Disusun Oleh :
Kelompok 3
Segala puji hanya milik Allah SWT. Dia-lah yang telah menganugerahkan
Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi umat manusia. Dia-lah yang Maha Mengetahui
makna dan maksud kandungan Al-Qur’an. Shalawat beserta salam semoga selalu
tercurah kepada baginda Nabi Muhammad SAW. utusan Allah, suri tauladan kita
Makalah’’ Imam As-Syafi’i ’’ ini. Adapun tujuan dan maksud dari makalah kami
ini, untuk menambah wawasan dan pengetahuan yang semoga bermanfaat bagi kita
semua.
Ucapan terima kasih kami kepada guru mata pelajaran akidah akhlak, bapak
Drs. JAHRI, M. Si. yang telah membimbing kami pada mata kuliah ini. Semoga
selalu dalam rahmat Allah SWT. Dan dimudahkan segala urusannya. Kemudian
ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah berpatisipati dalam pembuatan
makalah ini.
Kami menyadari banyaknya kekurangan pada makalah ini, bagi dari segi
penulisan maupun materi. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat kami perlukan,
makalah ini tercatat sebagai amal shaleh dan motivator untuk meningkatkan
Penulis
ii
DAFTAR ISI
C. Tujuan .......................................................................................................... 2
A. Kesimpulan .................................................................................................... 15
B. Saran .................................................................................................................15
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam melaksanakan perintah agama, umat Islam tentu harus berlandaskan pada
aturan dalam Al-Qur’an dan Hadis. Ada begitu banyak ibadah, dan tata caranya, yang
mendasari lahirnya ilmu fiqih, yaitu ilmu tentang hukum dan tata cara melakukan ibadah yang
Hukum mengatur halal dan haram, sunat dan makruh, tata cara sholat, cara
bersuci dan sebagainya. Dalam agama Islam terutama dalam hal fiqih mengenal
adanya Mazhab. Mazhab yaitu sesuatu yang menjadi pendapat imam atau ahli agama
tentang hukum suatu perkara baik dalam urusan agama, masalah ibadah ataupun
permasalahan lainnya.
yang paling masyhur, yaitu Mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali. Mayoritas
umat Islam Indonesia menganut Mazhab Syafi'i, hal tersebut tidak lepas dari peran
penyebar Islam pertama kali ke Indonesia yang juga menganut Mazhab Syafi'i.
Mazhab Syafi’i memiliki pengaruh besar dalam tradisi hukum Islam di Indonesia. Nah
berdasarkan uraian di atas, tulisan ini akan mencoba melihat dan mengkaji lebih dalam
C. Rumusan Masalah
1
4. Bagaimana pemikiran Imam Syafi'i tentang ilmu fiqih ?
D. Tujuan Penulisan
BAB II
PEMBAHASAN
َ أَبُو
Abū ʿAbdillāh Muḥammad bin Idrīs asy-Syāfiʿī (bahasa Arab: ُع ْب ِد ٱهللِ ُم َح َّمد
َّ يس ٱل
شافِعِي َ ;بْنُ إِد ِْر767 – Januari 820 M) adalah seorang teolog Muslim beretnis Arab,
penulis, dan cendekiawan, yang merupakan salah satu kontributor pertama dari
Sering disebut sebagai Syaikhul Islām, asy-Syāfi'ī adalah salah satu dari
empat Imam Sunni besar, yang warisannya dalam masalah yuridis dan pengajaran
Dia adalah murid Imam hadis awal yang paling menonjol, Malik bin Anas.
