Anda di halaman 1dari 18

Madzhab dan Aliran Ahli Hadis

Makalah :
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Madzhab dan Aliran Ahli Hadis

Oleh :
1. Cindy Aulia Zahro [07010522002]
2. Fahmi Nazar Zidane [07010522003]
3. Fatimatuz Zahrok [07010522004]

Dosen Pengampu:

PROGRAM STUDI ILMU HADIS


FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2024
Daftar isi

BAB I....................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN................................................................................................................................3
A. Latar belakang...........................................................................................................................3
B. Rumusan Masalah......................................................................................................................4
C. Tujuan masalah..........................................................................................................................4
BAB II..................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN...................................................................................................................................5
A. Biografi Imam Malik..................................................................................................................5
B. Madzhab dan Aliran Imam Malik..............................................................................................7
C. Pemikiran, Kontribusi, dan Karyanya di bidang Hadis..............................................................8
D. Biografi Imam Syafi’i..............................................................................................................10
E. Madzhab dan Aliran Imam syafi’i............................................................................................13
F. Pemikiran, Kontribusi, dan Karyanya di bidang Hadis............................................................15
BAB III................................................................................................................................................17
PENUTUP...........................................................................................................................................17
Kesimpulan....................................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................18
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Dalam menjalankan perintah agama, umat Islam tentunya harus mengikuti
kaidah Al-Qur'an dan Hadits. Lahirnya ilmu Fiqih didasari oleh banyaknya amalan
ibadah dan tata caranya, yaitu ilmu hukum dan tata cara ibadah yang bersumber dari
Al-Quran dan Hadits. hukum-hukum mengatur tentang halal dan haram, khitanan dan
makruh, tata cara salat, bersuci, dan sebagainya. Ada mazhab dalam Islam, khususnya
perihal urusan fiqih. Mazhab adalah suatu pendapat yang merupakan pendapat ahli
agama terhadap hukum suatu perkara, baik itu mengenai agama, ibadah atau hal-hal
lain.
Ada banyak mazhab dalam perkembangannya, namun ada empat mazhab yang
paling dikenal, yaitu mazhab Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hanbali. Mayoritas umat
Islam di Indonesia menganut mazhab Syafii, hal ini tidak lepas dari peran penyebar
Islam pertama di Indonesia yang juga bergabung dengan mazhab Syafii. Mazhab
Syafii mempunyai pengaruh yang besar terhadap tradisi hukum Islam di Indonesia.
Mazhab Syafi didirikan oleh Imam Syafi.
Imam Syafi'i merupakan seorang ulama pendiri mazhab Syafi'i yang
mempunyai banyak pengikut di Indonesia. kemudian Imam Malik, yang memiliki
nama lengkap Malik bin Anas, adalah pendiri Madzhab Maliki. Beliau lahir di
Madinah sekitar tahun 93 H dan merupakan imam Dar Al-Hijrah. Imam Malik sangat
menghormati Kitabullah, Sunnah, Amal Ahli Madinah, Fatwa Sahabat, Qiyas, dan
Maslah Mursalah dalam fatwanya. Dalam pemikirannya, beliau sangat menjaga
keakuratan dalam memberikan fatwa. Metode ijtihad yang digunakan oleh Imam
Malik dikenal sebagai mazhab Maliki.
Beliau memiliki murid-murid terkenal seperti Imam Syafi'i yang membantu
menyebarkan Madzhab Maliki Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dijelaskan
terkait biografi, kontribusi dan karyanya dalam bidang hadis agar Umat Islam di
Indonesia khususnya generasi muda hendaknya mengetahui karakter Imam Syafii dan
maliki supaya dapat menjadi inspirasi dan teladan dalam kehidupan sehari-hari seperti
Nilai-nilai perjuangan dapat diambil dari karakter Imam Syafii dan maliki khususnya
dalam perjalanannya mencari ilmu dan menjadi ulama besar.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas memunculkan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana perjalanan hidup dan riwayat pendidikan Imam Malik dan Imam
Syafi’i?
2. Bagaimana konsep sebuah madzhab dan aliran Imam Maliki dan Imam Syafi’i?
