Anda di halaman 1dari 9

Materi III

(27 April 2020)


KLASIFIKASI HADITS

Seperti telah dijelaskan bahwa kajian dan penelitian terhadap Hadits telah dilakukan sejak
zaman sahabat hingga masa tabi’ tabi’in. Dari kajian-kajian yang dilakukan telah menghasilkan
kaedah-kaeadah atau prinsip-prinsip untuk dijadikan pegangan dan standar Hadits yang dapat
diterima dan yang tidak dapat diterima dengan berbagai persyaratannya. Hadits-hadits tersebut
secata umum dapat dikelompokkan ke dalam berbagai kategori sesuai sisi mana memandangnya.

A. Klasifikasi Hadits Berdasarkan Kuantitas Perawi.


Dilihat dari segi jumlah periwayatnya, Hadits terbagi kepada dua macam, yaitu: Hadis
mutawatir dan hadits ahad.
1. Hadits mutawatirah
Hadits Mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan dari Rasulallah SAW oleh sekelompok
rawi (periwayat) yang menurut kebiasaan jumlah individu-individunya jauh dari kemung-kian
berbuat kebohonan karena jumlahnya banyak dan diketahui integritas moral mereka yang jujur
serta berjauhan tempat tempat antara yang satu dengan yang lainnya. Dari kelompok perawi yang
demikian kemudian diriwayatkan pula oleh kelompok perawi yang tidak kurang dari kuantitas
dan kualitas perawwi pada kelompok pertama. Misalnya, hadis fi’liyah Rasul tentang tata cara
melaksanakan shalat dan haji.
Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa untuk dapatnya suatu Hadits dikategorikan
sebagai Hadits Mutawatir, haruslah memenuhiu syarat, yaitu: Pertama, Hadits tersebut diriwayat
oleh dan dari banyak orang, meskipun jumlahnya bersifat relative namun diyakini bahwa mereka
tidak mungkin sepakat untuk berbuat kebohongan, dan; Kedua, Hasits tersebut diperoleh aats
dasar tangkapan indera (pendengaran atau penglilatan) secara utuh. Bukan atas dasar renungan,
pemikiran, rangkuman dari beberapa peristiwa, atau hasil penarikan kesimpulan dari bebarap
hadits.
Ulama Hadits membagi Hadits mawatirah kepada mutawatirah lafziah dan mutawatirah
ma’nawiyah Hadits mutawatirah lafziah adalah hadits mutawatir diriwayatkan oleh banyak orang
dengan redaksi atau lafal dan kandungan isi yang sama. seperti hadits;

‫من كذب عـلـي مـتـعـمـدا فلـيـتـبـوء مـقـعـده فى الـنـار‬


Siapa yang berbuat dusta atas diriku dengan sengaja, maka hendaklah dia
mengambil tempatnya di neraka.

Menurut Abu Bakar Ass-Sairi, Hadits ini diriwayatkan secara marfu’ (langsung diterima dari
Nabi) oleh lebih dari 60 rang sahabat, termasuk 10 sahabat yang dijamin masuk surga oleh Allah.
Adapun Hadits mutawatirah ma’nawiyah adalah hadits yang beragam redaksi namun sama
kandungan isinya. Hadits mutawatir maknawi ini cukup banyak, seperti Hadits-Hadits yang
berkitan dengan amsalah jumlah raat shalat, membaca ayat Al-Quran ketika shalat Maghrib, Isya,
dan Subuh, ibadah thawaf di Baitullah, melontar jumrah, sa’iy antara bukit Safa dan Marwa dan
berbagai tata cara pelaksanaan haji, mengangkat tangan setiap kali berdoa, dan sebagaimnya.
Para ulama sependapat bahwa umat Islam wajib meyakini kebenaran Hadits Mutawatir baik
lafzi maupun makwawi dan bagi yang mengingkari atau menolak otentsitasnya dianggap keluara
dari Islam (Murtad).
Hadits-Hadits mutawatir ini bisa didapat dalam kitab-kitab Hadits Shaheh seperti Kitab
Hadits Saheh Bukhari dan Muslim dan pada kitab-kitab kumpulan Hadits Mutawatir, seperti:
Kitab Al-Azhar al-Mutanatsirah fi al-Akhbar al-Mutawatirah karya As-Suyuthi, Al-Lu’lu’u al-

