Anda di halaman 1dari 14

HADIS MUTAWATIR

HADIS MUTAWATIR

A.Pembagian Hadis dari Segi Jumlah Perawinya.


Dari segi jumlah perawinya, hadis terbagi menjadi tiga;
1.Hadis Mutawatir.
Ajaj Al-Khatib mendefinisikan hadis Mutawatir adalah ;
Hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah perawi yang secara tradisi tidak
mungkin mereka sepakat untuk berdusta dari sejumlah perawi yang
sepadan dari awal sanad sampai akhirnya, dengan syarat jumlah itu tidak
kurang pula setiap tingkatan ( thabaqat ) sanadnya.
Jenis ini bersifat qath’i al-tsubut ( absah secara mutlak ) dan disejajarkan
dengan wahyu yang wajib diamalkan dan dinilai kafir orang yang
mengingkarinya. Hadis mutawatir merupakan tingkat riwayat tertinggi.
Mahmud al-Thahhan mendefinisikan ;’ Hadis yang
diriwayatkan oleh banyak periwayat yang menurut adat
kebiasaan mustahil mereka sepakat berdusta ( tentang hadis yang
diriwayatkan ).

Sedangkan Muhammad Abu Syuhbah mengatakan; “ Hadis


yang diriwayatkan sejumlah periwayat yang menurut akalsehat
dan adat kebiasaan mustahil mereka sepakat berdusta ( yang
diriwayatkan ) dari sejumlah periwayat dengan jumlah yang
sepadan semenjak sanad pertama sampai sanad terakhir dengan
syarat jumlah itu tidak kurang pada setiap tingkatan sanadnya dan
sandaran beritanya berdasarkan sesuatu yang dapat diindra
seperti disaksikan, didengar, ataupun sebagainya
Dari berbagai definisi yang dikemukakan, dapat diambil
suatu kesimpulan, bahwa hadis mutawatir merupakan
hadis sahih, yang diriwayatkan oleh sejumlah perawi yang
mustahil mereka sepakat berdusta, baik sejak dari awal
perawi sampai kepada akhirnya, memiliki jumlah yang
tidak mungkin berdusta.
1.1.Syarat – syarat Hadis Mutawatir.
Syarat hadis mutawatir ialah ;

a) Diriwayatkan oleh periwayat yang banyak.


b) Mustahil secara logika mereka berdusta.
c) Jumlah banyak tersebut terjadi pada setiap
lapisan sanad dari awal sampai akhir.
d) Sandaran berita berdasar pada indra.
Para ulama berbeda pendapat tentang jumlah” banyak “
pada setiap lapisan sanad, ada yang mengatakan empat,
lima, tujuh, sepuluh sampai tujuh puluh. Al-Suyuti
mengatakan’ sepuluh orang karena merupakan batas
minimal bilangan banyak’. Pendapat ini juga didukung
oleh Mahmud al-Thahhan. Sedangkan Ibn Hajar al-
Asqalani berkata;’ tidak disyaratkan bilangan dalam
jumlah tertentu. Karen’banyak’ itu adalah jumlah yang
menghasilkan keyakinan pasti terhadap kebenaran sebuah
berita’.
1.2.Pembagian Hadis Mutawatir.

Hadis Mutawatir dapat dibagi dua; Mutawatir Lafzi dan


Mutawatir Ma’nawi.

Mutawatir Lafzi ialah ; hadis yang mutawatir baik lafal


maupun maknanya. Sedangkan menurut Muhammad al-
Shabbagh;’ hadis mutawatir lafzi adalah hadis yang
diriwayatkan oleh banyak periwayat sejak awal sampai akhir
sanadnya dengan memakai redaksi yang sama. Muhammad
Ajaj al-Khatib mengatakan;’ Hadis yang diriwayatkan secara
lafal dari banyak orang yang mustahil mereka sepakat untuk
berdusta dari awal sampai akhir sanad’.
Dapat disimpulkan bahwa hadis mutawatir lafzi itu
(1) dari segi sanad harus banyak periwayat sejak awal
sampai akhir.
(2 ) matan hadis yang diriwayatkan menggunakan redaksi
yang sama.

Contohnya :
‫من كذب علي متعمدا فليتبوا مقعده من النار‬
Mutawatir Ma’nawi adalah;’ hadis yang mutawatir
maknanya saja bukan lafalnya. Hadis mutawatir kategori
ini disepakati penukilannya secara makna tetapi
redaksinya berbeda – beda. Muhammad Ajaj al-Khatib
mendefinisikan;’ Hadis yang periwayatnya disepakati
maknanya, akan tetapi lafalnya tidak’.

Contoh hadis mutawatir ma’nawi adalah hadis – hadis


tentang mengangkat tangan ketika berdoa yang
diriwayatkan dalam lebih dari seratus hadis, meskipun
redaksi hadis berlainan tetapi isinya sama. Bilangan rakaat
dalam shalat, membaca jahr waktu shalat maghrib, isya
dan subuh.
1.3.Kehujjahan Hadis mutawatir.

Pengetahuan yang disampaikan pada hadis mutawatir,


menurut M Al-Shabbagh harus bersifat dharuri ( ilmu yang
meyakinkan yang mengharuskan manusia mempercayai
dan membenarkannya secara pasti ) yang diperoleh dari
pengamatan pancaindra. Hal ini dimaksudkan agar cerita
yang disampaikan didasarkan pada ilmu yang pasti bukan
berdasarkan prasangka dan bersifat apologis dan apriori.
Ibnu Hajar Al-Asqalani ; berita yang disampaikan oleh
para periwayat hadis itu dapat melahirkan keyakinan pada
diri orang-orang yang mendengarnya tentang kebenaran isi
berita tersebut.
Menurut Ibnu Taymiyah orang yang telah meyakini ke
mutawatiran suatu hadis, wajib mempercayai kebenarannya
dan mengamalkannya sesuai dengan kandungan isinya.Sedang
orang yang belum mengetahui ke mutawatirannya hendaklah
mengikuti dan menyerahkan kepada orang yang telah
menyepakati ke mutawatiran hadis tersebut.
2. Hadis Masyhur.

‫ما رواه من الصحابة عدد ال يبلغ حد التواتر ثم تواتر ثم تواتر‬


‫بعد الصحابة ومن بعدهم‬
Hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah perawi dari golongan sahabat yang
tidak mencapai batas mutawatir, kemudian setelah sahabat dan sesudahnya
lagi jumlah perawi mencapai jumlah mutawatir.
3. Hadis Ahad.
Hadis yang tidak memenuhi salah satu dari syarat – syarat hadis
mutawatir.

Menurut Muhammad Sa’id Ramadhan al-Buthi, hadis Ahad adalah


hadis yang sanadnya shahih dan bersambung hingga sampai kepada
sumbernya ( Nabi ) tetapi kandungannya memberikan pengertian Zhanni
dan tidak sampai kepada qath’i atau yakin.
Berdasarkan definisi di atas ;

a) Dari segi kuantitas periwayatnya, hadis Ahad berada


di bawah hadis Mutawatir.
b) Dari segi isinya hadis Ahad berstatus Zhanni bukan
Qath’i.
Kedua hal inilah yg membedakan hadis ahad dengan
Mutawatir
Bagi ulama yg membedakan hadis dari segi kuantitasnya
menjadi tiga;
a.Mutawatir b. Masyhur c. Ahad

Anda mungkin juga menyukai