Anda di halaman 1dari 15

SUNAN IBN MĀJAH

Oleh: Muntadhar / 212032556

A. Pendahuluan
Sebelum kita menilik lebih lanjut seputar Al-Quran dan hadis, ada baiknya
kalau kita mengetahui lebih dahulu biografi para muhaddits, karena berkat
kegigihan merekalah kita sekarang dapat mengetahui hukum dan mempelajari As-
Sunnah dengan metodologi yang baik. Dunia Islam boleh tersenyum kembali pada
beberapa abad yang lalu, pasalnya pada dekade ini telah lahir enam para
muhaddits besar yang telah memberikan sumbangsih yang sangat besar bagi
peradaban Islam. Diantaranya adalah imam Ibn Mājah, ulama yang terkenal jujur
ini ternyata sangat berperan aktif dalam dakwah Islam.
Bahkan ada yang mengatakan bahwa beliau termasuk dari ulama besar
Islam karena kredibilitas dan loyalitasnya pada ilmu pengetahuan Islam yang
sangat tinggi. Sehingga beliau termasuk dari pengarang al-Kutub as-Sittah yang
sangat monumental sampai selarang. Hadis merupakan sumber ajaran Islam kedua
setelah al-Qur’an. Keberadaannya dalam ajaran Islam adalah sebagai penjelas
terhadap segala sesuatu yang terdapat dalam al-Qur’an. Peranan hadis menjadi
semakin penting manakala di dalam al-Qur’an tidak ditemukan ketetapan hukum,
semisal tata cara melaksanakan shalat lima waktu.
Ibn Mājah, sebagai salah satu ulama’ yang menekuni bidang Hadis,
merupakan ulama’ yang hidup pada zaman pemerintahan Dinasti Abbasiyyah
tepatnya pada masa pemerintahan Khalifah al-Makmun (198H/813M) sampai
akhir pemerintahan al-Muqtadir (295H/908M). Kontribusinya terhadap
perkembangan ilmu Hadis, dibuktikan dengan maqnum opusnya “Kitab Sunan Ibn
Mājah”. Dalam perkembangannya, kitab Sunannya ini mendapatkan respon yang
beraneka ragam dari kalangan ulama Islam. Tentunya yang dimaksud di sini
adalah eksistensi kitab Sunan Ibn Mājah dalam al-Kutub as-Sittah.
Beraneka ragam pandangan para ulama terhadap keberadaan kitab Sunan
Ibn Mājah dalam al-Kutub as-Sittah, pada dasarnya dilandasi oleh pemikiran
apakah kitab Sunan tersebut layak untuk menjadi kitab keenam setelah lima kitab
pokok Hadis atau Kutubu al-Hamsah. Pandangan-pandangan tersebut pada

1
dasarnya dapat diklasifikasikan menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok yang
menentang dan kelompok yang mendukung atau sepakat.
Berangkat dari hal itu, pada dasarnya makalah ini mencoba
mendiskripsikan bagaimanakah sebenarnya kitab Sunan Ibn Mājah tersebut, yang
meliputi kajian tentang proses pembentukan kitab Sunan Ibn Mãjjah, sistematika
penulisan kitab dan yang terakhir adalah komentar, kritik atau pandangan para
ulama terhadap kitab Sunan Ibn Majjah baik yang menyangkut tentang kualitas
Hadisnya maupun eksistensinya dalam Kutubu al-Sittah yang di akui atau tidak
telah melahirkan polemik dikalangan para ulama.

B. Biography Ibn Mājah


Nama lengkapnya adalah Abū ʻ Abdillāh Muḥ ammad ibn Yazīd Ibn Mājah
al-Rabʻ ī al-Qazwīnī. Beliau dilahirkan di Qazwen salah satu kota di Iraq bagian
persia yang sangat terkenal banyak menghasilkan para ulama besar, pada tahun
209 H.1
Tidak dicantumkan pada usia berapa beliau mulai mempelajari hadis. Guru
beliau yang pertama adalah Alỉ ibn Muḥ ammad at-Tanafsi (w 233 H), dengan
begitu dapat disimpulkan bahw beliau mulai belajar hadis sebelum tahun 233 H.
diperkirakan beliau mulai belajar hadis berkisar pada umur 15 hingga 20 tahun
seperti kebiasaan pada saat itu.2
Sejak usia 15 tahun, Ibn Mājah merantau ke berbagai negara untuk
mencari dan menuntut ilmu sebagaimana lazimnya pemburu ilmu dalam tradisi
Islam, Ibn Mājah selain terkenal sebagai ulama hadis, juga ahli dalam bidang
tafsir al-Quran dan Sejarah Kebudayaan Islam. Hal ini terlihat dari tiga buah
karyanya yang masyhur; Sunan Ibn Mājah, Tafsir al-Qur’an al-Karim, Sejarah
Perawi Hadis. Dalam buku terakhir ini, Ibn Mājah mengambil para periwayat
hadis sejak masa Nabi hingga masanya.
Semenjak itu, Ibn Mājah dengan ketekunannya menuntut ilmu di berbagai
negara, seperti Ray (Taheran), Basrah, Kufah, Bagdad, Khurasan, Suriah dan
Mesir, maka tidak heran jika Ibn Mājah mengumpulkan beribu-ribu hadis dari
guru-guru terkemuka di antaranya dari Abu Bakr ibn Abiy Syaibah, Muhammad

