Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

Strategi pembelajaran Qowaid/Tata Bahasa Arab untuk MTs/SMP


ditujukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah : Strategi Pembelajaran BA
Dosen Pengampu : Dra. Siti Nurchayati, M.Pd.I

DOSEN PENGAMPU

Disusun Oleh :
Thoriqul Haq Ramadhani 202101020050
Fitriyana Puspitasari 202101020041
(Kelompok 6)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
KH ACHMAD SIDDIQ
JEMBER
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, yang selalu melimpahkah rahmat, hidayah serta inayah-
Nya, karena penulis dapat menyelesaikan makalahini dengan optimal. Shalawat serta salam
penulis haturkan kepada beliau Nabi Agung Muhammad SAW yang kita nanti-natikan
syafa’atnya kelak di yaumuddin.
Penulis sadar, bahwa dalam proses penulisan makalah ini tidak akan berjalan
maksimal tanpa uluran tangan dan bantuan dari beberapa pihak.Selanjutnya penulis
menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan
karya ilmiah ini, khususnya kepada yang terhormat:
1. Prof. Dr. H. Babun Suharto, S.E., M.M. selalu Rektor IAIN Jember
2. Ibu Dr.Hj.Mukni’ah, M.Pd.I. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.
3. Bapak Zeiburhanus Saleh, S.S, M.Pd.selaku ketua program studi Pendidikan Bahasa
Arab
4. Bapak Dr.H.Abdullah,M.Hi selaku dosen pembimbing mata kuliah Studi Al-Qur’an
dan Tarfsir Tarbawi
5. Serta teman-teman kelas PBA B3 tercinta yang telah memberi semangat kepada kami
untuk menulis makalah ini.

Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari masih banyak sekali kekurangan.
Oleh karena itu, harapan dari penulis adalah kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca sebagai perbaikan dalam pembuatan karya ilmiah kami selanjutnya. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca, Amin Ya Robbal ‘Alamin.

Jember,30 Agustus 2021

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Strategi adalah salah satu diskursus yang sering kali disorot dalam sistem
pembelajaran bahasa. Sukses atau tidaknya suatu program pengajaran bahasa senantiasa
dinilai dari strategi pengajaran yang digunakan, karena strategilah yang menentukan
tercapainya isi dan cara mengajar bahasa. Kursus-kursus bahasa yang tumbuh bak jamur
dimusim hujan dengan mempromosikan usahanya dan menonjolkan “strategi yang mutakhir”
merupakan satu bukti akan pentingnya strategi dalam suatu pengajaran.
Metodologi pengajaran bahasa kedua atau bahasa asing mengalami perkembangan
terus menerus seiring dengan perkembangan yang terjadi pada disiplin ilmu bahasa linguistik
dan ilmu pendidikan. Ada tiga unsur bahasa yang diketahui dan diperhatikan dalam
mempelajari bahasa yaitu al ashwat, al mufrodat, dan al tarakib. Salah satu unsur yang
penting dalam pembelajaran bahasa Arab adalah tarakib, tarakib ini terdiri dari qowaid al
nahwi dan qowaid al sharfi. Tarakib menjadi kebutuhan pokok ketika belajar bahasa Arab.
Seseorang tidak mungkin membaca teks arab dan membuat suatu kalimat tanpa memahami
kaidah bahasa tersebut.
Dalam pembelajaran bahasa Arab terdapat empat keterampilan berbahasa yang diajarkan
secara integral, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Seorang pengajar harus
mempunyai strategi pembelajaran yang baik untuk sampai pada tujuan yang diinginkan,
namun pada kenyataannya para pengajar kurang memahami strategi pembelajarannya
khususnya qowaid, sehingga banyak dari siswa kurang menguasai tarakib tersebut. Maka
dengan adanya asumsi tersebut makalah ini akan membahas
tentang tarakib atau qowaid meliputi definisi qowaid, problem pembelajaran qowaid, tujuan
pembelajaran qowaid, model pembelajaran qowaid, dan strategi pembelajaran qowaid

.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Pembelajaran Qowaid ?
2. Apa Tujuan Pembelajaran Qowaid ?
3. Apa Model Pembelajaran Qowaid ?
4. Apa Problem Pembelajaran Qowaid ?
5. Apa Strategi Pembelajaran Qowaid ?
1.3 Tujuan Masalah
1. Mengetahui Pengertian Pembelajaran Qowaid
2. Mengenal Macan-macam Tujuan Pembelajaran Qowaid
3. Mengetahui Model Pembelajaran Qowaid
4. Mengetahui apa saja Problem Pembelajaran Qowaid
5. Mengetahui Strategi Pembelajaran Qowaid
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pembelajaran Qowaid


