Anda di halaman 1dari 7

Nama : Rahmatul ‘Ullya

NIM :
Pendekatan Tes Bahasa Arab
Istilah tes mengacu pada alat atau prosedur yang digunakan untuk mengukur suatu kemampuan.
Pemberian tes pada dasarnya terbatas dari segi waktu pelaksanaannya, pengetahuan dan
kemampuan yang diukur bersifat luas hampir tanpa batas dan gambaran yang diperoleh melalui tes
merupakan sampel dari semua pengetahuan dan kemampuan yang mungkin dimiliki oleh
pembelajar.
1. Pendekatan Diskret
Pendekatan diskret dalam tes bahasa bersumber pada pendekatan struktural dalam kajian
kebahasaan yang dipelopori oleh Robbert Lado pada tahun 1961. Dalam pendekatan
struktural, bahasa dianggap sebagai sesuatu yang memiliki strruktur yang tertata rapi dan
terdiri dari komponen-komponen bahasa, yaitu komponen bunyi bahasa, kosakata dan tata
bahasa.
Tes bahasa diskret adalah tes yang disusun berdasarkan pendekatan diskret dalam linguistik,
sebagaimana diterapkan dalam penyelenggaraan pembelajaran bahasa, penerapan
pendekatan tes diskret didasarkan pada pemahaman bahwa bahasa terdiri dari unsur-unsur
yang dapat dibedakan dan dipisahkan satu dari yang lain. Deskripsi dan pemisahan dari
unsur-unsur bahasa itu dapat dilakukan mulai dari wacana dalam bentuk wacana dalam
bentuk penggunaan bahasa yang paling besar, sampai pada unsur-unsurnya yang semakin
kecil, termasuk paragraf, kalimat, klausa atau frasa, kata, morfem dan alomorf, sampai
dengan unsur yang lebih kecil dan terkecil, yaitu fonem dan alofon.
Sebagai salah satu bentuk tes bahasa, tes diskret mengarahkan perhatiannya pada
komponen-komponen bahasa secara terpisah-pisah sesuai dengan pandangan struktural
dalam kajian kebahasaan yang melatarbelakangi pengembangannya, tes diskret disusun
berdasarkan asumsi bahwa bahasa terdiri dari komponen-komponen yang dapat dibedakan
dan dipisahkan satu dari yang lain. Penerapan pendekatan diskret dapat ditemukan dalam
pengajaran bahasa dalam bentuk pengajaran komponen-komponen kebahasaan secara
terpisah dan berkecil-kecil, seperti bunyi bahasa, kata-kata, struktur-struktur kalimat dan
sebagainya. Penerapan pendekatan diskret dalam tes bahasa secara ketat bahkan
mengandung arti bahwa satu butir tes hanya digunakan untuk mengukur satu dan hanya
satu aspek saja dari kemampuan berbahasa.
Bentuk tes diskret ini latar belakangi oleh padangan struktural dalam kajian kebahasaan
(Djiwandono, 1996). Dalam pandangan struktural, hakikat bahasa itu terdiri atas beberapa
komponen yang saling terpisah. Implikasinya, tes bahasa juga dinilai dari berbagai
komponen secara terpisah, sehinga akan dijumpai tes fonem sendiri atau tes kosa kata
sendiri, tes sintakis sendiri yang terpisah dari komponen lainnya[5].
Dengan Demikian berarti suatu bentuk tes bahasa hanya dapat merupakan salah satu tes
dari tes menyimak, tes berbicara, tes membaca, tes menulis atau tes bunyi bahasa, tes
kosakata dan tes tatabahasa. Secara lebih ketat, pendekatan diskret dalam tes bahasa
bahkan menjurus kepada pengertian bahwa satu butir tes seharusnya hanya
mempermasalahkan satu dan hanya satu hal saja dari masing-masing aspek kemampuan
berbahasa atau komponen bahasa.
Berikut ini contoh te diskret pada komponen pengenalan bunyi Bahasa Arab (fonologi), kosa
kata dan bentuk kata yang mengukur satu aspek/komponen kebahasaaan saja.
