Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

METODE PEMBELAJARAN KOMPONEN BAHASA ARAB

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah pembelajaran Bahasa


Arab

Dosen Pengampu: Dr. Iwan Siswanto, S. Pd. I., M. Pd. I

Disusun Oleh Kelompok 10

Khairunnisa : 12092021010026

Nurlatifahtultul Qari‘ah : 12092021010046

Putri Nadya Rosa : 12092021010051

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
AULIAURRASYIDIN TEMBILAHAN
TAHUN AKADEMIK
2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah-Nya,
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Metode Pembelajaran
Komponen Bahasa Arab" dengan tepat waktu. Makalah disusun unuk memenuhi
tugas mata kuliah Pembelajaran Bahasa Arab. Selain itu, makalah ini bertujuan
untuk menambah wawasan bagi para pembaca dan juga bagi penulis. Penulis
mengucapkan terimakasih kepada bapak dosen Dr. Iwan Siswanto, S. Pd. I., M.
Pd. I.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun diharapkan
demi kesempurnaan makalah ini.
Demikian kata pengantar karya tulis ini dan penulis berharap semoga karya
ilmiah ini dapat digunakan sebagaimana mestinya. Aamiin.

Tembilahan, 04 Sempember 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i

DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

A. Latarbelakang ........................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................... 1
C. Tujuan Masalah ........................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................... 2
A. Pengajaran Mufradat ................................................................................ 2
1. Pengertian Pengajaran Mufradat ....................................................... 2
2. Tujuan Pembelajaran Mufradat ........................................................ 2
3. Posisi Mufradat dalam Sistem Bahasa Arab ..................................... 4
4. Prinsip-prinsip Pemilihan Mufradat .................................................. 6
5. Metode Pengembangan Pembelajaran Mufradat .............................. 8
B. Pengajaran Tata Bahasa ........................................................................... 10
1. Pengertian Pengajaran Tata Bahasa .................................................. 10
2. Teori-teori Tata Bahasa .................................................................... 11
3. Metode Pengajaran dalam Tata Bahasa Kata ................................... 13
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 14
A. Kesimpulan .............................................................................................. 14
B. Saran ........................................................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 15

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latarbelakang
Mufradât (vocabulary, kosakata) merupakan salah satu unsur bahasa yang
sangat penting, karena berfungsi sebagai pembentuk ungkapan, kalimat, dan
wacana. Sedemikian pentingnya kosakata, sehingga ada yang berpendapat bahwa
pembelajaran bahasa asing harus dimulai dengan mengenalkan dan
membelajarkan mufradât itu sendiri, baik dengan cara dihafal atau dengan cara
yang lain. Namun demikian, pembelajaran mufradât tidaklah identik dengan
belajar bahasa itu sendiri, karena mufradât tidak akan bermakna dan memberi
pengertian kepada pendengar atau pembacanya jika tidak dirangkai atau dibingkai
dalam sebuah kalimat yang benar dan kontekstual menurut gramatika dan sistem
semantik yang baku.
Pengajaran bahasa Arab adalah suatu proses pendidikan yang diarahkan untuk
mendorong, membimbing, mengembangkan seerta membina kemampuan bahasa
Arab, baik secara aktif maupun pasif serta menumbuhkan sikap positif. Adapun
yang dimaksud dengan berbahasa Arab aktif yaitu kemampuan bekomunikasi
dengan baik dan benar secara lisan, yaitu dalam berkomunikasi atau berbicara
dengan orang lain maupun secara tertulis seperti membuat karangan dan lain
sebagainya, sedangkan kemampuan berbahasa pasif yaitu kemampuan untuk
memahami pembicaraan orang lain dan kemampuan memahami isi bacaan.

