Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

MAZHAB MALIKI

D
I
S
U
S
U
N
OLEH:

NISA KASTURI 220106021


SYIFAK HUDA 220106014
NAZUA MAGHFIRA 220106030

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) AR-


RANIRY FAKULTAS SYARIAH DAN
HUKUM DARUSSALAM - BANDA ACEH
TAHUN AJARAN 2022/2023
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mazhab maliki didirikan oleh malik bin anas bin malik bin abi amir al- asbahi,
atau yang dikenal dengan nama imam malik, ia lahir di madinah pada 93 h dan wafat
pada 179 h. Imam malik adalah seorang ahli hadis dan fikih yang paling terpercaya. Ia
menguasai fatwa umar bin khathab, abdullah bin umar bin khathab, dan aisyah binti abu
bakar.
Pengagum imam malik memutuskan bahwa imam malik dulu berada dalam
kandungan ibunya selama 3 tahun. Tetapi tidak jelas apa alasannya imam malik semasa
hidupnya sebagai pejuang demi agama dan umat islam seluruhnya. Imam malik
dilahirkan pada zaman pemerintahan al-walid bin abdul malik al-umawi.
Pada awalnya, Imam Malik memfokuskan studinya pada ilmu hadis. Ia
mengarahkan perhatiannya pada fiqh ra’yu (penalaran) ahli Madinah yang
diterimanya. Corak ra’yudi Madinah adalah perpaduan antara nash-nash dan
berbagai maslahat. Imam Malik mengajar ilmu hadis di Masjid Nabawi. Ia juga
memberikan fatwa terhadap kasus yang sudah terjadi
Imam Malik tidak mau memberikan fatwa terhadap kasus yang belum
pernah terjadi, walaupun hal tersebut diramalkan akan terjadi. Ia juga tidak ingin
memutuskan fatwa terkait wewenang hakim. Dalam menanggapi pemikiran yang
berbeda dalam masalah akidah, sang ulama besar itu selalu menggunakan fikih
danhadis sebagai jalan keluarnya.
Kitab terbesar Imam Malik adalah Al-Muwatta’, yaitu kitab hadis pertama
yang pernah disusun. Kitab ini berisi hadis-hadis dalam tema fikih yang pernah
dibahas Imam Malik, seperti praktik penduduk Madinah, pendapat tabiin, dan
pendapat sahabat tabiin yang ditemuinya.
Menurut Ensiklopedi Islam, Alquran menjadi dasar istinbatmazhab ini.
Seperti halnya mazhab yang lain, Alquran menjadi dasar utama syariat dan hujah
mazhab Maliki. Imam Malik mengambil dari nas yang tidak menerima takwil
dan mengambil bentuk lahirnya. Dasar keduanya adalah Sunah. \
Sunah yang diambil oleh Imam Malik untuk mazhabnya adalah sunah
mutawatir, yaitu yang diriwayatkan oleh suatu golong an kepada orang banyak
yang diyakini tidak akan membuat kesepakatan bohong atau dusta, sunah
masyhur, dan khabar ahad.
Dasar ketiga dari mazhab yang tersebar di Hedjaz ini adalah praktik
penduduk Madinah yang dipandang sebagai hujah, apabila praktik tersebut
benar-benar dinukilkan oleh Nabi Muhammad SAW. Imam Malik mencela ahli
fikih yang tidak mau mengambil praktik penduduk Madinah, bahkan
menyalahinya. Sebagai dasar keempat, Imam Malik mengambil fatwa sahabat. Ia
memandang fatwa ini wajib dilaksanakan karena tidak mungkin mereka
melakukan hal tersebut tanpa perintah dari Rasulullah. Qiyas menjadi dasar
kelima dari mazhab Imam Malik yang lahir di Madinah ini. Ia mengambil qiyas
dalam pengertian umum yang merupakan penyamaan hukum perkara. Dasar
terakhir yang dipakai adalah az-zara'i, yaitu sarana yang membawa pada hal
haram akan menjadi haram dan sebaliknya.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah untuk tentang:
1. Bagaimana biogarafi mahdzab Maliki?
2. Apa metodologi ijtihad hukum Mazhab Maliki?
3. Apa saja dasar-dasar istibad hukum Mazhab Maliki?
4. Bagaimana sejarah perkembangan mazhab Maliki?
5. Apa saja karya-karya dari Imam Maliki?
6. Siapa saja murid-murid Imam Maliki?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dalam makalah ini adalah:
a. Untuk mengetahui biogarafi mahdzab Maliki.
b. Untuk mengetahui metodologi ijtihad hukum Mazhab Maliki.
c. Untuk mengetahui dasar-dasar istibad hukum Mazhab Maliki.
d. Untuk mengetahui sejarah perkembangan mazhab Maliki.
e. Untuk mengetahui karya-karya dari Imam Maliki.
f. Untuk mengetahui siapa saja murid-murid Imam Maliki.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Imam Malik

