2 Zulhannan, Paradigma Baru Pembelajaran Bahasa Arab, (Bandar Lampung: AnNur Press, 2004), hal 15.
3 Laily sholihatin, dkk, Makalah Nadzariyatul Furu’ dan Nadzariyatul Wahdah (Yogyakarta: 2013).
terintegrasi. Maksudnya, dalam setiap pembelajaran bahasa terjadi kegiatan di atas
secara terpadu, tidak dilakukan dalam mata pelajaran yang terpisah-pisah.
Jadi bisa dikatakan bahwa penerapan sistem ini mengajarkan bahasa secara
terpadu dalam satu mata pelajaran. Berbagai unsur bahasa dan keterampilan
berbahasa disajikan secara terintegrasi. Unsur bahasa adalah bagian-bagian dari
bahasa yang mempunyai aturanaturan tersendiri, yang meliputi: tata bunyi (fonologi/
ashwat), tata kalimat (nahwu), dan kosa kata (mufradat). Sedangkan keterampilan
berbahasa adalah kemampuan menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi baik
lisan maupun tulis, yang meliputi keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan
menulis.
Nadzariyyah al-Furū’atau dikenal dengan teori cabang adalah teori yang
menganut pemisahan materi dalam pembelajaran bahasa Arab. Teori ini membagi
pelajaran bahasa Arab menjadi beberapa mata pelajaran misalnya qawaid, insya’,
muthala’ah, dan muhadatsah. Nadzariyatul Furu’ dimaksudkan bahwa dalam
pengajaran bahasa secara aplikatif, kita harus membagi bahasa itu kedalam berbagai
bagian atau cabang, seperti Qawaid, Imla’, Muthala’ah, Mahfudzat, Sharaf dan
sebagainya. Bahkan setiap bagian /cabang itu ada metode-metode sendiri, buku-
bukunya yang khusus dan jam-jam pelajarannya yang teratur terpisah maupun
beberapa guru sesuai dengan keahlian dan kemampuannya.4 Nadzariyatul furu’ dalam
arti bahasa itu sendiri dari beberapa aspek, baik gramatik, morfologis, sintaksis,
semantis, leksikal, stillistik yang harus diajarkan secara terpisah-pisah sesuai dengan
cabangnya masing-masing. Nadzariyatul furu’ tentu saja sangat relevan kalau dalam
proses edukasinya menggunakan metode Grammar, translation grammartranslation
dan Reading.5 Dalam penerapannya nadzariyatul furu’ lebih sering diterapkan pada
madrasah/sekolah yang berkondisi tradisional.6 Nadzariyatul furu’ biasanya
digunakan pada berbagai pondok pesantren salaf, madrasah mulai dari MI, MTs,
sampai dengan MA, dan di Perguruan Tinggi seperti STAIN, IAIN, dan UIN.7
B. Karakteristik Nadzariyatul Wahdah dan Nadzariyatul Furu’
Karakteristik nadzariyah wahdah:
4 Abdul ‘Alim Ibrahim, Al- Muajjihul Fnny Li Mudarrisi al-Lughah al-Arabiyah (Kairo, Dar al-Ma’arif, 1961), hal 46.
5 Syamsuddin Asyrofi, Pengajaran bahasa Arab di Madrasah dan Sekolah. al Mahāra Jurnal Pendidikan Bahasa Arab, Vol. 3, No. 1, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2017, hal 6-7.
6 ibid, hal 6.
7 Imam Makruf, Manajemen Integrasi Pembelajaran Bahasa Arab di Madrasah Berbasis Pondok Pesantren. Cendekia Vol. 14 No. 2, IAIN Surakarta 2016, hal 6.
1. Mengidentifikasi topik utama pembelajaran bahasa Arab, seperti bahan
bacaan, pidato, dan tata bahasa Arab.
2. Teori Gestalt digunakan, artinya dipahami sepenuhnya dan
dipindahkan ke bagian lain.
3. Empat keterampilan yang berkembang, yaitu keterampilan
mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis.
4. Ini mengatur pembelajaran dari mendengarkan, berbicara, membaca,
menulis dan menulis, satu yang bersamaan.8
Selain kelebihan, sistem ini juga memiliki beberapa kekurangan, antara lain:
8 Wardatul Munawaroh, Penerapan Sistem Nadzariyah Al Wahdah Pada Program Intensif Bahasa Arab di Pondok Pesantren Mahasiswa Al Jihad Surabaya. T.t, hal. 9.
10 Syamsuddin Asyrofi, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab (Yogyakarta: Idea Press, 2010), h. 115.