Anda di halaman 1dari 5

A.

Pengertian Qashr

Secara leksikal kata “‫ ”القصر‬bermakna “‫”الحسب‬, yang menurut bahasa berarti


‘penjara’. Selain itu juga kata tersebut sama dengan “‫ ”التخصيص‬yang berarti
pengistimewaan. (Mamat Zaenuddin dan Yayan Nurbayan, 2007:127)

Qashr juga dapat dikatakan pengkhususan atau penghanyaan dan dalam


qashr ada dua bagian pokok yaitu maqshur (sesuatu yang dikhususkan)
dan maqshur alaih (sesuatu yang menerima pengkhususan).

Sedangkan secara istilah qashr adalah

‫تخصيص أمر بآخر بطريق مخصوص‬

“Mengkhususkan suatu perkara dengan perkara lain dengan tata cara


yang khusus” (Ahmad Al Hasyimi, 1943:152)

Contoh:

‫ما فهم إال خليل‬

“Tidaklah paham kecuali Khalil”

Contoh tersebut memberikan makna bahwa yang paham hanyalah si Khalil

B. Pembagian Qashr

Jika diperhatikn kedua bagian pokok dalam qashr, yaitu maqshur dan
maqshur alaih, maka menurut Ahmad Izzan (2012:30 ) qashr dibagi
menjadi dua yaitu:

1. Qashr al shifat ‘ala al maushuf

Yaitu mengkhususkan sifat pada yang disifati, seperti contoh

‫ال يفوز إال الصالحون‬

“Tidak beruntung kecuali orang-orang shalih”

2. Qashr al maushuf ‘ala al shifat

Yaitu mengkhususkan yang tersifati pada sifat, sperti contoh

‫إنما الحياة لعب‬

“Kehidupan itu hanyalah permainan”

Qashr itu, baik sifat ala maushuf maupun maushuf ala shifat terbagi dua,
yaitu:
1. Qashr Haqiqi

Yaitu yang kekhususannya menurut hakekat dan kenyataan, seperti contoh

‫ال إله إال هللا‬

“Tiada Tuhan selain Allah”

Pada Contoh ini mengkhususkan sifat ketuhanan kepada Allah, hal ini
memang benar menurut hakekat dan kenyataan.

2. Qashr Idlofi

Yaitu yang kekhususnnya dihubungkan dengan perkara lain tertentu.


Sperti contoh

‫يا علي! إنما حسنى تاجر‬

“Ali Husni itu hanya pedagang”

Ali mengira bahwa Husni adalah pedagang dan juga siswa, tetapi Marwan
berkeyakinan bahwa Husni hanya pedagang saja, seperti perkataan
Marwan pada contoh di atas. (Wahab Muhsin dan Fuad Wahab, 1986:127)

Dalam Qashr Idhofi juga terbagi menjadi tiga bagian dengan melihat
keadaan mukhatab-nya, antara lain:

 Qashr Ifrad yaitu ketika mukhatab berkeyakinan akan bersekutunya


suatu hukum. Contoh:

‫إنما هللا إله واحد‬

“Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa” (Q.S An Nisa:171)

 Qashr Qalb yaitu apabila mukhatab berkeyakinan dengan kebalikan


hukum yang ditetapkan. Contoh:

‫ما سافر إال علي‬

“Tidaklah pergi melainkan Ali”

Contoh tersebut untuk menolak orang yang berkeyakinan bahwa orang


yang pergi itu Khalil, bukan Ali. Dengan demikian, berarti anda telah
membalikkan keyakinan mukhatab.

 Qashr Ta’yin yaitu ketika mukhatab ragu-ragu dalam hukum. Seperti


ketika ia ragu tentang keadaan bumi; apakah bergerak atau tetap, lalu
anda mengatakan:
‫األرض متحركة ال ثابتة‬

“Bumi itu bergerak, tidak tetap”

Contoh tersebut untuk menolak orang yang ragu dalam hal tersebut.

(Ahmad Al Hasyimi, 1994:129)

C. Tata Cara dan Alat-Alat Qashr

Menurut Wahab Muhsin dan Fuad Wahab (1986:127) Qashr mempunyai


beberapa alat, di antaranya:

1. Innama, seperti

‫إنما المؤمنون إخوة‬

“Sesungguhnya orang-rang mukmin itu saudara”

2. Nafyi dam Istisna, seperti

‫إن هذا إال ملك كريم‬

“Ini tidak lain hanyalah malaikat yang mulia”

3. Athaf dengan laa, seperti

‫أنا متعلم ال معلم‬

“Saya adalah pelajar bukan pengajar”