Mazhab Maliki merupakan mazhab fikih dalam Islam yang masih bertahan
hingga hari ini. Dirintis oleh Imam Malik bin Anas (wafat 179 H.) di Madinah.
Pengikutnya menyebar ke Mesir, Tunisia, Maroko hingga Spanyol.
Imam Malik adalah imam kedua dari empat imam dalam islam, dari segi
umur beliau lahir 13 tahun sesudah Abu Hanifah.Nama lengkapnya adalah Abu
Abdullah Malik Ibn Anas Ibn Malik Ibn Abi Amir Ibn Amir bin Haris bin
Gaiman bin Kutail bin Amr bin Haris al-Asbahial-Humairi. Beliau merupakan
imam dar Al-Hijrah. Nenek moyang mereka berasal dari Bani Tamim bin Murrah
dari suku Quraisy. Malik adalah saudara Utsman bin Ubaidillah At-Taimi,
saudara Thalhah bin Ubaidillah.Beliau lahir diMadinah tahun 93 H, beliau
berasal dari keturunan bangsa Himyar, jajahan Negeri Yaman.
Ayah Imam Malik adalah Anas Ibn Malik Ibn Abi Amir Ibn Abi Al-Haris
IbnSa’adIbn Auf Ibn Ady Ibn Malik IbnJazid.Ibunya bernama Siti Aliyah binti
SyuraikIbn Abdul Rahman IbnSyuraik Al-Azdiyah. Ada riwayat yang
mengatakan bahwa Imam Malik berada dalam kandungan ibunya selama 2 tahun
ada pula yang mengatakan sampai 3 tahun. Imam Malik Ibn Anas dilahirkan saat
menjelang periode sahabat Nabi SAW di Madinah.Tidak berbeda dengan Abu
Hanifah, beliau juga termasuk ulama zaman, ia lahir pada masa Bani Umayyah
tepat pada pemerintahan Alwalid Abdul Malik (setelah Umar ibn Abdul Aziz)
dan meninggal pada zaman Bani Abbas, tepatnya pada zaman pemerintahan Al-
Rasyud (179 H).1 Imam Malik menikah dengan seorang hamba yang melahirkan
3 anak laki- laki (Muhammad, Hammad dan Yahya) dan seorang anak
perempuan (Fatimah yang mendapat julukan Ummal-Mu’minin). Menurut Abu
Umar, Fatimah temasuk di antara anak-anaknya yang dengan tekun mempelajari
dan menghafal dengan baik Kitab al-Muwatta’.

1
Ahmad Asy-Syurbasi, Sejarah dan Biografi 4 Imam Madzhab, (Jakarta: PT. Bumi Aksara,
1993), cet, II, h. 71
Hidup pada dua masa yang penuh gejolak, Imam Malik tetap dapat
memperoleh pendidikan yang baik di kota Madinah. Madinah menjadi tempat
belajar Imam Malik, tak ada yang lain. Sebab, Madinah telah menjadi pusat
pengembangan ilmu pengetahuan Islam. Justru orang-orang dari luar Madinah
harus datang ke kota tersebut untuk belajar tentang Islam. Ketekunan Imam
Malik mengantarkannya menjadi ulama kharismatik yang menarik perhatian
banyak orang. Baik dari kota Madinah maupun luar Madinah.

