Disusun Oleh :
Kelompok 6
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena
telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga
makalah ini bisa selesai pada waktunya.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………2
DAFTAR ISI……………………………………………………………...3
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………...4
A. Latar Belakang……………………………………………………….4
B. Rumusan Masalah……………………………………………………4
C. Tujuan Pembuatan Makalah………………………………………..5
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………6
A. Kesimpulan………………………………………………………….20
B. Kritik dan
Saran…………………………………………………….20
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………...22
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam mempelajari Hadits Nabi SAW, seseorang harus mengetahui dua
unsur penting yang menentukan keberadaan dan kualitas Hadits tersebut, yaitu al-
sanad dan al-matan. Kedua unsur Hadits tersebut begitu penting rtinya dan antara
yang satu dan yang lainnya saling berhubungan erat, sehingga apabila salah
satunya tidak ada maka akan berpengaruh terhadap, dan bahkan dapat merusak,
eksistensi dan kualitas suatu Hadits. Suatu berita yang tidak memiliki sanad,
menurut Ulama Hadits, tidak dapat disebut sebagai Hadits; dan kalaupun disebut
juga dengan Hadits maka ia dinyatakan sebagai Hadits palsu (Mawdhu’).
Demikian juga halnya dengan matan, sebagai materi atau kandungan yang dimuat
oleh Hadits, sangat menentukan keberadaan sanad, karena tidak akan dapat suatu
sanad atau rangkaian para perawi disebut sebagai Hadits apabila tidak ada matan
atau materi Haditsnya, yang terdiri atas perkataan, perbuatan, atau ketetapan
(taqrir) Rasul SAW.
Di dalam penilaian suatu Hadits, unsur sanad dan matan adalah sangat
menentukan. Oleh karenanya, yang menjadi objek kajian dalam penelitian Hadits
adalah kedua unsur tersebut, yaitu sanad dan matan.
Memposisikan hadis secara struktural dan fungsional sebagai sumber
ajaran setalah al-Quran, atau sebgai bayaan (penjelas) terhadap al-Quran
merupakan suatu keniscayaan. Nabi Muhammd saw. dalam kapasitas sebagai
Nabi dan Rasul, tidak seperti tukang pos dan bukan pula sebagai medium al-
Quran, tetapi beliau adalah mediator,[3] mufassir awal al-Quran.
Dari aspek periwayatan, hadis Nabi berbeda dengan al-Quran. Al-Quran,
semua periwayatannya berlangsung secara mutwatir, dan untuk hadis Nabi
sebagian periwyatannya berlangsung secara mutwatir, dan sebagian yang lainnya
berlangsung secara ahad.[4] Olehnya al-Quran dilihat dari aspek periwayatan
dapat dikategorikan qat’i al-wurud. Sedangkan untuk hadis Nabi, sebagiannya
saja dikategorikan qat’i al-wurud, adan sebgian lainnya, bahkan yang terbanyak
berkedudukan sebagai dzanni al-wurud.[5] Dengan demikian dilihat dari segi
periwayatannya, seluruh ayat al-Quran tidak perlu lagi dilakukan penelitin untuk
membuktikan orosinalitasnya. Adapun hadis Nabi, dalam hal ini berkategori
ahad, harus diteliti. Dengan penelitian itu akan diketahui, apakah hadis tersebut
dapat dipertanggungjawabkan periwaytannya berasal dari Nabi atau tidak.
Dalam kenyataannya, kitab-kitab hadis yang beredar di tengah
masyarakat, dan diperpegangi oleh umat Islam juga dijadikan sebagai sumber
ajaran setelah al-Quran , kenyataannya kitab-kitab tersebut disusun oleh
penyusunnya itu setelah lama Nabi saw. wafat. Jarak antara wafatnya Nabi
4
saw. dan penulisan kitab-kitab hadis tersebut, kemungkinan terjadi kesalahan
dalam periwayatan sehingga menyebabkan riwayat hadis tersebut menyalahi apa
yang sebenarnya berasal dari nabi.
Dengan demikian untuk mengetahui apakah riwayat berbagai hadis yang
terhimpun dalam kitab-kitab hadis tersebut dapat dijadikan sebgai hujjah atau
tidak, lebih dahulu harus diadakan penelitian. Kegiatan penelitian , tidak hanya
ditujukan kepada apa yang menjadi materi berita dalam hadis itu saja (matan),
tetapi juga kepada berbagai hal yang berhubungan dengan periwayatan (sanad).
