Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

KONSEP NAZHARIYAH AL WIHDAH DAN NAZHARIYAH AL FURU’ SEBAGAI


KERANGKA PENGEMBANGAN BAHAN AJAR BAHASA ARAB
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Pada Mata Kuliah Tathwir Mawad fi Ta’lim
Al-lughah Al-‘arabiyah

Disusun oleh:
Kelompok 6 PBA 5A
Ismah Ramadhani 2220060
Zarmakmur 2220086

Dosen Pengampu:
Dr. Yelfi Dewi S, S.Ag, M.A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB (PBA)


FAKULTAS TARBIYAH ILMU KEGURUAN (FTIK)
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SJECH M. DJAMIL DJAMBEK BUKITTINGGI
TAHUN AJARAN 2022M/1444 H
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak
akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-
natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu
berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Tathwir Mawad Ta’lim Al-Lughah Al-
‘Arabiyah, dengan judul Konsep Nazhariyah Al Wihdah Dan Nazhariyah Al Furu’ Sebagai
Kerangka Pengembangan Bahan Ajar Bahasa Arab.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini
penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih, Wassalamu’alaikum
warahmatullahi wabarakatuh.

Bukittinggi, 15 Oktober 2022

i
KONSEP NAZHARIYAH AL WIHDAH DAN NAZHARIYAH AL FURU’ SEBAGAI
KERANGKA PENGEMBANGAN BAHAN AJAR BAHASA ARAB

A. PENDAHULUAN
Pembelajaran bahasa Arab secara historis telah ada sejak masa khulāfā al-rāsyidīn yaitu
pada masa khalifah Umar bin Khatab yang dilaksanakan dengan sistem halaqah pada
lembaga pendidikan yang dikenal dengan nama kuttab. Halaqah adalah suatu bentuk
pembelajaran yang dilaksanakan dalam bentuk lingkaran, yang dipandu oleh seorang guru
(syekh), yang duduk melantai bersama peserta didiknya dalam rangka mengajarkan dan
menelaah ilmu pengetahuan baik ilmu agama maupun yang bersifat non-agamis. Pada masa
ini, tuntutan untuk belajar bahasa Arab sudah mulai tampak, orang yang baru masuk Islam
yang berasal dari daerah yang ditaklukkan harus belajar bahasa Arab jika ingin belajar dan
memahami pengetahuan Islam.

Juwairiyah Dahlan mengemukakan bahwa pembelajaran bahasa Arab bertujuan di


antaranya agar peserta didik dapat menguasai bahasa Arab sebagaimana penutur aslinya
atau paling tidak mendekati keadaan, menumbuhkan kemampuan peserta didik agar dapat
memahami bahasa Arab pada saat mendengarkannya, dapat mengucapkan bahasa Arab
dengan benar dan tepat, dapat membaca tulisan-tulisan Arab disertai dengan pengertian
yang jelas, serta dapat menulis bahasa Arab dengan cermat dan lancar.1 Selain itu bertujuan
agar peserta didik dapat mengetahui karakteristik bahasa Arab dan dapat membedakannya
dari bahasa-bahasa lain, baik pada aspek bunyi, kosa kata, struktur, dan sebagainya serta
dapat mengenal kebudayaan bangsa Arab, karakternya, lingkungan mereka hidup, dan
interaksi sosialnya.

Teori pembelajaran bahasa Arab ada dua yaitu Nadzariyyah al-Wihdah dan
Nadzariyyah al-Furu’ yang memberikan corak dominan di tanah air dan diakui
kontribusinya dalam memahamkan pembelajar terhadap bahasa Arab. Kedua teori ini
diterapkan pada jenjang pendidikan dasar, menegah dan perguruan tinggi.

Rumusan masalah yang akan dibahas adalah apa itu konsep Nadzariyyah al-Wihdah dan
Nadzariyyah al-Furu’, apa saja kelebihan dan kekurangannnya, serta penerapan kedua
konsep tersebut terhadapa bahan ajar yang sudah berkembang.