B. Metode Ijtihad Imam Maliki

Dalam mengembangkan ijtihad dan membangun madzhabnya, Imam Malik


berpedoman pada beberapa sumber, yaitu al-Qur‟an, sunnah, ijma para sahabat,
qiyas, mashâlih mursalah, istishâb, syaddudz dzari‟ah, dan syar‟u man qablana
yang menjadi landasan fiqih Maliki. Beliau menjadikan al-Qur’an sebagai
sumber pertama dan beliau mendahulukannya dari dalil-dalil yang lain. Beliau
mensyaratkan bagi orang-orang yang menafsirkan al-Qur‟an hendaklah seorang
yang alim dalam bahasa Arab dan ilmuilmu lainnya. Beliau juga tidak mau
menerima cerita Israiliyat dimasukkan ke dalam tafsir al-Qur’an. Demikian juga
sunnah menurut susunan Mutawatir, Masyhur dan Ahad, lalu susunan nash-
nashnya, dzahirdzahirnya dan mafhum-mafhumnya. Beliau menjadikan
rangkaian sunnah ini sebagai sumber hukum yang kedua, karena bagi Imam
Malik sunnah adalah penafsir al-Qur’an dan penjelas baginya. Peran sunnah
(hadits) sangat penting bagi Imam Malik.2
Beliau adalah seorang yang sangat alim dalam ilmu hadits. Beliau sampai
pada tingkat ini karena sangat tekun dalam mempelajari ilmu hadits danbeliau
sangat hati-hati dalam meriwayatkan hadits. Ketika sampai berumur tujuh belas
tahun, beliau diangkat menjadi pengajar hadits setelah gurugurunya mengakui
ilmu hadits dan fiqihnya. Diriwayatkan bahwa beliau berkata, “Aku tidak akan
duduk mengeluarkan fatwa dan hadits, hingga 70 guru dari ahli ilmu mengakui
keilmuanku bahwa aku diperkenankan untuk berfatwa dan mengajarkan hadits”.

2
Aga, Nur hadi. Sejarah Fiqih Islam. Jakarta: pustaka Al-kautsar, 2003.
Apabila Imam Malik hendak mengajarkan hadits, maka beliau mandi
terlebih dahulu, memakai pakaiannya yang terbaik dan memakai wewangian,
tentang hal ini beliau ditanya, maka beliau menjawab, “Saya menghormati hadits
Rasulullah.Apabila seseorang mengeraskan suaranya di majlisnya ia berkata,
“Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan
suaramu melebihi suara nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan
suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap sebagian
yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidak
menyadari.” (QS. Al-Hujurât:2) Barangsiapa mengeraskan suaranya ketika
mempelajari dan mendengar hadits Rasulullah, maka seakan-akan mengeraskan
suaranya lebih keras di atas suara Rasulullah. Beliau memiliki kharisma yang
tinggi hingga tak seorang pun yang berani berbicara di majlisnya. Al-Waqidi
berkata, “Majlis Imam Malik adalah majlis yang tenang dan santun, beliau
adalah orang terkenal dan pandai.
Tidak ada di majlisnya suatu perkataan yang tidak berguna dan suara keras.
Apabila ada yang bertanya tentang sesuatu maka ia jawab si penanya tersebut
tanpa mengatakan dari mana ia berpendapat yang demikian itu.” Ijma‟ menjadi
sumber ketiga ketika tidak ada dalam alQur’an dan sunnah mutawatir. Ijma‟
menurut Imam Malik adalah perkara-perkara yang disetujui oleh ulama fiqih dan
ahli ilmu pengetahuan. Ketika tidak ada semua yang pokok ini maka
menggunakan qiyas dan mengistimbatkan darinya. Setelah menjelaskan hal itu
dan berhujjah dengannya Qadhi Iyadh berkata, “Bila Anda perhatikan pertama
kali sikap para imam dan sumber pengambilan mereka dalam fiqih dan
ijtihadnya dalam syara‟, niscaya Anda dapati Imam Malik menempuh cara ini
dalam ushul fiqihnya.
Susunannya adalah salah satu mendahulukan al-Qur’an dari pada sunnah,
mendahulukan sunnah dari pada qiyas dan I’tibar. Meningggalkan qiyas terhadap
sesuatu yang orang-orang arif terpercaya tidak melakukannya, atau dengan apa
yang mereka lakukan. Mendapati sesuatu dari mayoritas penduduk Madinah
yang telah melakukan yang lainnya dan menyelisihinya, kemudian beliau
menempuh cara Salafussalih dalam menghadapi berbagai kesulitan. Dia
mengutamakan ittiba (mengikuti pendapat ulama dengan mengetahui
sumbernya) dan tidak menyukai ibtida “(kreasi).” Dari apa yang diceritakan
Qadhi Iyadh di atas, dapat di paham
bahwa Imam Malik secara umum mengikuti cara orang-orang Hijaz
dengan menetapkan atsar selagi memungkinkan dan tidak menyukai perluasan
masalah dan memaparkannya sebelum terjadi. 3
Dengan penguasaan ilmu dan metode ijtihadnya ini, Imam Malik menjadi
seorang ulama yang terkenal di belahan bumi, orang-orang dari setiap pelosok
berdatangan kepadanya dan mereka berdesak-desakan di majlisnya dan
berkumpul untuk menuntut ilmu. Beliau memberi fatwa dan mengajar orang-
orang kira-kira 70 tahun. Para ulama sepakat atas ketokohannya, kemuliaan,
agama, wara‟, dan pegangannya terhadap sunnah. Imam asy-Syafi‟i pernah
berkata, “Imam Malik adalah hujjah Allah terhadap makhluk-Nya.” Ibnu Mahdi
berkata, “Saya tidak melihat orang yang lebih sempurna akalnya dan lebih takwa
daripada Imam Malik.” Hamad bin Salamah berkata, “Seandainya ada yang
berkata padaku, “Pilihlah dari umat Muhammad sebagai seorang imam, niscaya
aku akan melirik Imam Malik untuk memposisikannya di jabatan itu dan sebagai
ahlinya.”

