Anda di halaman 1dari 10

BAB II

PEMBAHASAN

A. HADIS MUTAWATIR
1. Pengertian Hadis Mutawatir
Arti mutawatir secara bahasa berarti al-mutatatabi’ (‫ ;)المتتتتابع‬yang datang
kemudian, beriring-irinagna atau beruntun. Secara istilah ada beberapa redaksi
pengertian mutawatir, yaitu sebagai berikut.

‫ب لعنن امنثلااهمِ امنن ألووال ال س‬


َ‫سنلاد االلى‬ ‫لماَ لرلواه لجمَعع تهاحيِهل انللعاَلدةل لتوَاطههؤههنمِ لعللىَ انللكاذ ا‬
‫همننتللهاَهه‬
“hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah orang banyak yang mustahil menurut
tradisi mereka sepakat untuk berdusta dari sesama jumlah banyak dari awal sanad
sampai akhir.”

‫لماَ لرلواه لجمَعع تهاحنيِهل انللعاَلدةل لتوَاطههؤههنمِ لعلىَ انللكاذ ا‬


‫ب‬
“hadis yang diriwaytkan oleh sejumlah orang banyak dari seumlah orang banyk
pula yang mustahil menurut tradisi mereka sepakat untuk berdusta.”

‫س ألنخبللر بااه لجلمَاَلعةع بلللهغنوَا افىَ انلكثلراة لمنبللغغاَ تهاحنيِهل انلعاَلداة‬ ‫لماَ لكاَلن لعنن لمنح ه‬
‫سنوَ س‬
“hadis yang didasrkan pasaa paancaindra (dilihat atau didengar) yang diberitakan
olh segolongan orang yang mencapai jumlah banyak yang mustahil menurut tradisi
mereka sepakat untuk berbohon.”

Dari berbagai definisi diatas dapat dijelaskan bahwa hadis mutawatir adalah
berita hadis yang bersifat indriawi (didengan atau dilihat) yang diriwayatkan oleh
banyak orang yang mencapai maksimal di seluruh tingkatan sanad dan akal
menghukumi mustahil menurut tradisi (adat) jumlah yang maksimal itu berpijak
untuk kebohongan. Berdasarkan definisi diatas ada 4 kriteria hadis mutawatir, yaitu
sebagai berikut.
a. Diriwayatkan sejumlah perawi yang banyak;
b. Mustahil bersepakat bohong;
c. Banyaknya perawi dari awal sanad samapi akhir sanad;
d. Panca Indera menjadi sandaran dalam cara periwayatan.
2. Hukum Mutawatir
Hadis mutawatir memberi faedah ilmu dharuri atau yakin, dan wajib
diamalkan. Artinya, suatu keharusan seseorang meyakini kebeenaran berita dari Nabi
yang diriwayatkan secara mutawatir tanpa ada keraguaan sedikit pun sebagaimana
seseoarang menyksikan sendiri suatu peristiwa dengan mata kepalanya, maka ia
mengetahui secara yakin. Jika seseorang telah melihat benar peristiwa tabrakan
antara dua sepeda motor di hadapannya makaa sangat sulit untuk mengatakan tidak
terjadi tabrakan. Dalam hadis mutawatir, seseorang menerimanya secara mutlak
tanpa harus meneliti dan memeriksa sifat-sifat para perawi, karena dengan jumlah
yang banyak mustahil bersepakat untuk berbohong ini memberi makna yakin yang
lebih kuat ata kebenaran berita tersebut.
Tidak ada perselisihan dikalangan para ulama tentang keyakinan faedah hadis
mutawatir ini. Al-Hafidz mengatakan, khabar mutawatir memberi faedah dharuri,
seseorang hharus menerimanya dan tidak dapat menolak. Ilmu dharuri adalah ilmu
yang tidak memerlukan pemikiran karena permasalahannya sudah jelas dan
gamblang tanpa dipikir terlebih dahulu, seperti arah aras, bawah, kanan, dan kiri.
Ilmu yang dihasilkan secara dharuri diyakini kebenarannya (ilmu yakin) dan pasti
kebenarannya (qath’i), tidak ada keraguan. Hadis mutawatir dibenarkaan isi
beritanya tanpa penelitian dan pemeriksaan para periwayanya.
Seseorang yang mengingkari ilmu dharuri yang dihasilkan dengan jalan
periwayatan mutawatir, sama halnya mengingkari ilmu dharuri dengan jalan
penyaksian. Sebagian ulama tidak memasukkan mutawatir ke dalam ilmu hadis
karena tidak perlu pemeriksaan sifat-sifat para perawinya. Baik adil dan dhabith.
Penelitian tentang sifat-sifat seorang perawi, baik sifat yang terpuji atau sifat tercela
bukan merupakan tujuan akhir, tetapi hanya sebagai alat atau sarana mencapai
tujuan. Tujuan akhirnya adalah untuk mengetahui tingkat keshohihan suatu hadis
yang merupakan sumber syariah islam. Dalam hadis mutawatis, dengan jumlah
banyak perawi yang tidak mungkin terjadi kesepakatan bohong sudah cukup
dijadikan sebagai alat mencapai tujuan akhir. Oleh karena itu, penelitian sifat-sifat
perawi tidak diperlukan sebagaimana dalam hadis ahad.

