Anda di halaman 1dari 3

BIOGRAFI IMAM AN-NASA’I

Nama lengkap Abu Abdurrahman Ahmad bin Syu'aib bin Ali bin Sinan bin Bahr al-Khurasani.
Dia merupakan ulama hadis pengikut mazhab Syafi'i. Sering dipanggil dengan nama Abu
Abdurrahman.

1. Kelahiran
Ahmad bin Syu’aib bin Ali bin Sinan bin Bahr atau yang kerap disapa dengan panggilan Imam
an-Nasa`i lahir pada tahun pada tahun 215 H, di Khurasan.

2. WAFAT
Setahun menjelang wafatnya, Imam an-Nasa`i pindah dari Mesir ke Damsyik. Dan tampaknya
tidak ada konsensus ulama tentang tempat meninggal Imam an-Nasa`i. Al-Daruqutni
mengatakan, Imam an-Nasa`i di Makkah dan dikebumikan di antara Shafa dan Marwah.
Pendapat yang senada dikemukakan oleh Abdullah bin Mandah dari Hamzah al-’Uqbi al-Mishri.

Sementara ulama yang lain, seperti Imam al-Dzahabi, menolak pendapat tersebut. Ia
mengatakan, Imam al-Nasa’i meninggal di Ramlah, suatu daerah di Palestina. Pendapat ini
didukung oleh Ibn Yunus, Abu Ja’far al-Thahawi (murid al-Nasa’i) dan Abu Bakar al-Naqatah.
Menurut pandangan terakhir ini, Imam al-Nasa’i meninggal pada tahun 303 H dan dikebumikan
di Bait al-Maqdis, Palestina.

3. PENDIDIKAN
Imam Nasa`i mempunyai lawatan ilmiah cukup luas, Imam an-Nasa`i berkeliling ke negeri-
negeri Islam, baik di timur maupun di barat, sehingga Imam an-Nasa`i dapat mendengar dari
banyak orang yang mendengar hadits dari para hafizh dan syaikh. Di antara negeri yang Imam
an-Nasa`i kunjungi adalah sebagai berikut; Khurasan, Iraq; Baghdad, Kufah dan Bashrah, Al
Jazirah; yaitu Haran, Maushil dan sekitarnya, Syam, Perbatasan; yaitu perbatasan wilayah negeri
islam dengan kekuasaan Ramawi, Hijaz, Mesir.

4. GURU-GURU
Diantara guru-guru Imam an-Nasa`i:
Muhammad bin Syafi'I, Harmalah bin Yahya bin Abdullah At Tujibi, Ahmad bin Yahya bin
Wazir bin Sulaiman At Tujibi, Abdullah bin Zubair bin Isa Abu Bakar Al Humaidi, Imam Abu
Ibrahim Ismail bin Yahya Al Muzani, Ahmad bin Sayyar, Rabi' bin Sulaiman, Abu Daud, Abu
Hatim, Al Hafidh Ad Darimi, Ibnu Abid Dunya, Abu Abdillah Al Marwazi, Imam Abu Ja'far At-
Tirmidzi, Junaid Al Baghdadi, Imam Al Hasan bin Muhammad As Shabah Azza' Farani,
Qutaibah bin Sa’id, Ishaq bin Ibrahim, Hisyam bin ‘Ammar, Abu Tsur Alkalbi Al Baghdadi,
Suwaid bin Nashr, Ahmad bin ‘Abdah Adl Dabbi, Imam Abu Ali Husein bin Ali Alkarabisi,
Abu, Thahir bin as Sarh, Yusuf bin ‘Isa Az Zuhri, Ishaq bin Rahawaih, Ishaq bin Rohaweh, Al-
Harits bin Miskin, Ali bin Kasyram, Abu Ya'qub bin Yusuf bin Yahya Albuwaiti, Imam Abu Isa
at Tirmidzi, dan yang lainnya

5. MURID-MURID
Ibnu Al Qadhi Ibnu Suraij, Ibnu Mundzir, Ibnul Qoshi, Abu Ishaq Al Marwazi, Al Mas'udi, Abu
Ali At-Thabari, Al Qaffal Al Kabir Asy-Syasyi, Ibnu Abi Hatim,m Abu al Qasim al Thabarani,
Imam Ad-Daruquthni, Ahmad bin Muhammad bin Isma’il An Nahhas an Nahwi, Hamzah bin,
Muhammad Al Kinani, Muhammad bin Ahmad bin Al Haddad asy Syafi’I, Al Hasan bin Rasyiq,
Muhmmad bin Abdullah bin Hayuyah An Naisaburi, Abu Ja’far al Thahawi, Al Hasan bin al
Khadir Al Asyuti, Muhammad bin Muawiyah bin al Ahmar al Andalusi, Abu Basyar ad Dulabi,
Abu Bakr Ahmad bin Muhammad as Sunni, dan yang lainnya.

