Anda di halaman 1dari 8

Materi III

(27 April 2020)


(Sejarah Pembukuan Hadits)
Nama : NOFRIYANI ZEBUA
NIM : 186310355
KELAS : 4B

Mengenai sejarah pembukuan hadits, silakan anda mencarinya dalam berbagai literatur,
kemudian Jawablah Pertanyaan Berikut:
1. Seperti diketahui bawah gerakan pengumpulan dan penghimpunan hadits muncul setelah
keluarnya surat penrintah dari Umar bin Abdul Aziz, khalifat kelima dari Bani Umaiyah, pada
akhir tahun ke -100 Hijrah. Jelaskan latar belakang Umar bin Abdul Aziz mengeluarkan surat
pentinh tersebut, dan apakah sebelum itu tidak ada gerakan pengumpulan dan penghimpunan
Hadits tersebut?
2. Bagaimana sistematika penyusunan kitab-kitab Hadits yang dilakukan oleh para ulama hadits
waktu itu?
3. Pengertian kitab hadits kepada Jami’us shaheh, sunan, dan musnad.
4. Perbedaan penghimpunan hadits masa sebelum, pada, dan sesudah abad Ke.3 Hijrah.
5. Riwayat Hidup tokoh-tokoh Hadits: Bukhari, Muslim, Abu Daud. At-Turmuzi, An-Nasa’iy,
dan Malik bin Anas.
6. Latar belakang pengurutan kualitas kitab-kitab hadits dari yang tertinggi kepada yang terendah

JAWAB:

1. Latar belakang Umar bin Abdul Aziz mengeluarkan surat penting :


Hal ini terjadi pada masa Hadits pada Abad Kedua Hijrah dimana dilakukan Pengkodifikasian
hadits secara resmi dilakukan pada masa kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz (99-101H). Setelah
agama islam tersiar dengan luas di masyarakat, dipeluk dan dianut oleh penduduk yang
bertempat tinggal di luar Jazirah Arabia, dan para sahabat mulai terpencar di beberapa wilayah
bahkan tidak sedikit jumlahnya yang telah meninggal dunia, maka terasalah perlunya Al-Hadits
diabadikan dalam bentuk tulisan dan kemudian dibukukan dalam dewan hadits. Adapun motif
utama Khalifah Umar Bin Abdul Aziz berinisiatif demikian:
 Kemauan beliau yang kuat untuk tidak membiarkan Al-Hadits seperti waktu yang sudah-
sudah. Karena beliau khawatir akan hilang dan lenyapnya Al-Hadits dari perbendaharaan
masyarakat, disebabkan belum didewankannya dalam dewan hadits.
 Kemauan beliau yang keras untuk membersihkan dan memelihara Al-Hadits dari hadits-
hadits maudlu’ yang dibuat oleh orang-orang untuk mempertahankan idiologi golongan dan
mazhabnya.
1
 Alasan tidak terdewankannya Al-Hadits secara resmi di masa Rosulullah saw dan Khulafaur
Rasyidin, karena adanya kekhawatiran bercampur aduknya dengan Al-Qur’an.
 Kalau di masa Khulafaur Rasyidin belum pernah dibayangkan dan terjadi peperangan antar
orang muslim dengan orang kafir, demikian juga perang antara orang-orang muslim.
Maka Amirul Mukmin Umar bin Abdul Aziz dipenghujung tahun 100 H, menulis surat kepada
gubernur yang juga menjadi hakim di Madinah. Penulisan hadis secara besar-besaran bermula
pada kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz. Dalam artian bahwa sebelum masa ini hadis lebih
banyak dihafal daripada ditulis dalam catatan-catatan sederhana. Mulai pada masa Umar bin
Abdul Aziz inilah seorang ulama’ bernama az-Zuhri diperintah untuk menulis hadis secara
lengkap dan dibukukan secara metodologis. Sedangkan upaya para pendahulunya dengan
ditulisnya hadis dalam sahifah hanya merupakan usaha individual sederhana yang mencakup
hadis-hadis yang didapat dari rasul atau sahabat an sich yang belum terkodifikasi secara
beraturan.