B. Rumusan masalah
1. Apa itu pengajaran mufradat ?
2. Bagaimana cara pengajaran tata bahasa ?

C. Tujuan masalah
1. Untuk mengetahui pengajaran mufradat.
2. Untuk mengetahui pengajaran tata bahasa.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengajaran Mufradat
1. Pengertian Pengajaran Mufradat
Mufradât (vocabulary, kosakata) merupakan salah satu unsur bahasa
yang sangat penting, karena berfungsi sebagai pembentuk ungkapan, kalimat,
dan wacana. Sedemikian pentingnya kosakata, sehingga ada yang
berpendapat bahwa pembelajaran bahasa asing harus dimulai dengan
mengenalkan dan membelajarkan mufradât itu sendiri, baik dengan cara
dihafal atau dengan cara yang lain. Namun demikian, pembelajaran mufradât
tidaklah identik dengan belajar bahasa itu sendiri, karena mufradât tidak akan
bermakna dan memberi pengertian kepada pendengar atau pembacanya jika
tidak dirangkai atau dibingkai dalam sebuah kalimat yang benar dan
kontekstual menurut gramatika dan sistem semantik yang baku.1
Seperti halnya qawâ’id, mufradât juga hanya sarana/media, bukan tujuan
pembelajaran bahasa Arab itu sendiri. Karena itu, tidak tepat
anggapan sementara orang bahwa belajar bahasa asing tidak lain adalah
mempelajari kosakatanya. Tidak dapat dipungkiri bahwa mufradât itu sangat
penting dalam pembelajaran bahasa asing, namun jika tidak digunakan dalam
struktur kalimat dan dikontekstualisasikan, maka mufradât menjadi tidak
bermakna Ibarat pasir, ia baru berfungsi dengan baik jika diaduk dengan
semen dan air lalu digunakan dalam menyusun batu-batu atau bata-bata
menjadi dinding dari sebuah bangunan yang utuh.2

2. Tujuan Pembelajaran Mufradât


Salah satu orientasi modern dalam pembelajaran bahasa adalah tamhîr,
yaitu: pembentukan keterampilan dan kebiasaan berbahasa (takwîn al-
mahârât wa al-'âdât al-lughawiyyah). Orientasi ini tampaknya dipengaruhi
oleh aliran Behaviorisme (almadrasah al-sulûkiyyah) yang menyerukan
1
Hasan, al-Liqhah al-‘Arabiyyah: Ma’naha wa Mabnaha, (Kairo: al-Mishriyyah al-
‗Ammah li al-Kitab, 1985), Cet. III, h. 339-342.
2
Muhammad Haj Hasan, Tadris al-Mufradat, dalam Jurnal al-Muwajjih, (Jakarta: LIPIA,
1988), Edisi II, h. 42.

2
pentingnya pembiasaan berbahasa melalui pengulangan dan latihan-latihan
berbahasa dan juga oleh pendekatan komunikatif (al-madkhal al-ittishâlî).
Namun demikian, spirit utama yang dapat dipahami dari orientasi ini adalah
bahwa pembelajaran bahasa, termasuk bahasa Arab, haruslah fungsional (al-
ittijâh al-wazhîfî): memfungsikan bahasa sebagai media komunikasi dan
ekspresi, bukan sebagai unit analisis gramatikal yang cenderung filosofis dan
tidak realistis.3
Oleh karena itu, pembelajaran mufradât juga harus diorientasikan kepada
fungsionalisasi bahasa Arab itu sendiri sebagai media untuk memahami dan
berkomunikasi, baik dalam konteks pemahiran keterampilan pasif
(mendengar dan membaca) maupun keterampilan aktif (berbicara dan
menulis). Mufradât yang dibelajarkan bukanlah sekedar untuk dihafal di luar
kepala, tetapi harus digunakan untuk memahami teks, berbicara dan/atau
mengekspresikan ide-ide secara tertulis (insyâ'). Mufradât merupakan
kekayaan bahasa (tsarawât lughawiyyah) yang mutlak difungsikan dalam
berbahasa Arab, baik pasif maupun aktif. Atas dasar itu, tujuan utama
pembelajaran mufradât adalah:
1. Memperkenalkan kosakata baru kepada siswa/mahasiswa, baik melalui
bahan bacaan maupun fahm al-masmû.
2. Melatih siswa/mahasiswa untuk dapat melafalkan kosakata itu dengan
baik dan benar karena pelafalan yang baik dan benar mengantarkan
kepada kemahiran berbicara dan membaca secara baik dan benar pula
3. Memahami makna kosakata, baik secara denotatif atau leksikal (berdiri
sendiri) maupun ketika digunakan dalam konteks kalimat tertentu (makna
konotatif dan gramatikal dan
4. Mampu mengapresiasi dan memfungsikan mufradât itu dalam
berekspresi lisan (berbicara) maupun tulisan (mengarang) sesuai dengan
konteksnya yang benar.4

3
Hasan, Ja‘far al-Khalifah, Fushul fi Tadris al-Luqhah al-Arabiyyah, (Riyadh: Maktabah
al-Rusyd, 2003), Cet. II, h. 72.
4
Rusydi Ahmad Thu‘aimah, Ta’lim al-‘Arabiyyah li Ghair al-Nathiqina biha:
Manahijuhu wa Asalibuhu, ( Rabath: Isisco, 1989), Cet. I, h. 22-24.

