Anda di halaman 1dari 30

PENGARUH PENGUASAAN QOWAID DAN MUFRODAT

TERHADAP KEMAMPUAN TARJAMAH SISWA

DI SMP MUHAMMADIYAH 3 DEPOK, SLEMAN

PROPOSAL TESIS

Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah: Seminar Proposal Tesis

Dosen Pengampu: Dr. H. Maksudin, M. Ag

Disusun Oleh:

Wildan Nur Haifani (18204020008)

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA ARAB

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA

YOGYAKARTA

2019

0
PENGARUH PENGUASAAN QOWAID DAN MUFRODAT

TERHADAP KEMAMPUAN TARJAMAH SISWA

DI SMP MUHAMMADIYAH 3 DEPOK, SLEMAN

A. Latar Belakang Masalah

Sebagaimana telah diketahui bahwa bidang keterampilan dan penguasaan

bahasa Asing, dalam hal ini bahasa Arab meliputi empat keterampilan. Diantaranya yaitu,

Kemampuan Menyimak (listening competence/ ‫)مهااا اإل ستمااااااا ااا‬, kemampuan Berbicara

(speaking competence/ ‫)ماهااا اإل ستما ا ا ا‬, kemampuan membaca (reading competence/‫ماهااا اإلس‬

‫)تمقرتءإل‬, kemampuan menulis (writing competence/‫)مه اإلستم بة‬. Keempat keterampilan di

atas itulah yang menjadi tolak ukur seseorang dalam menguasai bahasa Arab. Dari keempat

keterampilan tersebut dikategorikan menjadi 2 kelompok. Yaitu keterampilan berbicara

dan menulis, termasuk kedalam kategori produktif. Selanjutnya keterampilan menyimak

dan membaca termasuk dalam kategori reseptif. Dikategorikan keterampilan yang bersifat

produktif, karena pengguna bahasa tersebut menghasilkan atau memproduksi sendiri

bahasa lisan maupun tulisan, sehingga dapat dikatakan pula keterampilan ini keterampilan

aktif. Sedangkan keterampilan yang bersifat reseptif, dikarenakan pengguna bahasa

tersebut tidak menghasilkan bahasa yang digunakannya, lebih cenderung menerima

(receive/ ‫ )تك ساااااااا‬bahasa lisan maupun tulisan yang digunakan, sehingga katerampilan

menyimak dan membaca dapat dikatakan pula keterampilan yang pasif.

Dari keempat keterampilan tersebut, membaca merupakan keterampilan yang

penting. Karena sesungguhnya sejak zaman Nabi saja, ketika permulaan turunnya ayat suci

Al-Qur’an ditandai dengan kata perintah yang singkat, yaitu (‫ )تقرأ‬yang artinya “Bacalah”.

Ini menunjukkan bahwa hal pertama yang diperintahkan kepada Nabi SAW dan kepada

umatnya adalah membaca, karena membaca akan menghadapkan kita kepada ilmu

1
pengetahuan, dan peradaban.1 Sebagaimana dikemukakan oleh Muhammad Salih Samak,

“Bahwa segala materi pelajaran bersumber dari bacaan”. 2 Karena sumber-sumber tata

bahasa dan kaidah umumnya menggunakan bahasa Arab. Sehingga sangat penting dikuasai

dan dipelajari untuk memahami kaidah bahasa Arab itu sendiri maupun untuk mempelajari

Ilmu-ilmu pengetahuan, teks-teks, sejarah ataupun hukum-hukum (Islam) yang tertulis

dalam bahasa Arab.

Selanjutnya untuk dapat memahami teks-teks yang tertulis dalam bahasa Arab

tersebut, tentunya pembaca perlu memiliki kemampuan menerjemahkan yang baik kedalam

bahasa yang lebih dulu difahaminya, dalam hal ini berarti bahasa Indonesia. Pada dasarnya

penerjemahan bertujuan untuk untuk menghasilkan suatu karya terjemahan yang dapat

menghadirkan makna yang paling dekat dengan bahasa sumber. Menerjemahkan secara

umum merupakan suatu proses pengalihan ide atau gagasan dari bahasa sumber ke bahasa

sasaran. Kegiatan menerjemahkan tidak hanya sering dikaitkan dengan keperluan

mendesak untuk menyampaikan ide atau gagasan dari suatu bahasa ke bahasa lain, tetapi

juga terkait dengan usaha menguasai bahasa asing atau bahasa tertentu. Kegiatan

menerjemahkan teks berbahasa Arab ke bahasa Indonesia, misalnya, selain didasarkan pada

keperluan untuk memperoleh gagasan dan informasi yang terkandung dalam teks berbahasa

Arab tersebut ke dalam bahasa Indonesia, juga dapat dijadikan sarana menguasai bahasa

Arab secara lebih mendalam, misalnya bidang tata bahasa dan kosakata. Dalam

pembelajaran bahasa Arab terutama di lembaga pendidikan, dan sekolah yang menjadi

objek kajian penerjemahan adalah teks-teks yang terdapat dalam materi qira’ah. Materi ini

1 Taha Husain. Limadza Naqra’, Litaaifah Minal Mufakkirin, Daarul Ma’arif: Al-Qaahirah,
duuna Tarikh, shaf. 11
2 Muhammad Abdul Qaadir Ahmad. Taariqah Ta’lim Al-Lughah Al-Arabiyah, Maktabah An-

Nahdhah Al-Mishriyah, Al-Qaahirah, 1982, shaf,107

2
biasanya menjadi materi pengantar sekaligus materi inti dalam setiap bab pada buku-buku

pelajaran bahasa Arab.

Secara sederhana metode pengajaran bahasa Arab dapat digolongan menjadi

dua macam, yaitu, pertama, metode tradisional/Klasikal dan kedua, metode modern.

Metode pengajaran bahasa Arab tradisional adalah metode pengajaran bahasa Arab yang

terfokus pada “bahasa sebagai budaya ilmu” sehingga belajar bahasa Arab berarti belajar

secara mendalam tentang seluk beluk ilmu bahasa Arab, baik aspek gramatika/sintaksis

(Qawa’id Nahwu), morfem/morfologi (Qawa’id Sharf), ataupun sastra (Adab). Metode

yang berkembang dan masyhur digunakan untuk tujuan tersebut adalah metode Qawa’id

Tarjamah. Metode ini mampu bertahan beberapa abad, bahkan sampai sekarang pesantren-

pesantren di Indonesia, khususnya pesantren salafiah masih menerapkan metode tersebut.

Hal ini didasarkan pada hal-hal sebagai berikut: Pertama, tujuan pengajaran bahasa arab

nampaknya pada aspek budaya/ilmu, terutama nahwu dan sharf. Kedua, kemampuan ilmu

nahwu dianggap sebagai syarat mutlak untuk memahami teks dan kata-kata bahasa Arab

klasik yang tidak mengenal harakat dan tanda baca lainnya. Ketiga, bidang tersebut

merupakan tradisi turun temurun, sehingga kemampuan di bidang itu memberikan rasa

percaya tersendiri di kalangan mereka. Dengan demikian metode Qawa’id tarjamah

merupakan metode yang tepat dalam pengajaran menerjemahkan, karena sesuai dengan

materi/bahan ajar dan kaidah-kaidah yang diajarkan.

