Anda di halaman 1dari 13

Tugas Terstruktur Dosen Pengampu

Ulumul Hadist Dra. Hj. Noor


Ainah M. Fil. I

MUWATA’ MALIK, MUSNAD IMAM SYAFI’I, MUSNAD IMAM


AHMAD BIN HANBAL

Oleh:
Raudatul Jannah (220103030227)
Putri Aulia Rahmah (220103030218)
Nor Karimah (220103030003)
Zaini Gani (220103030251)
Nabilla Pahirah (220103030029)
Nazar Maulana (220103030196)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI BANJARMASIN

FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORAN

JURUSAN AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM

2023
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kitab Muwatta Malik, Musnad Imam Syafi'i, dan Musnad Imam Ahmad
bin Hanbal adalah tiga karya penting dalam disiplin ilmu hadis dalam tradisi
Islam. Ketiga kitab ini memiliki peran yang signifikan dalam mempelajari dan
memahami ajaran Islam serta praktik kehidupan Rasulullah dan para sahabatnya.
Kitab Muwatta Malik, yang ditulis oleh Imam Malik bin Anas (m. 795 M),
merupakan salah satu karya terawal dalam literatur hadis. Kitab ini memuat hadis-
hadis yang dikumpulkan dari berbagai sumber dan disusun secara teratur
berdasarkan tema-tema tertentu. Muwatta Malik juga mencakup masalah-masalah
fiqih (hukum Islam) dan memuat pendapat-pendapat ulama yang diakui pada
zamannya. Karena itulah, kitab ini juga dianggap sebagai salah satu sumber
penting dalam bidang fiqh.
Musnad Imam Syafi'i, yang disusun oleh Imam Muhammad bin Idris al-
Shafi'i (m. 820 M), adalah salah satu kitab hadis yang terkenal dalam mazhab
Syafi'i. Kitab ini memuat koleksi hadis-hadis yang disusun berdasarkan nama para
perawi hadisnya. Imam Syafi'i menekankan pentingnya mengetahui sanad (rantai
perawi) dalam memahami dan menetapkan keabsahan hadis. Dalam kitab ini,
Imam Syafi'i juga menyertakan komentar dan pendapat-pendapatnya sendiri
tentang hadis-hadis yang terkumpul.
Musnad Imam Ahmad bin Hanbal, yang dikompilasi oleh Imam Ahmad
bin Hanbal (m. 855 M), merupakan salah satu karya monumental dalam ilmu
hadis. Kitab ini memuat lebih dari 28.000 hadis yang disusun berdasarkan nama
para perawi, dengan sanad yang jelas. Imam Ahmad bin Hanbal dikenal sebagai
salah satu pakar hadis terbesar dalam sejarah Islam. Musnad ini menjadi sumber
yang sangat penting dalam mempelajari hadis-hadis Nabi Muhammad SAW dan
pendapat Imam Ahmad bin Hanbal sendiri tentang masalah-masalah hukum dan
ajaran Islam.
Ketiga kitab ini merupakan sumbangan yang berharga dalam mempelajari
ajaran Islam dan memahami praktik kehidupan Rasulullah dan para sahabatnya.

2
Mereka memberikan pandangan mendalam tentang agama Islam, hukum-
hukumnya, dan perkembangan pemikiran dalam tradisi Sunni. Kehadiran kitab-
kitab ini menjadi bukti penting tentang pentingnya ilmu hadis dan upaya para
ulama dalam menjaga keaslian dan keabsahan hadis-hadis Nabi Muhammad
SAW.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana biografi Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Hambali
2. Apa saja Kitab al-Muwatta, Musnad Imam Ahmad Hambali, dan Musnad
Imam Syafi’i
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui biografi Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Hambali
2. Mengetahui isi Kitab al-Muwatta, Musnad Imam Ahmad Hambali, dan
Musnad Imam Syafi’i