1
Ibn Mājah, Sunan, terj. Shohnhaji (Semarang: as-Syifa’ 1992) h. 40.
2
Muḥ ammad Muṣ ṭ afã Azami, Metodologi Kritik Hadis, terj. A. Yamin (Jakarta: Pustaka
Hidayah, 1992) h. 158.

2
ibn ‘Abdullah ibn Numair, Hasyim ibn ‘Ammar, Ahmad ibn An¡ar, dan lain
sebagainya.
Di samping itu banyak pula orang yang meriwayatkan hadis darinya, di
antara mereka adalah Ibn Sibawaih, Muhammad ibn Isa al-Saffar, Ishaq ibn
Muhammad dan sebagainya.
Orang yang pertama memasukkan Sunan Ibn Mājah ke dalam deretan
Kutub al-Sittah adalah al-Hafizh Muhammad ibn Thahir al-Maqdisiy (w. 507)
dalam karyanya Arif al-Kutub al-Sittah. Dalam sunan tersebut berisi 4241 Hadis.
Sementara itu sistematika penulisan dalam kitab tersebut mengikuti sistematika
penulisan kitab fikih, dengan demikian penelitian.
Ibn Mājah melakukan rihlah untuk menuntut ilmu ke Mekkah pada tahun
230 H. selain ke Mekkah, beliau juga pergi ke Bashrah, Kufah, Baghdad, Iraq,
Syiria, Mesir, Ray dan kota lainnya untuk mengumpulkan hadis.
Ibn Mājah banyak bertemu dengan ulama-ulama hadis besar lainnya di
negeri-negeri tersebut. Beliau banyak mendengarkan hadis dari imam-imam hadis
pada masanya, diantaranya adalah sahabat-sahabat Imam Malik, sahabat-sahabat
Imam al-Laiṡ , Abṹ Bakar ibn Abǐ Sya’bah, Muḥ ammad ibn Abdillah bin Numair,
Ḥ asan ibn Amar, Muḥ ammad ibn Raḥ mi, Aḥ mad Ibn Azhār, Basyar bin Adam,
Yazḯ d bin Abdullah al-Yamānǐ , Ibrāhim Ibn al-Mundzir al-Kharāmi. Abdullah bin
Muā’wiyah, Hisyām bin Imār, Dāwud bin Rāsyid, Alqomah bin Umar ad-Dārḯ mḯ
dan tokoh-tokoh lainnya yang setingkat.3
Sedangkan hadis-hadis beliau diriwayatkan oleh tokoh-tokoh antara lain
Muḥ ammad Ibn Ḯ sā serta Isḥ āq bin Muḥ ammad, Abi Ya’lā al-Khalḯ lḯ , Ja’fār bin
Idrḯ s dan lain-lain. Beliau wafat pada tanggal 22 Ramadhan 273 H.4

C. Nama Lengkap Kitab Hadis Ibn Mājah.


Karya besar Ibn Mājah adalah karya dalam bentuk sunan yang dikenal
dengan nama Sunan Ibni Mājah. Memang bentuk sunan adalah salah satu bentuk
penulisan kitab yang sangat terkenal saat itu, selain sunan, para muhadditsin
mengenal bentuk lain seperti ṣ ahḯ h dan musnad.5

3
Muḥ ammad bin Muḥ ammad Abũ Syu’bah, Fi Rihãb as-Sunnah as-Sittah (Kairo: al-
Buhũṡ al-Islãmiyah, 1969), h. 137.
4
Ibid.
5
Nawir Yuslem, Ulumul Hadis (Jakarta: Mutiara Sumber Widiya, 1998) h. 136.

3
Ibn Mājah kemudian memilih bentuk Sunan daripada bentuk ṣ ahĩh. Ibn
Mājah bukanlah orang yang pertama yang menuliskan hadis dengans sistimatika
seperti ini, tokoh pertama yang menghimpun hadis dengan metode seperti ini
adalah Abũ Dāwud al-Sijistānĩ dalam karyanya Sunan Abḯ Dāud.
Memang ada kecenderungan dalam pemilihan bentuk penulisan kitab-kitab
hadist ini, ada pola, dimana setelah munculnya Ṣ ahǐ h al-Bukhãrǐ dan Ṣ ahǐ h
Muslim, para ulama hadis kemudian lebih banyak mencurahkan dan lebih
meminati bentuk penulisan sunan.
Kitab hadis dengan pola Ṣ ahǐ h yang sungguh terkenal hanya ada dua yakni
karya Imam Bukhãrǐ dan Imam Muslim, setelah mereka lebih banyak muncul
tokoh-tokoh yang menghimpun hadis berdasarkan sunan.