1
Tujuan makalah ini adalah semoga pembaca dapat mengetahui apa itu Nadzariyyah al-
Wihdah dan Nadzariyyah al-Furu’, apa saja kelebihan dan kekurangannnya, serta
penerapan kedua konsep tersebut terhadapa bahan ajar yang sudah berkembang.

B. PEMBAHASAN
Juwairiyah Dahlan mengemukakan bahwa pembelajaran bahasa Arab bertujuan di
antaranya agar peserta didik dapat menguasai bahasa Arab sebagaimana penutur aslinya atau
paling tidak mendekati keadaan, menumbuhkan kemampuan peserta didik agar dapat
memahami bahasa Arab pada saat mendengarkannya, dapat mengucapkan bahasa Arab
dengan benar dan tepat, dapat membaca tulisan-tulisan Arab disertai dengan pengertian yang
jelas, serta dapat menulis bahasa Arab dengan cermat dan lancar. Selain itu bertujuan agar
peserta didik dapat mengetahui karakteristik bahasa Arab dan dapat membedakannya dari
bahasa-bahasa lain, baik pada aspek bunyi, kosa kata, struktur, dan sebagainya serta dapat
mengenal kebudayaan bangsa Arab, karakternya, lingkungan mereka hidup, dan interaksi
sosialnya. 1
Teori pembelajaran bahasa Arab ada dua yaitu Nadzariyyah al- Wihdah dan Nadzariyyah
al-Furu’ yang memberikan corak dominan di tanah air dan diakui kontribusinya dalam
memahamkan pembelajar terhadap bahasa Arab. Kedua teori ini diterapkan pada jenjang
pendidikan dasar, menegah dan perguruan tinggi.
1. Konsep Nazhariyah al Wihdah dan Nazhariyah alFuru’
a. Nazhariyah al Wihdah
Abd al-‘Alīm Ibrāhīm mengemukakan bahwa nadzariyyah al- wihdah dalam
pembelajaran adalah teori yang memandang bahasa itu sebagai satu kesatuan yang saling
terkait, tidak terbagi-bagi sebagai cabang- cabang yang berbeda. Untuk mengaplikasikan teori
ini dalam pembelajaran, diambil suatu tema atau naskah sebagai materi pokok yang
mengandung semua aspek pembelajaran bahasa, yaitu aspek qirā’ah, ta‘bīr, tazawwuq, hifz,
imlā’, dan latihan-latihan.
Pendapat yang dikemukakan oleh Abd al-Alim Ibrahim di atas dapat dimaknai
bahwa pembelajaran bahasa Arab harus tematik, artinya dalam satu pokok bahasan
hanya satu tema tetapi dalam proses pembelajarannya memenuhi empat kemahiran