3
PEMBAHASAN
A. Biografi Imam Malik, Imam Syafi’I, dan Imam Ahmad bin Hanbal
1. Imam Malik
Nama lengkap Imam Malik yaitu Abu Abdullah Malik ibn Anas ibn
Malik ibn Abi Amir ibn Amr ibn Al-Haris ibn Ghaiman ibn Husail ibn Amr ibn
Al-Haris Al-Asbahi Al-Madani. Beliau lahir di kota Madinah, dari pasangan
Anas bin Malik dan Aliyah binti Surait, bangsa Arab Yaman. Terdapat
perbedaan pendapat tentang tahun kelahiran beliau di kalangan para sejarawan.
Ada yang menyatakan 90 H, 93 H, 94 H dan 97 H. Tetapi mayoritas sejarawan
lebih cenderung menyatakan beliau lahir tahun 93 H pada masa khalifah
Sulaiman bin Abdul Malik ibn Marwan dan meningeal pada tahun 1709 H. 1
Imam Malik menikah dengan seorang perempuan yang melahirkan tiga
anak laki-laki (Muhammad, Hammad, dan Yahya) dan seorang anak
perempuan (Fatimah yang mendapat julukan Umm Al-Mu’minin). Imam Malik
memiliki budi pekerti yang luhur, sopan, lemah lembut, suka menolong orang
yang kesusahan, dan suka berderma. Beliau juga termasuk orang yang pendian,
Tidak suka membual dan berbicara seperlunya sehingga dihormati oleh banyak
orang. Namun di balik sikapnya yang lembut, beliau memiliki kpribadian yang
sangat kuat, dan kokoh dalam pendirian. Beberapa hal yang bias menjadi bukti
: Pertama, penolakan Imam Malik untuk datang ke tempat penguasa (iatana),
Khalifah Harun Al- Rasyid, dan menjadi guru bagi keluarga mereka. Bagi
Imam Malik, semua orang yang membutuhkan ilmu harus datang kepada guru
dan ilmu tidak mendatangi muridnya serta tidak perlu secara eksklusif
disendirikan, meski mereka adalah penguasa. Kedua, Imam Malik prnah
dicambuk 70 kali oleh Gubernur Madinah Ja‟far ibn Sulaiman ibn Ali ibn
Abdullah ibn Abbas, paman dari khalifah Ja‟far Al-Mansur, mengikuti
pandangan Ja‟far ibn Sulaiman. Bahkan dalam sebuah riwayat diceritakan
Imam Malik didera dengan cemati, sehingga tulang punggungnya hamper
putus dan keluar dari lengannya dan tulang belakangnya hamper remuk.
1
M. Abdurrahman, MA. Studi Kitab Hadis (Yogyakarta : Penerbit TERAS, 2003) hlm, 2-
3

4
Setelah itu beliau diikat di atas punggung unta dan di arak keliling madinah,
supaya beliau malu dan mau mencabut fatwa-fatwanya yang berbeda dengan
penguasa, tetapi Imam Malik tetap menulaknya. Ketiga, meski tiga khalifah
(Ja‟far Al- Mansur(131-163 H); Al- Mahdi (163-173 H); dan Harun Al-
Rasyid(173-197 H) telah meminta Imam Malik menjadikan Al- Muwatta
sebagai kitab resmi Negara, namun tiga kali pula Imam Malik menolak
permintaan mereka.2
2. Imam Syafi’i
Nama lengkap Imam Syafi’i Abu Abdullah Muhammad bin Idris bin
Al-Abbas bin Utsman bin Syafi’i bin As-Sa‟ib bin Ubaid bin Abdu Yazid bin
Hasyim bin Al-Mutallib bin Abdu Manaf bin Qushai Al-Qurasy Al-Muthallibi
Asy-Syafi‟i Al-Hijazi Al- Makki. Beliau terhitung masih keluarga Rasulullah
SAW. yang keturunannya bertemu pada Abdu Manaf. 3 Imam Syafi‟i berasal
dari keturunan Quraisy dan Mutallib berdasarkan konsensus ulama dari semua
golongan. Ibunya bernama Azdariyyah. Beliau lahir pada tahun 150 H, yaitu
pada tahun Imam Abu Hanifah wafat. Ada juga yang berpendapat bahwa beliau
lahir pada hari Abu Hanifah wafat. Menurut Al-Baihaqi, penetapan kelahiran
Imam Syafi‟i bertepatan dengan hari meninggalnya Abu Hanifah tidak benar.
Pendapat yang masyhur dianut oleh jumhur ulama, beliau dilahirkan di
Ghazah. Ada juga berpendapat beliau dilahirkan di Asqalan. Kedua daerah
tersebut adalah wilayah suci yang diberkati Allah SWT. Jarak antara kedua
wilayah tersebut 2 marhalah dari Baitul Maqdis. Ia kemudian dibawa ke
Mekkah saat berusia 2 tahun dan wafat di Mesir pada tahun 204 H saat beliau
berusia 54 tahun.4
Setelah Imam Syafi’i belajar fiqih dari Muslim bin Khalid Az-Zanji dan
Imam Makkah lainnya, ia berangkat ke Madinah untuk belajar dari Abu
Abdullah Malik bin Anas dan perjalanannya itu kemudian menjadi terkenal