D. Jumlah Hadis dalam Sunan Ibn Mājah


Ibn Mājah menuliskan 4341 hadis yang terbagi kepada 37 kitab dan
1502 bab. Semua hadis-hadis itu terdiri dari 428 hadis ṣ ahĩh, 119 hadis Ḥ asan,
613 hadis dha’if, 99 hadis yang sangat lemah.6
Mungkin karena Sunan Ibni Mājah tidak memberikan keterangan
tentang kualitas hadis-hadis yang termuat di dalamnya, juga mencakup hadis yang
sangat dha’if dan bahkan hadis yang munkar, karena itulah sebagian ulama lebih
mengutamakan Sunan ad-Darimi dari pada karya Ibn Mājah ini.
Dari 4341 hadis yang terdapat di dalam Sunan Ibni Mājah, 3002 hadis
telah diriwayatkan di dalam kitab al-Uṣ ũl al-Khamsah, berarti hanya 1339 hadis
saja yang diriwayatkan oleh beliau, artinya hanya ada 1339 zawãid yang terdapat
di dalam Sunan Ibni Mājah.7
Sunan Ibnu Mājah berisi hadis ṣ ahĩh, hasan dan dha’if bahkan hadis
munkar dan maudlu, meskipun jumlahnya kecil. Dibandingkan dengan kitab
sunan yang lain, nilai Sunan Ibnu Mājah jauh dibawahnya. Al-Mizzi berkata:
“Semua hadis yang hanya diriwayatkan oleh Ibnu Mājah sendirian adalah dha’if”.
Sebagian ulama sudah sepakat bahwa kitab hadis yang pokok ada lima,
yaitu Ṣ ahǐ h al-Bukhãrǐ , Ṣ ahǐ h Muslim, Sunan Abḯ Dāud, Sunan an-Nasa’i, Sunan
al-Tirmidhī. Mereka tidak memasukkan Sunan Ibnu Mājah mengingat derajat
6
Muṣ ṭ afã Azami, Metodologi, h. 159.
7
Muṣ ṭ afã Azami, Metodologi. h. 105.

4
kitab ini lebih rendah dari lima kitab tersebut. Akan semua ulama menetapkan
enam kitab hadis pokok, dengan menambah Sunan Ibnu Mājah sehingga terkenal
dengan sebutan Kutubus Sittah (enam kitab hadis).
Ulama pertama yang menjadikan kitab Sunan Ibnu Mājah sebagai kitab
keenam adalah al-Hafizh Abdul Fadli Muhammad bin Tahir al-Maqdisi (wafat
tahun 507 H) dalam kitabnya Atraful Kutubus Sittah dan dalam risalahnya
Syurutul A’immatis Sittah. Pendapat ini kemudian diikuti oleh al-Hafizh Abdul
Ghani bin al-Wahid al-Maqdisi (wafat tahun 600 H) dalam kitabnya al-Ikmal fi
Asma’ ar-Rijal. Pendapat mereka inilah yang diikuti oleh sebagian besar ulama.
Al-Hafizh Syihabuddin al-Busairi (wafat tahun 840 H) dalam kitabnya
Misbah az-Zujajah fi Zawãid Ibnu Mājah membahas hadis-hadis tambahan
(zawãid) di dalam Sunan Ibnu Mājah yang tidak terdapat dalam Kutubul
Khamsah, serta menunjukkan derajat hadis itu: ṣ ahĩh, ḥ asan, dha’if atau maudlu.
Usaha Busairi ini menguatkan bantahan terhadap pendapat al-Mizzi sekaligus
menguatkan pendapat Ibnu Hajar.
Terlepas dari pro-kontra, yang jelas derajat Sunan Ibnu Mājah lebih
rendah dari Kutubul Khamsah dan merupakan kitab sunan yang paling banyak
mengandung hadis dha’if oleh karena itu, sebaiknya tidak menjadikan hadis yang
hanya diriwayatkan oleh Ibnu Mājah sebagai dalil kecuali setelah mengkajinya
terlebih dahulu. Bila ternyata hadis tersebut ṣ ahĩh atau hasan, maka boleh
dijadikan pegangan; jika dha’if, hadis tersebut tidak boleh dipakai.
Secara global kilas balik isi derajat hadis dalam Sunan Ibnu Mājah
adalah sebagai berikut :
a. 428 Para rijal yang dipercayai dan sanadnya ṣ ahĩh
b. 199 Sanadnya Ḥ assan
c. 613 Sanadnya Dhaif
d. 99 Sanadnya Munkar dan Dusta.

