Anda di halaman 1dari 6

BIOGRAFI ULAMA AHLI HADIST

Khalifah ar-Rasyidin
1. Abu Bakr Ash-Shiddiq
2. Umar bin Al-Khaththab
3. Utsman bin Affan
4. Ali bin Abi Thalib Pembaiatan dilakukan pada tanggal 25 Zulhijah 33 H

Al-Abadillah
1. Abdullah bin 'Umar Radhiyallahu 'anhu (wafat 72 H)
2. Ibnu Abbas
3. Ibnu Az-Zubair
4. Ibnu Amr
5. Ibnu Mas’ud
6. Aisyah binti Abubakar
7. Ummu Salamah
8. Zainab bint Jahsy
9. Anas bin Malik
10. Zaid bin Tsabit
11. Abu Hurairah
12. Jabir bin Abdillah
13. Abu Sa’id Al-Khudri
14. Mu’adz bin Jabal
15. Abu Dzarr al-Ghifari
16. Sa’ad bin Abi Waqqash
17. Abu Darda’

Para Tabi’in
1. Sa’id bin aL-Musayyab (wafat 94 H)
2. Urwah bin Zubair
3. Sa’id bin Jubair
4. Ali bin Al-Husain Z.A
5. Muhammad
6. Ubaidullah
7. Salim
8. Al-Qasim
9. Al-Hasan Al-Bashri
10. Muhammad bin Sirin
11. Umar bin Abdul Aziz
12. Nafi’ bin Hurmuz
13. Muhammad
14. Ikrimah
15. Asy Sya’by
16. Ibrahim an-Nakha’iy
17. Alqamah

Para Tabi’ut tabi’in

1. Malik bin Anas lahir pada tahun 93 H Nama lengkapnya adalam Malik bin Anas Abi Amir al Ashbahi, dengan julukan Abu
Abdillah.

Ia lahir pada tahun 93 H, Ia menyusun kitab al Muwaththa, dan dalam penyusunannya ia menghabiskan waktu 40 tahun, selama
waktu itu, ia menunjukan kepada 70 ahli fiqh Madinah.

Kitab tersebut menghimpun 100.000 hadits, dan yang meriwayatkan al Muwaththa’ lebih dari seribu orang, karena itu naskahnya
berbeda beda dan seluruhnya berjumlah 30 naskah, tetapi yang terkenal hanya 20 buah. Dan yang paling masyur adalah
riwayat dari Yahya bin Yahyah al Laitsi al Andalusi al Mashmudi.

Sejumlah ‘Ulama berpendapat bahwa sumber sumber hadits itu ada tujuh, yaitu Al Kutub as Sittah ditambah Al Muwaththa’. Ada
pula ulama yang menetapkan Sunan ad Darimi sebagai gantiAl Muwaththa’. Ketika melukiskan kitab besar ini, Ibn Hazm
berkata,” Al Muwaththa’ adalah kitab tentang fiqh dan hadits, aku belum mnegetahui bandingannya.

Hadits hadits yang terdapat dalam al Muwaththa’ tidak semuanya Musnad, ada yang Mursal, mu’dlal dan munqathi. Sebagian
‘Ulama menghitungnya berjumlah 600 hadits musnad, 222 hadits mursal, 613 hadits mauquf, 285 perkataan tabi’in, disamping
itu ada 61 hadits tanpa penyandara, hanya dikatakan telah sampai kepadaku” dan “ dari orang kepercayaan”, tetapi hadits hadits
tersebut bersanad dari jalur jalur lain yang bukan jalur dari Imam Malik sendiri, karena itu Ibn Abdil Bar an Namiri menentang
penyusunan kitab yang berusaha memuttashilkan hadits hadits mursal , munqathi’ dan mu’dhal yang terdapat dalam al
Muwaththa’ Malik.

Imam Malik menerima hadits dari 900 orang (guru), 300 dari golongan Tabi’in dan 600 dari tabi’in tabi’in, ia meriwayatkan hadits
bersumber dari Nu’main al Mujmir, Zaib bin Aslam, Nafi’, Syarik bin Abdullah, az Zuhry, Abi az Ziyad, Sa’id al Maqburi dan
Humaid ath Thawil, muridnya yang paling akhir adalah Hudzafah as Sahmi al Anshari.

Adapun yang meriwayatkan darinya adalah banyak sekali diantaranya ada yang lebih tua darinya seperti az Zuhry dan Yahya
bin Sa’id. Ada yang sebaya seperti al Auza’i., Ats Tsauri, Sufyan bin Uyainah, Al Laits bin Sa’ad, Ibnu Juraij dan Syu’bah bin
Hajjaj. Adapula yang belajar darinya seperti Asy Safi’I, Ibnu Wahb, Ibnu Mahdi, al Qaththan dan Abi Ishaq.
An Nasa’I berkata,” Tidak ada yang saya lihat orang yang pintar, mulia dan jujur, terpercaya periwayatan haditsnya melebihi
Malik, kami tidak tahu dia ada meriwayatkan hadits dari rawi matruk, kecuali Abdul Karim”.

(Ket: Abdul Karim bin Abi al Mukharif al Basri yang menetap di Makkah, karena tidak senegeri dengan Malik, keadaanya tidak
banyak diketahui, Malik hanya sedikit mentahrijkan haditsnya tentang keutamaan amal atau menambah pada matan).

