Anda di halaman 1dari 11

PENYEMPURNAAN DAN PENGEMBANGAN SISTEM PENYUSUNAN HADITS

Nama : Alifa Nazira


Nim : 202026015

Email :

IAIN Lhokseumawe

PEMBAHASAN
A. Masa Seleksi Penyempurnaan Hadits
Masa seleksi atau penyaringan hadits terjadi ketika pemerintahan dipegang oleh dinasti
Banni Abbas, khususnya sejak masa Al-Makmum sampai dengan Al-Muktadir.
Di permulaan abad ketiga para ahli hadits berusaha menyisihkan Al-Hadits dari fatwa-
fatwa sahabat dan tabiin. Mereka berusaha membukukan hadits Rasulullah semata-mata. Untuk
tujuan yang mulia ini mereka mulai menyusun kitab-kitab musnad yang bersih dari fatwa-fatwa.
Melalui kaidah-kaidah yang ditetapkan, para ulama pada masa ini berhasil memisahkan
hadist-hadits yang dha’if (lemah) dari yang shahih dan hadits-hadits yang mauquf
(periwayatannya berhenti pada sahabat) dan  yang maqthu (terputus) dari yang marfu’ (sanadnya
sampai Nabi SAW).1
Berkat keuletan dan keseriusan para ulama,maka bermunculanlah kitab-kitab hadits yang
hanya memuat hadits-hadits Sahih. Kitab-kitab tersebut dikenal dengan kitab Al-Sittah (kitab
induk yang enam).
 Ulama yang berhasil menyusun kitab tersebut, ialah Abu Abdillah Muhammad ibn
Isma’il ibn Ibrahim ibn Al-Mughirah ibn Bardizbah Al-Bukhari, yang terkenal dengan “Imam
Bukhari” (194-252 H) dengan kitabnya Al-Jami’ Al-Shahih atau Shahihu’l-Bukhary . Menurut
penelitian Ibnu Hajah, kitab shahih itu berisi 8.122 hadits yang terdiri dari 6.397 buah hadits asli
dan hadits yang terulang-ulang. Diantara jumlah tersebut terdapat 1.341 hadits mu’allaq, dan 384
hadits mutabi’i. Diantara sekian banyak syarah Shahihu’l-Bukhary yang paling baik nilainya,
luas uraiannya dan banyak tersebar dalam masyarakat ialah “Fathu’l-Bary” karya Ibnu Hajar Al-
Asqalany (852H).
Kemudian Abu Husain Muslim ibn Al-Hajjaj Al-Kusairi Al-Naisaburi, yang dikenal
dengan “Imam Muslim” (204-261) dengan kitabnya juga disebut Al-Jami’ Al-Shahih atau