E. Penilaian Para Ulama.


Ibn Mājah tidak memberikan komentar dan kriteria tentang hadis yang ia
tuliskan dalam kitabnya. Beliau juga tidak menyebutkan tujuan penulisan dan
alasan penyusunan kitab itu. Oleh karena itu para ulama banyak mengadakan

5
kajian dan diskusi untuk memperhatikan kitab ini. Diskusi dan kajian yang
diadakan ternyata memberikan efek terhadap sikap para ulama dalam menolak
ataupun menerima untuk mengkategorikan Sunan Ibn Mājah dalam kitab as-
Sittah.8
Para ulama yang berperan banyak dalam kajian terhadap karya Ibn Mājah
ini adalah seperti Abṹ l Fadhli Muḥ ammad ibn Ṭ āhir al-Maqdḯ sỉ (w 507 H), adalah
orang yang pertama kali mengkategorikan Sunan Ibn Mājah dalam Kutub as-
Sittah. Pengkategorian ini didapatkan dalam buku beliau al-Aṭ rãf al-Kutub as-
Sittah dan dalam risalahnya. Ulama selanjutnya yang juga berperan adalah Abd
al-Gani ibn al-Waḥ ỉ d al-Qudsỉ (w 600 H), beliau memberikan komentar tentang
Sunan Ibn Mājah ini dalam bukunya al-Ikmal fi Asmair Rijal.
Alasan mengkategorikan Sunan Ibn Mājah ini kedalam al-Kutub as-Sittah
mengandung hadis tambahan (zawãid) atas al-Kutub al-Khamsah.9
Ada beberapa perbedaan pendapat yang terjadi dalam mengkategorikan
Sunan Ibn Mājah ke dalam al-Kutub as-Sittah. Sebagaian ulama memang
mengkategorikannya sebagai al-Kutub as-Sittah, sedangkan ulama lainnya tidak
maumengkategorikannya. Biasanya Sunan Ibn Mājah ini, kalau dikategorikan
dalam al-Kutub as-Sittah, akan menempati urutan keenam.
Dalam perbedaan pendapat tentang hal itu, ternyata beberapa golongan
ulama lebih cenderung untuk menempatkan Muwaṭ ṭ a karya Imam Malik sebagai
peringkat ke-enam. Pendapat ini diajukan oleh Abũl Ḥ asan bin Ruzaini al-Adburi
as-Sarkuti (w 535 H), beliau mengutarakan mendapatnya ini dalam bukunya at-
Tajrid Fil Jami’ Baina as-Ṣ ahĩh.
Sebagian ulama lain seperti Imam an-Nawawi (w 675 H), Ibn Hajar al-
Asqolani (w 852 H) menyebut Sunan ad-Darimilah yang menempati urutan ke-
enam dalam al-Kutub as-Sittah.10
Perbedaan pendapat tentang kelayakan Sunan Ibn Mājah menempati
peringkat ke-enam dalam al-Kutub as-Sittah muncul dari fakta ternyata mesikipun
karya Ibn Mājah ini memuat hadis-hadis ṣ ahĩh, dan ḥ asan, ternyata juga memuat
hadis dha’if dan bahkan hadis munkar meskipun jumlahhnya sedikit.

8
Muṣ ṭ afã Azami, Metodologi. h. 159.
9
Ab­ Syu’bah, Fi Rihãb .... h. 139.
10
M. Syuhudi Ismail, Cara Praktis Mencari Hadis (Jakarta: Bulan Bintang, 1991) h. 10.