1
Mutanatsirah fi al-Ahaditsi al-Mutawatiraah karya Muhammad bin Muhammad bin Tulun, dan
Nizham al-Mutanatsir min al-Hadits al-Mutawatir oleh Muhammad bin Ja’far al-Kattani.
2. Hadits Ahad
Adapun Hadits Ahad adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang atau beberapa orang yang
tidak sampai ketingkat hadits mutawatir. Hadits Ahad terbagi tiga, yaitu; masyhur, ‘aziz, dan
gharib.
a. Hadits Masyhur
Hadits Masyhur adalah hadits yang pada masa sahabat diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih
yang jumlahnya tidak sampai ke tingkat mutawatit, tapi pada masa tabi’in dan seterusnya
menjadi hadits mutawatir dilihat dari segi jumlah periwayatnya, seperti hadits:
‫ قال رسـول هللا صـاـى هللا عـلـيـه وسـلـم" إنـما األعـمـال بالـنـيـة وإنـمـا المرئ ما نـوى‬:‫عن عـمر بن الخـطاب قال‬
‫فمن كانـت هـجـرتـه إلى هللا ورسـولـه فـهـجـرتـه الى هللا ورسـولـه ومن كانـت هـجـرتـه لـدنـيـا يـصـبـهـا أو إمرأة‬
)‫يـتـزوجـا فـهـجـرتـه إلى مـا هـاجـر الـيـه( رواه الـبـخـارى ومـسـلـم‬
Dari Umar bin Al-Khattab ia berkata, Rasulallah SAW telah bersabda bahwa
“setiap perbuatan tergantung pada niat, dan untuk tiap akan mendapatkan apa
yang diniatkannya. Siapa yang hijrahnya karena Allah dan rasul_nya, maka
hijrahnya itu akan sesuai dengan yang telah diniatkannya, dan siapa yang
hijrahnya karena dunia yang akan digapanya atau karena perempuan yanng akan
dinikahinya, maka niat hijrahnya itu akan sesuai dengan apa yang diniatkannya”
(HR. Al-Bukahri dan Muslim)

Karena belum mencapai tingkat mutawatair yang menghasilkan keyakinan atau kepas-tian
bahwa Hadits tersebut memang benar bersumber dari Rasulallah SAW, Hasdits Masyhur
hanya sampai tingkat pada dugaan yang kuat dan mendekati keyakinan akan kebenarannya
bahwa ia bersumber dari Rasulallah SAW, dan harus dijadikan pegangan serta wajib
diamalkann namun bagi mereka yang tidak mengamalka atau menolaknya tidak dianggap
keluar dari Islam. Dia hanya berdosa.
b. Hadits ‘Aziz
Hadits Aziz adalah hadits yang pada satu priode diriwayatkan oleh dua orang meskipun pada
priode-priode lain diriwayatkan oleh banyak orang, seperti hadits yang diriwayatkan oleh al-
Bukhari dan Muslim, Rasulallah SAW bersabda:
‫ال يـؤمـن أحـدكـم حـتـى أكـون أحـب الـيـه من نـفـسـه ووالـده وولـده والـنـاس أجـمـعـيـن‬.
Belumlah dikatakan sempurna imanmu sebelum kamu lebih menciantai aku
daripada dirinya sendiri, orangtuanya, anak-anaknya, dan semua manusia 9HR. Al-
Bukhari dan Muslim).

Hadits ini diriwayatkan dari Rasulallah SAW oleh Anas bin Malik dan Abdul Aziz. Anas bin
Malik meriwayatkan kepada Qatadah dan Syu’bah, sedangkan Abdul Aziz meriwayat-kannya
kepada Abdul Waris dan Ismalil bin Uyainah. Lalu dari mereka inilah al-Bukhari dan Muslim
meriwayatkan Hadits tersebut, seperti skema berikut;

Rasulallah SAW

Anas bin Malik Abdul Aziz

Qatadah Syu’bah Abdul Waris Ismalil bin Uyainah

Al-Bukhari Muslim

c. Hadits Gharib

2
Hadits gharib adalah hadits yang diriwayatkan oleh orang perorang pada setiap priode sampai
hadits itu dibukukan. Seperti Hadits:
‫حـدثـنـا أ أبـو كـريـب حـدثـنـا سـويـد بن عـمـرو الكـلـبـيى عن حـمـاد بن سـلـمـة عن أبي أيـوب عن مـحـمـد بن‬
,‫سـيريـن عن أبى هـريـرة أراه رفـعـة قـال أحــبـب حـبـيـبـك هـونـامـا عـسـى ان يـكـون بـغـيـضـك يـومـا مـا‬
)‫ (رواه الـتـرمـذى‬.‫وابـغـض بـغـيـضـك هـونـا مـا عـسـى ان يـكون حـبـيـبـك يـومـا مـا‬