Palestina (Jund Filastin), dan kemudian tinggal di Makkah dan Madinah di Hijaz,
2
Leluhur
merupakan saudara dari klan Bani Hasyim, klan nabi Islam Muhammad dan leluhur
para khalifah Abbasiyah. Garis keturunan ini mungkin telah memberinya prestise,
yang muncul dari suku Muhammad, dan kekerabatan kakek buyut Muhammad
Masa muda
Asy-Syāfiʿī lahir di Palestina (Jund Filastīn) di kota Asqalan pada tahun 150
H (767 M). Ayahnya meninggal di Asy-Syam ketika dia masih kecil. Khawatir akan
Makkah ketika dia berusia sekitar dua tahun. Selain itu, akar keluarga keibuannya
berasal dari Yaman, dan ada lebih banyak anggota keluarganya di Mekkah, di mana
kecuali bahwa ia dibesarkan dalam keadaan miskin dan sejak masa mudanya ia rajin
belajar. Sebuah riwayat menyatakan bahwa ibunya tidak mampu membeli kertas,
jadi dia menulis hasil pelajarannya pada tulang. Ia belajar di bawah bimbingan
Muslim bin Khalid az-Zanji, Mufti Makkah saat itu, yang dianggap sebagai guru
pertama asy-Syāfiʿī. Pada usia tujuh tahun, asy-Syāfiʿī telah menghafal Al-Qur'an.
Pada usia sepuluh tahun, dia telah menghafal Muwaṭṭaʾ karya Malik bin
Anas di luar kepala, yang membuat az-Zanji akan menunjuknya untuk mengajar
3
saat dirinya tidak ada atau berhalangan. Asy-Syāfiʿī telah diberi wewenang untuk
Ada perbedaan terhadap pada usia berapa dia berangkat ke Madinah; sebuah
riwayat menyatakan bahwa usianya pada saat itu tiga belas tahun, sementara yang
Di sana, dia diajari selama bertahun-tahun oleh Imam terkenal Mālik bin
kematian Mālik pada tahun 179 H (795 M), asy-Syāfiʿī telah memperoleh reputasi
sebagai seorang ahli hukum yang brilian. Meskipun kemudian dia tidak setuju
Fitnah Yamani
Pada usia tiga puluh tahun, asy-Syāfiʿī diangkat sebagai gubernur Abbasiyah
di kota Yaman Najran.Dia terbukti sebagai administrator yang adil tetapi segera
Banu Ali dalam pemberontakan, dan dengan demikian dipanggil dengan dirantai
bersama sejumlah Banu Ali ke hadapan khalifah Harun ar-Rasyid (m. 786–809) di
ar-Raqqah.
sendiri yang fasih meyakinkan Khalifah untuk menolak tuduhan itu. Riwayat lain
menyatakan bahwa ahli hukum Hanafi terkenal, Muḥammad bin al-Ḥasan asy-
4
Syaibānī, hadir di pengadilan dan membela asy-Syāfiʿī sebagai tokoh fikih terkenal.
Kelak, peristiwa itu membuat asy-Syāfiʿī semakin dekat dengan asy-Syaibānī, yang
kemudian akan menjadi guru asy-Syāfiʿī. Juga didalilkan bahwa kejadian ini
mendorongnya untuk mengabdikan sisa karirnya pada studi hukum, dan tidak
ajaran Abu Hanifah dan Malik bin Anas.[butuh rujukan] Karyanya kemudian
dikenal sebagai al-Mażhab al-Qadim lil Imam asy-Syāfiʿī, atau Mazhab Lama asy-
Syāfiʿī.
dengan para ahli hukum Hanafi, dengan gigih membela mazhab Mālikī.Beberapa
argumennya.
bahwa asy-Syāfiʿī telah menjadi agak kritis terhadap posisi asy-Syaibānī selama
5
termasuk ahli hukum Hanbali yang terkenal, Ahmad bin Hanbal. Penalaran hukum
para ahli hukum Hanafi, dan menyadari kelemahan yang melekat baik pada mazhab
Asy-Syāfiʿī akhirnya kembali ke Baghdad pada tahun 810 M. Pada saat ini,
menuju Mesir. Alasan kepergiannya dari Irak tidak pasti, tetapi di Mesir dia akan
bertemu guru lain, Sayyidah Nafisah binti Hasan, yang juga akan membiayai
studinya.
yang kemudian akan meminta mereka untuk membacanya kembali dengan suara
keras sehingga dapat dilakukan koreksi. Semua penulis biografi asy-Syāfiʿī setuju
bahwa warisan karya-karya atas namanya adalah hasil dari setiap sesi pelajaran
dengan murid-muridnya.