3. Apa pemikiran, kontribusi, karya Imam Malik dan Imam Syafi’i di bidang hadis?
C. Tujuan masalah
Berdasarkan rumusan masalah di atas memunculkan tujuan masalah sebagai berikut:
1. Mampu mengetahui perjalanan hidup dan riwayat pendidikan Imam Malik dan
Imam Syafi’i.
2. Mampu memahami dengan baik madzhab dan aliran Imam Malik dan Imam
syafi’i.
3. Mampu mengetahui pemikiran, kontribusi, dan juga karya Imam Malik dan Imam
syafi’i di bidang hadis.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Imam Malik
Nama lengkap dari Imam Malik adalah Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir
bin Amr bin Al-Harits bin Ghaiman bin Khutsail bin Amr bin Al-Harits al- Asybahi
Al- Humairi, Abu Abdillah Al-Madani dan merupakan Imam Dar-Al Hijirah. Nenek
moyang mereka berasal dari Bani Tamim bin Murrah dari suku Quraisy. Imam Malik
adalah sahabat Utsman bin Ubaidillah At-taimi, saudara Thalhah bin Ubaidillah.
Imam Malik lahir di suatu tempat yang bernama Zulmarwah di sebelah utara al-
Madinah al-Munawwarah. Kemudian beliau tinggal di al-Akik buat sementara waktu,
yang akhirnya beliau menetap di Madinah. Beliau terus menetap di Madinah, tidak
pernah pindah ke negeri lain kecuali ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji. Imam
Malik adalah imam yang kedua dari imam-imam empat serangkai dalam Islam (para
mujtahid) dari segi umur. Imam Malik seorang imam dari Kota Madinah dan imam
bagi penduduk Hijaj. Ia adalah seorang ahli fiqih di Kota Madinah. 1 Dan dikota ini
pula tempat lahirnya Imam Madzhab ini, Malik bin Anas Al-Asybahi Al-Arabi tahun
95 hijriah (713 M).
Imam Malik seorang ulama yang dinamis, berpendirian teguh pada pendapatnya
beserta imannya yang kuat. Di dalam melahirkan pendapatnya tidak dapat
dipengaruhi baik dengan kekuasaan ataupun dengan paksaan dan tidak ada rasa takut
kepada ancaman apapun di dalam membawakan madzhabnya, selalu tabah di dalam
menanggung duka dan penderitaan.
Setelah periode generasi Tabi’in tidak ada orang yang bisa menyamai keunggulan
Imam Malik, baik dalam hal ilmu pengetahuan, ilmu fiqih, kemuliaan dan kekuatan
hafalannya.2 Padahal, pada periode itu ada orang-orang besar seperti Said bin
Musayyib, ulama fiqih yan berjumlah tujuh, Qasim, Salim, Ikrimah, Nafi’ dan orang-
orang yang hidup sezaman dengannya. Kemudian ada Zaid bin Aslam, Ibnu Syihab,
Abu Az-Zinad, Yahya bin Said, Shafwan bin Sulaim, Rabi’ah bin Abi Abdurrahman
dari orang-orang sezaman dengannya namun ketika mereka dipertemukan, maka yang
akan muncul dan unggul adalah Imam Malik. Imam Malik wafat pada tanggal 11
1
Syaikh Ahamad Farid, Edisi Indonesia 60 Biografi Ulama Salaf, Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, 2006, Cet. I, hlm. 260
2
Mftah noor Rasyid, Analisis terhadap pendapat Imam Malik tentang kebolehan hibah ‘umra. (
eprints.walisongo.ac.id ) hlm. 32-34.
Rabi’ul al-Awwal tahun 179 Hijriah atau 798 M dalam usia 86 tahun, dan di
kebumikan di “ Jannat Al-Baq i” di Madinah.
Riwayat Pendidikan imam malik
Sejak kecil Imam Malik sangat mencintai ilmu, karena Ayah dan paman-
paman beliau adalah termasuk ulama-ulama besar dibidang hadith dizamannya,
maka kehidupan beliau sejak kecil sudah berada dilingkungan yang kodusif untuk
menuntut ilmu, sebagai mana kita ketahui bersama bahwa dunia pendidikan itu
dimulai dari keluarga, masyarakat dan bangku sekolah. Kesempatan emas tersebut
tidak sedikitpun disia-siakan oleh Imam Malik, Memiliki keluarga yang notabenya
para ulama ahli hadith, Imam Malik pun menggunakan kesempatan tersebut
dengan menekuni pelajaran hadith kepada ayah dan paman-pamannya, beliau
mendapat pendidikan dari ayahnya yang telaten mengurus puteranya dan suka
meneliti kembali pelajarannya.3
Imam Malik adalah seorang yang berbudi luhur, mulia, cerdas, pemberani, dan
teguh mempertahankan kebenaran yang diyakininya. Kecerdasan beliau terlihat dari
kemampuan beliau menghafal Al Qur’an pada usia 10 tahun, dan
pada usia 17 tahun beliau telah menguasai ilmu-ilmu agama, hal ini terbukti
dengan beliau mulai mengajar di masjid Nabawi di usia tersebut. Sewaktu Imam
Malik menuntut ilmu, beliau mempunya banyak sekali guru.
Guru guru imam malik
Kegiatan pendidikan Imam Malik adalah di kota Madinah, kota ini merupakan
tempat berdomisilinya para sahabat besar, baik dari kalangan Muhajirin dan Anshar.
Materi pelajaran yang mula-mula dipelajari adalah al-Qur’an, hadits dan fiqh.
Kecerdasannya telah menghantarkan Imam Malik kecil menguasai materi pelajaran
dengan baik dan menjadi murid yang luas wawasannya. Diantara guru imam malik
ialah: Amir bin Abdillah bin al Zubair bin al Awam, Nu’aim bin Abdillah al
Mujammaz, Zaid bin Aslam, Nafi’, pembantu Ibnu Umar, Hamid al Tawil, Said al
Maqburi, Abu Hazim, Salamah bin Dinar, Syarik bin Abdillah bin Abi Namir, Salih
bin Kisan, Safwanbin Salim, Rabiah bin Abi Abdirrahman, Abu al Zinad, Ibn al
Munkadir, Abdullah bin Dinar, Al ‘Ala’ bin Abdirrahman bin al Qasim dan masih
banyak yang lain.4