Sedangkan Ibnu Hayyan berkata,” Malik adalah orang yang pertama menyeleksi para tokoh ahli fiqh di Madinah, dengan fiqh,
agama dan keutamaan ibadah”.

Ia wafat pada tahun 179 H


Disalin dari Biografi Malik bin Anas ad Dibaj al Madzhab 17:30, Tahdzib at Tahdzib 10/5 karya Ibnu Hajar asqalani.

Shaza Studio
1. Al-Auza’i
2. Sufyan
3. Sufyan bin Uyainah
4. Al-Laits bin Sa’ad
5. Syu’bah ibn A-Hajjaj
6. Abu Hanifah An-Nu’man Abu Hanifah (wafat 150 H) Nama sebenarnya adalah An-Nu’man bin Tsabit bin Zutha. Ia bekas hamba sahaya Taimullah bin Tsa’labah al-
Kufi. Ia berasal dari Persia. Abu Hanifah seorang Tabi’in karena pernah melihat beberapa sahabat seperti Anas bin Malik, Sahl bin Sa’ad as-Sai’di, Abdullah bin Abi
Aufa dan Abu Thufail Amir bin Watsilah. Ia meriwayatkan dari sebagian mereka. Bahkan ada Ulama yang mengatakan bahwa ia meriwayatkan dari mereka. Abu
Hanifah belajar fiqh dan hadist dari ‘Atha’, Nafi’ ibn Hurmuz, Hammad bin Abi Sulaiman, Amr bin Dinar, dan lainnya. Yang meriwayatkan darinya adalah para
muridnya seperti Abu Yusuf, Zuhfar, Abu Muthi’ al-Balkhi, Ibnul Mubarak, al-Hasan bin Ziyad, Dawud at-Tha’I dan Waki’. Para Ulama memberi kesaksian akan
keluasan ilmu fiqh dan kekuatan Hujjah. Imam Syafi’I berkata:”Dalam hal ilmu Fiqh, ada pada Abu Hanifah”. Al-Laits bin Sa’ad berkata:” Aku pernah menghadap
Imam Malik di Madinah, lalu aku bertanya kepadanya:’ aku lihat anda mengusap keringat dikening anda.’. Malik menjawab:” Aku berkeringat bersama Abu Hanifah,
Dia benar benar ahli fiqh”. Ibnul Mubarak berkata:’ Orang yang paling mengerti fiqh, aku belum pernah melihat orang seperti dia, andaikata Allah tidak
menolongku melalui Abu Hanifah niscaya aku seperti kebanyakan orang. Dia adalah seorang dermawan dan ahli menyelami berbagai masalah”. Muhammad bin
Mahmud mengumpulkan 15 hadits Musnadnya. Dalam kitabnya al-Atsar karya muridnya yang bernama Muhammad bin al-Hasan banyak didapati hadits yang
dikutib oleh Muhammad bersumber darinya. Abu Hanifah seorang yang sangat takwa, untuk membiayai hidupnya ia bekerja sendiri dan tidak mau menerima
pemberian para ulama. Abu Ja’far pernah memaksanya untuk menjadi Qadli tetapi Abu Hanifah menolaknya dan Ia meninggal di penjara Baghdad pada tahun
150H. Disalin dari Biografi Abu Hanifah dalam Tarikh Baghdad: al-Khatib Baghdadi13/323 Shaza Studio

Atba’ Tabi’it Tabi’in


1. Abdullah Bin Al-Mubarak (118-181 H)
2. Waki’ bin Al-Jarrah
3. Abdurrahman bin Mahdy
4. Yahya
5. Imam Syafi’i

Murid Generasi I
1. Ahmad bin Hambal lahir tahun 164 Hijriyah
2. Yahya bin Ma’in
3. Ali bin Al-Madini
4. Abu Bakar
5. Ibnu Rahawaih
6. Ibnu Qutaibah

Murid Generasi II
1. Imam Bukhari (194-256H)
2. Muslim
3. Ibnu Majah
4. Abu Hatim
5. Abu Zur’ah
6. Abu Dawud
7. At-Tirmidzi
8. An Nasa’i

Murid Generasi III


1. Ibnu Jarir Ath Thabary (Wafat 310 H)
2. Ibnu Khuzaimah
3. Muhammad Ibn Sa’ad
4. Ad-Daruquthni
5. Ath-Thahawi
6. Al-Ajurri
7. Ibnu Hibban
8. Ath Thabarany
9. Al-Hakim An-Naisaburi
10. Al-Lalika’i
11. Al-Baihaqi
12. Al-Khathib Al-Baghdadi
13. Ibnu Qudamah A

Murid Generasi IV
1. Ibnu Daqiq Al-‘Ied (wafat 702 H)
2. Ibnu TaimiyahSyeikhul Islam Taqiyuddin Abul Abbas Ahmad Bin Abdul Halim Bin Abdus Salam Bin Abdullah bin Al-Khidhir bin Muhammad bin
Taimiyah An- Numairy Al Harani Adimasqi Al Hambali.

Beliau adalah Imam, Qudwah, ‘Alim, Zahid dan Da’i ila Allah, baik dengan kata, tindakan, kesabaran maupun jihadnya. Syaikhul Islam, Mufti Anam, pembela
dinullah dan penghidup sunah Rasul shalallahu’alaihi wa sallam yang telah dimatikan oleh banyak orang.
Lahir di Harran, salah satu kota induk di Jazirah Arabia yang terletak antara sungai Dajalah (Tigris) dengan Efrat, pada hari Senin 10 Rabiu’ul Awal tahun
661H. Beliau berhijrah ke Damasyq (Damsyik) bersama orang tua dan keluarganya ketika umurnya masih kecil, disebabkan serbuan tentara Tartar atas
negerinyaa. Mereka menempuh perjalanan hijrah pada malam hari dengan menyeret sebuah gerobak besar yang dipenuhi dengan kitab-kitab ilmu, bukan
barang-barang perhiasan atau harta benda, tanpa ada seekor binatang tunggangan-pun pada mereka.

Suatu saat gerobak mereka mengalami kerusakan di tengah jalan, hingga hampir saja pasukan musuh memergokinya. Dalam keadaan seperti ini, mereka
ber-istighatsah (mengadukan permasalahan) kepada Allah Ta’ala. Akhirnya mereka bersama kitab- kitabnya dapat selamat.

Pertumbuhan dan ghirahnya kepada ilmu

Semenjak kecil sudah nampak tanda-tanda kecerdasan pada diri beliau. Begitu tiba di Damsyik beliau segera menghafalkan Al-Qur’an dan mencari berbagai
cabang ilmu pada para ulama, huffazh dan ahli-ahli hadits negeri itu. Kecerdasan serta kekuatan otaknya membuat para tokoh ulama tersebut tercengang.

Ketika umur beliau belum mencapai belasan tahun, beliau sudah menguasai ilmu Ushuluddin dan sudah mengalami bidang-bidang tafsir, hadits dan bahasa
Arab.

Pada unsur-unsur itu, beliau telah mengkaji musnad Imam Ahmad sampai beberapa kali, kemudian kitabu-Sittah dan Mu’jam At-Thabarani Al-Kabir.

Suatu kali, ketika beliau masih kanak-kanak pernah ada seorang ulama besar dari Halab (suatu kota lain di Syria sekarang, pen.) yang sengaja datang ke
Damasyiq, khusus untuk melihat si bocah bernama Ibnu Taimiyah yang kecerdasannya menjadi buah bibir. Setelah bertemu, ia memb erikan tes dengan cara
menyampaikan belasan matan hadits sekaligus. Ternyata Ibnu Taimiyah mampu menghafalkannya secara cepat dan tepat. Begitu pula ketika disampaikan
kepadanya beberapa sanad, beliaupun dengan tepat pula mampu mengucapkan ulang dan menghafalnya. Hingga ulama tersebut berkata: “Jika anak ini
hidup, niscaya ia kelak mempunyai kedudukan besar, sebab belum pernah ada seorang bocah seperti dia.

Sejak kecil beliau hidup dan dibesarkan di tengah-tengah para ulama, mempunyai kesempatan untuk mereguk sepuas-puasnya taman bacaan berupa kitab-
kitab yang bermanfaat. Beliau infakkan seluruh waktunya untuk belajar dan belajar, menggali ilmu terutama kitabullah dan sunah Rasul-Nya shallallahu’alaihi
wa sallam.

Lebih dari semua itu, beliau adalah orang yang keras pendiriannya dan teguh berpijak pada garis-garis yang telah ditentukan Allah, mengikuti segala
perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Beliau pernah berkata: ”Jika dibenakku sedang berfikir suatu masalah, sedangkan hal itu merupakan
masalah yang muskil bagiku, maka aku akan beristighfar seribu kali atau lebih atau kurang. Sampai dadaku menjadi lapang dan masalah itu terpecahkan. Hal
itu aku lakukan baik di pasar, di masjid atau di madrasah. Semuanya tidak menghalangiku untuk berdzikir dan beristighfar hingga terpenuhi cita-citaku.”

Begitulah seterusnya Ibnu Taimiyah, selalu sungguh-sungguh dan tiada putus-putusnya mencari ilmu, sekalipun beliau sudah menjadi tokoh fuqaha’ dan ilmu
serta dinnya telah mencapai tataran tertinggi.

Pujian ulama

Al-Allamah As-Syaikh Al-Karamy Al-Hambali dalam Kitabnya Al-Kawakib AD-Darary yang disusun kasus mengenai manaqib (pujian terhadap jasa-jasa) Ibnu
Taimiyah, berkata: “Banyak sekali imam-imam Islam yang memberikan pujian kepada (Ibnu Taimiyah) ini. Diantaranya: Al-Hafizh Al-Mizzy, Ibnu Daqiq Al-Ied,
Abu Hayyan An-Nahwy, Al-Hafizh Ibnu Sayyid An-Nas, Al-Hafizh Az-Zamlakany, Al-Hafidh Adz-Dzahabi dan para imam ulama lain.

Al-Hafizh Al-Mizzy mengatakan: “Aku belum pernah melihat orang seperti Ibnu Taimiyah … dan belum pernah kulihat ada orang yang lebih berilmu terhadap
kitabullah dan sunnah Rasulullah shallahu’alaihi wa sallam serta lebih ittiba’ dibandingkan beliau.”

Al-Qadhi Abu Al-Fath bin Daqiq Al-Ied mengatakan: “Setelah aku berkumpul dengannya, kulihat beliau adalah seseorang yang semua ilmu ada di depan
matanya, kapan saja beliau menginginkannya, beliau tinggal mengambilnya, terserah beliau. Dan aku pernah berkata kepadanya: “Aku tidak pernah
menyangka akan tercipta manasia seperti anda.”