Menulis merupakan salah satu bentuk keterampilan yang diharapkan dari

pembelajaran bahasa Arab. Bahasa Arab sebagai bahasa asing, maka tidak mustahil bagi

seorang pembelajar akan menemui kesulitan dalam mempelajarinya dan kesalahan dalam

menulisnya. Untuk bisa menulis bahasa Arab dengan baik dan benar maka diperlukanlah

perbendaharaan kosa kata (mufrodat) yang memadai dan penguasaan struktur kalimat

3
(qawaid) yang baik pula. Rahmawati berpendapat bahwasanya kualitas berbahasa

seseorang bergantung pada kualitas dan kuantitas kosakata yang dimilikinya3.

Dari ungkapan di atas, dapat disimpulkan bahwa siswa akan mengalami

kesulitan menulis apabila dia tidak mempunyai perbendaharaan kosa kata yang memadai,

sehingga akan kesulitan menggunakannya untuk mengungkapkan ide atau gagasannya.

Selanjutnya apabila siswa tidak memahami struktur kalimat dengan baik, maka dia juga

akan kesulitan dalam menyusun kata menjadi kalimat yang benar. pernyataan ini sesuai

dengan hasil penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa terdapat koefisien kolerasi dan

koefisien regresi yang sangat signifikan antara penguasaan kosa kata dan pemahaman

kalimat terhadap keterampilan menulis narasi, dengan nilai kolerasi 0,837 % dan

determinasi 70,06%, serta persamaan garis regresi = 41,633 + 0,307X1 + 0,217X2

(Chadis4 ). Dengan demikian penguasaan mufrodat dan qowaid sangat berperan penting

dalam kemampuan menerjemah siswa,

Sekolah Menengah Pertama Muhammadiyah 3 Depok Sleman Yogyakarta

merupakan salah satu sekolah yang menjadikan bahasa Arab sebagai salah satu mata

pelajaran pokok didalamnya. Bahasa Arab diajarkan 3 jam pelajaran dalam seminggu,

waktu yang relatif cukup untuk menyampaikan materi bahassa Arab.

Berdasarkan latar belakang di atas, mendorong penulis mengadakan penelitian

tentang “Pengaruh Penguasaan Qowaid dan Mufrodat terhadap Kemampuan Tarjamah

Siswa di SMP Muhammadiyah 3 Depok, Sleman” .

3 Rahmawati, The Influence of vocabulary skills and sentence structure with the ability to
write a paragraphs description of vocational students. (Jurnal, HORTATORI : Jurnal Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia, Edisi 2, Juli 2017), hal. 61.
4 Chadis, Pengaruh Penguasaan Kosa Kata dan Pemahaman Kalimat terhadap Keterampilan

Menulis Narasi. (Jurnal, DEIKSIS, Vol 6, No 02. Mei 2014), hal. 79.

4
B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti berusaha mengidentifikasi masalah

sebagai berikut :

1. Bagaimana Kemampuan siswa dalam menerjemahkan teks bahasa Arab di SMP

Muhammadiyah 3 Depok, Sleman?

2. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi Kemampuan menerjemahkan teks

bahasa Arab di SMP Muhammadiyah 3 Depok, Sleman?

3. Apakah penguasaan qowaid dan mufrodat memiliki pengaruh terhadap Kemampuan

siswa dalam menerjemahkan teks di SMP Muhammadiyah 3 Depok, Sleman?

C. Pembatasan Masalah

Dari identifikasi masalah di atas, banyak faktor yang dapat mempengaruhi

kemampuan menerjemahkan teks bahasa Arab. Oleh karena itu penulis membatasi

penelitian ini hanya pada aspek penguasaan Qawaid sebagai variabel predictor (x1) dan

penguasaan Mufrodat sebagai variabel predictor (x2) yang merupakan variabel bebas

(independent variable), dikaitkan dengan kemampuan menerjemahkan teks bahasa Arab

(y), yang merupakan variabel terikat (dependent variable). Penelitian kemampuan

menerjemahkan teks bahasa Arab ini dilakukan pada siswa kelas VIII siswa SMP

Muhammadiyah 3 Depok, Sleman.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan

masalah di atas, maka peneliti merumuskan masalah penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana Kemampuan siswa dalam menerjemahkan teks bahasa Arab di SMP

Muhammadiyah 3 Depok, Sleman?

5
2. Sejauh mana signifikansi penguasaan qawaid terhadap kemampuan tarjamah siswa di

SMP Muhammadiyah 3 Depok, Sleman?

3. Sejauh mana signifikansi penguasaan mufrodat terhadap Kemampuan Tarjamah

Siswa di SMP Muhammadiyah 3 Depok, Sleman?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, penelitian ini ditujukan untuk mengetahui


hal-hal berikut :
1. Kemampuan siswa dalam menerjemahkan teks bahasa Arab di SMP Muhammadiyah

3 Depok, Sleman.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kemampuan menerjemahkan teks bahasa Arab di

SMP Muhammadiyah 3 Depok, Sleman.

3. Pengaruh antara penguasaan Qowaid dan Mufrodat terhadap Kemampuan Tarjamah

Siswa di SMP Muhammadiyah 3 Depok, Sleman, yaitu Ada tidaknya pengaruh

penguasaan qowaid dan mufrodat terhadap kemampuan tarjamah siswa di SMP

Muhammadiyah 3 Depok, Sleman.

F. Kegunaan Hasil Penelitian


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis
maupun secara praktis. Secara teoritis dapat melengkapi referensi yang telah ada. Sehingga
dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memberikan perhatian pada perkembangan
pembelajaran bahasa pada umumnya, dan keterampilan menerjemahkan teks bahasa Arab
pada khususnya.

Secara praktis, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat dijadikan


informasi dan bahan pertimbangan bagi pendidik yaitu guru dalam merancang dan
membuat metode pembelajaran dalam meningkatkan kemampuan menerjemahkan teks

6
bahasa Arab. Selain itu juga dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan pertimbangan
dalam peningkatan kemampuan menerjemahkan teks bahasa Arab para siswa Kelas VIII
SMP Muhammadiyah 3 Depok, Sleman.

G. Kajian Pustaka

Pembahasan (tesis) mengenai pengajaran bahasa Arab terutama mufradat


dengan berbagai macam metode dan pendekatannya serta media sudah ada bahkan banyak
studi yang meneliti dan mengkaji, namun sampai saat ini penulis belum menemukan hasil
penelitian secara spesifik meneliti tentang pengaruh penguasaan qowaid dan mufradat
terhadap kemampuan tarjamah bahasa Arab. Karena itulah penulis berusaha untuk
mengadakan yang berkenaan dengan hal tersebut.

