendidikan, sehingga
pada umur 7 tahun sudah dapat menghafal al-Qur’an. Ia mempelajari al-
Qur’an pada Ismail Ibn Qastantin, qari’ kota Makkah. Sebuah riwayat
mengatakan, bahwa Syafi’i pernah hatam al-Qur’an dalam bulan Ramadhan
sebanyak 60 kali.1
Silsilah Imam Syafi’i dari ayahnya bertemu dengan silsilah Nabi
Muhammad SAW. Pada Abdul Manaf. Oleh karena itu, beliau termasuk Suku
Quraisy. Ibunya dari Suku al-Azdi di Yaman. Beliau dilahirkan di Ghaza,
salah satu kota di Palestina pada tahun 150 H. Ayahnya meninggal ketika
beliau masih bayi. Sehingga al-Syafi’i dibesarkan dalam keadaan yatim dan
fakir.
Muhammad bin idris ketika di Mekkah berguru kepada Sufyan bin
Uyainah dan kepada Muslim bin Khlid. Setelah itu pergi ke Madinah beliau
telah membaca dan hafal kitab al-Mutawatha. Beliau membawa surat dari wali
Mekkah ditunjukan untuk wali Madinah agar mudah bertem dengan Imam

1
Huzaemah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab, (Jakarta: 2011). hlm. 121

2
Malik. Pada waktu itu Muhammad bin Idris sudah berumur 20 tahun.
Kemudian berguru kepada Imam Malik selama 7 tahun.2
Ketika menginjak umur tiga belas tahun, ia juga memperdengarkan
bacaan Al-qur’an kepada orang-orang di Masjidil Haram, ia memiliki suara
yang sangat merdu.
Guru-guru Imam Syafi’i
1. Muslim bin khlid Az-Zanji, Mufti Makkah tahun 180 H yang bertepatan
dengan tahun 796 M, ia adalah maula (budak) bani makhzum.
2. Sufyan bin Uyainah Al Hilali yang berada di Makkah, ia adalah salah
seorang yang terkenal ke-tsiqh-annya (jujur dan adil).
3. Ibrahim bin Yahya, salah seorang ulama Madinah.
4. Malik bin anas. Syafi’i pernah membaca kitab Al-mutawatha’ kepada
Imam Malik setelah menghafalnya diluar kepala, kemudian ia menetap di
Madinah sampai Imam Malik wafat tahun 179 H, bertepatan dengan tahun
795 M.
5. Waki’ bin Jarrah bin Malih Al-kufi
6. Abdul Wahhab in abdul Majid Al-Basri3
Terdesak oleh kebutuhan hidupnya, imam syafi’i kemudian kerja di
yaman. Tragedi pernah menimpanya sewaktu bekerja di yaman, ia dituduh
terlibat gerakan syi’ah sehingga dihadapkan kepada Khalifah Harun Al-Rasyid
di Baghdad. Oleh karena ilmunya yang tinggi dan atas bantuan Muhammad
bin Hasan Asyaibani serta bertempat tinggal dirumahnya.
Muhammad bin Hasan Asyaibani pernah belajar kepada Imam Malik
selama 3 tahun. Dari Muhammad bin Hasan Asyaibani beliau mendapatkan
pelajaran fiqih Imam abu Hanifah selama dua tahun. Kemudian kembali lagi
ke Mekah. Pada kesempatan musim Haji beliau bertemu dengan ulama-ulama
yang pergi ke Mekkah naik haji dan seluruh dunia Islam. Dengan demikian
fiqih Imam Syafi’i menyebar diseluruh wilayah Islam.

2
Dzajuli. Ilmu Fiqih, Penggalian, Perkembangan, dan Penerapan Hukum Islam, (Jakarta:
2009) hlm. 129-130
3
Syafi’i. Ringkasan kitab Al Umm, jilid. Ke-1, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2013), hlm. 5