2. Sistematika penyusunan kitab-kitab Hadits yang dilakukan oleh para ulama hadits:
a. Periode Kodifikasi Hadis Model “Musannafat”
Pada periode sebelumnya para sahabat dan tabi’in hanya mengumpulkan hadis tanpa di
tertibkan sesuai dengan tema-tema yang sama. Maka para periode ini para pengumpul hadis
cenderung menertibkan hasil kumpulannya sesui dengan bab-bab yang sama. Maka
kecenderungan penulisan ini identik dengan layaknya penulisan kitab fiqih. Tujuan dari
pengumpulan ini adalah membantu para ulama yang berkecimpung dalam urusan fiqih.
Periode ini dimulai pada akhir masa kehidupan Imam Az-Zuhri ra.
b. Periode Perangkuman Model “Al-Masanid”
Pada akhir abad kedua hijriah dan awal abad ketiga hijriyyah muncul sekelompok ulama’
yang ingin merubah penulisan dari model lama “al-Musannaft” ke model baru dengan
metode perangkuman hadis yang hanya memuat hadishadis saja. Mereka mengumpulkan
hadis dan menertibkan sesuai dengan urutan sahabat. Perangkum mengumpulkan hadis-hadis
dari riwayat tertentu dalam bab tertentu. Misalkan hadis-hadisnya Abu Bakar dengan nama
“Musnadu Abi> Bakr”, hadis-hadis Umar dengan nama “Musnadu ‘Umar” dan lainnya.
c. Periode Perangkuman Model “Al-Sahhah”
Para empu model periode ini adalah para ulama yang mengumpulkan hadis-hadis Sohih
pilihan. Model seperti ini dilakukan setelah periode perangkuman model “al-masanid”.
Metode yang digunakan dalam model perangkuman ini adalah dengan cara menertibkannya
seperti layaknya kitab-kibab fiqih serta memilah dan memilih hadis didalamnya. Sebagian
ulama ada yang hanya terbatas pada hadis yang s}ahih saja seperti yang dilakukan Imam Al-
Bukhari dan Imam Al-Muslim. Ada juga selain hadis Sahih juga diambil hadis-hadis yang
zaif seperti yang dilakukan oleh Imam Abu Dawud, Imam AtTurmuzi, Imam An-Nasa’i dan
Imam Ibnu Majah.

2
3. Pengertian kitab hadits kepada Jami’us shaheh, sunan, dan musnad:
• Al-Jami. Kitab yang menghimpun delapan pokok masalah, seperti akidah, hukum,
tafsir, etika makan dan minum, tarikh, sejarah kehidupan Nabi SAW, akhlak, serta
perbuatan baik dan buruk. Kitab Sahih - (Sahih Bukhari, Sahih Muslim) - berisi hadis
yang sahih saja
• Al-Musnad. Kitab hadis yang penyusunan hadisnya didasarkan atas urutan nama
sahabat yang meriwayatkan hadis. Contohnya, Musnad Ibnu Hanbal.
Kitab Musnad - (Abu Ya'la, Al Hmaidi, Ali Madaini, Al Bazar, Baqi bin Mukhlad, Ibnu
Rahawaih) - berisi berbagai macam hadis tanpa penelitian dan penyaringan. Oleh sebab
itu, hanya berguna bagi para ahli hadis untuk bahan perbandingan
• As-Sunan, Kitab Hadis yang disusun berdasarkan bab-bab fikih, yang didalamnya
bercampur antara hadis sahih, hasan, dan dhaif, dengan memberi penjelasan terhadap
hadis itu. Contohnya, Sunan at-Tirmizi, Sunan Abi Dawud, dan Sunan an-Nasai.
Kitab Sunan - (Ibnu Majah, Abu Dawud, At Tirmidzi, An Nasai, Ad Damiri) - menurut
sebagian ulama selain Sunan Ibnu Majah berisi hadis sahih dan hadits daif yang tidak
mungkar.

4. Pada abad pertama dan awal abad kedua kompilasi hadis terbatas pada penulisan hadis-
hadis untuk penyebaran lisan. Oleh karena itu, literatur hadis yang dihasilkan adalah tipe
shahîfah, sebuah literatur hadis yang disusun secara acak tanpa berdasar pada topik atau bab
tertentu. Pada saat itu, belum ada upaya sistematisasi dalam penyusunan kitab hadis.