Nafisah adalah keturunan dari Muhammad, melalui cucunya Hasan bin Ali,
putra Ja'far ash-Shadiq, yang kabarnya juga merupakan guru dari Malik bin Anas
6
dan Abu Hanifah. Jadi keempat Imam besar Fiqh Sunni (Abu Hanifah, Malik, asy-
Syāfiʿī, dan Ibnu Hanbal) sama-sama terhubung dengan Ja'far dari keluarga
asy-Syāfiʿī meninggal akibat luka yang diderita akibat serangan oleh pendukung
pelecehan.
Gubernur Mesir pada masa itu, yang memiliki hubungan baik dengan asy-
Syāfiʿī, memerintahkan agar Fityan dihukum dengan diarak melalui jalan-jalan kota
sangat marah dengan perlakuan ini dan menyerang asy-Syāfiʿī sebagai pembalasan
kemudian.
menjadi lemah dan sakit selama tahun-tahun terakhir hidupnya. Dengan demikian,
Asy-Syāfiʿī meninggal pada usia 54 tahun pada tanggal 30 Rajab tahun 204
H (20 Januari 820 M), di Fustat, Mesir, dan dimakamkan di kubah Bani Abdul
7
Hakam, dekat Gunung al-Muqattam. Sebuah qubbah (bahasa Arab: )قُـبَّـةdan makam
dibangun pada tahun 608 H (1212 M) oleh Sultan Ayyubiyah, al-Kamil (m. 1218–
untuknya pada tahun 1211 setelah kekalahan Fatimiyah. Tempat ini tetap menjadi
Karangan Imam Syafi’i sangat banyak, menurut imam Abu Muhammad al-
Hasan bin Muhammad al-Marwasiy bahwa Imam Syafi’i menyusun kitab sebanyak
113 buah, mulai dari kitab tafsir, hadits, fiqh, kesusteraan arab, dan orang pertama
yang menyusun ilmu Ushul Fiqh. Kitab-kitab karya Imam Syafi’i dibagi oleh ahli
● Kitab yang ditulis Imam Syafi’i sendiri, seperti al-Umm dan al-Risalah
(riwayat dari muridnya dan bernama al-Buwaithy dilanjutkan oleh muridnya yang
Selanjutnya kitab al-Risalah adalah kitab pertama yang dikarang oleh Imam
Syafi’i pada usia yang muda belia. Kitab ini ditulis atas permintaan Abd. al-Rahman
ibn Mahdy di Makkah, karena Abd al-Rahman ibn Mahdy meminta kepada Imam
Syafi’i agar menuliskan sebuah kitab yang mencakup ilmu tentang arti al-Qur’an,
hal ihwal yang ada dalam al-Qur’an, nasikh dan mansukh serta hadits Nabi.
8
Kitab ini setelah dikarang, kemudian disalin oleh murid-muridnya, setelah itu
Kitab-kitab Imam Syafi’i baik yang ditulis sendiri maupun didiktekan kepada
• Kitab al-Umm, sebuah kitab fiqh yang didalamnya dihubungkan pula sejumlah
kitabnya.
2.Kitab Khilaf Ali wa Ibn Mas’ud, sebuah kitab yang menghimpun permasalahan
yang diperselisihkan antara Ali dengan Ibn Mas’ud dan antara Imam Syafi’i dengan
Abi Hanifah.
9
•Kitab al-Musnad, berisi hadits-hadits yang terdapat dalam kitab al-Umm yang
• al-Imla’.
•al-Amaliy.
