Dosen Pengampu :
Dr. Dewi Hamidah Hanafi, M.Pd
Disusun oleh :
2021
Abstrak
Terdapat beberapa unsur bahasa dalam pembelajaran Bahasa Arab yakni tata bunyi (fonology/
‘ilm al-ashwat ), sturktur kalimat (attarkib), dan kosakata (al-mufradat). Sedangkan keterampilan
berbahasa terdiri atas : membaca (al-qira’ah), menulis (al-kitabah), berbicara (al-qalam), dan
menyimak (al-istima). Guru bahasa dituntut untuk benar benar mengetahui perencanaan tes
bahasa agar tercapainya indikator keberhasilan yang sudah ditentukan. Tes Bahasa Arab
merupakan salah satu dari alat evaluasi pembelajaran Bahasa Arab, di mana evaluasi merupakan
salah satu komponen penting dalam kurikulum pembelajaran Bahasa Arab. Tes Bahasa Arab
yang baik dan benar adalah tes yang memenuhi standar validitas, reabilitas, dan memiliki tingkat
kesulitan dan daya beda yang baik. Untuk menghasilkan tes Bahasa Arab yang memenuhi
standar tersebut, dibutuhkan tahapan – tahapan prosedural yang harus diperhatikan oleh
penyusun tes. Tahapan tersebut meliputi ; persiapan, pemilihan materi tes, penentuan bentuk tes,
penentuan jumlah butir soal, pembuatan kisi-kisi, penyusunan butir soal, uji coba, dan analisis
hasil uji coba yang mencakup analisis tingkat kesulitan, daya beda, dan reabilitas
Bahasa Arab mengalami kemajuan sejalan dengan berjalannya waktu dan perkembangan
zaman sebagai mana berkembangnya Bahasa Arab di dunia sampai saat ini. Bahkan Bahasa
Arab mempunyai perhatian khusus dari para pakar yaitu ingin memasyarakatkan dan
membudayakan Bahasa Arab sebagai bahasa bertaraf internasional, oleh karenanya pemerintah
menjadikan program pengajaran Bahasa Arab sebagai mata pelajaran yang penting di lembaga
pendidikan yang berciri khas agama Islam maupun pendidikan umum lainnya.
Mata pelajaran Bahasa Arab merupakan suatu mata pelajaran yang diarahkan untuk
mendorong, membimbing, mengembangkan, dan membina kemampuan serta menumbuhkan
sikap positif terhadap Bahasa Arab baik reseptif maupun produktif. Kemampuan reseptif yaitu
kemampuan untuk memahami pembicaraan orang lain dan memahami bacaan. Kemampuan
produktif yaitu kemampuan menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi baik secara lisan
maupun secara tertulis. Kemampuan berBahasa Arab serta sikap positif terhadap Bahasa Arab
tersebut sangat penting dalam membantu memahami sumber ajaran Islam yaitu Al-Qur’an dan
Hadits, serta kitab-kitab berBahasa Arab yang berkenaan dengan Islam bagi peserta didik.
Terdapat beberapa unsur bahasa dalam pembelajaran Bahasa Arab yakni tata bunyi
(fonology/ ‘ilm al-ashwat ), sturktur kalimat (attarkib), dan kosakata (al-mufradat). Sedangkan
keterampilan berbahasa terdiri atas : membaca (al-qira’ah), menulis (al-kitabah), berbicara (al-
qalam), dan menyimak (al-istima). Untuk melatih dan mengajarkan unsur-unsur keterampilan
tersebut, telah dikembangkan berbagai cara atau teknik, strategi, dan evaluasi.1
Tes Bahasa Arab yang baik dan benar adalah tes yang memenuhi standar validitas,
reabilitas, dan memiliki tingkat kesulitan dan daya beda yang baik. Untuk menghasilkan tes
1
Wa Muna, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, (Suksees Offseet: Yogjakarta, 2011), 135-
136.