3
Khatimah, H. (2017). Metode Istinbat Imam Malik. Istidlal: Jurnal Ekonomi Dan Hukum Islam, 1(1), 29-37.
4
Atho'illah Umar, Manahijul Muhadditsin: Sejarah Penulisan Kitab Hadis Dari Abad Pertama Hingga Abad
Empat, (Surabaya: Dimar Jaya Press, 2020), hlm. 56-57
B. Madzhab dan Aliran Imam Malik
Madzhab Imam Malik dasar-dasar pengambilan hukum:5
a. Al-Quran
Imam malik menjadikan al-Quran sebagai sumber pertama dan beliau
mendahulukannya dari dalil-dalil yang lain. Beliau mensyaratkan bagi orang-
orang yang menafsirkan al-Quran hendaklah seorang yang alim dalam bahasa
Arab dan ilmu-ilmu lainnya. Beliau juga tidak mau menerima cerita Israiliyat
dimasukkan ke dalam tafsir al-Quran.6
b. Hadis
c. Ijmak para ulama’ Madinah
Imam malik lebih mengutamakan ijma’ ulama’ Madinah. Dalam hal ini
terkadang imam Malik menolak hadis yang bertentangan dengan amalan ulama
Madina pada masa itu, maksudnya yang tidak mengamalkan kandungan
hadisnya.7
Ijma menurut Imam Malik adalah perkara-perkara yang disetujui oleh ulama fiqih
dan ahli ilmu pengetahuan. Ketika tidak ada semua yang pokok ini maka
menggunakan qiyas dan mengistimbatkan darinya.8
d. Qiyas
e. Istishlah (maslahah mursalah)
Mashalih al-mursalah adalah hal-hal yang bertujuan untuk kemaslahatan
manusia, tetapi tidak disebutkan oleh syariah secara khusus. Kemaslahatan-
kemaslahatan ini tidak diperlihatkan oleh syara’ kebatalannya dan tidak pula
disebutkan oleh nash tertentu dan dikembalikan pada pemeliharaan maqâshid
syariah. Keadaan maksudnya dapat diketahui dengan al-Quran, sunnah, ijma’ dan
tidak diperselisihkan mengikutinya kecuali ketika terjadi pertentangan dengan
maslahat lain. Maka dalam kondisi seperti ini Imam Malik mendahulukan beramal
dengannya. Contoh: memukul orang disangka pencuri agar mengakuinya, Malik
berpendapat membolehkannya dan oleh ulama yang lainnya berselisih dengannya,
karena kemaslahatan ini. bertentangan dengan kemaslahatan lain, yaitu
kemaslahatan orang yang dipukul. Karena barangkali ia benar-benar tidak
5
M. Ali hasan, Perbandingan MAdzhab,(Jakarta: PT Raja Grafindo persada), cet-3, 1999, hal 199
6
Abdurrahman Kasdi, Menyelami Fiqih Madzhab Maliki(Karakteristik Pemikiran Imam Maliki dalam
Memadukan Hadis dan Fiqih), Jurnal YUDISIA, 8 (1), 2017
7
Jidan Ahmad Fadilah dkk, MAdzhab Dan Istinbath Hukum, Al-HIIkmah: Jurnal Studi Agama-Agama 7(2), 2021,
243
8
Abdurrahman Kasdi, hal 320
mencuri, dan tidak memukul orang yang berdosa lebih ringan dosanya daripada
memukul orang yang tidak bersalah. Meskipun bila benar adanya maka terbukalah
kesulitan penyerahan harta, namun dalam memukul juga pintu penyiksaan orang
yang tidak bersalah.9
Penduduk Mesir, Maghribi dan andalas banyak mendatangi kuliah-kuliahnya
dan memperoleh manfaat besar darinya, serta menyebar luaskan di negeri mereka.
Kitab al-Mudawwanah sebagai dasar fiqih madzhab Maliki dan sudah dicetak dua
kali di mesir dan tersebar luas di sana, demikian pula kitab al-Muwatta’.
Pembuatan undang-undang di Mesir sudah memetik sebagian hukum dari
madzhab Maliki untuk menjadi standar mahkamah sejarah Mesir.10
Daerah-daerah yang Menganut Mazhab Maliki awal mulanya tersebar di
daerah Madinah, kemudian tersebar sampai saat ini di Maroko, Aljazair, Tunisi,
Libia, Bahrain, dan Kuwait.11