1
Munzier Suparta, Ilmu Hadits, (Jakarta: PT RajaGrafindoPersada,2003) hlm. 84
Shahihu’l-Muslim.  Kitab tersebut berisi hadits sebanyak 7.273 hadits, termasuk hadits yang
berulang-ulang.
Usaha yang sama dilakukan oleh Abu Daud Sulaiman ibn Al-Asy’as ibn Ishaq Al-
Sijistani (202-275 H), Abu Isa Muhammad ibn  Isa ibnSurah Al-Tirmidzi (200-279) dan Abu
Abdillah ibn Yazid ibn Majah (207-273 H). Hasil karya keempat ulama ini dikenal dengan kitab
“Sunah”, yang menurut para ulama kualitasnya di bawah karya Bukhari dan Muslim.
Pada masa ini para ulama bersungguh-sungguh mengadakan penyaringan hadits yang
diterimanya. Melalui kaidah yang ditetapkannya, mereka berhasil memisahkan hadits-hadits
yang dla’if dan sahih dan hadits-hadits mauquf dan yang maqthu dari yang ma’ruf, meskipun
berdasarkan penelitian berikutnya masih ditemukan terselipnya hadits dla’if pada kitab-kitab
sahih karya mereka.
Untuk lebih jelasnya Periode Inda  al-Tadwin menurut Endang Soetari, dibagi kedalam 3
fase perkembangan:2
a) Fase Tadwin  Pertama para mudawwin hadis memasukkan ke dalam diwannya semua
hadis, baik sabda Nabi, maupun fatwa sahabat dan tabi’in. Sehingga meliputi hadits marfu’,
hadis mauquf dan hadis maqthu’. Pada fase ini hanya kitab al-Muwatha Imam Malik yang
masih bisa ditemukan, sedangkan yang lainnya tidak sampai kepada masa sekarang.
b) Fase Tadwin Kedua abad III Hijriyah (masa kualifikasi), para mudawwin hadits
memisahkan hadis Nabi dengan fatwa sahabat dan tabi’in , akan tetapi masih
mencampurkan hadits shahih,hasan dan dla’if. Sistem penulisan hadits pada fase ini
didominasi berdasarkan sanad  ( perawi sahabat), yang mengakibatkan sulit dalam mencari
atau mengetahui hukum-hukum syara’ karena tidak berdasarkan tema. Kitab pada fase ini
dinamakan al-Musnad, seperti al-Musnad Ubaidilah Ibnu Musa, Musnad Hanafi, Musnad
al-Syafi’i, Musnad Abu Dawud, Musnad Ahmad dan sebagainya.
c) Fase tadwin ketiga, fase seleksi hadis yaitu mudawwin hadits melakukan seleksi terhadap
hadis-hadis shahih saja untuk dibukukan. Hal ini dilatarbelakangi oleh meluasnya hadis
palsu di akhir abad II Hijriyah. Pelopor mudawwin dengan seleksi  ini adalah Ishaq Ibnu
Rawaih yang diikuti  al-Bukhari, dan  Imam Muslim. Seleksi hadits pada fase ini dilakukan
dengan cara meneliti dan membahas perawi hadits dari berbagai segi seperti keadilan,
kedlabitan yang diambil dari biografi perawi, dan dengan cara pembuatan kaidah ilmu

2
Munzier Suparta, Ilmu Hadits, (Jakarta: PT RajaGrafindoPersada,2003) hlm. 84.,hlm 85
hadits yang dapat membedakan antara hadits shahih dengan hadits dla’if. Pada fase ini
terbitlah beberapa kitab dengan 2 corak, yaitu kitab Shahih yang hanya memasukkan hadis
shahih saja seperti Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Al Mustadrak Hakim, Shahih Ibnu
Hibban, Shahih ibnu Khuzaimah, Shahih Ibnu Awanah, dan Shahih Ibnu Jarud. Sedangkan
corak lainnya kitab sunan yang penyusunannya tidak memasukan hadis munkar dan
sederajat,hadits dla’if yang tidak munkar dan tidak sangat lemah dimasukkan kedalamnya
dengan diterangkan kedla’ifannya. Beberapa contoh kitab sunan ini adalah Sunan Abu
Dawud, Sunan Turmudzi, Sunan al-Nasa`i, Sunan Ibnu Majah, Sunan al-Damiri, Sunan al-
Dailami, Sunan Baihaqi, dan Sunan al-Daruqutni.
Selain kitab-kitab hadis pada fase seleksi hadis tentunya dibutuhkan kitab-kitab pembantu
dalam menentukan keshahihan suatu hadis, maka terlahirlah ‘ulum al-hadits, kitab penunjuk dan
kitab problema hadits yang melahirkan ilmu jarah wa ta’dil, ilmu rijal al-hadits, ‘ila al-
Hadits,Asbab al-Wurud dan sebagainya.
Kitab-kitab Hadits pada periode tadwin hadits ini pada intinya  menurut Ash-Shidieqi
dibagi ke dalam tigas jenis kategori sebagai berikut:3
a) Kitab Shahih, penyusun menulis kitab hadits berdasarkan hanya hadits-hadits shahih saja.
b) Kitab Sunan ( kecuali Ibnu Majah), penulis memasukan hadits dlaif yang dianggap tidak
mungkar dan tidak sangat lemah dan diterangkan kedlaifannya.
c) Kitab Musnad, segala hal yang berhubunagn dengan hadits ditulisnya. Hadits musnad ini
dibagi menjadi dua macam berdasarkan cara penulisannya. Yaitu musnad berdasarkan
urutan perawi haditsnya dan Mushanaf beradaskan bab-bab isi hadits.