Al-Qadli Ibnu Al-Hariry mengatakan: “Kalau Ibnu Taimiyah bukah Syaikhul Islam, lalu siapa dia ini ?” Syaikh Ahli nahwu, Abu Hayyan An-Nahwi, setelah
beliau berkumpul dengan Ibnu Taimiyah berkata: “Belum pernah sepasang mataku melihat orang seperti dia…” Kemudian melalui bai t-bait syairnya, beliau
banyak memberikan pujian kepadanya.

Penguasaan Ibnu Taimiyah dalam beberapa ilmu sangat sempurna, yakni dalam tafsir, aqidah, hadits, fiqh, bahasa arab dan berba gai cabang ilmu
pengetahuan Islam lainnya, hingga beliau melampaui kemampuan para ulama zamannya. Al-‘Allamah Kamaluddin bin Az-Zamlakany (wafat th. 727 H)
pernah berkata: “Apakah ia ditanya tentang suatu bidang ilmu, maka siapa pun yang mendengar atau melihat (jawabannya) akan menyangka bahwa dia
seolah-olah hanya membidangi ilmu itu, orang pun akan yakin bahwa tidak ada seorangpun yang bisa menandinginya”. Para Fuqaha dari berbagai kalangan,
jika duduk bersamanya pasti mereka akan mengambil pelajaran bermanfaat bagi kelengkapan madzhab-madzhab mereka yang sebelumnya belum pernah
diketahui. Belum pernah terjadi, ia bisa dipatahkan hujahnya. Beliau tidak pernah berkata tentang suatu cabang ilmu, baik ilmu syariat atau ilmu lain,
melainkan dari masing-masing ahli ilmu itu pasti terhenyak. Beliau mempunyai goresan tinta indah, ungkapan-ungkapan, susunan, pem- bagian kata dan
penjelasannya sangat bagus dalam penyusunan buku-buku.”

Imam Adz-Dzahabi rahimahullah (wafat th. 748 H) juga berkata: “Dia adalah lambang kecerdasan dan kecepatan memahami, paling hebat pemahamannya
terhadap Al-Kitab was-Sunnah serta perbedaan pendapat, dan lautan dalil naqli. Pada zamannya, beliau adalah satu-satunya baik dalam hal ilmu, zuhud,
keberanian, kemurahan, amar ma’ruf, nahi mungkar, dan banyaknya buku-buku yang disusun dan amat menguasai hadits dan fiqh.

Pada umurnya yang ke tujuh belas beliau sudah siap mengajar dan berfatwa, amat menonjol dalam bidang tafsir, ilmu ushul dan semua ilmu -ilmu lain, baik
pokok-pokoknya maupun cabang-cabangnya, detailnya dan ketelitiannya. Pada sisi lain Adz-Dzahabi mengatakan: “Dia mempunyai pengetahuan yang
sempurna mengenai rijal (mata rantai sanad), Al-Jarhu wat Ta’dil, Thabaqah-Thabaqah sanad, pengetahuan ilmu-ilmu hadits antara shahih dan dhaif, hafal
matan-matan hadits yang menyendiri padanya ….. Maka tidak seorangpun pada waktu itu yang bisa menyamai atau mendekati tingkatannya ….. Adz-
Dzahabi berkata lagi, bahwa: “Setiap hadits yang tidak diketahui oleh Ibnu Taimiyah, maka itu bukanlah hadist.

Demikian antara lain beberapa pujian ulama terhadap beliau.

Sejarah telah mencatat bahwa bukan saja Ibnu Taimiyah sebagai da’i yang tabah, liat, wara’, zuhud dan ahli ibadah, tetapi beliau juga seorang pemberani
yang ahli berkuda. Beliau adalah pembela tiap jengkal tanah umat Islam dari kedzaliman musuh dengan pedannya, seperti halnya beliau adalah pembela
aqidah umat dengan lidah dan penanya.

Dengan berani Ibnu Taimiyah berteriak memberikan komando kepada umat Islam untuk bangkit melawan serbuan tentara Tartar ketika menyerang Syam dan
sekitarnya. Beliau sendiri bergabung dengan mereka dalam kancah pertempuran. Sampai ada salah seorang amir yang mempunyai diin yang baik dan benar,
memberikan kesaksiannya: “…… tiba-tiba (di tengah kancah pertempuran) terlihat dia bersama saudaranya berteriak keras memberikan komando untuk
menyerbu dan memberikan peringatan keras supaya tidak lari …” Akhirnya dengan izin Allah Ta’ala, pasukan Tartar berhasil dihancurkan, maka selamatlah
negeri Syam, Palestina, Mesir dan Hijaz.
Tetapi karena ketegaran, keberanian dan kelantangan beliau dalam mengajak kepada al-haq, akhirnya justru membakar kedengkian serta kebencian para
penguasa, para ulama dan orang-orang yang tidak senang kepada beliau. Kaum munafiqun dan kaum lacut kemudian meniupkan racun-racun fitnah hingga
karenanya beliau harus mengalami berbagai tekanan di pejara, dibuang, diasingkan dan disiksa.

Kehidupan penjara

Hembusan-hembusan fitnah yang ditiupkan kaum munafiqin serta antek-anteknya yang mengakibatkan beliau mengalami tekanan berat dalam berbagai
penjara, justru dihadapi dengan tabah, tenang dan gembira. Terakhir beliau harus masuk ke penjara Qal’ah di Dimasyq. Dan beliau berkata: “Sesungguhnya
aku menunggu saat seperti ini, karena di dalamnya terdapat kebaikan besar.”