3
Zuhri, Ir. Muh. Hukum Islam dalam Lintasan Sejarah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996.
C. Dasar-Dasar Istibad Mazhab Maliki

Mazhab maliki berbeda daripada tiga mazhab yang lain kerana terdapat
tambahan kepada sumbernya. Selain menggunakan Al Qur‟an, hadis, ijma‟ dan
qiyas, Imam Maliki juga menggunakan amalan orang Islam Madinah pada
zamannya itu sebagai sumber tambahan. Dasar-dasar pokok dari Mazhab Maliki
yaitu berpegang pada:

1. Al-Qur’an
Di dalam berhujjah dengan Al-Qur’an, Imam Malik mengambil nash Al-
Qur’an, mengambil dhahirnya, mengambil mafhumnya mengambil
mafhum mukhalafahnya yang dinamakan dalil serta mafhum
muwafaqohnya. Imam Malik membedakan pengertian kandungan nash
dengan pengertian dalil nash.
2. Sunnah
Menggambi dari As-Sunnah atau al Hadits Shahih. Dalam hal ini
pegangannya adalah muhadits-muhadits besar dari ulama Hijaz
3. Amal Ahli Madinah
Dasar ini merupakan ciri dari madzhab Malik karena berbeda dengan
madzhab lain. Al-Qorafi juga memberikan komentar bahwa amal ahli
Madinah yang dimaksud malik yang didahulukan atas kabar ahad ialah
amal yang hadits.
4. Sahabat
Jika hukum masalah tidak ditentukan dalam sumber-sumber tersebut di
atas, maka merujuk kepada pendapat sahabat dengan alasan, Madinah
adalah tempat Rasulullah berhijrah dari Mekkah dan disitu Rasulullah
SAW berdomisili menyampaikan ajaran agama. Kepada para sahabat yang
tinggal di negeri tersebut bergaul lama dengan Rasulullah dan banyak
mengetahui latar belakang turunnya ayat, sehingga praktekpraktek
keagamaan para sahabat menurut Imam Malik tidak lain adalah praktek-
praktek yang diwarisi Rasulullah SAW. Imam Malik memandang fatwa
sahabi sebagai suatu dasar fiqh merupakan hujjah sebagai cabang sunnah. 4
5. Qiyas dan Maslah Mursalah.
Menurut Imam Malik qiyas adalah menyamakan hukum masalah yang
tidak ada hubungannya dalam teks alQur’an dan sunnah dengan hukum
masalah yang terdapat hukumnya dalam salah satu atau kedua. Imam
Malik dan Imam Ahmad serta para pengikutnya berpendapat bahwa
Istishlah adalah cara yang diakui syari’at untuk menyimpulkan hukum
yang tidak ada nash dan ijma’. Dan maslahat yang dianggap sah untuk
ditentukan menjadi hukum syari’at ialah maslahat yang syari’at Tidak
4
Syaikh Ahmad Farid, 60 Biografi Ulama Salaf, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2006), Cet. I,
h.260
mempunyai ketentuan.
6. Stihsan
Menurut Imam Maliki, AlIstihsan adalah mengambil maslahah yang
merupakan bagian dalam dalil yang bersifat kully (menyeluruh) dengan
mengutamakan al-istidlal al-mursal daripada qiyas. Dari Ta‟rif di atas,
jelas bahwa AlIstihsan lebih mementingkan maslahah juz’iyyah atau
maslahah tertentu dibandingkan dengan dalil kully atau dalil yang umum
atau dalam kata lain sering dikatakan bahwa AlIstihsan adalah beralih dari
