Anda di halaman 1dari 27

Hadis mutawatir

dan hadis ahad

Oleh : Pendi Khoer Ependi, M.Pd.I


Hadis Mutawatir
1. Pengertian Hadis Mutawatir
Mutawatir menurut bahasa, berarti mutatabi’ yaitu yang datang berturut-
turut, dengan tidak ada jaraknya.
Secara Terminology
a. m

Artinya:“Hadits yang diriwayatkan oleh banyak orang, yang menurut adat


mustahil mereka bersepakat untuk berdusta. (Jumlah banyak itu) sejak awal sanad
sampai akhirnya”2
b.

Artinya:“Hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah besar orang yang


tidak mungkin mereka bersepakat untuk berdusta (sejak awal
sanad) sampai akhir sanad. Hadits yang diriwayatkan itu disandarkan
pada pengamatan panca indra.”
c.

Artinya:“Hadits yang diriwayatkan oleh banyak orang, dan diterima dari


banyak orang pula, yang menurut adat mustahil mereka bersepakat
untuk berduasta.”
Berdasarkan ketiga definisi di atas diketahui, adanya
empat hal yang harus terpenuhi pada suatu Hadits yang
dikategorikan Mutawatir, yaitu:
pertama, Hadits itu harus diriwayatkan oleh banyak orang;
kedua, Hadits itu diterima dari banyak orang pula;
ketiga, ukuran banyak di sini jumlahnya relativ, dengan
ukuran berdasarkan sudut pandang kebiasaan
masyarakat, bahwa mereka tidak mungkin sebelumnya
melakukan kesepakatan untuk berdusta; dan
keempat, Hadits itu diperoleh melalui pengamatan panca
indra, bukan atas dasar penafsiran mereka.
2. Syarat-Syarat Hadits Mutawatir
a. Diriwayatkan oleh Banyak Perawi
b. Adanya keyakinan bahwa mereka tidak
mungkin sepakat untuk berdusta.
c. Adanya kesamaan atau keseimbangan
jumlah Sanad pada tiap-tiap thabaqahnya.
d. Berdasarkan Tanggapan Panca Indra
3. PEMBAGIAN HADIS MUTAWATIR

1. Hadits 3. Hadits
Mutawatir Mutawatir
Lafzhi ‘Amaly

2. Hadits
Mutawatir
Ma’nawy
1. Hadits Mutawatir Lafzhi
Yang dimaksud dengan Hadits Mutawatir Lafzhi, ial;ah:

Artinya:“Hadits mutawatir lafzh dan maknanya.”


Menurut definisi yang lebih lengkap disebutkan, bahwa Mutawatir lafzhi,
ialah Hadits yang diriwayatkan oleh banyak para rawi sejak awal sampai
akhir sanad-nya, dengan memakai lafazh yang sama (lafzhun wahid).
contoh Hadits Mutawatir Lafzhi, adalah sabda Rasulullah saw.
2. Hadits Mutawatir Ma’nawy
Yang dimaksud dengan Mutawatir ma’nawi, ialah:

Artinya:“Hadits yang maknanya Mutawatir, tanpa lafazhnya.”


definisi lain, ialah:

Artinya:“Hadits yang periwayatannya desepakati maknanya, akan tetapi


lafazhnya tidak.”
As-Suyuthi mendefinisikannya, sebagai berikut:

Artinya:“Hadits yang dinukilkan oleh banyak orang, yang menurut adat mustahil
mereka bersepakat untuk berdusta atas kejadian yang berbeda-beda, tetapi
bertemu pada titik persamaan.”
CONTOH HADIS MUTAWATIR MANAWI
Misalnya, hadits-hadits tentang mengangkat tangan ketika berdoa.

Artinya:
Rasulullah tidak mengangkat kedua tangan beliau sampai nampak putih putih kedua ketiak
beliau dalam doa-doa beliau, kecuali doa shalat istisqa’ (HR. Bukhari Muslim)
Menurut penelitian al-Syuyuti Hadits yang semakna dengan hadits ini telah diriwayatkan
dari Nabi sekitar 100 macam hadits tentang mengangkat tangan ketika berdo’a dalam
berbagai kesempatan. Dan setiap hadits tersebut berbeda kasusnya dari hadits yang lain.
Sedangkan setiap kasus belum mencapai derajat mutawatir. Namun bisa menjadi mutawatir
karena adanya beberapa jalan dan persamaan antara hadits-hadits tersebut, yaitu tentang
mengangkat tangan ketika berdo’a.
3. Hadits Mutawatir ‘Amaly
Perbuatan dan pengamalan syari’ah Islamiyah yang dilakukan Nabi saw.,
secara praktis dan terbuka kemudian disaksikan dan diikuti oleh para sahabat
adalah Mutawatir ‘amali, sebagaimana yang didefinisikan sebagian ulama
sebagai berikut:

Artinya:“Sesuatu yang diketahui dengan mudah bahwa ia dari agama dan


telah Mutawatir antara kaum Muslimin bahwa Nabi saw., mengerjakannya
atau menyuruhnya dan atau selain itu.
Contoh hadis mutawatir amali, berita-berita yang
menjelaskan tentang shalat baikwaktu waktu dan
raka’atnya, shalat janazah, zakat, haji, dan
lain-lain yang telah menjadi ijma’ para ulama.
Semua itu terbuka dan disaksikan oleh banyak
sahabat dan kemudian diriwayatkan secara
terbuka oleh sejumlah besar kaum Muslimin dari
masa ke masa.
2. Hadits Ahad

a. Pengertian Hadits Ahad


Secara bahasa kata ahad atau wahid berarti satu. Maka khabar
ahad atau khabar wahid, adalah salah satu berita yang disampaikan
oleh satu orang.
Sedangkan yang dimaksud dengan Hadits Ahad menurut definisi yang
singkat, ialah:

Artinya:.,“Hadits yang tidak memenuhi syarat-syarat Hadits Mutawatir.”


Pembagian hadis Ahad
1. Hadits Masyhur.

Artinya:“Hadits yang disampaikan oleh orang banyak, akan tetapi jumlahnya tidak
sebanyakperawi Mutawatir.”25
Contoh hadis masyhur

Artinya:“Rasul saw melarang jual beli yang didalamnya terdapat tipu daya.”

Artinya:“Orang Islam (yang sempurna) itu, ialah orang yang jika orang
Islam lainnya selamat dari (gangguan) lidah dan tangannya.”23
2. Hadis ‘Aziz
Kata ‘aziz dari kata ‘azza, ya’ izzu, yang berarti qalla (sedikit) atau nadara
(jarang terjadi). Bisa juga berasal dari ‘azza, ya ‘azzu yang berarti qawiyah
atau isytadda (kuat). Arti lainnya bisa juga berarti syarif (mulia atau
terhormat) dan mahbub (tercinta). Maka Hadits ‘Aziz dari sudut pendekatan
kebahasaan, bisa berarti Hadits yang mulia, Hadits yang kuat, atau Hadits yang
sedikit, atau yang jarang terjadi.
Secara terminologis, Hadits ‘Aziz didefinisikan antara lain:

Artinya:“Hadits yang diriwayatkan oleh sedikitnya dua orang perawi, diterima dari
dua orang pula.”
Menurut Ibn Hajar al-Asqalani, ini merupakan definisi yang paling kuat dari
semua definisi tentang Hadits ‘Aziz.
Dengan definisi ini, menunjukkan bahwa apabila dalam salah satu thabaqah-
nya kurang dari dua perawi, Hadits tersebut akan termasuk Hadits Aziz.
Contoh Hadis ‘Aziz

Artinya:“Tidaklah beriman seseorang diantara kamu, hingga aku lebih dicintai


dari ada dirinya, orang tuanya, anak dan semua manusia.” (H.R. al-Bukhari
dan Muslim)
Hadits tersebut dari Anas bin Malik. Ia meriwayatkan kepada Qatadah dan Abd
al-Aziz bin Shuhaib. Qatadah meriwayatkannya kepada Abd Al- Waris dan
Ismail bin ‘Ulayyah. Selanjutnya dari masing-masing perawi tersebut banyak
orang yang meriwayatkannya, yang akhirnya sampai kepada al-Bukhari dan
Muslim.
3. Hadis Garib
Kata garib dari garaba, yagribu, yang menurut bahasa berarti munfarid
(menyendiri) atau ba’idan wathanih (jauh dari tanah airnya). Bisa juga berarti
asing, pelik atau aneh. Maka kata Hadits Garib secara bahasa, berarti Hadits yang
menyendiri atau aneh.
Secara terminologis, ulama ahli Hadits seperti Ibn Hajar al-Asqalani
mendefinisikan Hadits Garib, sebagai berikut:

Artinya:“Hadits yang diriwayatkan oleh seorang diri perawi, karena tidak ada orang
lain yang meriwayatkannya, atau menyendiri dalam hal penambahan terhadap
matan atau sanadnya.”
Dalam pengertian lain disebutkan sebagai berikut:

Artinya:“Hadits yang diriwayatkan oleh seorang diri perawi, karena tidak ada orang
lain yang meriwayatkannya, atau menyendiri dalam hal penambahan terhadap
matan atau sanadnya.”38
Berdasarkan definisi pertama menunjukkan, bahwa penyendirian yang dimaksud
dalam Hadits Garib, ialah penyendirian dalam perawi atau sanadnya.
Sedangkan berdasarkan definisi kedua, bahwa penyendirian dalam Hadits
Garib bukan hanya terjadi pada sanad atau perawi, akan tetapi bisa juga terjadi
pada matannya.