3
Tujuan tersebut mencerminkan integrasi kompetensi kognitif
(mengenal, megetahui, Menyebutkan), afektif [mengapresiasi, menilai
bermanfaat] dan sekaligus psikomotorik (melafalkan, menggunakan,
memfungsikan). Karena itu, indikator penguasaan mufradât
siswa/mahasiswa bukanlah terletak pada kemampuannya untuk
menghafal dan mereproduksi mufradât itu, melainkan pada
keterampilannya menggunakan mufradât secara tepat, baik sebagai
sarana memahami teks, maupun sebagai sarana berekspresi (ta’bîr
syafawî maupun tahrîrî) tersebut. Dengan kata lain, pembelajaran
mufradât berfungsi sebagai media untuk mengembangkan kemahiran
siswa/ mahasiswa dalam berkomunikasi dalam bahasa Arab, baik aktif
maupun pasif dan dalam memahami pembicaraan maupun bacaan.

3. Posisi mufradat dalam sistem Bahasa arab


Mufradât, yang merupakan bentuk jamak dari mufradah, diartikan
sebagai satuan atau unit bahasa yang tersusun secara horisontal sesuai dengan
sistem gramatikal (nahwu) tertentu yang berfungsi sebagai pembentuk
kalimat. Mufradât dapat berupa kata (kalimah), isthilâh (term), atau 'ibârah
isthilâhiyyah (idiom). Karena fungsinya sebagai pembentuk ungkapan,
kalimat, dan wacana maka hampir tidak mungkin belajar bahasa Arab tanpa
mengetahui dan menguasai mufradât-nya.5
Namun demikian, terkadang disalah-pahami bahwa pembelajaran
mufradât itu dimaknai sebagai pembelajaran yang indikator kompetensinya
adalah bahwa siswa/mahasiswa mengetahui arti terjemahan atau padanan kata
dari mufradât yang dipelajari. Tidak tepat pula jika dikatakan bahwa indikator
kompetensi pembelajaran mufradât diukur berdasarkan kemampuan
siswa/mahasiswa mencari dan menemukan padanan kata tertentu dalam
kamus bilingual. Dengan kalimat lain, signifikansi dan posisi mufradât dalam
sistem bahasa Arab bukan terletak pada pemanfaatan kamus bilingual dalam

5
Muhammad ‗Ali al-Khuli, Mu’jam ‘Ilm al-Liqhah al-Tathbiqi: Inklizi-Arabi, (Beirut:
Maktabah Lubnan, 1986), h. 131.

4
rangka pencarian padanan kata dari mufradât tertentu, tetapi terletak pada
pemaknaan mufradât dalam konteks kalimat secara benar.6
Pemahaman tersebut mengantarkan kita kepada sebuah penegasan bahwa
posisi mufradât sangatlah penting dalam sistem bahasa Arab sebagai :
1. pembentuk struktur kalimat dan teks,
2. penjelas kedudukan kata dalam kalimat, dan
3. penentu makna linguistik kontekstual dalam sebuah wacana atau teks
bahasa secara tepat.
Penentu makna kontekstual itu harus ditopang oleh pemahaman terhadap
subsistem bahasa Arab lainnya, seperti: sharaf (termasuk isytiqâq), nahwu,
dan nizhâm dalalî (sistem semantik) serta substansi pembicaraan dan
teks itu sendiri.
Oleh karena itu, mufradât yang digunakan dalam pembicaraan atau teks
sangat terkait dengan dalâlah (makna). Setidak-tidaknya jika kita hendak
memahami sebuah jumlah (kalimat), ada empat tingkatan dalâlah yang harus
kita perhatikan, yaitu: (a) dalâlah mu’jamiyyah (makna leksikal), (b) dalâlah
sharfiyyah (makna morfologis), (c) dalâlah nahwiyyah (makna gramatikal),
dan dalâlah tanghîmiyyah (makna intonasi).
Misalnya guru mencontohkan kalimat:ٌّ ‫علٌّما ٌّلمدزس ٌّتالميره ٌّالمجتهدين‬
Secara leksikal, masing-masing kata berarti: mengajar-guru-murid-muridnya-
rajin.Jika dimaknai demikian, tentu orang tidak dapat memahami maksudnya
dengan baik. Kata kalimat itu dimulai dengan fi’l mâdhi, maka dalâlah
sharfiyyah-nya menunjukkan telah atau sudah; posisi al-mudarris sebagai
fâ’il (subyek) mengharuskan kita menempatkannya di awal kalimat dalam
bahasa Indonesia dan karena kata al-mudarris itu ma’rifah, maka
pengertiannya adalah ―guru itu‖ bukan seorang guru. Sedangkan talâmidz
kedudukannya sebagai maf’ûl bih (obyek) dan almujtahidîn adalah sifat/na’at
dengan konotasi ―yang‖, sehingga makna keseluruhannya adalah: ―Guru itu
telah mengajar murid-muridnya yang rajin‖
Signifikansi posisi mufradât dalam sistem bahasa Arab tidak hanya
terkait dengan makna kata per kata dalam struktur kalimat, melainkan juga