Bahan acuan dan pembanding penelitian ini yang membahas tentang kosa kata
(mufradat) adalah penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Firman pada mahasiwa
program studi bahasa Inggris di Universitas Muhammadiyah Mataram, salah satu
simpulannya menjelaskan bahwa terdapat pengaruh interaksi antara strategi pembelajaran
(induktif dan deduktif) dan motivasi belajar terhadap keterampilan menulis argumentasi
bahasa Inggris. Artinya adalah strategi yang baik dan motivasi yang tinggi memberikan
pengaruh terhadap keterampilan mahasiswa dalam menulis argumentasi.5

Nandang Faturohman dalam penelitiannya yang salah satu tujuan penelitian


untuk mengetahui kekuatan hubungan antara motivasi membaca dengan kemampuan
menerjemahkan teks, pada mahasiswa program studi pascasarjana pendidikan bahasa Arab
STAIN Sultan Maulana Hasanuddin Serang, Banten menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang positif antara motivasi membaca dengan kemampuan menerjemahkan teks
berbahasa Arab baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama6

Jurnal karya Uswatun Hasanah yang tujuannya untuk mengetahui pengaruh


penguasaan kosakata dan struktur kalimat terhadap keterampilan menulis bahasa Arab

5 Firman, Pengaruh Strategi Pembelajaran dan Motivasi Belajar Terhadap Keterampilan Menulis
Argumentasi dalam Bahasa Inggris. (Tesis S2, Universitas Muhammadiyah Mataram, 2011). Hal.122
6 Nandang Faturohman, Kemampuan Memahami Bacaan Teks Berbahasa Arab dalam Hubungannya

dengan Penguasaan Kosakata dan Motivasi Baca, (Tesis S2 STAIN Sultan Maulana Hasanuddin Serang,
Banten, 2004), hal 120

7
siswa MTs Hidayatus Sholihin Kediri. Dari hasil penelitian terdapat pengaruh yang
signifikan penguasaan kosakata dan pemahaman struktur kalimat secara bersama-sama
terhadap kemampuan menulis bahasa Arab. Hal ini dibuktikan dengan perolehan nilai sig
0,000 < 0,05 dan F0 = 240,605. Secara bersama-sama variabel penguasaan kosakata dan
pemahaman struktur bahasa memberikan kontribusi sebesar 0,902 terhadap variabel
keterampilan menulis Arab.7

Bila dibandingkan dengan penelitian-penelitian yang telah dilakukan, penelitian


ini memang bukanlah merupakan suatu penelitian yang sama sekali baru, tetapi dapat
dikatakan sebagai penelitian kelanjutan. Perbedaan dengan penelitian sebelumnya, adalah
terletak pada prediktor (variable bebas) yang ditentukan dan objek yang diteliti. Di SMP
Muhammadiyah 3 Depok, Sleman khususnya pada siswa kelas VIII, belum pernah
dilakukan kajian mengenai pengaruh penguasaan qowaid dan mufrodat terhadap
kemampuan menerjemahkan teks bahasa Arab.

Adapun buku-buku yang dijadikan referensi penulis yaitu: Pengajaran Kosa


Kata (Henry Guntur Tarigan), Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Bahasa (Henry
Guntur Tarigan), Agar Anak Anda Gemar Membaca (Fahim Mustofa).

H. Kerangka Teoretis

1. Pembelajaran Qawa’id (Gramatika)


Bahasa Arab memiliki bidang kajian banyak sekali, yang menurut sebagian
ahli mempunyai tiga belas bidang kajian, yaitu sharaf, i‘rab (nahwu), ar-rasm, ma‘ani,
bayan, badi‘, ‘arud, qawafi‘, qard asy-syi‘ri, insya', khitabah, tarih al-'adab, dan matnu
al-lughah dan yang paling penting dari sekian bidang kajian adalah nahwu dan sharaf.8
Penjelasan mengenai beberapa kajian ilmu bahasa Arab tersebut di atas secara
singkat dapat dipaparkan sebagai berikut:
a. Sharf adalah ilmu yang menguraikan tentang bentuk asal kata, sehingga diketahui
kata dasar dan kata hasil bentukan. Selanjutnya diketahui pula kata kerja yang
menunjukan masa lampau, sekarang dan akan datang.

7 Uswatun Hasanah, Pengaruh Penguasaan Mufrodat dan Struktur Kalimat Terhadap Ketrampilan
Menulis Bahasa Arab. (Jurnal, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Kediri, Edisi 6, April 2017), hal. 15.
8 Mustofa Ghalayini. Jami’ al-Durus al-Arabiyah, Beirut: al-Maktabah al-Ashriyah, 1993, hal. 7

8
b. I’rab adalah ilmu yang menguarakan tentang asal kata dan pemecahannya
Untuk dapat memahami bahasa Arab, hanya dengan dua cabang ilmu inilah
sebagai pendukungnya, yang tak lain adalah ilmu sharaf, dan ilmu nahwu, yang
keduanya ini saling berhubungan.
a. Ilmu Sharaf
Ilmu sharaf adalah ilmu yang mempelajari tentang perubahan yang terjadi
pada kata. Atau dengan kata lain ilmu sharaf adalah Ilmu pengetahuan yang
menguraikan tentang bentuk asal kata, maka dengan ilmu ini dapat dikenal kata
dasar dan kata bentukan, dikenal pula masa lampau, masa sekarang, masa akan
datang, kata kerja yang sesuai dengan masa.9
b. Ilmu Nahwu
Ilmu nahwu adalah Ilmu pengetahuan yang membahas prihal kata-kata Arab,
baik ketika sendiri (satu kata) maupun ketika terangkai dalam kalimat. Kaidah-
kaidah ini orang dapat mengatahui Arab baris akhir kata (kasus), kata-kata yang
tetap barisnya (mabni), kata yang dapat berubah ( mu’rab). Tujuanya adalah untuk
menjaga kesalahan-kesalahan dalam mempergunakan bahasa, untuk
menghindarkan kesalahan makna dalam rangka memahami AI-Quran dan Hadits,
dan tulisan-tulisan ilmiah atau karangan10. Menurut sistem lama, nahwu sharaf
adalah pelajaran yang mula-mula dalam pelajaran bahasa Arab. Menurut sistem
yang terbaru di Mesir, bahwa nahwu sharaf itu belum diajarkan di kelas I, II, III,
dan IV sekolah ibtidaiyyah. Hanya di kelas V dan VI baru diajarkan sedikit demi
sedikit, yaitu sekadar dua jam pelajaran dalam seminggu. Pelajaran nahwu dan
sharaf baru diajarkan pada sekolah menengah pertama (SMP/MTs), dengan teratur.
Seorang yang mengajarkan qawa’id harus memperhatikan beberapa hal,
diantaranya adalah sebagai berikut (Yunus):
a. Hendaklah dipentingkan dahulu pelajaran muhadatsah (bercakap-cakap) dalam
bahasa Arab, sebelum mengajarkan qawa’id. Apabila peserta didik telah
terbiasa bercakap-cakap dengan perkataan yang betul, mudahlah mereka
mengetahui qawa’id itu.
b. Hendaklah diperbanyak lebih dahulu pelajaran muthalaah (membaca) dalam

9 Fu’ad Ni’mah. Mulakhosh Qowa'id Al-'Arobiyyah, Damaskus: Dar Ats-Tsaqofah Al-


Islamiyyah, hal. 3.
10 ibid, hal. 17.