Pada abad ketiga Untuk menyempurnakan gerakan shahîfah, para ulama mulai
mengelompokkan hadis dengan judul yang mengindikasikan persoalan yang dihimpunnya.
Tipe ini dinamakan mushannaf, yang berarti kompilasi yang dikelompokkan atau
disistematiskan. Namun, literatur hadis dengan tipe mushannaf, walaupun telah disusun
secara sistematis, masih mencampuradukkan antara hadis Nabi dengan berbagai keputusan
dan tambahan hukum dari para khalifah, shahabat senior (kibâr al-shahâbah) dan tabiin.
Sebagai upaya perbaikan terhadap literatur hadis tipe mushannaf, muncul gerakan
selanjutnya yang mencoba menghimpun hadis-hadis dengan model musnad. Akan tetapi
gerakan musnad juga dianggap masih memiliki kekurangan oleh para ulama hadis. Gerakan
musnad belum membedakan antara hadis autentik (shahîh) dengan hadis dha’îf dan sangat
sulit bagi pembaca untuk menggunakan kitab ini karena tema-tema hadis tersebar di berbagai
bagian. Oleh karena itu, timbul gerakan yang mencoba memperbaiki kekurangan gerakan
musnad yang muncul secara simultan dan bertujuan menghimpun hadis-hadis shahîh semata.

3
Inilah gerakan shahîh yang merupakan puncak dari upaya menyeleksi hadis yang autentik
dan palsu.

Pada abad keempat dan selanjutnya, kontribusi para ulama hadis didasarkan atas literatur
hadis yang telah dihasilkan sebelumnya dan terfokus pada upaya untuk menambah,
mensyarah, meringkas, mengkritik, mengomentari dan merevisi karya-karya yang sudah ada.
Gerakan syarh dan ikhtishâr ini dilakukan karena para ulama telah menyadari bahwa upaya
seleksi hadis telah mencapai puncaknya pada gerakan shahîh yang dipelopori oleh Bukhârî
sehingga pada abad IV H. dan seterusnya para ulama hanya sebatas melengkapi, mensyarah
dan meringkas karya-karya sebelumnya.

5. Riwayat Hidup tokoh-tokoh Hadits: Bukhari, Muslim, Abu Daud. At-Turmuzi, An-Nasa’iy,
dan Malik bin Anas
Imam Bukhari
Ia terlahir di Bukhara pada 13 Syawal 194 H bertepatan dengan 21 Juli 810 M. Beliau adalah
ahli hadis termasyhur. Imam Bukhari dijuluki amirul mukminin fil hadits atau pemimpin
kaum mukmin dalam hal ilmu hadis. Nama lengkapnya Abu Abdullah Muhammad bin
Ismail bin Ibrahim bin al-Mughirah bin Bardizbah al-Ju’fi al-Bukhari. Tak lama setelah
lahir, Imam Bukhari kehilangan penglihatannya. Bersama gurunya Syekh Ishaq, ia
menghimpun hadits-hadis shahih dalam satu kitab, dari satu juta hadis yang diriwayatkan 80
ribu perawi disaringnya menjadi 7.275 hadis. Ia menghabiskan waktunya untuk menyeleksi
hadits shahih selama 16 tahun. Shahih Bukhari adalah salah satu karyanya yang paling
fenomenal.
Imam Muslim
Imam Muslim lahir pada 204 H atau 819 M. Ada pula yang berpendapat beliau lahir pada
tahun 202 H atau 206 H. Seorang ahli hadis kontemporer asal India, Muhammad Mustafa
Azami, lebih menyetujui kelahiran Imam Muslim pada 204 H. Azami dalam Studies In
Hadith Methodology and Literature, mengatakan, sejarah tidak dapat melacak garis
keturunan dan keluarga sang imam. Sejarah hanya mencatat aktivitas Imam Muslim dalam
proses pembelajaran dan periwayatan hadis. Pada masa beliau, rihlah (pengembaraan) untuk
mencari hadis merupakan aktivitas yang sangat penting. Imam Muslim pun tak ketinggalan
mengunjungi hampir seluruh pusat-pusat pengajaran hadis. Adz-Dzahabi dalam karyanya
Tadzkirat al-Hufazh menyebutkan bahwa Imam Muslim mulai mempelajari hadis pada 218
H. Ia menulis kitab Al-Musnad ash-Shahih atau yang lebih dikenal dengan Shahih Muslim.
Kitab yang satu ini menempati kedudukan istimewa dalam tradisi periwayatan hadis. Dan,
dipercaya sebagai kitab hadis terbaik kedua setelah kitab Shahih Bukhari karya Imam
Bukhari.
Imam Abu Dawud