Contoh 1: Tes menyimak yang mengukur perbedaan bunyi yang mirip. Kosa kata berikut ini
yang bunyi awalnya berupa ‫ ع‬adalah: (Guru memperdengarkan kosa kata berikut ini)
‫ أليم‬-‫د‬ ‫ عليم‬-‫ج‬ ‫ هليم‬-‫ب‬ ‫حليم‬ -‌‫أ‬
Contoh 2 : Tes kosa kata/mufradat (pengenalan arti kata)
Arti kata ‫ الجامعة‬adalah

a. Masjid c. Laboratorium Bahasa


b. Perguruan Tinggi d. Yayasan
Contoh 3 : bentuk kata/ shorf (mengubah kata)
Isim Fail dari kata ‫ ضرب‬adalah:
ٌ‫ ضروب‬-‫ج‬ ٌ‫ضارب‬ -‌‫أ‬
ٌ‫ مضروب‬-‫د‬ ٌ‫ ضُراب‬-‌‫ب‬
Pada contoh tes 1, kemampuan pembelajar adalah perbedaan bunyi yang mirip
(kemampuan tunggal). Dalam hal ini pembelajar tidak memberikan jawaban yang menuntut
kemampuan lain, misalnya kosa kata, tatabahasa, atau kemampuan membaca secara
integratif dan simultan. Contoh tes 2, juga mengukur satu aspek kemampuan, yakni arti kata.
Demikian pula contoh tes 3 juga mengukur satu aspek kemampuan saja, yakni kemampuan
mengenal perubahan bentuk kata dalam bahasa arab, tidak menggunakan kemampuan lain
selain kemampuan diatas.

2. Pendekatan Integratif
Pendekatan integratif beranggapan bahwa bahasa merupakan penggabungan dari beberapa
bagian atau komponen bahasa, yang bersama-sama membentuk bahasa. Bahasa merupakan
suatu integrasi dari bagian-bagian terkecil yang membentuk bagian-bagian yang kebih besar,
yang secara bertahap dan berjenjang membentuk bagian-bagian yang lebih besar lagi, untuk
pada akhirnya merupakan bentukan besar bahasa seutuhnya. Tes bahasa pendekatan
integratif melakukan pengukuran dan penguasaan kemampuan berbahasa atas dasar
penguasaan terhadap gabungan antara beberapa bagian dari komponen bahasa dan
kemampuan berbahasa[8].
Tes integratif mempunyai landasan teori linguistik yang sama dengan tes diskrit. Dalam tes
integratif terdapat penggabungan dari bagian-bagian terkecil pada suatu butir tes, dan juga
dapat dikatakan bahwa tes integratif ini sebagai koreksi terhadap kelemahan yang terdapat
dalam tes diskrit. Jika tes diskrit pada suatu waktu hanya mengukur suatu aspek kemampuan
kebahasaan, maka tes integratif mengukur kemampuan teste dalam menggunakan berbagai
aspek kemampuan kebahasaan maupun keterampilan . Dengan demikian, pada tes integratif
ini, pihak pembelajar dalam menjawab suatu butir soal di tuntut mengarahkan kemampuan
kebahasaan dan keterampilan secara simultan.
Menurut Nurgiantoro (1988), yang termasuk tes integratif baik yang menyangkut aspek
kebahasaan maupun keterampilan berbahasa adalah:
1. Menyusun kalimat
2. Menafsirkan wacana singkat yang di baca atau didengar
3. Memahami bacaan yang di baca atau didengar
4. Menyusun sebuah alinea berdasarkan kalimat-kalimat yang disediakan
Dalam pandangan kajian bahasa struktural, tes bahasa tidak saja mengeal tes kemampuan
atau tes komponen bahasa yang diselenggarakan secara diskret. Bertolak dari pandangan
yang sama, bahwa bahasa dapat dipahami sebagai terdiri dari bagian-bagian yang kecil, lebih
kecil, sampai dengan yang terkecil, namun pada penggunaan bahsaa dapat dipahami bahwa
bagian-bagian itu pada umumnya tidak tampil atau digunakan dalam bentuk berkecil-kecil
seperti kata-kata lepas, apalagi bunyi-bunyi bahasa lepas. Dalam penggunaan bahasa
hendaknya bunyi bahasa dan kosakata pada umumnya tidak tampil terpisah-pisah secara
diskret, melainkan dalam gabungan dan rangkaian dengan unsur-unsur bahasa lain dalam
satuan yang integratif. Fokus butir tes diskret terletak pada satu unsur bahasa saja dan pada
tes integratif diletakkan pada gabungan unsur bahasa[10].