6
Rusydi Ahmad Thu‘aimah, Ta’lim al-‘Arabiyyah. . . h. 194

5
ragam dan varian bentuk mufradât itu sendiri (shiyagh al-kalimat) yang
secara gramatikal mempunyai kegunaan masing-masing. Bentuk ism dan fi'l
dengan berbagai varian dan derivasinya tidak hanya penting diketahui, tetapi
juga perlu dikontekstualisasikan penggunaannya. Karena itu, mufradât itu
dapat diposisikan pada level fonologis (ketika dilafalkan), morfologis (ketika
didekati dari segi bentuk kata), sintaksis (saat dimaknai posisi
gramatikalnya), semantik (ketika dilihat konteks maknanya), dan siyâq ghair
lughawî (konteks non-linguistik: sosial, budaya, politik, dsb). Jadi, mufradât
itu tidak hanya menjadi subsistem, tetapi juga menggejala dalam sistem dan
wacana bahasa Arab itu sendiri.7

4. Prinsip-prinsip pemilihan mufradat


Kekayaan mufradât yang dimiliki oleh bahasa Arab termasuk sangat
melimpah, bahkan mungkin paling banyak di antara bahasa-bahasa di dunia.
Meskipun belum ada hasil penelitian yang menunjukkan mengenai jumlah
pasti kosakata Arab karena memang terus mengalami perkembangan, tetapi
dapat dipastikan bahwa jumlahnya ratusan ribu, bahkan jutaan kata. Kamus
Arab terbesar dan terlengkap, Lisân al-‘Arab karya Ibn Manzhûr (630-711 H)
itu, terdiri dari 20 Juz/jilid tebal, dipastikan memuat ratusan ribu derivasi dan
kosakata. Banyaknya mufradât itu disebabkan oleh beberapa factor, seperti:
usia bahasa Arab yang sudah tua, fleksibilitas bahasa Arab dalam beradaptasi
dengan perubahan dan pengaraban kosakata non-Arab, dan banyaknya
isytiqâq (derivasi) yang dimilikinya.
Oleh karena tidak mungkin –bahkan mustahil— semua mufradât
dibelajarkan, maka diperlukan adanya prinsip-prinsip yang menjadi dasar
pemilihan mufradât, agar pembelajaran bahasa Arab efisien dan efektif.
Rusydî Ahmad Thu‗aimah menyebutkan ada tujuh prinsip pemilihan
mufradât sebagai berikut:

7
Mazin al-Wa‘r, Dirasat Nahwiyyyah wa Falsafiyyah fi dhau’al-Lisaniyyat al-
Mu’ashirah, (Damaskus: Dar al-Mutanabbi, 2001), Cet. I, h. 15-16.

6
a. ‫(ٌّانرٌاذُر‬Frekuensi). Kata yang frekuensi penggunaannya sering/banyak
harus diproritaskan untuk diajarkan daripada yang jarang digunakan.
Contohnya:ٌّ kata ‫ ٌّنَ ْير‬harus diutamakan dariٌّ pada kata ‫ ذ ُْرعح‬yang sama-
sama berarti: sungai, karena yang kedua jarang digunakan. Bahkan hanya
kata nahr, terutama bentuk jamaknya: anhar, yang digunakan oleh al-
qur‘an.
b. ٍَ‫( انر ٌََ ّزع أً ان َمد‬Range). Maksudnya, kata-kata yang digunakan oleh
banyak negara arab dariٌّ pada oleh sebuah negara arab. Standar dan
acuannya adalah mu’jam al-rashid al-lughawi li al-thifl al-‘arabi yang
disusun oleh ISESCO.
c. ‫( ان ُمراحيح‬Ketersediaan,ٌّavailability).ٌّMaksudnya,ٌّkata yang dikuasai oleh
seseorang ketika hendak digunakan lebih diutamakan daripada yang tidak
diketahuinya.ٌّ Misalnya,ٌّ kata ‫جهس‬
َ ٌّ hampir pasti lebih dahulu diketahui

dan dikuasai siswa dariٌّpada ‫ق َعد‬ ٌّ

d. ‫( األُنفح‬Familiar).ٌّ Maksudnya,ٌّ kata yang lebih familiar (sering didengar


dan digunakan) harus diprioritaskan pembelajaran dari pada kata yang
jarang dan langka,ٌّmeskipun mempunyai kesamaan arti. Misalnya,ٌّkata
‫ ش ْمس‬pasti lebih familiar bagi kita dariٌّpad ‫ٌّ ُذكاء‬.
e. ‫(ٌّانشُمٌل‬Ketercakupan,ٌّ coverage).ٌّ Maksudnya,ٌّ satu kata yang
pengertiaanya mencakup banyak hal perlu diprioritaskan dariٌّ pada kata
yang hanya dapat digunakan dalam satu bidang saja.ٌّMisalnya,ٌّkata ‫تَ ْيد‬