3
Imam Syafi’i bermukim di Mekkah selama tujuh tahun. Kemudian
pada tahun 195 H, kembali lagi ke Baghdad dan sempat berziaroh ke kuburan
Abu Hanifah ketika itu umurnya 45 tahun. Di Baghdad beliau memberikan
pelajaran kepada murid-muridnya. Diantara muridnya yang sangat terkenal
adalah Ahmad ibn Hambal yang sebelumnya pernah bertemu dengan Imam al-
Syafi’i di Mekkah. Ahmad bin Hambal sangat mengagumi kecerdasan dan
kekuatan daya ingat Imam al-Syafi’i serta kesederhanaannya dan
keikhlasannya dalam bersikap. Setelah dua tahun di baghdad, kembali lagi ke
Madinah tetapi tidak lama dan pada tahun198 H, beliau kembali lagi ke
Baghdad, selanjutnya terus ke Mesir dan sampai di Mesir tahun 199 H.4
Imam Syafi’i ketika di Mesir, beliau memberi pelajaran fatwa-
fatwanya kemudian terkenal dengan nama Qaul Jadid, sedangkan fatwanya
waktu di Baghdad disebut Qaul Qadim. Tentu menjadi sebuah kewajaran jika
jumlah murid imam syafi’i jauh lebih banyak dibandingkan guru-gurunya.
Karena mazhab syafi’i memang menjadi mazhab yang paling luas wilayah
penyebarannya. Imam syafi’i juga merupakan tokoh yang amat sering
berpindah-pindah dari satu tempat ketempat yang lain, dan juga karena
kekaguman sebagian besar murid-muridnya terhadap ilmu sang imam yang
melampaui kemasyhuran Imam Malik, Imam Abu Hanifah, dan para Imam
lainnya.
Ulama-ulama besar yang ada, tidak pernah ada seorang imam pun yang
berhasil mencapai apa yang telah dicapai oleh Imam Syafi’i, baik ditilik dari
segi kuantitas dan kualitas teman serta pertiwi, maupun ditilik dari kuantitas
dan kualitas murid. Mereka semua telah menjadi semacam utusan yang amat
terpercaya dalam memindahkan, menyebarkan, dan mempertahankan mazhab
Imam Syafi’i, baik di Mekah, di Baghdad, maupun di Mesir. Dan hal itu terus
berlangsung dalam seluruh periode kehidupan sang Imam. Didalam kitabnya
yang berjudul Tawali at-Ta’sis, Imam Ibnu Hajar telah menyebutkan hampir
semua nama murid-murid Imam Syafi’i berdasarkan urutan hurup abjad

4
Wahbah Zuhaili. Fiqih Imam Syafi’i, jilid ke-1, (Jakarta: PT Niaga Swadaya, 2010),
hlm. 29

4
lengkap dengan nama ayah dan kakek masing-masing mereka. Didalam kitab
tersebut, terdapat tak kurang dari 162 murid Imam Syafi’i.5
Adapun murid-murid imam syafi’i yang paling populer adalah:6
1. Ar-Rabi’ bin Sulaiman bin ‘Abdul Jabbar bin Kamil
Ia adalah seorang muhaddits sekaligus seorang ulama besar di bidang ilmu
fikih.
2. Abu Ibrahim Isma’il bin Yahya bin Isma’il bin Amr bin Muslim al-
Muzani al-Mishri
Ia adalah seorang Imam besar yang sangat paham tentang agama, pemuka
para ahli zuhud, dan salah seorang muris Imam Syafi’i. Ia lahir pada tahun
174 H.
3. Abu ‘Abdillah Muhammad bin ‘Abdillah bin ‘Abdul Hakam bin A’yan bin
Laits
Ia merupakan seorang ulama besar dan mendapat gelar Syaikhul Islam.
4. Abu Ya’qub Yusuf bin Yahya al-Mishri al-Buwaithi
Imam Syafi’i, selain sebagai ulama besar, ia juga adalah pemimpin
para fuqaha. Beliau merupakan salah seorang sahabat Imam asy-Syafi’i yang
mendampinginya adalam waktu yang lama hingga ia menjadi murid imam
asy-Syafi’i yang menghalalkan kawan-kawannya yang lain. Al-Buwaithi
wafat dalam keadaan terbelenggu di penjara Irak pada tahun 231 H.
Kepandaian Imam Syafi'i dapat kita ketahui melalui beberapa riwayat
ringkas sebagai berikut. Beliau adalah seorang ahli dalam bahasa arab,
kesusastraan, syair dan sajak. Tentang syairnya (ketika beliau masih remaja
yaitu pada usia 15 tahun) sudah diakui oleh para ulama ahli syair. Kepandaian
dalam mengarang menyususn kata indah dan menarik serta nilai isinya yang
tinggi, menggugah hati para ahli kesusastraan bahasa arab, sehingga tidak
sedikit ahli syair pada waktu itu yag belajar kepada beliau.
Kepandaian Imam Syafi’i dalam bidang fiqih terbukti dengan
kenyataan ketika beliau berusia l5 tahun, sudah termasuk seorang alim ahi
5
Wahbah Zuhaili. Fiqih Imam Syafi’i, hlm. 29
6
Muhamamad bin A.W. al-’Aqil. Manhaj ‘Aqidah Imam Syafi’i, (Pustaka Imam syafi’i:
cet.1 Rabi’ul Awwal 1432 H/Mei 2002), hlm. 46

