PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kita kaum muslimin memaklumi, bahwa bahasa Arab adalah bahasa Al-Qur’an.
Setiap orang muslim yang bermaksud menyelami ajaran Islam yang sebenarnya dan
lebih mendalam, tiada jalan lain kecuali harus mampu menggali dari sumber asalnya,
yaitu Al-Qur’an dan sunnah Rasullah SAW.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas timbul permasalahan yang perlu dibahas dalam
makalah ini, sebagaimana berikut :
1. Apa pengertian Nahwu ?
2. Apa Tujuan Pembelajaran Nahwu ?
3. Bagaimana Metode Pembelajaran Nahwu ?
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Praktik Mengajar Bahasa Arab.
2. Mengetahui Pengertian, tujuan dan metode dari Pembelajaran Nahwu
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Nahwu
Nahwu Sharaf hakikatnya adalah ilmu Bahasa. Seperti yang didefinisikan dalam
kitab jami’ ad-durus al-arabiyah: ( الفاظ يعبر بها كل قوم عن مقاصدهمberbagai lafal atau
ucapan yang digunakan oleh setiap kaum untuk menunjukkan atau mengilustrasikan
gagasan dalam pikiran mereka.1
Ahmad Hasyimi mengatakan bahwa secara etimologi nahwu berarti : “Maksud,
arah, dan ukuran.” Secara terminologi nahwu adalah aturan-aturan (dasar hukum) yang
digunakan untukk memberi baris (syakl) akhir kata sesuai dengan jabatannya masing-
masing dalam kalimat agar terhindar dari kesalahan dan kekeliruan, baik dalam bacaan
dan pemahaman.2
Berbeda dengan Al-Razi mengatakan bahwa nahwu adalah Al qosdu wa Thoriq.
Akan tetapi secara istilah menurut ulama klasik adalah terbatas pada pembahasan Al-
I’rob dan Al bina’, dan dapat didefinisikan bahwa nahwu adalah aturan-aturan yang
dapat mengenal hal ihwal kata-kata bahasa arab, baik dari segi I’rob maupun bina’.3
Akan tetapi, nahwu dalam pengertian kontemporer , materi pembelajarannya lebih
menekankan pada penyusunan kalimat sempurna yang kontekstual :
ابللكامت املطابقة و الرتاكيب املوافق لالزمة واملاكنة احملققة عيل املعىن املقصودة#امجلةل املفيدة.
Pengertian ini berangkat dari asumsi bahwa Bahasa lebih dahulu daripada tata
Bahasa. Dengan demikian, maka yang menjadi standar kebenaran Bahasa adalah
masyarakat yang menggunakan Bahasa itu sendiri, bukan teks yang “mati”. Kebenaran
Bahasa adalah kebenaran relative, yang sangat tergantung kepada masyarakat pengguna,
tempat dimana digunakan dan waktu kapan digunakannya. Oleh karena itu, Bahasa
mendapat tempat yang sangar besar terus berkembang sesuai dengan kebutuhan dan
perkembangan peradaban umat manusia itu sendiri.4
1Ruddy Fachruddin, Jalan Pintas Nahwu dan Sharaf, (tanpa kota: Penerjemah Kitab Arab, tanpa
tahun), hlm. 9.
2 Sahkholid Nasution, Pemikiran Nahwu Syauqi Dhayf, (Malang: MISYKAT, 2015), hlm. 9.
3 Ahmad Sehri bin Punawan, “Metode Pengajaran Nahwu dalam Pengajaran Bahasa Arab”,
Jurnal Hunafa, Vol. 7. No. 1, 2010, hal. 48.
Selain pengertian diatas ada pula definisi tentang nahwu yaitu sebagai tentang
atau pokok, yang bisa diketahui dengannya akhir suatu kata baik secara I’rab atau bina.
