Disusun Oleh :
Kelompok 1
Kelas K/Semester 4
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa selalu kita panjatkan kepada Allah SWT, yang
telah memberikan limpahan Rahmat, Taufik dan Hidayah-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Shalawat serta salam tak lupa kita
curahkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah menunjukan jalan kebaikan
dan kebenaran di dunia dan akhirat kepada umat manusia.
Makalah ini di susun guna memenuhi tugas mata kuliah “Fiqih Mawaris”
yang berjudul “Imam Syafi’I dan Fiqh Mawaris ” juga untuk khalayak ramai
sebagai bahan penambah ilmu pengetahuan serta informasi yang semoga
bermanfaat. Makalah ini disusun dengan segala kemampuan dan semaksimal
mungkin.
Namun, penulis menyadiri bahwa dalam penyusunan makalah ini tentu
tidaklah sempurna dan masih banyak kesalahan serta kekurangan. Maka dari itu
sebagai penyusun makalah ini penulis mohon kritik, saran dan pesan dari semua
yang membaca makalah ini terutama Dosen “Fiqh mawaris” yang kami harapkan
sebagai bahan koreksi untuk kami.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................................2
C. Tujuan...........................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
1. Biografi Singkat...........................................................................................3
3. Kepandaian.....................................................................................................
B. Fiqh mawaris 8
A. Kesimpulan 9
B. Saran 9
DAFTAR PUSTAKA 10
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
B. Rumusan masalah
C. Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
Djazuli,Ilmu fiqih penggalian,Perkembangan Dan Penerapan Hukum
Islam,Jakarta:Kencana,Cet.Ke-5
2005,h.129
2
M Alfatih Suryadilaga,Studi Kitab Hadist,Yogyakarta,Teras,Cet.ke-1 ,2003,h.86.
3
M Bahri Ghazali dan Djumaris,Perbandingan Mazhab,Jakarta:Pedoman Ilmu,Cet,ke-
1,1992,h,79.
3
agama islam. Oleh karena itu si ibu berjanji akan berusaha sekuat
tenaga untuk membiayai anaknya selama menuntut ilmu.
Imam asy-Syafi‟i adalah seorang yang tekun dalam menuntut ilmu,
dengan ketekunannya itulah dalam usia yang sangat muda yaitu 9
tahun ia sudah mampu menghafal al-Qur‟ān, disamping itu ia juga
hafal sejumlah hadiṡ. Diriwayatkan bahwa karena kemiskinannya,
Imam Syafi‟i hampir-hampir tidak dapat menyiapkan seluruh
peralatan belajar yang diperlukan, sehingga beliau terpaksa mencari-
cari kertas yang tidak terpakai atau telah dibuang yang masih dapat
digunakan untuk menulis.4
Setelah selesai mempelajari al-Qur‟ān dan hadiṡ, asy-Syafi‟i
melengkapi ilmunya dengan mendalami bahasa dan sastra Arab.
Untuk itu ia pergi ke pedesaan dan bergabung dengan Bani Huzail,
suku bangsa Arab yang paling fasih bahasanya. Dari suku inilah, asy-
Syafi‟i mempelajari bahasa dan syair-syair Arab sehingga ia benar-
benar menguasainya dengan baik.5
Syafi‟i menuntut ilmu di Makkah dan mahir disana. Ketika
Muslim bin Khalid az-Zanji memberikan peluang untuk berfatwa,
Syafi‟i merasa belum puas atas jerih payahnya selama ini. Ia terus
menuntut ilmu hingga akhirnya pindah ke Madinah dan bertemu
dengan Imam Malik. Sebelumnya ia telah mempersiapkan diri
membaca kitab alMuwaththa‟ (karya Imam Malik) yang sebagian
besar telah dihafalnya. Ketika Imam Malik bertemu dengan Imam
Syafi‟i, Malik berkata, “Sesungguhnya Allah swt telah menaruh
cahaya dalam hatimu, maka jangan padamkan dengan perbuatan
maksiat.” Mulailah Syafi‟i belajar dari Imam Malik dan senantiasa
bersamanya hingga Imam Malik wafat pada tahun 179 H. 76
2. Pendidikan Dan Pengalaman Imam Syafi’i asy-Syafi‟i
Selain mengadakan hubungan yang erat dengan para gurunya di
Makkah dan Madinah, juga melawat ke berbagai negeri. Di waktu
4
H Muslim Ibrahim,Pengantar Fiqih Muqaran,Yogyakarta:Erlangga,1989,h.88.
5
Lahmuddin Nasution,Pembaharuan Hukum Islam Dalam mazahab Syafi’I,Bandung:PT
Remaja Rosdakarya,2001,h.17.
6
Az-Zahabi,Siyar A’LAM an-Nubalaa’(maktabah syamilah)Juz 10,h:Op.Cit.Juz:10
4
kecil beliau melawat ke perkampungan Huzail dan tinggal bersama
mereka selama sepuluh tahun sehingga bisa bahasa Arab yang tinggi
yang kemudian digunakan untuk menafsirkan al-Qur‟ān.
Beliau belajar fiqih pada Muslim bin Khalid az-Janji dan mempelajari
hadiṡ pada Sofyan bin „Unaiyah „Ulama hadiṡ di Makkah dan pada
Malik bin Anas di Madinah. Pada masa itu pemerintahan berada di
tangan Harun ar-Rasyid dan pertarungan sedang menghebat antara
keluarga „Abbas dan keluarga „Ali
Pada tahun 195 H beliau kembali ke Irak sesudah ar-Rasyid
meninggal dunia dan Abdullah ibn al-Amin menjadi khalifah. Pada
mulanya beliau pengikut Maliki, akan tetapi setelah beliau banyak
melawat ke berbagai kota dan memperoleh pengalaman baru, beliau
mempunyai aliran tersendiri yaitu mazhab “qadimnya” sewaktu beliau
di Irak dan mazhab “ jadidnya “sewaktu beliau sudah di Mesir.