4
Ia bernama lengkap Sulaiman bin al-Asy'ats bin Ishaq bin Basyir bin Syidad bin Amru bin
Amir al-Azdi al-Sijistani. Dunia Islam menyebutnya Abu Dawud. Beliau adalah seorang
imam ahli hadis yang sangat teliti dan merupakan tokoh terkemuka para periwayat hadis. Ia
dilahirkan pada tahun 202 H/817 M di Sijistan. Menurut Syekh Muhammad Said Mursi,
dalam Tokoh-tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah, Imam Abu Dawud, dikenal sebagai
penghafal hadis yang sangat kuat. Ia menguasai sekitar 500 ribu hadis. Sejak kecil, Abu
Dawud sudah mencintai ilmu pengetahuan.
Imam At-Tirmizi
Imam At-Tirmidzi adalah orang pertama yang mengelompokkan hadis dalam kategori hasan,
di antara sahih dan dhaif. Imam At-Tirmidzi adalah satu dari enam ulama hadis terkemuka.
Nama besarnya mengacu kepada tempat kelahirannya, yaitu Turmudz, sebuah kota kecil di
bagian utara Iran. Nama lengkapnya Muhammad bin Isa bin Saurah bin Adh-Dhahak As-
Salami Al-Bughi. Ia sering dipanggil Abu Isa. Lahir pada bulan Zulhijjah tahun 209 Hijrah.
Yusuf bin Ahmad al-Baghdadi, menuturkan, Abu Isa mengalami kebutaan pada masa
menjelang akhir usianya. Semenjak kecil, At-Tirmidzi sudah gemar mempelajari berbagai
disiplin ilmu keislaman, termasuk ilmu hadis. Ia mulai mempelajari ilmu hadis ketika
berumur 20 tahun di sejumlah kota-kota besar di wilayah kekuasaan Islam saat itu, di
antaranya adalah Kota Khurasan, Bashrah, Kufah, Wasith, Baghdad, Makkah, Madinah,
Ray, Mesir, dan Syam.
Imam An-Nasya'iy
Imam An-Nasya'iy lahir pada tahun 215 H (839 M) di Kota Nasa, Iran, dan wafat pada tahun
303 H (915 M). Nama lengkapnya adalah Abu ‘Abdi’r-Rahman Ahmad bin Syu’iab bin
Bahr. Beliau merupakan seorang Muhaddits yang sangat cerdas, dan memilih Mesir sebagai
tempat bermukim dan mengajarkan Hadits kepada masyarakat. Karya beliau adalah
Sunnanu'l-Kubra, yang terkenal dengan sebutan Sunan An-Nasa'iy
Imam Malik
Nama lengkap Abu Abdullah Malik ibn Anas ibn Malikel-Ghiroh. Imam malik dilahirkan
di kota Madina pada tahun yang masih di perselisihkan antara 90,92 dan 93H atau antara
94-97H dan beliau meninggal di Madinah tahun 169 H atau 179 H (Suryadilaga, 2010:
192). Imam Malik memiliki budi pekerti yang luhur, sopan, lemah lembut, suka
menolong orang yang kesusahan, dan suka berderma kepada kaum miskin. Beliau juga
termasuk orang yang pendiam, tidak suka membual dan berbicara seperlunya, sehingga
dihormati oleh banyak orang. Namun dibalik sifat pendiamnya tersebut, beliau juga
merupakan sosok yang sangat kuat, dan kokoh dalam pendirian. Bukti terkait sifatnya
tersebut adalah Imam Malik pernah dicambuk 70 kali oleh Gubernur Madinah Ja’far
ibn Sulaiman ibn Ali ibn Abdullah ibn Abbas karena menolak mengikuti pandangan
Ja’far ibn Sulaiman (cholil, 1990: 110). Imam Malik menikah dengan seorang hamba
yang dikaruniai 3 anak laki-laki (Muhammad, Hammad, dan Yahya) dan seorang anak

5
perempuan (Fatimah). Imam Malik wafat pada hari ahad 14 Rabiul awal 179 H (798 M)
di madinah dan dimakamkan di Haqi’