At-Turmuzi meriwayatkan, Abu Kuraib bercerita Suwaid bin Amru al-Kalbiy


yang merima informasi dari Hammad bi Salamah dari Abu Ayub dari
Muhammad bin Sirin dari Abu Hurairah yang menadang Hadits itu marfu’ dai
berkata “ sayangilah oarng yang engkau kasihi sekedarnya, mukingkin suatu
hari ia akan membencimu, dan bencilah orang yang engkau benci sekedarnya,
mungkin suatu hari nanti ia akan menyangimu. (H.R. At-Turmuzi).

B. KLASIFIKASI HADITS BERDASARKAN KUALITAS


Berbicara tentang kualitas Hadits berarti berbicara tentang persyaratan suatu Hadits yang
dapat dijadikan pegangan dan alasan (hujjah) unt5uk menetapkan suatu hukum. Untuk itulah ahli-
ahli Hadits telah melakukan kajian dan penelitian mendalam tentang kualiats Hadits. Adapun yang
menjadi sasaran kajian meereka adalah Hadits-Hadits yang terkategori pada Hadits Ahad. Bukan
pada Hadits Mutawatir, karena Hadits Mutawatir dijamin validitasnya sehingga tidak perlu dikaji
lagi dari sisi kualiatsnya sebagai sumber syari’at.
Dari berbagai penelitian dan kajian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa ada
hadits-hadits yang dapat diterima (maqbul) dan ada yang ditolak (mardud) sebagai sumber syari’at.
Hadits maqbul adalah hadits-hadits yang memenuhi memenuhi persyaratan sebagai ditetapkan oleh
para ulama baik daeri segi sanad maupun matan-nya.
Berdasarkan syarat-syarat yang telah disepakati oleh ulama-ulama Hadits dan Ahli Hukum,
dapat disimpulkan bahwa Hadits-Hadits Ahad ada yang shaheh, Hasan, Dhaif dengan segala
macamnya, dan apa yang dikatakan sebagai Hadits pada hal bukan Hadits, alias Hadis palsu (Hadits
Maudhu’).
1. Hadits Shaheh
Secara harfiah, shaheh berarti sehat, sah, dan sempurna, sehingga secara harfiah Hadits Saheh
berarti Hadits yang sehat, sah, dan sempurna. Sedangkan yang dimaksud dengan Hadits Shaheh
dalam istilah Ilmu Hadits sepetti dikemukakan oleh al-Bukhari dan Muslim adalah Hadits yang
diriwayatkan dari Rasulallah SAW secara bersambung oleh perawi yang adil dan kuat hafalannya
dengan teks (matan) yang tidak mengandung cela dan tidak pula janggal.
Menurut Imam asy-Syafe’i, Hadits Shaheh adalah Hadits yang diriwayatkan oleh perawi-
perawi yang dapat dipercaya pengmalan agamanya, jujur, memahami dengan baik Hadits yang
diriwayatkan, mengetahui perubahan redaksional jika terjadi perubahan redaksi, mampu
meriwayatkan Hadits sesuai lafal aslinya (sama dengan redaksi yang dilafalkan perawi lain), dan
terhindar dari penyembunyian identitas perawi (tadlis) karena adanya cela. Persyaratan yang
dikemukakan Imam as-Syafe’i ini pada dasarnya adalah sama dengan persyaratan yang
ditetapkan oleh ahli-ahli Hadits, yaitu sanadnya bersambung, perawinya adil dan kuat daya
ingatnya, serta tidak mengandung cacat dan kejanggalan redaksional.
a. Sanad Bersambung
Adapun yang dimaksud dengan “sanad bersambung” menurut al-Bukhari adalah antara perawi
yang satu dengan perawi sebelum dan sesudahnya bertul-betul bertemu walau hanya satu kali,
sedangkan Muslim menganggap “bersambung” sudah cukup memadai dengan hanya hidup
sezaman, karena kuat dugaan mereka pernah bertemu, mengingat wilayah terotorial Islam
waktu itu belum begitu luas. Misalnya, seorang sahabat Nabi telah meninggal dunia pada
tahun 45 H dalam usia 75 tahun, salah seorang tabi’in yang lahir pada tahun 40 H