4. Athaf dengan bal dan lakin seperti

‫ما أنا تاجر بل فالح‬

“Saya bukan pedagang teteapi petani”

5. Mendahulukan yang semestinya diakhirkan, seperti

‫إياك نعبد وإياك نستعين‬

“Hanya kepada Engkau kami menyembah dan hanya kepada Engkau-lah


kami memohon pertolongan”

D. Analisis Makna Qashr pada Ayat-Ayat Al Qur’an 

QS Yaasiin : 83
ُ ‫فَ ُس ْب َحانَ الَّ ِذي بِيَ ِد ِه َملَ ُك‬
َ‫تُرْ َجعُون‬ ‫وت ُكلِّ َش ْي ٍء َوإِلَ ْي ِه‬
“Maka Maha Suci (Allah) yang di tangan-Nya kekuasaan atas segala
sesuatu dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan.”

Dalam ayat tersebut terdapat qashr yaitu lafadz yang bergaris bawah
merupakan lafadz yang mempunyai hak untuk di akhirkan  yang
bermakna haqiqi karena pada hakikatnya kita semua hanya akan
dikembalikan kepada-Nya.

QS Al Fatihah : 5

‫نستعين‬ ‫نعبد وإياك‬ ‫إياك‬

“Hanya kepada Engkau kami menyembah dan hanya kepada Engkau-lah


kami memohon pertolongan”

Dalam ayat tersebut sama seperti contoh sebelumnya yaitu merupakan


qashr haqiqi karena hakikatnya memang seharusnya hanya kepada Allah
kita menyembah dan memohon pertolongan.

QS Ali Imran : 47

…. ُ‫يَقُو ُل لَهُ ُكن فَيَ ُكون‬ ‫ضى أَ ْمراً فَ ِإنَّ َما‬


َ َ‫إِ َذا ق‬
“….Apabila Allah berkehendak menetapkan sesuatu, maka Allah hanya
cukup berkata kepadanya: “Jadilah”, lalu jadilah dia.”

Dalam ayat tersebut juga bermakna qashr haqiqi karena pada


kenyataannya ketika Allah menghendaki maka sesuatu yang dikehendaki-
Nya akan terjadi.

QS Al Qashash : 80

َ ‫ثَ َوابُ هَّللا ِ خَ ْي ٌر لِّ َم ْن آ َمنَ َو َع ِم َل‬


…. َ‫الصَّابِرُون‬  ‫يُلَقَّاهَا إِاَّل‬  ‫صالِحا ً َواَل‬

“….pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan
beramal saleh, dan tidak diperoleh pahala itu kecuali oleh orang-orang
yang sabar”.

Dalam ayat tersebut terdapat qashr yang menggunakan lafadz nafyi dan
istitsna, dalam ayat tersebut bermakna qashr idhafi karena pada ayat
sebelumnya menjelaskan  “orang-orang yang menghendaki kehidupan
dunia”, mereka merasa iri dan menginginkan harta yang diberikan kepada
Qarun.

QS Ali Imran : 144


ْ َ‫ َرسُو ٌل قَ ْد َخل‬ َّ‫إِال‬ ‫ ُم َح َّم ٌد‬ ‫… َو َما‬.
‫ت ِمن قَ ْبلِ ِه الرُّ ُس ُل‬
“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu
sebelumnya beberapa orang rasul”

Dalam ayat tersebut terdapat qashr yang masuk dalam jenis


qashr idhafi karena  Muhammad dapat disandarkan pada sesuatu yang
lain, yakni Muhammad selain sebagai Rasul, beliau juga merupakan
seorang ayah, seorang suami dan lain sebagainya.

QS An Nisaa : 171

‫هللا إله واحد‬ ‫إنما‬

“Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa”

Dalam jumlah tersebut terdapat qashr yang berjenis idhafi karena untuk


menentang mukhatab atau orang yang menganggap bahwa Tuhan itu tiga,
dan keadaan mukhatab ini masuk dalam kategori qashr idhafi ifrad.

DAFTAR PUSTAKA

Al Hasyimi, Ahmad. 1994. Mutiara Ilmu Balaghah Dalam Ilmu


Ma’ani, penerjemah M. Zuhri dan Ahmad Chumaidi Umar.
Surabaya:Mutiara Ilmu

Izzan, Ahmad. 2012. Uslubi: Kaidah-Kaidah Dasar Ilmu Balaghah.


Bandung: Tafakur

Muhsin, Wahab dan Fuad Wahab. 1986. Pokok-Pokok Ilmu Balaghah.


Bandung:Angkasa

Nurbayan, Yayan dan Zaenuddin Mamat. 2007. Pengantar Ilmu


Balaghah. Bandung:PT Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai