Oleh :
Pemakalah
Oktober 2018
DAFTAR ISI
Kata Pengantar .................................................................................................... i
Daftar Isi............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah .........................................................................................2
C. Tujuan Penulisan ...........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian ......................................................................................................3
B. Prinsip- ..........................................................................................................4
C. Konsep ..........................................................................................................4
D. Kelebihan ......................................................................................................9
E. Pengem ..........................................................................................................9
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................................12
B. Saran .............................................................................................................12
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filsafat merupakan suatu dasar kebutuhan manusia dalam upaya
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang timbul dalam berbagai lapangan
kehidupan. Jawaban itu merupakan hasil pemikiran yang sistematis, integral,
menyeluruh, dan mendasar. Jawaban seperti itu digunakan untuk mengatasi
masalah-masalah yang menyangkut berbagai bidang kehidupan manusia,
termasuk dalam dunia pendidikan.
Dalam dunia pendidikan, mempelajari filsafat pendidikan sangatlah
penting, hal ini dikarenakan dengan mempelajari filsafat pendidikan,
seseorang akan mampu menyelesaikan permasalahan-permasalahan terkait
dengan pendidikan. Filsafat Pendidikan Islam mempunyai sumber-sumber
dasar pijakan yang dijadikan rujukan operasional disiplinnya. Filsafat
pendidikan ini adalah dalam lingkup Islam, maka sudah barang tentu ia
mengikuti ajaran islam dalam pembahasan masalah-masalahnya. Ajaran dan
pendidikan islam itu sendiri bersumber pada Alquran dan Hadis, maka kita
akan mendapati keduanya sebagai rujukan utama dalam isu-isu filsafat
pendidikan.
Pengantar filsafat pendidikan islam merupakan kajian pertama yang
harus dikaji, karna menjadi awal pembahasan yang dapat memudahkan
memasuki permasalahan-permasalahan selanjutnya yang terkait dengan
filsafat pendidikan islam. Pengantar ke- filsafat pendidikan islam terdiri atas
pengertian, tujuan, fungsi, dan ruang lingkup filsafat pendidikan islam, dan
juga terdapat beberapa metode yang sangat menarik dalam studi filsafat
pendidikan islam yang sepatutnya kita pelajari yaitu metode Bayani, Burhani,
dan ‘Irfani.
Mengingat pentingnya mempelajari filsafat pendidikan islam, untuk
itulah pemakalah menganggap penting untuk melakukan kajian terhadap
“Filsafat Pendidikan Islam” terutama mengenai pengantar filsafat pendidikan
islam yang terdiri atas pengertian, tujuan, fungsi, dan ruang lingkup serta
beberapa metode dalam studi filsafat pendidikan islam yang akan dipaparkan
didalam makalah ini.
B. Rumusan Masalah
Dari paparan latar belakang masalah di atas penulis merumusan masalah
sebagai berikut :
1. Apa pengertian filsafat pendidikan islam?
2. Apa tujuan filsafat pendidikan islam?
3. Bagaimana fungsi filsafat pendidikan islam?
4. Bagaimana ruang lingkup filsafat pendidikan islam?
5. Bagaimana metode Bayani, Burhani, dan ‘Irfani dalam filsafat
pendidikan islam?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian filsafat pendidikan islam?