9
bahasa Arab, begitu juga mahfudzat (hafalan), menghafal kalimat-kalimat yang
mudah dan pendek.
c. Hendaklah dipergunakan metode (sistem) istimbath (menyimpulkan) dalam
mengajarkan qawa’id, yaitu dengan mulai beberapa misal (perumpamaan),
kemudian sampai mendapat kaidah (ta’rif).
d. Misal-misal itu hendaklah dalam kalimat yang sempurna, karena kata-kata itu
tidak terang arti yang sebenarnya, melainkan bila dipakai dalam kalimat yang
ada artinya. Menurut metode yang terbaru misal-misal itu diambil dari kisah
pendek atau dari sepotong bacaan, bukan dari misal- misal yang tidak ada
perhubungan antara satu dengan yang lain.
e. Janganlah guru memastikan supaya peserta didik menghafal kaidah-kaidah
(ta’rif-ta’rif) dan misal-misal yang termaktub dalam kitab-kitab qawa’id tanpa
mengubah sedikit juga dengan perkataan lain, karena itu mematikan tenaga
otak peserta didik untuk berfikir.
f. Hendaklah misal-misal itu banyak, terang, menarik hati dan sesuai dengan
masyarakat sekarang, serta mempunyai pengertian yang hakiki. Oleh karena itu

tinggalkanlah misal- misal yang telah tua seperti : diganti dengan

g. Hendaklah peserta didik disuruh mencari contoh-contoh dari karangan


(bikinan) mereka sendiri untuk jadi misal dari pada kaidah itu, supaya mereka
aktif dalam pelajaran, jangan pasif saja.
h. Sewaktu-waktu hendaklah guru mengadakan latihan untuk pelajaran qawa’id
pada buku tulis peserta didik yang khusus, kemudian diperiksa menurut cara
yang baik.11

Mahmud Yunus juga mengemukakan metode mengajarkan qawa’id adalah


sebagai berikut:
a. Hendaklah menyiapkan beberapa misal untuk kaidah yang akan diajarkan,
sebelum memulai pelajaran.
b. Misal-misal itu dituliskan di papan tulis dengan tulisan yang terang.

11 Mahmud Yunus. Metodik Khusus Bahasa Arab (Bahasa Al Qur'an), Jakarta: Hidakarya
Agung, 1983, hal. 81-82

10
c. Suruhlah peserta didik melihat ke papan tulis dan salah seorang mereka membaca
misal-misal itu.
d. Suruhlah peserta didik melihat ke papan tulis itu satu demi satu, yaitu dengan
pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya menjadi pokok dan jalan untuk
memahami kaidah atau ta’rif itu.
e. Setelah selaesai bersoal jawab dan memperbandingkan misal-misal itu, barulah
guru menyuruh peserta didik menyimpulkan kaidah (ta’rif) dari misal-misal itu.
f. Guru menuliskan kaidah yang disimpulkan itu di papan tulis dengan didiktekan
oleh peserta didik.
g. Suruhlah peserta didik membuat misal-misal yang sesuai dengan kaidah itu dari
karangan mereka sendiri.
h. Berikanlah kata-kata, supaya peserta didik menyusun kata- kata itu dalam
kalimat yang mempunyai pengertian, sesuai dengan kaidah yang telah dipelajari.
i. Perhatikanlah kepada peserta didik beberapa kalimat dan suruh mereka
mengatakan apa-apa yang berhubungan dengan kaidah itu.12

Teori yang dikemukakan oleh Mahmud Yunus di atas sangat bagus untuk
diterapkan dalam pembelajaran qawa'id, dengan demikian pembelajaran dapat
berjalan dengan lancar. Metode serupa yang digunakan oleh guru dalam mengajar
kitab Jurumiyyah dan Alfiyyah adalah dengan menghafalkan setiap bait yang di
dalamnya terkandung kaidah-kaidah bahasa Arab. Jadi, bila metode Mahmud Yunus
dan metode Jurumiyyah dan Alfiyyah digabungkan atau dipadukan akan lebih bagus
lagi. Peserta didik juga akan lebih mudah dalam memahami kaidah-kaidah bahasa
Arab.
Pendeknya metode mengajarkan qawa’id terdiri dari lima tingkat menurut
metode Herbart, yaitu:
a. Pendahuluan, yaitu bersoal jawab dengan peserta didik tentang pelajaran yang
telah lalu yang berhubungan dengan pelajaran baru. Dengan lain perkataan
pengetahuan yang telah diketahui peserta didik menjadi dasar untuk pelajaran
baru yang belum diketahuinya.
b. Memperlihatkan misal-misal (contoh-contoh) yang dituliskan di papan tulis. Lalu
guru menyuruh peserta didik membaca dan memahami maksudnya. Hendaklah

12 Ibid, hal. 82-83

11
diberi garis di bawah kata-kata yang dimaksud serta diberi harakat secukupnya.
c. Memperbandingkan (memperdebatkan), yaitu bersoal jawab dengan peserta
didik tentang misal-misal itu satu demi satu, mana sifat-sifatnya yang bersamaan
dan mana sifat-sifatnya yang berlainan, apa macam kata-katanya, apa macam
i’rabnya dan yang berhubungan dengan materi. Dengan demikian guru bersama
peserta didik dapat mengambil kesimpulan hukum yang umum (kaidah atau
ta’rif).
d. Mengambil kesimpulan, yaitu setelah selesai memperbandingkan dan
mengetahui sifat-sifat yang bersamaan dalam misal-misal itu, dapatlah guru
bersama peserta didik mengambil kesimpulan kaidah (ta’rif) dengan
memberikan nama istilahnya. Lalu guru menuliskan kaidah itu di papan tulis dan
menyuruh salah seorang peserta didik membacanya.
e. Tathbiq (mempergunakan kaidah dengan mengadakan latihan), yaitu setelah
peserta didik mengetahui kaidah, haruslah diadakan latihan yang sesuai dengan
kaidah tersebut.13

Dari penjelasan tentang beberapa metode dalam mengajarkan qawa’id di atas


dapat ditarik kesimpulan, bahwa untuk mengajarkan qawa’id, seorang guru harus
memperhatikan situasi dan kondisi peserta didik, seorang pengajar harus bisa
mengerti tentang bagaimana menghadapi peserta didik agar dalam pengajarannya
tidak membosankan. Seorang guru harus menguasai metode-metode mengajarkan
qawa’id yang baik dan benar seperti yang sudah diterangkan di atas, yaitu dengan
memberikan pendahuluan, menyuruh menghafal bait, memberikan contoh, bertanya
jawab, kemudian mengambil sebuah kesimpulan pada hal-hal yang berkaitan dengan
kaidah dan mejadikan latihan kepada peserta didik, karena metode dalam pengajaran
itu sangat menentukan sekali dalam keberhasilan suatu pengajaran.