6
Menurut beberapa pendapat dikatakan bahwa Ibn Mājah meriwayatkan
hadis-hadis dari periwayat yang dituduh berdusta dan meriwayatkan hadis
mauḍ ũ’.11 Kritikan seperti ini datang dari Ab- al-Farizi ibn al-Jauzy. Beliau
mengatakan bahwa dalam Sunan Ibn Mājah terdapat 30 hadis mauḍ ũ’.
Tapi di sisi lain, as-Suyũṭ ĩ membantah pendapat ini dengan mengatakan
bahwa banyak pendapat aj-Jauzḯ yang lemah dan tidak dapat diterima, sebab
sebahagiannya sudah disepakati oleh ulama kritik hadis tentang kedha’ifannya.
Hal ini kemudian dikomentari oleh Abũ Zur‘ah, seorang ulama terkenal
pada masa itu, komentara beliau ini adalah bahwa hadis dha’if yang termuat
dalam Sunan Ibn Mājah tidak mencapai jumlah tiga puluh.
Ulama lain yang berkomentar tentang Sunan Ibn Mājah ini adalah Ibu
Kaṡ ir, menurutnya kitab Sunan Ibn Mājah adalah buku yang sungguh banyak
faedahnya, baik dari segi susunan bab-babnya menurut fikih ataupun karena
masalah lainnya.
Perbedaan pendapat lainnya muncul dari pertanyaan apakah hadis mauḍ u’
yang terdapat dalam Sunan Ibn Mājah bisa merendahkan kitab itu kalau dikaitkan
kepada jumlah hadis yang mencapai 4000 hadis. Dalam perbincangan ini, tentu
saja ada yang mengatakan bahwa fakta bahwa Sunan Ibn Mājah memuat hadis
mauḍ ũ’ telah merendahkan derajat buku ini, meskipun tentu saja tidak bisa
dipungkiri bahwa buku ini sungguh berperan dalam ilmu hadis, dan ada juga yang
mengatakan bahwa hal itu tidallah merendahkan derajatnya.
Sedangkan menyoal tentang kepribadian Ibn Mājah, menurut az-Zauharḯ
bahwa Ibn Mājah adalah seorang yang Ḥ ãfiẓ h yang dipercaya sangat luas
keilmuannya, termasuk ahli hadis pada masanya dan salah satu penulis dan
penghimpun hadis dengan berdasarkan bab-bab fikih yang terkenal.
Sedangkan menurut Abũ Ya’lã al-Khalḯ lḯ , Ibn Mājah adalah seorang yang
disepakati kekuatan riwayatannya.12
Bila kita membandingkan antara Sunan Ibn Mājah dengan Sunan Abi
Dãud, maka kita akan menemukan fakta sebagai berikut:
1. Dari segi awal waktu, Sunan Abi Dãwud memang muncul lebih dahulu, jadi
wajar Abũ Dãwud al-Sijistãnĩ lah yang pertama menusliskan kitab hadis
11
Ibn Mājah, Sunan, h. 36.
12
Ab­ Syu’bah, Fi Rihãb ..., h. 137.

7
dengan sistem sunan, sedangkan Ibn Mājah hanya megikuti langkah-langkah
dalam penulisan sunan.
2. Abũ Dãwud al-Sijistãnĩ menuliskan keterangan tentang kualitas hadis yang ia
cantumkan sedangkan Ibn Mājah tidak.
3. Abũ Dãwud al-Sijistãnĩ hanya mencantumkan hadis ṣ ahĩh dan ḥ asan juga
beberapa hadis dha’if yang tanpa keterangan, sedangkan Ibn Mājah selain
hadis ṣ ahĩh, ḥ asan, dha’if juga memasukkan hadis munkar yang semuanya
tanpa diberi penjelasan.
4. Beberapa hadis-hadis yang termuat dalam Sunan Abi Dãwud tidak ditemukan
dalam Ṣ ahǐ h al-Bukhãrǐ , maupun Ṣ ahǐ h Muslim, sedangkan kebanyakan dari
hadis-hadis yang dimuat dalam Sunan Ibn Mājah sudah diriwayatkan dalam
Ṣ ahĩhain.
Meskipun demikian tidak bisa dipungkiri peran besar yang dimainkan oleh
Ibn Mājah dan Sunannya dalam perkembangan ilmu hadis. Pada faktanya,
sekarang, Ibn Mājah sudah menajdi seorang tokoh yang sungguh masyhur dan
dikaji di berbagi studi-studi hadis. Sunan Ibn Mājah juga telah menjadi salah satu
kitab hadis yang percaya dan menjadi salah satu sumber penting dalam studi-studi
hadis.

F. Konstribusi Ibn Mãjah dalam Dunia Hadis


Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa Ibnu Majjah, sebagai
salah satu ulama’ yang menekuni bidang Hadis, merupakan ulama’ yang hidup
pada zaman pemerintahan Dinasti Abbasiyyah tepatnya pada masa pemerintahan
Khalifah al-Makmun (198H/813M) sampai akhir pemerintahan al-Muqtadir
(295H/908M). Kontribusinya terhadap perkembangan ilmu Hadis, dibuktikan
dengan karya beliau yang popular yaitu Kitab Sunan Ibn Mājah. Keberadaan
Sunan Ibn Majah sebagai kitab rujukan hadis yang sudah diakui memberikan
kostribusi yang amat besar bagi kita khususnya bagi ilmuan hadis yang ingin lebih
mendalami lagi hadis-hadis Nabi.
Walaupun demikian kehadiran Sunan Ibn Mājah banyak mendapat
kritikan dari para ulama’ salah satunya lebih banyak dha’if daripada ṣ aḥ ih. Namun
setelah kita pelajari lebih details dari pandangan-pandangan ulama’ terdapat