3. Macam-Macam Hadis Mutawatir


Sebagian ulama membagi hadis mutawatir menjadi tiga macam, yaitu
mutawatir lafzhi, mutawatir ma’nawi dan mutawatir ‘amali.
a. Mutawatir Lafzhi
mutawatir lafzhi adalah :

‫لماَتللوَاتلر للفَظههه لومنعلناَهه‬


"Hadis yang mutawatir lafal dan maknannya."

Defini diatas yang biasa dikemukakan dalam buku-buku ilmu hadis. Namun,
pengertian diatas perlu mendapat penjelasan yang lebih rinci, karena mutawatir
lafzhi tidak diartikan harus lafal dan redaksinya sama persis dari satu perawi dengan
perawi yang lain, mungkin redaksi dan lafalnya berbeda, tetapi satu makna dalam
hukum dan makna yang ditunjuk jelas dan tegas. Sebagaimana yang dijelaskan oleh
Thahir Al-Jaza’iri dalam kitabnya Tawjih an Nadzar yang dikutip oleh Hasbi Ash-
Shiddieqy disebutkan bahwa definisi mutawatir lafhzi adalah:

َ‫سوَاعء لكاَلن باللنفَسظ لوااحسد ألنم باللنفَسظ آلخر يلقهنوَهم ملقاَمهه لولدسل عللئ‬
‫لماَتوفَلقلنت ألفَاَ لظه الهروااة افيِاه ل‬
َ‫صارنيغحا‬ ‫انللمَنعلنىَ انللمَنق ه‬
‫صوَاد ل‬
"Hadis yang sesuai lafal para perawinya, baik dengan menggunakan satu lafal atau
lafal lain yang satu makna dan menunjukkan kepada makna yang dimaksud secara
tegas."
Contoh mutawatir lafzhi:

‫ب لعلسي همتللعممَعدا فنلليِتبسوَأه لمقعلدهه امنن السناَار‬


‫لمنن لكسذ ل‬
“Barangsiapa yang mendustakan atas namaku, hendaklah bersiap-siap bertempat
tinggal di neraka.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, At-Tirmidzi, An-Nasa’i dan
Abu Dawud)
Menurut Ibnu Ash-Shalah, Hadis diatas diriwayatkan lebih dari 70 orang
sahabat, 10 diantaranya para sahabat yang digembirakan Nabi masuk surga, bahkan
An-Nawawi dalam Syarah Muslim memberitakan bahwa jumlah perawi mencapai
200 orang sahabat, tetapi dibantah Al-Iraqi, jumlah itu termasuk hadis tentang
kemutlakan bohong. Pendapat yang lebih kuat adalah pendapat yang pertama