2
Taufik, Pembelajaran Bahasa Arab MI (metode aplikatif dan inovatif berbasis ICT) ,(Surabaya:
PMN, 2011), 1
Bahasa Arab yang memenuhi standar tersebut, dibutuhkan tahapan – tahapan prosedural yang
harus diperhatikan oleh penyusun tes. Tahapan tersebut meliputi ; persiapan, pemilihan materi
tes, penentuan bentuk tes, penentuan jumlah butir soal, pembuatan kisi-kisi, penyusunan butir
soal, uji coba, dan analisis hasil uji coba yang mencakup analisis tingkat kesulitan, daya beda,
dan reabilitas.3 Berdasarkan latar belakang di atas penulis aakan membahas tentang bagaimana
penulisan butir soal pada unsur bahasa dan keterampilan Bahasa Arab.
Pembahasan
3
Lady Farah, Keterampilan BerBahasa Arab dengan Pendekatan Komprehensif, (Yogyakarta : El
Tsaqafah, 2020), 57
4
Meidar G. Arsyad Mukti, Pembinaan Kemampuan Bicara Basa Indonesia, (Erlangga: Jakarta,
2013), h. 18.
5
Abdul chaer, linguistik umum, (rineka cipta: jakarta, 2011), h.3.
Kosakata merupakan salah satu unsur bahasa yang harus dimiliki oleh pembelajar
bahasa asing termasuk Bahasa Arab. Perbendaharaan kosakata Bahasa Arab yang
memadai dapat menunjang seseorang dalam berkomunikasi dan menulis dengan bahasa
tersebut. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa berbicara dan menulis yang
merupakan kemahiran berbahasa tidak dapat tidak, harus didukung oleh pengetahuan dan
penguasaan kosakata yang kaya, produktif dan aktual. Kosakata (al-Mufradât) adalah
himpunan kata atau khazanah kata yang diketahui oleh seseorang atau entitas lain, atau
merupakan bagian dari suatu bahasa tertentu. kosakata seseorang didefinisikan sebagai
himpunan semua kata-kata yang dimengerti oleh orang tersebut dan kemungkinan akan
digunakannya untuk menyusun kalimat baru.6
3. Sruktur Tata Bahasa
Struktur bahasa juga disebut dengan qawaida al-lughah arabiyah. Struktur ini
terdiri dari tata kata (sharaf) dan tata kalimat (nahwu). Ilmu shorof di istilahkan dengan
umu al-imi (ibunya ilmu) dan ilmu nahwu di iastilahkan dengan abu al-ilmi (bapaknya
ilmu). Pengistilahan ini digunakan karena sangat pentingnya dua ilmu tersebut dalam
proses pembelajaran Bahasa Arab. Sebagai aplikasinya ilmu ini menjadi mata pelajaran
yang wajib dikuasai oleh siswa mulai tingkat stanawiya sampai perguruan tinggi islam.
Dengan itu pemahaman struktur Bahasa Arab sangat penting dalam proses pembelajaran.
Tes tata bahasa atau yg lebih dikenal dengan tes qawaid dalam Bahasa Arab
banyak difokuskan pada tes pembentukan kata (saraf) dan tes pembentukan kalimat
(nahwu). Tes pembentukan kata dapat berupa pemahaman tes terhadap pembentukan kata
(tasrif) dalam Bahasa Arab juga dapat berupa pemahaman kata. Kecendrungan yang
berlaku dalam pengajaran tata bahasa adalah mengambil jam pelajaran yg panjang,
dimana sekolah menghabiskan waktu untuk menjelaskan dan merinci, sementara peran
siswa sangat terbatas hanya mendengarka metode tata bahasa dan terjemahan. Dari
pemgalaman para guru banyak dari mereka .
6
Ahmad Fuad Effendy, Metodologi Pengajaran Bahasa Arab (Malang: Misykat, 2005),h. 97
7
Abdullah bin Ahmad Al-Fakihy, Syarh Fawakih al-Haniyah (Semarang: Maktabah Usaha
Keluarga Semarang, tt), 12
8
Taufik, op.cit, 45
Untuk menunjang lebih berkembangnya pelajar Bahasa Arab dalam pembelajaran,
maka tidaklah cukup dengan kemampuan menyimak saja. Namun setelah mendapatkan
kemampuan menyimak dengan baik pelajar Bahasa Arab harus bisa menirukan apa yang dia
dengar dengan cara mengungkapkan apa yang telah didapat dalam keterampilan menyimak.