3
meriwayatkan Hadits dari beliau. Melihat usia sahabat dan tahun lahirnya tabi’in tersebut
dap;at dipastiklan bahwa mereka tidak pernah bertemu, karena waktu itu tabi’in tersebut baru
berusia 5 tahun, sehingga terjadi keterputusan sanad, atau minimal terjadi pengilangan salah
seorang sahabat (irsal) yang menjadi mata rantai sanad, atau teerjadi penyembunyian idemtitas
perawi (tadlis). Dengan demikian, Hadits yang diriwayatkan tabi’in terseb utr tidak dapat
dikategirikan sebagai Hadits Shaheh.
b. Rawi yang Adil
Adapun yang dimaksud dengan adil sebagai salah satu syarat rawi Hadits Shaheh adalah
perawi tersebut memiliki integritas moral dan keagamaan yang dapat mendukung
terpeliharanya ketakwaan, yaitu: Muslim, Baligh, dan berakal sehat, tidak fasik (sering berbuat
dosa), senentiasa melaksanakan dan meninggallkan larangan agama, berakidah yang baik,
terpelihara diri dari dosa besar dan dosen kecil, dan akhlaknya terpelihara dari hal-hal yang
dapat menodai muru’ah.
c. Berdaya Ingat Kuat
Kemudian berdaya ingat kuat (dhabid) dan terpercaya (tsiqat) yang menjadi salah satu syarat
Hadits Saheh mengandung arti bahwa perawi tersebut memiliki ingatan yang setia dan tidak
mudah lupa. Kesemournaan daya ingat ini dapat diketahui melalu: a) keutamaan keperibadian
dan nama besar perawi itu sendiri yang terkenal di kalangan ulama Hadits sehingga tidak
diragukan lagi kapasitasnya; b) penilaian ulama yang melakukan penelitian terhadap biorafi
parakredibiltas perawi tersebut. perawi, atau: penerapan metode al-Jarhu wa at-Ta’dil (kajian
dan penelitian terhadap kredibiltas rawi) apa bila terjadi perbedaan penilaian ulama terhadap
kredibitas rawi tersebut.
d. Tidak Mengandung Cetat
Tidak mengandung cela (‘illat) dalam arti Haits yang diriwayatkan terhindar dari hal-hal yang
tersembunyi yang dapat membuat cacat keshahehan Haits, misalnya menyebutkan bahwa
Hadits yang diriwayatkannya itu bersumber langsung dari Rasulallah SAW (marfu’) pada hal
ada salah sahabat dalam sanadnya tidak disebutkan (mursal) atau ada salah seorang tabi’in
dalam sanadnya yang tidak disebutkan (munqathi’) sehingga tampak sebagai besambung,
tetapi setelah diteliti diketahui bahwa sanad hadits itu terputus.
e. Tidak Janggal
Hadits yang tidak janggal (ghairu syazin) adalah Hadits yang tidak bertentangan dengan
Hadits lain yang diketahui lebih tinggi nilai keshahehannya. Ini berarti bahwa syaz (janggal)
itu adalah Hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang adil dan berdaya ingat kuat tetapi
redaksi atau matannya menyalahi redaksi atau matan Hadits yang diriwayatkan oleh perawi
lain yang lebih kredibel.

2. Hadits Hasan
Dari sisi bahasa, Hadits Hasan berarti Hadits yang baik. Sedangkan yang dimaksud dengan
Hadits Hasan adalah yang diriwayatkan dengan sanad yang bersambung oleh perawi yang adil
tapi kurang kuat daya ingatnya, tidak mengandung cacat dan tidak mengandung kejanggalan
redaksional, seperti Hadits:
‫حـدثـنـا أحـمـد بي مـنـيـع الـبـغـدادى حـدثـنـا إسـمـاعـيـل بي عـلـيـة أخـبرنـا خـالـد الـحـذاء عن ابـى قالبـة عن‬
‫ قـال رسـوالهلل صـلى هللا عـلـيـه وسـلـم إن من أكـمـل المؤمـنـيـن إيـمـانـا أحـسـنـهم خـلـقـا‬:‫عـائـشـة قـالـت‬
)‫وألـطـفـهـم بـاهـلـه (رواه الـتـرمـذي‬

At-Turmizi meriwayatkan dari Ahmad bin Muni’ al-Baghdadi dari Ismail bi Uliyah
dario Khalid ahl-Khaza’dari Abu Qulaibah dari Aisyah yang berkata, Rasulallah
SAW telag bersabda: Sesungguhnya di antar orang=-orang mukmin yang paling
sempurna imannya adalah orang yang terbaik akhlaknya dan paling santun pada
keluarganya.

