Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

“Epistemologi Manahaj Muhadditsin”


Di Ajukan Dalam Mata Kuliah Manahaj Muhadditsin

Disusun Oleh Kelompok 1 :


M.Habiburrahman : 2020.2690
Hendri Nofria : 2020.2678
M Yusril Amri Harahap : 2020.2689

Dosen Pengampu :

Azzam El Fata, LC., M.A.

JURUSAN ILMU ALQURAN DAN TAFSIR


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
PENGEMBANGAN ILMU AL-QUR’AN
SUMATERA BARAT
2022 M/1443 H

i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT. yang telah memberikan rahmat serta karunia-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul tingkatan iman Sebagai Salah
Satu Piranti Ijtihad ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas yang
diberikan oleh ustadz Azzam dalam pembelajaran Manahij Muhadditsin. Disamping itu,
dibuatnya makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan mengenai Hadits dalam
memahami ilmu agama, bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ustadz Azzam selaku dosen mata Manahij
Muhadditsin yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan
wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang dengan baik hati telah
menyebarkan sebahagian pengetahuan yang dimilikinya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini.

Kami sangat menyadari, makalah yang kami susun masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kami sangat terbuka dalam menerima kritik dan saran yang membangun demi
kemajuan makalah yang akan kami buat ke depannya.

Padang, 12 Maret 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI......................................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................................................... iv
B. Rumusan Masalah ............................................................................................................. iv
C. Pembahasan ........................................................................................................................ iv
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian ........................................................................................................................... 1
B. Cakupan Bahasan .............................................................................................................. 1
C. Urgensi, Tujuan dan Manfaat .......................................................................................... 3
D. Jenis-Jenis Kitab Hadits .................................................................................................... 4
BAB III PENUTUP .............................................................................................................................. 7
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 7

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perhatian para shahabat terhadap hadits-hadits Rasulullah SAW sejak
diturunkannya wahyu kenabian Muhammad Rasulullah SAW. Banyak cara yang mereka
lakukan, di antaranya; dengan menghadiri majlis-majlis Rasulullah SAW, mengutus
saudaranya atau tetangganya untuk menghadiri majlis Rasulullah SAW, menyampaikan
apa yang ia dapat dari kehadiran tersebut kepada yang tidak dapat hadir, menghafalkan
dan saling mengingatkan apa yang mereka dengar di antara mereka, juga selalu aktif
bertanya kepada Rasulullah SAW tentang setiap permasalahan yang terjadi di tengah-
tengah masyarakat, termasuk menggunakan isteri-isteri mereka untuk menanyakan isteri
Rasulullah SAW halhal yang berkaitan dengan hubungan dalam kehidupan suami isteri
dan lain-lain.
Semua ajaran Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW telah beliau sampaikan
dan beliau contoh dalam kehidupaan sehari-hari, dan semua itupun telah diteriama,
dihafal dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari oleh para shahabat.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Manahij Muhadditsin
2. Cakupan Bahasan
3. Urgensi, tujuan manfaat
4. Jenis-jenis kitab hadits
C. Pembahasan
1. Menjelaskan tentang manahij muhadditsin
2. Menjelaskan cakupan tentang manahij muhadditsin
3. Memaparkan urgensi, tujuan dan manfaat
4. Memaparkan jenis kitab hadits

iv
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Manahij Muhadditsin
Manhaj al-Muhadditsin terdiri dari dua kata, manhaj dan al-muhadditsin. Manhaj
secara bahasa berarti thariq1 artinya jalan, cara, metode. Sedangkan al-Muhadditsin
adalah isim jama’ dari kata al-muhaddits. Banyak definisi yang diungkapkan oleh ahli
hadits tentang istilah “al-Muhaddits”, secara singkat dapat dipahami bahwa orang yang
banyak tahu tentang hadits baik dari sisi sanad maupun matan dan dan hal-hal yang
berkaitan dengan periwayatannya. Dengan demikian yang dimaksud dengan Manhaj al-
Muhadditsin adalah suatu cara, metode atau pola yang dipergunakan oleh ahli hadits.
Sampai di sini tentu saja lafazh-lafazh tersebut masih belum dapat memberikan
pengertian yang jelas dan sempurna, belum menjadi jumlah mufidah, karena belum
memiliki khabar (berita). Oleh karena itu, masih perlu ditambah khabarnya seperti bila
ditambah dengan kalimat Fi ta’lif al-hadits atau fi hifzhihi. Bila demikian, jelaslah makna
dan maksudnya, yakni suatu cara yang dipergunakan oleh para ahli hadits dalam
periwayatan, penjagaan dan penyebaran hadits-hadits Rasulullah SAW.