C. Pemikiran, Kontribusi, dan Karyanya di bidang Hadis


Imam Malik menganggap bahwa hadis memiliki peran yang sangat penting.
Beliau menjadikan rangkaian sunnah ini sebagai sumber hukum yang kedua, karena
bagi Imam Malik sunnah adalah penafsir al-Quran dan penjelas baginya.12
Beliau adalah seorang yang sangat alim dalam ilmu hadis. Beliau sampai pada
tingkat ini karena sangat tekun dalam mempelajari ilmu hadis dan sangat hati-hati
dalam meriwayatkan hadis. Ketika berumur tujuh belas tahun, beliau diangkat
menjadi pengajar hadis setelah guru-gurunya mengakui ilmu hadis dan fiqihnya.
Diriwayatkan bahwa beliau berkata, “Aku tidak akan duduk mengeluarkan fatwa dan
hadis, hingga 70 guru dari ahli ilmu mengakui keilmuanku bahwa aku diperkenankan
untuk berfatwa dan mengajarkan hadis”.13
Apabila Imam Malik hendak mengajarkan hadis, maka beliau mandi terlebih
dahulu, memakai pakaiannya yang terbaik dan memakai wewangian, tentang hal ini
beliau ditanya, maka beliau menjawab, “Saya menghormati hadis Rasulullah. Apabila
seseorang mengeraskan suaranya di majelisnya ia berkata, “Allah berfirman, “Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara
9
Ibid, 322
10
Firda Noor Safitri, dkk, titik temu dari sebuah perbedaan: analisis perbedaan Madzhab- Madzhab Fiqih,
journal Islamic Education, 1(1), 2023, 42
11
Ibid, 42
12
Ibid, 319
13
Ibid, 320
nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana
kerasnya suara sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus
(pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari.” (QS. Al-Hujurat:2)
Barang siapa mengeraskan suaranya ketika mempelajari dan mendengar hadis
Rasulullah, maka seakan-akan mengeraskan suaranya lebih keras di atas suara
Rasulullah. Beliau memiliki kharisma yang tinggi hingga tak seorang pun yang berani
berbicara di majelisnya. Al-Waqidi berkata, “Majelis Imam Malik adalah majelis
yang tenang dan santun, beliau adalah orang terkenal dan pandai. Tidak ada di
majelisnya suatu perkataan yang tidak berguna dan suara keras. Apabila ada yang
bertanya tentang sesuatu maka ia jawab si penanya tersebut tanpa mengatakan dari
mana ia berpendapat yang demikian itu.”14
kedudukan sunnah di hadapan Imam Malik. Beliau tidak mensyaratkan dalam
menerima hadis itu mesti masyhur dalam masalah umum al-Balwa sebagaimana
disyaratkan madzhab Hanafi, ia tidak menolak khabar ahad karena berselisih dengan
qiyas atau karena bertentangan dengan perbuatan perawinya, tidak mendahulukan
qiyas daripada khabar ahad dan beliau menggunakan hadis mursal. Dalam khabar
ahad disyaratkan tidak berselisih dengan Amal/perbuatan penduduk Madinah dan
sandaran Malik dalam hadis adalah apa yang diriwayatkan para ulama Madinah.15
Dengan penguasaan ilmu dan metode ijtihadnya ini, Imam Malik menjadi
seorang ulama yang terkenal di belahan bumi, orang-orang dari setiap pelosok
berdatangan kepadanya dan mereka berdesak-desakan di majelisnya dan berkumpul
untuk menuntut ilmu. Beliau memberi fatwa dan mengajar orang-orang kira-kira 70
tahun. Para ulama sepakat atas ketokohannya, kemuliaan, agama, wara‟, dan
pegangannya terhadap sunnah. Imam asy-Syafi‟i pernah berkata, “Imam Malik adalah
hujjah Allah terhadap makhluk-Nya.” Ibnu Mahdi berkata, “Saya tidak melihat orang
yang lebih sempurna akalnya dan lebih takwa daripada Imam Malik.” Hamad bin
Salamah berkata, “Seandainya ada yang berkata padaku, “Pilihlah dari umat
Muhammad sebagai seorang imam, niscaya aku akan melirik Imam Malik untuk
memposisikannya di jabatan itu dan sebagai ahlinya.”.16
Karya imam malik yang paling baik dan fenomenal adalah kitab Muwatho’,
beliau menulis kitab Muwatho’ berdasarkan saran dari khalifah Abu Ja’far al-Mansur