Pembelajaran adalah terjemahan dari “instruction” yang banyak digunakan dalam
dunia pendidikan di Amerika Serikat. Pembelajaran dapat diartikan sebagai proses
pengaturan lingkungan yang diarahkan untuk mengubah perilaku siswa ke arah yang positif
dan lebih baik sesuai dengan potensi dan perbedaan yang dimiliki oleh siswa. Usman
mengemukakan bahwa pembelajaran atau pengajaran adalah tehnik menyajikan bahan
pelajaran terhadap siswa agar tercapai suatu tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan
efisien. Mulyasa berpendapat bahwa Pelaksanaan pembelajaran merupakan langkah
merealisasikan konsep pembelajaran dalam bentuk pembuatan. Dalam pendidikan
berdasarkan kompetensi pelaksanaan pembelajaran suatu rangkaian pembelajaran yang
dilakukan secara berkesinambungan, yang meliputi tahap persiapan, penyajian, aplikasi dan
penilaian.
Sedangkan qowaid merupakan jama dari kata qaidah yang berarti aturan, undang-
undang.[ Qowaid adalah aturan-aturan atau kaidah-kaidah yang terdapat dalam menyusun
kalimat bahasa Arab, di mana cabang dari ilmu qowaid ini sangat banyak diantaranya adalah
ilmu nahwu dan sharaf. Nahwu adalah ilmu tentang pokok-pokok yang dengannya dapat
diketahui hal-ihwal, kata-kata bahasa arab dari segi i’rob dan bina’nya, yaitu dari sisi yang
dihadapinya dalam keadaan kata-kata itu disusun. Didalamnya diketahui apa yang wajib
terjadi dari harakat akhir dari suatu kata, dari rofa’, nasab, jar, atau jazem, atau tetap saja
pada suatu keadaan setelah kata tersebut tersusun didalam suatu kalimat.
Qowaid merupakan kaidah-kaidah bahasa yang lahir setelah adanya bahasa itu, dan
telah digunakan oleh penggunanya. Kaidah-kaidah ini lahir karena adanya kesalahan-
kesalahan dalam penggunaan bahasa. Oleh karena itu, qowaid dipelajari agar pemakai
bahasa mampu berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Arab dengan baik dan benar.
Jadi dalam pembelajarannya, siswa tidak cukup dengan menghafal kaidah-kaidah nahwu saja,
melainkan setelah menghafal siswa harus menerapkan kaidah itu didalam latihan membaca
dan menulis teks berbahasa arab.
Adapun sharf membicarakan perubahan bentuk suatu kata kerja dari bentuk masa
lalu (past), masa sekarang dan masa yang akan datang (present), bentuk perintah, perubahan
bentuk kata kerja ke kata benda turunan, dan juga perubahan bentuk kata kerja sesuai pelaku
dari perbuatan tersebut. Sebagian ahli menyatakan bahwa ilmu shorof adalah tashrif.
Izzy menggunakan istilah tashrif dengan pembagian menjadi dua yaitu tashrif menurut
bahasa (lughat) berarti perubahan, dan tashrif menurut istilah. Yang dimaksud ilmu shorf
yaitu ilmu yang membahas tentang perubahan asal (pokok) kata menjadi beberapa bentuk
kata yang berbeda-beda yang memiliki arti yang berbeda-beda pula. Menurut Farid Wahidy,
ilmu shorof yaitu ilmu tentang kaidah yang digunakan untuk mengetahui bentuk-bentuk kata
dan perubahannya tetapi tidak termasuk bina dan irab.
Telah menjadi kesepakatan bahwa penguasaan kaidah-kaidah nahwu dan shorof
bukan merupakan tujuan pembelajaran bahasa, melainkan hanya merupakan sarana untuk
membantu para siswa agar mampu berbicara, membaca, serta menulis dengan benar, dan
sebenarnya masih ada lagi sarana lain yang juga membantu siswa, diantaranya adalah
lingkungan bahasa yang baik, pembiasaan berbicara, menulis, dll.
Dengan demikian, pembelajaran qowaid adalah proses interaksi peserta didik dengan
lingkungannya dalam hal ini materi qowaid sehingga terjadi perubahan perilaku peserta didik
di mana mereka dapat memahami, mengerti dan menguasai qowaid dan diharapkan mereka
mampu berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Arab yang baik dan benar secara lisan
maupun tulisan. Tanpa qowaid yang baik, seseorang akan banyak mengalami kesalahan
dalam menggunakan bahasa Arab baik pasif maupun aktif.

2.2 Tujuan Pembelajaran Qowaid


Dalam pembelajaran Qowaid terdapat beberapa tujuan, baik umum maupun khusus.
Menurut Hasan Syahatah diantara tujuan umum pembelajaran Qowaid adalah sebagai
berikut:
a. Untuk memperbaiki uslub-uslub dari kesalahan-kesalahan secara nahwiyah.
b. Melatih murid berfikir dan menemukan perbedaan struktur kata, ungkapan dan
kalimat.
c. Pengembangan materi kebahasaan agar mudah difahami
d. Mensistematiskan pengetahuan kebahasaan murid agar mampu
menggunakan bahasa secara baik serta memungkinkan murid untuk menganalisis
struktur kata dan ungkapan ataupun pernyataan yang dianggap tidak jelas
e. Membantu murid dalam meningkatkan ketajaman kajian terhadap berbagai pola dan
kaidah pembentukan kata serta meningkatkan rasa bahasa
f. Melatih murid-murid dalam menggunakan kata dan kalimat secara benar
g. Membiasakan murid berbahasa dengan benar, sehingga mereka tidak terpengaruh
dengan bahasa-bahasa pasaran
h. Membekali siswa tentang struktur kata dan kalimat serta melatih untuk membedakan
antara struktur yang salah dan benar

Adapun tujuan khusus dari pembelajaran nahwu seperti yang dikemukakan oleh
Abdul Alim Ibrahim, dibagi menjadi tiga tingkatan berbahasa yaitu tingkat Al-
Ibtidaiyah, tingkat Al- I’dadiyah, dan tingkat As-tsanawiyah.

2.3 Tingkat Ibtidaiyah

Pada tingkatan ibtidaiyah dikelompokkan menjadi tiga halaqah yaitu: ula, tsaniyah,
dan tsalisah. Di dalam halaqah ula meliputi dua kelas, yaitu pertama dan kedua. Pada halaqah
ini anak tidak diajarkan secara khusus tentang nahwu, tidak dibutuhkan latihan-latihan
tertentu dari susunan kalimat dengan bentuk tertentu, karena anak pada halaqah
ini terbatas informasinya, yang dibutuhkan anak adalah keluasan informasi,
berkembang pemerolehan bahasa agar anak dapat mengungkapkan kebutuhan-kebutuhan
tanpa dibatasi. Oleh karena itu
peran guru pada halaqah ini terfokus kepada kemampuan anak
berbicara dengan bahasa yang ia kuasai dan menjadi ukuran pada
umumnya bahwa benarnya susunan bahasa akan terjadi melalui percobaan-percobaan.