2
M. Abdurrahman, (Yogyakarta : Penerbit TERAS, 2003) hlm, 3-4
3
Abu Abdullah Muhammad bin Idris Asy-Syafi‟i, Musnad Imam Syafi’i (Jakarta: Pustaka
Azzam, 2008), hlm. 1
4
Abu Abdullah Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i, hlm. 2-5

5
lantaran sebuah tulisan monumental yang ditulisnya pada saat itu. Ketika
beliau sedang belajar dari Imam Malik, Imam Malik berkata kepadanya,
“Bertakwalah kepada Allah, karena akan terjadi sesuatu yang besar pada
dirimu.” Dalam riwayat lain, Imam Malik berkata kepadanya, “Allah telah
memberikan cahaya dalam hatimu, maka janganlah engkau padamkan dengan
maksiat”. Abdurrahman dan Yahya bin Sa‟id Al-Qathan pun sangat kagum
dengan kitab Ar-Risalah yang ditulisnya. Bahkan Al-Qathan dan Ahmad bin
Hanbal selalu mendoakan Imam Syafi’i lantaran kepeduliannya dalam
menegakkan ajaran agama.5
3. Imam Ahmad bin Hanbal
Nama lengkap beliau adalah Ahmad ibn Muhammad ibn Hanbal ibn
Hilal ibn Asad ibn Idris ibn Abdillah bin Hayyan ibn Abdillah bin Anas ibn
Awf ibn Qasit ibn Mazin ibn Syaiban ibn Zulal ibn Ismail ibn Ibrahim. Beliau
dilahirkan di kota Baghdad tepatnya di Maru/ Merv, pada bulan Rabiul Awal
tahun 164 H atau November 780 M. Beliau keturunan Arab dari suku Banu
Syaiban dan diberi laqab as-Syaibany dan diberi julukan Abu Abdillah.
Kakeknya Hanbal bin Hilal adalah Gubernur Sarakhs.6
Ahmad adalah anak tunggal, dan semenjak kematian ayahnya sang ibu
tidak menikah lagi meskipun banyak lelaki yang melamarnya. Hal itu karena
beliau ingin bias memfokuskan perhatian kepada Ahmad sehingga tumbuh
sebagaimana yang diharapkan. Beliau akhirnya tumbuh dan mendapatkan
pendidikan awalnya di Baghdad hingga usia 19 tahun. Sejak kecil beliau sudah
di sekolahkan kepada seorang ahli qira‟at. Pada umur yang masih muda juga
beliau sudah dapat menghafal Al-Quran. Beliau juga belajar hadis untuk
pertama kalinya kepada Abu Yusuf seorang ahl al-ra‟yi dan salah satu sahabat
Abu Hanifah.7

5
Abu Abdullah Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), hlm.9-
10
6
M. Abdurrahman, Studi Kitab Hadis, hlm. 25
7
M. Abdurrahman, Studi Kitab Hadis, hlm. 25-26

6
Tahun 183 H Ahmad ibn Hanbal pergi ke beberapa kota dalam mencari
ilmu. Dia pergi ke Kufah kemudian ke Basrah pada tahun 186 H ke Mekkah
pada tahun187H, ke Madinah Yaman pada tahun 197 H Syria dan
Masopotamia. Beliau menikah dan memiliki dua orang putra yang terkenal
dalam bidang hadis yaitu Salih dan Abdullah yang banyak menerima hadis dari
sang ayah dan memasukkan sejumlah hadis ke dalam kitab Musnad ayahnya.
Ahmad ibn Hanbal meninggal pada hari Jumat bulan Rabiul Awal tahun 241 H
(855 M) di kota Baghdad.8
B. Latar Belakang Penyusunan Kitab
1. Kitab al- Muwatta’ (Imam Malik)
Menurut Noel J. Coulson (dalam buku Hukum Islam dalam Perspektif
Sejarah) problem politik dan sosial keagamaanlah yang melatarbelakangi
penyusunan al-Muwatta‟. Pada masa transisi Daulah Umayyah-Abbasyiah
yang melahirkan tiga kelompok besar (Khawarij, Syiah-Keluarga Istana) yang
mengancam integritas kaum Muslim. Perbedaan-perbedaan pemikiran yang
berkembang khususnya dalam bidang hukum yang berangkat dari perbedaan
metode nash juga melahirkan konflik.9
Sedangkan menurut versi lain, penulisan al-Muwatta‟ dikarenakan
adanya permintaan khalifah Ja‟far al-Mansur atas usulan Muhammad ibn al-
Muqaffa‟yang sangat prihatin terhadap perbedaan fatwa dan pertentangan yang
berkembang saat itu dan mengusulkan kepada khalifah untuk menyusun
undang-undang yang menjadi penengah. Menurut versi lainnya, di samping
ingin menetralkan pertentangan pada saat itu, Imam Malik sebenarnya juga
memiliki keinginan yang kuat untuk menyusun kitab yang dapat memudahkan
umat dalam memahami agama.10
Mengenai penamaan kitab itu sendiri ada beberapa pendapat yang
muncul, pertama, sebelum kitab itu disebarluaskan Imam Malik telah
menyodorkan karyanya ini dihadapan 70 ulama fiqih Madinah dan mereka

