Disusun oleh :
Kembara Cindera Fatihah
Arya septian Setiadi
Program Studi Manajemen Pendidikan islam semester 1 (satu)
Alhamdulillah, segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT
yang melimpahkan rahmat serta inayah-Nya sehingga kami mampu menyelesaikan
penulisan makalah “Ilmu Hadits” ini dan tak lupa kami ucapkan terima kasih
kepada teman-teman yang ikut berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini.
Sarana penunjang makalah ini kami susun berdasarkan referensi yang bermacam-
macam. Hal ini dengan tujuan untuk membantu para mahasiswa untuk mengetahui,
memahami, bahkan menerapkannya.
Akhirul kalam, semoga yang tersaji ini dapat memberikan bantuan kepada
para mahasiswa dalam menyelenggarakan proses belajar mengajar di kmpus.
Aamiin.
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR.......................................................................................................... 1
DAFTAR ISI ........................................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................... 5
A. Pengertian Hadits ...................................................................................................... 5
B. Pengertian Sunnah ................................................................................................... 6
C. Pengertian Khabar .................................................................................................... 8
D. Pengertian Atsar ....................................................................................................... 8
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadits adalah sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an yang merupakan penjelas dari
ayat-ayat Al-Qur’an yang bermakna umum. Sehingga kami menjelaskan
pengertianpengertian Hadits, Sunnah, Khabar, dan Atsar secara istilah menurut Muhadditsun,
Ushuliyyun, dan Fuqaha, sehingga kita dapat memahami Hadits, Sunnah, Khabar, dan Atsar
secara mendalam dan tidak terpaku pada satu pengertian sehingga kita tidak cepat menyalahkan
perbedaan. Hadits mempunyai beberapa struktur yaitu Sanad, Matan, dan Mukhrij yang masing
masing mempunyai peran penting dari keadaan suatu hadits tersebut.
Pada mulanya, ilmu hadits memang merupakan beberapa ilmu yang masing-masing
berdiri sendiri, yang berbicara tentang hadits Nabi SAW dan para pewarisnya, seperti ilmu Al-
Hadits Al-Shahih, ilmu Al-Mursal, ilmu Al-Asma’wa Al-Kuna dan lain-lain. Pembahasan
tentang sanad meliputi: (i) segi pembangunan sanad (istisha-alsanad), yaitu bahwa suatu
rangkaian sanad hadits haruslah bersambung mulai dari sahabat sampai kepada periwayat
terakhir yang menuliskan atau membukukan hadits tersebut. Oleh karenanya, tidak dibenarkan
suatu rangkaian sanad tersebut yang terputus, tersembunyi, tidak diketahui identitasnya atau
tersamar, (ii) segi terpercayaan hadits (tsigat al-sanad), yaitu bahwa setiap perawi yang terdapat
didalam sanad suatu hadits harus dimiliki sifat adil dan dhabith (kuat dan cermat hapalnya atau
dokumentasi haditsnya), (iii) segi keselamatannya dari kejanggalan (syadz), (iv) segi
keselamatannya dari cacat (illat), dan (v) tinggi dan rendahnya martabat suatu sanad. Sedangkan
pembahasan mengenai matan adalah meliputi segi ke-ashahihan atau ke-dha’ifannya.
Mempelajari hadits adalah bagian dari keimanan umat terhadap kenabian Muhammad SAW.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hadits
Hadits adalah teladan yang wajib diikuti (dalam risalah Islam). Sebagian besar hadits
diriwayatkan secara lisan oleh sahabat kepada generasi penerus mereka (tabi’in) atau kepada
sesama sahabat.
Kata hadits atau al-hadis menurut bahasa berarti sesuatu yang baru, lawan kata dari
sesuatu yang lama. Disamping itu kata ini juga mengandung arti dekat (القريب ), yaitu sesuatu
yang dekat, yang belum lama terjadi dan juga berarti berita (برJJالخ ), yaitu sesuatu yang
dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain.