Dalam syairnya yang terkenal beliau juga berkata: “Apakah yang diperbuat musuh padaku !!!! Aku, taman dan dikebunku ada dalam dadaku Kemanapun ku
pergi, ia selalu bersamaku dan tiada pernah tinggalkan aku. Aku, terpenjaraku adalah khalwat Kematianku adalah mati syahid. Terusirku dari negeriku adalah
rekreasi.

Beliau pernah berkata dalam penjara: “ Orang dipenjara ialah orang yang terpenjara hatinya dari Rabbnya, orang yang tertawan ialah orang yang ditawan
orang oleh hawa nafsunya.”

Ternyata penjara baginya tidak menghalangi kejernihan fitrah islahiyah-nya, tidak menghalanginya untuk berdakwah dan menulis buku-buku tentang Aqidah,
Tafsir dan kitab-kitab bantahan terhadap ahli-ahli bid’ah.

Pengagum-pengagum beliau diluar penjara semakin banyak. Sementara di dalam penjara, banyak penghuninya yang menjadi murid beliau, diajarkannya oleh
beliau agar mereka iltizam kepada syari’at Allah, selalu beristighfar, tasbih, berdoa dan melakukan amalan-amalan shahih. Sehingga suasana penjara
menjadi ramai dengan suasana beribadah kepada Allah. Bahkan dikisahkan banyak penghuni penjara yang sudah mendapat hak bebas, ingin tetap tinggal di
penjara bersamanya. Akhirnya penjara menjadi penuh dengan orang-orang yang mengaji.

Tetapi kenyataan ini menjadikan musuh-musuh beliau dari kalangan munafiqin serta ahlul bid’ah semakin dengki dan marah. Maka mereka terus berupaya
agar penguasa memindahkan beliau dari satu penjara ke penjara yang lain. Tetapi inipun menjadikan beliau semakin terkenal. Pa da akhirnya mereka
menuntut kepada pemerintah agar beliau dibunuh, tetapi pemerintah tidak mendengar tuntutan mereka. Pemerintah hanya mengeluarkan surat keputusan
untuk merampas semua peralatan tulis, tinta dan kertas-kertas dari tangan Ibnu Taimiyah.

Namun beliau tetap berusaha menulis di tempat-tempat yang memungkinkan dengan arang. Beliau tulis surat-surat dan buku-buku dengan arang kepada
sahabat dan murid-muridnya. Semua itu menunjukkan betapa hebatnya tantangan yang dihadapi, sampai kebebasan berfikir dan menulis pun dibatasi. Ini
sekaligus menunjukkan betapa sabar dan tabahnya beliau. Semoga Allah merahmati, meridhai dan memasukkan Ibnu Taimiyah dan kita sekalian ke dalam
surganya.

Wafatnya

Beliau wafatnya di dalam penjara Qal’ah Dimasyq disaksikan oleh salah seorang muridnya yang menonjol, Al-‘Allamah Ibnul Qayyim Rahimahullah.

Beliau berada di penjara ini selama dua tahun tiga bulan dan beberapa hari, mengalami sakit dua puluh hari lebih. Selama dalam penjara beliau selalu
beribadah, berdzikir, tahajjud dan membaca Al-Qur’an. Dikisahkan, dalam tiah harinya ia baca tiga juz. Selama itu pula beliau sempat menghatamkan Al-
Qur’an delapan puluh atau delapan puluh satu kali.

Perlu dicatat bahwa selama beliau dalam penjara, tidak pernah mau menerima pemberian apa pun dari penguasa.

Jenazah beliau dishalatkan di masjid Jami’Bani Umayah sesudah shalat Zhuhur. Semua penduduk Dimasyq (yang mampu) hadir untuk menshalatkan
jenazahnya, termasuk para Umara’, Ulama, tentara dan sebagainya, hingga kota Dimasyq menjadi libur total hari itu. Bahkan semua penduduk Dimasyq
(Damaskus) tua, muda, laki, perempuan, anak-anak keluar untuk menghormati kepergian beliau.

Seorang saksi mata pernah berkata: “Menurut yang aku ketahui tidak ada seorang pun yang ketinggalan, kecuali tiga orang musuh utamanya. Ketiga orang
ini pergi menyembunyikan diri karena takut dikeroyok masa. “Bahkan menurut ahli sejarah, belum pernah terjadi jenazah yang dishalatkan serta dihormati
oleh orang sebanyak itu melainkan Ibnu Taimiyah dan Imam Ahmad bin Hambal.

Beliau wafat pada tanggal 20 Dzul Hijjah th. 728 H, dan dikuburkan pada waktu Ashar di samping kuburan saudaranya Syaikh Jamal Al-Islam Syarafuddin.
Semoga Allah merahmati Ibnu Taimiyah, tokoh Salaf, da’i, mujahidd, pembasmi bid’ah dan pemusnah musuh. Wallahu a’lam.