Pendekatan tes integratif mengandalkan penggunaan bahasa dalam konteks yang besarnya
beragam. Konteks yang kecil ditemukan pada penggunaan bahasa dalam kata-kata, kata-
kata dalam kalimat, atau kalimat-kalimat dalam bacaan. Bahasa dalam konteks hanya dapat
dipahami melalui pemahaman terhadap gabungan berbagai bagian dari komponen bahasa
dan kemampuan berbahasa. Bentuk tes menggunakan kalimat, melengkapi kalimat atau teks
bacaan, merupakan beberapa bentuk tes yang sering ditemukan dalam tes dengan
pendekatan integratif.
Berikut ini dikemukakan contoh bahasa Arab secara integatif
Contoh 4: Tes menulis secara terbimbing; Menyusun (merangkai) kata menjadi kalimat
‫ر ّتب الكلمات األتية لتكون جملة كاملة‬
‫ شقة – في – أحمد – جميلة – يسكن‬- ‫أ‬
‫ تأكل – وجبات – زينب – اليوم – في‬- ‫ب‬
‫ عبد العزيز – اللغة العربيّة – يدرس – الثقفة اإلسألميّة‬- ‫ج‬
ّContoh 5 Memahami wacana yang disimak (fahmul masmuk); Menemukan informasi
tersurat dari teks lisan.
‫ ثم أّجب عن األسئلة األتية‬,‫إستمعال النص اآلتي جيدا‬
‫ وجناح الخط العربي وجناح‬, ‫ في معرض الهوايات جناح جمع الطوابع‬.‫زار جميل وجالل معرض الهويات في ج ّد ة‬
‫وجناح الرياضة‬, ‫ وجناح التدبيرالمنزلي‬,‫الصحافة‬.
‫ من زار معرض الهوايات؟‬- ‫أ‬
‫ أين معرض الهوايات ؟‬- ‫ب‬
‫ج –ماذا في معرض الهويات ؟‬
(dikutip dari buku “Al-‘Arabiyyah Baina Yadaik, jilid 1 )
Contoh 6 tes qawa’id (Nahwu ); Menentukan kedudukan kata .
‫ في جملة " في معرض الهويات جناح جمع الطوابع‬... ‫"موقع "جناح‬:
‫ خبر"في معرض‬- ‫" أ‬
‫ مبتدأ مقدّم‬- ‫ب‬
‫ مبتدأ مؤخر‬- ‫ج‬
‫ نعت موقع‬- ‫د‬
Contoh tes 4,5, dan 6 diatas bukan saja mengukur satu aspek kemampuan, melainkan
mengukur lebih dari suatu kemampuan secara integratif. Seorang siswa tidak akan mampu
menjawab contoh soal no 4 jika hanya bermodalkan kosa kata. Akan tetapi dia juga harus
bermodalkan kemampuan struktur, begitu juga dengan contoh soal no 5. Seorang siswa juga
bukan hanya mengandalkan kosa kata dan struktur, tetapi juga mengandalkan kemampuan
memahami teks yang diperdengarkan secara cermat, yakni kemampuan menghubungkan
antara informasi dengan yang lainnyadalam suatu wacana. Demikian juga dengancontoh
soal no 6. Meskipun contoh no 6 ini lebih menekankan pengukuran kemampuan tatabahasa
(nahwu), akan tetapi dalam menjawab soal tersebut memerlukan kemampuan lain, yakni
kemampuan kosa kata.
3. Pendekatan Pragmatif
Tes pragmatik dimaksudkan untuk menyadap kemampuan untuk memahami atau
menggunakan bahasa senyatanya, yang erat kaitannya dengan seluruh konteks
penggunaannya. Informasi yang ingin diperoleh melalui tes pragmatik adalah tingkat
kemampuan seseorang dalam memahami atau menggunakan bahasa seperti yang ditemui
pada penggunaan bahasa senyatanya. Dalam penggunaan bahasa senyatanya, pada
umumnya tidak dijumpai bunyi bahasa, kata, frasa dan bahkan kalimat yang digunakan
secara terpisah tanpa hubungan satu dengan yang lain dalam suatu konteks. Bahasa seperti
yang dijumpai dalam penggunaan senyatanya, senantiasa berupa suatu keseluruhan,
termasuk berbagai kendala dan hambatan yang selalu menyertai penggunaan bahasa sehari-
hari. Kemampuan untuk menangkap bahasa secara keseluruhan dalam penggunaan nyata
itulah yang dikenal sebagai kemampuan bahasa pragmatik.