4
Menurut para ulama, Hadits Hasan terbagi kepada Hasan Liztih (karena memang Hadits sendiri
yang Hasan), yaitu Hadits yang diriwayatkan secara bersambung oleh perawi yang adil, tanpa
cacat dan janggal, tapi diantara perawinya ada yang berdaya ingat kurang kuuat. dan Hasan
Lighairih (Hasan karena faktor lain), yaitu Hadits tersebut pada mulanya adalah dha’if (lemah)
tapi ada Hadits lain yang senada tapi dengan redaksi berbeda atau Hasits yang sama dengan jalur
atau sanad yang berbeda sebagai pendukunya (syahid dan muttabi’)

3. Hadits Dha’if
Dha’if berarti lemah dan sakit. Sedangkan yang dimaksud dengan Hadits Dha’if adalah Hadits
yang tidak memenuhi persyaratan Hadits Shaheh dan Hadits Hasan. Kelemahan atau kedha’ifan
Hadits tersebut bisa jadi disebabkan: a) keterputusan sanad; b) kekurangadilan dan
kekurangkuatan daya ingat rawi; c) sandaran, dan; d) kejanggalan matan.
Kelemahan sandaran bisajadi karena bukan berupa ucapan, perbuatan, atau pengakuan Rasulallah
(marfu’), melainkan ucapan, perbuatan, dan sikap sahabat (mauquf), atau dari tabi’in (munqathi’).
Kedha’ifan Hadits yang disebabkan karena kekurangadilan atau kekurangkuatan daya ingat rawi,
dapat dicontohkan misalnya Hadits yang diriwayatkan oleh at-Turmuzi:
‫حـدثـنـا محـمـد بن اسـمـاعـيـل جـدثـنـا ابرهـبـم بن موسـىأخـبرنـا الولـيـد إبن مـسـلـم أخـبرنـا روح بن جـنـاح عن‬
‫ قال رسـول هللا صلـى هللا عـلـيـه وسـلـم "فـقـيـه أشـد على الـشـيطان من ألف عـابـد‬:‫مـجـاهـد عن إبن عـبـاس قال‬
)‫(رواه الـترمـذى‬

Muhamamd bin Ismail dari Ibrahim bin Musa dari al-Walid bin Muslim, dari Rauh
bin Janah dari Mujahid, dari Ibnu Abbas yang berkata, Rasulallah SAW telah
bersabsda: Orang yang mendalam dan luas ilmunya lebih ditakuti syaitan dari
pada seribu orang yang rajin beribadah (HR. At-Turmuzi)
Hadits ini dikategorikan sebagai Hadits Dha’if karena salah seorang perawinya (Rauh bin
Janakh) yang lemah.
Kelemahan pada matan (teks) yang disebut dengan syaz, yaitu Hadits yang diriwayatkan oleh
perawi yang adil dan berdaya ingat kuat dengan sanad yang bersambung, tapi kandungan isi
Hadits kontradiksi dengan Hadits lain yang diriwayatkan oleh perawi-perawi yang lebih adil dan
berdaya ingat lebih kuat.
Hadits Daha’if bisa juga terjadi karena adanya pemutarbalikan matan (redaksi) atau pada
pengurutan rawi pada sanad yang terbalik (hadits maqlub), atau karena ada penyisipan pada
sanad atau pada matan (hadits mudraj). Hadits Dha’if yang disebabkan kondisi matan dan sanad
sekaligus dikategorikan sebagai hadits munkar, yaitu Hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang
dha’if dan matannya bertentangan dengan matan Hadits yang diriwayatkan ileh perawi-perawi
yang adil dan berdaya ingat kuat (tsiqat).
Mengenai pengalaman Hadits, para ulama berbeda pendapat, namun secara umum berpendapat
bahwa hadits dhaif tidak dapat dijadikan dasar atau pegangan atau menetapkan suatu kewajiban
atau menentukan halal atau haramnya sesuatu, namun sebagian yang lain membolehkan peng-
alaman Hadits Dhai’f sebagai dukungan terhadap ketentuan yang sudah ada dasarnya dalam
rangka memotivasi umat untuk melakukan suatu perbuatan yang baik dan terpuji (fadhailul
a’mal).