satu qiyas ke qiyas yang lain yang dianggap lebih kuat dilihat dari tujuan
syari‟at diturunkan. Tegasnya, alistihsan selalu melihat dampak sesuatu
ketentuan hukum, jangan sampai membawa dampak merugikan tapi harus
mendatangkan maslahah atau menghindari mudarat, namun bukan berarti
Al-Istihsan adalah menetapkan hukum atas dasar ra’yu semata, melainkan
berpindah dari satu dalil ke dalil yang lebih kuat yang kandungannya
berbeda. Dalil kedua ini dapat berwujud ijma’,‘urf atau AlMashlahah al-
mursalah.
7. Al-Mashlahah al- Mursalah
Al-Mashlahah Al-Mursalah Adalah maslahah yang tidak ada
Ketentuannya, baik secara tersurat atau Sama sekali tidak disinggung oleh
Nash, dengan demikian maka AlMashlahah Al-Mursalah itu kembali
Kepada memelihara tujuan syar’iat Diturunkan. Para ulama yang
berpegang Kepada Al-Mashlahah al-Mursalah Sebagai dasar hukum,
menetapkan Beberapa syarat untuk dipenuhi Sebagai :
1) Mashlahah itu harus benar-benar merupakan maslahah Penelitian
yang seksama, bukan sekedar diperkirakan secara sepintas saja.
2) Mashlahah itu harus benar-benar merupakan maslahah yang
bersifat umum, bukan sekedar maslahah yang hanya berlaku untuk
orangorang tertentu.
3) Mashlahah itu harus benar-benar merupakan maslahah yang
bersifat umum dan tidak bertentangan dengan ketentuan nash atau
ijma'
D. Sejarah Perkembangannya
Ada 3 hal yang membantu perkembangan mazhab Maliki
Pertama, pemikiran Imam Malik terkodifikasi dengan baik. Imam Malik
menulis kitab yang memuat pandangan-pandangan fikihnya. Salah satunya adalah
kitab Al-Muwaththa', yang berisi hadis-hadis Nabi Muhammad SAW. dan fatwa
para sahabatnya yang menjadi dasar fatwa Imam Malik. Karena isinya didominasi
hadis-hadis Nabi, banyak pihak yang menyebut Al-Muwaththa' sebagai karya
bidang hadis dibanding sebuah karya dalam fikih. Karya lain Imam Malik adalah
kitab Al-Mudawwanah. Kitab ini membuat fatwa-fatwa Imam Malik yang
mencapai kurang lebih 6200 fatwa, yang disusun dengan sistem berdasar tema-
tema fikih seperti yang dikenal saat ini. Jika kitab-kitab tersebut diamati, dengan
mudah kita menemukan jawaban mengapa mazhab Malik sering dijuluki dengan
mazhab Ahlul Atsar atau Ahli Hadis. Seringkali sebutan ini dibandingkan dengan
mazhab Ahlur Ra'yi, yang merujuk kepada Mazhab Hanafi. Dalam beberapa abad,
mazhab Maliki dan mazhab Hanafi bersaing memperebutkan pengaruh
masyarakat Muslim seperti dapat ditemukan di Afrika Utara dan Andalusia.
Kedua, murid-murid Imam Malik berdedikasi menyebarkan fatwa dan
metode berfikir mazhab. Abu Zahrah dalam buku Tarikh Al-Madzahib Al-
Islamiyyah mencatat di antara murid Imam Malik yang berjasa menyebarkan
mazhabnya ke Mesir adalah Usman bin Hakam Al-Judzami (w. 163 H.),
Abdurrahman bin Al- Qasim (w. 191 H.), dan Abdurrahim bin Khalid (w. 163 H.).