Pendekatan pragmatik dikaitkan dengan penggunaan bahasa senyatanya yang melibatkan
tidak saja unsur-unsur kebahasaan seperti kata-kata, frasa atau kalimat, melainkan juga
unsur-unsur diluarnya yang selalu terkait dalam setiap bentuk penggunaan bahasa.
Pemaham terhadap bahasa tidak semata-mata tergantuk pada pemahaman terhadap unsur-
unsur kebahasaan. Pendekatan pragmatik disisi lain menekankan erat kaitannya antara
unsur kebahasaan dan nonkebahasaan dalam penggunaan bahasa seutuhnya adalah tidak
dapat dihindarkanadanya berbagai kendala. Dipercayai bahwa dalam kehidupan nyata
sehari-hari, nyaris tidak terdapat penggunaan bahasa yang utuh danmurni tanpa hadirnya
unsur-unsur lain didalamnya sebagai kendala. (djiwandono,1996:12)
Tes prakmatik muncul sebagai reaksi tes diskrit yang di pandang banyak kelemahannya,
Teori diskrit yang memecahkan unsur kebahasaan dan kemudian diteskan secara terpisah
dan terisolasi bersifat sangat artifisial. Artinya belum dapat mencerminkan kemampuan
siswa mempergunakan bahasa sesuai dengan fungsi komunikatifnya, Tes pragmatif di pihak
lain, merupan suatu pendekatan dalam tes keterampilan (skills) berbahasa untuk mengukur
seberapa baik siswa mempergunakan elemen-elemen bahasa sesuai dengan konteks
komunikasi yang nyata
Unsur-unsur dalam tes pragmatik dapat berupa unsur kebahasaan, seperti penambahan
atau pengurangan kata-kata secara tidak sengaja. Unsur dapat pula nonkebahasaan, seperti
suara-suara lain, peristiwa dan keadaan sekitar, tingkah laku orang-orang sekitar, dan
sebagainya yang terjadi pada saat yang bersamaan dengan suatu penggunaan bahasa.
Semua itu menghasilkan penggunaan bahasa yang tidak seutuh yang tidak seutuh dan
semurni seperti dimaksudkan oleh pemakainya. Tetapi itulah penggunaan bahasa
sanyatanya, yang pragmatik, yang tidak utuh dan tidak murni. Meskipun demikian, pesan
yang terkandung dalam bahasa yang digunakan senyatanya dengan berbagai macam
kendala itu, pada umumnya dapat dipahami, berkat kemampuan berbahasa pragmatik yang
diakui keberadaannya dalam pendekatan pragmatik.
Tes pragmatik berdasarkan keberadaan dan penggunaannya pada pendapat bahwa orang
dapat memahami wacana yang didengar atau dibaca secaa utuh meskipun disana-sini
diwarnai dengan berbagai kendala yang menyebabkan wacana itu tidak dapat diterima
secara utuh. Dengan kemampuan pragmatik orang dapat mengenali bagian-bagian yang
praktis hilang dilakukan dengan mereka-reka atau mengkonstruksi dengan cara
menggabungkan susunan unsur-unsur lingustik yang ada (dalam bentuk kalimat atau kata-
kata) dan dengan unsur ekstralingustik (dalam bentuk pengetahuan tentang latar belakang
yang berkaitan dengan isi wacana yang sedang dihadap.
Berikut akan di berikan beberapa contoh tes kebahasaan yang bersifat pragmatif.