4. Hadits Maudhu’
Adapun Hadits Maudhu’ (palsu) adalah suatu ucapan, perbuatan, atau pengakuan yang
diriwayatkan dengan mangatasnamakan Rasulallah SAW, pada hal beliau tidak pernah
menguacapkan, melakukan, menetapkan, atau mengakui kebenarannya.
Hadits Maudhu’ muncul disebabkan oleh banyak faktor, di antaranya:
a. Pertentangan dan kepentingan politik, misalnya antara kelompok Khararij, Syi’ah, dan lain-
lain.

5
b. Usaha-usaha kaum zindiq yang ingin merusak Islam dengan berpura-putra masuk Islam.
c. Perdebatan dalam ilmu kalam, misalnya antara Qadariyah, Jabariah, Mu’tazilah, Asy’ariyah,
Murjiah dan sebagainya.
d. Menarik simpati masyarakat umum
e. Membangkitkan ghairah beribadah dalam rangka tawarrub kepada Allah.
f. Mencari muka pada penguasa dan sebagainya.
Untuk mengetahui Hadits Maudhu’ dapat dilakukan dengan:
a. Melalui pengakuan pembuatnya, dan ini tidak mudah untuk didapat.
b. Mengetahui Lafaz (redaksinya) rusak.
c. Kandungan isinya bertentangan dengan akal sehat, ayat Al-Quran, Hadits Mutawatir, Hadits
Shaheh dan hal-hal yang dharuri (hal-hal yang dapat dipahami dengan muidah).
d. Berisi janji berupa akan memperoleh imbalan (pahala) atau dosa yang besar karena melakukan
hal-hal yang kecil dan bukan prioritas.
e. Periwayatkan dikenal sebagai seorang pendusta.
Dengan memperhatikan klasifikasi Hadits seperti disebutkan, para uilama menyimpulkan bahwa
ada Hdits-Hadits yang dapat diterima, mesti diamalkan dan dapat dijadikan pegangan dalam
syari’at Islam, dan ada Hadits-Hadits yang harus ditolak.
Mengenai pengamalam Hadits Dha’if, terdapat perbedaan pendapat. Sebagian berpendapat Hadits
Dha’if yang tidak sampai ke tingkat munkar dapat digunakan untuk menerangkan keutamaan dan
mendorng beramal (fadha-il a’mal), tetapi sebagian yang lain menolaknya untuk diajdikan dasar.
Berdasarkan uraian yang telah disampaikan, maka Hadits dapat diklasifikasi kepada: 1)
Berdasakan ketersambungan kepada Rasulallah, terdiri atas; Hadits Marfu’, Mauquf, dan
Munqathi; 2) Berdasarkan jumlah perawai, Hadits terbagi kepada; Hadits Mutawatir yang terdiri
atas mutawatir lafzdi dan mutawatir maknawi dan; Hadits Ahad, yang terdiri atas masyhur, aziz,
dan gharib, dan; 3) berdasarkan kualitasnya, Hadits terbagi kepada a) Hadits Shaheh yang tediri
atas Hadits Shaheh Lizatih dan Hadits Shaheh lighairih; b) hadits Hasan yang terdiri atas Hasan
Lizatih dan Hasan lighairih, c), Hadits Dha’if yang terdiri atas; Hadits mursal, Hadits maqthu’,
Hadits Mudallas, Hadits Mudarraj, dan Hadits Munkar, dan; 4) Hadits Maudhu’.

Tugas/Latihan:
1. Kemukakan definisi-defisi dari istilah-istilah berikut:
a. Hadits Mutawatir, mutawatir lafzi dan mutawatir maknawi,
b. Hadits Ahad, masyhur, dan gharib.
c. _ Hadits Shaheh, shaheh lizatitih, shaheh lighairih.
d. Hadits Hasan, Hasan lizatihi dan Hasan lighairih
e. Tabi’ dan syahid hadits
f. Matan, sanad, rawi, dan muharrij.
g. Hadits Dhaif, hadits mursal, mungqathi’, mudallas, mudarraj, maqthu, maudhu’.
2. Apa pendapat saudara pengkategorian pendapat sahabat dan tabin sebagai hadits?
3. Mengapa para ulama berbeda pendapat tentang hukum mengamatlkan Hadits Dha’if?
4. Apa hukumnya bagi orang yang tidak mengakui kebnenaran Hadits Mutawatir, yang
tidak berpegang pada hadits mutawatir tersebut?
Note: - Jawaban sudah diposting via WA dosen paling lambat 1 Mei 2020 pukul 20.00 WIB.
- Tugas dikejerjakan secara individual, dilarang mengcopy pekerjaan teman.
- Bagi yang tidak mengerjakan dianggap tidak kuliah, dan nilainya nihil. Yang terlambnat
dikurangi nilainya. Selamat mengerjakan tugas.