5
fiqih di Mekkah, dan sudah diikut sertakan dalam majlis fatwa dan lebih tegas
lagi beliau disuruh menduduki kursi mufti.7
Kitab yang pertama kali dibuat leh Imam Syafi’i ialah ar-Risalah yang
disusun di Mekkah atas permintaan Abdur Rahman Ibn Mahdi. Di Mesir
beliau mengarang kitab-kita yang baru yaitu. Al-Umm, al-Amali dan al-Imlak.
Al-Buwaithi mengikhtisarkan kitab-kitab asy-Syafi’i dengan
menamakannya al-Mukhtasar, demikian juga al-Muzani. Kitab yang ditulis
dimesir itu merupakan perbaikan dan penyempurnaan, penyaringan dan
pengubahan dari kitab-kitab yang disusun di Baghdad berdasarkan kepada
pengalaman-pengalaman baru.8
Buku-Buku Karangan Imam syafi’i9
1. Ar- Risalah Al-qadimah (Kitab Al Hujjah)
2. Ar- Risalah Al-jadidah
3. Ikhtilaf Al Hadits
4. Ibthal Al Istihsan
5. Ahkam al Qur’an
6. Bayadh Al Fardh
7. Sifat Al Amr wa Nahyi
8. Ikhtilaf Al Malik wa syafi’i
9. Ikhtilaf Al iraqiyah
10. Ikhtilaf Muhamad bin Husain
11. Fadha’il Al quraisy
12. Kitab Al Umm
13. Kitab As-Sunnan

B. Metodologi dan Sumber Pengambilan Hukum menurut Imam Syafi’i


Seperti halnya mazhab-mazhab lain, Mazhab Syafi’i tentu tidak
membahas semua permasalahan, tetapi hanya menetapkan hukum atas
peristiwa apa yang terjadi sesuai masa kemunculannya. Terkadang, di dalam

7
M. Ali Hasan. Perbandingan Mazhab, hlm. 205-206
8
M. Ali Hasan. Perbandingan Mazhab, hlm. 206-207
9
Syafi’i. Ringkasan kitab Al Umm, hlm. 9

6
Mazhab Syaf’i juga terdapat beberapa pedapat yang berbeda. Diketahui,
semua murid dan para pengikut Imam Syafi’i selalu berijtihad dengan
berpegang pada ushul Mazhab Syafi’i. Ijtihad yang tentu dilakukan dengan
kebebasan ber-istinbath (pengambilan hukum). Sebagian ulama Syafi’iyah
juga ada yang melakukan tarjih terhadap beberapa pendapat Imam Syafi’i dan
para muridnya.10
Imam Syafi’i dikenal sebagai seorang yang membela mazhab Maliki
dan memepertahankan mazhab ulama Madinah hingga dikenalah beliau
dengan sebutan Nasyirus Sunnah (penyebar Sunnah). Hal ini adalah hasil
kompromi antara fiqh Madinah dengan fiqh Irak. Imam Syafi’i telah dapat
mengumpulkan antara thariqat ahlur ra’yi dengan thariqat ahlu hadist.11\Dari
ungkapan di atas, diketahui bahwa pokok-pokok pikiran Mazhab Syafi’i
dalam mengistinbathkan hukum adalah:
1. Al-Qur’an dan Sunnah
Imam Syafi’i menempatkan Al-Qur’an dan Sunnah berada dalam satu
martabat, menurut pandangan Imam Syafi’i bahwa Sunnah menjelaskan
Al-Qur’an. Kecuali hadist ahad dan mutawatir tidak sama nilainya dengan
Al-Qur’an. Disamping itu, karena Al-Qur’an dan Sunnah keduanya adalah
wahyu, meskipun Sunnah tidak sekuat Al-Qur’an. Dalam plaksanaannya,
Imam Syafi’i menempuh cara apabila di dalam Al-Qur’an tidak ditemukan
dalil yang di cari, Imam Syafi’i menggunakan hadist mutawatir. Jika tidak
ditemukan maka Imam Syafi’i menggunakan khabar ahad. Jika tidak
ditemukan semuanya, maka menetapkan hukum berdasarkan dzahir
AlQur’an atau Sunnah secara berturut-turut. Kemudian jika tidak
ditemukan, Imam Syafi’i mencari apa yang pernah dilakukan Nabi Saw.
atau keputusan Nabi, namun jika tidak ditemukan lagi, maka Imam Syafi’i
mencari pendapat-pendapat para sahabat. Meskipun Imam Syafi’i

10
Wahbah az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu 5, penerjemah: Abdul Hayyie al-Kattani,
ddk (ed.), (Jakarta: Gema Insani, 2011), cetakan pertama, hlm. 55
11
M. Ali Hasan, Perbandingan Mazhab, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1998),
cetakan ke tiga, hlm. 211.