(Dikutip: Ibnu Taimiyah, Bathal Al-Islah Ad-Diny. Mahmud Mahdi Al-Istambuli. Maktabah Dar-Al-Ma’rifah–Dimasyq )

Berikut ini berbagai referensi tentang Ibnu Taimiyah meluruskan berbagai pandangan tentang nya
https://islami.co/klasifikasi-tauhid-ala-ibnu-taymiyyah-dan-implikasinya-bagi-kekerasan-berwajah-agama/
https://almanhaj.or.id/2926-membongkar-kebohongan-terhadap-syaikhul-islam-ibnu-taimiyah-1.html
https://moraref.kemenag.go.id/documents/article/98077985952851423
https://muslim.or.id/233-tanya-jawab-bersama-syaikhul-islam-ibnu-taimiyah-dimana-allah.html
https://www.kompas.com/stori/read/2021/12/30/090000179/ibnu-taimiyah-ulama-yang-hidup-dari-penjara-ke-penjara
https://islam.nu.or.id/ilmu-tauhid/dukungan-ibnu-taimiyah-terhadap-aqidah-asyariyah-rfKJl
https://www.kuliahalislam.com/2021/09/Ibnu-taimiyah-reformis-islam-yang-di-salah-pahami.html
https://firanda.com/468-haruskah-membenci-ibnu-taimiyyah-padahal-ibnu-hajar-al-asqolaani-dan-para-ulama-syafiiyah-terkmuka-lainnya-telah-memuji-ibnu-taimiyyah-
dengan-pujian-setinggi-langit.html
https://sanadmedia.com/post/ulama-yang-menulis-karya-di-penjara-3-ibnu-taimiyah
https://www.republika.co.id/berita/lyt9a0/hujjatul-islam-ibnu-taimiyah-sang-mujaddid-teguh-pendirian-4habis
3. Al-Mizzi
4. Imam Adz-Dzahabi
5. Imam Ibnul-Qoyyim
6. Ibnu Katsir
7. Asy-Syathibi
8. Ibnu Rajab
Generasi V
1. Imam Ash Shan’ani (wafat 1182 H)
2. Muhammad
3. Muhammad Shiddiq
4. Al-Mubarakfuri
5. Abdurrahman As-Sa`di
6. Ahmad Syakir
7. Muhammad bin Ibrahim
8. Muhammad Amin
9. Muhammad N
10. Abdul Aziz
11. Hammad Al-Anshari
12. Hamud At-Tuwaijiri
13. Muhammad Al-Jami
14. Muhammad bin Shalih
15. Muqbil
16. Shalih
17. Abdul Muhsin
18. Syaikh Rabi’ dilahirkan pada akhir tahun 1351 H.
Syaikh Rabi’ bin Hadi Umair Al-Madkhali Nama dan nasab beliau

Beliau adalah Asy-Syaikh Al-‘Allamah Al-Muhaddits Rabi’ bin Hadi bin Muhammad ‘Umair Al-Madkhali, berasal dari suku Al-Madakhilah yang terkenal di Jaazaan, sebuah
daerah di sebelah selatan Kerajaan Arab Saudi. Suku ini termasuk keluarga Bani Syubail, sedangkan Syubail adalah anak keturunan Yasyjub bin Qahthan.

Kelahiran beliau

Syaikh Rabi’ dilahirkan di desa Al-Jaradiyah, sebuah desa kecil di sebelah barat kota Shamithah sejauh kurang lebih tiga kilometer dan sekarang telah terhubungkan dengan
kota tersebut. Beliau dilahirkan pada akhir tahun 1351 H. Ayah beliau meninggal ketika beliau masih berumur sekitar satu setengah tahun, beliau tumbuh berkembang di
pangkuan sang ibu -semoga Allah Ta’ala merahmatinya. Sang ibu membimbing dan mendidik beliau dengan sebaik-baiknya, mengajarkan kepada beliau akhlak yang terpuji,
berupa kejujuran maupun sifat amanah, juga memotivasi putranya untuk menunaikan shalat dan meminta beliau menepati penunaian ibadah tersebut. Selain pengasuhan
ibunya, beliau diawasi dan dibimbing pula oleh pamannya (dari pihak ayah).

Perkembangan Keilmuan

Ketika Syaikh Rabi’ berusia delapan tahun, beliau masuk sekolah yang ada di desanya. Di sekolah tersebut beliau belajar membaca dan menulis. Termasuk guru yang
membimbing beliau dalam belajar menulis adalah Asy-Syaikh Syaiban Al-‘Uraisyi, Al-Qadli Ahmad bin Muhammad Jabir Al-Madkhali dan dari seseorang yang bernama
Muhammad bin Husain Makki yang berasal dari kota Shibya’. Syaikh Rabi’ mempelajari Al Qur`an di bawah bimbingan Asy-Syaikh Muhammad bin Muhammad Jabir Al-
Madkhali disamping belajar ilmu tauhid dan tajwid.

Setelah lulus, beliau melanjutkan studi ke Madrasah As-Salafiyyah di kota Shamithah. Termasuk guru beliau di madrasah tersebut adalah Asy-Syaikh Al-‘Alim Al-Faqih Nashir
Khalufah Thayyasy Mubaraki rahimahullah, seorang alim kenamaan yang termasuk salah satu murid besar Asy-Syaikh Al-Qar’awi rahimahullah. Di bawah bimbingannya,
Syaikh Rabi’ mempelajari kitab Bulughul Maram dan Nuzhatun Nadhar karya Al-Hafidh Ibnu Hajar rahimahullah Ta’ala.