6
1. Hadits Mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah rawy, yang tidak
mungkin bersepakat untuk berdusta dari sejumlah rawy yang semisal mereka dan
seterusnya sampai akhir sanad. Dan sanadnya mereka adalah pancaindera

Mutawir Lafzi adalah suatu hadis yang sama mufakat bunyi lafaz menurut para rawi dan
demikian juga pada hukum dan maknanya.

Mutawatir Maknawi adalah suatu hadis yang memiliki banyak jalur periwayatan yang
sama maknanya, isinya mengandung satu hal, atau satu sifat, atau satu perbuatan. 

Hadist Ahad artinya: hadis yang tidak memenuhi syarat-syarat untuk menjadi hadis
mutawwatir. Yang dimaksud hadist ahad adalah hadist yang diriwayatkan oleh beberapa
perawi yang jumlahnya tidak mencapai batasan hadist mutawwatir.

Hadist Mashyur artinya: “hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih pada
setiap tingkatan sanad, namun belum mencapai batas mutawatir”

Hadist Gharib artinya: “hadits yang seorang rawi menyendiri dalam periwayatannya.”

Hadits Shahih Lighairihi adalah hadits hasan lidzatihi jika diriwayatkan dari jalur lain
hadits yang semisalnya atau yang lebih kuat darinya. Atau dengan kata lain ia adalah
kumpulan beberapa hadits hadits hasan lidzatihi. Dinamakan dengan shahih ligahairihi
karena shahihnya hadits tersebut bukan karena sanad hadits tersebut, namun karena
bergabungnya hadits-hadits yang lain kepadanya.

Shahih Lighairih yaitu hadits dha’if jika memiliki jalur periwayatan yang banyak, dan
sebab dha’ifnya hadits tersebut bukan karena fasiqnya perawi hadits tersebut atau
kedustaannya.

Hadist Shahih Hadis yang bersambung sanad nya (jalur periwayatan) melalui
penyampaian para perawi yang ‘adil, dhabith, dari perawi yang semisalnya sampai akhir
jalur periwayatan, tanpa ada syudzudz, dan juga tanpa ‘illat. Bersambung sandanya:
artinya, masing-masing perawi mengambil hadis dari perawi di atasnya secara langsung,
dari awal periwayatan hingga ujung (akhir) periwayatan.
Perawi yang ‘adil. Seorang perawi disebut ‘adil jika memenuhi kriteria: muslim, baligh,
berakal, tidak fasiq, dan juga tidak cacat maruah wibawanya (di masyarakat).

Hadits Hasan adalah hadits yang tidak berisi informasi yang bohong, tidak bertentangan
dengan hadits lain dan Al-Qur'an dan informasinya kabur, serta memiliki lebih dari satu
Sanad

Hadits Hasan Lidzatihi yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang yang adil, sedikit
dhabitnya (kurang kuat ingatannya), sambung sanadnya, tanpa adanya cacat, dan tanpa
adanya kejanggalan.

Hadis Hasan Lighairih yaitu hadits yang sanadnya tidak sepi dari seorang yang tertutup
(tidak jelas tingkah laku dan prilakuknya), buruk hafalannya, dan lain-lainnya.

7
Syahid Hadits konkritnya adalah hadist yang matannya ada kesamaan dengan hadis lain
hadis gharib dari segi lafal atau maknanya saja, namun sanad sahabat kedua hadis
tersebut berbeda.

Tabi’ Hadist adalah hadisyang matannya ada kesamaan secara lafal atau makna dengan
dengan hadis lain hadist gharib serta sanad sahabat dari kedua hadis tersebut sama.

Matan Hadist berarti Punggung jalan, Tanah gersang atau tandus, membelah,
mengeluarkan, mengikat. Matan menurut istilah ilmu hadis yaitu: "Perkataan yang
disebut pada akhir sanad, yakni sabda Nabi Saw. yang disebut sesudah habis disebutkan
sanadnya."