b. Mutawatir Ma’nawi
Mutawatir ma’nawi adalah:
‫ملاَ تلوَاتلر لمنعناَهه هدولن للنفَ ل‬
‫ظاه‬
“Hadis yang mutawatir ma’nanya bukan lafaznya.”
Mutawatir ma’nawi adalah sesuatu yang mutawatir maksud makna hadis
secara konklusif, bukan makna dari lafalnya, makna lafal boleh berbeda antara
beberapa periwayatan para perawi, tetapi maksud kesimpulannya sama. Misalnya,
Hatim diriwayatkan ia memberi seseorang seekor unta, periwayatan lain ia memberi
orang lain seekor kuda, riwayat lain ia memberi hadiah dinar atau dolar dan
seterusnya, maka disimpulkan makna periwayatan tersebut bahwa ia seorang
dermawan. Sebagian ulama mendefenisikan sebagai berikut .

‫لماَنختللفَهنوَا افي للنفَاظاه لولمنعلناَهه لملع هرهجنوَاعاه لالمَنعنالىَ هكلايي‬


"hadis yang berbeda lafal dan maknanya, tetapi kembali pada satu makna yang
umum."
Sebagian lagi mendefinisikan sebagai berikut.

‫ب لولقاَئاهع همنختللافَلةع تل ن‬
‫شتلارهك‬ ‫لوههوَ ألنن يلننقهلل لجلمَاَلعةع يل ن‬
‫ستلاحيِهل تلوَاطههؤههنمِ لعللىَ انللكاذ ا‬
‫فاني ألنمسر‬

"Hadis Mutawatir ma’nawi adalah periwayatan jamaah (banyak orang) yang


mustahil kesepakatan bohong pada beberapa peristiwa yang berbeda, tetapi sama
dalam perkaranya (pembahasannya)"

Misalnya hadis tentang mengangkat kedua tangan dalam berdoa. Dalam


penelitian As-Suyuthi terdapat 100 periwayatan yang menjelaskan bahwa Nabi
mengangkat kedua tangannya ketika berdoa dalam beberapa kondisi yang berbeda,
seperti dalam shalat istisqa, pada saat ada hujan angin ribut, dalam suatu
pertempuran, dan lain-lain. Maka disimpulkan bahwa mengangkat kedua tangan
dalam berdoa mutawatir melihat keseluruhan periwayatan dalam kondisi yang
berbeda tersebut.

c. Mutawatir ‘Amali
Perbuatan dan pengamalan syari’ah Islamiyah dilakukan Nabi saw. Secara
praktis dan terbuka kemudian disaksikan dan diikuti oleh para sahabat adalah
mutawatir ‘amali, sebagaimana yang didefenisikan sebagian ulama sebagai berikut.

ِ‫سلاامَنيِلن ألنن النسباسي صلىَ ا عليِه وسلم‬


‫ملاَ هعلالمِ املن المدنيان اباَلضهرولراة لوتللوَاتلر بلنيِلن الهمَ ن‬
‫فلعللهه ألنو أللملر بااه ألنو لغنيِار لذالالك‬
“Sesuatu yang diketahui dengan mudah bahwa ia dari agama dan telah mutawatir
antara kaum muslimin bahwa nabi saw. Mengerjakannya atau menyuruhnya dan
atau selain itu.”
Misalnya berita-berita yang menjelaskan tentang shalat, baik waktu dan
rakaatnya, shalat jenazah, zakat, haji, dan lain-lain yang telah menjadi ijma’ para
ulama. Semua itu terbuka dan disaksikan oleh banyak sahabat dan kemudian
diriwayatkan secara terbuka oleh sejumlah besar kaum muslimin dari masa ke masa.
Maka barang siapa yang menolak hadis mutawatir berarti dihukumi kafir. Pernyataan
ini tentunya terjadi pada mutawatir lafzhi dan mutawatir ‘amali. Sedangkan
mutawatir ma’nawi bersifat ijtihad maka tidak berlaku pernyataan tersebut.