6. Latar belakang pengurutan kualitas kitab-kitab hadits dari yang tertinggi kepada yang
terendah adalah :
Di antara sederet kitab hadis yang ditulis para ulama sejak abad ke-2 Hijriah, para ulama
lebih banyak merujuk pada enam kitab hadis utama atau Kutub As-Sittah. Keenam kitab
hadis yang banyak digunakan para ulama dan umat Islam di seantero dunia itu adalah Sahih
al-Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Abi Dawud, Sunan at-Tirmizi, Sunan An-Nasai, serta
Sunan Ibnu Majah.
Sahih al-Bukhari
Kitab hadis ini disusun oleh Imam Bukhari. Sejatinya, nama lengkap kitab itu adalah Al-
Jami Al-Musnad As-Sahih Al-Muktasar min Umur Rasulullah Sallallahu Alaihi Wassallam
wa Sunanihi. Kitab hadis nomor satu ini terbilang unggul, karena hadis-hadis yang termuat
di dalamnya bersambung sanadnya sampai kepada Rasulullah SAW.
‘’Sekalipun ada hadis yang sanadnya terputus atau tanpa sanad sekali, namun hadis itu hanya
berupa pengulangan,’’ tulis Ensiklopedi Islam. Karena kualitas hadisnya yang teruji, Imam
Az-Zahabi, mengatakan, kitab hadis yang ditulis Imam Bukhari merupakan kitab yang tinggi
nilainya dan paling baik, setelah Alquran. Dengan penuh ketekunan dan semangat yang
sangat tinggi, Imam Bukhari menghabiskan umurnya untuk menulis Shahih Al-Bukhari. Ia
sangat prihatin dengan banyaknya kitab hadis, pada zaman itu, yang mencampuradukan
antara hadis sahih, hasan, dan dhaif – tanpa membedakan hadis yang diterima sebagai hujah
(maqbul) dan hadis yang ditolak sebagai hujah (mardud).
Imam Bukhari makin giat mengumpulkan, menulis, dan membukukan hadis, karena pada
waktu itu hadis palsu beredar makin meluas. Selama 15 tahun, Imam Bukhari berkelana dari
satu negeri ke negeri lain untuk menemui para guru hadis dan meriwayatkannya dari mereka.
Dalam mencari kebenaran suatu hadis, Imam Bukhari akan menemui periwayatnya di mana
pun berada, sehingga ia betul-betul yakin akan kebenarannya. Beliau pun sangat ketat dalam
meriwayatkan sebuah hadis. ‘’Hadis yang diterimanya adalah hadis yang bersambung
sanadnya sampai ke Rasulullah SAW.’’ Tak hanya itu. Ia juga memastikan bahwa hadis itu
diriwayatkan oleh orang yang adil dan kuat ingatan serta hafalannya. Tak cukup hanya itu.
Imam Bukhari juga akan selalu memastikan bahwa antara murid dan guru harus benar-benar
bertemu. Contohnya, apabila rangkaian sanadnya terdiri atas Rasulullah SAW – sahabat –
tabiin –tabi at tabiin – A –B – Bukhari, maka beliau akan menemui B secara langsung dan
memastikan bahwa B menerima hadis dan bertemu dengan A secara langsung. Menurut Ibnu
hajar Al-Asqalani, kitab hadis nomor wahid ini memuat sebanyak 7.397 hadis, termasuk
yang ditulis ulang. Imam Bukhari menghafal sekitar 600 ribu hadis. Ia menghafal hadis itu
dari 90 ribu perawi. Hadis itu dibagi dalam bab-bab yang yang terdiri dari akidah, hukum,