6. MERIWAYATKAN HADITS
Pada saat itu Imam an-Nasa`i berumur 15 tahun. Beliau tinggal di samping Qutaibah di
negerinya Baghlan selama setahun dua bulan, sehingga Imam an-Nasa`i dapat menimba ilmu
darinya begitu banyak dan dapat meriwayatkan hadits-haditsnya.
Imam Nasa`i mempunyai hafalan dan kepahaman yang jarang dimiliki oleh orang-orang pada
zamannya, sebagaimana Imam an-Nasa`i memiliki kejelian dan keteliatian yang sangat
mendalam. Imam an-Nasa`i dapat meriwayatkan hadits-hadits dari ulama-ulama besar, berjumpa
dengan para imam huffazh dan yang lainnya, sehingga Imam an-Nasa`i dapat menghafal banyak
hadits, mengumpulkannya dan menuliskannya, sampai akhirnya Imam an-Nasa`i memperoleh
derajat yang tinggi dalam disiplin ilmu ini.

Beliau telah menulis hadits-hadits dla’if, sebagaimana Imam an-Nasa`i pun telah menulis hadits-
hadits shahih, padahal pekerjaan ini hanya di lakukan oleh ulama pengkritik hadits, tetapi imam
Nasa`i mampu untuk melakukan pekerjaan ini, bahkan Imam an-Nasa`i memiliki kekuatan kritik
yang detail dan akurat, sebagaimana yang digambarkan oleh al Hafizh Abu Thalib Ahmad bin
Sazhr; ‘ siapa yang dapat bersabar sebagaimana kesabaran An Nasa`i? dia memiliki hadits Ibnu
Lahi’ah dengan terperinci – yaitu dari Qutaibah dari Ibnu Lahi’ah-, maka dia tidak meriwayatkan
hadits darinya.’ Maksudnya karena kondisi Ibnu Lahi’ah yang dha’if.

Dengan ini menunjukkan, bahwa tendensi Imam an-Nasa`i bukan hanya memperbanyak riwayat
hadits semata, akan tetapi Imam an-Nasa`i berkeinginan untuk memberikan nasehat dan
menseterilkan syarea’at (dari bid’ah dan hal-hal yang diada-adakan).

Imam Nasa`i selalu berhati-hati dalam mendengar hadits dan selalu selektif dalam
meriwayatkannya. Maka ketika Imam an-Nasa`i mendengar dari Al Harits bin Miskin, dan
banyak meriwayatkan darinya, akan tetapi Imam an-Nasa`i tidak mengatakan; ‘telah
menceritakan kepada kami,’ atau ‘telah mengabarkan kepada kami,’ secara serampangan, akan
tetapi dia selalu berkata; ‘dengan cara membacakan kepadanya dan aku mendengar.’

Para ulama menyebutkan, bahwa faktor imam Nasa`i melakukan hal tersebut karena terdapat
kerenggangan antara imam Nasa`i dengan Al Harits, dan tidak memungkinkan baginya untuk
menghadiri majlis Al Harits, kecuali Imam an-Nasa`i mendengar dari belakang pintu atau lokasi
yang memungkinkan baginya untuk mendengar bacaan qari` dan Imam an-Nasa`i tidak dapat
melihatnya. Para ulama memandang bahwa kitab hadits Imam an-Nasa`i “Sunan an-Nasa`i”
sebagai kitab kelima dari Kutubussittah setelah Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu
Dawud dan Jami’ at-Tirmidzi.

7. PUJIAN PARA ULAMA TERHADAP IMAM AN-NASA’I


Dari kalangan ulama seperiode Imam an-Nasa`i dan murid-muridnya banyak yang memberikan
pujian dan sanjungan kepada Imam an-Nasa`i, di antara mereka yang memberikan pujian kepada
Imam an-Nasa`i adalah;
Abu ‘Ali An Naisaburi menuturkan; ‘Imam an-Nasa`i adalah tergolong dari kalangan imam
kaum muslimin.’ Sekali waktu dia menuturkan; Imam an-Nasa`i adalah imam dalam bidang
hadits dengan tidak ada pertentangan.’
Abu Bakr Al Haddad Asy Syafi’I menuturkan; ‘aku ridla dia sebagai hujjah antara aku dengan
Allah Ta’ala.’
Manshur bin Isma’il dan At Thahawi menuturkan; ‘Imam an-Nasa`i adalah salah seorang imam
kaum muslimin.’
Abu Sa’id bin yunus menuturkan; ‘ Imam an-Nasa`i adalah seorang imam dalam bidang hadits,
tsiqah, tsabat dan hafizh.’
Al Qasim Al Muththarriz menuturkan; ‘Imam an-Nasa`i adalah seorang imam, atau berhak
mendapat gelar imam.’
Ad Daruquthni menuturkan; ‘Abu Abdirrahman lebih di dahulukan dari semua orang yang di
sebutkan dalam disiplin ilmu ini pada masanya.’
Al Khalili menuturkan; ‘Imam an-Nasa`i adalah seorang hafizh yang kapabel, di ridlai oleh para
hafidzh, para ulama sepakat atas kekuatan hafalannya, ketekunannya, dan perkataannya bisa
dijadikan sebagai sandaran dalam masalah jarhu wa ta’dil.’
Ibnu Nuqthah menuturkan; ‘Imam an-Nasa`i adalah seorang imam dalam disiplin ilmu ini.’
Al Mizzi menuturkan; ‘Imam an-Nasa`i adalah seorang imam yang menonjol, dari kalangan para
hafizh, dan para tokoh yang terkenal.’
Imam An-Nasa’i merupakan seorang ulama yang sangat ketat terhadap persyaratan terhadap
perawi. Hal ini terbukti dalam menetapkan kriteria sebuah hadist yang diterima atau tertolak.
Dalam hal ini, Al- Hafiz Abu Ali memberikan komentar bahwa persyaratan yang dibuat oleh
Imam An-Nasa’i bagi para perawi sangat ketat jika dibandingkan dangan persyaratan yang
ditetapkan oleh Imam Muslim.