Sedangkan ilmu Nahwu adalah dalil-dalil yang memberitahu kepada setiap manusia
bagaimana keadaan akhir kata seharusnya setelah tersusun didalam sebuah kalimat, atau
ilmu yang membahas tentang kata-kata Arab dan I’rob dan bina’. Sedangkan menurut
Senali ilmu nahwu yaitu kaidah-kaidah yang digunakan untuk mengetahui hukum
kalimat Arab, keadaan susunan I’rab dan bina’nya dan syarat-syarat nawasikh,
kembalinya aid yang mengikutinya.5
Diatas telah dipaparkan mengenai pengertian Nahwu, sedangkan dalam pengertian
tradisonal arti pembelajaran nahwu biasanya meliputi bidang-bidang kajian ,الاعراب
العال مات, املعموالت. العواملkemudian tentang kata benda (isim), kata kerja (fi’il), dan huruf-
huruf yang mempunyai fungsi tertentu dalam konteks kalimat sempurna.6
Pada intinya ilmu nahwu menjadi suatu qoidah dalam kajian bahasa arab dimana
orang akan tau tentang bahasa arab, atau tulisan arab dan sebab seseorang menyebut
kalimat berbahasa arab tersebut dan tau alasan kenapa kalimat yang tersebut bisa dibaca
demikian.
4 Munir, Perencanaan Sitem Pengajaran Bahasa Arab, (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group,
2016), hlm. 44.
5 Sukmadinata, Nana Syodih, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosda,
2005), hlm. 9.
6 Ibid, hlm. 43.
2. Membiasakan para pelajar bahasa Arab umtuk selalu melakukan pengamatan,
berpikir logis dan sistematis serta kegunaan lain yang dapat membantu mereka untuk
melakukan pengkajian terhadap tata bahasa Arab secara kritis.
3. Membantu para pelajar untuk memahami ungkapan-ungkapan dalam bahasa Arab
sehingga mempercepat pemahaman terhadap maksud pembicaraan dalam bahasa
Arab.
4. Mengasah otak, mencerahkan perasaan serta mengembangkan khazanah kebahasaan
para pelajar.
5. Memberikan kemampuan pada pelajar untuk menggunakan kaidah bahasa Arab
dalam berbagai suasana kebahasaan. Oleh sebab itu, hasil yang sangat diharapkan
dari pengajaran ilmu nahwu adalah kecakapan para pelajar dalam menerapkan kaidah
tersebut dalam gaya-gaya ekspresi bahasa Arab yang digunakan oleh para pelajar
bahasa Arab dalam kehidupannya, disamping bermanfaat untuk memahami bahasa
klasik yang diwarisi oleh para ulama dari zaman dahulu.7
Dijelaskan pula dijurnal Tafaqquh bahwa ada tiga tujuan dari pengajaran ilmu
Nahwu yaitu:
1. Untuk memahami Kalam Arab.
2. Untuk memahami kandungan Al-Quran dan hadis yang sekirannya sulit atau sukar.
3. Untuk memudahkan membaca kitab kuning atau bisa disebut dengan kitab gundul,
yakni kitab yang tidak ada kharakatnya.8
Sedangkan tujuan pembelajaran ilmu Nahwu dalam bukunya Hasan Syahathah
yaitu:
1. Mngembangkan materi kebahasan siswa, dengan ungkapan dan contoh-contoh dari
lingkungannya.
2. Membentuk kebiasaan berbahasa yang benar, agar siswa tidak terpengaruh dengan
gaya bahasa ‘amiyah.9
C. METODE PEMBELAJARAN NAHWU
7 Ahmad Sehri bin Punawan, “Metode Pengajaran Nahwu”, Jurnal Hunafa, Vol.7, No.1, (April
2010): 50.
8 Limas Dodi, ”Metode Pengajaran Nahwu sharaf”, Jurnal Tafaqquh, Vol.1, No.1, (Mei 2013):
113-114.
9 Arif Rahman Hakim, “Mempermudah Pembelajaran Ilmu Nahwu Pada Abad 20”,... : 6.
Dalam pandangan lama tentang metode pengajaran nahwu, para pelajar
diwajibkan menghafal kaidah, walaupun mereka tidak memahaminya. Akibatnya,
mereka tidak berhasil menerapkannya dalam dunia nyata, kaidah-kaidaha yang telah
mereka hafal. Hal ini banyak terjadi di pesantren di Indonesia, juga di beberapa negara
Arab. Dari sinilah timbul pemikiran untuk mencari solusi bagaimana cara mengatasi
problema ini, tentu di antara cara mengatasinya adalah mencari metode terbaik dan
termudah untuk menyampaikan pesan-pesan ilmu nahwu ke pada pelajar.
1. Metode ( ﺔﯿﺳﺎﯿﻘﻟاAnalogi)
Metode ini terkadang disebut metode kaidah lalu contoh, adalah metode tertua
diterapkan dalam pengajaran ilmu nahwu. Walaupun metode ini adalah yang tertua,
namun hingga sekarang masih banyak dipakai di berbagai yayasan pendidikan baik
di Arab maupun di Indonesia, khususnya pesantren.
