Anda di halaman 1dari 13

MUSNAD

Disusun Guna Memenuhi Tugas


Mata Kuliah: Ilmu Ma’ani
Dosen Pengampu: Azwar Annas, M. PD.I

Oleh:
1. Ita Juwitaningsih (1910210088)
2. Ahmad Shofi Maulana (1910210093)
3. Dina Aulia Sulha (1910210113)

PRODI PENDIDIKAN BAHASA ARAB


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Quran merupakan mu’jizat terbesar Nabi Muhammad SAW,
kemu’jizatannya terkandung pada aspek bahasa dan isinya. Di aspek bahasa
Al-Qur’an mempunyai tingkat fasohah dan balagoh yang tinggi. Sedangkan
dari aspek isi pesan dan kandungan maknanya melampaui batas-batas
kemampuan manusia. Banyak dari ulama-ulama kemudian mulai menyusun
ilmu Nahwu, Shorof dan Balaghoh untuk mengetahui kesusastraan dan
keindahan dalam Al-Quran.
Kalimat bahasa arab pada dasarnya terdiri dari dua buah pokok kalimat
yaitu musnad dan musnad ilahi. Kedua bagian tersebut merupakan dua buah
bagian kalimat yang tidak bisa dipisahkan. Yang apabila dipisahkan akan
terjadi sebuah kejanggalan makna. Musnad ilaihi sendiri terdiri dari beberapa
macam kata yaitu: mubtada' yang mempunyai khabar, fa'il, na'ibul fa'il, dan
beberapa isim dari amil nawasikh. Sedangkan musnad terdiri dari beberapa
macam kata diantaranya adalah: khabar, fi'il tam, isim fi'il, mubtada' yang
berupa isim sifat yang cukup dan marfu'nya, beberapa khabar 'amil nawasikh,
dan masdar yang mengganti fi'il. Setiap dari musnad ilahi dan musnad berlaku
sebuah ketentuan yang sama yaitu kedua-duanya bisa disebutkan ( ‫ذكر‬::‫)ال‬

dihilangkan (‫ذف‬::‫)الح‬, dimakrifatkan ( :‫)التعريف‬, dinakirahkan ( ‫ير‬::‫)التنك‬,

didahulukan (‫ديم‬::‫)التق‬, ataupun juga diakhirkan ( ‫أخير‬::‫) الت‬. Musnad ataupun


musnad ilaih bisa menetapi ketentuan-ketentuan tersebut apabila kata tersebut
memiliki karakteristik dari setiap ketentuan-ketentuan diatas. Dan dalam
makalah ini dijelaskan mengenai musnad.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah pengertian musnad?
2. Apa sajakah macam-macam musnad?
3. Bagaimanakah faedah dan keadaan-keadaan musnad?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian musnad.
2. Untuk mengetahui macam-macam musnad.
3. Untuk mengetahui faedah dan keadaan-keadaan musnad.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Musnad
Susunan balaghoh dalam ilmu ma’ani telah ditetapkan dalam dua
komponen, yaitu musnad dan musnad ilaih, keduanya biasanya mencakup
jumlah fi’liyah (musnad dan musnad ilaih) atau jumlah ismiyah (musnad ilaih
dan musnad). Jumlah fi’liyah terdiri dari fi’il dan fa’il. Sedangkan jumlah
ismiyah terdiri dari mubtada’ dan khabar. Dalam ilmu balaghoh mubtada’
disebut musnad ilaih dan khabarnya disebut musnad. Adapun fi’il dalam ilmu
balaghoh disebut musnad dan fa’il disebut musnad ilaih.1
Musnad dan musnad ilaih dalam bahasa indonesia disebut subjek dan
predikat. Secara leksikal musnad adalah sifat, fi’il atau sesuatu yang bersandar
kepada musnad ilaih.

B. Macam-macam Musnad
Musnad berada pada tempat-tempat berikut ini:2
1. Khabar mubtada, contoh : ‫مشهورة الجامعة‬
2. Fil-tâm, contoh: ‫هللا رسوله بالهدى ارسل‬

3. Isim fi il, contoh: ‫حي على الصالة‬

4. Khabar ‫ كان‬dan akhwat-nya, contoh: ‫كان هللا غفورا رحيما‬

5. Khabar ‫ ان‬dan akhwat-nya, contoh: ‫إن الطالب المجتهد لناجح‬

6. Maf'ül kedua dari ‫ ظن‬dan akhwat-nya, contoh: ‫مريضا‬ ‫ظنت عائشة أخاها‬
7. Maf'ul ketiga dari ‫ أرى‬dan akhwat nya, contoh:

:‫رأي األستاذ الطالب مجتهدين دراستهم‬

1
Zaenudin Mamat, Pengantar Ilmu Balaghoh (Bandung: PT. Refika Aditama, 2007).
2
Talqis Nurdianto, “Modul Pembelajaran Ilmu Balaghah, Ma’ani, Badi’, Dan Bayan”
(Yogyakarta: Universitasas Muhammadiyah Yogyakarta, 2018).
C. Faedah dan keadaan-keadaan Musnad
Keberadaan Musnad pada suatu kalimat sama halnya seperti Musnad
Ilaih yang tidak terlepas dari keadaan-keadaan yang terkait dengan
penyebutan (‫)الذكر‬, pembuangan (‫)الحذف‬, penakirahan (‫)التنكير‬, pengkhususan

(:‫)التعريف‬, didahulukan (‫)التقديم‬، dan diakhirkan (‫)التأخير‬.


1. Menyebutkan dan membuang Musnad (‫)ذكر وحذف المسند‬
a) Penyebutan musnad memiliki tujuan sebagai berikut:3
 Musnad tetap disebutkan karena mengikuti hukum asal (‫ككون ذكره هو‬

‫)األصل‬. Contoh: ‫المال‬


ِ َ‫العل ُم خي ٌر ِمن‬
 Musnad disebutkan untuk menunjukan atas lemahnya ingatan si
pendengar (‫)ضغف تنبّه السامع‬, sebagaimana Firman Allah:

ٌ ِ‫ب هَّللا ُ َمثَاًل َكلِ َمةً طَيِّبَةً َك َش َج َر ٍة طَيِّبَ ٍة أَصْ لُهَا ثَاب‬
‫ فِي ال َّس َما ِء‬:‫ت َوفَرْ ُعهَا‬ َ َ‫أَلَ ْم تَ َر َك ْيف‬
َ ‫ض َر‬
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat
perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya
teguh dan cabangnya (menjulang) kelangit.” (QS. Ibrahim: 24).

ٌ ِ‫ )ثَاب‬dibuang, tentu pendengar tidak


Apabila musnad (lafazh ‫ت‬
dapat memahaminya dengan baik karena lemah ingatannya. Dengan
demikian musnad tetap ditampakan.
 Musnad tetap disebutkan karena dia merupakan jawaban dari
pertanyaan mukhathab (lawan bicara). Seperti Firman Allah.

ٍ ‫قُلْ يُحْ يِيهَا الَّ ِذي أَ ْن َشأَهَا أَ َّو َل َم َّر ٍة ۖ َوه َُو بِ ُك ِّل خَ ْل‬
‫ق َعلِي ٌم‬

“Katakanlah (Muhammad), “Yang akan menghidupkannya ialah


(Allah) yang menciptakannya pertama kali. Dan Dia Maha
Mengetahui tentang segala makhluk, (QS. Yasin: 79)

3
Khamim, Ilmu Balaghah (Kediri: IAIN Kediri Press, 2018).
Ayat diatas sebagai jawaban dari pertanyaan yang tertera
pada ayat sebelumnya yaitu ayat 78 ‫ َمن يُحْ يِي ْال ِعظَا َم َو ِه َي َر ِمي ٌم‬.
“Siapakah yang dapat menghidupkan tulang-belulang, yang telah
hancur luluh?”.

b) Musnad dibuang sebab musnad memiliki tujuan sebagai berikut:


 Terdapat qarinah/petunjuk (‫ بداللة القرائن‬:‫ )ظهور‬seperti yang terjadi
pada musnad ilaih. Artinya, Musnad dibuang sebab adanya pertanda
pada kalimat tersebut yang mudah diketahui si pendengar. Seperti
Firman Allah:
‫َولَئِنْ َس أ َ ْل َت ُه ْم َمنْ َخلَ َق ُه ْم لَ َيقُ ولُنَّ هَّللا ُ ۖ َف أ َ َّن ٰى‬
‫ي ُْؤ َف ُكون‬

“Dan jika engkau bertanya kepada mereka, “Siapakah yang


menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab, “Allah,” jadi
bagaimana mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah),”
(QS. Az-Zukhruf: 87)

Jawaban dari ‫خلَقَهُ ْم‬


َ ‫ َّم ْن‬semestinya ُ‫ خلقهن هللا‬dengan mengulang kata
‫خلق‬. Namun karena lafazh “‫“ خلق‬telah disebutkkan sebelumnya dan
menjadi qarinah, maka “‫ ”خلق‬sebagai musnad dalam jawaban tidak
disebutkan lagi.
 Meringkas perkataan sebab sempitnya konteks (‫)ضيق المقام عن ذكره‬
Membuang musnad dengan maksud meringkas, sebab situasi seperti
sakit, pusing, sedih atau bahkan malas menjawab. Seperti syair
berikut
‫نحن بما عندنا وأنت بما عندك راض والرأي مختلف‬
Pada bait diatas terdapat musnad yang dibuang yaitu lafadz ‫راضون‬
dengan alasan meringkas atau perkataan terbatas. Lengkapnya
seperti
‫نحن بما عندنا راضون وأنت بما عندك راض والرأي مختلف‬
 Karena telah banyak berlaku di kalangan orang Arab dalam
bahasanya yang fashih (‫رب‬::‫)اتباع كثرة استعمال عند الع‬. Seperti pada
firman Allah:
َ‫ لِلَّ ِذينَ ا ْستَ ْكبَرُوا لَوْ اَل أَ ْنتُ ْم لَ ُكنَّا ُم ْؤ ِمنِين‬:‫الَّ ِذينَ ا ْستُضْ ِعفُوا‬
“Orang-orang yang dianggap lemah berkata kepada orang-orang
yang menyombongkan diri: “Kalau tidaklah karena kamu tentulah
kami menjadi orang-orang yang beriman.” (QS. 34: 31).
Sejalan dengan kaidah nahwu yang berlaku, bahwa wajib
hukumnya membuang khabar (musnad) dari musnad ilaih
(mubtada) apabila didahului oleh lafadz ‫لوال‬. Dalam bahasa kita
seperti:

َ‫د أَل َتَ ْيتُك‬:ٌ ‫لوالخال‬


Seandainya Zaid (ada) tentu aku akan menemuimu. Dengan
membuang kata :‫ موجود‬sebagai khabar (musnad) dari ‫ خالد‬mubtada
(musnad ilaih). Maka Ayat diatas pun apabila ditampakan menjadi
seperti berikut:
َ‫لَوْ اَل أَنتُ ْم موجودون لَ ُكنَّا ُم ْؤ ِمنِين‬
 Menghindarkan sesuatu yang tidak berguna (‫تراز عن العبث‬::‫)االح‬,
seperti
َ َّ‫ج اأْل َ ْك َب ِر أَن‬ ِ ‫هَّللا ِ َو َرسُولِ ِه إِلَى ال َّن‬
ِّ ‫اس َي ْو َم ْال َح‬
َ ‫هَّللا َ َب ِري ٌء م َِّن ْال ُم ْش ِرك‬
‫ سورة التوبة‬.‫ِين ۙ َو َرسُولُ ُه‬
Dan satu maklumat (pemberitahuan) dari Allah dan Rasul-Nya
kepada umat manusia pada hari haji akbar, bahwa sesungguhnya
Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrik
Disebabkan lafadz ‫ري ٌء‬::
ِ َ‫ ب‬telah disebutkan diawal, yang
kemudian lafadz ُ‫ َو َرسُولُه‬ber’athaf kepada َ ‫ هَّللا‬yang diartikan Allah

ِ َ‫ ب‬setelah ُ‫ولُه‬:::‫ َو َر ُس‬tidak


dan Rasulnya, maka penyebutan ‫ري ٌء‬:::
diperlukan lagi.