Pada halaqah Tsaniyah meliputi dua kelas, yaitu kelas tiga dan kelas empat. Pada
halaqah ini anak diberikan latihan dengan dua cara yaitu:

- Latihan mengucapkan bahasa secara terus menerus sebagai mana mengikuti halaqah
dan dilengkapi gambar yang menarik.
- Latihan satu-persatu kaidah tertentu disesuaikan perkembangan bahasa
anak dan menghindarkan kesalahan bahasa anak.
- Latihan dalam bentuk tanya jawab dan tentang sebagai kata ganti atau dhamir,
dengan contoh ini guru mampu mendidik bahasa anak.

Sedangkan untuk
halaqah tiga meliputi dua kelas, yaitu lima dan enam. Murid pada halaqah
ini memungkinkan untuk konsentrasi dalam mengembangkan
pikirannya, kemampuan memahami qawa’id sesuai tujuan yang ditentukan. Cara yang
digunakan berupa contoh-contoh, diskusi, minta
pendapat, dan penerapannya. Pada halaqah ini tidak ada larangan secara
khusus untuk mengajarkan qawa’id dan
penerapan penerapannya dengan memberikan kemudahan kepada anak setelah banyak
menguasai qawa’id yang beragam.

2.4 Tingkat I’dadiyah


Pada tingkatan I’dadiyah murid memulai pelajaran ilmu nahwu dengan program yang
direncanakan berupa gambaran yang lebih luas dan komprehensif. Pada tingkat ini dapat
mengulangi sebagian bab-bab yang diajarkan pada tingkat sebelumnya serta materi bersifat
lebih detail dan rinci.

2.5 Tingkat Tsanawiyah


Metode-metode pada tingkat ini terfokus pada bab-bab dan masalah-masalah
yang muncul dalam pemahaman pada murid
tingkat I’dadiyah dan mengkhususkan qawa’id serta penerapannya secara lengkap.
Metode yang sesuai adalah metode khusus nahwu. Dari penjelasan tentang model pengajaran
qawa’id (nahwu) di atas, maka dapat disimpulkan bahwa untuk mengajarkan nahwu harus
memperhatikan tingkat (marhalah) dalam suatu lembaga pendidikan.
Jadi nahwu belum tentu sesuai diajarkan di setiap tingkat, hal ini dikarenakan tingkat
berfikir siswa di setiap marhalah tidak sama.

Untuk lebih meningkatkan hasil belajar dalam belajar / mengajarkan nahwu,


hendaklah para pengajar nahwu memperhatikan hal-hal berikut :

- Hendaklah menyiapkan beberapa contoh untuk kaidah yang akan diajarkan.


- Contoh itu dituliskan di papan tulis dengan tulisan yang terang dan benar.
- Siswa melihat dan memperhatikan ke papan tulis dan salah seorang di antaranya
disuruh membaca misal itu.
- Para siswa memperhatikan misal itu satu persatu, yaitu dengan pertanyaan-pertanyaan
yang jawabannya menjadi pokok dan jalan untuk memahami kaidah tersebut.
- Setelah selesai bertanya jawab dan memperbandingkan misal-misal itu, maka
kemudian guru menyuruh menyimpulkan kaidah definisi contoh tersebut.
- Guru menuliskan definisi yang disimpulkan oleh siswa.
- Berikanlah kata-kata kunci, supaya siswa menyusun kata-kata itu dalam kalimat yang
mengandung arti, sesuai dengan kaidah yang telah dipelajari.
- Perlihatkanlah kepada siswa beberapa kalimat dan disuruh mereka mengatakan apa-
apa yang berhubungan dengan kaidah tersebut Sedangkan tujuan mempelajari ilmu
shorof adalah untuk memahami berbagai perubahan kata asal (pokok) menjadi
beberapa macam kata dan memahami berbagai cara perubahannya menurut pola
perubahan pembentukan kata atau waznnya dan untuk menghindari berbagai
kesalahan yang berhubungan dengan masalah-masalah sharfiah.

Secara ringkas menurut penulis dapat dinyatakan bahwa tujuan


pembelajaran qowaid adalah mengenalkan dan membiasakan peserta didik menggunakan
kaidah-kaidah nahwu dan sharaf secara tepat, sehingga terhindar dari kesalahan lisan, baca,
makna, maksud yang ingin disampaikan kepada orang lain dan kesalahan dalam ekspresi
tulisan. Selain itu, nahwu juga sangat membantu seeorang untuk memahami teks bahasa
Arab. Implikasinya adalah peserta didik mampu secara tepat dan cermat menyusun ungkapan
dan kalimat dalam bahasa Arab, untuk kepentingan komunikasi aktif maupun pasif.

2.6 Model Pembelajaran Qowaid


Model pembelajaran shorof disamakan dengan model pembelajaran nahwu yang
keduanya berada dalam satu rumpun yaitu rumpun qowaid. Ada dua model
pembelajaran qowaid, model ini dikenal dengan metode qiyasi (deduktif), dan
metode istiqraiy (induktif), namun menurut Hasan Syahatah ada tiga model
pembelajaran qowaid, dengan adanya metode al mu’dilah. Adapun penjelasannya sebagai
berikut :
a. Model qiyasi (deduktif)
yaitu metode yang pembelajarannya dimulai dengan kaidah-kaidah
atau ta’rif kemudian memberi contoh-contoh. Cara mengajar dengan pendekatan ini
diawali oleh guru dengan menyebutkan kaidah nahwu yang ingin mengajarkan dengan
memberi contoh-contoh pemberian contoh tersebut disesuaikan dengan topik/muatan
materi dan tingkat kemampuan siswa cara seperti ini lebih dianjurkan pada siswa
tingkat mutawashith dan mutaqaddim.
Adapun langkah aplikatif bagi seorang guru adalah sebagai berikut:
- Guru masuk kelas dan memulai pelajaran dengan menyampaikan tema tertentu