Tampaknya tujuan utama dari metode ini adalah menghafal kaidah tanpa
mengindahkan pengembangan kemampuan penerapannya, mungkin saja cocok
10 Ahmad Sehri bin Punawan, “Metode Pengajaran Nahwu Dalam Pengajaran Bahasa Arab”
Jurnal Hunafa, Vol. 7, No.1, April 2010, 51 – 56.
bagi orang-orang yang secara khusus mengkaji bahasa Arab tetapi tidak cocok
bagi anak-anak sekolah yang ilmu nahwu bagi mereka adalah untuk
dipraktekkan bukan untuk dihafal.
Dengan metode ini sering kali para pelajar tidak menghiraukan pelajaran
maupun guru, karena sikap pelajar pasif, kalaupun ada pelajar yang
berpartisipasi, jumlahnya pelajar tidak banyak.
Bertentangan dengan prinsip-prinsip pengajaran yang menghendaki dimulai
dari yang gampang, lalu bertahap menuju yang susah, dari yang kongkrit pada
yang abstrak; sudah tentu bahwa mendahulukan kaidah dari contoh akan
menciptakan kepayahan dan kesukaran.
Pelajar dapat lupa terhadap kaidah yang telah dihafalnya karena mereka
sekedar menghafalnya, tanpa memahminya.
Metode ini banyak ditentang banyak kalangan guru, karena akan mengacaukan
perhatian pelajar, juga karena memisahkan antara nahwu dan bahasa, sehingga
terkesan bahwa nahwu sebagai sasaran, bukan sebagai sarana untuk
memperbaiki ungkapan bahasa.
Perlu digarisbawahi bahwa buku-buku pelajaran nahwu zaman dahulu
mengikuti jalannya metode ini, seperti dalam kitab al-Ajrûmiyyah, al-Nahw al-wâf
karangan Abbâs H asan, Jâmi’ al-Durûs al-‘Arabiyyah oleh Al-Gulayaini, kitab
Qawâ’id al-Lughah al-‘Arabiyyah yang disusun oleh Hafni Beik Nasib, dkk. serta
masih banyak buku lain yang seirama dengan buku-buku di atas.
2. Metode ( ﺔﯿﺋاﺮﻘﺘﺳاInduksi)
Metode ini kadang diberi nama ﺔﯿطﺎﺒﻨﺘﺳا, ﺔﯿﺟﺎﺘﻨﺘﺳاatau metode Herbart Karen
mengikuti lima langkah yang harus dilakukan dalam mengajar sebagaimana yang
ditetapkan oleh Johan Priedrich Herbart (Ahmad,1984:191). Pada mulanya metode
ini masuk ke dunia Arab setelah adanya ajakan dari delegasi misi pengajaran dari
Eropa pada awal abad XX M., di mana gaya pengajaran dalam metode ini adalah
kebalikan dari metode ﺔﯿﺳﺎﯿﻗ, karena metode ini didasarkan pada penyajian contoh-
contoh terlebih dahulu lalu contoh-contoh itu didiskusikan dengan para pelajar,
dibanding-bandingkan, da dirumuskan kaidahnya kemudian diberikan latihan kepada
para pelajar. Metode ini dimulai dari yang khusus untuk mencapai kaidah yang
bersifat umum, sementara ﺔﯿـﺳﺎﯿﻗdari yang umum kepada yang khusus.
Para pendukung metode ini berpandangan bahwa metode semacam ini adalah
metode yang alami karena para pelajar melalui contoh-contoh, dapat untuk mencapai
suatu ilmu, menyingkap ketidak tahuan, memberikan pencerahan pada yang tidak
jelas dengan cara
Para pendukung metode ini berpendapat bahwa dengan metode ini pelajar akan
bersikap aktif, sedangkan guru hanya sebagai pengarah dan pemandu. Jadi, para
pelajarlah yang aktif mencari untuk mendapatkan rumusan kaidah yang diinginkan
setelah mendiskusikan dan menghubungkan serta membanding-bandingkan contoh-
contoh yang ada; para pelajar pulalah yang memecahkan masalah. Tegasnya, para
pelajar disibukkan dengan kegiatan diskusi sehingga tidak ada kesempatan untuk
diam atau mengabaikan pelajaran.