8
M. Abdurrahman, Studi Kitab Hadis, hlm 26-28
9
M. Abdurrahman, Studi Kitab Hadis, hlm 7
10
M. Abdurrahman, Studi Kitab Hadis, hlm 7-8

7
menyepakatinya. Imam Malik berkata “Aku telah mengajukan kitab ku ini
kepada 70 ahli fiqih Madinah dan mereka menyetujuinya”. Pendapat kedua,
penamaan al-Muwatta karena kitab tersebut memudahkan banyak umat Islam
dalam memilih dan menjadikan pegangan hidup dalam beraktivitas dan
beragama. Ketiga, dinamakan Al-Muwatta karena merupakan perbaikan
terhadap kitab-kitab fiqh sebelumnya. Perbedaan pendapat ini terjadi karena
perbedaan sumber periwayatan dari satu sisi dan perbedaan cara
11
penghitungan.
Kitab Al-Muwatta adalah kitab hadis yang bersistematika Fiqh. Secara
eksplisit, tidak ada pernyataan yang tegas tentang metode yang dipakai Imam
Malik dalam menghimpun kitab Al-Muwatta. Namun secara implisit, metode
yang dipakai adalah metode pembukuan hadis berdasarkan klasifikasi hukum
Islam (abwab Fiqhiyyah) dengan mencantumkan hadis marfu’ dan maqtu’.
Imam Malik menggunakan tahapan-tahapan berupa penyeleksian terhadap
hadis yang disandarkan kepada Nabi, fatwa sahabat, fatwa tabi’in, Ijma’ dan
pendapat Iam Malik sendiri.12
Imam Malik mengemukakan empat kriteria dalam memgkritisi
periwayatan hadis, yaitu, periwayat bukan ahli maksiat, bukan ahli bid’ah,
bukan orang yang suka berbohong, dan bukan orang yang ahli ilmu namun tak
mengamalkan ilmunya.13
Pendapat As-Syafi’i tentang al-Muwatta mengatakan bahwa “Di dunia
ini tidak ada kita setelah al-Quran yang lebih shahih dari pada kitab Malik”.
Sedangkan al-Hafiz al-Muglatayi al-Hanafi mengatakan bahwa “Buah karya
Malik adalah kitab Shahih yang pertama kali”. Ibnu Hajar mengatakan bahwa
“Kitab Malik sahih menuurut Malik dan pengikutnya”. Dan ad-Dahlawi
menyatakan al-Muwatta adalah kitab yang paling sahih dan masyhur. 14
2. Kitab Musnad as-Syafi’i (Musnad Imam Syafi’i)

11
M. Abdurrahman, Studi Kitab Hadis, hlm 8-10
12
M. Abdurrahman, Studi Kitab Hadis, hlm 12-14
13
M. Abdurrahman, Studi Kitab Hadis, hlm 14
14
M. Abdurrahman, Studi Kitab Hadis, hlm 17