4. Kitab-Kitab Hadis Mutaawatir


Kitab-kitab hadis mutawatir antara lain sebagai berikut:
a. Al-azhar Al-Mutanasirah fi Al-akhbar Al-Mutawatirah, karya As-Suyuthi
b. Qathf Al-Azhar, karya As-Suyuthi merupakan resume buku diatas
c. Nazhm Al-Mutanatsir min al-Hadis Al-Mutawatir ,karya Muhammad bin Ja’far
Al-Kattani
d. Al- La’ali Al-Mutanatsirah fi Al-Ahadis Al-Mutawatirah, karya Muhammad bin
Thulun Ad-Dimasyqi.

B. HADIS AHAD
1. Pengertian Hadis Ahad
Kata ahad adalah bentuk plural (jamak) dari ahad) (‫آححتتادد جمتتع أحححتتدد‬dengan
makna wahid sama dengan satu,tunggal, atau esa. Hadis atau khabar wahid berarti
hadis yang diriwayatkan oleh seorang perawi. Ahad dengan dipanjangkan bacaan a-
had mempunyai makna satuan. Nilai angka satuan tidak harus satu, tetapi dari satu
hingga sembilan sembilan. Dalam bahasa arab khabar ahad (predikat dalam susunan
kalimat) memasukkan bentuk dua (tatsniyah) dan bentuk banyak(jamak) , karena
pengertiannya adalah khabar yang tidakberupa jumlah (kalimat sempurna) dan tidak
serupa dengannya.
Menurut istilah hadis ahad adalah:
‫شهرنو ل‬
‫ط الهمَتللوَاتاسر‬ ‫لماَ للنمِ يلنجلمَنع ه‬
"Hadis yang tidak memenuhi beberapa persyaratan hadis mutawatir."
Perawi hadis ahad tidak mencapai jumlah banyak yang meyakinkan bahwa
mereka tidak mungkin bersepakat bohong sebagaimana dalam hadis mutawatir, ia
hanya diriwayatkan satu, dua, tiga, empat dan atau lima yang tidak mencapai
mutawatir. Hadis ahad memberi faedah ilmu nazhari, artinya ilmu yang diperlukan
penelitian dan pemeriksaan terlebih dahulu, apakah jumlah perawi yang sedikit itu
memiliki sifat-sifat kredibilitas yang dapat dipertanggung jawabkan atau tidak. Hadis
ahad inilah yang memerlukan penelitian secara cermat apakah para perawi nya adi
atau tidak dhabith Atau tidak sanad nya muttasil (bersambung) atau tidak dan
seterusnya yang nanti dapat menentukan tingkat kualitas suatu hadis apakah ia
shahih, hasah atau dhaif.
Menurut jumhur ulama, hadis ahad wajib diamalkan jika memenuhi
seperangkat persyaratan maqbul. Imam Ahmad, Daud az-Zahiri, Ibnu Hazm, dan
sebagian muhaddisin berpendapat bahwa hadis ahad memberi faedah ilmu dan wajib
diamalkan.Sedangkan hanafiah, asy-safi’iyah, dan mayoritas malikiyah berpendapat
bahwa hadis ahad memberi faedah zhann(dugaan kuat relatif kebenerannya) dan
wajib diamalkan. Jadi semua ulama menerima hadis ahad dan mengamalkannya,
tidak ada yang menolak diantara meraka, kecuali jika pada hadis tersebut terdapat
kecacatan.

2. Macam-Macam Hadis Ahad


Pembagian hadis ahad ada 3 macam, yaitu hadis masyhur, aziz, dan garib.
a. Hadis masyhur
Dalam baha kata masyhur berasal dari ‫ ) )حشتتهححرْ – يحوشتتهحهرْ – هشتتوهرْة وحموشتتههوودر‬diartikan
sama dengan tenar, terkenal, dan menampakkan. Dalam istilah hadis masyhur terbagi
menjadi dua macam yaitu sebagai berikut :
1. Masyhur ishthilahi
Mashyur istilahi adalah:

‫سناد لماَ للمِ يلنبلهنغ لحسد للتسلوَاتهار‬ ‫لماَ لرلواهه لثلَثلةع لفأَكثللر فاني هكمل طلبلقلسة امنن طلبللقاَ ا‬
‫ت ال و‬
"Hadis yang diriwaytkan oleh 3 orang lebih pada setiap tingkatan (thabaqat)
pada beberapa tingkatan sanad,tetapi tidak mencapai kriteria mutawatir."