•Kitab Ikhtilaf al-Hadits (penjelasan Imam Syafi’i tentang hadits-hadits Nabi saw.).
tersebar di Makkah, Irak, Mesir, dan lain-lain. Imam Syafi’i ketika dating ke Mesir,
pada umumnya di kala itu penduduk Mesir mengikuti Madzhab hanafi dan
Madzhab maliki.
Mesir, apalagi di kala itu yang menerima pelajaran darinya banyak dari kalangan
ulama, seperti Muhammad ibn Abdullah ibn Abd al-Hakam, Ismail ibn Yahya, al-
Buwaithiy, al-Rabi’, al-Jiziy, Asyhab ibn al-Qasim dan ibn Mawaz. Mereka adalah
10
C. Pemikiran Imam Syafi’i Tentang Ilmu
Setiap ilmu selain Alquran adalah kesibukan, Kecuali al-Hadits dan ilmu tentang
pemahaman agama. Ilmu itu apa yang padanya mengandung “ungkapan telah
Selain beliau, Syaikh Bin Bazz telah menyatakan, “Sesungguhnya (kata) ilmu
itu dilontarkan untuk banyak hal, akan tetapi menurut para ulama Islam, yang
dimaksud dengan ilmu adalah ilmu syar’i. Inilah yang dimaksud dalam Kitabullah
dan Sunnah RasulNya shollallohu ‘alaihi wa sallam secara mutlak, yaitu ilmu
tentang Alloh, Asma’-Nya, SifatNya, ilmu tentang hakNya atas hambaNya dan
tentang segala sesuatu yang disyariatkan untuk mereka oleh Alloh Subhanahu wa
kami maksud dengan ilmu adalah ilmu syar’i. yaitu ilmu yang diturunkan oleh
Allah kepada RasulNya yang berupa bukti-bukti yang nyata dan petunjuk. Jadi ilmu
yang mengandung pujian adalah ilmu wahyu.”. Dengan demikian, yang dimaksud
-Menuntut Ilmu harus Memiliki Landasan (Hujjah). Hujjah adalah dasar dan
landasan yang dijadikan sebagai penguat ilmu syariat tersebut. Imam Syafi’i telah
membuat perumpamaan bagi penuntut ilmu syar’i yang tidak berdasarkan hujjah.
Beliau berkata: “Perumpamaan orang yang mencari ilmu tanpa hujjah adalah
seperti orang yang mencari kayu bakar pada malam hari, ia membawa seikat kayu,
11
di mana di dalamnya terdapat ular yang siap mematuknya, sedangkan dia tidak
penuntut ilmu ketika menuntut ilmu harus berdasarkan kepada hujjah yang berasal
seseorang mempelajari ilmu agama, akan tetapi tidak merujuk kepada sumbernya
yang asli, yaitu Kitabulloh dan Sunnah Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam,
Imam Syafi’i menjelaskan tentang resiko dan bahaya yang akan menimpa
seorang penuntut ilmu apabila tidak berdasarkan kepada hujjah dalam mempelajari
ilmu yaitu akan tersesat tanpa disadarinya. Apabila seseorang mempelajari ilmu
syariat tanpa dasar Alquran dan Hadits yang shohih, maka akhirnya adalah berupa
Usul fikih, yang merupakan metodologi perumusan fikih atau hukum Islam,
disusun secara konseptual dan sistematis pertamakali oleh Imam Syafi'i. Dalam
proses perumusan usul fikihnya itu, Al-Syafi'i melakukan sintesis terhadap dua
pemikiran yang bercorak rasional (ahl al-ra?y) yang diimami oleh Imam Abu
Hanifah, dan pemikiran yang bercorak tradisional (ahl al-hadits) yang dimotori oleh
Imam Malik. Metodologi ilmiah yang berhasil disusun Al-Syafi'i tersebut kemudian
diikuti dan digunakan tidak saja oleh para ilmuwan hukum Islam, tetapi juga
12
digunakan dalam disiplin ilsnu keislaman lain, seperti ilmu tafsir, ilmu hadis, ilmu
logika (mantik), ilmu bahasa dan sastra Arab, dan sebagainya. Ini dikarenakan apa
berhasil menunuskan sutuber hukum Islam yang tersusun secara hirarkis, yaitu : AI-
Qur'an, Al-Hadis, Ijmak, dan Qiyas. Dua somber hukum pertama masuk kategori
mengintegrasikan atau mensintesiskan wahyu di satu sisi, dan akal di sisi lain.