1. Dikte
2. Berbicara
3. Pemahaman Parafrase
4. Jawaban Pertanyaan
5. Tes Cloze
6. Wawancara
7. Menulis
8. Bercerita
9. Terjemah

4. Pendekatan Komunikatif
Pendekatan komunikatif mendasarkan pandangannya terhadap penggunaan bahasa dalm
komunikasi sehari-hari senyatanya. Sebagai suatu pendekatan dengan orientasi
psikolinguistik dan sosiolinguistik, pendekatan komunikatif mementingkan peranan unsur-
unsur nonkebahasaan, terutama unsur-unsur yang terkait dengan terlaksananya komunikasi
yang baik. (Muhammad, 1989:2). Pendekatan komunikatif memperluas unsur konteks
dengan memperhatikan unsur-unsur yang mengambil bagian dalam terwujudnya komunikasi
yang baik. Sebagai akibatnya, pendekatan komunikatif secara rinci mempersoalkan seluk
beluk komunikasi, yang merupakan tujuan pokok penggunaan bahasa.
Seluk beluk komunikasi itu diantaranya meliputi unsur-unsur seoerti siapa yang
berkomunikasi, bagaimana hubungan antara mereka yang melakukan komunikasi, apa
maksud dan tujuan dilakukannya komunikasi, dalam keadaan bagaimana komunikasi terjadi,
kapan dan bagaimana komunikasi terjadi.
Dalam tes bahasa, penerapan konunikatif berdampak terhadap beberapa segi
penyelenggaraannya, terutama jenis dan isi wacana yang digunakan, kemampuan
berbahasa yang dijadikan sasaran, serta bentuk tugas, soal atau pertanyaannya. Semua itu
ditentukan atas dasar ciri komunikatifnya, yaitu hubungan dan kesesuaian dengan
penggunaan bahasa dalam komunikasi senyatanya
Pendekatan komunikatif dapat dimengrtikan sebagai pendekatan terhadap tes bahasa
dengan cakupan yang jauh lebih beragam dan kompleks daripada pendekatan pragmatik.
Dalam pendekatan komunikatif, bahasa tidak dipandang sekedar sebagai sesuatu yang
memiliki struktur yang rapi seperti pandangan linguistik dengan masing-masing jenis
kemampuan dan unsur-unsurnya dapat diamati, dianalisis, diajarkan dan dijadikan sasaran
tes secara terpisah-pisah seperti pandangan diskret. Dalam pendekatan komunikatif, titik
berat fungsi bahasa diletakkan pada komunikasi yang penggunaan dan penyelenggaraan
pembelajarannya bertumpu pada komunikasi sebagai fungsi utamanya
Pendekatan tes pragmatik atau komnikatif mengidealkan pengajaran dan tes kebahasaan
yang sesuai dengan kehidupan barbahasa yang sesuai dengan kehidupan berbahasa yang
sebenarnya. Pendekatan tes pragmatik secara ideal menekankan pada penggunaan bahasa
senyatanya tidak mudah dilaksanakan. Tes pragmati sebagai suatu alternatif untuk
memperkecil kadar keartifisialan yang dilakukan secara mencolok oleh tes diskret.

Hubungan Kompetensi Dasar, Indikator, dan Tes

1. Pengertian Kompetensi Dasar


Kompetensi dasar adalah sejumlah kemampuan yang harus dikuasai peserta didik dalam
mata pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan indikator kompetensi dalam suatu
pelajaran. Kompetensi Dasar (KD), merupakan penjabaran SK peserta didik yang cakupan
materinya lebih sempit dibanding dengan SK peserta didik. Kurikulum 2013:Istilah SK-KD
ini akan digantikan menjadi Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar.
Kompetensi Dasar merupakan kompetensi setiap mata pelajaran untuk setiap kelas yang
diturunkan dari Kompetensi Inti. Kompetensi Dasar adalah konten atau kompetensi yang
terdiri atas sikap, pengetahuan, dan ketrampilan yang bersumber pada kompetensi inti
yang harus dikuasai peserta didik. Kompetensi tersebut dikembangkan dengan
memperhatikan karakteristik peserta didik, kemampuan awal, serta ciri dari suatu mata
pelajaran.
2. Pengertian Indikator
Indikator pada hakekatnya adalah ukuran,karakteristik, ciri-ciri, pembuatan atau proses
yang berkontribusi/menunjukkan ketercapaian suatu kompetensi dasar. Oleh karena itu
indikator dirumuskan dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diukur,
seperti: mengidentifikasi, membedakan, menghitung,menyimpulkan, menceritakan
kembali, mempraktekkan, mendemonstrasikan, dan mendeskripsikan.