1
Juwairiyah Dahlan, Metode Belajar Mengajar Bahasa Arab (Surabaya: al-Ikhlas, 1992), hal. 19.

2
yang hendak dicapai dalam satu kali pertemuan yaitu kemahiran menyimak (istimā’),
berbicara (kalām), membaca (qirā’ah), dan menulis (kitābah). 2
Senada dengan Mahmūd ‘Ali al-Samān, memberi pengertian nadzariyyah al-
wihdah sebagai teori yang menyatakan bahwa pembelajaran bahasa Arab adalah satu
kesatuan yang saling terkait, tidak terbagi ke dalam beberapa cabang yang terpisah
yang memiliki buku dan jam pelajaran khusus yang diajarkan pada jam pelajaran
khusus, hanya diambil suatu tema atau naskah apa saja sebagai materi pokok yang
mengandung semua cabang pembelajaran bahasa dalam satu waktu.3
Nadzariyyah al-wihdah adalah suatu teori dalam pembelajaran bahasa Arab yang
memandang bahasa Arab itu sebagai satu kesatuan yang saling terkait, tidak
bercabang, tidak terpisah antara satu dengan yang lain, tidak ada buku khsusus dan
jadwal tersendiri. Dalam mengaplikasikannya materi diambil dari suatu tema atau
naskah sebagai materi pokok yang mengandung semua aspek pembelajaran bahasa
Arab, yaitu aspek qirā’ah, ta’bīr , tazawwuq , hifz , imlā’ , latihan-latihan, dan
lain-lain.
Pembelajaran dengan menggunakan nadzariyyah al-wihdah dalam pembelajaran
bahasa Arab, materinya diajarkan secara terpadu yang mencakup berbagai aspek
bahasa yang saling berkaitan, sehingga tercermin bahwa bahasa sebenarnya
merupakan suatu sistem yang dapat dikuasai hanya melalui pembinaan terhadap suatu
tema. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran bahasa Arab dengan teori kesatuan
semua aspek pembelajaran diintegrasikan menjadi satu kesatuan yang tidak
terpisahkan sehingga tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dapat tercapai
dengan melalui tema-tema pembelajaran. Pelaksanaan teori ini biasanya diterapkan
pada tingkat dasar sampai menengah, dengan pertimbangan bahwa teori ini cocok
diterapkan bagi pemula yang ingin belajar bahasa Arab. 4
Pendapat mengenai penerapan nadzariyyah al-wihdah cocok diterapakan bagi
pemula belajar bahasa arab atau pada tingkat dasar sampai menengah memang benar.

2
Abd al-Alīm Ibrāī³m, Al-Muwajjih al-Fannī li Mudarris al-‘Arabiyyah, (Cet. VI; Makkah: Dār al-Ma‘ārif
bi Makkah, 1387 H/1968 M), hal. 5.
3
Mahmūd ‘Ali Al-Samān, Al-Taujīh fī Tadrīs al-Lugah al-Arabiyyah, (Kairo: Dār al-Ma‘ārif, 1983), hal.
57.
4
Beti Mulu, Pembelajaran Bahasa Arab (Teori, Desain Materi, Metode dan Media), (Cet. I., Kendari:
LPSK Quantum, 2011), hal. 8.

3
Tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa ditingkat mahasiswa juga bisa diterapkan
nadzariyyah al-wihdah. Pertimbangannya adalah mahasiswa yang menimba ilmu di
institusi agama seperti IAIN tidak semuanya berasal dari pondok pesantren, madrasah
aliyah atau sekolah yang bercirikan agama, tetapi sebagian mahasiswa yang menimba
ilmu di IAIN berlatar belakang pendidikan umum yang belum mengenal bahasa arab.
1) Kelebihanya:
a) Selalu ada pembaruan kegiatan, karena materi-materi yang disajikan tidak
menoton, melainkan bergantian dalam bentuk kegiatan- kegiatan secara teratur
dan bervariasi. Kondisi ini akan menjadi motivasi bagi mereka, mengatasi
kejenuhan yang mungkin mereka rasakan.
b) Selalu ada kegiatan ulang balik pada satu tema. Hal ini jelas akan
memberikan penguatan pemahaman para pelajar. Walaupun kegiatan
pembelajaran yang diberikan oleh guru bermacam-macam, Namun tetap
semuanya kembali kepada satu tema.
c) Pemahaman kebahasaan dengan sistem kesatuan adalah pemahaman yang
bersifat analitik. Artinya pemahaman yang berangkat dari keseluruhan kepada
bagian-bagian terkecil. Kegiatan ini jelas akan memudahkan para pelajar dalam
memahami materi pelajaran.
2) Kekurangannya:
a) Tidak semua guru memiliki kemampuan integral tentang kebahasaan yang
benar-benar dapat membawa para pelajar kepada kemampuan penggunaan
bahasa Arab secara utuh.
b) Guru dituntut untuk serba bisa dalam menyampaikan semua unit bahasa
yang begitu kompleks.

b. Nazhariyah al Furu’
Nadzariyyah al-Furū’ atau dikenal dengan teori cabang adalah teori yang
menganut pemisahan materi dalam pembelajaran bahasa Arab. Teori ini membagi
pelajaran bahasa Arab menjadi beberapa mata pelajaran, misalnya, Qawāid , Insya’ ,
Muthāla’ah dan Muhādatsah . Setiap mata pelajaran memilik kurikulum, silabus, jam
pertemuan, buku, evaluasi dan nilai hasil belajar sendiri-sendiri.

