Anda di halaman 1dari 14

KODIFIKASI

HADITS
A. Definisi Kodifikasi Hadis
Kata kodifikasi berasal dari bahas Inggris yaitu codifikation
yang secara etimologi berarti penyusunan. Sedangkan kodifikasi
dalam bahasa Arab dikenal dengan al-tadwin yang berarti
codification, yaitu mengumpulkan dan menyusun. Secara istilah,
kodifikasi adalah penulisan dan pembukuan hadis Nabi secara resmi
berdasar perintah khalifah dengan melibatkan beberapa personel
yang ahli dalam masalah ini. Dengan kata lain, tadwin al-hadits
(kodifikasi hadis) adalah penghimpunan, penulisan, dan pembukuan
hadis nabi atas perintah resmi dari penguasa Negara (khlaifah)
bukan dilakukan atas inisiatif perorangan atau untuk keperluan
pribadi.
Kodifikasi hadis yang dimaksudkan di sini adalah Penulisan,
Penghimpunan dan Pembukuan hadits-hadits Nabi yang dilakukan
berdasar perintah resmi khalifah umar ibn Abd al-Aziz (99.01
H/717-720), khalifah kedelapan Bani Umayah, yang kemudian
kebijakannya itu ditindaklanjuti oleh para ulama di berbagai daerah
hingga pada masa-masa berikutnya hadits-hadits terbukukan dalam
kitab-kitab hadis.
B. Sejarah Kodifikasi Hadits
Mulai dari tahun pertama hijriyah, hadits tidaklah di bukukan. Masing
–masing perawi meriwayatkannya berdasarkan kepada kekuatan hafalannya.
Pada tahun 99 H, seorang khalifah dari bani Umayyah yang terkenal adil dan
wara' yaitu 'Umar ibn Abdil Aziz tergerak hatinya untuk membukukan hadits.
Beliau sadar jika semakin banyak perawi yang meninggal dunia. Beliau khawatir
jikalau hadist itu tidak segera dibukukan, maka akan lenyap bersama para
penghafal tersebut.
Selain itu motif utama Khalifah ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz berinisiatif demikian:
1. Kemauan beliau yang kuat untuk tidak membiarkan Al – Hadits
seperti waktu yang sudah – sudah.
2. Kemauan beliau yang keras untuk membersihkan dan memelihara Al
– Hadits dari hadits – hadits maudlu’.
3. Alasan tidak terdewannya Al – Hadits secara resmi di zaman
Rasulullah saw.
4. Kalau di zaman Khulafaur Rasyidin belum pernah dibayangkan dan terjadi
peperangan antara orang muslim dengan orang kafir, demikian juga perang
saudara orang – orang muslim, yang kian hari kian menjadi-jadi, yang
sekaligus berakibat berkurangnya jumlah ulama ahli hadits, maka pada
saat itu konfrontasi tersebut benar – benar terjadi.
Ide penghimpunan hadits Nabi secara tertulis pertama
kali ditemukan oleh Umar ibn al-khathab. Untuk merealisasikan idenya
itu, Umar bermusyawarah dengan para sahabat Nabi dan beristikarah.
Setelah sekian lama beristikharah, Umar sampai pada kesimpulan
bahwa ia tidak akan melakukan penghimpunan kodifikasi hadis, karena
khawatir umat Islam akan berpaling pada al-Qur’an. Kodifikasi hadits
secara resmi terjadi pada masa khalifah Umar ibn ‘Abd al-Aziz, salah
seorang khalifah Bani Umayah.
Proses kodifikasi hadis yang baru dilakukan pada masa ini
dimulai dengan khalifah mengirim surat ke seluruh pejabat dan ulama
di berbagai daerah pada akhir tahun 100 H yang berisi perintah agar
seluruh hadis Nabi di masing-masing daerah segera dihimpun, Umar
yang didampingi Muhammad ibn Syihab al-Zuhri, seorang ulama besar
di negeri Hijaz dan Syam, menggalang agar para ulama hadis
mengumpulkan hadis di masing-masing daerah mereka. Umar juga
memerintah Abu Bakar Muhammad ibn Amr ibn Hazm untuk
mengumpulkan hadis yang terdapat pada Amrah binti Abd ibn Abi
Bakr al-Shiddiq.