2. Untuk mengetahui tujuan filsafat pendidikan islam?
3. Untuk mengetahui fungsi filsafat pendidikan islam?
4. Untuk mengetahui ruang lingkup filsafat pendidikan islam?
5. Untuk mengetahui metode Bayani, Burhani, dan ‘Irfani dalam
filsafat pendidikan islam?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Filsafat
Kata “filsafat” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti
pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang
ada, sebab, asal, dan hukumnya; teori yang mendasari alam pikiran atau suatu
kegiatan; ilmu yang berintikan logika, estetika, metafisika, dan epistemologi;
falsafah.1
Secara etimologi kata “filsafat” berasal dari beberapa bahasa,
sebagaimana dalam Zuhairini, filsafat berasal dari kata Yunani yang tersusun dari
dua kata philein dalam arti cinta dan sophos dalam arti hikmat(wisdom). Orang
arab memindahkan kata Yunani philosopia kedalam bahasa mereka dengan
menyesuaikannya dengan tabiat susunan kata-kata Arab , yaitu Falsafa dengan
pola fa’lala, fa’lalah dan fi’lal. Dengan demikian kata benda dari kata kerja
falsafa seharusnya menjadi menjadi falsafah atau filsaf.2
Perlu diketahui bahwa kata filsuf (philosophos) dan filsafat (philosophia) ini
baru menyebar luas setelah masa Aristoteles. Aristoteles sendiri tidak
menggunakan istilah ini (philosophia atau philosophos) dalam literature-
literaturnya. Dan Pitagoras (481- 411 SM), yang dikenal sebagai orang yang
pertama yang menggunakan perkataan tersebut. Setelah masa kejayaan Romawi
dan Persia memudar, penggunaan istilah filsafat berikutnya mendapat perhatian
1
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Kamus versi online/daring (dalam jaringan),
https://kbbi.web.id/filsafat
2
Zuhairini,dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta:Bumi Aksara,1995), hal.3
besar dari kaum muslimin di Arab. Kata filsafah (hikmah) atau filsafat kemudian
mereka sesuaikan dengan perbendaharaan kata dalam bahasa Arab, yang memiliki
arti berbagai ilmu pengetahuan yang rasional.3
Ketika kaum muslimin Arab saat itu ingin menjabarkan pembagian ilmu
menurut pandangan Aristoteles, mereka (muslimin Arab) kemudian mengatakan
bahwa yang disebut dengan pengetahuan yang rasional adalah pengetahuan yang
memiliki dua bagian utama, yaitu filsafat teoritis dan filsafat praktek. Filsafat
teoritis adalah filsafat yang membahas berbagai hal sesuai dengan apa adanya.
Sedangkan filsafat praktek adalah pembahasan mengenai bagaimana selayaknya
prilaku dan perbuatan manusia. 4
Secara terminologis, banyak para ahli mengemukakan pendapatnya terkait
dengan pengertian filsafat. Al-Farabi (W. 950 M) dalam Amsal mengatakan
bahwa “filsafat ialah ilmu tentang alam yang maujud dan bertujuan menyelidiki
hakikatnya sebenarnya.5
Ibnu Rusyd (1126-1198 M) dalam Amsal berpendapat bahwa filsafat atau
hikmah adalah pengetahuan otonom yang perlu dikaji manusia karna dia makhluk
yang diberi akal oleh Tuhan.6
Dari berbagai pengertian diatas, maka dapat diambil sebuah kesimpulan
bahwa filsafat adalah upaya yang di lakukan dengan akal pikiran sebagai alat
utamanya untuk menemukan hakikat terhadap segala sesuatu yang berhubungan
dengan ilmu.
3
Salminawati, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2015),
hal. 14
4
Ibid, hal. 14
5
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013), hal. 8
6
Ibid, hal. 8
pengembangan atau bimbingan. Dalam bahasa Arab, istilah ini sering
diterjemahkan dengan “Tarbiyah” yang berarti pendidikan.7
Dalam perkembangannya, istilah pendidikan banyak diartikan sebagai
bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja terhadap anak didik
oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa.8
Filsafat pendidikan adalah ilmu yang pada hakikatnya merupakan jawaban
dari pertanyaan-pertanyaan dalam lapangan pendidikan. Oleh karena bersifat
filosofis dengan sendirinya filsafat pendidikan ini pada hakikatnya adalah
penerapan dari suatu analisa filosofis terhadap lapangan pendidikan.9
Omar Muhammad al-Toumy al-Syaibany, melihat falsafah pendidikan adalah
pelaksanaan pandangan falsafah dan kaidah falsafah dalam pengalaman manusia
yang disebut pendidikan. Secara lebih rinci dikemukakannya bahwa falsafah
pendidikan merupakan usaha untuk mencari konsep-konsep di antara gejala yang
bermacam-macam meliputi : (1) proses pendidikan sebagai rancangan yang
terpadu dan menyeluruh; (2) menjelaskan berbagai makna yang mendasar tentang
segala istilah pendidikan; dan (3) pokok-pokok yang menjadi dasar dari konsep
pendidikan dalam kaitannya dengan bidang kehidupan manusia.10
Hubungan antara filsafat dan ilmu pendidikan ini jika dinalisis seperti
keharusan, dimana menjadi landasan semua pemikiran mengenai pendidikan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa filsafat pendidikan adalah filsafat yang
mempelajari hakikat pelaksanaan dan pendidikan. Bahan yang dipelajari meliputi
tujuan, latar belakang, cara, hasil, dan hakikat pendidikan.