4
Hal ini sejalan dengan pendapat Abd al-‘Alim Ibrahim bahwasannya
pembelajaran dengan sistem cabang yakni membagi bahasa menjadi beberapa cabang,
yang mana setiap cabang memiliki kurikulum, buku pelajaran, dan alokasi waktu.
Adapun tujuan pokok dari pembelajaran bahasa Arab dengan system cabang berfokus
pada ilmu-ilmu kebahasaan bukan pada keterampilan berbahasa. 5
Pembelajaran bahasa Arab dengan nadzariyyah al-furu’ memiliki karakteristik
sebagai berikut:
1) Alokasi waktu pembelajaran terbagi sesuai porsinya masing-masing.
2) Setiap cabang memiliki kurikulum dan buku daras tersendiri.
3) Dalam penilaian akhir, guru memberikan nilai akhir kepada pembelajar dengan
tujuan pelajaran yang bersangkutan.
a) Kelebihannya :
(1) Pembahasan materi dalam setiap unit pelajaran dapat dibahas secara lebih
mendalam dibandingkan dengan pembahasan materi menggunakan system
kesatuan.Hal ini didasarkan pada alokasi waktu yang lebih lama dan
kebebasan dalam memberikan warna pembelajaran secara khusus.
(2) Masalah yang dihadapi cenderung dapat diatasi secara tuntas karena perhatian
pada pelajaran relatif lebih banyak. 6
b) Kekurangannya :
(1) Sistem ini mencabik-cabik keutuhan bahasa serta menghilangkan watak
alamiahnya.
(2) Pengetahuan dan pengalaman kebahasaan pelajar akan terpotong- potong,
sehingga pelajar tidak mampu menggunakannya dengan baik dan benar dalam
kehidupan nyata.
(3) Dapat menimbulkan ketidakseimbangan antar berbagai unsur bahasa dan
keterampilan berbahasa, baik pada proses pembelajaran maupun hasilnya.

5
Beti Mulu, Opcit, hal. 6.
6
Acep Hermawan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011),
Cet. I, hal. 112

5
‫‪c. Penerapan nahzariyah wahdah dan nahzariyah furu’dalam bahan ajar‬‬
‫‪1) Nahzariyah wahdah‬‬
‫‪Berikut ini ditampilkan contoh sederhana ilustrasi pelajaran bahasa Arab dengan‬‬
‫‪sistem Nadzariyyah al-wihdah.‬‬
‫)"‪Menyimak (al-istima‬‬

‫مكتبة ‪ -‬مصلی ‪ -‬رف ‪ -‬كتب ‪ -‬مجالت ‪ -‬تحت – فوق ‪ -‬هنا ‪ -‬هناك ـ هيابنا‬
‫إلى المكتبة ـ طيب ‪ -‬متنوعة ‪ -‬كتب‬ ‫التاريخ – كتب التفسير ‪ -‬الفقه ‪ -‬اللغة ـ‬
‫أنظر‬
‫)‪Membaca (al-qira'ah‬‬

‫مكتبة الجامعة‬
‫مكتبة الجامعة هناك‪ ،‬هي أمام المصلى‪ ,‬المكتبة واسعة‪ ،‬هي نظيفة‪ .‬هيا بنا إلى‬
‫‪.‬المكتبة‬
‫‪.‬هذه كتب متنوعة كتب اللغة فوق كتب التفسير‬
‫‪.‬وكتب التفسير أمام كتب التاريخ‬
‫‪.‬وكتب الفقه بجوار المجالت‬
‫يقرا يوسف كتاب القصة‪ .‬ويقرأ على المجلة اإلسالمية‪ ،‬وأما فاطمة فهي تقرا‬
‫الجريدة‬