8
kelebihan khusus yang dimiliki Sunan Ibn Mājah ini dan menjadi konstribusi
khusus dalam dunia hadis.
Kelebihan yang dimaksud adalah:
• Keunggulan kitab ini adalah terletak pada cara pengemasannya.
• Memuat hadis-hadis yang tidak ditemukan dalam kutub al-khamsah.
• Jumlah pasal-pasal dalam kitab sunan Ibn Majah banyak dan ditata dengan
baik dengan sedikit sekali adanya pengulangan.
• Kitab Sunan seluruhnya ṣ aḥ ih dan sebagiannya ma’lul dan yang dinamakan
al-Mujtabã, semua hadisnya shahih.
• Kitab yang paling sedikit hadis-hadis da’ifnya.
• Derajatnya lebih tinggi dari Sunan Abi Dãud, Sunan al-Tirmidhī, bahkan ada
yang mengatakan rijalul hadits yang dipakai lebih tinggi nilainya daripada
yang dipakai Imam Muslim.
Dari kelebihan ini tentunya dapat pemakalah analisa bahwa para pemikir
hadis setelahnya dan umat Islam pada khususnya dapat mengambil referensi
didalam mengkaji ilmu-ilmu hadis terutama dari Sunan Ibn Mãjah. Selain itu
dengan hadirnya sunan ini Ulama cukup merespon keberadaan kitab Ibnu Mãjah,
hal ini terbukti dengan adaanya mentahqiqan yang dilakukan oleh sebagian ulama,
diantara yang mentahqiq kitab Sunan Ibnu Mãjah adalah Fu’ad Abdul Baqi
sebagaimana telah disinggung di atas.
Bukti perhatian khusus pada kitab sunan Ibnu Majah adalah dengan
adanya bermunculan kitab syarah sunan Ibnu Majah. Di antara kitab syarah dari
sunan Ibnu Majah adalah, az-Zujajah Syarh Sunan Ibn Majah karya Jajaluddin as-
Suyuti, Syarh Sunan Ibnu Majah susunan ‘Abd al-Hadi as-Sindi dan al-Ibnu
Mãjah’lam bi Sunaihi ‘Alaihi as-Salam karya Mughlati, akan tetapi kitab syarah
yang terakhir ini belum pernah terbit dan dipublikasikan.13
Substansinya bahwa Kitab ini memiliki keistimewaan yang patut
diberikan applause, berkat kegigihan imam Ibnu Majah dalam menciptakan karya
yang terbaik dan bermanfaat bagi Muslim sedunia, dapat kita lihat bahwa buku ini
memiliki susunan yang baik dan tidak ada pengulangan hadits yang serupa kecuali

13
Hasbi ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, (Semarang: Pustaka Rizki
Putra, 1992), 111.

9
memang dianggap penting oleh sang Imam. Shiddîq Hasan Khân dalam kitab ‘Al-
Hittah’ berkata, “Tidak ada ‘Kutubu As-Sittah’ yang menyerupai seperti ini,
karena ia menjaga sekali adanya pengulangan hadits-hadits, walaupun ada itupun
hanya sebahagian kecil saja. Seperti imam Muslim R.A. halnya yang mendekati
buku ini. Dimana beliau tidak mengadakan pengulangan hadits dalam beberapa
sub judul kitab, tapi beliau mengulang hadits tersebut dalam hanya dalam satu
judul.
Buku “Sunan Ibnu Mājah” terdiri dari 32 (tiga puluh dua) kitab menurut
Al-Zahabî, dan 1500 (seribu lima ratus) bab menurut Abu Al-Hasan Al-Qatthanî,
dan terdiri dari 4000 (empat ribu) hadits menurut Az-Zahabî. Tapi kalau kita teliti
ulang lagi dengan melihat buku yang di-tahqîq oleh Muhammad Fuad Abdul Bâqî
rahimahullah, bahwa buku ini berjumlah 37 (tiga puluh tujuh) kitab selain dari
muqaddimah, berarti kalau ditambah dengan muqaddimah maka jumlahnya 38
(tiga puluh delapan) kitab. Sedangkan jumlah babnya terdiri dari 1515 (seribu
lima ratus lima belas) bab dan 4341 (empat ribu tiga ratus empat puluh satu)
hadits. Hal ini disebabkan adanya perbedaan nasakh.

G. Sekilah Kitab Zawãid Ibn Mājah


Kitab-kitab Zãwaid yaitu kitab yang berisi hadis-hadis yang tidak terdapat
dalam kitab-kitab sebelumnya. Kitab Zãwaid Sunan Ibnu Majah, Kitab Ith-Ḥ aful
Mahrah bi Zãwaidil Masãnidil ‘Asyrah, Kitab Zãwaid As-ṡ unanil Kubra (hadis-
hadis yang tak terdapat dalam kitab enam). Ketiga kitab ini disusun oleh Al
Bushiry (840 H).
Dinamai kitab Zãwaid karena periode ini ulama mengumpulkan hadis-
hadis yang tak terdapat dalam kitab-kitab sebelumnya ke dalam sebuah kitab
tertentu. Diantara kitab yang terkenal, ialah Kitab Zãwaid sunan Ibnu Majah
(yakni hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah yang tiada terdapat dalam
kitab-kitab yang lain).14
Dalam perkembangannya, kitab zãwaid Ibnu Mājah banyak dikarang oleh
ulama-ulama terdahulu sebagai dukungan terhadap sunan Ibnu Mājah. Salah satu
kitab adalah al-Misbah al Zujajah fi Zāwa’id Ibn Mājah oleh Muhammad Fuad