Kemudian beliau belajar di Ma’had Al-‘Ilmi di Shamithah kepada sejumlah ulama terkemuka, yang paling terkenal adalah Asy-Syaikh Al-‘Allamah Al-Masyhur Hafidh bin
Ahmad Al-Hakami rahimahullah Ta’ala dan saudaranya Fadlilatusy Syaikh Muhammad bin Ahmad Al-Hakami, juga kepada Asy-Syaikh Al-‘Allamah Al-Muhaddits Ahmad bin
Yahya An-Najmi hafidhahullah. Di ma’had tersebut beliau belajar akidah kepada Asy-Syaikh Al-’Allamah Doktor Muhammad Amman bin ‘Ali Al-Jami. Demikian pula kepada
Asy-Syaikh Al-Faqih Muhammad Shaghir Khamisi, beliau mempelajari ilmu fikih dengan kitab Zaadul Mustaqni’ dan kepada beberapa orang lagi selain mereka, di mana
Syaikh mempelajari ilmu bahasa Arab, adab, ilmu Balaghah dan ilmu ‘Arudl (cabang-cabang ilmu bahasa Arab-pent.)

Tahun 1380 H seusai ujian penentuan akhir, beliau lulus dari Ma’had Al-‘Ilmi di kota Shamithah dan di awal tahun 1381 H beliau masuk ke Fakultas Syari’ah di Riyadl selama
beberapa waktu lamanya, sekitar satu bulan, satu setengah atau dua bulan saja. Ketika Universitas Islam Madinah berdiri, beliau pindah ke sana dan bergabung di Fakultas
Syari’ah. Beliau belajar di Universitas tersebut selama empat tahun dan lulus darinya pada tahun 1384 H dengan predikat cumlaude.

Diantara guru-guru beliau di Universitas Islam Madinah adalah:

Mufti besar Kerajaan Arab Saudi, Samahatusy Syaikh Al-‘Allamah ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz rahimahullah Ta’ala, kepada beliau Syaikh Rabi’ mempelajari Aqidah
Thahawiyah.
Fadlilatusy Syaikh Al-‘Allamah Muhammad Nashiruddin Al-Albani, mempelajari bidang ilmu hadits dan sanad.
Fadlilatusy Syaikh Al-‘Allamah ‘Abdul Muhsin Al-‘Abbad, mempelajari ilmu fikih tiga tahun lamanya dengan kitab Bidayatul Mujtahid.
Fadlilatusy Syaikh Al-‘Allamah Al-Hafidh Al-Mufassir Al-Muhaddits Al-Ushuli An-Nahwi wal Lughawi Al-Faqih Al-Bari’ Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithi, penulis tafsir
Adlwaul Bayan, kepada beliau Syaikh Rabi’ mempelajari ilmu tafsir dan ushul fikih selama empat tahun.
Asy-Syaikh Shalih Al-‘Iraqi, belajar akidah.
Asy-Syaikh Al-Muhaddits ‘Abdul Ghafar Hasan Al-Hindi, belajar ilmu hadits dan mushthalah.
Setelah lulus, beliau menjadi dosen di almamater beliau di Universitas Islam Madinah selama beberapa waktu, kemudian beliau melanjutkan studi ke tingkat pasca sarjana
dan berhasil meraih gelar master di bidang ilmu hadits dari Universitas Al-Malik ‘Abdul ‘Aziz cabang Mekkah pada tahun 1397 H dengan disertasi beliau yang terkenal,
berjudul Bainal Imamain Muslim wad Daruquthni. Pada tahun 1400 H beliau berhasil menyelesaikan program doktornya di Universitas yang sama, dengan predikat *****
laude setelah beliau menyelesaikan tahqiq (penelitian, komentar –pent.) atas kitab An-Nukat ‘ala Kitab Ibni Ash-Shalah, karya Al-Hafidh Ibnu Hajar rahimahullahu Ta’ala.

Syaikh Rabi’ kemudian kembali ke Universitas Islam Madinah dan menjadi dosen di Fakultas Hadits. Beliau mengajar ilmu hadits dengan segala bentuk dan cabangnya, serta
berkali-kali menjadi ketua jurusan Qismus Sunnah pada program pasca sarjana dan sekarang beliau menjabat sebagai dosen tinggi. Semoga Allah menganugerahkan kepada
beliau kenikmatan berupa kesehatan dan penjagaan dalam beramal kebaikan.

Sifat dan akhlak beliau

Syaikh Rabi’ hafidzahullah Ta’ala memiliki keistimewaan berupa sifat sangat rendah hati dihadapan saudara-saudaranya, murid-muridnya maupun kepada para tamunya.
Beliau seorang yang sangat sederhana dalam hal tempat tinggal, pakaian maupun kendaraan, beliau tidak menyukai kemewahan dalam semua urusan ini.

Beliau adalah seorang yang selalu ceria, berseri-seri wajahnya dan sangat ramah, membuat teman duduk beliau tidak merasa bosan dengan kata-kata beliau. Majelis beliau
senantiasa dipenuhi dengan pembacaan hadits dan Sunnah serta tahdzir (peringatan-pent.) dari kebid’ahan dan para pelakunya, sehingga orang yang belum mengenal
beliau akan menyangka bahwa tidak ada lagi kesibukan beliau selain hal tersebut.

Syaikh Rabi’ sangat mencintai salafiyyin penuntut ilmu, beliau menghormati dan memuliakan mereka. Beliau berusaha untuk dapat memenuhi kebutuhan mereka sesuai
kemampuan beliau, baik dengan diri sendiri maupun dengan harta. Rumah beliau selalu terbuka untuk para penuntut ilmu, sampai-sampai hampir tidak pernah beliau
menyantap sarapan pagi makan siang maupun makan malam sendirian, karena selalu saja ada pelajar yang mengunjungi beliau. Beliau menanyakan keadaan mereka dan
membantu mereka.