Dengan keterampilan berbicara maka pelajar akan menjadi subjek yang lebih aktif dalam
pelaku bahasa. Keterampilan berbicara (Maharat al-Kalam) adalah kelanjutan dari
keterampilan mendengar. Kedua keterampilan ini saling terkait. Orang yang pendengarannya
baik dimungkinkan untuk dapat berbicara dengan baik pula, sebaliknya orang yang tidak
dapat mendengar dengan baik tidak akan dapat berbicara dengan baik. Oleh karena itu
pengajar bahasa bisa melaksanakan pembelajaran keterampilan berbicara seraya mengiringi
keterampilan mendengar yang telah dimiliki peserta didik. Pemahaman peserta didik tentang
topik bahasan yang diperolehnya melalui proses mendengar dapat dimanfaatkan sebagai
langkah awal pengajaran berbicara.9
9
Fauzan dkk, Al-‘Arabiyyah Bayn Yadayk (Riyadh: Muassasah al-Waqf alIslamy, 2002), 12
10
Taufik, op.cit, 53
11
Rusydy Ahmad Tho’imah, Ta’lim alLughah al-‘Arabiyyah li Ghayr al-Nâthiqîn Bihâ Manahijuhu
wa Asalibuhu. (Riyadh: Ayisku, 1989), 78
Tes merupakan alat ukur dalam proses evaluasi. Ruang lingkup tes bahasa dibagi
menjadi dua yaitu tes unsur-unsur bahasa dan tes keterampilan bahasa. Tes bahasa memiliki
hubungan dengan kegiatan pembelajaran bahasa. Menurut Sudijon, alat evaluasi berfungsi
untuk mengukur tingkat perkembangan yang telah dicapai peserta didik setelah mereka
menempuh proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu. Terdapat beberapa prinsip dasar
yang perlu dicermati dalam menyusun tes hasil belajar agar tes tersebut dapat mengukur
tujuan dari mata pelajaran yang telah diajarkan, atau mengukur kemampuan dan keterampilan
peserta didik yang diharapkan, setelah mereka menyelesaikan satu unit pengajaran tertentu.
Adapun prinsip tersebut :12
1. Tes hasil belajar harus dapat mengukur secara jelas hasil belajar yang telah ditetapkan
sesuai dengan tujuan. Kejelasan mengenai pengukuran hasil belajar yang dikehendaki
akan memudahkan bagi guru dalam menyusun butir-butir soal tes hasil belajar.
2. Butir-butir soal tes hasil belajar harus merupakan sampel yang representatif dari populasi
bahan pelajaran yang telah diajarkan, sehingga dapat dianggap mewakili seluruh
performance yang telah diperoleh selama peseta didik mengikuti suatu unit pengajaran.
3. Bentuk soal yang dikeluarkan dalam tes hasil belajar harus dibuat bervariasi, sehingga
betul-betul cocok untuk mengukur hasil belajar yang diinginkan sesuai dengan tujuan tes
itu sendiri. Untuk mengukur hasil belajar yang berupa keterampilan misalnya, tidak tepat
kalau hanya menggunakan soal-soal yang berbentuk essay tes yang jawabannya hanya
menguraikan dan bukan melakukan atau mempraktekkan sesuatu. Demikian pula untuk
mengukur kemampuan menganalisis suatu prinsip, tidak cocok jika digunakan butir-butir
soal yang berbentuk objektif tes yang pada dasarnya hanya mengungkap daya ingat
peserta didik.
4. Tes hasil belajar harus di desain sesuai dengan kegunaannya untuk memperoleh hasil
yang diinginkan. Pernyataan tersebut mengandung makna, bahwa desain tes hasil belajar
harus disusun relevan dengan kegunaan dimiliki oleh masing-masing jenis tes.
5. Tes hasil belajar harus memiliki reliabilitas yang dapat diandalkan. Artinya, setelah tes
hasil belajar itu dilaksanakan berkali-kali terhadap subjek yang sama, hasilnya selalu
sama atau relatif sama. Dengan demikian tes hasil belajar itu hendaknya memiliki
keajegan hasil pengukuran yang tidak diragukan lagi.