7
Salminawati, Filsafat...hal. 15
8
Prasetya, Filsafat Pendidikan, (Bandung : CV. Pustaka Setia, 2002), hal.15
9
Salminawati, Filsafat...hal.
10
Omar Mohammad al-Toumy al-Syaibany, alih bahasa oleh Hasan Langgulung,
Falsafah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979). hal.36
3. Pengertian Filsafat Pendidikan Islam
Omar Mohamad al-Toumy al-Syaibany, menurutnya bahwa filsafat
pendidikan Islam tidak lain ialah pelaksanaan pandangan filsafat dan kaidah
filsafat dalam bidang pendidikan yang didasarkan pada ajaran Islam.11
Ia juga menyebutkan penjelasannya dalam bukunya Falsafah Pendidikan
Islam yang mengarah kepada pengertian Filsafat Pendidikan Islam seperti dalam
kutipan berikut : “Jika kita telah membicarakan tentang kepentingan pembinaan
falsafah pendidikan secara umum, kita tidak menentukan jenis falsafah yang harus
menonjol pada falsafah itu. Judul atau bab yang kita bincangkan tentang sifat-sifat
falsafah dan apa yang disebut bagi falsafah ini tentang sumber-sumber, unsure-
unsur, dan syarat-syarat dari dan apa yang akan kita sebut tentang prinsip-prinsip,
kepercayaan-kepercayaan, andaian-andaian dan premis yang menjadi asas falsafah
ini, yaitu falsafah pendidikan yang berasal dari prinsip-prinsip dan ruh Islam.
Itulah Falsafah Islam untuk pendidikan, atau disebut filsafat pendidikan Islam”.12
Abudin Nata menyimpulkan bahwa filsafat pendidikan Islam itu merupakan
suatu kajian secara filosofis mengenai berbagai masalah yang terdapat dalam
kegiatan pendidikan yang didasarkan pada al-Qur’an dan hadis sebagai sumber
primer, dan pendapat para ahli, khususnya para filosof muslim , sebagai sumber
sekunder. Selain itu filsafat pendidikan Islam dapat dikatakan suatu upaya
menggunakan jasa filosofis, yakni berfikir secara mendalam, sistematik, radikal,
dan universal tentang masalah-masalah pendidikan, seperti masalah manusia
(anak didik), guru, kurikulum, metode, lingkungan dengan menggunakan al-
Qur’an dan al-Hadis sebagai dasar acuannya. Dengan demikian, filsafat
pendidikan Islam secara singkat dapat dikatakan adalah filsafat pendidikan yang
berdasarkan ajaran Islam atau filsafat pendidikan yang dijiwai oleh ajaran Islam,
jadi ia bukan filsafat yang bercorak liberal, bebas tanpa batas etika sebagaimana
dijumpai dalam pemikiran filsafat pada umumnya.13
Dari penjelasan dan paparan pengertian Filsafat pendidikan Islam yang telah
disebutkan oleh para pakar di atas, dapat disimpilkan bahwa Filsafat Pendidikan
Islam adalah suatu kajian secara filosofis yakni berfikir secara mendalam,
11
Ibid, hal. 37
12
Ibid, hal.37
13
Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam ( Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), hal. 15
sistematik, radikal, dan universal tentang masalah-masalah pendidikan, seperti
masalah manusia (anak didik), guru, kurikulum, metode, lingkungan , hakekat
kemampuan manusia untuk dapat dibina dan dikembangkan serta dibimbing
menjadi manusia muslim yang seluruh pribadinya dijiwai oleh ajaran Islam, serta
mengapa manusia harus dibina menjadi hamba Alloh yang berkepribadian
demikian yang didasarkan pada al-Qur’an dan hadis sebagai sumber primer, dan
pendapat para ahli, khususnya para filosof muslim , sebagai sumber sekunder.