‫)‪Menulis (al-kitabah‬‬
‫‪Tulislah kembali kalimat berikut:‬‬

‫‪1.‬المكتبة أمام المصلي‪.‬‬


‫‪2.‬هو يقرأ كتاب القصة‪.‬‬
‫‪3.‬ماذا بجوار المجلـة والجريدة ؟‬

‫‪6‬‬
‫كتب التفسير هناك‬4.

2) Nahzariyah al-furu’
Proses pembelajaran bahasa arab disana dengan menggunakan sistem
nahzariyah al-furu’yaitu dalam sistem pengajaran ini bahasa Arab dibagi-bagi
dalam berbagai mata pelajaran (cabang) setiap cabang mempunyai rencana
pelajaran tersendiri, buku dan jam pelajaran sendiri, masing-masing berjalan
sendiri dengan batas-batasnya terpisah satu sama lain. Dalam hal ini, mata
pelajaran bahasa Arab menjadi terpisah-pisah dan tidak mencerminkan bahasa
sebagai suatu sistem, sehingga dalam pelaksanaan pengajaran bahasa Arab tidak
terdapat hubungan yang erat antara satu mata pelajaran dengan yang lainnya.
Pembelajaran bahasa Arab di MA pada umumnya sudah mencakup beberapa
komponen penting dalam pembelajaran bahasa Arab, seperti membaca (al-
qiro’ah),hafalan (al-mahfuzhat), stilistika (al-balaghah), dan lain-lain. Sehingga
siswa yang mengikuti pembelajaran bahasa Arab dapat menguasai bahasa Arab
baik secara fasif (membaca kitab-kitab berbahasa Arab) maupun secara aktif
(bermuhadatsah).7

C. PENUTUP
Dari pembahasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa nadzariyyah al-wihdah adalah
suatu teori dalam pembelajaran bahasa Arab yang memandang bahasa Arab itu sebagai satu
kesatuan yang saling terkait, tidak bercabang, tidak terpisah antara satu dengan yang lain,
tidak ada buku khsusus dan jadwal tersendiri.
Sedangkan nadzariyyah al-furū’ atau dikenal dengan teori cabang adalah teori yang
menganut pemisahan materi dalam pembelajaran bahasa Arab. Teori ini membagi pelajaran
bahasa Arab menjadi beberapa mata pelajaran, misalnya, Qawāid , Insya’ , Muthāla’ah dan
Muhādatsah .

7
Abdul Mu'in, Analisis Kontrasif Bahasa Arab dan Bahasa Indonesia ( Telaah Fonetik dan Morfologi),.
(Jakarta: Pustaka Al-Husna Baru, 2004), hal.7.

7
DAFTAR PUSTAKA

Al-Samān, Mahmūd ‘Ali. 1983. Al-Taujīh fī Tadrīs al-Lugah al-Arabiyyah. Kairo: Dār al-
Ma‘ārif.
Dahlan, Juwairiyah. 1992. Metode Belajar Mengajar Bahasa Arab. Surabaya: al-Ikhlas.

Hermawan, Acep. 2011. Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.

Ibrāī³m, Abd al-Alīm. 1968. Al-Muwajjih al-Fannī li Mudarris al-‘Arabiyyah. Cet. VI. Makkah:
Dār al-Ma‘ārif bi Makkah.
Mulu, Beti. 2011. Pembelajaran Bahasa Arab (Teori, Desain Materi, Metode dan Media). Cet. I.
Kendari: LPSK Quantum.

Mu'in, Abdul. 2004. Analisis Kontrasif Bahasa Arab dan Bahasa Indonesia ( Telaah Fonetik
dan Morfologi). Jakarta: Pustaka Al-Husna Baru.

Anda mungkin juga menyukai