dibatasi dan digunakan hanya sekadar untuk mengokohkan wahyu. Ini bisa
satunya metode ijtihad, dan menolak metode lain yang relatif memberikan ruang
yang lebih luas bagi akal, seperti istihsan (preferensi juristik) dan istislah
(keniaslahatan juristik).
Pemikiran panting lain, yang juga dibangun pertama kali oleh Al-Syafi'i, yang
bayan (secara harfiah berarti `penjelasan'), yang diuraikannya dalam karya usul
13
Namun, dalam perkembangan selanjutnya, al-bayan digunakan sebagai kerangka
epistemotogis dan metode ilmiah tidak saja bagi ilmu-ilmu keislaman, tetapi juga
ilmu pengetahuan pada umumnya, terutama ilmu sosial, budaya, dan humaniora.
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Imam syafi’i adalah ulama fikih terkemuka. asy-Syāfi'ī adalah salah satu dari
empat Imam Sunni besar, yang warisannya dalam masalah yuridis dan pengajaran
pemikaran beliau tentang ilmu dan juga fikih yang telah kami paparkan diatas, dan
risalah dan al um yang merupakan kitab tentang fikih. Asy-Syāfiʿī meninggal pada
usia 54 tahun pada tanggal 30 Rajab tahun 204 H (20 Januari 820 M), di Fustat,
Mesir, dan dimakamkan di kubah Bani Abdul Hakam, dekat Gunung al-Muqattam.
B. Saran
dalam penyusunan makalah ini yang membahas tentang ‘’Imam As syafi’i’’ masih
jauh dari kesempurnaan baik dari tata cara penulisan dan bahasa yang dipergunakan
maupun dari segi penyajian materinya. Untuk itu kritik dan saran dari bapak dan
teman-teman sekalian yang terlibat dalam penyusunan makalah ini yang bersifat
kousteuktif dan bersifat komulatif sangat kami harapkan supaya dalam penugasan
15
DAFTAR PUSTAKA
Futuhal Arifin, Biografi Empat Imam Madzhab, (Jakarta: Pustaka Qalami, 2003),
h., 127.
Masturi Ilham dan Asmu'i Taman, Biografi Ulama Salaf, (Jakarta: Pustaka al-
Kautsar, 2006), h., 355
Ahmad Nahrawi `Abd al-Salam. 1994. al-Imam al-Syafi'i fi Madzhabaih fi al-
Qadim wa al-Jadid. Kairo: Dar al-Kutub.
Jaih Mubarok. 2000. Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Mahmud Syalthut. 2000. Fiqih Tujuh Madzhab, terj. Abdullah Zakiy al-Kaaf,
Bandung: CV Pustaka Setia.
TM. Hasbi Ash Shiddieqy. 1997. Pokok-Pokok Pegangan Imam Madzhab,
Semarang: PT. Putaka Rizki Putra.
Siradjuddin Abbas, 2004. Sejarah dan Keagungan Madzhab Syafi’i, Jakarta:
Pustaka Tarbiyah.
Ahmad Nahrawi Abdussalam Al-Indonisi, Ensiklopedia Imam Syafii (Jakarta: PT
Mizan Publika, 2008), cetakan pertama, h, 4.
Imam Fakhrudin Ar-Razi, Manaqib Imam Asy-Syafi’I, (Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, 2017), cetakan pertama, h, 18.
16