1. Tujuan Filsafat
Menurut Harold H. Titus, filsafat adalah suatu usaha memahami alam
semesta, maknanya dan nilainya. Apabila tujuan ilmu adalah kontrol, dan tujuan
seni adalah kreativitas, kesempurnaan, bentuk keindahan komunikasi dan
ekspresi. Maka tujuan filsafat adalah pengertian dan kebijaksanaan. Secara rinci
beliau menjelaskan bahwa tujuan filsafat adalah:
a. Untuk memperoleh jawaban dari sebuah persoalan dan
mempertimbangkan jawaban-jawaban tersebut.
b. Untuk menunjukkan bahwa ide-ide filsafat merupakan satu hal yang
praktis di dunia dan ide-ide filsafat itu membentuk pengalaman-
pengalaman seseorang pada saat ini.
c. Untuk memperluas bidang-bidang kesadaran manusia agar dapat menjadi
lebih hidup, lebih dapat membedakan, lebih kritis dan lebih cerdas.
Ilmu memberi kepada manusia pengetahuan, dan filsafat memberikan
hikmah. Filsafat memberikan kepuasan kepada keinginan manusia akan
pengetahuan yang tersusun dengan tertib, akan kebenaran. Bagi manusia,
berfilsafat itu berarti mengatur hidupnya seinsaf-insafnya, senetral-netralnya
dengan perasaan tanggung jawab, yakni tanggung jawab terhadap dasar hidup
yang sedalam-dalamnya, baik kepada Tuhan, alam, ataupun kebenaran.
Tugas filsafat bukanlah sekedar mencerminkan semangat masa ketika kita
hidup, melainkan membimbingnya maju. Fungsi filsafat adalah kreatif,
menetapkan nilai, menetapkan tujuan, menentukan arah dan menuntun pada jalan
baru. Filsafat hendaknya mengilhamkan keyakinan kepada kita untuk menopang
dunia baru, mencetak manusia-manusia yang menjadikan penggolongan-
penggolongan berdasarkan bangsa, ras, dan keyakinan keagamaan mengabdi
kepada cita mulia kemanusiaan.
Filsafat tidak ada artinya sama sekali apabila tidak universal, baik dalam
ruang lingkupnya maupun dalam semangatnya. Studi filsafat harus membantu
orang-orang untuk membangun keyakinan keagamaan atas dasar yang matang
secara intelektual. Filsafat dapat mendukung kepercayaan keagamaan seseorang,
asal saja kepercayaan tersebut tidak bergantung pada konsepsi prailmiah yang
using, yang sempit dan yang dogmatis. Urusan utama agama ialah harmoni,
pengaturan, ikatan, pengabdian, perdamaian, kejujuran, pembebasan, dan Tuhan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan filsafat adalah mencari
hakikat kebenaran sesuatu, baik dalam logika (kebenaran berpikir), etika
(berperilaku), maupun metafisik (hakikat keaslian).
14
Keputusan Seminar Pendidikan Islam se Indonesia di Cipayung, Bogor,
tanggal 7 s/d 11 Mei 1960
dengan mengajukan pertanyaan tentang kebijakan pendidikan dan praktik di
lapangan dengan menggunakan rambu-rambu dari teori pendidik. Seorang guru
perlu menguasai konsep-konsep yang akan dikaji serta pedagogi atau ilmu dan
seni mengajar materi subyek terkait, agar tidak terjadi salah konsep atau
miskonsepsi pada diri peserta didik.
Ada beberapa aliran filsafat pendidikan yang berpengaruh dalam
pengembangan pendidikan, yaitu: idealisme, realisme, pragmatisme, humanisme,
behaviorisme, dan konstruktivisme. Idealisme berpandangan bahwa pengetahuan
itu sudah ada dalam jiwa. Untuk membawanya pada tingkat kesadaran perlu
adanya proses introspeksi. Tujuan pendidikan aliran ini membentuk karakter
manusia.
Aliran realisme berpandangan bahwa hakikat realitas adalah fisik dan
ruh, bersifat dualistis. Tujuan pendidikannya membentuk individu yang mampu
menyesuaikan diri dalam masyarakat dan memiliki rasa tanggung jawab kepada
masyarakat.