Syaikh Rabi’ termasuk ulama yang sangat bersemangat menyeru kepada Al-Kitab dan As-Sunnah serta akidah salaf, penuh semangat dalam mendakwahkannya dan beliau
adalah pedang Sunnah dan akidah salaf yang amat tajam, yang amat sedikit bandingannya di masa sekarang. Beliau adalah pembela Sunnah dan kehormatan salafus salih di
jaman kita ini, siang dan malam, secara rahasia maupun terang-terangan yang tidak terpengaruh oleh celaan orang-orang yang suka mencela.

Karya-karya beliau

Syaikh Rabi’ memiliki sejumlah karya tulis -Alhamdulillah – beliau hafidzahullah telah membicarakan berbagai bab yang sangat dibutuhkan secara proporsional, terlebih
khusus lagi dalam membantah para pelaku bid’ah dan para pengikut hawa nafsu di jaman yang penuh dengan para perusak namun sedikit orang yang berbuat ishlah
(perbaikan, pent.) Diantara karya beliau :

Bainal Imamain Muslim wad Daruquthni, sejilid besar dan ini merupakan thesis beliau untuk meraih gelar master.
An-Nukat ‘ala Kitab Ibni Ash-Shalah, telah dicetak dalam dua juz dan ini merupakan disertasi program doktoral beliau.
Tahqiq Kitab Al- Madkhal ila Ash-Shahih lil Hakim, juz pertama telah dicetak.
Tahqiq Kitab At-Tawasul wal Wasilah lil Imam Ibni Taimiyyah, dalam satu jilid.
Manhajul Anbiya` fid Da’wah ilallah fihil Hikmah wal ‘Aql.
Manhaj Ahlis Sunnah fii Naqdir Rijal wal Kutub wat Thawaif.
Taqsimul Hadits ila Shahih wa Hasan wa Dla’if baina Waqi’il Muhadditsin wa Mughalithatil Muta’ashibin, sebuah bantahan terhadap ‘Abdul Fatah Abu Ghuddah dan
Muhammad ‘Awamah.
Kasyfu Mauqifi Al-Ghazali minas Sunnah wa Ahliha.
Shaddu ‘Udwanil Mulhidin wa hukmul Isti’anah bi ghairil Muslimin.
Makanatu Ahlil Hadits.
Manhajul Imam Muslim fii Tartibi Shahihihi.
Ahlul Hadits Hum Ath-Thaifah Al-Manshurah An-Najiyah hiwar ma’a Salman Al-‘Audah
Mudzakarah fil Hadits An-Nabawi.
Adlwa` Islamiyyah ‘ala ‘Aqidah Sayyid Quthb wa Fikrihi.
Matha’inu Sayyid Quthb fii Ashhabi Rasulillahi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Al-‘Awashim mimma fii Kutubi Sayyid Quthb minal Qawashim.
Al-Haddul Fashil bainal Haq wal Bathil hiwar ma’a Bakr Abi Zaid.
Mujazafaatul Hiddaad.
Al-Mahajjatul Baidla` fii Himaayatis Sunnah Al-Gharra`.
Jamaa’ah Waahidah Laa Jamaa’aat wa Shiraathun Wahidun Laa ‘Asyaraat, hiwar ma’a ‘Abdirrahman ‘Abdil Khaliq.
An-Nashrul Aziiz ‘ala Ar-Raddil Wajiiz.
At-Ta’ashshub Adz-Dzamim wa Aatsaruhu, yang dikumpulkan oleh Salim Al-‘Ajmi.
Bayaanul Fasaadil Mi’yar, Hiwar ma’a Hizbi Mustatir.
At-Tankiil bimaa fii Taudhihil Milyibaari minal Abaathiil.
Dahdlu Abaathiil Musa Ad-Duwaisy.
Izhaaqu Abaathiil ‘Abdil Lathif Basymiil.
Inqidladlusy Syihb As-Salafiyyah ‘ala Aukaar ‘Adnan Al-Khalafiyyah.
An-Nashihah Hiyal Mas`uliyyah Al-Musytarakah fil ‘Amal Ad-Da’wi, diterbitkan di majalah At-Tau’iyyah Al-Islamiyyah
Al-Kitab was Sunnah Atsaruhuma wa makaanatuhuma wadl Dlarurah ilaihima fii Iqaamatit Ta’liimi fii Madaarisinaa, artikel majalah Al-Jami’ah Al-Islamiyyah, edisi 16.
Hukmul Islam fii man Sabba Rasulallah au Tha’ana fii Syumuli Risaalatihi, artikel koran Al-Qabas Al-Kuwaitiyyah edisi 8576 tahun 9/5/1997.
Syaikh Rabi’ memiliki karya tulis lain di luar apa yang telah disebutkan di sini. Kita memohon kepada Allah agar memberikan pertolongan-Nya untuk menyempurnakan
usaha-usaha kebaikan yang beliau lakukan dan semoga Allah memberikan taufik kepada beliau kepada perkara-perkara yang dicintai dan diridlai-Nya, Dia-lah penolong
semua itu dan maha mampu atasnya.

Dinukil dari Mauqi’ Asy-Syaikh Rabi’ hafidzahullah.

Shaza Studio

Anda mungkin juga menyukai