14
Ibid.,..h. 106.

10
Abd al-Baqi. Isi dalam kitab tersebut salah satunya hadis-hadis dalam zawa’ij
bernilai sahih, hasan, da’if dan maudu. Kenyataan tersebut menafikan tuduhan al-
Mizzi yang mengatakan bahwa semua hadis yang diriwayatkan dari Ibn Mājah
adalah daif.
Intinya, lahir zãwaid Ibnu Mājah tidak terlepas dari kritikan-kritikan
terhadap status Sunan Ibnu Mājah. Kritik evaluasi tampak apriori dan amat
subyektif, lebih-lebih bila dihubungkan dengan pernyataan Abu Zur’ah al-Razi di
atas. Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani membenarkan ulasan tersebut. Abu hatim
dalam al-’Illal terkesan pada pembatasan munkar dan gugur sanad yang
dikemukakan oleh al-Razi saat Ibnu Hajar berkonsultasi dengan beliau. Dengan
demikian tuduhan dhaif terhadap hadis versi zãwaid dalam koleksi Ibnu Mājah
hanya dikaitkan pada predikat perawi pendukung sanad hadis bukan pada
keseluruhan bangunan hadis.
Syihabuddin al-Bushiri al-Mashri (w 840 H) dalam kitab Misbah al-
Zujajah fi zãwaidi Ibni Mājah mengakui bahwa di balik ṭ afarrud sering kali
diketahui bahwa rijal hadisnya terdiri atas orang yang pernah dituduh dusta
bahkan pernah diklaim pernah membuat pemalsuan hadis, namun harus diakui
bahkan hadis-hadis zãwaid tersebut sulit diperoleh sumber informasi lain melalui
mata rantai sanad yang lain.
Seperti hadis yang berujung sanad pada Hãbib bin Hābib (notulis Imam
Malik) Ala’ bin Yazid, Dãud bin al-Munjam, Abdul Wahab al-Dhahak, Ismail bin
Ziyad al-Sukuti dan sebangsa mereka.15 Penilaian moderat tersebut mengajak agar
orang bertenggang rasa bila kondisi tafarrud pada koleksi hadis zãwaid di dalam
Sunan Ibnu Mãjah yang hanya terbentur sifat pribadi seorang perawi dalam
rangkaian sanad, di kompensasikan pada aspek matannya yang disamping amat
diperlukan oleh kalangan fuqãha juga sekaligus menyelamatkan sejumlah besar
perbendaharaan hadis.
Itulah sebabnya setelah melalui proses panjang ulama mutãkhirin
berketetapan menempatkan Sunan Ibnu Mājah melengkapi jajaran kutub al-Sittah
sekalipun di nomor terakhir. Hal itu tidak lepas dari keberadaan 1339 hadis
zãwaid yang kemudian menjadi bahan bermanfaat bagi pengembangan hazanah
ilmu fiqh.16

15
Ibid., hal. 326-327
16
Endang Soetari, Ilmu Hadis, (Bandung:Amal Bakti Press, 1994), h. 78.

11
Demi melindungi validitas sumber ajaran Islam tentunya layak bila dalam
menyikapi keberadaan hadis koleksi Sunan Ibnu Mājah terutama bagian zāwaid
agar mengacu pada pedoman:
Pertama: Hadis-hadis yang terdapat padanannya (keserasian isi matan) dalam
kutub al-Khamsah seyogyanyalah langsung dijadikan landas hujjah;
Kedua : Hadis-hadis yang tergolong zāwaid dan bila terbukti terjadi sifat tafarrud
perlu pemeriksaan rijal pendukung hadis yang bersangkutan. Sekira
nama rijalul-hadis tersebut lazim menjadi pendukung hadis bermutu
shahih, maka hadis tersebut layak dipertimbangkan untuk dipakai.

Adapun kitab-kitab yang berhubungan dengan kitab zãwaid Ibn Mājah


sebagaimana hasil penelusuran pemakalah adalah:
1. Mishbah al-Zujajah fi Zāwaid Ibnu Mājah karangan Syihabuddin Abu al-
'Abbas al-Bushiri yang diterbitkan di Madinatul Munawwarah, 1424H.
Berisi Membahaskan hadith-hadith tambahan (Zawaid) di dalam Sunan
Ibn Majah yang tidak terdapat dalam Kutub al-Khamsah serta
menunjukkan darjat hadis itu sama ada ṣ ahih, ḥ asan, dhaif ataupun
mauḍ ḥ u.
2. Majma' al-Zãwa'id wa Manba' al-Fawa'id ( ), ditulis
oleh Ali ibn Abu Bakr al-Haythami. Majma 'al-Zawa'id diatur dengan cara
dari sunan koleksi, dengan judul bab topikal berkaitan dengan
yurisprudensi. Dalamnya terdapat beberapa zawaid dari Baihaqi, Nasa’i,
Abu Dãud.