14
Ibid, 320
15
Ibid, 324
16
Ibid, 321
untuk di berikan kepada para ulama’ hadis dan publik. Alasan beliau memberi nama
kitab ini dengan Muwatho’ karena, mendapat dukungan dari 70 ulama’ fiqih madinah.
banyak juga khalifah yang memberikan hadiah atau memuji karya beliau. Oleh karena
itu dinamai dengan Muwatho’, yaitu kitab yang disodorkan, di dukung, dan dijadiakn
dasar atau pijakan atas semua kitab, atau bermakana sebuah intisari hadis.17
Ibnu al-Arabi dan mayoritas ulama Malikiyah mengunggulkan al-Muwatta’
atas sahihain, sementara mayoritas ahli hadis mengunggulkan sahihain atas al-
Muwatta’ dengan alasan banyaknya hadis mursal dan munqati’ di dalamnya. Adapun
sistematika penulisannya: terdiri sekitar 1720 hadis berisi, hadis musnad sebanyak
600, hadis mursal 222, mauquf 613, dan maqtu’ 285. Jumlah ini belum dapat
dipastikan karena banyak terjadi perbedaan di beberapa naskah Muwatta’, apalagi
Muwatta’ telah melalui beberapa revisi yang dilakukan Imam Malik sendiri, bahkan
penyusunan, penyuntingan, dan revisinya memakan waktu 40 tahun lamanya.18
Kitab al-Muwatta’ berisi 61 kitab (tema), diawali dari kitab al-solat dan
diakhiri kitab asma’ al-Nabi SAW. Unik sekali bahwa Imam Malik mendahulukan
kitab wuqu>t al-sola>t, setelah itu barulah kitab al-taharah, ini merupakan metode dan
ciri khas beliau.19
D. Biografi Imam Syafi’i
Imam Syafi’i adalah salah seorang ulama yang sangat masyhur. Setiap orang yang
memperhatikannya akan tertarik untuk mengetahui lebi dalam pribadinya, perilakunya
serta peninggalannya yang telah membua orang yang memperhatikannya
menghormati, memuliakan da mengagungkannya.1 Ia ulama mujtahid (ahli ijtihad)
dibidang Fiqih dan sala seorang dari empat imam madzhab yang terkenal dalam
Islam. Ia hidup di masa pemerintahan khalifah Harun al-Rasyid, al-Amin dan al-
Ma’mun dar Dinasti Abbasiyah. Ia dilahirkan di Gaza, sebuah kota kecil di Laut
Tengah pada tahun 150 H./767 M.20

Setelah menjadi ulama besar dan mempunyai banyak pengikut, ia lebih dikenal
dengan nama Imam Syafi’i dan madzhabnya disebut Madzhab Syafi’i. Kata Syafi’i
dinisbatkan kepada nama kakeknya yang ketiga, yaitu Syafi’i ibn al-Saib. Ayahnya
bernama Idris ibn Abbas ibn Usman ibn Syafi’I ibn al-Saib ibn Abdul Manaf,
17
Atho’illah Umar, Manahijul Muhadditsin: sejarah penulisan kitab hadis dari abad pertama hingga abad
empat, (Surabaya: Dimyar jasa press), cet-1 2020, 59
18
Ibid, 61
19
Ibid, 61
20
Abdur Rahman, Kodifikasi Hukum Islam”, (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), h. 159.
sedangkan ibunya bernama Fatimah binti Abdullah ibn al-Hasan ibn Husain ibn Ali
ibn Abi Thalib.

Imam Syafi’i hidup pada masa khalifah Harun al-Rasyid, al-Amin, al- Makmun
dari dinasti Abbasiyah. Beliau dibesarkan dalam keluarga miskin. Ayahnya wafat
ketika ia berumur 2 tahun dan segera dibawa ibunya ke Mekkah. Silsilah yang
menurunkan Imam Syafi’i baik dari ayahandanya maupun ibunya masih ada pertalian
rapat dengan silsilah Nabi Muhammad saw.21 Meskipun dibesarkan dalam keadaan
yatim dan dalam keluarga yang miskin, tidak menjadikan beliau merasa rendah diri
apalagi malas. Sebaliknya, beliau bahkan giat mempelajari hadits dari ulama- ulama
hadits yang banyak terdapat di Makkah.

Pada usia 20 tahun Imam Syafi’i pergi ke Madinah dan belajar kepada Imam
Malik. Kemudian tahun 195 H, beliau pergi ke Baghdad dan belajar kepada
Muhammad ibn al-Hasan al-Syaibaniy (murid Abu Hanifah) selama 2 tahun. Setelah
itu beliau kembali ke Mekkah dan kembali lagi ke Baghdad dan menetap disana
selama beberapa bulan. Kemudian pada tahun itu juga ia pergi ke Mesir dan menetap
disana sampai wafat pada tanggal 29 Rajab tahun 204 H. Oleh Sebab itu, pada diri
22
Imam Syafi’i terhimpun pengetahuan fiqh ashab al-Hadis (Imam Malik) dan fiqh
ashab al-ra’y (Abu Hanifah).

Riwayat Pendidikan imam syafi’i

Pada waktu beliau hidup di tengah-tengah masyarakat, mula-mula belajar dengan


Muslim bin Khalid al-Zinji, kemudian beliau melanjutkan pengembarannya ke
Madinah, di mana menemui Imam Malik untuk minta ijin agar diperkenankan
meriwayatkan hadits-haditsnya. Sebelum Imam Malik mengijinkannya, Imam Syafi’i
sempat ditest untuk membacakan kitab al-Muwatta’ dihadapannya, kemudian beliau
membacanya di luar kepala.