- Guru melanjutkan dengan menjelaskan kaidah-kaidah nahwu

- Pelajaran dilanjutkan dengan siswa memahami serta menghafal tentang kaidah-kaidah


nahwu

- Guru memberikan contoh atau teks yang berkaitan dengan kaidah

- Guru memberikan kesimpulan pelajaran

- Setelah dianggap cukup, siswa diminta mengerjakan soal-soal latihan


Beberapa kelebihan metode qiyasi adalah sebagai berikut:

 Tujuannya lebih spesifik

 Aplikasinya mudah dan cepat

 Memudahkan siswa dalam pemahaman dengan cepat

 Tidak menekankan adanya hafalan

Adapun kekurangannya adalah sebagai berikut:

 Pemahaman siswa cepat luntur, karena tidak dihafalkan

 Adanya ketergantungan kepada orang lain

 Lemahnya dari sisi keaktifan berfikir dan mengemukakan pendapat

 Kesulitan dalam qowaid yang bersift juz’iyah

a. Model istiqraiy (induktif)


yaitu metode yang dimulai dengan contoh-contoh yang baru, kemudian yang diikuti
dengan qowaid pada umumnya. Pada pembelajaran bahasa nahwu dengan pendekatan ini
guru justru memulai pelajaran dengan menampilkan contoh-contoh pola kalimat terlebih
dahulu guru mengiringi penjelasan dengan pengambilan kesimpulan kaidah yang terdapat
dalam contoh-contoh tersebut. Cara ini lebih baik untuk diberikan pada siswa tingkat
ibtida’iyah.
Adapun langkah- langkahnya sebagai berikut:

 Guru memulai pelajaran dengan menentukan tema pelajaran

 Guru memberikan contoh kalimat atau teks yang berhubungan dengan tema.

 Siswa secara bergantian diminta untuk membaca contoh atau teks yang diberikan
oleh guru

 Setelah dianggap cukup, guru menjelaskan kaidah nahwu yang terdapat dalam
contoh atau teks yang berkaitan dengan tema

 Dari contoh atau teks, guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan
atau rangkuman tentang kaidah nahwu

 Siswa diminta untuk mengerjakan latihan-latihan.

Adapun metode istiqraiy mempunyai kelebihan dan kekurangan.

Kelebihannya adalah sebagai berikut:


 Metode ini merupakan metode yang baik untuk menemukan tujuan
dari qowaid nahwu

 Mampu menyimpulkan kaidah yang umum dengan cepat

 Memberikan makna jelas dan mudah praktiknya

 Pemberian contoh dengan uslub-uslub yang mudah dipahami

Sedangkan kekurangannya adalah sebagai berikut:

 Lambat dalam memperoleh informasi karakteristik siswa

 Tidak efisien karena kebanyakan contoh-contoh yang diberikan oleh guru

 Contoh yang diberikan biasanya parsial, sering terpisah tidak sesuai


dengan tingkatan siswa.

b. Model al-mu’dilah
Merupakan pengembangan dari dua metode sebelumnya yaitu metode pembelajaran
nahwu menggunakan metode yang bersambung tidak terpisah. Yang dimaksud bersambung
adalah potongan bacaan dari satu topik teks bacaan yang dibaca siswa, kemudian ditunjukan
beberapa hal yang dianggap spesifik kemudian setelah itu mengambil kesimpulan tentang
kaidahnya dan ditambah praktik berupa latihan.
Berbagai model pembelajaran qowaid yang telah dipaparkan sebelumnya merupakan
model yang sering digunakan dimadrasah maupun pondok pesantren. Menurut penulis,
sebenarnya model tersebut dapat dilakukan dan digunakan bukan sesuai dengan tingkat
pendidikannya seperti yang dicantumkan diatas, tetapi model tersebut digunakan sesuai
dengan tujuan awal dalam mempelajari bahasa. Jika bahasa digunakan atau dipelajari untuk
kepentingan komunikatif atau mahir dalam berbicara dapat digunakan model istiqraiy atau
induktif. Jika tujuan mempelajari bahasa Arab dengan tujuan memahami teks arab dan
cenderung menguasai bahasa Arab secara pasif maka model yang digunakan hendaklah
model qiyasi atau deduktif.

2.7 Problem Pembelajaran Qowaid


Di antara problem-problem yang dihadapi saat berlangsungnya
pembelajaran qowaid adalah
a. Guru menitikberatkan perhatian pada kaidah qowaid untuk menghafal dan memahami
isi bacaan. Pengajaran qowaid membutuhkan waktu yang panjang dan sangat lama
dalam proses pembelajarannya, sehingga mengabaikan pembelajaran lain yang tidak
kalah pentingnya.

b. Siswa yang sering dituntut hafalan syair-syair atau matan tentang


ilmu nahwu/sharf tetapi mereka tidak paham dari makna dan penjelasan syair yang
diihafal tersebut. Oleh karena itu, jika memang diajarkan dalam bentuk lagu dan
menghafalkan syair dengan tujuan untuk menarik siswa dan untuk mengingat dengan
mudah, maka guru harus menjelaskan secara detail makna dan isi dari syair yang
dipelajari, agar siswa paham dan mengerti makna yang terkandung di dalamnya.

c. Pembelajaran qowaid diajarkan tidak utuh dan parsial, terkesan terpisah-pisah serta
mengalami penyempitan dan membatasi diri dalam wilayah garapannya, sebatas
menyajikan contoh-contoh tanpa dikaji secara kritis.

d. Pembelajaran qowaid sering lebih berorientasi untuk menjelaskan keadaan yang tidak
memasuki wilayah substantif, menjelaskan keadaan rafa’, nasab, mubtada’, fail,
maf’ul bih, naibul fail dengan mengabaikan implikasi makna yang menyertainya. Juga
tidak memperhatikan konsekuensi makna yang mengikuti dan ada dalam masing-
masing pola.

e. Pola hubungan guru dan murid dalam pembelajaran tarakib terkadang terlihat kaku,
guru hanya menyajikan contoh kemudian peserta didik dituntut dan diberi tugas
membuat contoh serupa. Guru jarang mengetahui kekuatan dan kelemahan siswa
adalam pembelajarannya.

f. Buku ajar qowaid yang di dapat terkadang materinya tidak sesuai dengan kemampuan
siswa. Seperti materi yang terlalu panjang, monoton, dan jauh dari nilai-nilai humanis,
sehingga menjadi beban bagi siswa.

g. Pembelajaran qowaid tidak disandingkan lagi dengan disiplin ilmu lain, seperti ilmu
al-Qur’an, atau ilmu bahasa, psikologi, dan humaniora.