6. Tes hasil belajar disamping harus dapat dijadikan alat pengukur keberhasilan belajar
siswa, juga harus dapat dijadikan alat untuk mencari informasi yang berguna untuk
memperbaiki cara belajar siswa dan cara mengajar guru itu sendiri.
Keberhasilan suatu kegiatan evaluasi akan dipengaruhi oleh keberhasilan evaluator
dalam melaksanakan prosedur evaluasi. Prosedur yang dimaksud adalah langkah-langkah
pokok yang harus ditempuh dalam kegiatan evaluasi Prosedur ini bertujuan untuk
menghasilkan tes Bahasa Arab yang valid dan reliable. 13 Prosedur dalam pengembangan
evaluasi pembelajaran terdiri atas delapan tahap sebagai berikut :
12
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2003), 97
13
Diah Rahmawati, Pemanfaatan Wondershare Quiz Creator dalam Pembuatan Soal Bahasa Arab,
Arabi : Journal Arabic Sudies Vol 02 No. 1, (Malang : 2017), 38
1. Tahap Pertama adalah tahap persiapan. Pada tahap ini guru atau pembuat tes melakukan
kajian terhadap kurikulum Bahasa Arab dan buku pedoman pelaksanaan kurikulum untuk
mata pelajaran Bahasa Arab. Apabila kurikulum yang dijadikan sandaran adalah
kurikulum 20013 Berbasis Kompetensi, maka substansi yang dikaji meliputi Kompetensi
Dasar, Indikator, hasil, topik-topik bahasan,penilaian, dan alokasi waktu yang tersedia.
2. Tahap kedua adalah pemilihan materi tes. Untuk menetapkan materi tes Bahasa Arab
yang benar-benar selesai dan selektif dapat dilakukan beberapa kegiatan yaitu ;
menentukan komponen dan keterampilan berbahasa yang akan diteskan, misalnya tes
kosakata, struktur, membaca, menulis atau tes berbicara, menentukan pokok bahasan
yang akan diteskan secara representatif (tidak bias dan tidak atas dasar subjektifitas
penyusunan tes.
3. Tahap ketiga adalah menentukan bentuk dan jenis tes. Tes komponen bahasa dan
kemampuan berbahasa dapat disusun dalam bentuk subjektif dan atau objektif dengan
segala variasinya atau jenisnya (kecuali tes keterampilan berbicara yang memiliki
perlakuan khusus). Dengan ungkapan lain, tes yang disusun dapat berbentuk objektif
dengan jenis pilihan ganda atau salah benar atau dapat pula berbentuk subjektif (esai).
4. Tahapan keempat menentukan jumlah butir tes. Perihal yang harus dipertimbangkan
dalam menentukan jumlah butir tes adalah alokasi waktu yang tersedia untuk
penyelenggaraan tes. Untuk menentukan berapa jumlah butir tes yang harus disusun
sesuai dengan waktu yang tersedia memang tidak ada batasan yang pasti.
5. Tahap kelima adalah menentukan skor. Apabila jumlah butir tes sejumlah 40 (pilihan
ganda) dengan skor tertinggi 100 dan semua butir tes diberi bobot skor sama, maka skor
untuk jawaban yang benar pada setiap butir tes adalah 2,5. Apabila soal yang dibuat, baik
yang berbentuk subyektif ataupun obyektif itu setiap butirnya mempunyai tingkat
kesulitan dan kompleksitas yang berbeda, maka pihak guru atau pembuat tes dapat
memberikan bobot yang berbeda.
6. Tahap keenam adalah membuat kisi- kisi. Kisi- kisi merupakan panduan dari guru dalam
menyusun atau mengembangkan suatu tes. Tanpa adanya kisi-kisi yang jelas, maka sulit
bagi guru atau pembuat tes dapat menghasilkan sebuah tes yang memenuhi kriteria tes
yang baik, yaitu suatu tes yang valid dan reliabel.