Secara terminologi, para ahli memberikan definisi yang berbeda-beda sesuai dengan latar
belakang ilmu dan tujuan masing-masing. Pengertian ulama ushul berbeda dengan yang
dimaksud oleh ulama hadits dan fiqih. Hal itu akan tampak apabila ditelusuri kajian-kajian yang
mereka lakukan berkenaan engan hadits Nabi.
a. Ulama hadits (muhadditsun) membahas segala sesuatu dari Nabi SAW dalam kapasitas
beliau sebagai imam yang memberi petunjuk, pemberi nasihat, sebagai suri tauladan (uswah
hasanah), dan penuntun (qudwah). Sehingga mereka mengambil segala sesuatu yang berkenaan
dengan Nabi SAW baik berupa tingkah laku, ciri fisik, pembawaan, sabda dan perbuatan, baik
membawa konsekwensi hukum syara’ maupun tidak.
b. Ulama ushul fiqh (ushuliyyun) memandang Nabi SAW sebagai penetap hukum Islam (al-
syari’), dan peletak kaedah-kaedah bagi para mujtahid dalam penetapan hukum Islam. Oleh
karena itu, yang menjadi perhatian serius mereka adalah sabda, perbuatan, dan taqrir beliau yang
membawa konsekwensi hukum dan menetapkannya.
c. Sementara ulama fiqih (fuqoha) memandang Nabi SAW dari sisi perbuatannya yang
bermuatan hukum syara’. Mereka mengkaji hukum syara’ berkenaan dengan perbuatan manusia,
baik dari segi wajib, haram, mubah, atau yaang lainnya.
Berangkat dari perbedaan sudut pandang diatas, maka ulama hadits mendefinisikan hadits
sebagai:
ُأَ ْق َوالُهُ صلى هللا عليه وسلم َوأَ ْف َعالُهُ َوأَحْ َوالُه
Yang dimaksud dengan “hal ihwal” adalah segala yang diriwayatkan dari Nabi
SAW yang berkaitan dengan himmah, karakteristik, sejarah kelahiran, dan kebiasaan-
kebiasaannya. Sehingga sebagian mereka mendefinisikan hadits sebagai:
“Sesuatu yang didasarkan kepada Nabi SAW. baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, maupun
sifatnya”.
Pengertian seperti itupun masih sempit, karena masih terbatas pada apa-apa yang
disandarkan kepada Nabi SAW (hadits marfu’), tidak mencakup hal-hal yang disandarkan
kepada sahabat (hadits mauquf), dan tabi’in (hadits maqthu’). Sementara mayoritas muhadditsun
menganggap bahwa hadits dapat juga digunakan untuk sesuatu yang mauquf”, yang disandarkan
kepada sahabat, dan yang maqthu’, yaitu yang disandarkan pada tabi’in.
Bagi ulama ushul fiqih yang memandang Nabi SAW sebagai penetap hukum, dan
karenanya mereka mendefinisikan hadits sebagai sumber hukum Islam, yaitu:
ون دليال لحكمJJلح ان يكJا يصJJر ممJل اوتقريJJول اوفعJJريم من من قJJيرالقرا ن الكJJكل ما صدر عن النبي صلي ا هلل عليه و سلم غ
شرعي
“Segala yang berasal dari Nabi selain Al-Qur’an baik berupa perkataan, perbuatan, maupun
persetujuan yang pantas menjadi dalil hukum syara’.”
B. Pengertian Sunnah
Menurut bahasa sunnah berarti “jalan yang terpuji dan atau yang tercela”. Sementara
dalam hadits Rasulullah SAW, disebutkan:
Bila kata sunnah disebutkan dalam masalah yang berhubungan dengan hukum syara’,
maka yang dimaksudkan tiada lain kecuali segala sesuatu yang diperintahkan, dilarang,
dianjurkan oleh Rasulullah SAW baik berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapannya. Dan
apabila dalam dalil hukum syara’ disebutkan al-kitab dan al-sunnah, berarti yang dimaksudkan
adalah al-Qur’an dan hadits.
Sedang sunnah menurut istilah, di kalangan ulama terdapat perbedaan pendapat. Hal ini
disebablan karena perbedaan latar belakang, persepsi, dan sudut pandang masing-masing
terhadap diri Rasulullah SAW. Secara garis besar mereka berkelompok menjadi 3 golongan:
muhadditsun/ahli hadits, ushuliyyun/ahli ushul, dan fuqaha/ahli fiqih.
Pengertian sunnah menurut ahli hadits adalah, “segala yang bersumber dari Nabi SAW
baik berupa perkataan, perbuatan,taqrir, perangai, budi pekerti, perjalanan hidup, baik sebelum
diangkat menjadi rasul maupun sesudahnya”.