1. Kodifikasi Hadits Abad II Hijriah
Pada abad kedua, para ulama dalam aktivitas kodifikasi hadis, tidak
melakukan penyaringan dan pemisahan, mereka tidak membukukan
hadis-hadis saja, tetapi fatwa sahabat dan tabu’in juga dimasukkan dalam
kitab-kitab mereka. Para ulama juga berhasil menyusun kitab tadwin dan
sampai pada kita adalah Malik ibn Anas (93-179 H) yang menyusun kitab
al-Muwaththa’. Kitab ini disusun sejak tahun 143 H. Kitab ini tidak hanya
memuat hadis Rasul saja, tetapi juga ucapan sahabat dan tabi’in bahkan
tidak sedikit tidak berupa pendapat Malik sendiri atau perkatik ulama dan
masyarakat Madinah.
Abad kedua ini juga diwarnai dengan meluasnya pemalsuan hadis
yang telah ada semenjak masa khalifah Ali ibn Abi Thalib dan
menyebabkan sebagian ulama pada abad ini tergugah untuk mempelajari
keadaan para periwayat Hadis, disamping pada waktu itu memang banyak
periwayat yang lemah, Meskipun tidak berarti pada abad pertama tidak
ada perhatian sama sekali terhadap keberadaan para periwayat hadis.
2. Kodifikasi Hadis Abad III Hijriah
Pada abad ke-3 ini merupakan masa penyaringan dan pemisahan antara
Sabda Rasulullah dengan fatwa sahabat dan tabiin. Masa penyeleksian ini
terjadi pada Zaman Bani Abbasiyah, yakni masa Al-Ma’mun sampai al-
muqtadir. Periode penyeleksian ini terjadi karena pada masa tadwin belum bisa
dipisahkan antara hadits marfu’, mawquf, dan maqthu’, Hadits yang dhaif
dari yang shahih ataupun hadis yang mawdhu ‘Masih tercampur dengan yang
sahih. Mereka hanya menulis dan mengumpulkan hadits-hadits nabi terlengkap
dengan sanadnya, yang kemudian kitab-kitab hadis hasil karya mereka disebut
dengan istilah musnad.
Pada pertengahan abad ketiga Hijriyah Bangkitlah ulama-ulama hadis
untuk memilih hadis-hadis yang sahih saja. Aktivitas ini dimulai oleh Ishak
ibn Rawyh Yang berusaha memisahkan hadits-hadits yang shohih dengan
yang tidak. kemudian pekerjaan yang mulia ini disempurnakan oleh Al-Imam
abu ‘abd Allah Muhammad ibn Ismail Al Bukhari dengan menyusun kitabnya
yang terkenal dengan nama Al jami',Al Shahih atau kitab shahih Al Bukhari.
Pada saat yang hampir bersamaan, Abu Dawud Sulayman ibn al-Asy’ats al-
Sijistani menyusun kitab Sunan Abi Dawud. Dilanjutkan oleh Abu ‘Isa
Muhammad ibn ‘Isa ibn Sunah al-Turmudzi dengan karyanya Sunan
al-Turmudzii, Ahmad ibn Syu;aib al-Khurassani al-Nasa’i dengan kitabnya
Sunan al-Nasa’i, kemudian ‘Abd Allah ibn Majah dengan hasil karyanya Ibn
Majah. Dari sekian banyak kitab diatas yang menempati peringkat utama dan
pertama adalah Shahih Al-Bukhari kemudian Shahih Muslim.
3. Kodifikasi hadis abad IV-VII Hijriyah
Pembukuan hadis pada periode ini lebih mengarah pada usaha
mengembangkan variasi pen tadwinan terhadap kitab-kitab hadits
yang sudah ada. Dengan demikian, usaha-usaha ulama hadis pada-
abad abad ini meliputi beberapa hal berikut:
A. Mengumpulkan hadis hadis Al Bukhari dan Muslim dalam
sebuah kitab.
B. Mengumpulkan hadits-hadits dalam kitab yang enam dalam
sebuah kitab.
C. Mengumpulkan hadis-hadis dari berbagai kitab ke dalam satu
kitab.
D. Mengumpulkan hadis-hadis hukum dalam satu kitab hadits.
E. Menyusun pokok-pokok (pangkal-pangkal) hadis yang terdapat
dalam kitab shahih Al Bukhari dan Shahih Muslim sebagai
petunjuk kepada materi hadis secara keseluruhan.
F. Mentakhrij dari kitab-kitab hadis tertentu, kemudian
meriwayatkannya dengan sanad sendiri.