7. Tahap ketujuh adalah menyusun butir tes berdasarkan kisi-kisi. Dalam penyusunan butir
soal ini, terdapat rambu-rambu yang sebaiknya diperhatikan oleh guru atau pembuat tes,
yaitu ; Bahasa yang digunakan jelas dan lugas, pernyataanpada setiap butir tes (pilihan
ganda) hanya berisi satu permasalahan, panjang jawaban untuk setiap option (khusus
untuk pilihan ganda) relatif sama, letak jawaban yang benar disusun secara acak, artinya
harus dihindari letak jawaban benar yang berpola, misalnya berpola ab, ac, dan ad atau
berpola aa, bb, cc, dan dd.
8. Tahap kedelapan adalah uji coba tes yang telah disusun. Idealnya, sebelum tes (soal)
diberlakukan kepada siswa, perlu dilakukan uji coba terlebih dahulu. Uji coba ini
bertujuan untuk mengetahui apakah tes yang disusun itu benar- benar tes yang baik
(shahih dan reliable) atau apakah tes yang disusun itu memiliki tingkat kesulitan yang
normal dan benar- benar dapat membedakan kelompok tes yang memiliki kemampuan
tinggi dan rendah. Untuk mengetahui hal itu maka, setelah tes dilakukanlah analisis
terhadap jawaban siswa. 14
c. Tes Sinonim
Bentuk soal ini berisikan pertanyaan tentang sinonim dari sebuah kosa
kata. Fungsinya adalah untuk mengukur kemampuan peserta didik dalam penguasaan
persamaan kata. Bentuk tes ini dapat disajikan dalam
tingkat mubtadi’ dan mutawassith, tergantung dari tingkat kesukaran mufradat yang
disajikan.
b. Memahami teks sederhana dalam bentuk dialog (menentukan fakta atau informasi
tersurat). Soal ini berfungsi untuk menguji pemahaman siswa dalam menentukan
makna tersurat dari sebuah dialog
استمع الحوار اآلتي ثم أجب األسئلة
الحوار
كم وجبة تأكل يف اليوم؟: قاسم
. الفطور والغداء والعشاء: آكل ثالث وجبات: سامل
. أنا آكل وجبة واحدة, هذا كثري جدا: قاسم
. هذا قليل جدا: سامل
:األسئلة
كم وجبت يأكل سامل يف اليوم؟.1
كم وجبت يأكل قاسم يف اليوم؟.2
:األجوبة
ثالث وجبات.1
وجبة واحدة.2
5. Tes Keterampilan Membaca ()مهارة القراءة
Tes keterampilan membaca dimaksudkan untuk mengukur kemampuan peserta
didik memahami isi informasi yang terdapat dalam wacana tertulis. Pemilihan wacana
sebagai bahan tes membaca hendaknya mempertimbangkan berbagai faktor, antara lain:
tingkat kesulitan wacana, isi dan cakupan wacana, panjang-pendek wacana, dan jenis
wacana. (Burhan, 2010:371).
Sebagaimana wacana dalam tes menyimak, tingkat kesulitan wacana dalam tes
membaca ini juga terkait erat dengan tingkat kerumitan kosa kata dan struktur kalimat
yang dipergunakan, serta isi dan cakupan wacana. Wacana yang baik untuk tes
keterampilan membaca adalah wacana yang tingkat kesulitannya sedang atau sesuai
dengan kemampuan peserta didik. Di samping itu, wacana yang diteskan hendaknya tidak
terlalu panjang. Sebaiknya menggunakan wacana pendek berkisar satu atau dua
paragraph, atau kira-kira 50 sampai 100 kata. Jenis wacana yang dipergunakan sebagai
bahan tes keterampilan membaca dapat berupa wacana jenis prosa non-fiksi, dialog,
tabel, diagram, iklan, dan lain-lain. Soal yang ditanyakan dalam tes keterampilan
membaca ini umumnya mencakup: mengungkapkan kembali fakta, menemukan tema,
gagasan pokok, gagasan pendukung, makna tersurat dan tersirat, bahkan juga makna
istilah dan ungkapan. Jadi, tes kosa kata dapat pula disisipkan di sini. Soal tes membaca
dapat juga hanya terdiri dari satu atau dua kalimat atau pernyataan, kemudian disediakan
pilihan jawaban yang sesuai dengan pernyataan dalam soal. Jenis tes yang digunakan
untuk tes keterampilan menyimak bisa berbentuk tes obyektif pilihan ganda. Dilihat dari
cara kerja peserta tes dan koreksi jawaban, jenis tes ini lebih praktis, cara penilaian atau
pemberian skornya pun lebih obyektif. Ditambah lagi, jenis tes ini dapat mencakup
macam-macam wacana dan banyak soal, walaupun pembuatan soalnya lebih sulit dan
lebih lama.