Contoh hadis Garib

Artinya:“Segala amal itu hanya dengan niat, dan bagi seseorang hanya akan
mendapat apa yang ia niatkan…”
Hadits di atas diriwayatkan oleh banyak perawi, antara lain al-Bukhari, Muslim,
Abu Daud, at-Turmudzi, an-Nasa’I, dan Ibn Majah. Pada tiap-tiap thabaqahnya,
Hadits tersebut diriwayatkan oleh banyak perawi. Akan tetapi pada thabaqah
sahabat hanya diriwayatkan oleh satu orang perawi, yaitu Umar bin al-
Khathab.
SEKIAN DAN TERIMAKASIH
SYARAT-SYARAT HADIS MUTAWATIR
1) Diriwayatkan oleh Banyak Perawi
Dalam hal ini, di antara para ulama ada yang menetapkan jumlah tertentu
dan ada yang tidak menetapkannya.
Menurut ulama yang tidak mensyaratkan jumlah tertentu, yang penting dengan
jumlah itu, menurut kebiasaan dapat memberikan keyakinan terhadap
kebenaran apa yang diberitakan dan mustahil mereka sepakat untuk
berdusta.
Sedang menurut ulama yang menetapkan jumlah tertentu, mereka masih
berselisih mengenai jumlah tertentu itu. Ada yang menyebutkan harus lebih
dari 4 orang berapapun banyaknya; ada juga yang menyebutkan dengan
jumlah yang pasti seperti 40 orang atau 70 orang, atau bahkan 313 orang
2) Adanya keyakinan bahwa mereka tidak mungkin sepakat
untuk berdusta.
Dengan syarat ini memberikan kejelasan, bahwa penentuan
jumlah-jumlah tertentu bukan merupakan ukuran pokok untuk
menetapkan suatu Hadits mutawatir. Yang menjadi ukuran, ialah
apakah dengan jumlah orang-orang yang membawa berita itu
sudah mencapai ‘ilmu dharuri (kepastian, kebenaran) atau
belum, artinya sudah memberikan kepastian atau kebenaran
berita yang dibawanya atau belum, apakah di antara mereka
mungkin melakukan kesepakatan berdusta atau tidak. Dengan
ukuran ini, maka berapapun jumlah perawinya asal dalam
kategori banyak, dapat memastikan suatu Hadits bisa
dikategorikan sebagai Hadits Mutawatir. Sebaliknya, jika ilmu
dharuri belum tercapai, betapapun banyak perawinya belum
bisa dikategorikan ke dalam kelompok Hadits ini.
3) Adanya kesamaan atau keseimbangan jumlah Sanad
pada tiap-tiap thabaqahnya.
Jumlah sanad Hadits mutawatir, antara satu thabaqah
dengan thabaqah lainnya harus seimbang. Misalnya,
jika sanad pada thabaqah pertama 10 orang, maka pada
thabaqah-thabaqah berikutnya juga masing- masing harus
10 atau 9 atau 11 orang. Dengan demikian, bila suatu
Hadits diriwayatkan oleh 20 oramg sahabat, kemudian
diterima olah 10 tabi’in, dan selanjutnya hanya
diterima oleh 4 tabi’ at-tabi’in, tidak dapat
digolongkan sebagai Hadits mutawatir, sebab jumlah
sanadnya tidak seimbang antara thabaqah pertama
dengan thabaqah berikutnya.
4) Berdasarkan Tanggapan Panca Indra
Berita yang disampaikan oleh perawi sebagai
pembawa berita,harus berdasarkan hasil
pengamatan panca indra. Artinya bahwa berita
yang mereka sampaikan harus benar-benar hasil
pendengarannya, penglihatannya, penciumannya,
atau sentuhannya.
Oleh karena itu, bila berita itu merupakan hasil
renungan, pemikiran atau rangkuman dari suatu
peristiwa lain ataupun hasil istinbath dari dalil yang
lain, maka tidak dapat dikatakan Hadits Mutawatir.

Anda mungkin juga menyukai