1.   Kitab-kitab induk yang enam (al-Kutub as-Sittah)


Satu per satu kitab-kitab hasil seleksi ketat itu muncul pada masa ini. Ulama yang
pertama kali berhasil menyusun kitab tersebut ialah Abu Abdillah Muhammad bin Isma’il bin
Ibrahim bin al-Mughirah bin Bardizbah al-Bukhari, ysng terkenal dengan “Al-Bukhari” (194-252
H) dengan kitabnya al-jami’ ash-shahih. Setelah itu, muncul kemudian Abu Hasan Muslim bin
al-Hajjaj al-Kusairi an-Naisaburi, yang dikenal dengan “Muslim” (204-261 H) dengan kitabnya
yang juga disebut al-jami’ ash-shasih.

3
Munzier Suparta, Ilmu Hadits, (Jakarta: PT RajaGrafindoPersada,2003) hlm. 84.,hal 85-86
Menyusul kemudian Abu Daud Sulaiman bin al-Asy’ ats bin Ishaq al-Sijistani (202-275
H), Abu Isa Muhammad bin Isa bin Surah at-Turmudzi (200-279 H), dan Abu Abdillah ibn
Yazid ibn Majah (207-273 H). hasil keempat ulama ini dikenal dengan kitab “as-Sunah” yang
menurut para ulama kualitasnya dibawah karya al-Bukhari dan Muslim.
Dengan dua kitab al-jami’ dan empat kitab as-sunah, maka kitab hasil tadwin dengan
metodologi yang sama, sampai disini berjumlah enam kitab, yang dijadikan induk, standard, atau
tempat merujuk kitab-kitab lain yang datang sesudahnya. Secara lengkap kitab-kitab yang enam
diatas, diurutkan sebagai berikut:4

 Al-Jami’ ash-Shahih susunan al-Bukahri


 Al-Jami’ ash-Shahih susunan Muslim
 As-sunan susunan Abu Daud
 As-sunan susunan at-Tarmudzi
 As-sunan susunan an-Nasa’i
 As-sunan susunan Ibn Majah

Menurut sebagian ulama aturan-aturan diatas menunjukkan urutan kualitas masing-


masing, sehingga penyebutannya menjadi baku. Namun menurut sebagian yang lainnya, tidak
selalu baku, sebab ada yang mempersoalkan apakah yang pertama itu adalah karya al-Bukhari
atau karya Muslim. Begitu juga halnya dengan urutan-urutan lainnya. Kemudian untuk urutan
keenam juga terdapat perbedaan pendapat, ada yang menempatkan Malik bin Anas dan ada yang
menempatkan ad-Darimi. Mayoritas ulama nampaknya mengikuti pendapat yang disebut
pertama.

2. Zaman keemasan pembukuan hadist (200-300 H)


Pada periode ini muncul suatu langkah baru dalam pembukuan hadist yaitu membukukan
hadist Rasulullah semata. Ini berlangsung dipenghujung abad ke II Hijriah. Para penghimpun
hadist ini diantaranya ada yang menyusun kitab-kitab “Musnad” yaitu suatu sistem penyusunan
hadist, yang oleh penyusunnya dikelompokkan, masing-masing sahabat tersendiri, tanpa terikat
oleh kesuatuan masalah tertentu. Hadist-hadist tentang shalat ditempatkan berdampingan dengan