8
Salah satu kitab hadis yang masyhur pada abad kedua hijriyah adalah
kitab Musnad as-Syafi’i. Kitab ini tidak disusun oleh imam Syafi’i sendiri
melainkan oleh pengikutnya yaitu al-Asam yang menerima riwayat dari Rabi’
bin Sulaiman al-Muradi, dari as-Syafi’i. Hadis-hadis yang terdapat dalam
musnad as-Syafi’i merupakan kumpulan dari hadis-hadis yang terdapat dalam
kitabnya yang lain yaitu al-Umm.
Kitab ini merupakan kitab Fikih terbesar di masanya yang membahas
berbagai persoalan lengkap dengan dalil-dalilnya, baik dari al-Quran, sunnah,
ijma’ dan qiyas. Ini adalah bukti bahwa keluasan ilmu Imam Syafi’i dalam
bidang fikih. Namun juga bias disebut kitab hadis karena dalil-dalil hadis yang
ia kemukakan menggunakan jalur periwayatan tersendiri sebagaimana
layaknya kitab-kitab hadis.15
Menurut Ahmad Amin al-Umm bukanlah karya langsung dari as-
Syafi’i namun merupakan karya muridnya. Sedangkan menurut Abu Zahrah
dalam al-Umm ada tulisan as-Syafi’i langsung, tetapi ada juga tulisan dari
muridnya. Namun, menurut riwayat termasyhur diceritakan bahwa kitab al-
Umm adalah catatan pribadi as-Syafi’i karena setiap pertanyaan yang diajukan
kepadanya ditulis, dijawab dan didiktekan kepada murid-muridnya. Oleh
karena itu ada pula yang mengatakan bahwa kitab itu adalah karya kedua
muridnya Imam al-Buwaiti dan Imam ar-Rabi. Tetapi pendapat ini menyalahi
ijma ulama yang mengatakan bahwa kitab ini adalah karya orisinal as-Syafi’i
yang memuat pemikiran-pemikirannya dalam bidang hukum.16
Hadis menurut as-Syafi’i bersifat mengikat dan harus ditaati
sebagaimana al-Quran. Bagi ulama sebelumnya konsep hadis sebelumnya tidak
harus disandarkan kepada nabi. Pendapat sahabat, fatwa tabi’in serta ijma’ ahli
Madinah dapat dimasukkan sebagai hadis.17
Kitab Musnad as-Syafi’i bukanlah termasuk dalam Sembilan kitab
sumber hadis standar. Para ulama menyepakati lima buah kitab sebagai kitab

15
M. Abdurrahman, Studi Kitab Hadis, hlm 294
16
M. Abdurrahman, Studi Kitab Hadis, hlm 295
17
M. Abdurrahman, Studi Kitab Hadis, hlm 297

9
sumber pokok yang dikenal dengan kutub al-Khamsah, yaitu Sahih al-Bukhari,
Sahih Muslim, Sunan abu Dawud, Sunan an-Nasa’i dan Sunan at-Tirmizi.
Dalam kitab al-Umm, as-Syafi’i banyak menggunakan hadis-hadis nabi
sebagai landasan baginya dalam mengambil istinbat hukum. Sebagai ulama
yang diberi gelar Nasir as-Sunnah, sudah tentu as-Syafi’i telah melakukan
penyaringan terhadap hadis-hadis yang dipakai.18
3. Kitab Musnad Imam bin Hanbal
Menurut ulama derajat kitab musnad berada di bawah kitab sunan.
Subhi as-Shalih menempatkan musnad Ahmad pada peringkat kedua sejajar
dengan Jami at-Tirmizi dan Sunan Abu Dawud. Peringkat pertama ditempati
oleh Sahih Bukhari dan Sahih Muslim serta Muwatta Imam Malik. Hadis-hadis
dalam kitab musnad disusun berdasarkan urutan nama perawi pertamanya.
Musnad Ahmad merupakan kitab termasyhur dan terbesar yang disusun
pada periode kelima perkembangan hadis yaitu pada abad ketiga hijriah. Kitab
ini melengkapi dan menghimpun kitab-kitab hadis sebelumnya dan merupakan
kitab yang dapat memenuhi kebutuhan muslim dalam hal agama dan dunia
pada masanya. Hadis-hadis yang terdapat dalam Musnad tersebut bukanlah
semua riwayat Ahmad namun sebagian merupakan tambahan dari anaknya
yang bernama Abdullah dan ada juga tambahan dari Abu Bakar al-Qat’i.19
Musnad tersebut memuat 40.000 hadis, kurang lebih 10.000 hadis di antaranya
berulang-ulang. Tambahan dari Abdullah sekitar 10.000 hadis dan beberapa
taambahan dari Ahmad bin Ja’far al Qatili.
Secara umum terdapat tiga penilaian ulama yang berbeda tentang
derajat hadis musnad Ahmad. Pertama, seluruh hadis yang terdapat di
dalamnya dapat dijadikan hujjah. Kedua, di dalam musnad terdapat hadis
sahih, da’if, dan maudu’.Ketiga, di dalam musnad terdapat hadis yang sahih
dan da’if yang mendekati derajat hasan.20
Berdasarkan sumbernya, terdapat 6 macam hadis-hadis yang terdapat di
dalam Musnad Ahmad, di antaranya: hadis yang diriwayatkan Abdullah dari
18
M. Abdurrahman, Studi Kitab Hadis, hlm 298
19
M. Abdurrahman, Studi Kitab Hadis, hlm 32
20
M. Abdurrahman, Studi Kitab Hadis, hlm 33