Ulama ushul fiqh memberikan definisi sunnah adalah, “segala yang dinukilkan dari Nabi
Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrirnya yang ada sangkut
pautnya dengan hukum”. Menurut T. M. Hasbi Ash Shiddieqy, makna inilah yang diberikan
kepada perkataan sunnah dalam sabda Nabi, sebagai berikut:
“Sungguh telah saya tinggalkan untukmu dua hal, tidak sekali-kali kamu sesat selama kamu
berpegang kepadanya, yakni kitabullah dan sunnah Rasul-Nya.” (H. R. Malik).
Ulama hadits membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan Nabi Muhammad
SAW baik yang ada hubungannya dengan ketetapan hukum syariat Islam maupun tidak.
Sedangkan ulama ushul fiqh, memandang Nabi Muhammad SAW sebagai masyarri’, artinya
pembuat UU selain Allah. Firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Asyr ayat 7 yang berbunyi,
“Apa yang dibawa oleh Rasul, maka ambillah atau kerjakanlah. Dan apa yang dilarang oleh
Rasul, jauhilah”.
Ulama fiqh memandang sunnah ialah perbuatan yang dilakukan dalam agama, tetapi
tingkatannya tidak sampai wajib atau fardlu, atau dengan kata lain, sunnah adalah suatu amalan
yang diberi pahala apabila dikerjakan, dan tidak dituntut apabila ditinggalkan.
C. Pengertian Khabar
Khabar menurut bahasa serupa dengan makna hadits, yakni segala berita yang
disampaikan oleh seseorang kepada orang lain. Untuk itu, dilihat dari sudut pendekatan ini
(sudut pendekatan bahasa), kata khabar sama artinya dengan hadits.
Ulama lain mengatakan bahwa khabar adalah sesuatu yang datang selain dari
Nabi SAW, sedang yang datang dari Nabi SAW disebut hadits. Ada juga yang mengatakan
bahwa hadits lebih umum dan lebih luas daripada khabar, sehingga tiap hadits dapat dikatakan
khabar, tetapi tidak semua khabar dapat dijadikan hadits.
D. Pengertian Atsar
Atsar menurut pendekatan bahasa berarti bekasan sesuatu, atau sesuatu, dan berarti
nukilan (yang dinukilkan). Sesuatu do’a umpamanya yang dinukilkan dari Nabi dinamai do’a
matsur.
Secara istilah, terjadi perbedaan pendapat di antara ulama. Jumhur ahli hadits
mengatakan bahwa atsar sama dengan khabar, yaitu sesuatu yang disandarkan kepada Nabi
SAW, sahabat, dan tabi’in. Sedangkan menurut ulama khurasan, bahwa atsar untuk yang
mauquf’ dan khabar untuk yang marfu’.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hadits merupakan sumber hukum Islam kedua setelah Al-Qur’an. Definisi hadits yang
paling komprehensif adalah segala sesuatu yang dinisbahkan kepada Nabi Saw., baik ucapan,
perbuatan, ketetapan, sifat diri atau sifat pribadi; atau yang dinisbahkan kepada sahabat atau
tabi’in.
Sunnah adalah segala yang bersumber dari Nabi Muhammad saw., baik berupa perkataan,
perbuatan, taqrir, perangai, budi pekerti, perjalanan hidup, baik sebelum diangkat menjadi rasul
maupun sesudahnya.
Adapaun atsar menurut pendekatan bahasa sama pula artinya dengan khabar, hadits, dan
sunnah.
Secara struktur, hadits terdiri atas tiga komponen, yakni sanad atau isnad (rantai penutur),
matan (redaksi hadits), dan mukharrij (rawi). Sanad ialah rantai penutur / isi dari hadits. Mukhrij
atau mukharrij adalah orang yang berperan dalam pengumpulan hadits.
B. Saran
Setelah kita mempelajari pengertian dan struktur hadits semoga dapat menambah
wawasan dalam ilmu keagamaan, khususnya ilmu hadits.
Mohon maaf atas segala kekurangan dalam pembuatan makalah ini, kritik dan saran
sangat dibutuhkan dalam pembuatan makalah selanjutnya agar lebih baik dan benar.
Daftar Pustaka
· Asse Ambo, Ilmu Hadis Pengantar Memahami Hadis Nabi Saw., Makassar; Alauddin
Press, 2010.
· Badri Khaeruman, Otensitas Hadis, Bandung; PT. Remaja Rosdakarya Offset Bandung,
2004.
· Yusuf Qordhawi, Pengantar Studi Hadis, Bandung; CV. Pustaka Setia, 2007.
· Nuruddin, Manhaj An-Naqd Fir ‘Uluum Al-adits, Bandung; Remaja Rosdakarya Offset
Bandung, 1995.