4
Munzier Suparta, Ilmu Hadits, (Jakarta: PT RajaGrafindoPersada,2003) hlm. 84.,hlm 89
hadist-hadist zakat, dan bersama-sama dengan hadist jual beli umpamanya. Jadi, yang dijadikan
patokan dalam penyusunan menurut sistem ini adalah kelompok sahabat.
Sebagian penyusunan hadist dengan sistem ini mengklasifikasikan sahabat berdasarkan
kronologi keislamannya. Mereka menempatkan dalam urutan pertama sepuluh orang sahabat
yang mendapat jaminan masuk surge. Berikutnya adalah para peserta Badar, lalu para peserta
Hudaibiyah, kemudian disusul dengan sahabat yang masuk islam dan hijrah dalam pertengahan
kurun hudaibiyah dan penaklukan mekah. Selanjutnya mereka yang memeluk islam pada waktu
penaklukan mekah, sahabat yang berusia muda, kemudian para sahabat wanita yang
meriwayatkan hadist.
Ulama terbaik yang menyusun hadist dengan sistem ini pada masa itu adalah Imam besar
Ahmad bin Hanbal dalam kitab musnad-nya yang mashur. Pengarang lainnya, yang mengikuti
sistem musnad ini mengklasifikasikan sahabat berdasarkan abjad nama. Mereka memulai dengan
sahabat yang huruf pertama namanya huruf “alif”, huruf “ba”, dan seterusnya.5
Pada masa itu ulama terbaik yang menyusun berdasarkan cara demikian ialah Imam Abul
Qasim at-Tabrani (wafat 260 H) dalam kitabnya Al-Mu’jamul Kabir. Ulama lainnya yang juga
menyusun hadist dengan sisitem musnad ini adalah Ishaq bin Rahawaih (wafat 238 H), Usman
bin Abi Syaibah (wafat 239 H), Ya’qub ibn Abi Syaiubah (wafat 263 H), dan lain-lain.
Disamping itu, pada masa ini ada juga ulama yang menyusun kitabnya menurut
sistematika BAB fiqh dan sebagainya. Ia memulai penyusunannya dengan kitab shalat, zakat,
haji, lalu BAB gadaian dan seterusnya.

B. Masa pengembangan dan penyempurnaan sistem penyusunan kitab-kitab hadist


Peyusunan kitab-kitab pada masa ini lebih mengarah kepada usaha mengembangkan
beberapa variasi pen-tadwinan terhadap kitab-kitab yang sudah ada. Maka setelah berjalan
beberapa saat dari munculnya kutub as-Sittah, al-Muwaththa’ Malik bin Abas, dan al-Musnad
Ahmad ibn Hambal, para ulama mengalihkan perhatiannya untuk menyusun kitab-kitab jawami
(mengumpulakn kitab-kitab hadist menjadi satu karya), kitab syarah (kitab komentar dan
uraian), kitab mukhtashar (kitab ringkasan), men-takhrij (mengkaji sanad dan mengembalikan
kepada sumbernya), menyusun kitab athraf (menyusun pangkal-pangkal suatu hadist sebagai

5
Munzier Suparta, Ilmu Hadits, (Jakarta: PT RajaGrafindoPersada,2003) hlm. 84.hlm. ,90
petunjuk kepada materi hadist secara keseluruhan), dan penyusunan kitab hadist untuk topik-
topik tertentu.6
Diantara usaha itu, ialah mengumpulkan isi kitab  shahih al-Bukhari dan Muslim, seperti
yang dilakukan oleh Muhammad ibn Abdillah al-Jauzaqi dan ibn al-Furrat (w. 414 H).
Diantaranya juga yang mengumpulkan isi kitab yang enam, seperti ysng dilakukan oleh  Abd al-
Haq ibn Abd ar-Rahman  al-Asybili (terkenal dengan ibn al-Kharrat. W 583 H), al-Fairu az-
Zabadi dan ibn al-Atsir al-Jazari. Ulama yang mengumpulkan kitab-kitab hadist mengenai
hukum diantaranya ialah ad-Daruquthni, al-Baihaqi, Ibn Daqiq al’Id. Ibn Hajar al-Asqalani, dan
Ibn Qudmah al-Maqdisi.
Setelah munculnya Kitab Al-Sittah dan Al-Muwaththa’malik serta Musnad Ahmad ibn
Hanbal,para ulama mengalihkan perhatiannya untuk menyusun kitab-kitab Jawami’, kitab syarah
mukhtasar, mentakhrij, menyusun kitab Athraf, dan jawa’id. Diantara ulama yang masih
melakukan penyusunan kitab hadits yang memuat hadits-hadits sahih ialah Ibn Hibban Al-Bisti,
Ibn Huzaimah, dean Al-Hakim Al-Naisaburi.
Penyusunan kitab-kitab pada masa ini lebih mengarah kepada usaha mengembangkan
dengan beberapa variasi pentadwinan terhadap kitab-kitab yang sudah ada. Diantara usaha itu,
ialah mengumpulkan isi kitab sahih Bukhari dan Muslim, seperti yang dilakukan oleh
Muhammad ibn Abdillah Al-Jauzaqi  dan ibn Al-Furat (w.414 H).
Masa perkembangan hadis yang terakhir ini terbentang cukup panjang,dari mulai abad
keempat Hijriyah terus berlangsung beberapa abad berikutnya sampai abad kontemporer.
Dengan demikian masa perkembangan ini melewati dua fase sejarah perkembangan Islam,yakni
fase pertengahan dan fase modern.7

C. Metode Pembukuan Hadits

1. Metode Masanid: yaitu buku-buku  yang berisi kumpulan hadits setiap sahabat secara
tersendiri, baik hadits sahih, hasan atau dhaif. Contoh kitab metode masanid:

a. Musnad Abu Dawud Sulaiman bin Dawud At Tayalisi ( w. 204 H ).

b. Musnad Abu Bakar Abdullah bin Az Zubair Al Humaidi ( w.219)

6
Fatchur Rahman, Ikhtishar Mushthalahu’l Hadits, (Bandung: PT Alma’arif,1974) hlm.56
7
Fatchur Rahman, Ikhtishar Mushthalahu’l Hadits, (Bandung: PT Alma’arif,1974) , hlm.57
c. Musnad Imam Ahmad bin Hambal ( w. 241 H).

d. Musnad Abu Bakar Ahmad bin Amru al Bazzar ( w.292H).

e. Musnad Abu Ya’la Ahmad bin Ali Al Mutsana  Al Mushili ( w.307 H)

2. Al Ma’ajim: buku yang berisi kumpulan hadits yang berurutan nama-nama sahabat, guru-
guru penyusun, atau negeri sesuai dengan huruf hijaiyah, antara lain:

a. Al Mu’jam al Kabir dan karya Abu Al Qasim Sulaiman bin Ahmad Ath-Thabarani
(w.360 H).

b. Al Mu’jam Al Awsath  karya Abu Al Qasim Sulaiman bin Ahmad Ath-Thabarani

c. Al Mu’jam Ash-Shogir karya Abu Al Qasim Sulaiman bin Ahmad Ath-Thabarani

d. Al Mu’jam al Buldan karya Abu Ya’la Ahmad bin Ali Al Mushili ( w. 307H).
3. Al Jawami’ : Pengumpulan hadits berdasarkan semua bab pembahasan agama antara lain:8

a. Al Jami’ Al Shahih karya imam Abu Abdillah Muhammad bin Ismail Al Bukhari
(w.256H).

b. Al Jami’ Al Shahih karya Imam Abu Al Husain Muslim bin Hajjaj Al Qusyairi an-
Naisaburi (w.261 H)

c. Al Jami’ Al Shahih karya Imam Abu Isa Muhammad bin Isa At Tirmidzi ( w.279H).

4. Penulisan hadits berdasarkan pembahasan Fiqh antara lain: ( Khusus Fiqh)

a. As-Sunan, contoh Sunan  Abi Dawud,sunan An-Nasai, Sunan Ibnu Majah,Sunan Asy
Syafi’i,  Sunan Ad Darimi, Sunan Daruquthni, dan Sunan Al Baehaqi.

b. Al Mushanafat: sebuah kitab hadits yang disusun bedasarkan urutan bab tentang fiqh.
Antara lain: Al Mushanaf karya Abu Bakar Aburrazzak, Al Mushannaf karya Abu

8
Suparta Munzier,Ilmu Hadits, ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2003) hlm. 93
Bakar Abdullah bin Abi Syaibah dan Mushannaf karya Baqiyyi bin Mukhallad Al
Qurtuibi.