Indikator merupakan penanda pencapaian KD yang ditandai oleh perubahan perilaku
yang dapat diukur yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Indikator
dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didik, mata pelajaran, satuan
pendidikan, potensi daerah dan dirumuskan dalam kata kerja operasional yang terukur
dan/atau dapat diobservasi.
3. Pengertian Tes
Tes merupakan bagian dari evaluasi pembelajaran. Evaluasi pembelajaran adalah
evaluasi terhadap proses belajar mengajar. Evaluasi pembelajaran diarahkan pada
komponen-komponen sistem pembelajaran, yaitu : prilaku awal ( entry behavior ) siswa,
komponen input instrumental yaitu profesionalisme guru. Komponen kurikulum dan
komponen media, komponen proses, yaitu prosedur pelaksanaan pembelajaran.
Komponen output meliputi hasil pembelajaran yang ditandai ketercapainya tujuan
pembelajaran. Tes memiliki fungsi sebagai alat penilaian yaitu pertanyaan-pertanyaan
yang diberikan kepada siswa untuk mendapat jawaban dari siswa dalam bentuk lisan
(tes lisan), dalam bentuk tulisan (tes tulisan), dan dalam bentuk perbuatan (tes
tindakan). Tes pada umumnya digunakan untuk menilai dan mengukur hasil belajar
siswa, terutama hasil belajar kognitif berkenaan dengan penguasaan bahan pengajaran
sesuai dengan tujuan pendidkan dan pengajaran. Ada 2 jenis tes yakni tes uraian
(subjektif) dan tes objektif. Tes uraian terdiri dari uraian bebas, uraian terbatas, dan
uraian terstruktur. Sedangkan tes objektif terdiri dari beberapa bentuk, yakni bentuk
pilihan benar salah, pilihan ganda dengan banyak variasi, menjodohkan, dan isian
pendek atau melengkapi.
4. Hubungan Komptensi Dasar, Indikator, dan Tes
Kompetensi dasar adalah sejumlah kemampuan yang harus dikuasai peserta didik dalam
mata pelajaran tertentu. Indikator pada hakekatnya adalah ukuran,karakteristik, ciri-ciri,
pembuatan atau proses yang berkontribusi/menunjukkan ketercapaian suatu
kompetensi dasar. Tes adalah alat untuk mengukur sejauh mana kompentesi dasar telah
di capai oleh peserta didik
Referensi
Ainin dkk, Evaluasi dalam Pembelajaran Bahasa Arab, Malang: Misykat, 2006.
Djiwandono, M. Soenardi,   Tes Bahasa Pegangan Bagi Pengajar Bahasa Universitas, Malang: PT
Macanan Jaya Cemerlang, 2008.
Matsna, Moh. Pengembangan Evaluasi Dan Tes Bahasa Arab, Tanggerang Selatan: Alkitabah, 2012.
Nawawi, Mukhsin, Evaluasi dan tes bahasa (Al-taqwim Wa Ikhtibaaraat Al-Lughah), Jurusan
pendidikan Bahasa Arab,  Jakarta: Fakultas Agama Islam Universitas Islam,  2003.
Nurgiyantoro, Burhan, Penilaian Dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra, Yogyakarta: BPFE, 2010.
Sudijono, Anas, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grapindo. 1996.
Mulyasa, Pengembangan dan Implementasi Kurikulum, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013
Wahidmurni dkk, Evaluasi Pembelajaran Kompetensi dan Praktik, Yokyakarta: Nuha Art, 2010
Suyanto, Guru Profesional, Jakarta: Erlangga Group, 2013
Sukardi, Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 2010
Sudarsono, Dasar-dasar Evaluasi Pembelajaran, Yogyakarta:  Graha Ilmu, 2012
Mulyadi, Evaluasi Pendidikan, Malang: UIN-Malang Press, 2010
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011
https://khairiyahisa.blogspot.com/2017/05/pendekatan-tes-bahasa-arab.html
https://okamiharja.blogspot.com/2016/09/hubungan-skl-ki-kd-indikator-dan-tujuan.html

Anda mungkin juga menyukai