B. Cakupan Bahasan Manahij Muhadditsin


1. Pada Masa Rasulullah
a. Manhaj At-Talaqqi
Manhaj al-talaqqi para sahabat pergunakan adalah dengan menghadiri
majlis-majlis Rasulullah SAW. bagi yang berhalangan hadir, ia mengutus
saudaranya atau tetangganya untuk menghadiri majlis Rasulullah SAW tersebut,
kemudian menyampaikan apa yang ia dapat dari kehadiran tersebut kepada
saudara atau tentangganya yang tidak dapat hadir, begitu juga
sebaliknya.disamping itu mereka saling mengingat apa yang mereka dapatkan dari
Rasulullah SAW.

b. Manhaj Al Ada’

1
al-Fayyumiy, Ahmad bin Muhammad bin Ali al-Muqriy, al-Mishbah
al-Munir fi Gharib al-Syarh al-Kabir li al-Rafi’I, t.th. H.627,

1
Manhaj al-ada’ yang para sahabat pergunakan adalah al-tatsabbut fi
riwayat al-hadits karena itu manhaj yang mereka lakukan adalah dengan sedikit
meriwayatkan hadits karena takut terjadi kesalahan dalam meriwayatkannya,
selalu ketat untuk tetap meriwayatkan hadits Rasulullah SAW dengan lafadh
bukan dengan makna.
2. Pada Masa Khulafaur Rasyidin
membandingkan periwayatan hadits dengan nash-al-Qur’an dan kaedah agama.
Semua itu tidak bermaksud untuk menutup pintu periwayatan hadits akan tetapi untuk
memelihara kemurniannya.
3. Pada Masa Terjadinya Fitnah
Setelah al-khulafa’ al-rasyidin meninggal dunia, masa setelah mereka adalah masa
hidupnya shighar shahabat dan kibar tabi’in yaitu masa antara tahun 40 H samapai
dengan tahun 100 H, masa yang dapat kita sebut sebagai masa timbulnya fitnah.
Manhaj yang dilakukan pada masa ini adalah :
a. Meneliti Manhaj Secara Konsisten
Sebelum terjadinya fitnah para sahabat sangat percaya dengan riwayat
yang disampaikan oleh shahabat lain, kecuali dalam kasus-kasus tertentu dalam
rangka keberhati-hatian, namun setelah terjadinya fitnah, yang ditandai dengan
timbulnya pemalsuan hadits-hadits maka mereka sangat ketat menerima
periwayatan hadits, mencari sanad hadits dan meneliti karakteristik setiap
perawinya.
Muhammad bin Sirin seperti yang diungkapkan dalam muqaddimah
Shahih Muslim berkata; semula para shahabat tidak pernah bertanya tentang
sanad, namun setelah terjadi fitnah mereka berkata (kepada orang yang
meriwayatkan hadits) sebutkanlah kepada kami nama-nama perawinya, apabila ia
melihat ahli al-sunnah maka ia ambil haditsnya dan apabila ahli al-bid’ah maka ia
tinggalkan hadits mereka.2

2
Shahih Muslim bi Syarh al-Imam Abi Zakariya Yahya bin Syaraf alNawawiy, jilid I, (Juz. I) h. 80

2
b. Menerangkan Keadaan Kualitas Rawi
Dalam menerima hadits para shahabat berpegang kepada pengetahuan mereka
tentang keadaan dan kualitas perawi. Mereka sangat berhati-hati, tidak akan mau
menerima hadits kecuali dari orang yang dapat mereka percaya tentang
keagamaannya, kewaraannya, hafalanya, keadalahannya dan kedhabithannya.
c. Rihlah Thalab Al Hadits
Yang dimaksud dengan rihlah fi thalab al-hadits adalah berpergian jauh
dalam rangka mencari hadits dari orang yang langsung mendengar dari Rasulullah
SAW dan untuk mengetahui karakteristik dan kualitas setiap silsilah perawi hadits
tersebut.
Manhaj ini dilakukan oleh para shahabat, tabi’in dan orang-orang setelah
mereka. Seperti yang dilakukan oleh Abu Ayyub al-Anshariy, beliau pergi ke
Mesir menemui Uqbah bin Amir, Sa’id bin al-Musayyib berkata; aku berjalan
siang dan malam dalam rangka mencari satu hadits.3
C. Urgensi, Tujuan dan Manfaat
a. Urgensi Manahaj Muhadditsin
Setelah Rasulullah SAW wafat, pemeliharaan haditshadits terutama pada abad
pertama hijriyah, berbagai metode atau manhaj yang dilakukan oleh para shahabat,
yang sering disebut oleh para pengkaji hadits dengan Manhaj al-Muhadditsin.
Diantara manhaj yang mereka lakukan adalah berhati-hati meriwayatkan hadits, ada
yang berhati-hati dalam menerima periwayatan hadits serta ada pula yang meneliti
dan menayakan sanad setiap hadits yang diriwayatkan dan menerangkan keadaan dan
kualitas rawinya. Manhaj tersebut menjadi pondasi ilmiyah yang kokoh dalam
memelihara kemurnian dan keautentikan hadits-hadits Rasulullah SAW pada masa-
masa berikutnya.
b. Tujuan Manahaj Muhadditsin
1. Mengetahui metode yang digunakan muhaddits dalam menyusun kitabnya
2. Mengetahui metode penulisan hadits
3. Memperjelas hukum hadits dengan meneliti riwayatnya
4. Memperjelas perawi yang samar

3
Jami’ Bayan al-Ilmi wa Fadllihi, Abi UmarYusuf bin Abd al-Bar alQurthubiy, Dar al-Fikr, t.t, h juz I, h. 112

3
5. Dapat menghilangkan terjadinya percampuran riwayat
c. Manfaat Manahaj Muhadditsin
• Mengetahui keberadaan hadits pada kitab-kitab primer hadits
• Mengetahui ragam sanad dan matan dalam periwayatan hadits
• Mempermudah pencarian hadits dengan mengetahui metode yang dipakai
muhaddits dalam menyusun kitab
• Mempermudah i’tibar al sanad hadits
D. Jenis Jenis Kitab Hadits
1. Mushannaf
Menurut istilah ahli hadis mushannaf adalah sebuah kitab hadis yang disusun
berdasarkan bab-bab fiqhi, yang didalamnya terdapat hadis marfu’, mauquf, dan
maqtu’. Karena mushannaf adalah kitab hadis yang disusun berdasarkan kitab fiqih,
maka Muwatta’ termasuk didalamnya.4
2. Musnad
Sebuah kitab hadis dinamakan musnad apabila ia memasukkan semua hadis yang
pernah ia terima dengan tanpa menerangkan derajat ataupun nyaring hadis-hadis
tersebut. Kitab musnad berisi tentang hadis-hadis kumpulan hadis, baik itu hadis
shahih, hasan dhaif. Atau kitab hadis yang disusun menurut nama rawi pertama yang
menerima dari Rasul selanjutnya sampai pada perawi terakhir.5
3. Sunan
As-sunan yaitu kitab-kitab yang disusun berdasarkan bab-bab tentang fiqhi dan
hanya memuat hadis-hadis yang marfu’ saja agar dijadikan sumber bagi para Fuqaha
dalam mengambil sebuah kesimpulan. As-sunan tidak terdapat pembahasan tentang
Sirah, Aqidah, Manaqib, dan lain-lain. As-sunan hanya membahas masalah fiqhi dan
hadis-hadis hukum saja. Al-Kittana mengatakan bahwa susunan kitab
sunan berdasarkan bab-bab tentang fiqhi mulai bab tentang Iman, Tharah, Sholat,
Zakat, Puasa, Haji, dan seterusnya.6
4. Jam’i
Jam’i berarti sesuatu yang mengumpulkan, mencakup dan menggabungkan. Kitab
4
M. Hasbi Ash shiddiqiy, Sejarah Pengantar Ilmu Hadis, (Cet.VIII;Semarang:pustakarizki putra,2001),h.194
5
M. hasbi As Shiddiqiiy, Op. Cit.,h.177
6
M. hasbi As Shiddiqiiy, Loc. Cit

4
Jam’i adalah kitab hadis yang metode penyusunannya mencakup seluruh topik-topik
agama, baik Aqidah, Thaharah, Ibadah, Mu’amalah, pernikahan, Sirah, Riwayat
Hidup, Tafsir, Tazkiyatun Nafs, dan Lain-lain.7
5. Ajza’
Ajza’ menurut istilah muhaddisin adalah kitab yang disusun untuk menghimpun
hadis-hadis yang diriwayatkan oleh satu orang, baik dari generasi sahabat maupun
dari generasi sesudahnya. Seperti Juz Hadis Abu Bakar dan Juz Hadis Malik.
Pengertian yang lain adalah kitab hadis yang memuat hadis-hadis tentang tema-tema
tertentu, seperti Al-juz’u fi Qiyamil lailiy, karya Al-Marwazi dan Fawaidul
Hadisiyah, juga kitab Al-wildan karya Imam Muslim dan Yang lainnya.8
6. Shohih
Kitab hadis dinamakan shahih apabila dalam penulisannya penulis hanya
mencantumkan hadis-hadis yang dianggap shahih saja oleh penulis. Contoh kitab
shahih adalah Sahih Bukhari dan kitab Shahih Muslim.
Kitab shahih Bukhari adalah kitab shahih yang mula-mula membukukan hadis
shahih. Kebanyakan ulama hadis telah sepakat menetapkan bahwa kitab shahih
Bukhari adalah seshahih shahihnya kitab hadis. Al-Bukhari menyelesaiakn kitab
shahihnya dalam kurun waktu 16 tahun. Setiap beliau hendak menulis kitabnya beliu
memulai dengan mandi dan beristikharah. Beliau menamai kitab shahihnya dengan al
Jamius shahih al Musnadu min Hadisirrasul SAW.
7. Athraf
Yang dimaksud dengan jenis al athraf adalah kumpulan hadis dari beberapa kitab
induknya dengan cara mencantumkan bagian atau potongan hadis yang diriwayatkan
oleh setiap sahabat. Penyusunan hanyalah menyebutkan beberapa kata atau
pengertian yang menurutnya dapat dipahami hadis yang dimaksud. Sedangkan sanad-
sanadnya terkadang ada yang menulisnya dengan lengkap dan ada yang menulisnya
dengan mencantumkan sebagiannya saja.9
8. Mustakhraj
Mustakhraj adalah kitab hadis yang memuat matan-matan hadis yang

7
Ibid,.h.83
8
M. hasbi As Shiddiqiiy, pokok-pokok ilmu dirayah hadis, (Jilid II;Cet,VIII;Jakarta :Bulan Bintang,tth),h.325
9
Said Agil Husin Munawar dk. Metode Tahkrijul Hadis,(cet,I;Semarang:Dina Utama Semarang,1994),h.79

5
diriwayatkan oleh Bukhary atau Muslim atau kedua-duanya atau lainnya, kemudian
sipenyusun meriwayatkan matan-matan hadis tersebut dengan sanad sendiri yang
berbeda. Misalnya: mustakhraj shahih bukhary susunan Al Jurjaniy.
9. Al mustadrak
Penyusun kitab al mustadrak adalah kitab yang disusun untuk memuat hadis-hadis
yang tidak dimuat didalam kitab-kitab hadis sebelumnya, padahal hadis itu shahih
menurut syarat yang dipergunakan oleh ulama tersebut. Salah satu kitab Mustadrak
yang terkenal adalah al Mustadrak ala Shahihaini karya al Hakim al Naisabury (321-
405 H).10

10
Abu Abdillah al Hakim Al Naisaburiy, Al Mustadrak Al Shahihaini, Juz I, (Beirut : Dar Al Fikr,1918),h.3

6
BAB III
PENUTUP
Abad pertama hijriyah dapat diidentifikasi dengan tiga periodeisasi masa, yakni masa
Rasulullah SAW masih hidup, kedua masa al-khulafa’ al-rasyidin dan ketiga masa timbulnya
fitnah. Manhaj yang dipergunakan oleh shahabat dalam memelihara hadits di masa Rasulullah
SAW masih hidup adalah ada yang banyak meriwayatkan hadits dan ada yang sedikit tergantung
situasi dan kondisi mereka, dan mereka saling percaya satu sama lainnya, di samping itu mereka
sangat berpegang dengan periwayatan dengan lafadh, meskipun di antara mereka ada yang
membolehkan meriwayatkan dengan makna.

DAFTAR PUSTAKA
al-Fayyumiy, Ahmad bin Muhammad bin Ali al-Muqriy, al-Mishbah
al-Munir fi Gharib al-Syarh al-Kabir li al-Rafi’I, t.th. H.627,
Al Nawawiy, Abi Zakariya Yahya bin Syaraf, Shahih Muslim bi Syarh jilid I, (Juz. I) h. 80
Al Qurthuby, Abi Umar Yusuf bin Abd Al Bar, Jami’ Bayan al-Ilmi wa Fadllihi, Dar al-Fikr, t.t,
h juz I, h. 112
Ash shiddiqiy, M. Hasby Sejarah Pengantar Ilmu Hadis, (Cet.VIII;Semarang : pustaka rizki
putra,2001),h.194
Munawar, Said Agil Husin, Metode Tahkrijul Hadis,(cet,I;Semarang:Dina Utama
Semarang,1994),h.79
Al Naisabury, Abu Abdillah al Hakim, Al Mustadrak Al Shahihaini, Juz I, (Beirut : Dar Al
Fikr,1918),h.3

Anda mungkin juga menyukai