Anda di halaman 1dari 7

2.

Hadits masa khulafaurrasyidin( Masa Sahabat besar )


 Masa Abu Bakar dan Umar,
periwayatan hadis begitu sedikit dan lamban. Hal ini disebabkan
kecenderungan mereka secara umum untuk menyedikitkan riwayat (taqlil al-
riwayat), disamping sikap kehati-hatian dan teliti para sahabat dalam
menerima hadis. Juga karena khawatir akan terjadi kekeliruan (al-khatha’)
dalam meriwayatkan hadis, sebab
hadis merupakan sumber ajaran Islam setelah al-Qur’an
 Pada masa khulafa rasyidun, belum ada usaha secara resmi untuk
menghimpun hadis. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal yaitu:
1. Agar tidak memalingkan perhatian umat Islam dalam mempelajari al
Qur’an
2. Bahwa para sahabat yang menerima hadis dari Nabi sudah tersebar ke
berbagaidaerah kekuasaan Islam, dengan kesibukannya tentang
dakwah. Dengan kondisi demikian ada kesulitan mengumpulkan mereka
secara lengkap.
3. Hadits pada abad II H – V H
Umar Ibn al-Aziz yang dikenal secara umum dari kalangan penguasa yang
memprakarsai pembukuan Hadis Nabi Saw secara resmi.
Faktor yang mendorong Umar Ibn Abd al-Aziz mengambil inisiatif untuk memerintahkan
para gubernur dan pembantunya untuk mengumpulkan dan mengumpulkan Hadis, yaitu:
1. tidak adanya lagi penghalang untuk menuliskan dan membukukan hadis, atau kekhawatiran
bercampurnya hadis dengan al-Qur’an karena sebab al-Qur’an
ketika itu telah dibukukan dan disebarluaskan
2. munculnya kekhawatiran hilang dan lenyapnya hadis karena banyaknya para
sahabat yang meninggal dunia akibat usia lanjut atau atau karena seringnya terjadi
peperangan.
3. semakin maraknya kegiatan pemalsuan hadis yang dilatarbelakangi oleh
perpecahan politik dan perbedaan mazhab di kalangan umat Islam..
4. karena telah semakin luasnya daerah kekuasaan Islam disertai dengan
semakin banyak dan kompleksnya permasalahan yang dihadapi oleh umat Islam,
maka hal tersebut menuntut mereka untuk mendapatkan petunjuk-petunjuk dari hadis.
Ulama yang merupakan pelopor dalam kodifikasi hadis
berdasarkan perintah khalifah Umar Ibn Abd al-Aziz.

Abu BakarMuhammad Ibn Ibn Hazm (w. 117 H). Gubernur


Madinah yang di perintahkan untuk menuliskan dan
mengumpulkan Hadis yang berasal dari 3 tempat berikut:
1. Koleksi Ibn Hazm sendiri
2. Amrah Binti Abd al-Rahman (w. 98 H), seorang fakih dan
muridnya
sayyidah Aisyah ra.
3. Al-Qasim Ibn Muhammad Ibn Abu Bakar al-Shiddiq (w. 107
H), seorang
pemuka tabi’in
Muhammad Ibn Syihab al-Zuhri (w. 124 H), seorang ulama
besar di negeri
Hijaz dan Syam
Akhir abad II Hijiryah, terdapat beberapa klasifikasi hadis, yaitu
hadis marfu’, mauquf, muttashil, mursal. Dari macam hadis
tersebut juga telah dibedakan antara hadis maqbul yang pada
masa berikutnya disebut dengan Hadis sahih, hasan dan
mardud, yang kemudian disebut dengan hadis dhaif dengan
3. Masa Kodifikasi Hadits
Kodifikasi atau tadwin Hadits, artinya ialah pencatatan, menulisan atau
pembukuan Hadits
Kodifikasi secara resmi berdasarkan perintah khalifah dimulai pada masa
pemerintahan Islam dipimpin oleh khalifah Umar bin Abd al-Aziz (khalifah
kedelapan dari kekhalifahan Bani Umayah)
masa seleksi atau penyaringan di sini, ialah masa upaya para mudawwin
Hadits yang melakukan seleksi secara ketat, sebagai kelanjutan dari upaya
para ulama sebelumnya yang telah berhasil melakukan suatu kitab tadwin.
Masa ini dimulai sekitar akhir abad II atau awal abad III, atau ketika
pemerintah dipegang oleh dinasti Bani Abbas, khususnya sejak masa al-
Makmum sampai dengan akhir abad III atau awal abad IV, masa al-Muktadir.
Pada masa seleksi ini para ulama bersungguh-sungguh mengadakan
penyaringan Hadits yang diterimanya. Melalui kaidah-kaidah yang
ditetapkannya, para ulama pada masa ini berhasil memisahkan Hadits Hadits
yang Dha’if dari yang Shahih dan Hadits-Hadits yang Mauquf dan yang
Maqtu’ dari yang Marfu’, meskipun berdasarkan penelitian para ulama
berikutnya masih ditemukan tersisipkannya Hadits-Hadits yang Dha’if pada
kitab-kitab Shahih.
Kitab-kitab Induk yang Enam (al-Kutub as-Sittah)