Setelah belajar kepada Imam Malik, pada tahun 195 H. beliau pergi ke Baghdad
untuk menuntut ilmu dan mengambil pendapat-pendapat dari murid- murid Imam Abu
Hanifah, dengan cara bermunazarah dan berdebat dengan mereka, selama dua tahun
beliau berada di Baghdad kemudia beliau ke Makkah, dilanjutkan ke Yaman, beliau

21
Karim, A. (2013). Pola Pemikiran Imam Syafi’i dalam Menetapkan Hukum Islam. Jurnal Adabiyah, 13(2), 187-
193.
22
Madjid, Nurcholish. (Imam Syafi’i) Ar-Risalah. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993
berguru pada Matrak bin Mazin dan di Irak beliau berguru kepada Muhammad bin
Hasan.

Seperti Imam Malik dan ada pula yang mengikuti paham Mu’tazilah dan Syiah.
Pengalaman yang diperoleh Imam Syafi’i dari berbagai aliran Fiqh tersebut
membawanya ke dalam cakrawala berpikir yang luas, beliau mengetahui letak
keturunan dan kelemahan, luas dan semptinya pandangan masing-masing madzhab
tersebut, dengan bekal itulah beliau melangkah untuk mengajukan berbagai kritik dan
kemudian mengambill jalan keluarnya sendiri.23

Guru-guru imam syafi’i

Al-Syafi’i menerima Fiqh dan Hadits dari banyak guru yang masing- masing
mempunyai manhaj sendiri dan tinggal di tempat-tempat yang berjauhan satu sama
lainnya. Ada di antara gurunya yang mu’tazili yang ilmu kalam yang tidak
disukainya. Dia mengambil mana yang perlu diambil dan dia tinggalkan mana yang
perlu ditinggalkan. Al- Syafi’i menerimanya dari ulama-ulama Mekkah, ulama-ulama
Madinah, ulama-ulama Irak dan ulama-ulama Yaman.

Ulama-ulama Mekkah yang menjadi gurunya adalah:

Muslim ibn Khalid az-Zinji, Sufyan ibn Uyainah, Said ibn al-Kudah, Daud ibn
Abdurrahman, Al-Attar, Abdul Hamid ibn Abdul Aziz ibn Abi Daud.

Ulama-ulama Madinah yang menjadi gurunya adalah:

Malik ibn Anas, Ibrahim ibn Saad al-Ansari, Abdul Azis ibn Muhammad al-
Darawardi, Ibrahim ibn Yahya al-Asami, Muhammad Said ibn Abi Fudaik, Abdullah
ibn Nafi al-Shani.

Ulama-ulama Irak yang menjadi gurunya adalah:

Waki ibn Jarrah, Abu Usamah, Hammad ibn Usamah, Ismail ibn Ulaiyah, Abdul
Wahab ibn Ulaiyah, Muhammad ibn Hasan.

Ulama-ulama Yaman yang menjadi gurunya adalah:

23
Faruk Abu Zaid, Hukum Islam antara Tradisional dan Modernis, (Jakarta, Bulan
Bintang , 1986), h. 29.
Muththarif ibn Mizan, Hisyam ibn Yusuf, Hakim Shan’a (Ibu
Kota Republik Yaman), Umar ibn Abi Maslamah al-Auza’I, Yahya Hasan.24