Contoh hadis masyhur:

‫ض العنللمِ انتللزاغعاَ يلننتلازهعه املن العباَاد‬


‫إاسن ال ل ينقبا ه‬
Hadis diatas diriwayatkan 3 orang sahabat, yaitu Ibnu Amr,Aisyah, dan Abu
Hurairah. Dengan demikian, hadis ini masyhur ditingkat sahabat karena terdapat tiga
orang sahabat yang meriwayatkannya , sekalipun sanad dikalangan tabiin lebih dari 3
orang. Atau sebaliknya bisa jadi hadi masyhur ditingkat tabi’in jika perawinya
mencapai 3 orang atau lebih tetapi tidak mencapai jumlah mutawatir, sekalipun di
tingkat sahabat tuidak mencapai masyhur karena tidak mencapai tiga orang lebih.
2. Masyhur Ghair Istilahi
Hadis masyhur ghair ishthilahi berbeda dengan hadis masyhur istilahi. Hadis
masyhur ghair istilahi (bukan istilah muhaddisin) adalah :

‫شهرنوسط تهنعتللبر‬ ‫شتلاهلر لعللىَ اللال ا‬


‫سنلاة امنن لغنيِار ه‬ ‫لماَ ا ن‬
"Hadis yang populer pada ungkapan lisan (para ulama) tanpa ada persyaratan
yang definitf."
Hadis masyhur ghair ishthilahi adalah hadis yang populer atau terkenal di
kalangan atau kelompok orang tertentu,sekalipun jumlah periwayat dalam sahad
tidak mencapai 3 orang atau lebih. Popularitas hadis masyhur disini tidak dilihat dari
jumlah para perawi sebagaimana masyhur istilahi diatas, tetapi tekanannya lebih
kepada popularitas hadis itu sendiri di kalangan kelompok orang atau ulama dalam
bidang ilmu tertentu. Mungkin hadis Masyhur ghair istilahi hanya memiliki satu
sanad saja atau lebih dan atau tidak bersanad, mungkin hadis itu mutawatir atau
ahad, berkualitas shahih, hasan, dhaif atau maudhu’ yang penting populer di
kalangan para ulama.
Contoh hadis masyhur di kalangan ulama ushul fiqh
‫اا ال س‬
‫طل س‬
‫لَقَّا‬ ‫ألنبلغ ه‬
‫ض انللحلَلال إاللىَ س‬
“Halal yang paling dimurkai Allah adalah talak.” (HR. Al-Hakim)

3. Kitab-Kitab Hadis Masyhur


a. al-Maqashid al-Hasanah fima usytuhira ala Al-sinah karya, As-Sakhawi
b. Kasyfu Al-khafa’ wa muzil al-ilbas fima usytuhira min al-Hadis ala alsina
an-Nas, karya al-Ajaluni
c. Tamyiz Ath-Thayyib min Al-Khabits fima Yadur ‘ala Alsinah an-Nas min
Al-Hadits, karya Ibnu Ad-Daiba Asy-Syaibani.

b. Hadis Aziz
Dari segi bahasa kata aziz adalah sifat musyabbahah dari kata ‫حعزز يحععزز‬yang
berarti sama dengan sedikit, langka atau kuat.
Hadis diberi nama aziz (langkah sedikit dan kuat) karena sedikit atau langkah
adanya atau terkadang posisinya menjadi kuat ketika didatangkan sanad lain. Dari
segi istilah hadis aziz ialah:
‫سنلاداه لرااولياَان فلقل ط‬
‫ط‬ ‫طبلقلسة امنن ل‬
‫طبللقاَ ا‬
‫ت ل‬ ‫ههلوَ الساذىِ يلهكنوَهن افىَ ل‬
"Yaitu hadis yang satu tingkatan dari beberapa tingkat sanadnya terdapat 2 orang
perawi saja.”
Contoh:

ِ‫سسلمِ لقاَلل ل يهنؤامهن أللحلدهكنم‬


‫اه لعلليِاه لو ل‬ ‫اه عنه ألسن النسباسي ل‬
‫صسلىَ ل‬ ‫ضلي س‬ ‫عن أبني ههلرنيرةل لر ا‬
‫س ألنجلمَاعنيِن‬ ‫لحستىَ ألهكنوَلن أللح س‬
‫ب إاللنيِاه امنن لوالااداه لولولااداه لوالسناَ ا‬
"Hadis diriwayatkan dari Abu Hurairah RA. Bahwa rasulullah saw. Bersabda :
Tidak beriman salah seorang diantara kamu sehingga aku lebih dicintai daripada
orangtuanya anaknya, dan manusia semuanya"( HR. Al-Bukhari dan Muslim)

a. Hadis Gharib
Kata gharib ‫ب‬‫ ))حغعرْوي د‬dalam bahasa juga sifat musyabbahah (serupa dengan
isim fail atau isim maf”ul) yang berarti sendirian (al-munfarid),terisolir jauh dari
kerabat,perantau,asing, dan sulit dipahami. Dari segi istilah ialah:

‫سناد‬
‫ت ال س‬ ‫لماَ تلفَلسرلد بااه لراسو واحسد افي أ م‬
‫ي طبقاَ ا‬
"Hadis yang bersendiri seorang perawi dimana saja tingkatan (tabaqat) daripada
beberapa tingkatan sanad."

Macam-Macam hadis gharib ada dua yaitu :


1. Hadis gharib Mutlaq
Hadis gharib Mutlaq, Yaitu.

‫صحاَبمي‬
‫ي فيِاه ال س‬ ‫ت اللغلرابلةه فىَ لأصال ال س‬
‫سنلاد ههلوَ طللرهفه الساذ ن‬ ‫ههلوَ لماَ لكاَنل ا‬
"Hadis yang gharabah nya (perawi satu orang) terletak pada pokok sanad. Pokok
sanad adalah ujung sanad, yaitu seorang sahabat."
Contoh hadis Nabi saw.

‫ت لوإاونمَاَ لاهكمل امار س‬


ِ‫ئ لماَ نللوَى‬ ‫إاسنمَاَ العلمَاَهل اباَلونيِاَ ا‬
2. Hadis gharib Nisbi (Relatif)

‫ت اللغلرابةه افي لأثلناَاء ل‬


‫سنلاداه‬ ‫لماَ لكاَنل ا‬
"Hadis yang terjadi gharabah (perawinya satu orang) di tengah sanad.”
Contoh:

‫سسلمِ لدلخلل لمسكةل ولعللىَ لرنأ ا‬


‫ساه‬ ‫اه لعننهه ألسن النسباسي ل‬
‫صسلىَ ل‬
‫اه لعلليِاه لو ل‬ ‫لعنن ألنل س‬
‫س لرضي ل‬
‫الامَنغفَلار‬
"Dari Anas r.a bahwa nabi saw. Masuk ke kota Mekkah diatas kepalanya
mengenakan igal" (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Adapun kitab-kitab hadis yang diduga banyak hadis garib,yaitu sebagai berikut:
1. Musnad al-Bazzar
2. Am-Mu’jam Al-awsath karya Athabrani
3. Al-Afrad karya ad-Daruqhutni.
BAB II
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Demikian hadis dilihat dari kuantitas jumlah para perawi yang dapat
menunjukkan kualitas bagi hadis mutawatir tanpa memeriksa sifat-sifat para perawi
secara individu, atau menunjuk kualitas hadis ahad, jika disertai pemeriksaan
memenuhi persyaratan standar hadis yang makbul. Hadis ahad masih memerlukan
berbagai persyaratan, yaitu segi sifat-sifat kepercyaan para perawi atau sifat-sifat
yang dapat mempertanggungjawabkan kebenaran berita secara individu, yaitu sifat
keadilan dan ke dhobitannya. Ketersambungan sanad dengan

Anda mungkin juga menyukai