Aliran pragmatisme merupakan kreasi filsafat dari Amerika, dipengaruhi
oleh empirisme, utilitarianisme, dan positivisme. Esensi ajarannya, hidup bukan
untuk mencari kebenaran melainkan untuk menemukan arti atau kegunaan.
Tujuan pendidikannya menggunakan pengalaman sebagai akar untuk
menyelesaikan hal-hal baru dalam kehidupan pribadi dan masyarakat.
Aliran humanisme berpandangan bahwa pendidikan harus ditekankan
pada kebutuhan anak. Tujuannya untuk aktualisasi diri, perkembangan efektif, dan
pembentukan moral. Paham behaviorisme memandang perubahan perilaku setelah
seseorang memperoleh stimulus dari luar merupakan hal yang sangat penting.
Oleh sebab itu, pendidikan behaviorisme menekankan pada proses mengubah atau
memodifikasi perilaku. Tujuannya untuk menyiapkan pribadi-pribadi yang sesuai
dengan kemampuannya, mempunyai rasa tanggung jawab dalam kehidupan
pribadi dan masyarakat.
Menurut paham konstruktivisme, pengetahuan diperoleh melalui proses
aktif individu mengkonstruksi arti dari suatu teks, pengalaman fisik, dialog, dan
lain-lain melalui asimilasi pengalaman baru dengan pengertian yang telah dimiliki
seseorang. Tujuan pendidikannya menghasilkan individu yang memiliki
kemampuan berpikir untuk menyelesaikan persoalan hidupnya.
15
M. Arifin, FilsaFat pendidikan islam, jakarta; pt. Bumi aksara, 2000, hal.vi
perspektif keagamaan, sasaran bidik metode bayani adalah aspek eksoterik
(syariat)
Istilah bayani dari kata bahasa Arab bayan, berarti penjelasan
(eksplanasi). Sementara itu, secara terminologi, bayan mempunyai dua arti,
yaitu :
a. Sebagai aturan-aturan penafsiran wacana (qawanin tafsir al-khithabi)
b. Syarat-syarat memproduksi wacana (syuruth intaj al-khithab).
Berbeda dengan makna etimologi yang telah ada sejak awal peradaban
Islam, makna-makna terminologis ini baru lahir belakangan, yaitu pada masa
kodofikasi (tadwin). Dari segi metodologi, Al-Syafii membagi bayan ini
dalam lima bagian dan tingkatan:
a. Bayan yang tidak butuh penjelasan lanjut
b. Bayan yang beberapa bagiannya masih global sehingga butuh
penjelasan sunnah
c. Bayan yang keseluruhannya masih global sehingga butuh penjelasan
sunnah
d. Bayan sunnah sebagai uraian atas sesuatu yang tidak terdapat dalam
Al-Quran
e. Bayan ijtihad, yang dilakukan dengan qiyas atas sesuatu yang tidak
terdapat dalam Al-Quran maupun sunnah.
2) Metode Burhani
Metode burhani menyadarkan diri pada kekuatan rasio atau akal, yang
dilakukan lewat dalil-dalil logika. Al-Burhani (demonstratif), secara
sederhana, bisa diartikan sebagai suatu aktivitas berpikir untuk menetapkan
kebenaran proposisi (qadhiyah) melalui pendekatan deduktif (Al-Istintaj)
dengan mengaitkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lain yang telah
terbukti kebenarannya secara aksiomatik (badhihi).
Ada lima sebab yang dapat menghalang-halangi tidak dapat terang atau
terbayangnya bayangan dalam cermin, yaitu:16
16
Rus’an, intisari filsafat, jakarta; pt bulan bintang, 1989, hal. 7
Pertama: Mungkin disebabkan karena terdapat kerusakan atau cacat
dalam cermin tersebut.
Kedua: Ada sesuatu benda selain cermin tersebut yang dapat
menghalangi bayangan.
Ketiga: Cerminnya itu tidak dihadapkan kepadanya.
Keempat: Terdapat sesuatu benda yang berada di antara pokok tujuan
dan cermin itu
Kelima: Letaknya benda itu mungkin tidak diketahui, sehingga cermin
perlu ditempatkan pada tempat yang semestinya.