4. Kodifikasi Hadis abad ke-7 Hijriyah Sampai Sekarang
Kodifikasi hadis yang dilakukan pada abad ke-7 dilakukan
dengan cara menetapkan isi kitab-kitab hadis, menyaringnya, dan
menyusun kitab kitab takhrij, membuat kitab-kitab Jami’ yang umum,
kitab-kitab yang mengumpulkan hadis hadis hukum, hadis-hadis yang
terdapat dalam beberapa kitab, mentahan hadis-hadis yang terkenal di
masyarakat, menyusun kitab athraf, mengumpulkan hadits-hadits
disertai dengan menerangkan derajatnya, mengumpulkan hadits-hadits-
hadits shahih Al Bukhari dan shahih Muslim. Mentashhih sejumlah
hadits yang sebelum di tashhih oleh ulama sebelumnya, mengumpulkan
hadits –hadits tertentu sesuai topik,dan mengumpulkan hadits dalam
jumlah tertentu.
Periode ini memang tidak jauh berbeda dengan abad sebelumnya
Ketika muncul kitab-kitab hadis yang model penyusunannya hampir
sama seperti penyusunan kitab kitab Jami’, kitab-kitab takhrij athrf,
kecuali penulisan dan pembukuan hadis hadis yang tidak terdapat dalam
kitab hadits sebelumnya dalam sebuah kitab yang dikenal dengan istilah
kitab Zawaid.
C. Tokoh-Tokoh Kodifikasi Hadits
Ulama telah sepakat bahwa yang pertama kali memikirkan pengumpulan
dan pencatatan hadits secara resmi adalah khalifah Umar ibn abd al-
`Aziz. Ia telah mengirim surat perinta kepada seluruh pejabat dan para
ulama keberbagai daerah pada tahun 100 H. isi surat perintah itu adalah
agar seluruh hadis Nabi SAW. Di masing-masing daerah segera
dihimpun. Namun, sayang sebelum ia menyelesaikan tugasnya khalifah
telah meninggal dunia.
Ulama yang berhasil menghimpun hadis dalam satu kitab sebelum
khalifah meninggal adalah Muhammad ibn Muslim ibn Syihab al-Zuhriy
(wafat 124 H). Kemudian generasi setelah al-Zuhri, terdapat beberapa
ulama yang melakukan kodifikasi hadis di berbagai daerah: Ibn Juraij
(wafat 150 H) di Mekkah. Abu Ishaq (wafat 151 H) dan Imam Malik
(wafat 117 H) di Madinah. Muhammad ibn Abd al-Rahman ibn Abi Zid
(wafat 158 H), al-Rabi` ibn Shibah (wafat 160 H), Sa`id ibn Abi`Arubah
(wafat 156 H), Hammad ibn Salamah (wafat 167 H), di Basrah. Sufyan
al- Tsauri (wafat 161 H) di Kuffah. Khalid ibn Jamil al`abd dan Ma`mar
ibn Rasyid (wafat 153 H) di Yaman.`Abd Allah ibn Mubarak (wafat 181
H) di Bakhrasan. Hasyim ibn Basyir (wafat 283 H) di Wasith. Imam
`Abd Rahman ibn `Amr al-Auza`iy (wafat 157 H) di Syam. Jarir ibn al
Hamid (wafat 188 H).`Abd Allah ibn Wahab (wafat 197 H) di Mesir.
D. Fator-Faktor Pendorong Kodifikasi Hadis
Faktor-faktor penyebab dilakukannya kodifikasi hadis tersebut
dapat diklasifikasi menjadi dua, yaitu faktor internal dan factor
eksternal. Faktor internal berupa: pertama, Pentingnya
menjaga autentisitas dan eksitensi hadis, Kedua, semangat untuk
menjaga hadis. Ketiga, semangat keilmuan yang tertanam di
kalangan umat Islam saat itu termasuk didalamnya aktivitas tulis-
menulis dan periwayatan hadis. Keempat, Adanya kebolehan dan
izin untuk menulis hadis pada saat itu. Kelima, para penghafal dan
periwayat hadits semakin berkurang karena meninggal dunia baik
disebabkan adanya peperangan maupun yang lainnya. Keenam, rasa
bangga dan puas ketika mampu menjaga hadis nabi dengan
menghafal dan kemudian meriwayatkannya.
Faktor penyebab dilakukannya kodifikasi yang bersifat eksternal
antara lain adalah: Pertama, penyebaran Islam dan semakin
meluasnya daerah kekuasaan Islam, sehingga banyak periwayat hadis
yang tersebar ke berbagai daerah. Kedua, kemunculan dan
meluasnya pemalsuan hadis yang disebabkan antara lain oleh
perbedaan politik dan aliran.