Jadi, untuk membuktikan suatu hadis dapat dipertanggungjawabkan
keorisinilannya, bahwa hadis tersebut benar berasal dari Nabi saw., diperlukan
penelitian matan dan sanad hadis lebih seksama.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu matan Hadis?
2. Apa itu sanad Hadits?
3. Apa saja prinsip-prinsip dalam memahami matan Hadis?
4. Apa saja problem dan solusi dalam memahami Hadis?
C. Tujuan Pembuatan Makalah
1. Mengetahui apa itu matan Hadist
2. Mengetahui apa itu sanad Hadits
3. Mengetahui prinsip-prinsip dalam memahami matan Hadits
4. Mengetahui problem dan solusi dalam memahami matan Hadits
5
BAB II
PEMBAHASAN
:ا َلiiَب الثّقَفِ ُّي ق ِ ُد ْال َوهَّاi َّدثَنَا َع ْبi َح:ا َلiiَ َّدثَنِا ُم َح َّم ُد ْب ِن ال ُمثَنَّى قi َح: ا َلiiَاريُّ قِ َر َوى ا ِال َما ُم ْالبُ َخ
ث َم ْن ُك َّن ٌ ثَاَل:ا َلiiَلَّ َم قi صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسَ س َع ِن النَّبِ ِّي ٍ َ ع َْن أَان,َ ع َْن اَبِ ْي قِاَل بَة, َُح َّدثَنَا أَيُّوْ ب
رْ َء اَلii َو اَ ْن يُ ِحبَّ ْال َم,اال ْي َما ِن أَ ْن يَ ُكوْ نَ هللاُ َو َرسُوْ لُهُ اَ َحبَّ اِلَ ْي ِه ِم َّما ِس َواهُ َما ِ َفِ ْي ِه َو َخ َد َحاَل َوة
ار َّ َ ْ َ ْ ْ ُ ْ َ
ِ َواَ ْن يَك َرهَ أ ْن يَعُوْ ُد فِ ْي الكف ِر َك َما يَك َرهُ أ ْن يُقذفَ فِي الن,ِ يُ ِحبُّهُ اِاَّل هلِل
ْ
Maka, lafaz:
ِ َّ أَ ْن يُ ْق َذفَ فِي الن...إلى...ث َم ْن ُك َّن فِ ْي ِه
ار ٌ ثَاَل...
Adalah merupakan matan hadits.
Kata matan atau al-matan menurut bahasa berarti ma shaluba wa
irtafa’amin al-aradhi(tanah yang meninggi). Secara temonologis, istilah matan
memiliki beberapa difinisi, yang mana maknanya sama yaitu materi atau
lafazh hadits itu sendiri. Pada salah satu definisi yang sangat sederhana
6
misalnya, disebutkan bahwa matan ialah ujung atau tujuan sanad . Dari
definisi diatas memberi pengertian bahwa apa yang tertulis setelah
(penulisan) silsilah sanad adalah matan hadits.Pada definisi lain seperti yang
dikatakan ath-thibi mendifinisikan dengan :”lafazh-lafazh hadits yang
didalamnya megandung makna makna tertentu”.
Jadi dari pegertian diatas semua, dapat kita simpulkan bahwa yang disebut
matan ialah materi atau lafazh hadits itu sendiri, yang penulisannya
ditempatkan setelah sanad dan sebelum rawi.
7
Dalam hal periwayatan Hadits tersebut, yang memungkinkan untuk
diriwayatkan oleh para sahabat sebagai saksi pertama
sesuai/sebagaimana menurut lafaz atau redaksi yang disabdakan Rasul
SAW (riwayat bi al-lafzh), hanyalah Hadits dalam bentuk sabda
(aqwal al-Rasul). Sedangkan Hadits-Hadits yang tidak dalam bentuk
perkataan, seperti Hadits Afal (perbuatan-per- buatan) dan Hadits
Taqrir (pengakuan dan ketetapan) Rasul SAW, hanya dimungkinkan
diriwayatkan secara makna (riwayat bi al-ma'na).
Hadits-Hadits yang dalam bentuk aqwal pun, tidak seluruhnya
dapat diriwayatkan secara lafaz. Hal tersebut disebabkan tidak
mungkin seluruh sabda Nabi SAW itu dihafal secara harfiah oleh para
Sahabat dan demikian juga oleh Tabi'in yang datang kemudian. Sebab
lainnya, juga tidak semua Sahabat mempunyai kemampuan menghafal
dan tingkat kecerdasan yang sama, dan hal ini memberi peluang
terjadinya perbedaan redaksi dan variasi pemahaman terhadap redaksi
Hadits yang diterima mereka dari Nabi SAW, yang selanjutnya akan
berpengaruh ketika mereka meriwayatkannya kepada Sahabat yang
tidak mendengar secara langsung dari Nabi SAW, atau kepada para
Tabi'in yang datang kemudian.