7
berhujjah dengan hadist ahad, Imam Syafi’i tidak menempatkan sejajar
dengan AlQur’an dan hadist mutawatir.
2. Ijma’
Imam Syafi’i menempatkan ijma’ setelah Al-Qur’an dan Sunnah sebelum
qiyas. Imam Syafi’i menerima ijma sebagai hujjah dalam masalah-masalah
yang tidak diterangkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Ijma yang dipakai
Imam Syafi’i sebagai dalih hujjah adalah ijma yang disandarkan kepada
nash atau landasan riwayat dari Rasulullah Saw. Imam Syafi’i hanya
megambil ijma sharih sebagai dalih hukum dan menolak ijma sukuti
menjadi dalih hukum. Alasan menerima ijma sharih karena kesepakatan
itu disandarkan kepada nash dan berasal dari ulama mujtahid, secara jelas
dan tegas sehingga tidak mengandung keraguan. Sedangkan Imam Syafi’i
menolak ijma sukuti, karena tidak merupakan kesepakatan ulama
mujtahid.
3. Qiyas
Imam Syafi’i menjadikan qiyas sebagai hujjah ke empat setelah Al-
Qur’an, Sunnah dan Ijma dalam menetapkan hukum. Imam Syafi’i adalah
mujtahid pertama yang membicarakan qiyas dengan patokan dan
kaidahnya dan asas-asasnya. Imam Syafi’i memilih metode qiyas serta
memberikan kerangka teoritis dan metodologinya dalam bentuk kaidah
rasional namun tetap praktis.12
4. Istidlal (istishab)
Maulana Muhammad Ali dalam bukunya Islamologi mengatakan bahwa
istidlal makna aslinya menarik kesimpulan suatu barang dari barang lain.
Dua sumber utama yang diakui untuk ditarik kesimpulannya ialah adat
kebiasaaan dan undangundang agama yang diwahyukan sebelum Islam.
Diakui, bahwa adat kebiasaan yang lazim di tanah Arab pada waktu datang
Islam dan tidak dihapus oleh Islam, mempunyai kekuasaan hukum.
Demikian pula adat dan kebiasaan yang lazim di manamana, jika tidak

12
Huzaemah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab, (Jakarta: Logos, 1997),
cetakan pertama, hlm. 126-131

8
bertentangan dengan jiwa Al-Qur’an atau tidak terang-terangan dilarang
oleh Al-Qur’an, juga diperbolehkan karena menurut pribahasa ahli hukum:
diizinkan sesuatu (alibahatu) adalah prinsip asli, oleh karena itu apa yang
tidak dinyatakan haram diizinkan.” Oleh karena itu, Imam Syafi’i
memakai jalan istidlal dengan mencari alasan atas kaidahkaidah agama
ahli kitab yang terang-terangan tidak dihapus AlQur’an.13

C. Peta Penyebaran Madzhabnya


Mazhab Syafi’i (bahasa Arab: Syaf'iyah) adalah mazhab fiqih yang
dicetuskan oleh Muhammad bin Idris al-Syafi’i atau yang lebih dikenal
dengan nama Imam Syafi’i. Ia hidup di zaman pertentangan antara aliran
Ahlul Hadits (cenderung berpegang pada teks hadist) dan Ahlur Ra'yi
(cenderung berpegang pada akal pikiran atau ijtihad). Imam Syafi’i belajar
kepada Imam Malik sebagai tokoh Ahlul Hadits, dan Imam Muhammad bin
Hasan al-Syaibani sebagai tokoh Ahlur Ra'yi yang juga murid Imam Abu
Hanifah.
Imam Syafi’i kemudian merumuskan aliran atau mazhabnya sendiri,
yang dapat dikatakan berada di antara kedua kelompok tersebut. Imam Syafi’i
terkenal sebagai perumus pertama metodologi hukum Islam. Ushul fiqh (atau
metodologi hukum Islam), yang tidak dikenal pada masa Nabi dan sahabat,
baru lahir setelah Imam Syafi’i menulis Ar-Risalah. Mazhab Syafi’i umumnya
dianggap sebagai mazhab yang paling konservatif di antara mazhab-mazhab
fiqh Sunni lainnya. Dari mazhab ini berbagai ilmu keislaman telah bersemi
berkat dorongan metodologi hukum Islam yang dikembangkan para
pendukungnya. Imam Syafi’i menolak Istihsan dari Imam Abu Hanifah
maupun Mashalih Mursalah dari Imam Malik. Namun demikian Mazhab
Syafi’i menerima penggunaan qiyas secara lebih luas ketimbang Imam Malik.
Meskipun berbeda dari kedua aliran utama tersebut, keunggulan Imam Syafi’i
sebagai ulama fiqh, ushul fiqh, dan hadits pada zamannya membuat