H. Kitab-kitab Syaraḥ Sunan Ibn Mājah


Sama halnya dengan kitab-kitab hadis lainnya, Sunan Ibn Mājah ini juga
telah membangkitkan minat dan perhatian para ulama setelahnya untuk menulis
beberapa karya yang berusaha menjelaskan Sunan Ibn Mājah ini. Akan tetapi
meskipun demikian ternyata karya-karya yang mensyarah Sunan Ibn Mājah ini
tidaklah sebanyak kitab-kitab syarah untuk kitab-kitab hadis lainnya seperti Ṣ ahǐ h
al-Bukhãrǐ , Ṣ ahǐ h Muslim, Sunan Ab- Dãud, dan lain sebagainya.
Beberapa kitab-kitab syarah Sunan Ibn Mājah ini bisa dikatakan sebagai
berikut:

12
1. Syaraḥ karya Imam Jalãluddĩn as-Suyũṭ ĩ. Karya ini diberi judul Miṣ bãḥ az-
Zuzah Alã Sunan Ibni Mājah. Kitab ini merupakan penjelasan singkat dan
ringkas yang menjelaskan permasalahan-permasalah yang penting saja.
2. Syaraḥ karya as-Siadi al-Madanỉ . Nama karya ini adalah Syarḥ u Sunan
Ibni Mājah. Kitab ini tidak terlalu jauh berbeda dengan syarah karya Imam
Jalãluddĩn as-Suyũṭ ĩ, syarah ringkas, yang menjelaskan masalah-masalah
yang penting saja, penejelasan ini ditempatkan di pinggiran matan Sunan.
3. Syaraḥ karya Ibn bin Muḥ ammad al-Ḥ alabḯ (w 841 H).
4. Syaraḥ as-Ṣ indi.
Selain itu Muḥ ammad Fa’ãl mentahqiq kembali sumber-sumber
periwayatan hadis yang dimasukkan oleh Ibn Mājah dalam Sunannya. Beliau juga
mentakhrij hadis-hadisnya dan mendapatkan jumlah 4341 hadis yang terbagi
kepada 37 kitab dan 1502 bab.
Perincian hadis-hadis itu bisa dikatakan sebgai berikut:
1. Hadis yang dimuat oleh Sunan Ibn Mājah yang juga diriwayatkan dalam
Kutubul Khamsah adalah sebanyak 3002 hadis.
2. Hadis dengan isnãd ṣ ahĩh adalah sebanyak 428 hadis dari keseluruhan jumlah
hadis.
3. Hadis dengan isnãd ḥ asan adalah sebanyak 119 hadis dari jumlah
keseluruhan.
4. Hadis dengan isnãd dha’if adalah sebanyak 613 hadis dari jumlah
keseluruhan.
5. Hadis dengan isnãd lemah sekali adalah sebanyak 99 hadis dari jumlah
keseluruhan.

I. Kesimpulan
Nama lengkapnya adalah Abū ʻ Abdillāh Muḥ ammad ibn Yazīd Ibn Mājah
al-Rabʻ ī al-Qazwīnī. Beliau dilahirkan di Qazwen salah satu kota di Iraq bagian
persia yang sangat terkenal banyak menghasilkan para ulama besar, pada tahun
209 H.
Karya besar Ibn Mājah adalah karya dalam bentuk sunan yang dikenal
dengan nama Sunan Ibni Mājah. Memang bentuk sunan adalah salah satu bentuk

13
penulisan kitab yang sangat terkenal saat itu, selain sunan, para muhadditsin
mengenal bentuk lain seperti ¡ah³h dan musnad.
Ibn Mājah menuliskan 4341 hadis yang terbagi kepada 37 kitab dan 1502
bab. Semua hadis-hadis itu terdiri dari 428 hadis Ṣ aḥ ih, 119 hadis Ḥ asan, 613
hadis dha’if, 99 hadis yang sangat lemah

14
DAFTAR PUSTAKA

Ash-Shiddieqy, Hasbi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, Jakarta: Bulan


Bintang, 1980.

Azami, Muṣ ṭ afã Azami, Metotologi Kritik Hadis, terj. A. Yamin, Jakarta: Pustaka
Hidayah, 1992.

M. Syuhudi Ismail, Cara Praktis Mencari Hadis, Jakarta: Bulan Bintang, 1991

Mājah, Ibn, Sunan, terj. Shohnhaji, Semarang: as-Syifa’ 1992.

Syu’bah, Muḥ ammad bin Muḥ ammad, Fi Rihãb as-Sunnah as-Sittah, Kairo: al-
Buhũṡ al-Islãmiyah, 1969.

Soetari, Endang, Ilmu Hadis, Bandung: Amal Bakti Press, 1994

Yuslem, Nawir, Ulumul Hadis, Jakarta: Mutiara Sumber Widiya, 1998

15

Anda mungkin juga menyukai