Usman bin Hakam Al-Judzami membawa fikih aliran Maliki ke Mesir. Usaha
menyebarkan Mazhab Maliki dilanjutkan Abdurrahman bin Al-Qasim. Pada era
Abdurrahman bin Al-Qasim, Mazhab Maliki berhasil menggeser dominasi
Mazhab Hanafi yang terlebih dahulu berkembang. Pada tahun 200 Hijriah,
Mazhab Syafi'i menggeser dominasi Mazhab Maliki. Sekalipun bersaing dengan
Mazhab Syafi'i, pengaruh Mazhab Maliki masih cukup kuat dibanding Mazhab
Hanafi. Keduanya menjadi dua mazhab yang paling banyak dianut di Mesir. Al-
Maqrizi mencatat kedua mazhab ini selalu menjadi rujukan umat muslim di Mesir.
Ulama kedua mazhab mengisi posisi-posisi penting dalam kehakiman.
Ketiga, keterlibatan penguasa dalam penyebaran mazhab. Hal ini dapat
dipotret dalam perkembangan Mazhab Maliki di wilayah Afrika Utara, dan
Andalusia. Wailayah Afrika Utara, seperti Tunisia dan sekitarnya pada mulanya
didominasi pengikut Mazhab Hanafi. Belakangan, pengaruhnya digeser oleh
Mazhab Maliki. Mazhab Maliki mencapai puncak pengaruhnya ketika Al-Mu'izz
bin Badis (W. 454 H.) menguasai Tunisia dan sekitarnya. Keterlibatan kekuasaan
dalam penyebaran Mazhab Maliki juga terjadi di Andalusia. Abu Zahra mencatat,
Yahya bin Yahya Al-Laitsi (w. 234 H.), murid Imam Malik punya hubungan
dekat dengan penguasa Dinasti Umayyah di Andalusia. Beliau diangkat menjadi
hakim berpengaruh. Pengangkatan hakim baru selalu melalui rekomendasi beliau.
Sampai saat ini, Mazhab Maliki masih mendominasi praktik keagamaan umat
Islam di Afrika Utara dan pantai barat Afrika, Maroko. Di antara praktik
keagamaan yang dipengaruhi Mazhab Maliki di negeri tersebut adalah
penggunaan batu sebagai media bersuci dan azan tiga kali sebelum salat. Di setiap
masjid hampir selalu ada batu yang disediakan untuk tayamum, cara mensucikan
diri ketika tidak ada air untuk wudu. Dalam Mazhab Syafi'i, yang banyak dianut
masyarakat muslim di Indonesia, tayamum hanya boleh dengan menggunakan
debu. Sedangkan dalam Mazhab Maliki mengizinkan tayamum dengan benda-
benda yang berasal dari bumi seperti batu. Sebelum salat wajib, azan
dikumandangkan tiga kali. Praktik ini termasuk masalah khilafiyah (perbedaan
pendapat) bahkan di kalangan ulama Mazhab Maliki. Sebagian ulama Mazhab
Maliki menggolongkannya dalam amalan bidah. Sebagian lain membolehkan
dengan sejumlah argumen. Salah satunya, penambahan azan dalam pelaksanaan
salat Jumat. Rujukannya sejarah Islam. Pada masa Nabi Muhammad, salat Jumat
dimulai dengan dua kali azan. Namun, pada masa Usman bin Affan, ditambahkan
satu azan lagi yang sering disebut "azan ketiga". Selain itu, pada masa Nabi saw.
beliau memerintahkan tiga orang muazin untuk mengumandangkan azan. Ada
kemugkinan ketiganya mengumandangkan azan secara berurutan atau secara
bersamaan. Dengan demikian, praktik semacam ini telah berlangsung sejak masa
Rasulullah SAW.5