dan kata ‫ٌّ َمن ِسل‬kata yang pertama jelas lebih komprehensif dariٌّpada yang
kedua,ٌّ karena kata yang pertama dapat mencangkup berbagai bidang
seperti ungkapan:
.....‫تيد انقصيد‬,‫تيد انعنكثٌخ‬,)‫تيد انإلترج (انثٌصهح‬,‫تيد هللا تيد انمال‬
f. ‫( األىميح‬Kepentingan,ٌّ significance).ٌّ Maksudnay kata yang sedang
diperlukan dan dianggap penting untuk diketahui dan digunakan harus
lebih diprioritaskan dari pada yang sedang tidak atau kurang dibutuhkan.
g. ‫( انعرًتح‬Kearaban).ٌّ Maksudnya,ٌّ kata yang berasal dari bahasa arab
sendiri harus lebih diutamakan dari pada kata pinjaman atau yang diserap

7
dan diarabkan.ٌّ Contohnya:ٌّ kata ‫ ٌّانياذف‬lebih utama dariٌّ pada ‫انرهفٌن‬,
meskipun siswa lebih dahulu mengenal kata yang kedua.ٌّDalam konteks
ini,ٌّguru dapat menjelaskan makna kata yang pertama dengan menyebut
kata yang kedua sebagai sinonimnya,ٌّ sehingga pemahaman siswa
menjadi lebih cepat dan mantap.ٌّ Demikian pula,ٌّ sehingga pemahaman
siswa menjadi lebih cepat dan mantap.ٌّ Demikian pula,ٌّ kata-kata: ٌّ ٌّ
‫انج ٌّال‬،‫انحاسٌب‬،‫ انمرياع‬harus lebih diprioritaskan dari pada kata-kata:ٌٌّّ
‫انمٌتيم‬،‫اكٌمثيٌذر‬،ٌ‫ انرادي‬.8

5. Metode Pengembangan Pembelajaran Mufradat


Dalam pembelajaran mufradat, guru/dosen dituntut mampu
mengembangkan penguasaan mufradat siswa/mahasiswa agar menjadi lebih
mahir dalam berbicara mampu menulis dalam bahasa arab. Metode
disarankan oleh Hasan syahatah dalam pengembangan mufradat adalah
dengan mengikuti langkah-langkah berikut.
Pertama, guru/dosen hendaknya dapat memusatkan perhatian para
siswa/mahasiswa ketika menyajikan mufradat baru sekaligus sekaligus
menjelaskan maknanya dalam konteks yang tepat. Pemanfaatan multi-media
yang fungsional dan penciptaan suasa pembelajaran yang menarik dipastikan
dapat meningkatkan minat dan motivasi siswa/mahasiswa dalam berupaya
memhami mufradat baru.
Kedua, guru/dosen hendaknya juga langsung mendorong mereka untuk
menggunakannya dalam percakapan maupun karangan mereka. Mufradat
baru yang telah diketahui siswa/mahasiswa akan langsung bermakna dan
fungsional jika mereka terlibat menggunakannya, tidak sekedar dicatat dan
dihafal.
Ketiga, guru/dosen perlu meminta secara khusus agar mereka mencatat
mufradat baru berikut maknanya dalam buku khusus.sedapat mungkin
mereka dibiasakan mengembangkan mufradat dalam format kamus; dalam