6
etika makan dan minum, akhlak, perbuatan baik dan tercela, tarik, serta sejarah hidup Nabi
SAW.
Sahih Muslim Menurut Imam Nawawi, kitab Sahih Muslim memuat 7.275 hadis, termasuk
yang ditulis ulang. Berbeda dengan Imam Bukahri, Imam Muslim hanya menghafal sekitar
300 ribu hadis atau separuh dari yang dikuasai Imam Bukhari. ‘’Jika tak ada pengulangan,
maka jumlah hadis dalam kitab itu mencapai 4.000,’’ papar Ensiklopedi Islam.
Imam Muslim meyakni, semua hadis yang tercantum dalam kitab yang disusunnya itu adalah
sahih, baik dari sisi sanad maupun matan. Seperti halnya Shahih Bukhari, kitab itu disusun
dengan sistematika fikik dengan topiknya yang sama. Sang Imam, tergerak untuk
mengumpulkan, menulis, dan membukukan hadis karena pada zaman itu ada upaya dari
kaum zindik (kafir), para ahli kisah, dan sufi yang berupaya menipu umat dengan hadis yang
mereka buat-buat sendiri. Tak heran, jika saat itu umat islam sulit untuk menilai mana hadis
yang benar-benar dari Rasulullah SAW dan bukan. Soal syarat penetapan hadis sahih, ada
perbedaan antara Imam Bukhari dan Imam Muslim. Shahih Muslim tak menerapkan syarat
terlalu berat. Imam Muslim berpendapat antara murid (penerima hadis) dan guru (sumber
hadis) tak harus bertemu, cukup kedua-duanya hidup pada zaman yang sama.
Sunan Abi Dawud Kitab ini memuat 5.274 hadis, termasuk yang diulang. Sebanyak 4.800
hadis yang tercantum dalam kitab itu adalah hadis hukum. ‘’Di antara imam yang kitabnya
masuk dalam Kutub as-Sittah, Abu Dawud merupakan imam yang paling fakih,’’ papar
Ensiklopedi Islam.
Karenanya, Sunan Abi Dawud dikenal sebagai kitah hadis hukum, para ulama hadis dan
fikih mengakui bahwa seorang mujtahid cukup merujuk pada kitab hadis itu dan Alquran.
Ternyata, Abu Dawud menerima hadis itu dari dua imam hadis terdahulu yakni Imam
Bukhari dan Muslim. Berbeda dengan kedua kitab yang disusun kedua gurunya itu, Sunan
Abi Dawud mengandung hadis hasan dan dhaif.Kitab hadis tersebut juga banyak disyarah
oleh ahli hadis sesudahnya.
Sunan At-Tirmizi Kitab ini juga dikenal dengan nama Jami’ At-Tirmizi. Karya Imam At-
Tirmizi ini mengandung 3.959 hadis, terdiri dari yang sahih, hasan, dan dhaif. Bahkan,
menurut Ibnu Qayyim al-Jaujiyah, di dalam kitab itu tercantum sebanyak 30 hadis palsu.
Namun, pendapat itu dibantah oleh ahli hadis dari Mesir, Abu Syuhbah. ‘’Jika dalam kitab
itu terdapat hadis palsu, pasti Imam At-Tirmizi pasti akan menjelaskannya,’’ tutur Syuhbah.
Menurut dia, At-Tirmizi selalu memberi komentar terhadap kualitas hadis yang
dicantumkannya.
Sunan An-Nasa’I Kitab ini juga dikenal dengan nama Sunan Al-Mujtaba. An-Nasa’I
menyusun kitab itu setelah menyeleksi hadis-hadis yang tercantum dalam kitab yang juga
ditulisnya berjudul As-Sunan Al-Kubra yang masih mencampurkan antara hadis sahih,
hasan, dan dhaif. Sunan An-Nasa’I berisi 5.671 hadis, yang menurut Imam An-Nasa’I
adalah hadis-hadis sahih. Dalam kitab ini, hadis dhaif terbilang sedikit sekali. Sehingga,

7
sebagian ulama ada yang meyakini kitab itu lebih baik dari Sunan Abi Dawud dan Sunan
At-Tirmizi. Tak heran jika, para ulama menjadikan kitab ini rujukan setalah Sahih Al-
Bukhari dan Shahih Muslim. Sunan Ibnu Majah Kitab ini berisi 4.341 hadis. Sebanyak 3.002
hadis di antaranya terdapat dalam Al-Kutan Al-Khasah dan 1.339 hadis lainnya adalah hadis
yang diriwaytkan Ibnu Majah. Awalnya, para ulama tak memasukan kitab hadis ini kedalam
jajaran Kutub As-Sittah, karena di dalamnya masih bercampur antara hadis sahih, hasan dan
dhaif. Ahli hadis pertama yang memasukan kitab ini ke dalam jajaran enam hadis utama
adalah Al-Hafiz Abu Al-fadal Muhammad bin Tahir Al-Maqdisi (wafat 507 Hijiriah)

Anda mungkin juga menyukai