2. Menjadikan ma’rifat dan nakirah Musnad (‫ المسند‬:‫)تعريف وتنكير‬


a. Mema’rifatkan musnad memiliki tujuan sebagai berikut
‫إلفادة السامع حكما معلوما عنده على أمر أخر مثله بإحدى طرق التعريف‬
Untuk memberikan faidah kepada si pendengar, yang telah
mengetahui isi berita dengan hal lain yaitu dengan cara
dima’rifatkan, baik dengan alif lam atau idhafat. Seperti
ُ ‫ هَذا بَي‬Ini rumah milik Zaid
‫ْت زَ ْي ٍد‬
Pada dasarnya, mukhathab (si pendengar) telah mengetahui
bahwa rumah itu kepunyaan Zaid, namun dengan diijadikanya
ma’rifat yang disandarkan kepada Zaid, maka si pendengar
mendapatkan faidah dengan mengetahui hubungan berita tersebut
dengan diri Zaid
Berbeda apabila lafadz ‫ بيت‬tetap dinakirahkan, seperti:
ٌ َ‫ هَذا ب‬Ini rumah milik zaid
‫يت لِزَ ْي ٍد‬
Meskipun dari sisi terjemah keduanya sama, namun ada
ُ ‫هَذا‬
perbedaan kandungan makna. Apabila kita mengatakan ‫بيت زي ٍد‬
maka kita dan lawan bicara sama-sama mengetahui, bahwa rumah
ٌ ‫ هذا‬maka
itu milik Zaid. Namun apabila kita mengatakan ‫بيت لِزي ٍد‬
kita menunjuk suatu rumah (umum) dan bermaksud memberitahu
si pendengar bahwa rumah itu milik Zaid Untuk lebih detail lihat
kitab (‫)كتاب الالمات لزجاجي‬, hal 62 terkait pasal Lam Malak.
b. Menakirahkan musnad memiliki tujuan sebagai berikut:
 Musnad dinakirahkan untuk tujuan penyesuaian dengan musnad
ilaih, karena musnad ilaih terkadang juga berupa berupa isim
nakirah. Seperti perkataan:
ٌ ‫تِ ْل ِم‬
:ٌ ِ‫يذ مجْ ته ٌد َواق‬
‫ف أما َم المدرس ِة‬
Seorang siswa yang rajin dia berdiri di depan sekolah.
ٌ ‫تِ ْل ِم‬
‫ منعوت‬+ ‫ مسند إليه‬: ‫يذ‬
‫ نعت‬: ‫مجْ ته ٌد‬
ٌ ِ‫َواق‬
‫ مسند‬: ‫ف‬
Musnad dari isim nakirah menyesuaikan dengan musnad ilaih dari
isim nakirah meskipun drajat kenakirahanya berbeda. Lihat pada
kaidah ilmu nahwu Nakirah dan Ma’rifat
 Untuk memberikan faidah tafkhim / pengagungan ( ‫)تفخيم‬, seperti:

َ ‫ٰ َذل َِك ْال ِك َتابُ اَل َري‬


َ ‫ْب فِي ِه ه ًُدى لِّ ْل ُم َّتق‬
‫ سورة البقرة‬.‫ِين‬
Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi
mereka yang bertakwa, (QS. Al-Baqarah: 2) Lafadz ‫دًى‬:ُ‫ ه‬sebagai
َ ِ‫ ٰ َذل‬dalam bentuk nakirah untuk tujuan
khabar kedua (musnad) dari ‫ك‬
penggagungan Al-Quran
3. Mendahulukan dan mengakhirkan musnad (‫ المسند‬:‫)تقديم وتأخير‬
a. Mendahulukan Musnad
 Musnad didahulukan dari musnad ilaih terjadi apabila musnad
terdiri dari lafadz yang memiliki hak untuk diletakan diawal
kalimat. Seperti
‫ خبر مقدم‬/ ‫ مسند‬: ‫ فاعل أَي َْن‬/ ‫ مسند إليه‬: ‫ فعل َخالِ ٌد‬/ ‫ مسند‬: ‫ريق ؟ َقا َم‬ َّ ‫ أَي َْن‬/ ‫َقا َم َخالِ ٌد‬
ُ ‫الط‬
ُ ‫الط‬
‫ريق‬ َّ

‫مبتدأ مؤخر‬

Lafadz ‫ا َم‬::َ‫ ق‬dan َ‫ أَ ْين‬lebih berhak berada diawal kalimat,


sebab dia adalah fi’il madhi dan dzharaf yang dijadikan alat
istifham. Namun selain alasan diatas, musnad juga terkadang
didahulukan dari musnad ilaih untuk tujuan sebagai berikut:
 Mengkhususkan musnad ilah (‫ )التخصيص بالمسند إليه‬Seperti:

‫ذ ي َّْخ َس ُر ْال ُمب ِْطلُوْ ن‬:ٍ :ِ‫ض َويَوْ َم تَقُوْ ُم السَّا َعةُ يَوْ َم ِٕٕى‬
ِ ۗ ْ‫ت َوااْل َر‬ ُ ‫َوهّٰلِل ِ ُم ْل‬
ِ ‫ك السَّمٰ ٰو‬
Dan milik Allah kerajaan langit dan bumi. Dan pada hari
terjadinya Kiamat, akan rugilah pada hari itu orang-orang yang
mengerjakan kebatilan (dosa). (QS. Al-Jasiyah: 27)
Ayat diatas memberikan pengertian, bahwa segala
sesuatu, baik di bumi maupun di langit adalah milik Allah
(mengkhususkan atas kepemilikan Allah).
 Tanbih (‫ )تنبيه‬yaitu mengingatkan bahwa musnad berkedudukan
sebagai khabar, bukan sebagai sifat. Seperti syair Hasan Bin
Tsabit yang memuji Nabi S.A.w
‫ أَ َجلُّ ِمنَ ال َّد ْه ِر‬:‫ َو ِه َّمتُهُ الصُّ ْغ َرى‬# ‫ارهَا‬
ِ َ‫ لَهُ ِه َم ٌم َوالَ ُم ْنتَهَى لِ ِكب‬.
“Baginya banyak cita-cita dan tidak berpenghabisan karena
banyaknya, dan cita-citanya yang kecil-kecil lebih besar dari pada
masa (memakan waktu yang banyak untuk melaksanakannya).”
Lafadz ‫ له‬adalah khabar (musnad) yang diletakan setelah
‫( همم‬muntada/musnad ilaih) yang apabila posisinya dibalik menjadi
‫همم له‬, maka akan timbul anggapan bahwa ‫ همم‬adalah muntada
(musnad ilaih) dan ‫ له‬adalah sifat dari ‫ همم‬karena ism nakirah
(himamun) selalu membutuhkan sifat.
 Tafa’ul (‫ )تفاؤل‬yaitu optimisme atau mengharapkan kebaikan,
seperti syair berikut:
َ ‫ك ِب َب َقا ِئ‬
‫ك األعوا ُم‬ ْ ‫ َو َت َز َّي َن‬# ‫ك األيَّا ُم‬
َ ‫ت ِب َب َقا ِئ‬ َ ‫ت ِب ُغرَّ ِة َوجْ ِه‬
ُ ‫َسع ِْد‬

“Berbahagialah hari-hari itu dengan sebuah tanda di mukamu,


dan menjadi indah sepanjang tahun dengan adanya kamu ”.
Lafadz ‫ سعدت‬adalah musnad yang didahulukan karena
untuk tujuan mendapatkan kebaikan.
 Tasywwiq (:‫ويق‬::‫ )تش‬yaitu membuat rindu kepada yang akan
datang. Artinya, musnad didahulukan agar mendorong rasa
rindu kepada musnad ilaih.
ِ ‫ت أِل ُولِي اأْل َ ْل َبا‬
‫ب‬ ِ ‫اخ ِتاَل فِ اللَّي ِْل َوال َّن َه‬
ٍ ‫ار آَل َيا‬ ِ ْ‫ت َواأْل َر‬
ْ ‫ض َو‬ ِ ‫ إِنَّ فِي َخ ْل ِق ال َّس َم َاوا‬:
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih
bergantinya malam dan siang… sungguh (terdapat tanda-tanda)
keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan”.
(QS. 2: 164).
 Membatasi (‫ند‬:::‫ه على المس‬:::‫ند إلي‬:::‫ر المس‬:::‫ )قص‬yaitu berfaidah

َ ِ‫لَ ُك ْم ِدينُ ُك ْم َول‬


membatasi musnad ilaih dari pada musnad. Seperti ‫ي‬

‫ين‬
ِ ‫ِد‬
‫ علي‬:‫ عليكم وديني مقصور‬:‫أي دينكم مقصور‬

b. Mengakhirkan musnad
Tujuan dari mengakhirkan musnad adalah sebab mengikuti
hukum asli dengan menempatkan musnad selalu berada setelah
musnad ilaih. Sedang tujuan lainnya, telah banyak disinggung pada
bahasan tentang mendahulukan musnad ilaih.
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan

Musnad adalah sifat, fi’il atau sesuatu yang bersandar kepada musnad
ilaih. Posisi musnad dalam sebuah kalimat terdapat pada khabarnya
mubtada’, fi’il tam, isim fi’il, khabar dari amil nawasikh seperti kana, inna,
dhanna. Adapun Keberadaan Musnad pada suatu kalimat tidak terlepas dari
keadaan-keadaan yang terkait dengan penyebutan (‫ذكر‬::‫)ال‬, pembuangan (

‫)الحذف‬, penakirahan (‫)التنكير‬, pengkhususan (:‫)التعريف‬, didahulukan (‫)التقديم‬،


dan diakhirkan (‫)التأخير‬.
DAFTAR PUSTAKA
Khamim. Ilmu Balaghah. Kediri: IAIN Kediri Press, 2018.

Mamat, Zaenudin. Pengantar Ilmu Balaghoh. Bandung: PT. Refika Aditama,


2007.
Nurdianto, Talqis. “Modul Pembelajaran Ilmu Balaghah, Ma’ani, Badi’, Dan
Bayan.” Yogyakarta: Universitasas Muhammadiyah Yogyakarta, 2018.

Anda mungkin juga menyukai