Dari hasil seleksi yang ketat, munculah Kitab-kitab Induk


yang Enam (al-Kutub as-Sittah) yaitu :
Al-Jami’ ash-Shahih susunan al-Bukhari;
Al Jami’ ash-Shahih susunan Muslim;
As-Sunnah susunan Abu Daud;
As-Sunnah susunan at-Turmudzi;
As-Sunnah susunan an-Nasa’i dan
As-Sunnah susunan Ibn Majah
Masa Pengembangan dan Penyempurnaan
Sistem Penyusu-nan Kitab-Kitab Hadits

Setelah munculnya Kutub asSittah, al-Muaththa’ Malik bin Anas, dan al-
Musnad Ahmad ibn Hambal, para ulama mengalihkan perhatiannya untuk
menyusun kitab-kitab jawami’(mengumpulkan kitab-kitab Hadits menjadi
satu karya), kitab syarah (kitab komentar dan uraian), kitab mukhtashar (kitab
ringkasan), men-takhrij
(mengkaji sanad dan mengembalikan kepada sumbernya), menyusun kitab
athraf (menyusun pangkal-pangkal suatu Hadits sebagai petunjuk kepada
materi Hadits secara keseluruhan), dan menyusun kitab Hadits untuk topiktopik
tertentu.
Mengumpulkan kitab Shahih al-Bukhari dan Muslim, seperti yang dilakukan
oleh Muhammabd ibn Abdillah al-Jauzaqi dan ibn al-Furrat (w. 414 H)
Mengumpulkan isi kitab yang enam, seperti yang dilakukan oleh Abd al-Haq
ibn Abd arRahman al-Asybili (terkenal dengan ibn al-Kharrat, w. 583 H), al-
Fairu azZabadi, dan ibn al-Atsir al-Jazari Ulama yang mengumpulkan kitab-
kitab Hadits mengenai hukum, di antaranya ialah ad-Daruquthni, al-Baihaqi,
Ibn Daqiq al’id, Ibn Hajar al-Asqalani, dan Ibn Qudamah al-Maqdisi.
Masa perkembangan Hadits mulai abad keempat Hijriah terus
berlangsung beberapa abad berikutnya. Dengan demikian masa
perkembangan ini melewati dua fase sejarah perkembangan Islam,
yakni fase pertengahan dan fase modern.
Diantara para ulama masih ada yang melakukan penyusunan kitab
Hadits semacam ini, seperti (yang dilakukan) oleh Abu Hatim
Muhammad bin Hibban bin Ahmad at-Tamimi al-Busti atau yang
dikenal dengan Ibn Hibban (w. 354 H), dengan karyanya “Shahih
Ibn Hibban”. Menurut sebagian ulama, kitab Shahih karya Ibn
Hibban ini kualitasnya lebih baik dari kitab Shahih karya Ibn Majah.
Abu Bakar Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah as-Salami an-
Naisaburi atau yang dikenal dengan Ibn Huzaimah (223-311 H),
dengan karyanya “Shahih Ibn Huzaimah”, Abu Abdillah bin
Muhammad Abdullah an-Naisaburi atau yang dikenal dengan
al-Hakim an-Naisaburi (312-405 H), dengan karyanya al-
Mustadrak, dan Abu Bakr Ahmad bin Husain bin Ali alBaihaqi atau
yang dikenal dengan al-Baihaqi (384-458 H), dengan karyanya
as-Sunnah al-Kubra.43 Selain kitab-kitab tersebut, mereka juga
mengarang kitab-kitab lainnya

Anda mungkin juga menyukai