E. Penentu Kebijakan Kodifikasi dan Ulama Yang Terlibat di
Dalamnya
1. Umar ibn Abd Al- Aziz dan Kebijakannya
Nama lengkapnya adalah ‘Umar ibn ‘Abd al-’Aziz Ibn Marwan ibn
al-Hakam ibn al-’ats ibn Umayah ibn Abi al-Syams al-Quraysyi al-amani
atau disebut juga dengan Abu Hafsh al-Madani al-Dimasyqi. Dilahirkan
tahun 61 Hijriyah dan meninggal pada bulan Rajab tahun 101 Hijriyah, dan
menjadi khalifah hanya dalam jangka waktu 3 tahun (mulai 99-101 Hijriah).
Perannya dalam sejarah perkembangan hadis, di samping terkenal sebagai
khalifah pelopor yang memberikan instruksi untuk membukukan hadis,
secara pribadi Ia juga merupakan aset yang mengambil bagian dalam
kegiatan ini.
Kodifikasi hadis secara resmi dipelopori Khalifah ‘Umar bin ‘Abdul
‘Aziz (khalifah kedelapan pada masa Bani Umayyah yang memerintah tahun
99-101 H.). Dia menginstruksikan kepada para Gubernur di semua wilayah
Islam untuk menghimpun dan menulis hadis-hadis Nabi. Selain itu
khalifah juga memerintah Ibn Hazm dan Ibn Syihab al-Zuhri (50-124 H)
untuk menghimpun hadith Nabi SAW. Motif ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz dalam
mengkodifikasikan hadis adalah kekhawatiran akan hilang hadis dari
perbendaharaan masyarakat.
2. Abu Bakar Ibn Muhammad Ibn Hazm dan Kiprahnya
Nama lengkapnya adalah Abu Bakar Ibn Muhammad Ibn ‘Amr Ibn Hazm
Al-Anshari Al-khazraj Al-Najari Al-Madani. Nama panggilannya Abu Bakar atau
Abu Muhammad. Ia meninggal tahun 117 Hijriyah, ada pula yang menyatakan
tahun 120 Hijriyah. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, Abu Bakar Ibn Hazm
mendapat instruksi dari Khalifah ‘Umar Ibn ‘Abd ‘Aziz agar mengumpulkan dan
menghimpun hadis-hadis yang ada pada Amrah binti ‘Abd Al Rahman Al Anshari
dan Al Qasim Ibnu Muhammad Ibnu Abu Bakar. Karena hanya menghimpun
sebagian hadis yang ada pada kedua orang di atas, maka kitab hadis yang disusun
oleh Abu Bakar Ibn Hazm kurang lengkap dengan dalam menghimpun hadis-hadis
Nabi, terutama hadis-hadis yang ada di Madinah.
3. Muhammad Ibn Syihab Al-Zuhri dan Aktivitas Kodifikasinya
Nama lengkapnya Muhammad Ibn Muslim Ibn ‘Ubayd Allah Ibn ‘Abd
Allah Ibn Shihab Ibn Abd ‘Allah Ibnu Al Harits Ibn Zahrah Ibn Murrah Al
Quraisy Al Zuhri. Lahir tahun 50 Hijriyah dan meninggal pada Ramadhan tahun
125 Hijriyah. menurut penilaian Umar Ibnu Abdul Aziz, Ayyub dan Layts, Tidak
ada ulama yang lebih tinggi kemampuannya khususnya di bidang hadis daripada
Muhammad Ibnu syihab Al Zuhri . Karena kemampuannya di bidang ilmu agama,
Iya mendapat beberapa gelar, yaitu Al Faqih, Al Hafizh Al Madani, ‘Alim Al
Hijaz wa al Syam, dan salah seorang dari pemimpin dunia.
Dalam sejarah perkembangan hadis, sebagaimana Abu
Bakar Ibnu Al Hazm, Al Zuhri mendapat kepercayaan dari
khalifah untuk mengumpulkan dan membukukan hadis-hadis
Nabi. Hasil karyanya oleh para ulama dinilai lebih lengkap
dibanding karya Abu Bakar Ibnu hazm. Hasil karya keduanya
sama-sama hilang sehingga tidak sampai kepada kita.
THANKS YOU!!

Anda mungkin juga menyukai