Hadis Sanad ialah rangkaian urutan orang-orang yang menjadi sandaran atau jalan yang
menghubungkan satu hadis atau sunnah sampai pada Nabi Saw.

Rawi Hadist yaitu orang yang memindahkan hadis dari seorang guru kepada orang lain
atau membukukannya ke dalam suatu kitab hadis. Rawi pertama adalah para sahabat dan
rawi terakhir adalah orang yang membukukannya, seperti Imam Bukhari , Imam Muslim,
Imam Ahmad dan lain-lain.

Hadist Mukhrij adalah perawi hadits (rawi), atau orang-orang yang telah berhasil
menyusun kitab berupa kumpulan hadits, seperti al-Bukhari, Muslim, Malik, Ahmad,
dsb.

Hadits Mursal adalah hadits yang gugur sanadnya setelah tabi’in. Yang dimaksud
dengan gugur disini adalah nama sanad terakhirnya tidak disebutkan.
Mursal: Hadis yang disebutkan oleh Tabi'in langsung dari Rasulullah S.A.W. tanpa
menyebutkan siapa shahabat yang melihat atau mendengar langsung dari Rasul.
Digolongkan sebagai hadis lemah karena dimungkinkan adanya Tabi'in lain yang masuk
dalam jalur riwayatnya (namun tidak disebutkan). Jika dapat dipastikan perawi
(periwayat) yang tidak disebutkan tersebut adalah seorang shahabat maka tidak tergolong
sebagai hadis lemah.

Hadits Mudallas adalah hadits yang diriwayatkan menurut cara yang diperkirakan
bahwa hadits tersebut tidak bernoda.

Munqathi (terputus): Semua hadis yang sanadnya tidak bersambung tanpa melihat
letak dan keadaan putusnya sanad. Setiap hadis Mu'dhal adalah Munqathi, namun tidak
sebaliknya.

Muddaraj: Perkataan yang diucapkan oleh selain Nabi yang ditulis bergandengan
dengan Hadits Nabi. Sehingga dapat dikira sebagai bagian dari hadis. Umumnya berasal
dari perawi hadisnya, baik itu sahabat ataupun yang dibawahnya, diucapkan untuk
menafsirkan, menjelaskan atau melengkapi maksud kata tertentu dalam lafal hadis.

Hadits Maudhu’ adalah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW baik
perbuatan, perkataan, taqrir, dan sifat beliau secara dusta. Lebih tepat lagi ulama hadits
mendefinisikannya sebagai apa-apa yang tidak pernah keluar dari Nabi SAW baik dalam
bentuk perkataan, perbuatan atau taqrir, tetapi disandarkan kepada beliau secara sengaja

8
Hadits Dhaif adalah kategori hadis yang tertolak dan tidak dapat dinyatakan
kebenarannya berasal dari perkataan atau perbuatan Nabi.

Maqthu yaitu sesuatau yang disandarkan pada Tabiin baik perkataan maupun perbuatan
tabi'in tersebut". Atau Sesuatu yang disandarkan kepada tabi'i atau generasi yang datang
sesudahnya berupa perkataan atau perbuatan.

2. Pendapat saya terhadap pengkategorian sahabat dan tabiin sebagai hadist adalah sangat
bagus karena sangat bermanfaat, dengan adanya pengkategorian maka manusia khusus
nya umat muslim mampu mengenal dan memahami hadist lebih detail sesuai kategori
yang ada sehingga praktis dapat lebih jelas dan terarah sesuai kebenaran.

3. Mengenai pengalaman Hadits, para ulama berbeda pendapat menurut saya karena adanya
sudut pandang setiap ulama terhadap hadits dhaif yang menyatakan bahwa hadis dhaif
tidak dapat dijadikan dasar atau pegangan atau menetapkan suatu kewajiban atau
menentukan halal atau haramnya sesuatu, namun sebagian yang lain membolehkan peng-
alaman Hadits Dhai’f sebagai dukungan terhadap ketentuan yang sudah ada dasarnya
dalam rangka memotivasi umat untuk melakukan suatu perbuatan yang baik dan terpuji
(fadhailul a’mal). Sehingga hukum pada pengaamalnya pun menjadi berbeda.

4. Para ulama sependapat bahwa umat Islam wajib meyakini kebenaran Hadits Mutawatir
baik lafzi maupun maknawi dan bagi yang mengingkari atau menolak otentisitasnya
dianggap keluar dari Islam (Murtad).

Anda mungkin juga menyukai