E. Madzhab dan Aliran Imam syafi’i


Imam syafi’i terkenal sebagai orang yang membela madzhab Maliki dan
mempertahankan madzhab ulama’ Madinah hingga terkenallah beliau dengan sebutan
Nasyiru Al-Sunnah (penyebar sunnah). Hal ini adalah hasil mempertemukan fiqh
madinah dengan Irak. Imam syafi’i telah dapat mengumpulkan antara thariqat ahlu al-
ra’yi dengan thariqat ahlu al-hadis. Oleh karena itu madzhabnya tidak condong
kepada ahlu al-hadis. Aliran keagamaan Imam Syafi’i, sama dengan imam mazhab
lainnya dari imam-imam mazhab empat: Abu Hanifah, Malik bin Anas dan Ahmad
ibn Hanbal adalah termasuk golongan Ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah. Ahlu al-Sunnah
wa al-Jama’ah dalam bidang furu’ dibagi menjadi dua aliran, yaitu aliran Ahlu al-
Hadits dan aliran Ahlu al-Ra’yi. Imam Syafi’i termasuk Ahlu al-Hadits.25
Imam Syafi’i ketika datang ke Mesir, pada umumnya dikala itu, penduduk
Mesir mengikuti mazhab Hanafi dan Maliki. Kemudian setelah beliau membukukan
kitabnya (qaul Jadid), beliau mengajarkannya di mesjid ‘Amr ibn ‘Ash, maka mulai
berkembanglah pemikiran mazhabnya di Mesir, apalagi di kala itu yang menerima
pelajaran darinya banyak dari kalangan Ulama, seperti: Muhammad ibn Abdullah ibn
Abd al-Hakam, Ismail ibn Yahya, al-Buwaithiy, al-Rabi’, al-Jiziy, Asyhab ibn al-
Qasim dan ibn Mawas. Mereka adalah ulama yang berpengaruh di Mesir. Inilah yang
mengawali tersiarnya mazhab Syafi’i sampai ke seluruh pelosok.26
Penyebaran mazhab Imam Syafi’i antara lain di Irak, lalu berkembang ke
Khurasan, Pakistan, Syam, Yaman, Persia, Hijaz, India, daerah-daerah Afrika dan
Andalusia sesudah tahun 300 H. kemudian mazhab Syafi’i ini tersiar dan berkembang
bukan hanya di Afrika, tetapi ke seluruh pelosok negara-negara Islam baik di Barat
maupun di Timur, yang dibawa oleh muridnya dan pengikut-pengikutnya dari suatu
negeri ke negeri lain termasuk ke Indonesia. Hampir umat Islam di Indonesia, dalam
hal ibadah dan mu’amalah pada umumnya mengikuti mazhab Syafi’i.27
Adapun sumber hukum yang menjadi dasar Imam Syafi’I di dalam menetapkan
setiap persoalan hukum adalah sebagaimana berikut:28
24
Ahmad asy-Syurbasi, loc. cit, h. 122.
25
Fahrur Rozi, Pemikiran Mazdhab Fiqih Imam Syafi’i, Hakam: Juranal Kajian Hukum Islam, 5(2), 2021, 95
26
Ibid, 99
27
Ibid, 98
28
Ibid, 96
1. Al-Qur’an
2. Al-Sunnah
Imam Syafi’i mengambil sunnah tidaklah mewajibkan yang mutawatir saja, tetapi
yang Ahad pun diambil dan dipergunakan pula untuk menjadi dalil, asal telah
mencukupi syarat-syaratnya, yakni selama perawi hadits itu orang kepercayaan, kuat
ingatannya dan bersambung langsung sampai kepada Nabi SAW.29
3. Ijma’
Ijma’ yang di maksud oleh Imam Syafi’i bahwa para sahabat semua telah
menyepakatinya. Di samping itu, beliau berpendapat dan meyakini bahwa
kemungkinan Ijma’ dan persesuaian paham bagi segenap ulama’ itu, tidak mungkin
karena berjauhan tempat tinggal dan sukar berkomunikasi Dalam hal ini Imam
Syafi’I lebih mendahulukan hadis ahad dari pada ijma’, kecuali terdapat keterangan
yang menjelaskan bahwa ijma’ itu bersendikan nash dan diriwayatkan oleh orang
banyak sehingga sampai kepada Rasulullah.30
4. Qiyas
Imam Syafi’i memakai qiyas apabila dalam ketiga dasar hukum di atas tidak
tercantum, juga dalam keadaan memaksa. Hukum qiyas yang terpaksa itu hanya
mengenai keduniaan atau muamalah, karena segala sesuatu yang bertalian ibadah
telah cukup sempurna dari al-Qur’an dan as-Sunnah Rasulullah. Untuk itu beliau
dengan tegas berkata: “Tidak ada hukum qiyas dalam ibadah”. Beliau tidak
terburu-buru menjatuhkan hukum secara qiyas sebelum lebih menyelidiki tentang
dapat atau tidaknya hukum itu dipergunakan.31
5. Istidlah (istishab).
Dalam hal ini terdapat dua sumber yang diambil oleh asy-Syafi’I untuk
dijadikan dasar pendapatnya, yakni adat dan kebiasaan, yang mana keduanya
dijadikan dasar berpikir jika tidak bertentangan dengan jiwa al-Qur’an. Dalam hal
ini juga kiranya dapat disimpulkan bahwa dasar ini merupakan bentuk
penolakannya terhadap orang yang mendasarkan pendapatnya melalui istihsan.
Asy-Syafi’I menganggap bahwa seseorang yang menetapkan hukum berdasarkan
istihsan berarti ia membuat-buat syari’at.32