2. Pembelajaran Mufradah (kosa-kata)


Kosa-kata merupakan salah satu unsur bahasa yang harus dimiliki oleh
pembelajar bahasa asing termasuk bahasa Arab. Perbendaharaan kosa-kata bahasa
Arab yang memadai dapat menunjang seseorang dalam berkomunikasi dan menulis

13 Ibid, hal. 83-84

12
dengan bahasa tersebut. Dapat dikatakan bahwa berbicara dan menulis yang
merupakan kemahiran berbahasa tidak dapat tidak, harus didukung oleh
pengetahuan dan penguasaan kosa-kata yang kaya, produktif dan aktual.

Pembelajaran bahasa tidak identik dengan hanya mempelajari kosa-kata.


Maksudnya adalah untuk memiliki kemahiran berbahasa tidak cukup hanya dengan
menghafal sekian banyak kosa-kata (Effendy).14

a. Jenis-Jenis Mufradah (Kosa-kata)


Rusydy Ahmad Tha’imah15 memberikan klasifikasi kosa-kata (al-mufradât)
menjadi 4 (empat) yang masing-masing terbagi lagi sesuai dengan tugas dan
fungsinya, sebagai berikut:
1) Pembagian kosa-kata dalam konteks Kemahiran Kebahasaan
a) Kosa-kata untuk memahami (understanding vocabulary) baik bahasa
lisan (maupun teks).
b) Kosa-kata untuk berbicara (speaking vocabulary). Pembicaraan perlu
menggunakan kosa-kata yang tepat, baik pembicaraan informal
maupun formal.
c) Kosa-kata untuk menulis (writing vocabulary). Penulisan pun
membutuhkan pemilihan kosa-kata yang baik dan tepat agar tidak
disalahartikan oleh pembacanya. Penulisan ini mencakup penulisan
informal seperti catatan harian, agenda harian dan lain-lain dan juga
formal, misalnya penulisan buku, majalah, surat kabar dan seterusnya.
d) Kosa-kata potensial. Kosa-kata jenis ini terdiri dari kosa-kata context
yang dapat diinterpretasikan sesuai dengan konteks pembahasan, dan
kosa-kata analysis yakni kosa-kata yang dapat dianalisa berdasarkan
karakteristik derivasi kata unuk selanjutnya dipersempit atau diperluas
maknanya.
2) Pembagian kosa-kata menurut maknanya
a) Kata-kata inti (content vocabulary). Kosa-kata ini adalah kosa-kata
dasar yang membentuk sebuah tulisan menjadi valid, misalnya kata

14 Effendy, Onong Uchana. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, Bandung: Remaja Rosda
Karya, 2005, hal. 96.
15 Rusydy Ahmad Tha’imah. Ta'lim al-'Arabiyah lighairi al-nathiqin biha manahijuhu wa

asalibuhu, Mesir: Asyiku, 1989, hal. 616-617.

13
benda, kata kerja, dll.
b) Kata-kata fungsi (function words). Kata-kata ini yang mengikat dan
menyatukan kosa-kata dan kalimat sehingga menbentuk paparan yang
baik dalam sebuh tulisan. Contohnya hurûf jâr, adawât al-istifhâm,
dan seterusnya.
c) Kata-kata gabungan (cluster words). Kosa-kata ini adalah kosa-kata
yang tidak dapat berdiri sendiri, tetapi selalu dipadukan dengan kata-
kata lain sehingga membentuk arti yang berbeda-beda.

Misalnya kata dapat berarti menyukai bila kata tersebut

dipadukan dengan menjadi Sedangkan bila diikuti dengan

kata menjadi artinya pun berubah menjadi benci atau


tidak suka.
3) Pembagian kosa-kata menurut karakteristik kata (takhassus).
a) Kata-kata tugas (service words) yaitu kata-kata yang digunakan untuk
menunjukan tugas, baik dalam lapangan kehidupan secara informal
maupun formal dan sifatnya resmi.
b) Kata-kata inti khusus (special content words). Kosa kata ini adalah
kumpulan kata yang dapat mengalihkan arti kepada yang spesifik dan
digunakan di berbagai bidang ulasan tertentu, yang biasa juga disebut
local words atau utility words.
1) Pembagian kosa-kata menurut penggunaannya.
a) Kosa-kata aktif (active words), yakni kosa-kata yang
umumnya banyak digunakan dalam berbagai wacana, baik
pembicaraan, tulisan atau bahkan banyak didengar dan
diketahui lewat berbagai bacaan.

b) Kosa-kata pasif (passive words), yaitu kosa-kata yang hanya


menjadi perbendaharaan kata seseorang namun jarang ia
gunakan. Kosa-kata ini diketahui lewat buku-buku cetak yang
biasa menjadi rujukan dalam penulisan makalah atau karya
ilmiah.

Pembelajaran kosa-kata yang ada dalam bahasa Arab sangat penting

14
sekali dikuasai oleh peserta didik, oleh karena itu, ketika ingin mengajarakan
harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut (Fuad Effendy, 2005: 97-98):
(a) Pembelajaran kosa-kata (al-mufradâh) tidak berdiri sendiri. Kosa-kata (al-
mufradâh) hendaknya tidak diajarkan sebagai mata pelajaran yang berdiri
sendiri melainkan sangat terkait dengan pembelajaran muthâla’ah, istimâ’,
insyâ’, dan muhâdatsah.
(b) Pembatasan makna dalam pembelajaran kosa-kata hendaknya makna harus
dibatasi sesuai dengan konteks kalimat saja, mengingat satu kata dapat
memiliki beberapa makna. Bagi para pemula, sebaiknya diajarkan kepada
makna yang sesuai dengan konteks agar tidak memecah perhatian dan
ingatan peserta didik. Sedang untuk tingkat lanjut, penjelasan makna bias
dikembangkan dengan berbekal wawasan dan cakrawala berpikir yang
lebih luas tentang makna kata dimaksud.
(c) Kosa-kata dalam konteks. Beberapa kosa-kata dalam bahasa asing (Arab)
tidak bisa dipahami tanpa pengetahuan tentang cara pemakaiannya dalam
kalimat. Kosa-kata seperti ini hendaknya diajarkan dalam konteks agar
tidak mengaburkan pemahaman peserta didik.
(d) Terjemah dalam pengajaran kosa-kata. Pembelajaran kosa- kata dengan
cara menerjemahkan kata ke dalam bahasa ibu adalah cara yang paling
mudah, namun mengandung beberapa kelemahan. Kelemahan tersebut
antara lain dapat mengurangi spontanitas peserta didik ketika
menggunakannya dalam ungkapan saat berhadapan dengan benda atau
objek kata, lemah daya lekatnya dalam ingatan peserta didik, dan juga tidak
semua kosa-kata bahasa asing ada padanannya yang tepat dalam bahasa
ibu. Oleh karena itu, cara penerjemahan ini direkomendasikan sebagai
senjata terakhir dalam pembelajaran kosa-kata, digunakan untuk kata-kata
abstrak atau kata-kata yang sulit diperagakan untuk mengetahui maknanya.
(e) Tingkat kesukaran. Bila ditinjau dari tingkat kesukarannya, kosa-kata
bahasa Arab bagi pelajara di Indonesia dapat dibedakan menjadi tiga,
antara lain:

 Kata-kata yang mudah, karena ada persamaannya dengan kata-kata dalam

bahasa Indonesia, seperti :

 Kata-kata yang sedang dan tidak sukar meskipun tidak ada persamaannya

15
dalam bahasa Indonesia, seperti :

 Kata-kata yang sukar, baik karena bentuknya maupun pengucapannya,

misalnya

b. Teori Pengajaran Mufradah (kosa-kata)


Fuad Effendi16 menjelaskan bahwa teknik pengajaran mufradah yang
baik adalah :
1) Mendengarkan kata
Ini adalah tahap yang pertama. Kesempatan diberikan kepada peserta
didik untuk mendengarkan kata yang diucapkan guru, baik berdiri sendiri
maupun di dalam kalimat. Apabila unsur bunyi dari kata itu sudah dikuasai
oleh peserta didik, maka dalam dua atau tiga kali pengulangan, peserta didik
telah mampu mendengarkan secara benar.
2) Mengucapkan kata
Tahap berikutnya adalah memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk mengucapkan kata yang telah didengarnya, pengucapan kata baru
membantu peserta didik mengingatnya dalam waktu yang lebih lama.
3) Mendapatkan makna kata
Guru memberikan arti kata kepada peserta didik dengan sedapat
mungkin menghindari terjemahan, kecuali kalau tidak ada jalan lain.
Tu’aimah17 menjelaskan ada beberapa cara guru menjelaskan makna
mufradah yang baru yaitu:

(a) Penjelasan hal-hal yang menunjukkan tentang mufradah

(b) Melukiskan makna /dramatisasi seperti contoh guru membuka pintu


untuk menjelaskan jumlah :

(c) Permainan peran. Seperti guru memainkan peran sakit perut dan
dokter merawatnya

16 Ahmad Fuad Effendy. Metodologi Pengajaran Bahasa Arab, Malang: Misykat,


2005, hal. 164.
17 Thu’aimah, Rusydi Ahmad. Ta’lim al-Arabiyyah Li Ghoiri al-Nathiqin Bina Manahijah wa

Asalibah, Rabath: Isesco, 1989, hal. 198.

16
(d) Menyebutkan antonim, seperti contoh guru menyebutkan kata

(e) Menyebutkan sinonim

(f) Menyebutkan asal kata

(g) Asosiasi

Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa untuk mempelajari


suatu bahasa haruslah mempunyai perbendaharaan yang banyak, serta mengerti dan
mengetahui asal katanya, cara penyampaian dan teknik dalam pengajaran mufradah
harus searah dan sejalan serta berfariasi agar teknik penyampaiannya bisa mewarnai
di setiap pembelajaran.

3. Hakikat Menerjemahkan

a. Pengertian Menerjemahkan
Setiap pakar penerjemahan memiliki versi yang berbeda-beda tentang definisi
penerjemahan. Berikut adalah beberapa contoh batasan tentang
penerjemahan18:

1) Nida menyatakan :

“Translation consists of reproducing in the receptor language the closest


natural equivalence of the source language message, first in terms of
meaning and secondly in terms of style.”19

Definisi ini berbunyi bahwa menerjemahkan ialah mereproduksi


padanan yang wajar dan paling dekat dengan pesan Bsu ke dalam Bsa,
pertama yang berhubungan dengan arti dan kedua yang berhubungan
dengan gaya. Definisi pertama ini tampaknya bebas dalam memaknai
konsep penerjemahan. Definisi ini terlalu mengusung padanan alamiah
dalam cakupan makna dan gaya serta rentan dengan gramatika.

2) Catford mengemukakan :

18 Rudi Hartono. Teori Penerjemahan (A Handbook for Translators), Semarang:


Cipta Prima Nusantara, 2011, hal. 1-3
19 Eugene A Nida. The theory and practice of translation, Leiden: E.J. Brill, 1969,

hal.12.

17
“Translation is the replacement of textual material in one language (SL)
by equivalent textual material in another language (TL).” 20
Definisi yang kedua ini lebih sederhana dari definisi pertama yang
dikemukakan oleh Nida. Karena sederhananya itu, maka peneliti tidak
memperoleh keterangan secara jelas tentang apa saja yang harus diganti
dalam proses replacement itu. Namun dari frase equivalent textual material
ini dapat dipahami bahwa yang di-replace (diganti atau ditempatkan
kemabali) itu adalah informasinya. Jadi dalam hal ini seorang penerjemah
harus mampu mengganti atau menempatkan kembali informasi teks
sumber dengan informasi yang sepadan pada teks sasaran.
3) Larson mengatakan :
“Translation is transferring the meaning of the source language into the
receptor language. This is done by going from the form of the first language
to the form of a second language by way of semantic structure. It is
meaning which is being transferred and must be held constant. 21
Dalam definisi ini, Larson memunculkan sebuah kelengkapan dan
keharmonisan antara bentuk bahasa dan struktur makna. Inilah sebuah
kemasan yang mampu menghantarkan pemahaman berupa makna yang
terkandung oleh Tsu yang harus mampu ditransfer ke Tsa dengan penuh
tanggung jawab.
4) Sperber and Wilson dalam Bell menyatakan :
“Translations is the replacement of a representation of a text in one
language by representation of an equivalent text in a second language.”22
Definisi ini hampir mirip dengan yang dikemukakan oleh Catford
pada definisi kedua. Bedanya adalah Sperber and Wilson memunculkan
konsep representasi teks yang sepadan, sedangkan Catford menyebutnya
dengan informasi tekstual. Jadi perbedaan diantara keduanya adalah yang
pertama lebih condong pada sajian teks, sedangkan yang kedua pada

20 John Cunnison Catford. A Linguistic Theory of Translation : an Essay in Applied


Linguistics, Oxford : Oxford University Press, 1978, hal. 20.
21 Mildred L Larson. Meaning-based translation : a Guide to Cross-language

Equivalence, Lanham : University Press of America, 1984, hal. 03.


22 Bell, Roger T. Translation and Translating: Theory and Practice, London:

Longman, 1991, hal. 6.

18
informasi tekstual.
5) Steiner dalam Choliludin mengatakan :
“Translation can be seen as (co) generation of texts under specific
constraints that is relative stability of situational factors and, therefore,
register, and clasically, change of language and (context of) culture”.23
Definisi yang terakhir ini tampaknya lebih mengusung format modern
karena Steiner mengangkat terjemahan sebagai teks generasi kedua yang
memperhatikan sosiolinguistik dan konteks kultural. Steiner lebih
memandang kondisi kekinian yang sarat kompleksitas register yang ada
dalam masyarakat dewasa ini, sehingga dengan definisinya dia lebih
dahulu mengantisipasi permasalahan leksis dan perubahan bahasa yang
bisa muncul setiap saat.