8
Rusydi Ahmad Thu‘aimah, Ta’lim al-‘Arabiyyah. . . h. 195

8
arti: mufradat yang dicatat itu disusun secara alfabetis atau secara tematik
agar mudah mencarinya saat diperlukan.
Keempat, dalam percakapan atau diskusi, guru/dosen hendaknya tidak
ragu-ragu dalam penggunaan mufradat baru. Mufradat yang diberikan
memang telah dikuasainya dan digunakan sesuai dengan konteksnya. Sedapat
mugkin mufradat yang diberikan sesuai dengan tingkat kemampuan,
pengalaman dan kebutuhan mereka. Dalam hal ini, guru/dosen sangat penting
memahami psikolinguistik pembelajar, agar ia dapat memberikan kekayaan
bahasaa yang tepat dan diperlukan, sehingga berkesan dan ‗awet‘dalam
ingatan.
Kelima, guru/dosen hendaknya memberikan kesempatan yang seluas-
luasnya kepada mereka untuk banyak membaca, sekaligus memberi
kesempatan untuk menceritakan atau mengekspresikan hassil bacaannya.
Contextual teaching and lerarning (CTL) sebagai sebuah model pembelajaran
tampaknya juga relavan untuk mengembangkan penguasaan mufradat.
Keenam, pada saat percakapan atau diskusi, guru/dosen hendaknya
berhenti sejenak ketika mengucapkan mufradat baru yang perlu mendapat
perhatian khusus dari mereka. Bahkan guru/dosen disarankan
menggulanginya lagi dan menempatkannya pada struktur kalimat yang
semakna dengan kalimat sebelumnya.
Ketujuh, guru/dosen hendaknya memberikan kesempatan kepada mereka
untuk menunjukkan beberapa mufradat baru yang telah dicatat berikut
contoh-contoh penggunaany dalam struktur kalimat, paragraf, atau karangan
yang utuh.
Kedelapan, guru/dosen hendaknya dituntuk memberikan umpat balik,
berupa pembetulan,koreksi, dan responsi terhadap karya mereka agar lebih
bersemangat dan terpacu untuk terus mengembangkan penguasaan mufradat
secara mandiri dan sekaligus terbiasa mencari peengertian atau maknanya
dalam kamus.9

9
Muhbib Abdul Wahab, Model Pengembangan . . . h. 10- 11

9
B. Pengajaran tata Bahasa
1. Pengertian Tata Bahasa
Bahasa adalah alat komunikasi, begitu pula dengan bahasa Arab. Bahasa
Arab adalah kata yang disampaikan oleh orang arab untuk menyampaikan
tujuan mereka. Dilihat dari fungsinya bahasa Arab adalah alat komunikasi
dan penghubung pergaulan bangsa Arab sehari-hari baik antar individu
dengan individu, individu dengan masyarakat, maupan masyarakat dengan
bangsa tertentudan mencurahkan suatu perasaan dengan rasa senang, sedih,
gembira pada orang lain agar dapat difahami, dimengerti, dan merasakan
yang ia alami.10
Pengajaran bahasa Arab adalah suatu proses pendidikan yang diarahkan
untuk mendorong, membimbing, mengembangkan seerta membina
kemampuan bahasa Arab, baik secara aktif maupun pasif serta menumbuhkan
sikap positif. Adapun yang dimaksud dengan berbahasa Arab aktif yaitu
kemampuan bekomunikasi dengan baik dan benar secara lisan, yaitu dalam
berkomunikasi atau berbicara dengan orang lain maupun secara tertulis
seperti membuat karangan dan lain sebagainya, sedangkan kemampuan
berbahasa pasif yaitu kemampuan untuk memahami pembicaraan orang lain
dan kemampuan memahami isi bacaan.
Bahasa-bahasa lain termasuk bahasa Indonesia, tidak dapat diandalkan
dalam memberikan kepastian makna baik yang tersurat maupun makna yang
tersirat yang terkandung dalam al-Qur‘an, karena al-Qu‘an diturunkan dalam
bahasa Arab, maka kaidah-kaidah yang diperlukan dalam memahami al-
Qur‘an maupun kitab-kitab yang berbahasa Arab bersendi atas kaidah-kaidah
bahasa Arab, memahami asas-asasnya, uslub-uslubnya dan mengetahui
rahasia-rahasia maknanya.11

10
H. Tayar Yusuf dan Saiful Anwar, Metode Pembelajaran Agama dan Bahasa Arab,
(Jakarta: Grafindo Persada, 1995), hlm. 187.
11
Alam Budi Kusuma, Pendekatan dan metodologi pengajaran bahasa Arab, (Ihtimam:
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab 1.1 2018), h. 89-90