Namun demikian, bagimana pun juga metode ini menurut penulis, tidak lepas
dari kelemahan-kelemahan di antaranya ialah metode ini lambat dan tidak efektif
dalam menyampaikan informasi, contoh-contoh yang dipaparkan guru pun terbatas
serta adanya keinginan untuk segera sampai pada perumusan kaidah. Tetapi
walaupun demikian, banyak negara Arab yang menerapkan metode ini di sekolah-
sekolah. Di samping itu, buku-buku sekarang yang disusun sesuai dengan metode ini
telah banyak, seperti: kitab al-Nah w al-Wâdi’ yang dikarang oleh ‘Alî al-Jârim dan
Mus tafâ Amîn juga al-Arabiyyah li al-Nâshi’în.
Metode ﺔﯿﺋاﺮﻘﺘﺳاini dapat dibagi ke dalam dua bagian, yaitu: (1) metode contoh,
yaitu contoh-contoh yang tidak punya kaitan dengan yang lain, lalu kaidah; dan (2)
metode teks utuh, yaitu suatu teks yang mempunyai makna komplit, contoh, dan
kaidah.
3. Metode Contoh
Disebut juga metode contoh buatan, mandiri, terserak atau terpotong;
penamaan ini timbul karena contoh-contoh itu terserak dan terpotong-potong;
terpotong-potong diambil dari berbagai sumber yang tidak satu arah.
Kewajiban guru dalam menerapkan metode ini adalah menjalankan teks itu,
lalu membahas bagaimana membahas topik bacaan ()ةءاﺮـﻗ, kemudian mengambil
contoh teks itu yang dapat dijadikan dasar sebagai materi pelajaran lalu meneruskan
langkah-langkah yang harus diambil sesuai metode ﺔﯿﺋاﺮﻘﺘﺳا.
· Sebagian guru merasa susah mencari atau membuat teks yang dapat menampung
semua persoalan sub materi pelajaran, sebab kadang-kadang guru menghadapi
kesulitan menghadapinya. Akibatnya, terkadang bahasanya banyak yang rusak.
· Untuk menyentuh semua sisi kaidah yang diinginkan, biasanya guru terpaksa
membuat teks yang sangat panjang hingga satu halaman atau lebih. Akibatnya, guru
akan menghadapi dua hal dilematis :
o Guru membahas teks yang panjang tadi dengan sempurna, dari pendahuluan,
membaca mendiskusikan dengan pelajar, menjelaskan maknanya hingga
menyeleksi contoh-contoh yang diinginkan. Dalam hal ini, waktu tidak cukup
untuk menjelaskan pelajaran. Waktu yang disiapkan untuk melakukan latihan
jadi berkurang, belum lagi para pelajar tidak mememiliki waktu yang cukup
untuk meyusun kawaid yang benar.
Perlu dicatat bahwa seorang guru yang dapat dinilai berhasil di sini adalah
seorang guru yang mampu mengambil untung dari keunggulan-keunggulan dari dua
metode tadi, ﺔﯿﺳﺎﯿﻘﻟاdan ﺔﯿﺋاﺮﻘﺘﺳﻻاyaitu guru yang mengetahui kapan dan di mana
masing-masing metode itu harus digunakan kemudian diaplikasikan sesuai dengan
pengetahuannya, mengingat bahwa kawaid, aturan dan prinsip apapun tak akan ada
gunanya apabila seorang guru tidak mengetahui bagaimana penerapannya di
lapangan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Ilmu nahwu menjadi suatu qoidah dalam kajian bahasa arab dimana orang akan tau
tentang bahasa arab, atau tulisan arab dan sebab seseorang menyebut kalimat
berbahasa arab tersebut dan tau alasan kenapa kalimat yang tersebut bisa dibaca
demikian.
2. Tujuan Pembelajaran Nahwu ialah Salah satu sarana untuk membantu seseorang
berbicara dan menulis dengan benar serta meluruskan dan menjaga lidah dari
kesalahan berbicara.
3. Metode dalam pembelajaran Nahwu dapat dikelompokkani ke dalam dua metode
pokok, yaitu metode ( ﺔﯿﺳﺎﯿﻘﻟاanalogis) dan metode ( ﺔﯿﺋاﺮﻘﺘﺳﻻاinduktif).
B. Saran
Dari beberapa Uraian diatas jelas banyaklah kesalahan serta kekeliruan, baik
disengaja maupun tidak, dari itu kami harapkan kritik dan sarannya untuk memperbaiki
segala keterbatasan yang kami punya, sebab manusia adalah tempatnya salah dan lupa.