Dari kelima definisi di atas dapat difahami bahwa penerjemahan adalah


proses pemindahan atau perubahan makna, informasi atau pesan dalam teks
yang terkandung dalam bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran, sehingga
memperoleh informasi dan pengetahuan dari teks tersebut.

b. Jenis-Jenis Penerjemahan
Banyak para pakar penerjemahan yang memiliki beragam sudut pandang dan
pendapat tentang jenis penerjemahan. Diantaranya adalah sebagai berikut.

1. Penerjemahan Dinamik

Nababan menyatakan bahwa penerjemahan dinamik disebut juga


penerjemahan wajar. Dalam prosesnya, amanat Bsu dialihkan dalam
bahasa sasaran. Segala sesuatu yang berbau asing atau kurang bersifat
alami, baik berkaitan dengan konteks budaya maupun pengungkapannya
sangat dihindari dalam bahasa Bsa.24

2. Penerjemahan Pragmatik

23 Choliludin. The Technique of Making Idiomatic Translation, Jakarta Timur:


Kesaint Blanc, 2006, hal. 05.
24 Nababan, M.R. Teori Menerjemah Bahasa Inggris, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2003, hal. 33-34.

19
Soemarno mengemukakan bahwa fokus penerjemahan pragmatik terletak
pada ketepatan informasi yang disampaikan oleh Tsu. Penerjemahan ini
tidak begitu memperhatikan aspek-aspek kebahasaan Tsu. Contoh dari
terjemahan pragmatik ini dapat kita jumpai dalam bentuk dokumen-
dokumen teknik. Dokumen-dokumen teknik ini berguna bagi para ahli
mesin untuk dibaca sebagai instruksi manual, misalnya pada saat mereka
akan merakit mesin.25

3. Penerjemahan Aestetik Poitik

Soemarno berpendapat bahwa penerjemahan aestik-poitik (aesthetic-


poetic translation) adalah penerjemahan yang sangat memperhatikan
aspek-aspek keindahan, aspek-aspek perasaan, emosi, perasaan haru, dan
sebagainya. Seorang penerjemah estetik puitik harus mampu
mengungkapkan kembali aspek-aspek tadi dari Tsu ke Tsa. Jenis
penerjemahan ini dapat kita temui pada terjemahan karya-karya sastra.
Seorang penerjemah karya sastra harus berusaha tidak mempertahankan
aspek isi tetapi juga aspek-aspek keindahannya. 26

4. Penerjemahan Etnografik

Soemarno mengemukakan bahwa tujuan penerjemahan etnografik adalah


menjelaskan konteks-konteks budaya dari Bsu dan Bsa. Penerjemah harus
peka terhadap pemakaian kata-kata yang mempunyai bentuk dan arti yang
mirip dalam suatu bahasa. Dia harus menemukan kata-kata yang cocok
dalam Bsa untuk mengungkapkan masalah-masalah kebudayaan yang
terbatas dalam Bsu. Nababan memberikan contoh tentang penggunaan
yang berbeda antara kata yes dan yea dalam bahasa Inggris Amerika.
Penerjemah harus mampu menemukan padanannya dalam Bsa. 27

5. Penerjemahan Linguistik

Nababan berpendapat bahwa penerjemahan linguistik adalah

25 Soemarno, Thomas. Studi Tentang Kesalahan Terjemahan Dari Bahasa Inggris ke


Dalam Bahasa Indonesia, Malang Pascasarjana, 1983, hal. 25-26.
26 Ibid, hal. 26.

27 Ibid, hal. 26.

20
penerjemahan yang hanya berisi informasi linguistik yang implisit dalam
Bsu yang dijadikan eksplisit dalam Bsa. Hal ini terjadi karenasebuah
kalimat misalnya, berbentuk kalimat taksa (ambiguous sentence) yang
memiliki struktur lahir (surface structure) yang sama namun struktur
batinnya (deep structure) berbeda. Sebelum diterjemahkan kalimat
tersebut harus ditransformasikan balik atau dianalisis komponennya
terlebih dahulu, sehingga kalimat tersebut dapat dipahami dengan baik.28

Dari kelima jenis penerjemahan di atas, penerjemahan dinamik menjadi jenis


penerjemahan yang banyak kita temui dalam kegiatan penerjemahan, karena
penerjemahannya dianggap murni dan sama dengan bahasa atau teks sumber,
tanpa menggunakan istilah atau kata-kata asing.

I. Hipotesis

1) Semakin tinggi tingkat penguasaan qowaid dan mufradat siswa, maka semakin

tinggi pula tingkat keterampilan menerjemah bahasa Arab siswa, dan semakin

rendah penguasaan qowaid dan mufradat siswa maka semakin rendah pula

keterampilan menerjemah bahasa Arab siswa.

2) Ada pengaruh yang signifikan antara penguasaan qowaid dan mufradat dengan

keterampilan memerjemah bahasa Arab siswa.

Berdasarkan kajian kerangka teoritik di atsa, penulis dapat mensintesiskan judul di

atas secara komprehensif adalah sebagai berikut:

Kompetensi Penguasaan Siswa

28 Nababan, M.R. Teori Menerjemah Bahasa Inggris, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,


2003, hal. 37.

21
Qawaid Mufrodat

Kompetensi Tarjamah

J. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Berdasarkan dari segi tempat, penelitian ini termasuk penelitian lapangan (field

reseach) yang akan dilakukan di SMP Muhammadiyah 3 Depok Sleman.

Berdasarkan dari segi sifat data, penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif.

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan survey.

Yang mana survey ini bertujuan untuk meneliti secara umum bagaimana proses

pengajaran bahasa Arab khususnya qowaid dan mufradat yang mempunyai peranan

sangat penting terhadap keterampilan menerjemah bahasa Arab siswa SMP

Muhammadiyah 3 Depok Sleman.

3. Sumber Data

Dalam penelitian ini pihak-pihak yang dijadikan sumber data adalah :

a) Kepala sekolah SMP Muhammadiyah 3 Depok Sleman

b) Guru bahasa Arab kelas VIII SMP Muhammadiyah 3 Depok Sleman

c) Siswa kelas VIII SMP Muhammadiyah 3 Depok Sleman

Disini penulis menggunakan penelitian sample random atau sample acak atau

sample campur, karena jumlahnya lebih dari 100 orang maka penulis mengambil

40 siswa yang dipilih secara acak. Dalam hal ini penulis mengambil 30% dari siswa

terdapat pada kelas VIII, sehingga sampel yang dibutuhkan 40 siswa.