Maka demikianlah, misal yang sama dalam hal lima sebab, yang
membawa kejatuhan dan kemerosotan akal fikiran dalam menerima
ilmu disebabkan pula oleh karena:
Pertama: Akal fikiran belum sempurna keadaannya, seperti halnya
akal fikiran kanak-kanak.
Kedua: Dosa dan kejahatan yang ada pada dirinya dapat membuat
kabur akal fikiran yang sehat, oleh karena itu ia jadi tertutup
karenanya.
Ketiga: Akal fikirannya tidak berada pada tempat yang sewajarnya,
misalnya seorang yang jujur dan baik tetapi tidak berusaha
memperkuat imannya dengan zikir kepada Allah, malahan
sebaliknya perbuatan hanya mementingkan dirinya sendiri
memenuhi keinginan-keinginan kehidupan duniawi semata-mata: akal
fikiran yang seperti ini sekalipun bersih, akan tetapi tidak akan
mendapat sinar cahaya bayangan dari alam kesucian, oleh karena
tujuan fikirannya hanya untuk tujuan tersebut di atas saja. Apabila
keadaan fikiran sudah mencapai tingkat demikian, cobalah fikirkan
bahwa apa bedanya keadaan akal fikiran itu dengan keasyikan
bertekun mengabdi kepada hawa nafsu yang buruk itu.
Keempat: Terdapat hijab sebelah luar yang sudah menutup tujuan-
tujuan itu. Terkadang-kadang seorang yang sudah dapat
menaklukkan hawa nafsunya, masih juga ikut-ikutan berprasangka
tidak mau mengenal ilmu kebenaran. Bentuk fikiran yang seperti
ini terdapat di kalangan orang-orang yang berniat akan
mengabdikan diri kepada Tuhan; bahkan ia terdapat di kalangan para
alim ulama yang berpendirian taqlid begitu saja.
Kelima: Disebabkan karena kebodohannya di dalam memahami
pengertian, hingga tidak dapat mencapai kebenaran.
Sumber pengetahuan burhani adalah rasio, bukan teks atau intuisi. Rasio inilah
yang dengan dalil-dalil logika memberikan penilaian dan keputusan terhadap
informasi-informasi yang masuk lewat indera yang dikenal dengan istilah
Tasawur dan Tashdiq. Tasawur adalah proses pembentukan konsep
berdasarkan data-data dan indera, sedangkan Tashdiq adalah proses
pembuktian terhadap kebenaran konsep tersebut.
Metode burhani dijadikan oleh kaum rasionalis Muslim (filsuf dan
teolog) sebagai salah satu metode ilmiah untuk dapat menemukan teori-teori
rasional secara ilmiah. Dalam sejarah peradaban islam, ditemukan sejumlah
ilmuwan yabg menerapkan metode burhani seperti al-Kindi, al-Farabi, Ibn
Sina, dan Ibn Rusyd. Dalam persepektif filsafat islam, ilmu logika
memberikan manfaat bagi ilmuwan untuk menemukan kebijaksanaan dan
kebenaran dan logika berfungsi untuk mengatur dan menuntun akal ke arah
pemikiran yang benar dalam hubungannya dengan setiap pengetahuan yang
salah; untuk melindungi pengetahuan tersebut dari kemungkinan salah; dan
untuk memberikan manusia sebuah alat bantu dalam menguji dan memeriksa
pengetahuan yang mungkin tidak bebas dari kesalahan.17
Dengan demikian dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa
metode burhani dalam persepektif filsafat islam mengandalkan ilmu logika
dalam menemukan permasalahan dalam dunia pendidikan dengan tetap
beldaskan pada Alquran dan Hadis sebagai sumber ajaran islam.
3) Metode I’rfani
Al-Rasyidin dan Ja’far, Filsafat Ilmu Dalam Tradisi Islam, (Medan : Perdana
17
18
Djafar Siddik dan Djafar, Jejak Langkah Intelektual Islam (epistemology, tokoh dan karya),
2010 (Medan: Perdana Mulya Sarana), hlm: 58
19
Al-Rasyidin dan Ja’far, op.cit, hal. 108
20
Djafar Siddik dan Djafar op.cit, hal. 59
21
Ibid, hal. 63
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Setelah mempelajari dan membahas mengenai
DATAR PUSTAKA