5
Moenawir Khalil, Biografi Emapat Serangkai Imam Madzhab, (Jakarta; Bulan Bintang), Cet. VII,
h. 84
E. Karya Imam Maliki

1. Al-Muwatta’.

2. Kitab ‘Aqdiyah

3. Kitab Nujum, Hisab Madar al-Zaman, Manazilal ‘Qamar.

4. Kitab Manasik.

5. Kitab Tafsir li Gibran Al-Qur’an.

6. Ahkam Al-Qur’an.

7. Al-Munawanahal-Kubra.

8. Tafsir Al-Qur’an.

9. Kitab Masa’ Islam.

10. Risalah ibn Matruf Gassam

11. Risalah ilaal-Lais.

12. Risalah ila ibn Wahb


Namun, dari beberapa karya tersebut yang sampai kepada kita hanya dua
yakni, al-Muwatta’ dan al-Mudawwanahal- Kubra. Kitab ini sudah disyarahi oleh
Muhammad Zakaria al-Kandahlawi dengan judul AuzhazalMasalikilaMuwatta’
Malik, dan Muhammad ibn ‘Abd al-Baqi al-Zarqani dengan judul Syarhal-Zarqani
‘al-Muwatta’ al- Imam Malik, dan Jalal al-Din ‘Abd al-Rahman al-Suyuthial-
Syafi’i yang berjudul Tanwir al-HawalikSyarh ‘al-Muwatta’ Malik.6

6
Huzaemah Thido Yanggo, Pengantar Perbandingan Madzhab, (Jakarta: Logos, 1997)
F. Murid-Murid Imam Malik
Imam Malik mempunya banyak sekali murid yang terdiri dari para ulama’.
QodhiIlyad menyebutkan bahwa lebih dari 1000 orang ulam’ terkenal yang
Menjadi murid Imam Malik, diantaranya: Muhammad bin Nuskimal-Auhri,
Rabi’ah bin Abdurrahman, Yahya bin zsaidal-Anshori, Muhammad bin Ajlal,
Salim bin Abi Umayah, Muhammad bin Abdurrahman bin Abi Ziab, Abdul Malik
bin Juraih, Muhammad bin Ishaq dan Sulaiman bin Mahram al-Amasi.
Imam Malik terkenal dengan sikapnya yang berpegang kuat kepada AsSunnah,
amalan ahli Madinah, al-Mashalial-Mursalah, penadpat sahabat jika sah sanadnya
dan al-istihsan. Murid-murid Imam Malik ada yang datang dari mesir, Afrika
Utara, dan Spanyol. Tujuh orang yang termasyhur dari mesri adalah: 7

1. Abu Abdullah, Abdurrahman ibnuk Qasim (meninggal di mesir pada tahun


191 H). Dia belajar ilmu fiqih dari Imam Malik selama 20 tahun dan
alLaits bin Sa’ad seorang ahli fiqih Mesir (meninggal tahun 175 H).
Abuabdullah adalah seorang mujtahid mutlak. Yahya bin Yahya
menganggapnya sebagai seorang seseorang yang paling alim tentang ilmu
Imam Malik dikalangan sahabatnya, dan orang yang paling amah terhadap
ilmu Imam Malik.
2. Abu Muhammad, Abdullah bin Wahb bin Muslim (dilahirkan pada
tahun125 H dan meninggal tahun 197). Dia belajar dari Imam Malik
selama 20tahun. Setelah itu, dia mengembang madzhab Maliki di Mesir.
Dia telah melakukan usaha yang serius untuk membukukan madzhab
Maliki. ImamMalik pernah menulis surat kepadanya dengan menyebut
gelar “Fiqih Mesir” dan “abu Muhammad al-Mufti”. Dai juga pernah
belajar ilmu fiqih dari al-Laits bin Sa’ad. Dia juga seorang ahli hadits yang
dipercaya dan mendapat julukan “Diwan Ilmu”.
3. Asyhab bin Abdul Aziz al-Qaisi, dilahirkan pada tahun yang sama dengan
imam syafi’i, yaitu pada tahun 150 H, dan meninggal pada tahun 204 H.
Kelahirannya terpaut sebilan belas hari setelah imam Syafi’i lahir.
Daitelah mempelajari ilmu fiqih dari Imam Malik dan al-Laits bin Sa’ad.
4. Abu Muhammad Abdullah bin Abdul Hakam. Meninggal pada tahun
214H. Dia merupakan orang yang paling alim tentang pendapat Imam
Malik. Dia menjadi pemimpin madzhab Maliki steahAsyhab.
5. AsbaghibnulFarjal-Umawi dikaitkan dengan bani Umayyah karena ada
hubungan hamba sahaya. Dia meninggal pada tahun 225 H. Dia belajar