22
4. Metode Pengumpulan Data

a) Observasi

Teknik merupakan cara pengumpulan data dimana peneliti atau kolaboratornya

mencatat informasi. Observasi ini dilakukan untuk mengamati bagaimana proses

belajar mengajar bahasa Arab di SMP khususnya qowaid dan mufradat.

b) Dokumentasi

Dokumentasi ini digunakan untuk mengumpulkan data tentang gambaran

umum SMP Muhammadiyah 3 Depok Sleman yang meliputi letak geografis,

sejarah berdirinya sekolah, keadaan guru, keadaan siswa serta dokumentasi lainnya

yang digunakan untuk kelengkapan data.

c) Metode Test

Test adalah serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan

untuk mengukur keterampilan pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat

yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Metode ini berupa tes tertulis yang

digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam hal penguasaan qowaid dan

mufradat dan keterampilan menerjemah bahasa Arab.

d) Wawancara (Interview)

Wawancara merupakan metode pengumpulan data melalui proses dialog yang

dilakukan pewawancara dan terwawancara. Metode ini digunakan untuk mencari

dan mengumpulkan data dari kepala sekolah dan guru bidang studi bahasa Arab

serta untuk melengkapi data yang belum ditemukan dengan dokumentasi.

e) Angket

Yaitu sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh

informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal- hal yang

23
ia ketahui. Metode ini digunakan sebagai pendukung untuk mengetahui latar

belakang siswa.

5. Metode Analisa Data

Analisa data merupakan suatu cacatan untuk memperoleh data setelah diperoleh

hasil penelitian, sehingga dapat ditarik kesimpulan berdasarkan data yang faktual.

Menganalisa data merupakan langkah yang penting dalam penelitian.

Untuk menganalisa data dalam penelitian ini, penulis menggunakan analisa data

kuantitatif. Yang mana data kuantitatif digunakan untuk mengetahui bagaimana

proses pengajaran bahasa Arab khususnya penguasaan qowaid dan mufradat

terhadap keterampilan menerjemah bahasa Arab siswa SMP Muhammadiyah 3

Depok Sleman. Untuk data kuantitatif dianalisa dengan rumus statistik yaitu:

Keterangan :

P = Persentasi

F = Frekuensi

N = Jumlah siswa yang menjadi obyek penelitian.

Sedangkan untuk menganalisa data tes menggunakan rumus:

a. Teknik korelasi momen tangkar dari Pearson, rumusnya adalah:

24
b. Rumus persamaan garis regresi linear satu prediktor:

Y = aX + K

Dimana:

Y = kriterium

X = prediktor

a = bilangan koefiesien K = bilangan konstan.29

K. Sistematika Pembahasan

Untuk menjadikan penulisan skripsi ini lebih sistematis dan berfokus, maka

penulis menyajikan sistematika penulisan sebagai gambaran umum penulisan skripsi.

Adapun sistematika penulisan sebagai berikut :

Bab Pertama Pendahuluan, yang didalamnya berisi tentang latar belakang

masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, metode penelitian,

kerangka teoritis, dan sistematika pembahasan.

29 Sutrisno Hadi. Analisis Regresi, Yogyakarta: Andi Offset, 2004, hal. 01-02.

25
Bab Kedua Gambaran umum SMP Muhammadiyah 3 Depok Sleman yang

meliputi : letak geografis, sejarah singkat berdirinya, struktur organisasi, keadaan guru

dan siswa serta fasilitas dan prestasi.

Bab Ketiga pembahasan dan analisa yang meliputi: proses pengajaran bahasa

Arab, analisa data tentang pengaruh penguasaan qowaid dan mufradat terhadap

keterampilan menerjemah bahasa Arab.

Bab Keempat Penutup yang berisi tentang kesimulan, saran–saran, dan kata

penutup, kemudian dicantumkan daftar pustaka, biografi penulis, dan lampiran-

lampiran.

26
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Qaadir Ahmad, Muhammad, Taariqah Ta’lim Al-Lughah Al-Arabiyah, Maktabah An-
Nahdhah Al-Mishriyah, Al-Qaahirah, 1982.

Bell, Roger T, Translation and Translating: Theory and Practice, London: Longman, 1991.

Catford, John Cunnison, A Linguistic Theory of Translation : an Essay in Applied Linguistics,


Oxford : Oxford University Press, 1978.

Choliludin, The Technique of Making Idiomatic Translation, Jakarta Timur: Kesaint Blanc,
2006.

Effendy, Ahmad Fuad, Metodologi Pengajaran Bahasa Arab, Malang: Misykat, 2005.

Effendy, Onong Uchana, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, Bandung: Remaja Rosda Karya,
2005.

Hadi, Sutrisno, Analisis Regresi, Yogyakarta: Andi Offset, 2004.

Hartono, Rudi, Teori Penerjemahan (A Handbook for Translators), Semarang: Cipta Prima
Nusantara, 2011.

Husain, Taha, Limadza Naqra’, Litaaifah Minal Mufakkirin, Daarul Ma’arif: Al-Qaahirah,
duuna Tarikh.

Larson, Mildred L, Meaning-based translation : a Guide to Cross-language Equivalence,


Lanham : University Press of America, 1984.

Mustafa, Fahim, Agar Anak Anda Gemar Membaca, Bandung: Hikmah, 2005.

Mustofa Ghalayini, Jami’ al-Durus al-Arabiyah, Beirut: al-Maktabah al-Ashriyah, 1993.

27
Nababan, M.R., Teori Menerjemah Bahasa Inggris, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003.

Ni’mah, Fu’ad, Mulakhosh Qowa'id Al-'Arobiyyah, Damaskus: Dar Ats-Tsaqofah Al-


Islamiyyah.

Nida, Eugene A, The theory and practice of translation, Leiden: E.J. Brill, 1969.

Soemarno, Thomas, Studi Tentang Kesalahan Terjemahan Dari Bahasa Inggris ke Dalam
Bahasa Indonesia, Malang Pascasarjana, 1983.

Tarigan, Henry Guntur, Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Bahasa, Bandung: CV.
Angkasa, 2013.

Tarigan, Henry Guntur, Pengajaran Kosakata, Bandung: CV. Angkasa, 1989.

Tha’imah, Rusydy Ahmad, Ta'lim al-'Arabiyah lighairi al-nathiqin biha manahijuhu wa


asalibuhu, Mesir: Asyiku, 1989.

Yunus, Mahmud, Metodik Khusus Bahasa Arab (Bahasa Al Qur'an), Jakarta: Hidakarya
Agung, 1983.

Firman. 2011. Pengaruh Strategi Pembelajaran dan Motivasi Belajar Terhadap Keterampilan
Menulis Argumentasi dalam Bahasa Inggris. Tesis. Mataram. Universitas
Muhammadiyah Mataram.

Nandang Faturohman. 2004. Kemampuan Memahami Bacaan Teks Berbahasa Arab dalam
Hubungannya dengan Penguasaan Kosakata dan Motivasi Baca, Tesis. Serang. STAIN
Sultan Maulana Hasanuddin Serang, Banten.

Chadis. 2014. Pengaruh Penguasaan Kosa Kata dan Pemahaman Kalimat terhadap
Keterampilan Menulis Narasi. Jurnal DEIKSIS. Vol 6, No 02:79.

28
Rahmawati. 2017. The Influence of vocabulary skills and sentence structure with the ability to
write a paragraphs description of vocational students. Jurnal HORTATORI. Vol 1, No
1:61.

Uswatun Hasanah. 2017. Pengaruh Penguasaan Mufrodat dan Struktur Kalimat Terhadap
Ketrampilan Menulis Bahasa Arab. Jurnal Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Kediri,
Edisi 6:15.

29

Anda mungkin juga menyukai