13
M. Ali Hasan, Perbandingan Mazhab…, hlm. 212-213

9
mazhabnya memperoleh banyak pengikut; dan kealimannya diakui oleh
berbagai ulama yang hidup sezaman dengannya.
Karena metodologinya yang sistematis dan tingginya tingkat ketelitian
yang dituntut oleh Mazhab Syafi’i, terdapat banyak sekali ulama dan penguasa
di dunia Islam yang menjadi pendukung setia mazhab ini. Di antara mereka
bahkan ada pula yang menjadi pakar terhadap keseluruhan mazhab-mazhab
Sunni di bidang mereka masing-masing. Saat ini, Mazhab Syafi’i diperkirakan
diikuti oleh 28% umat Islam sedunia, dan merupakan mazhab terbesar kedua
dalam hal jumlah pengikut setelah Mazhab Hanafi. Mazhab ini kebanyakan
dianut para penduduk Mesir bawah, Arab Saudi bagian barat, Suriah,
Indonesia, Malaysia, Brunei, pantai Koromandel, Malabar, Hadramaut, dan
Bahrain.
Menurut Ibn Al-Subki bahawa Mazhab Al-Shafi’i telah berkembang
dan menjalar pengaruhnya di merata-rata tempat, di kota dan di desa, di
seluruh rantau negara Islam. Pengikut-pengikutnya terdapat di Iraq dan
kawasan-kawasan sekitarnya, di Naisabur, Khurasan, Muru, Syria, Mesir,
Yaman, Hijaz, Iran dan di negara-negara timur lainnya hingga ke India dan
sempadan negara China. Penyebaran yang sebegini meluas setidak-tidaknya
membayangkan kepada kita sejauh mana kewibawaan peribadi Imam Al-
Shafi’i sebagai seorang tokoh ulama dan keunggulan Mazhabnya sebagai satu-
satunya aliran fiqah yang mencabar aliran zamannya.

10
BAB III
KESIMPULAN

Al-Imam Asy Syafi’iyah ialah; Imam Abu Abdillah bin Muhammad bin
Idris bin Abbas bin syafi’i bin sa’ib bin Ubaidillah bin Abdu Yazid bin Hasyim
bin Abdul Muththalib bin Manaf bin qushai Al quraisy Al Mutthallabi Asy-syafi’i
Al Hijaj Al Makki, anak paman Rasulullah, yang nasabnya bertemu dengan beliau
pada Abdu Manaf. Beliau lahir di Ghaza pada tahun 150 H. Imam syafi’i wafat
dimesir pada tahun 204 H (819 M). Pokok-pokok pikiran Mazhab Syafi’i dalam
mengistinbathkan hukum adalah: Al-Qur’an dan Sunnah, Ijma’, Qiyas dan Istidlal
(istishab).
Saat ini, Mazhab Syafi’i diperkirakan diikuti oleh 28% umat Islam
sedunia, dan merupakan mazhab terbesar kedua dalam hal jumlah pengikut setelah
Mazhab Hanafi. Mazhab ini kebanyakan dianut para penduduk Mesir bawah,
Arab Saudi bagian barat, Suriah, Indonesia, Malaysia, Brunei, pantai Koromandel,
Malabar, Hadramaut, dan Bahrain.

11
DAFTAR PUSTAKA

Huzaemah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab, (Jakarta: Logos,


1997)

M. Ali Hasan, Perbandingan Mazhab, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1998)

Muhamamad bin A.W. al-’Aqil. Manhaj ‘Aqidah Imam Syafi’i, (Pustaka Imam
syafi’i: cet.1 Rabi’ul Awwal 1432 H/Mei 2002)

Syafi’i. Ringkasan kitab Al Umm, jilid. Ke-1, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2013)

Wahbah az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu 5, penerjemah: Abdul Hayyie al-


Kattani, ddk (ed.), (Jakarta: Gema Insani, 2011)

Wahbah Zuhaili. Fiqih Imam Syafi’i, jilid ke-1, (Jakarta: PT Niaga Swadaya,
2010)

12

Anda mungkin juga menyukai