10
2. Teori-teori Tata Bahasa
Dalam linguistik modern terdapat beberapa teori tata bahasa yang perlu
dijelaskan karena memiliki keterkaitan dan pengaruh yang cukup signifikan
terhadap pembelajaran struktur bahasa, diantaranya:
a) Teori Bahasa Tradisional
Teori tata bahasa tradisional ini adalah sekumpulan penjelasan dan
aturan gramatik dalam linguistic sering dipertentangkan dengan istilah
structural. Tata bahasa tradisional menganalisis bahasa berdasarkan
filsafat dan semantic, sedangkan tata bahasa structural menganalisis
bahasa berdasarkan struktur dan ciri-ciri formal yang ada Dalam bahasa.
Dalam merumuskan kata kerja misalnya tata bahasa tradisional
mengatakan kata kerja adalah kata yang menyatakan tindakan atau
kejadian, sedangkan tata bahasa struktural menyatakan kata kerja adalah
kata yang berdistribusi dengan frase ‖dengan‖. Teori ini membagi kata ke
dalam nomina Ism, verbal Fi’il, dan partikel huruf. Teori ini jika
diperhatikan sepertinya merupakan teori pertama yang ada dalam tata
bahasa, kajiannya pun masih masih bersifat dasar-dasar dari
ketatabahasaan, jika kita memperhatikan berbagai literatur buku tentang
gramatikal klasik maupun modern sekarang ini kebanyakan mengikuti
teori ini.
b) Teori Unsur Bawahan Langsung
Seiring perkembangan waktu, maka teori inimelihat bahwa kalimat
terdiri dari dua unsur bawahan. Setiap unsur bawahan dari kalimat ini
juga tersusun dari dua unsur bawahan lagi, dan begitu seteusnya hingga
pada kata tunggal. Hal yang tampak jika kita memperhatikan kalimat
‫ انرهمير كريم أخالقيو‬kita bisa mengurainya menjadi dua unsur bawahan jika
kita urai juga mempunyai dua unsur bawahan ‫ كريم أخالقو‬+ ‫ انرهمير‬kataٌّ‫انرهمير‬
jika kita urai juga mempunyai dua unsur bawahan yakni ‫ذهمير‬+‫ ال‬demikian
juga dengan kata ‫ أخالقو‬yang apabila kita urai terdiri dari ‫ه‬+‫أخالق‬
Implementasi yang dapat diterapkan dari teori ini bahwa guru bisa
memanfaatkan dan menerapkan dalam menganalisa kalimat mengganti
unsur-unsurnya. Karena mungkin sekali guru memberi model drill latihan

11
pada siswanya dengan cara mengganti dua kata dengan satu kata pada
kalimat yang sama.
c) Teori Tagmemik
Dalam teori ini melihat bahwa kata bisa diklasifikasikan dengan dua
cara, yakni morfologi dan sintaksis fungsional. Selain daripada itu, teori
ini memperkenalkan jenis-jenis tata bahasa berdasarkan pola kalimat
yang sudah ada. Misalnya suatu kata dapat dikategorikan sebagai nomina
ism jika bisa mengisi tempat kosong dalam kalimat .........‫ ىرا ال‬suatu kata
bisa disebut sebagai fi‘il jika bisa mengisi tempat kosong pada kalimat
beikut ...........‫ يسرطيع أن‬suatu kata disebut sebagai partikel harf jika kata
itu bukan nomina dan bukan verbal.
Sedangkan implementasi teori ini memberikan jasa yang sangat luar
biasa dalam latihan pola kalimat patern practice. Pada hakikatnya latihan
bahasa sangat memelukan banyak pengulangan. Dengan demikian, kita
bisa mengulang-ulang sebuah pola kalimat dengan mengubah beberapa
bagiannya. Contoh kalimat ‫ ماىر ىٌ أسراذ‬kita bisa mengulang-ulang pola
tersebut dengan mengubah kata ‫ أستاذ‬misalnya dengan kata-kata lain yang
sesuai seperti ‫ طثية‬,‫ ًند‬,‫ طانة‬,‫ معهّم‬dan sebagainya, sehingga siswa dapat
membuat beberapa kalimat yang berbeda dengan satu pola yang sama.
d) Teori Tata Bahasa Transformatif
Berdasarkan sejarah teori ini merupakan relatif baru yang muncul
pertama kali di Amerika sekitar tahun 1950-an. Teori tata bahasa
transformatif sendiri memiliki beberapa landasan pemikiran. Menurut
teori ini, setiap kalimat memiliki struktur luar dan struktur dalam.
Struktur dalam bisa berubah menjadi struktur luar melalui aturan
transformasi. Ada yang besifat ijbari dan ada yang besifat ikhtibari.
Adapun kelebihan teori ini adalah sisi kejelasannya dan jauh dari
samar, karena teori ini meletakkan setiap langkah perubahan subtitusi
berdasarkan aturan tertentu. Teori ini mengikuti cara ilmiah dalam
perumusan, menyingkat, penomoran dan pembentukan kata.
Implementasi teori ini dalam pembelajaran bahasa Arab memberikan
landasan teoritis dalam latihan mengubah, misalnya kalimat positif

12
menjadi kalimat negatif, kalimat tanya menjadi kalimat berita dan
sebaliknya, dan kalimat nomina jumlah ismiyah menjadi kalimat verbal
jumlah fi‘liyah atau sebaliknya.12