7
Abdur Rahman, Syariah Kodifikasi Hukum Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), cet. I, h.
44
fiqih kepada Ibnul Qasim, Ibnu Wahb, dan Asyhab.
6. Muhammad bin Abdullah ibnul Hakam. Dia meninggal pada tahun 268 H.
Dia menuntut ilmu, khususnya fiqih kepada ayahnya dan juga kepada
ulama madzhab Maliki pada zamannya, dia juga belajar kepada
imamSyafi’i
7. Muhammad bin Ibrahim al-askandari bin ziyad yang terkenal dengan
ibnulMawaz (meninggal pada tahun 269 H). Dia belajar ilmu fiqih kepada
ulama semasanya sehingga dia mumpuni dalam bidang fiqih dan fatwa.
BAB III
KESIMPULAN

Ada beberapa pokok pikiran dalam madzhab Maliki, di antaranya adalah


bahwa amal/perbuatan Penduduk Madinah dijadikan sebagai hujjah bagi Imam
Maliki dan didahulukan daripada Qiyas dan Khabar Ahad, karena menurutnya
Amal Penduduk Madinah itu lebih kuat daripada keduanya karena perbuatan
mereka berkedudukan sebagai riwayat mereka dari Rasulullah dan riwayat
jama‟ah dari jama‟ah itu lebih utama didahulukan daripada riwayat individu dari
individu.
Imam Malik mendahulukan beramal dengan Mashalih Al-Mursalah yaitu
kemaslahatan-kemaslahatan yang tidak diperlihatkan oleh syara‟ kebatalannya
dan tidak pula disebutkan oleh nash tertentu dan dikembalikan pada pemeliharaan
maksud syara‟ yang keadaan maksudnya dapat diketahui dengan al-Qur‟an,
Sunnah, Ijma dan tidak diperselisihkan mengikutinya kecuali ketika terjadi
pertentangan dengan maslahat lain. Contoh: Imam Malik berpendapat
membolehkan memukul orang disangka pencuri agar mengakuinya dan oleh
ulama yang lainnya berselisih dengannya, karena kemaslahatan ini bertentangan
dengan kemaslahatan lain, yaitu kemaslahatan orang yang dipukul. Karena
barangkali ia benar-benar tidak mencuri, dan tidak memukul orang yang berdosa
lebih ringan dosanya daripada memukul orang yang tidak bersalah. Meskipun bila
benar adanya maka terbukalah kesulitan penyerahan harta, namun dalam
memukul juga pintu penyiksaan orang yang tidak bersalah
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Asy-Syurbasi, Sejarah dan Biografi 4 Imam Madzhab,


(Jakarta: PT. Bumi Aksara, 1993), cet, II, h. 71
Aga, Nur hadi. Sejarah Fiqih Islam. Jakarta: pustaka Al-kautsar,
2003.
Zuhri, Ir. Muh. Hukum Islam dalam Lintasan Sejarah. Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 1996.
Syaikh Ahmad Farid, 60 Biografi Ulama Salaf, (Jakarta: Pustaka
al-Kautsar, 2006), Cet. I, h.260
Moenawir Khalil, Biografi Emapat Serangkai Imam Madzhab,
(Jakarta; Bulan Bintang), Cet. VII, h. 84
Huzaemah Thido Yanggo, Pengantar Perbandingan Madzhab,
(Jakarta: Logos, 1997)
Abdur Rahman, Syariah Kodifikasi Hukum Islam, (Jakarta:
Rineka Cipta, 1993), cet. I, h. 44

Anda mungkin juga menyukai