2.8 Strategi Pembelajaran Qowaid


Strategi pembelajaran merupakan cara-cara yang berbeda untuk mencapai hasil
pembelajaran yang berbeda di bawah kondisi yang berbeda. Strategi pembelajaran juga
berarti cara-cara yang digunakan oleh pengajar, untuk memilih kegiatan belajar yang akan
digunakan selama proses pembelajaran. Pemilihan tersebut dilakukan dengan
mempertimbangkan situasi dan kondisi, sumber belajar, kebutuhan dan karakteristik peserta
didik yang dihadapi dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran tertentu.
Pada dasarnya, kegiatan pengajaran tata bahasa terdiri dari dua bagian yaitu pengenalan
kaidah-kaidah bahasa (nahwu dan shorof) dan pemberian latihan atau drill. Kedua kegiatan
tersebut dapat dilaksanakan baik dengan cara deduktif maupun induktif dan disesuaikan
dengan pandangan dasar dari pendekatan yang digunakan.

a) Pengenalan Kaidah
Pengenalan kaidah bahasa dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
 Cara deduktif
Dimulai dengan memberikan kaidah-kaidah bahasa yang harus difahami dan
dihafalkan, kemudian diberikan contoh-contoh. Setelah itu siswa diberikan
kesempatan untuk melakukan latihan-latihan untuk menerapkan kaidah atau rumus
yang telah diberikan tadi
 Cara induktif
Dilaksanakan dengan cara, guru pertama-tama menyajikan contoh-contoh. Setelah
mempelajari contoh yang diberikan, siswa dengan bimbingan guru menarik
kesimpulan sendiri kaidah-kaidah bahasa berdasarkan contoh- contoh tersebut.

Ada dua hal yang perlu dicatat dalam pengenalan kaidah ini, pertama bahwa siswa
tidaklah dituntut harus menghafalkan kaidah diluar kepala, melainkan kemampuan
memahami dan memfungsikannya kaidah tersebut kedalam praktik berbahasa sehari-hari.
Kedua, tidak semua topik dalam nahwu harus diajarkan. Topik-topik kaidah bahasa perlu
dipilih berdasarkan kebutuhan pemakainya dan disesuaikan dengan tingkat atau level para
pembelajar.

b) Latihan atau drill


Beberapa pendekatan dan metode menekankan perlunya penyajian gramatika
fungsional, baik dari segi pilihan materi maupun cara penyajiannya. Yang ditekankan
bukanlah penguasaan kaidah apalagi sekedar menghafalkan definisinya, melainkan
kemampuan membuat kalimat-kalimat gramatikal.
Ada tiga jenis atau jenjang latihan yang masing-masing berdiri sendiri atau bisa
dilakukan secara berurutan sehingga merupakan satu kesatuan, yakni
 Latihan Mekanis
Latihan ini bertujuan menanamkan kebiasaan dengan memberikan stimulus untuk
mendapatkan respon yang benar. Latihan ini diberikan secara lisan maupun tulisan.
 Pengulangan sederhana

‫فتح المدرس كتابا‬


‫فتح المدرس كتابا‬
 Penggantian sederhana

‫فتح المدرس كتابا‬


‫فتح المدرس بابا‬
 Penggantian berganda

‫فتح المدرس كتابا‬


‫فتح الطالب بابا‬
 Transformasi

‫فتح المدرس كتابا‬


‫فتحت المدرسة كتابا‬
 Penggabungan kalimat menggunakan isim maushul

‫قرأت كتابا – اشتريت كتابا باألمس‬


‫قرأت الكتاب الذي اشتريته باألمس‬
 Latihan Bermakna
Jika latihan mekanis semuanya bersifat manipulatif, karena kaliamt yang diucapkan
siswa sama sekali tidak dihubungkan dengan konteks dan situasi, maka latihan bermakna
meskipun belum sepenuhnya bersifat komunikatif, tapi sudah dihubungkan dengan
konteks atau situasi sebenarnya. Pemberian konteks, untuk meningkatkan latihan
manipulatif ke latihan bermakna dapat menggunakan alat peraga atau media dan
mendesain situasi kelas dengan memanfaatkan benda-benda didalamnya.

 Latihan Komunikatif
Latihan ini menumbuhkan daya kreasi siswa dan merupakan latihan berbahasa yang
sebenarnya. Oleh karena itu, latihan ini sebaiknya diberikan apabila guru merasa bahwa
siswa telah mendapatkan bahan yang cukup yang sesuai dengan situasi dan konteks yang
ditentukan.
Berdasarkan tujuan umum pembelajaran qowaid, penulis dapat merumuskan strategi
yang cocok dalam pembelajaran qowaid adalah sebagai berikut:

1. Tahlil al- Akhta


a. Tujuan
Ini adalah strategi yang menuntut adanya kecermatan siswa dalam mengidentifikasi
dan menganalisis kesalahan pada tata bahasa arab. Disamping menghadirkan pembenaran
atas kesalahan tersebut.
b. Alat yang digunakan
Papan Tulis, Spidol, Slide Power Point, Kamus Bahasa Arab
a. Prosedur
Strategi ini digunakan setelah guru memberikan tugas kepada siswa untuk
menulis karangan pendek sesuai dengan tema yang diajarkan, Setelah tugas
dikoreksi, guru hendaknya mengidentikasi dan mengklasifikasi mana yang
merupakan kesalahan umum yang berfrekuensi tinggi. Serta amana yang
merupakan kesalahan individual.Minta siswa secara bersama-sama untuk
menganalisa kesalahan tersebut dimulai dari yang berfrekuensi tinggi. Guru
kemudian menjelaskan letak kesalahnnya dan pembetulannya. Jika diperlukan,
guru menjelaskan qowaid yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang
dianalisa.
2. Belajar Jumlah
a) Tujuan
Siswa dapat menggunakan struktur kalimat yang terdiri atas jumlah fi’liyah
b) Alat yang diperlukan
Teks bacaan, kertas, bolpoin
a. Prosedur
 Guru membuat daftar bacaan atau mengambil teks yang ada dibuku bahasa
Arab
 Guru membagikan bacaan kepada siswa
 Siswa secara berkelompok mencari jumlah fi’liyah
 Guru dan siswa membahas bersama-sama tema pembelajaran
3. Kalimat Aktif-Pasif
a) Tujuan
Melatih siswa belajar kalimat aktif dan pasif
b) Alat yang diperlukan
Alat tulis, potongan kertas kecil atau kartu berwarna
a. Prosedur
 Bagikan kertas kepada siswa, lalu mintalah mereka membuat kata kerja aktif

 Mintalah masing-masing siswa untuk saling menukarnya

 Setelah itu, siswa membuat kata pasif dari kartu tersebut dibaliknya dengan
kata yang sama

4. Ikhtiyar al- Jummal


a) Tujuan
Ini adalah strategi yang membutuhkan kejelian siswa untuk dapat memilah antara
kalimat yang salah dan benar. Strategi ini dapat berguna untuk mengunggah sense of
language mahasiswa terhadap struktur kalimat bahasa Arab.
b) Alat yang diperlukan
Papan Tulis, Spidol, Potongan-potongan Kertas, Permen
c) Prosedur
 Untuk tahap persiapan, guru hendaknya membuat sejumlah kalimat dalam potongan-
potongan kertas. Kalimat-kalimat tersebut ada yang susunan gramatikanya benar dan
ada yang salah. Kemudian kalimat-kalimat tersebut dicampur.
 Bagi siswa menjadi beberapa kelompok. Setiap kelompok diberi sekitar 10-20 kalimat
yang salah dan yang benar
 Siswa diminta untuk memilah kalimat yang benar dan salah.
 Guru memeriksa hasil kerja siswa. Jika ada yang salah letak, maka guru menanyakan
alasan mengapa ia meletakan kalimat tersebut pada posisi itu.
 Akhiri pembelajaran dengan mendikusikan kalimat-kalimat yang salah dan bagaimana
membetulkannya.
5. Card Sort
a) Tujuan
Melatih siswa berfikir dan menemukan perbedaan struktur kata, ungkapan, dan kalimat.
b) Alat yang digunakan
Kartu acak, kertas, bolpoin
c) Prosedur
 Siapkan kertas yang telah dituliskan dengan kalimat dengan struktur yang berbeda-
beda
 Bagikan kartu tersebut kepada para siswa secara acak

 Mintalah masing-masing siswa berkelompok sesuai dengan kategori kalimat yang ada
dalam kartu masing-masing

 Mintalah masing-masing siswa kelompok menuliskan kalimat-kalimat yang serupa


tersebut dalam kertas maupun

 Mintalah masing-masing kelompok menyampaikan hasilnya (presentasi) di depan


kelas

 Berikan kesempatan kelompok lain untuk memberikan komentar atau pertanyaan

 Berikan klarifikasi secara menyeluruh dari hasil kerja kelompok tersebut.

6. Gramatika Cepat
a) Tujuan
Melatih siswa memproduksi dan mengidentifikasi macam-macam kalimat dengan
cepat, logis, dan tepat.

b) Alat yang digunakan


Telinga (pendengaran), penglihatan-pikiran, dan mulut (pengucapan dan pelafalan)
c) Prosedur
 Siswa diajak bermain dengan menebak kata yang diucapkan teman disampingnya.
Kata kunci permainan ini adalah mendengarkan dan menebak susunan kata yang
berupa grammar dari teman
 Tidak boleh menyebutkan kata yang sama atau sudah diucapkan teman sebelumnya
 Kata umpan pertama berasal dari guru
 Misalnya guru memulai dengan kata ‫ فتح‬, lalu dijawab dengan “kalimat fi’il, fi’il
madhi, mabni fathah, shohih, dst”.
7. Tahlil An Nash
a) Tujuan
Strategi ini melatih ketajaman analisis terhadap struktur kata dan ungkapan ataupun
pernyataan yang dianggap tidak jelas
b) Alat yang digunakan
Teks Bacaan, Papan Tulis, Spidol
c) Prosedur
 Bagikan teks/bacaan kepada masing-masing siswa.
 Mintalah semua siswa untuk membaca teks tersebut dengan seksama.
 Mintalah masing-masing siswa untuk menganalisis struktur kata dan ungkapan
ataupun pernyataan yang dianggap tidak jelas
 Mintalah siswa untuk berkelompok dan mendiskusikan hasil analisis teks
bacaan masing-masing.
 Mintalah beberapa siswa untuk menyampaikan hasilnya (presentasi) di depan
kelas mewakili kelompoknya.
 Berikan kesempatan kepada kelompok lain untuk memberikan komentar atau
pertanyaan.
 Berikan klarifikasi terhadap hasil kerja siswa tersebut agar pemahaman
terhadap bacaan semakin baik.
8. Tusuk Gramatika
a) Tujuan
Siswa dapat mengelompokan jenis kata dan menambah perbendaharaan kata
b) Alat yang diperlukan
Lidi dan kertas berbentuk lingkaran kecil bertuliskan kosakata Arab berupa kelompok
kata, kalimat, huruf, dll
c) Prosedur
 Guru membuat lingkaran kecil dari kertas manila
 Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok
 Guru memberikan instruksi tentang mekanisme tusuk kata kepada masing-masing
kelompok
 Masing-masing kelompok mencari dan mengurutkan kelompok yang telah diacak
dan menyusunnya dengan menusukkan kata yang sesuai dengan kelompok kata
tersebut
 Siswa mencari, mendiskusikan, dan mengklasifikasikan kata sesuai dengan
bagiannya masing-masing
 Setelah game selesai, tiap kelompok maengirim perwakilan untuk
mempresentasikan hasil diskusinya
 Penilaian bisa dilakukan oleh guru dengan menyebutkan kesalahan atau melihat
jumlah kata yang salah tusuk
9. Istintajiyyah
a) Tujuan
Pengembangan materi kebahasaan agar mudah difahami
b) Alat yang diperlukan
Papan Tulis, Spidol, Slide Power Point
c) Prosedur
 Guru memberikan contoh-contoh kalimat pada pola tertentu misalnya:
‫مبتدأ مؤخر‬
‫األشجار فى البستان‬
‫أحمد فى الفصل‬
‫فى البستان أشجار‬
‫فى الفصل أحمد‬
 Guru menjelaskan kalimat no 1 dan 2, mahasiswa diminta untuk memperhatikan
isim yang ada diawal kalimat yang bergaris bawah. Isim-isim tersebut mubtada,
sedangkan khobarnya adalah kata-kata sesudahnya
 Siswa diminta untuk memperhatikan dan membandingkannya dengan contoh no 3
dan 4
 Setelah siswa mengidentifiksi perbedaan kedua kelompok contoh tersebut, maka
dijelaskan bahwa kata-kata yang terletak dibelakang adalah mubtada muakhar dan
yang ada didepan adalah khabar muqaddam.
 Dan untuk pemantapan, siswa diberi contoh dengan pola yang sama
10. Musykil I’rabul Qur’an