Selain itu, terdapat sebagian Sahabat yang membo¬lehkan
periwayatan Hadits secara makna. Di antara mereka itu adalah: 'Abd
Allah ibn Mas'ud, Abu Darda', Anas ibn Malik, 'A'isyah, 'Amr ibn
Dinar, 'Amir al-SyaTa, Ibrahim al-Nakha'i, dan lain-lain.
'Abd Allah ibn Mas'ud, misalnya, ketika meriwayatkan Hadits
kadang-kadang mengatakan:
Bersabda Rasulullah SAW begini, atau seperti ini, atau mendekati
pengertian ini.
A'isyah r.a. suatu ketika menjawab pertanyaan 'Urwah ibn Zubair
ketika Ibn Zubair menanyakan kepadanya tentang perbedaan redaksi
dari suatu Hadits yang diperolehnya melalui A'isyah, dengan
mengatakan:
Di kalangan Tabi'in dan Ulama yang datang kemudian, juga ada yang
membolehkan periwayatan Hadits secara makna, seperti Al-Hasan al-
8
Bashri, Ibrahim al-Nakha'i, dan 'Amir al-Sya'bi. Mereka memberikan
isyarat kepada para pendengar atau yang menerima riwayat mereka
bahwa sebagian Hadits yang mereka riwayatkan tersebut adalah secara
makna. Hal tersebut mereka lakukan dengan cara mengiringi riwayat
mereka itu dengan kata-kata “sebagaimana sabda beliau” , atau dengan
kata-kata “dan yang seumpama ini”.
9
Sesudah masa pembukuan (kodifikasi)-nya, maka periwayatan
Hadits harus secara lafaz.
Sebagai contoh kasus, dalam hal perbedaan redaksi matan Hadits yang
terjadi sebagai akibat dari perbedaan sanad, adalah Hadits tentang niat.
Hadits tersebut dapat dijumpai di dalam kitab-kitab Shahih Al-
Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan Al-Tirmidzi,
Sunan Al- Nasa'i, Sunan Ibn Majah, dan Musnad Ahmad ibn
Hanbal,33 Sahabat Nabi yang menjadi perawi pertama untuk seluruh
sanad Hadits tersebut adalah 'Umar ibn al- Khaththab. Di dalam
Shahih al-Bukhari saja Hadits tersebut terdapat di tujuh tempat. Nama-
nama perawinya untuk ketujuh sanad-nya tersebut adalah sama
pada thabaqat (tingkatan) pertama sampai dengan yang keempat, yaitu
:
1. Umar ibn al-Khaththab,
2. 'Alqamah ibn Waqqash al-Laitsi,
3. Muhammad ibn Ibrahim al-Tamimi, dan
4. Yahya ibn Sa'id al-Anshari.
10
Perbedaan perawi juga terjadi pada thabaqat keenam, yaitu sebelum
Al-Bukhari, yakni:
1. Al-Humaydi Abd Allah ibn Zubair,
2. Abd Allah ibn Maslamah,
3. Muhammad ibn Katsir,
4. Musaddad,
5. Yahya ibn Qaz'ah,
6. Qutaibah ibn Sa'id, dan
7. Abu al-Nu'man.
11
3. Tidak terpenggal kalimat yang mengandung kata pengecualian (al-
istisna'), syarat, penghinggaan (al- ghayah), dan yang semacamnya.
4. Peringkasan itu tidak merusak petunjuk dan penjelasan yang
terkandung dalam Hadits yang bersangkutan.
5. Yang melakukan peringkasan haruslah orang yang benar-benar
telah mengetahui kandungan Hadits yang bersangkutan. (Jalal al-
Din al-Suyuthi, Tadrib al-Rawi fi Syarh Taqrib Al-Nawawi, Ed.
Irfan al-'Asysya Hassunah (Beirut: Dar al-Fikr, 1414 H/ 1993), h.
302-303).