5
tentang tafsir agak sulit, guru besar itu segera berpaling dan
melihat kepada beliau dulu, lalu berkata kepada orang yamg
bertanya:” hendaklah engkau bertanya kepada pemuda ini”.
Sambil menunjuk tempat duduk Imam Syafi‟i7
7
As-Sofadi,al -Wafi bi al-Wafiyat,maktabah syamilah ,Juz.6.H.221
8
Abdullah Siddiq, Hukum Waris Islam dan Perkembangannya di Seluruh Dunia, h. 68
6
kemudian dikonotasikan pada Farîḍatan surat an. Żu al-Farāiḍ
secara keseluruhan terdiri dari sepuluh ahli waris, yang
digolongkan dalam aṣhāb an-Nasabiyah (kelompok orang yang
berdasarkan nasab) yaitu: ibu, nenek, anak perempuan, cucu
perempuan dari anak laki-laki, saudara perempuan (kandung
dan seayah), walad al-umm (saudara laki-laki dan perempuan
seibu), ayah bersama anak laki-laki atau ibnu al-ibni (cucu laki-
laki dari anak laki-laki), kakek ṣahîh (ayahnya ayah) dan asbab
al-furūḍ assababiyah (kelompok orang yang menjadi ahli waris
sebab perkawinan) yaitu: suami dan istri.
b. Aṣabah
Aṣabah dalam bahasa arab berarti kerabat seseorang dari pihak
bapak karena menguatkan dan melindungi atau kelompok yang
kuat.
c. Żu al-Arhām
al-Arhām adalah bentuk jama‟ dari raḥmun, dalam bahasa arab
berarti tempat pembentukan/menyimpan janin dalam perut ibu.
Kemudian dikembangkan artinya menjadi kerabat„, baik
datangnya dari pihak ayah ataupun dari pihak ibu. Pengertian ini
tentu disandarkan karena adanya rahim yang menyatukan asal
mereka. Dengan demikian lafaẓ raḥmun umum digunakan
dengan makna „kerabat„, baik dalam bahasa arab ataupun dalam
istilah syari‟at Islam.9
B. Fiqh mawaris
1. Pengertian fiqh mawaris
Secara etimologis Mawaris adalah bentuk jamak dari kata
miras (وارثbb)م, yang merupakan mashdar (infinitif) dari kata :
warasa – yarisu – irsan – mirasan. Maknanya menurut bahasa
adalah ; berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada orang lain,
atau dari suatu kaum kepada kaum lain.
9
M. Ali al-Ṣabuni, al-Mawarìṡ fi al-Syari‟at al-Islamiyyah „ala Ḍau‟ al-Kitab wa al-Sunnah, h.
144
7
Sedangkan maknanya menurut istilah yang dikenal para
ulama ialah, berpindahnya hak kepemilikan dari orang yang
meninggal kepada ahli warisnya yang masih hidup, baik yang
ditinggalkan itu berupa harta (uang), tanah, atau apa saja yang
berupa hak milik yang legal secara syar’i.
Jadi yang dimaksudkan dengan mawaris dalam hukum
Islam adalah pemindahan hak milik dari seseorang yang telah
meninggal kepada ahli waris yang masih hidup sesuai dengan
ketentuan dalam al-Quran dan al-Hadis.
Sedangkanm istilah Fiqih Mawaris dimaksudkan ilmu fiqih
yang mempelajari siapa-siapa ahli waris yang berhak menerima
warisan, siapa yang tidak berhak menerima, serta bagian-bagian
tertentu yang diterimanya
Fiqih Mawaris juga disebut Ilmu Faraid, diambil dari lafazh
faridhah, yang oleh ulama faradhiyun semakna dengan lafazh
mafrudhah, yakni bagian yang telah dipastikan kadarnya. Jadi
disebut dengan ilmu faraidh, karena dalam pembagian harta
warisan telah ditentukan siapa-siapa yang berhak menerima
warisan, siapa yang tidak berhak, dan jumlah (kadarnya) yang akan
diterima oleh ahli waris telah ditentukan10
10
https://dianamonikablog.wordpress.com/2016/05/31/mawaris-pengertian-mawaris-sebab-
pewarisan-sayarat-dan-rukun-pewarisa/
8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Imam Syafi‟i adalah pendiri mażhab Syafi‟i dan salah satu empat
Imam yang beraliran sunni. Imam Syafi‟i dilahirkan pada tahun 150 H di
tengah–tengah keluarga miskin di palestina. Kitab-Kitab Imam Syafi’i.
Kitab-kitab karangan asy-Syafi‟i di bidang fiqih terdiri dari dua kategori:
Pertama, kitab yang memuat qaul qadim kedua, kitab yang memuat qaul
jadid. Ahli Waris Menurut Imam Syafi’i dapat dibedakan kepada: Żu al-
Farā‟iḍ, Asabah dan zu al arham.
B. Saran
Kami menyadari dalam makalah masih banyak kekurangan maka dari itu
kami membutuhkan saran dari dosen dan teman agar bisa menjadi lebih
baik lagi dalam membuat karya ilmiah
DAFTAR PUSTAKA
9
Az-Zahabi,Siyar A’LAM an-Nubalaa’(maktabah syamilah)Juz 10,h:Op.Cit.Juz:10
https://dianamonikablog.wordpress.com/2016/05/31/mawaris-pengertian-mawaris-sebab-
pewarisan-sayarat-dan-rukun-pewarisa
10