a) Tujuan

Melatih siswa mengembangkan penguasaan stuktur gramatika dan agar terampil


menggunakan i’rab terhadap suatu bacaan

b) Alat yang diperlukan

Teks bacaan atau potongan ayat Alquran dengan panjang yang sama, papan tulis,
spidol

c) Prosedur

 Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok

 Siapkan teks bacaan atau potongan ayat Alquran dan diletakan di kardus kecil atau
kotak tertentu

· Setiap kelompok diminta mengambil salah satu potongan teks

· Setiap kelompok diminta mendiskusikan dan menentukan pola struktur gramatika


dengan cara menggunakan ‘irab
· Permainan ini dilanjutkan pada evaluasi bersama

· Hasil kerjaan siswa ditulis dipapan tulis dan dikoreksi oleh yang lain

d) Muqaranat al-Nash

a. Tujuan

Siswa dapat membandingkan dua model tulisan yang berbeda bentuk, namun sama tema
bahasan. Kajian ini lebih difokuskan pada unsur gramatika bahasanya.
b. Alat yang digunakan

Majalah, Surat kabar/ Koran, Papan Tulis, Spidol


c. Langkah-langkahnya:

· Guru menghadirkan dua tulisan yang sama tema tapi berbeda dalam bentuk dari
majalah atau surat kabar, dll

· Bagi siswa menjadi beberapa kelompok yang saling bekerjasama.

· Minta masing-masing kelompok untuk menuliskan perbandingan kedua tulisan yang


tersedia, dengan mengidentifikasi unsur gramatikalnya

· Bahas hasil perbandingan mahasiswa secara bersama-sama secara runtut dan logis.

e) Klasifikasi Gramatika

a. Tujuan

Siswa secara berkelompok agar mampu mengklasifikasikan struktur gramatika yang


sejenis
b. Alat yang diperlukan

Kartu berwarna atau flash kartu


c. Prosedur

· Bagilah siswa menjadi dua tim dan memberi nama tim tersebut

· Berikan setiap tim setumpuk kartu yang berisi kalimat dengan berbagai jenis
struktur gramatika

· Setiap tim mengklasifikasikan tumpukan kartu sesuai dengan jenis gramatika

· Guru memeriksa klasifikasi dua tim.


f) Tamtsiliyyah

a. Tujuan

Membiasakan murid berbahasa dengan benar, sehingga mereka tidak terpengaruh


dengan bahasa-bahasa pasaran.
b. Alat yang diperlukan

Teks Bacaan, Permen, Papan Tulis, Spidol


c. Prosedur

· Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok dengan jumlah anggota sesuai dengan
peran yang ada dalam teks dialog yang akan diajarkan (misalnya, 2 atau 3 orang)

· Siswa diberi teks yang berisi dialog dan mereka diminta untuk mempelajarinya dan
menanyakan kosakata yang tidak difahami

· Siswa diminta untuk memainkan peran yang ada dalam teks tersebut dan
mengungkapkan dialog tokoh tersebut melalui bahasa yang sesuai dengan kaidah
tata bahasa Arab.

· Kemudian bertukar peran dengan yang lainnya.

g) Mafhum An Nash

a. Tujuan

Menghindari berbagai kesalahan yang berhubungan dengan masalah-masalah sharfiah.


b. Alat yang diperlukan

Teks Bacaan, Papan Tulis, Spidol


c. Prosedur

· Bagikan teks/bacaan kepada masing-masing siswa.