5. Kitab penyusunan berdasarkan penulisan hadits sahih saja:

a. Shahih al Bukhari

b. Shahih Muslim

c. Al Muwatha karya Imam Malik

d. Al Mustadrak karya Al Hakim

e. Shahih Ibnu Khuzaimah,

f. Shahih Ibnu Hibban

6. Tematik, antara lain At-Targhib wa at Tarhib karya Zakiyudin Abdul Azhim (w.656 H).
dan kitab Az Zuhd karya Ahmad bin Hambal, Kitab Riyadu Shalihin karya Nawawi

7. Kumpulan Hadits Hukum Fiqh ( kutub Al Ahkam ):contoh Kitab Al Ahkam karya Al
Maqdisi, Bulughna Muram karya Ibnu Hajar Al-‘Asqalani.

8. Merangkaikan Al Majami’: antara lain kitab Jami’ Ushul min Ahadits ar-Rasul karya
Abu As-Sa’dat

9. Al Ajza, kitab berisi hadits yang berkaiatan dengan satu permasalahan secara terperinci,
antara lain Juz`u Ma Rawahu Abu Hanifah ‘an Ash-Shahabah karya At-Thabari.

10. Al-Athraf,yaitu kitab yang menyebutkan sebagian hadits yang dapat menunjukkan
kelanjutan hadits dimaksud, kemudian mengumpulkan seluruh sanadnya. Contoh kitab
Ithaful Maharah bi Athrafil Asyarah karya Ibnu Hajar Asqalani.
11. Kumpulan hadits masyhur secara lisan dan tematik, kitab membahas hadits-hadits yang
mashur di kalangan masyarakat lalu menjelaskan derajat hadits tersebut, contoh kitab 
Silsilah Al Ahadits adh Dhaífah karya Nasirudin Al Bani.
12. Az-Zawaid,karya yang berisi hadits tambahan terhadap hadits yang ada pada sebagian
kitab yang lain, contoh Kitab Majma’ Az Zawaid wa Manba al Fawaid karya Al Haitami.9

9
Suparta Munzier,Ilmu Hadits, ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2003). hlm. 94
A. Kesimpulan
Masa seleksi atau penyaringan hadits terjadi ketika pemerintahan dipegang oleh dinasti
Banni Abbas, khususnya sejak masa Al-Makmum sampai dengan Al-Muktadir.
Di permulaan abad ketiga para ahli hadits berusaha menyisihkan Al-Hadits dari fatwa-
fatwa sahabat dan tabiin. Mereka berusaha membukukan hadits Rasulullah semata-mata. Untuk
tujuan yang mulia ini mereka mulai menyusun kitab-kitab musnad yang bersih dari fatwa-fatwa.
Melalui kaidah-kaidah yang ditetapkan, para ulama pada masa ini berhasil memisahkan
hadist-hadits yang dha’if (lemah) dari yang shahih dan hadits-hadits yang mauquf
(periwayatannya berhenti pada sahabat) dan  yang maqthu (terputus) dari yang marfu’ (sanadnya
sampai Nabi SAW).
Peyusunan kitab-kitab pada masa ini lebih mengarah kepada usaha mengembangkan
beberapa variasi pen-tadwinan terhadap kitab-kitab yang sudah ada. Maka setelah berjalan
beberapa saat dari munculnya kutub as-Sittah, al-Muwaththa’ Malik bin Abas, dan al-Musnad
Ahmad ibn Hambal, para ulama mengalihkan perhatiannya untuk menyusun kitab-kitab jawami
(mengumpulakn kitab-kitab hadist menjadi satu karya), kitab syarah (kitab komentar dan
uraian), kitab mukhtashar (kitab ringkasan), men-takhrij (mengkaji sanad dan mengembalikan
kepada sumbernya), menyusun kitab athraf (menyusun pangkal-pangkal suatu hadist sebagai
petunjuk kepada materi hadist secara keseluruhan), dan penyusunan kitab hadist untuk topik-
topik tertentu.
DAFTAR PUSTAKA

Suparta, Munzier. 2003. lmu Hadits. Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada.

Rahman , Fatchu. 1974. Ikhtishar Mushthalahu’l Hadits. Bandung: Pt Alma’arif.

Majid, Abdul. 2010. Ulumul Hadits, Jakart : Amzah.

Anda mungkin juga menyukai