10
ayahnya, Ahmad ibn Hanbal, dengan mendengar secara langsung, hadis yang
didengar Abdullah dari ayahnya dan orang lain, hadis yang diriwayatkan
Abdullah dari selain ayahnya yang disebut oleh ahli hadis sebagai zawaid
(tambah-tambahan), hadis yang tidak didengar Abdullah dari ayahnya tetapi
dibacakan kepada sang ayah, hadis yang tidak didengar dan tidak dibacakan
Abdullah kepada ayahnya, tetapi Abdullah menemukannya dalam kitab sang
ayah yang ditulis dengan tangan, dan hadis yang diriwayatkan oleh Hafiz Abu
Bakar al-Qat’i.21
Pada perkembangannya, Musnad Ahmad disusun berdasarkan susunan
fiqh oleh Abdurrahman ibn Muhammad al-Banna yang terkena dengan As-
Sa’at dan dijadikan tujuh bagian. Musnad Ahmad tercatat sebagai Masterpiece
dalam khazanah literatur hadis.

21
M. Abdurrahman, Studi Kitab Hadis, hlm 33-34

11
KESIMPULAN
Kitab al-Muwatta’ disusun imam Malik atas usulan khalifah Ja’far al-
Mansur dan keinginan kuat dari dirinya yang berniat agar dapat memudahkan
umat Islam memahami agamanya. Kitab ini juga tidak hanya menghimpun hadis
nabi, tetapi juga memasukkan pendapat sahabat, qaul tabi’in, ijma’ ahlul Madinah
dan pendapat Imam Malik. Menurut Fuad Abdul Baqi, al-Muwatta’ memuat 1824
hadis dengan kualitas yang beragam dengan metode penyusunan hadis
berdasarkan klasifikasi hukum.
Salah satu kitab hadis yang masyhur pada abad kedua hijriyah adalah kitab
Musnad as-Syafi’i. Kitab ini tidak disusun oleh imam Syafi’i sendiri melainkan
oleh pengikutnya yaitu al-Asam yang menerima riwayat dari Rabi’ bin Sulaiman
al-Muradi, dari as-Syafi’i. Hadis-hadis yang terdapat dalam musnad as-Syafi’i
merupakan kumpulan dari hadis-hadis yang terdapat dalam kitabnya yang lain
yaitu al-Umm. Kitab ini merupakan kitab Fikih terbesar di masanya yang
membahas berbagai persoalan lengkap dengan dalil-dalilnya, baik dari al-Quran,
sunnah, ijma’ dan qiyas.
Menurut ulama derajat kitab musnad berada di bawah kitab sunan. Subhi
as-Shalih menempatkan musnad Ahmad pada peringkat kedua sejajar dengan Jami
at-Tirmizi dan Sunan Abu Dawud. Peringkat pertama ditempati oleh Sahih
Bukhari dan Sahih Muslim serta Muwatta Imam Malik. Hadis-hadis dalam kitab
musnad disusun berdasarkan urutan nama perawi pertamanya. Musnad Ahmad
merupakan kitab termasyhur dan terbesar yang disusun pada periode kelima
perkembangan hadis yaitu pada abad ketiga hijriah. Kitab ini melengkapi dan
menghimpun kitab-kitab hadis sebelumnya dan merupakan kitab yang dapat
memenuhi kebutuhan muslim dalam hal agama dan dunia pada masanya.

12
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, MA. Studi Kitab Hadis (Yogyakarta: Penerbit TERAS, 2003)
Abu Abdullah Muhammad bin Idris Asy-Syafi‟i, Musnad Imam Syafi’i (Jakarta:
Pustaka Azzam, 2008)

13

Anda mungkin juga menyukai