Demikian pula Al-Hakim dan Al-Khatib mengatakan komentar yang kurang lebih sama bahwa
An-Nasa’i lebih ketat dibandingkan dengan Imam Muslim. Sehingga ulama Magrib lebih
memilih Imam An-Nasa’i dibandingkan dengan Imam Bukhari.

8. KARYA-KARYA

Metode yang digunakan dalam penyusunan kitab adalah dengan menggunakan metode sunan.
Hal ini terlihat jelas dari penamaan kitabnya, yaitu Sunan An-Nasa’i. Kata sunan merupakan
bentuk jamak dari sunnah yang pengertiannya sama dengan hadist.
Sementara yang dimaksud dengan metode sunan disini adalah metode penyusunan kitab hadist
berdasarkan klasifikasi hukum Islam (abwab al-fiqhiyah) dan hanya mencantumkan hadist-hadist
yang bersumber dari Nabi Muhammad SAW saja.
Apabila terdapat hadist selain dari Nabi, maka jumlahnya relatif sangat sedikit. Berbeda dengan
kitab hadist Al-Muwatha’ dan Mushannif yang banyak memuat hadist-hadist mauquf dan
maqtu’, walaupun metode penyusunannya sama dengan Sunan An-Nasa’i.
Selain kitab Sunan An-Nasa’i masih banyak kitab hadist sunan yang populer. Antara lain kitab
Sunan Abu Dawud Al-Sijistani (w. 275 H) dan Sunan Ibnu Majah Al-Qazwini (w. 275 H).
Berdasarkan penjelasan diatas dapat ditegaskan bahwa kitab Sunan An-Nasa’i (Kitab Mujtaba)
disusun dengan metode yang sangat unik dengan memadukan antara fiqh dengan kajian sanad.
Hadist-hadistnya disusun berdasarkan bab-bab fiqh sebagaimana yang telah dijelaskan diatas dan
untuk setiap bab diberi judul yang kadang-kadang mencapai keunikan tersendiri. Ia
mengumpulkan sanad-sanad suatu hadist di suatu tempat.
Dari sistematika yang dipaparkan di atas, ada beberapa catatan dan komentar yang dapat
diberikan mengenai susunan sistematika kitab al-Sunan al-Nasa’i di atas yaitu:
Dari kitab (bab) pertama sampai dengan ke 21, membahas tentang masalah thaharah dan salat.
Jumlah kitab (bab) yang terbanyak adalah mengenai shalat.
Kitab (bab) puasa didahulukan daripada zakat.
Kitab (bab) qism al-fai’ (pembagian rampasan perang) diletakkan jauh dari kitab jihad.
Kitab al-khali juga diletakkan berjauhan dari kitab jihad.

Melakukan pemisahan-pemisahan di antara kitab-kitab (bab-bab) al-ahbass (wakaf), wasiat-


wasiat, alnahl (pemberian kepada anak), al-hibah (pemberian), al-ruqbaa. Sedangkan kitab atau
pembahasan mengenai fara’id tidak ada.
Melakukan pemisahan-pemisahan antara kitab al-asyribah (minuman), al-said (perburuan), al-
zaba’ih (sembelihan hewan qurban), al-dahaya (kurban Idul Adha). Kitab Iman diletakkan di
bagian akhir. Yang tidak termasuk hukum hanyalah kitab Iman dan kitab al-‘isti’azah.

Kitab-kitab Hasil karya Imam an-Nasa`i di antaranya adalah;

As Sunan Ash Shughra, As Sunan Al Kubra, Al Kuna, Khasha`isu ‘Ali, ‘Amalu Al Yaum wa Al
Lailah, At Tafsir, Adl Dlu’afa wa al Matrukin, Tasmiyatu Fuqaha`i Al Amshar, Tasmiyatu
manlam yarwi ‘anhu ghaira rajulin wahid, Dzikru man haddatsa ‘anhu Ibnu Abi Arubah, Musnad
‘Ali bin Abi Thalib, Musnad Hadits Malik, Asma`u ar ruwah wa at tamyiz bainahum, Al Ikhwah,
Al Ighrab, Musnad Manshur bin Zadzan, Al Jarhu wa ta’dil

Anda mungkin juga menyukai