Sebagai contoh dari sanad adalah seperti yang terlihat dalam Hadis
berikut:
12
Imam Bukhari meriwayatkan, ia berkata, "Telah menceritakan kepada
kami Muhammad ibn al-Mutsanna,ia berkata, "Telah menceritakan kepada
kami Abd al- Wahhab al-Tsaqafi, ia berkata, 'Telah menceritakan kepada
kami Ayyub, dari Abi Qilabah, dari Anas, dari Nabi SAW, beliau
bersabda, "Ada tiga hal yang apabila seseorang memilikinya maka ia
akan memperoleh manisnya iman, yaitu bahwa Allah dan Rasul-Nya lebih
dicintainya daripada selain keduanya, bahwa ia mencintai seseorang
hanya karena Allah SWT, dan bahwa ia benci kembali kepada kekafiran
sebagaimana ia benci masuk ke dalam api neraka"( Bukhari, Shahih Al-
Bukhari (Beirut: Dar al-Fikr, 1401 H/1981 M). 8 jilid: jilid 1, h. 9-10.)
Dengan demikian, apabila kita melihat contoh Hadis di atas, maka Hadits
tersebut diriwayatkan oleh beberapa orang perawi, yaitu:
Anas r.a, sebagai perawi pertama.
Abi Qilabah, sebagai perawi kedua.
Ayyub, sebagai perawi ketiga.
13
Abd al-Wahhab al-Tsaqafi, sebagai perawi keempat.
Muhammad ibn al-Mutsanna, sebagai perawi kelima.
Bukhari, sebagai perawi keenam atau perawi terakhir.
Apabila kita melihat dari segi sanad, yaitu jalan yang menyampaikan kita
kepada matan Hadis, maka urutannya adalah sebagai berikut:
Muhammad ibn al-Mutsanna sebagai sanad pertama atau awwal al-sanad
'Abd al-Wahhab al-Tsaqafi sebagai sanad kedua.
Ayyub sebagai sanad ketiga.
Abi Qilabah sebagai sanad keempat.
Anas r.a. sebagai sanad kelima atau akhir sanad.
Ada beberapa istilah yang erat hubungannya dengan sanad, yaitu isnad,
musnad, dan musnid.
a. Isnad
Isnad secara etimologi berarti menyandarkan sesuatu kepada yang lain.
( T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadits I (Jakarta:
Bulan Bintang, 1981), h. 43).
b. Musnad
Musnad adalah bentuk isim maf'ul dari kata kerja asnada, yang berarti
sesuatu yang disandarkan kepada yang lain.
14
Hadis yang bersambung sanad-nya dari perawinya (dalam contoh sanad di
atas adalah Bukhari) sampai kepada akhir sanadnya (yang biasanya adalah
Sahabat, dan dalam contoh di atas adalah Anas r. a.).
Kedua:
Kitab yang menghimpun Hadits - Hadits Nabi SAW yang diriwayatkan
oleh Sahabat, seperti Hadis-Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Bakar r.a.
dan lainnya. Contohnya, adalah kitab Musnad Imam Ahmad.
Ketiga:
Sebagai mashdar (mashdar mimi) mempunyai arti sama dengan sanad.
c. Musnid
Kata musnid adalah isim fa'il dari asnada-yusnidu, yang berarti "orang
yang menyandarkan sesuatu kepada yang lainnya". Sedangkan
pengertiannya dalam istilah Ilmu Hadis adalah:
Musnid adalah setiap perawi Hadits yang meriwayatkan Hadits dengan
menyebutkan sanadnya, apakah ia mempunyai pengetahuan tentang sanad
tersebut, atau tidak mempunyai pengetahuan tentang sanad tersebut, tetapi
hanya sekadar meriwayatkan saja. (Zhafar al-Tahanawi, Qawa'id fi 'Ulurn
al-Hadits. h. 26; Mahmud al-Thahhan Taisir, h.16.)
15
ص ْدقًا َو َع ْدال ال ُمبَد َِّل لِ َكلِ َماتِ ِه َوه َُو ال َّس ِمي ُع ْال َعلِي ُم َ ِّت َكلِ َمةُ َرب
ِ ك ْ َوتَ َّم
16
b. Naskh dalam hadits
Diantara persoalan kandungan hadits yang dianggap saling bertentangan
adalah persoalan naskh (penghapusan) atau adanya hadits yang nasikh
(yang menghapus suatu ketentuan) dan yang mansukh (yang terhapus
berklakunya). Persoalan naskh ini, ada hubungannya dengan ilmu-ilmu al
Quran sebagaimana ada hubungannya juga dengan ilmu hadits, namun
dakwaan tentang adanya naskh dalam hadits tidak sebesar yang
didakwahkan didalam alquran. Apabila diteliti lebih jauh hadits-hadits
yang diasumsikan sebagai mansukh tidaklah demikian. Hal ini mengingat
bahwa diantara hadits-hadits ada yang dimaksudkan sebagai ‘azimah
(anjuran melakukan sesuatu walaupun secara berat), dan ada pula yang
dimaksudkan sebagai rukhsoh (peluang untuk memilih yang lebih ringan
pada suatu ketentuan). Dan karena itu, kedua-duanya mengandung kadar
ketentuan yang berbeda, sesuai dengan kedudukannya masing-masing.