29
Ibid, 96
30
Ibid, 96
31
Ibid, 96
32
Jidan Ahmad Fadilah dkk, MAdzhab Dan Istinbath Hukum, Al-HIIkmah: Jurnal Studi Agama-Agama 7(2), 2021,
224
F. Pemikiran, Kontribusi, dan Karyanya di bidang Hadis
Mengingat luasnya buah pikiran Imam Syafi’i tentang segala aspek ilmu
pengetahuan, adapun masalah pikirannya dapat dilihat dari mazhab-mazhab qadim
dan mazhab jadid-nya. Imam Syafi’i tidak menyukai ilmu kalam karena ilmu kalam
itu dibangun golongan muktazilah, sedang mereka menyalahi jalan yang ditempuh
ulama salaf dalam mengungkapkan akidah dan Al-Qur’an. Sebagai seorang
fiqh/muhaddits tentu saja beliau mengutamakan Ittiba’ dan menjahui ibtida’ sedang
golongan muktazilah mempelajarinya secara falsafah.33
Kitab-kitab Imam Syafi’i, baik yang ditulisnya sendiri, didiktekan kepada
muridnya, maupun dinisbahkan kepadanya, antara lain sebagai berikut:
a. Kitab al-Risalah, tentang ushul fiqh (riwayat Rabi’).
b. Kitab al-Umm, sebuah kitab fiqh yang di dalamnya dihubungkan sejumlah
kitabnya.
1) Kitab Ikhtilaf abi Hanifah wa ibn Abi Laila.
2) Kitab Ikhtilaf Malik wa al-Syafi’i.
3) Kitab Jama’i al-‘Ilmi.
4) Kitab al-Radd ‘Ala Muhammad ibn al-Hasan.
5) Kitab Siyar al-Auzaiy.
6) Kitab Ikhtilaf al-Hadits.
7) Kitab Ibthalu al-istihsan.
c. Kitab al-Musnad, berisi hadits-hadits yang terdapat dalam kitab al-Umm
yang
dilengkapi dengan sanad-sanadnya.
d. Al-Imla’.
e. Al-Amaliy.
f. Harmalah (di dektekan kepada muridnya yang bernama Harmalah ibn
Yahya).
g. Mukhtashar al-Muzaniy (dinisbahkan kepada Imam Syafi’i).
h. Mukhtashar al-Buwaithiy (dinisbahkan kepada Imam Syafi’i).
i. Kitab Ikhtilaf al-Hadits (penjelasan Imam Syafi’i tentang hadits-hadits Nabi
SAW).34

33
Fahrur Rozi, Pemikiran Mazdhab Fiqih Imam Syafi’i, Hakam: Juranal Kajian Hukum Islam, 5(2), 2021, 95
34
Ibid, 99
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Imam syafi’i dan Imam malik mengikuti Aliran atau madzhab Ahlussunnah
wa al-jamaah. Dalam pengambilan hukumnya keduanya memiliki dasar sumber
hukum yang berbeda. Jika imam syafi’i menggunakan dasar hukum yaitu, Al-Quran,
hadis, ijma’, qiyas, dan juga Istidlah. Sedangkan imam malik menggunakan dasar
hukum, alquran, hadis, ijma’, qiyas, dan maslahah mursalah. Imam malik juga lebih
condong ke hadis atau Ahlu al-hais, bahkan beliau juga mementingkan atau
mengungulkan perbuatan penduduk madinah sedangkan imam sayafi’i lebih condong
ke ahlu al-ra’yi. Imam malik memiliki karya yang fenomenal tentang hadis yakni
kitab muatto’ yang menjadi kitab paling baik (bagi madzhab malikiya) dan juga pada
masa itu. Sedangkan karya imam syafi’i yang paling populer yakni al-umm (dalam
bidang fiqih) serta al-risalah yaitu dalam bidang usul fiqih..

DAFTAR PUSTAKA

Syaikh Ahamad Farid, Edisi Indonesia 60 Biografi Ulama Salaf, Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, 2006, Cet. I, hlm.

Mftah noor Rasyid, Analisis terhadap pendapat Imam Malik tentang kebolehan hibah ‘umra.
( eprints.walisongo.ac.id )
Khatimah, H. (2017). Metode Istinbat Imam Malik. Istidlal: Jurnal Ekonomi Dan Hukum
Islam, 1(1)

Atho'illah Umar, Manahijul Muhadditsin: Sejarah Penulisan Kitab Hadis Dari Abad Pertama
Hingga Abad Empat, (Surabaya: Dimar Jaya Press, 2020),

M. Ali hasan, Perbandingan MAdzhab,(Jakarta: PT Raja Grafindo persada), cet-3, 1999,

Abdurrahman Kasdi, Menyelami Fiqih Madzhab Maliki(Karakteristik Pemikiran Imam


Maliki
dalam Memadukan Hadis dan Fiqih), Jurnal YUDISIA, 8 (1), 2017

Jidan Ahmad Fadilah dkk, MAdzhab Dan Istinbath Hukum, Al-HIIkmah: Jurnal Studi
Agama-Agama 7(2), 2021

Firda Noor Safitri, dkk, titik temu dari sebuah perbedaan: analisis perbedaan Madzhab-
Madzhab Fiqih, journal Islamic Education, 1(1), 2023

Abdur Rahman, Kodifikasi Hukum Islam”, (Jakarta: Rineka Cipta, 1993)

Karim, A. (2013). Pola Pemikiran Imam Syafi’i dalam Menetapkan Hukum Islam. Jurnal
Adabiyah, 13(2)

Madjid, Nurcholish. (Imam Syafi’i) Ar-Risalah. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993

Faruk Abu Zaid, Hukum Islam antara Tradisional dan Modernis, (Jakarta, Bulan
Bintang , 1986)

Jidan Ahmad Fadilah dkk, MAdzhab Dan Istinbath Hukum, Al-HIIkmah: Jurnal Studi
Agama-Agama 7(2), 2021

Anda mungkin juga menyukai