a. Membaca dengan suara lantang, baik, dan benar
النص
ع44 ان م44 ديد يتفق44 اد ش44 رية واقتص44 اطة كب44 ا ىف بس44 د خططت ىف ّأول مراحله44 لم ق44 ه وس44 لى اهلل علي44 ول ص44 إن دار الرس
رب44 لم والع44 ه وس44 لى اهلل علي44 ول ص44 دي الرس44 ا على أي44 ان ختطيطه44 وك,لني44 ذاك باملس44 ة آن44 انت حميط44 يت ك44 روف ال44 الظ
ول44ه الرس44ط ب44اء حيي44ا فن44دران من اللّنب والطني وأمامه44رتني من ج44دار حبج44دأت ال44 ب.ار44اجرين وأنص44لمني من مه44املس
ركن44ل ىف ال44 وجع.ع44ع مثّ إىل تس44رات إىل أرب44دد احلج44ل مثّ زاد ع44ة رج44ثر قليال من قام44ع إىل أك44 وترتف,اللّنب44يدت ب44ش
.الشمايل الغريب من الفناء ظلّة صغرية أو صفة تقام فيها الصالة إذا ما حان أواهنا
Kesimpulan
Terdapat beberapa unsur bahasa alam pembelajaran Bahasa Arab yakni tata bunyi
(fonology/ ‘ilm al-ashwat ), sturktur kalimat (attarkib), dan kosakata (al-mufradat). Sedangkan
keterampilan berbahasa terdiri atas : membaca (al-qira’ah), menulis (al-kitabah), berbicara (al-
qalam), dan menyimak (al-istima). Guru bahasa dituntut untuk benar benar mengetahui
perencanaan tes bahasa agar tercapainya indikator keberhasilan yang sudah ditentukan. Tes
Bahasa Arab yang baik dan benar adalah tes yang memenuhi standar validitas, reabilitas, dan
memiliki tingkat kesulitan dan daya beda yang baik. Untuk menghasilkan tes Bahasa Arab yang
memenuhi standar tersebut, dibutuhkan tahapan – tahapan prosedural yang harus diperhatikan
oleh penyusun tes. Tahapan tersebut meliputi ; persiapan, pemilihan materi tes, penentuan bentuk
tes, penentuan jumlah butir soal, pembuatan kisi-kisi, penyusunan butir soal, uji coba, dan
analisis hasil uji coba yang mencakup analisis tingkat kesulitan, daya beda, dan reabilitas.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah bin Ahmad Al-Fakihy, Syarh Fawakih al-Haniyah (Semarang: Maktabah Usaha
Keluarga Semarang, tt)
Chaer Abdul chaer linguistik umum, (rineka cipta: jakarta, 2011)
Dewi Yelfi, Evaluasi dan tes Bahasa Arab Pedoman bagi Guru, Mahasiswa dan Praktisi
Pendidikan Bahasa Arab, (Bukittinggi : STAIN Bukittinggi Press, 2013)
Mukti Arsyad , Pembinaan Kemampuan Bicara Basa Indonesia, (Erlangga: Jakarta, 2013)
Rahmawati Diah, Pemanfaatan Wondershare Quiz Creator dalam Pembuatan Soal Bahasa Arab,
Arabi : Journal Arabic Sudies Vol 02 No. 1, (Malang : 2017)
Sudijono Anas, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2003)
Taufik, Pembelajaran Bahasa Arab MI (metode aplikatif dan inovatif berbasis ICT) ,(Surabaya:
PMN, 2011)