· Guru mengenalkan kata-kata dan istilah baru

· Siswa memahami judul/topik isi bacaan

· Siswa menjawab pertanyaan bacaan

· Siswa menganalisis kalimat yang terdapat dalam bacaan

· Siswa menyebutkan kaidah-kaidah sharfiyah yang terdapat dalam bacaan

· Siswa mengerjakan tamrinat/ latihan


h) Permainan Tiga Fi’il

a. Tujuan

Memperkenalkan siswa tentang kosakata atau kalimat dalam beberapa bentuk, misalnya
fi’il dalam tiga bentuk
b. Alat yang digunakan

Dewan juri, hadiah, dan kartu kata


c. Prosedur

· Bagilah siswa menjadi tiga kelompok

· Kel 1 adalah fi’il madhi, kel 2 adalah fi’il mudhori, kel 3 adalah fi’il amar

· Guru memotong kerja sesuai selera dan membaginya dalam tiga jenis bentuk

· Guru membacakan terjemah satu kata, misal makan, setiap siswa beradu kecepatan
mengangkat kartunya yang memiliki arti makan dalam bahasa arab

· Kelompok yang tercepat dalam mengangkat dan membacanya dalam bahasa arab
adalah pemenangnya.

i) Gramatika Kolom Shorof

a. Tujuan

Memudahkan ingatan siswa dalam menghafal perubahan kata


b. Alat yang digunakan

Pendengaran, pengucapan, spidol, kolom, dan papan tulis.


c. Prosedur

· Siswa melantunkan tashrif

· Diusahakan sebaiknya kalimat yang hendak ditashrif dalam permainan ini dibuat
berkaitan dengan materi bacaan yang sedang dibahas.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan beberapa paparan singkat terkait qowaid dan strategi pembelajarannya, dapat
diambil beberapa kesimpulan yaitu:
- Qowaid atau tata bahasa adalah sarana untuk dapat menggunakan bahasa dengan
benar dalam berkomunikasi. Sedangkan definisi qowaid adalah aturan-aturan yang mengatur
penggunaan bahasa Arab yang digunakan sebagai media dalam memahami kalimat.
- Dalam pembelajaran qowaid, guru sering menitikberatkan perhatian pada kaidah-
kaidah nahwu shorof untuk dihafalkan, dan cenderung kurang memberi kesempatan kepada
siswa untuk melakukan latihan-latihan yang dapat memahami isi kaidah tersebut dengan baik.
- Tujuan khusus pembelajaran qowaid terkesan masih ada yang sama untuk satu tingkat
dengan tingkat lain. Namun karena pemilihan strategi dan materi yang berbeda, tentu
pencapaian kompetensi dan tingkat kemahirannya juga akan sangat berbeda
- Ada dua model pembelajaran qowaid yaitu model qiyasi (deduktif) dan model
istiqraiy (induktif), hasan syahatah menambahkan satu lagi metode yaitu model al Mu’dilah
dalam pembelajaran qowaid.
- Dalam penggunaan strategi pembelajaran qowaid seorang guru harus mmperhatikan
beberapa hal yang menjadi pertimbangan, diantaranya adalah jenis materi yang akan
disampaikan termasuk mempersiapkan latihannya, karakteristik siswa, waktu yang
disediakan,dll
DAFTAR PUSTAKA

Rodliyah Zaenuddin, Metodologi dan Strategi Alternatif Pembelajaran Bahasa Arab,


(Yogyakarta: Pustaka Rihlah Group, 2005), hlm. 51
Syaiful Musthofa, Strategi Pembelajaran Bahasa Arab Inovatif, (Malang: UIN Maliki Press,
2011), hlm. 91
Wina Sanjaya, Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Cet.
Kedua. (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), hlm. 78
Usman, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Press. Depag RI, 2002),
hlm. 4
Ahmad Warson Munawwir,. 2002. Kamus Al Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap.
Surabaya: Pustaka Progresif, 2002). hlm. 1138
Syaikh Musthofa Al-ghuyalaini, Tarjamah Jami’ud Durusil Arabiyah, (Semarang: CV Asy-
Syifa, 1991), hlm.15
Syaiful Musthofa, Strategi Pembelajaran Bahasa Arab Inovatif...,hlm. 92
Maksudin, Strategi Pembelajaran Shorof, Alarabiyah Jurnal, hlm.28
M. Abdul Hamid, dkk, Pembelajaran Bahasa Arab, (Malang: UIN Malang Press, 2010),
hlm. 64
Hasan Syahatah, Ta’limul Lughoh Al Arabiyah baina Nadzariyat wa Tathbiq, (Mesir: Darul
Misriyah Lubnaniyah, 1993), hlm. 201
Abdul Alim Ibrahim. Al Muwajjih Al Fanni. (Kairo: Dar al Ma’arif, 1987), hlm. 208
Maksudin, Strategi Pembelajaran Shorof, Alarabiyah Jurnal, hlm.27
Rusydi Ahmad, Ta’limul Arabiyah lighairi Nathiqin biha wa Manahijihi wa Asalibihi,
(Ribat: Mamlakah Arabiyah Assu’udiyah, 1989), hlm. 200
Hasan Syahatah, Ta’limul Lughoh Al Arabiyah baina Nadzariyat wa Tathbiq..., hlm. 212
M. Abdul Hamid, dkk, Pembelajaran Bahasa Arab..., hlm. 67
Syaiful Musthofa, Strategi Pembelajaran Bahasa Arab Inovatif...,hlm. 100
M. Abdul Hamid, dkk, Pembelajaran Bahasa Arab..., hlm. 68
Syaiful Musthofa, Strategi Pembelajaran Bahasa Arab Inovatif...,hlm. 102
Hasan Syahatah, Ta’limul Lughoh Al Arabiyah baina Nadzariyat wa Tathbiq..., hlm. 212
Fathul Mujib, Rekonstruksi Pendidikan Bahasa Arab dari Pendekatan Konvensional ke
Integratif Humanis, (Yogyakarta: Pedagogia, 2010), hlm. 177
Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer, (Jakarta: PT Bumi Aksara,
2009), hlm. 5.
Hamzah B. Uno, Model Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), hlm.3
Ahmad Fuad effendi, Metodologi Pengajaran Bahasa Arab, (Malang : Misykat, 2012), hlm.
113
Ibid, hlm. 115
Radliyah Zaenuddin, Metodologi dan Strategi Alternatif Pembelajaran Bahasa Arab..., hlm
97

Anda mungkin juga menyukai