17
merupakan hal yang sebenarnya. Padahal, siapa saja yang berusaha benar-
benar memahami haditsserta rahasia-rahasia yang dikandungnya, akan
tampak baginya bahwa yang penting adalah apa yang menjadi tujuannya
yang hakiki. Itulah yamg tetap dan abadi. Sedangkan yang berupa
prasarana adakalanya berubah dengan adanya perubahan lingkungan,
zaman, adat kebiasaan, dan sebagainya.
Setiap sarana dan prasarana mungkin saja berubah dari suatu
masa kemasa lainnya, dan dari suatu lingkungan ke lingkungan lainnya,
bahkan semua itu pasti mengalami perubahan. Oleh sebab itu, apabila
suatu hadits menyangkut sarana atau prasarana tertentu, maka itu hanyalah
untuk menjelaskan suatu fakta, namun sama sekali tidak dimaksudkan
mengikat kita dengannya, atau membekukan diri dengannya.
Bahkan sekiranya al Quransendiri menegaskan tentang suatu sarana atau
prasarana yang cocok untuk suatu tempat atau masa tertentu, hal itu tidak
berarti bahwa kita harus berhenti padanya saja dan tidak memikirkan
tentang prasarana lainnya yang selalu berubah dengan berubahnya waktu.
18
dapat dilihat di alam kita ini. Misalnya, malaikat yang diciptakan ole allah
SWT untuk melakukan tugas tertentu. Seperti dalam surat al Mudatsir ayat
31:
19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sanad merupakan jalan/rentetan orang-orang yang dapat
menghubungkan matan hadis kepada Nabi Muhammad
SAW.Matan merupakan suatu kalimat tempat berakhirnya
sanad atau isi (inti) dari hadis.
Unsur-unsur sanad dan matan adalah: Rijāl al-Sanad,
Ittishal al-ruwāt dan Tahammul dan adā’. Sedangkan unsur
matan adalah lafadz (teks) dan maʹnā (konsep)
Pendokumentasian hadis merupakan hal yang sangat
penting dalam menjaga keotentikan sebuah hadis, Sanad
berperan dalam dokumentasi, karena dalam dokumentasi hadis
ada berbagai metode untuk menjaga hadis sebagi sumber ke
dua dalam ajaran Islam. Suatu misal, peranan sanad dalam
kaitannya dengan dokumentasi hadis, yaitu: menyangkut
pengumpulan dan pemeliharaan hadis, baik dalam bentuk
tulisan atau dengan mengandalkan daya ingat yang kuat.
Penulisan sanad dan matan memerlukan kelengkapan
sanad, karenanya bisa menjelaskan dan membedakan hadis itu
maqbūl atau mardūd. Dan juga sumber berita sanad menjadi
dasar dalam menjaga bercampurnya hadis paslu atau tidak,
karena dalam rentetan sanad memerlukan persyaratan-
persyaratan untuk menjadi seorang penyampai hadis. Misalnya
bukan seorang pembohong atau fasik dan sebagainya. Serta
juga dalam penilaian sanad dan matan hadis merupakan bentuk
yang komprehensif dalam menentukan kualitas hadis.
Kandungan matan secara umum dadalah teks yang terdapat
di dalam matan suatu hadis mengenai suatu peristiwa, atau
pernyataan yang di sandarkan kepada Rasul SAW. Atau
tegasnya kandungan matan adalah redaksi dari matan suatu
hadis, seperti tentang berladang dan bercocok tanam, distribusi
air (pengairan), masalah hutang, tentang perselisihan dan
sebagainya.
20
kekurangan-kekurangan dari berbagai sisi. Kritik dan saran
yang membangun kami sambut dengan senang hati.
21
DAFTAR PUSTAKA
Hans Arif. Sanad dan Matan Hadits. Diakses pada 9 Juli 2015. Web page:
http://hansarif.blogspot.com/2015/07/sanad-dan-matan-hadis-makalah.html
Tugas Mereka. Makalah Memahami Hadits. Diakses pada 17 Agustus 2017. Web
Page: https://tugasmereka.blogspot.com/2017/08/makalah-kaidah-memahami-
hadist.html
22