3. Metode Pengajaran dalam Tata Bahasa Kata


―Metode‖ berasal dari perkataan Yunani yaitu methodos yang berarti
‗jalan‘…atau ‗cara me…sesuatu‘. Harimurti Kridalaksana memberikan
batasan bahwa suatu metode adalah cara mendekati, mengamati, menganalisa,
dan menjelaskan suatu fenomena.13 Secara paedagogis, metode adalah cara
untuk sampai kepada sesuatu tujuan Dalam arti yang luas metode adalah cara
bertindak menurut sistem aturan tertentu, supaya kegiatan dapat terlaksana
dengan praktis dan rasional serta terarah untuk mencapai hasil yang optimal.14
Menurut Winarno Surakhmad metode adalah cara yang sebaik-baiknya
untuk mencapai suatu tujuan. Hal ini berlaku bagi dunia pendidikan dan
pengajaran. Semakin baik metode itu akan semakin efektif pula pencapaian
tujuan, dengan memiliki pengertian secara umum mengenai
kelemahankelemahannya, seseorang akan lebih mudah memilih dan
menetapkan metode yang sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi.15

12
Ibid, Alam Budi Kusuma, Pendekatan dan metodologi . . . h. 92-95
13
Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik, Edisi IV (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama, 2008), hal. 153.
14
Anton Bakker, Metode-Metode Filsafat, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986), hal. 10.
15
Winarno Surakhmad, Pengantar Interaksi Mengajar-Belajar, (Bandung: Tarsito,
1990), hal. 23.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Mufradât merupakan salah satu unsur bahasa yang sangat penting, karena
berfungsi sebagai pembentuk ungkapan, kalimat, dan wacana. Sedemikian
pentingnya kosakata, sehingga ada yang berpendapat bahwa pembelajaran bahasa
asing harus dimulai dengan mengenalkan dan membelajarkan mufradât itu
sendiri, baik dengan cara dihafal atau dengan cara yang lain.
Bahasa adalah alat komunikasi, begitu pula dengan bahasa Arab. Bahasa
Arab adalah kata yang disampaikan oleh orang arab untuk menyampaikan tujuan
mereka. Dilihat dari fungsinya bahasa Arab adalah alat komunikasi dan
penghubung pergaulan bangsa Arab sehari-hari baik antar individu dengan
individu, individu dengan masyarakat, maupan masyarakat dengan bangsa
tertentudan mencurahkan suatu perasaan dengan rasa senang, sedih, gembira pada
orang lain agar dapat difahami, dimengerti, dan merasakan yang ia alami.

B. Saran
Kami menyadari bahwa maklah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu
kami mengharapkan keritik dan saran yang bersifat membangun untuk
memotivasi kami dalam membuat makalah selanjutnya semoga makalah ini
bermanfat bagi pembaca maupun penulis

14
DAFTAR PUSTAKA

Alam Budi Kusum. (2018), Pendekatan dan metodologi pengajaran bahasa Arab.
Ihtimam: Jurnal Pendidikan Bahasa Arab 1.1.
Anton Bakker. (1986), Metode-Metode Filsafat. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Tayar Yusuf dan Saiful Anwar. (1995), Metode Pembelajaran Agama dan Bahasa
Arab. Jakarta: Grafindo Persada.
Harimurti Kridalaksana. (2008), Kamus Linguisti Edisi IV. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Hasan. (1985), al-Liqhah al-‘Arabiyyah: Ma’naha wa Mabnaha. Kairo: al-
Mishriyyah al ‗Ammah li al-Kitab, Cet. III.
Hasan. (2003), Ja‘far al-Khalifah, Fushul fi Tadris al-Luqhah al-Arabiyyah.
Riyadh: Maktabah al-Rusyd, Cet. II.
Kusuma, Alam Budi. (2018), Pendekatan dan metodologi pengajaran bahasa
Arab. Ihtimam: Jurnal Pendidikan Bahasa Arab 1.1.
Mazin al-Wa‘r. (2001), Dirasat Nahwiyyyah wa Falsafiyyah fi dhau’al-Lisaniyyat
al-Mu’ashirah. Damaskus: Dar al-Mutanabbi, Cet. I.
Muhammad ‗Ali al-Khuli. (1986), Mu’jam ‘Ilm al-Liqhah al-Tathbiqi: Inklizi-
Arabi. Beirut: Maktabah Lubnan.
Muhammad Haj Hasan. (1988), Tadris al-Mufradat, dalam Jurnal al-Muwajjih.
Jakarta: LIPIA, Edisi II.
Rusydi Ahmad Thu‘aimah. (1989), Ta’lim al-‘Arabiyyah li Ghair al-Nathiqina
biha: Manahijuhu wa Asalibuhu. Rabath: Isisco, Cet. I.
Wahab, Muhbib Abdul. (2015), Model Pengembangan Pembelajaran Mufradat.
Winarno Surakhmad. (1990), Pengantar Interaksi Mengajar-Belajar. Bandung:
Tarsito.

15

Anda mungkin juga menyukai